• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Tata Laksana Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Tata Laksana Penelitian"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

3.1 Kerangka Pemikiran

Permasalahan rantai pasok produk pertanian, termasuk rantai pasok buah manggis, merupakan permasalahan yang mempunyai karakteristik kompleks karena terdiri dari beberapa elemen yang saling berinteraksi, dinamis karena berubah menurut waktu, serta bersifat probabilistik. Oleh karena itu, pendekatan sistem diperlukan dalam perancangan rantai pasok buah manggis.

Pendekatan sistem dilakukan dalam pengembangan rantai pasok buah manggis untuk mengetahui faktor-faktor yang dipentingkan dalam mempresentasikan rantai pasok yang dapat meningkatkan kinerja secara total dan kesinambungannya. Identifikasi kinerja kunci, risiko dan nilai tambah dalam rantai pasok tersebut serta karakteristik sistem yang menyebabkan risiko diperlukan pada pengembangan rantai pasok. Risiko dapat dikurangi dengan cara memahami akar penyebabnya dan bagaimana penyebab tersebut bereaksi satu dengan yang lain (Mason-Jones & Towill 1998). Kerangka pemikiran pengembangan rantai pasok dengan mempertimbangkan risiko dan nilai tambah untuk meningkatkan kinerja rantai pasok tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.

Dalam pengembangan rantai pasok ini, eksplorasi indikator kinerja dan sumber risiko rantai pasok dilakukan melalui akuisisi pengetahuan dari pakar yang dijaring melalui sejumlah kuesioner yang dirancang sesuai dengan kebutuhan data dan informasi yang ingin diperoleh. Pakar adalah orang yang berpengalaman dan / atau sangat mengetahui pengelolaan usaha manggis dengan baik.

3.2 Tata Laksana Penelitian

Penelitian ini dilakukan mengikuti beberapa tahapan yang dilakukan secara berurutan dan terstruktur. Hasil setiap tahapan menentukan proses pada tahapan berikutnya. Langkah-langkah pada setiap tahapan penelitian untuk pengembangan rantai pasok buah manggis yang dikelola oleh Koperasi Bina Usaha (KBU) Al-Ihsan di Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut:

(2)

Deskripsi dan Karakteristik Rantai Pasok Buah Manggis

yang Baru Terbentuk di Kabupaten Bogor

Indikator Kinerja Kunci dan Ukuran Kinerja

Rantai Pasok Nilai Tambah Rantai Pasok Risiko dan Sumber Risiko Rantai Pasok Elemen Kunci Rantai Pasok Pengembangan Rantai Pasok

Gambar 1 Kerangka pikir analisis kinerja rantai pasok buah manggis.

1. Deskripsi rantai pasok yang ada pada saat ini dan penentuan lingkup rantai pasok yang diteliti

Pada langkah ini, dilakukan analisis menyeluruh pada rantai pasok manggis yang ada pada saat ini. Rantai pasok merupakan rangkaian kegiatan (secara fisik dan pengambilan keputusan) yang dihubungkan oleh aliran bahan dan informasi antar organisasi yang bertujuan untuk memberikan tambahan nilai kepada konsumen dan memuaskan pelaku lain dalam rantai pasok tersebut. Fokus pada langkah ini adalah rentang rantai pasok secara horizontal dan vertikal. Metode yang digunakan pada langkah ini adalah deskriptif kualitatif dengan melakukan eksplorasi pada rantai pasok buah manggis yang menjadi objek penelitian ini.

2. Identifikasi indikator kinerja kunci dan pengukuran kinerja rantai pasok yang ada pada saat ini

Indikator kinerja kunci ditentukan berdasarkan tujuan rantai pasok dan proses rantai pasok yang ada. Urutan indikator kinerja kunci juga ditentukan

(3)

pada langkah ini. Kinerja rantai pasok kemudian diukur berdasarkan indikator kinerja kunci yang utama.

3. Analisis nilai tambah

Analisis nilai tambah dilakukan untuk mengetahui distribusi nilai tambah pada masing–masing pelaku dalam rantai pasok

4. Identifikasi risiko

Analisis pencegahan timbulnya risiko dapat dilakukan berdasarkan risiko pada rantai pasok tersebut

5. Penentuan elemen kunci struktur rantai pasok

Pada langkah ini dilakukan identifikasi peran masing-masing pelaku dalam rantai pasok dan dilakukan analisa elemen kunci struktur rantai pasok yang berperan dalam membentuk rantai pasok buah manggis. Identifikasi dan analisis ini diperlukan untuk memberi arah pengendalian dalam meningkatkan kinerja rantai pasok serta terbentuknya rantai pasok yang berkesinambungan. 6. Pengembangan rantai pasok

Pengembangan rantai pasok ini berdasarkan pada beberapa identifikasi yang telah dilakukan pada rantai pasok buah manggis yang menjadi objek penelitian.

3.3 Pengumpulan Data

Untuk membentuk model dasar pengembangan rantai pasok secara komprehensif, dilakukan pengumpulan data yang relevan dengan topik yang dikaji yang terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer antara lain data pengetahuan pakar tentang pemangku kepentingan rantai pasok buah manggis, data pengetahuan tentang kebutuhan masing-masing pemangku kepentingan untuk peningkatan kinerja rantai pasok tersebut, data pengetahuan tentang risiko, data pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah, serta data pengetahuan tentang ukuran-ukuran kinerja rantai pasok buah manggis. Data sekunder antara lain dari Badan Pusat Statistik (BPS), data perkembangan agroindustri manggis, serta data terkait dari sumber lainnya.

Pengumpulan data primer dilakukan melalui beberapa cara, sebagai berikut :

(4)

1. Observasi lapangan, yaitu melihat secara langsung kegiatan semua pelaku dalam rantai pasok

2. Wawancara untuk memperoleh informasi jumlah produksi dan penjualan, sistem transportasi, distribusi, pasokan, serta hubungan kemitraan pelaku dalam rantai pasok

3. Pendapat pakar (expert judgement) untuk memperoleh basis pengetahuan melalui wawancara secara mendalam (indepth interview) dengan pakar yang terkait dengan usaha manggis

Pakar dipilih secara purposive berdasarkan kriteria bahwa pakar tersebut mempunyai reputasi kepakaran dan telah menunjukkan kredibilitas sebagai pakar yang berpengalaman di bidangnya. Dalam penelitian ini, diambil 12 pakar yang mewakili setiap anggota rantai pasok di Kabupaten Bogor.

3.4 Pengolahan Data

Beberapa teknik, metode, dan alat (tool) digunakan untuk mengolah data dalam pengembangan rantai pasok buah manggis.

Interpretative Structural Modelling (ISM)

Struktur elemen kunci yang berperan dalam membentuk rantai pasok buah manggis dianalisis menggunakan teknik Intrepretative Structural Modelling (ISM). ISM menganalisis elemen – elemen sistem dan memecahkannya dalam bentuk grafik dari hubungan langsung antar elemen dan tingkat hirarki. Elemen – elemen yang dianalisis pada rantai pasok buah manggis ini adalah kebutuhan rantai pasok, struktur kelembagaan, kendala keberlanjutan rantai pasok, dan pengurangan risiko dalam rantai pasok.

Deskripsi singkat langkah-langkah ISM adalah sebagai berikut:

1. Penyusunan sub-elemen kebutuhan rantai pasok, struktur kelembagaan, kendala keberlanjutan rantai pasok, dan pengurangan risiko dalam rantai pasok yang diperoleh dari para pakar

2. Analisis hubungan kontekstual bahwa satu sub-elemen (sub-elemen i) mendukung keberadaan sub elemen lain (sub-elemen j). Hubungan kontekstual antar sub-elemen i dan j ini diperoleh dari para pakar yang

(5)

memberikan pendapatnya melalui pengisian kuesioner dengan simbol sebagai berikut:

V: sub-elemen i mendukung keberadaan sub-elemen j, tetapi tidak sebaliknya A: sub-elemen j mendukung keberadaan sub-elemen i, tetapi tidak sebaliknya X: sub-elemen i dan sub-elemen j saling mendukung keberadaannya

O: sub-elemen i dan sub-elemen j tidak saling behubungan 3. Penyusunan Structural Self Interaction Matrix (SSIM).

Matriks ini mewakili elemen persepsi responden terhadap elemen hubungan yang dituju.

4. Pembentukan Reachability Matrix (RM)untuk setiap elemen.

Pada langkah ini, SSIM ditransformasikan ke dalam bentuk matriks biner yang disebut matriks reachability awal dengan cara menggantikan V, A, X, O dengan angka 0 dan 1 sesuai peraturan sebagai berikut:

Jika sub-elemen (i,j) pada SSIM diisi V, maka sub-elemen (i,j) pada matriks reachability menjadi 1 dan sub-elemen (j,i) pada matriks reachability menjadi 0

Jika sub-elemen (i,j) pada SSIM diisi A, maka sub-elemen (i,j) pada matriks reachability menjadi 0 dan sub-elemen (j,i) pada matriks reachability menjadi 1

Jika sub-elemen (i,j) pada SSIM diisi X, maka sub-elemen (i,j) pada matriks reachability menjadi 1 dan sub-elemen (j,i) pada matriks reachability menjadi 1

Jika sub-elemen (i,j) pada SSIM diisi O, maka sub-elemen (i,j) pada matriks reachability menjadi 0 dan sub-elemen (j,i) pada matriks reachability menjadi 0

Transivitas hubungan kontekstual tersebut kemudian diperiksa (jika sub-elemen i mendukung keberadaan sub-sub-elemen j dan sub-sub-elemen j mendukung keberadaan elemen k, maka elemen i seharusnya mendukung sub-elemen k) untuk memperoleh matriks reachability akhir yang menunjukkan seluruh direct reachability dan indirect reachability. Pada matriks akhir tersebut, kekuatan penggerak sub-elemen ditunjukkan melalui penjumlahan

(6)

sub-elemen (i,j) pada tiap baris dan keterkaitan antar sub-elemen ditunjukkan melalui penjumlahan sub-elemen (j,i) pada tiap kolom

5. Penilaian tingkat partisipasi untuk mengklasifikasikan elemen-elemen dalam tingkat-tingkat struktur ISM yang berbeda. Pengelompokan elemen-elemen dalam tingkat yang sama dengan mengembangkan Canonical Matrix. Matriks ini selanjutnya digunakan untuk mempersiapkan Directional Graph (digraph). Kelompok reachability dan kelompok antecedent untuk setiap sub-elemen diperoleh dari matriks reachability akhir. Kelompok reachability mencakup satu sub-elemen dan sub-elemen lain yang mungkin keberadaannya didukung oleh satu sub-elemen tersebut. Kelompok antecedent mencakup satu sub-elemen dan sub-sub-elemen lain yang mendukung keberadaan satu sub-sub-elemen tersebut. Perpotongan antara kedua kelompok tersebut kemudian diturunkan untuk seluruh sub-elemen. Sub-elemen dengan reachability dan perpotongan yang sama merupakan tingkat atas pada hirarki ISM

Sub-elemen tingkat atas dalam hirarki tidak akan mendukung keberadaan sub-elemen lain di tingkat atasnya. Sub-sub-elemen dipisahkan dari sub-sub-elemen lain setelah sub-elemen tingkat atas teridentifikasi. Proses yang sama kemudian diulang untuk memperoleh sub-elemen lain pada tingkat berikutnya.

6. Pembuatan digraph, yaitu grafik elemen-elemen yang saling berhubungan secara langsung dan tingkat hirarki. Digraph awal dibuat berdasarkan Canonical Matrix kemudian semua komponen yang transitif dipindahkan untuk membentuk digraph akhir.

Model struktural dapat dibuat dari matriks akhir reachability. Jika terdapat hubungan antar sub-elemen i dan j, maka anak panah dibuat dari sub-elemen i ke sub-elemen j. Gambar ini disebut directed graph (digraph). Setelah transitivitas dihilangkan, digraph dikonversikan ke dalam model berdasarkan ISM.

7. Pembangkitan ISM dengan cara seluruh jumlah elemen dipindahkan menjadi deskripsi elemen aktual sehingga ISM memberikan gambaran elemen-elemen sistem dan alur hubungannya secara jelas.

(7)

8. Kekuatan penggerak dan ketergantungan setiap elemen ditunjukkan pada matriks reachability akhir. Kekuatan penggerak setiap elemen merupakan penjumlahan semua elemen yang mungkin mempengaruhi. Ketergantungan setiap elemen merupakan penjumlahan semua elemen yang mungkin terpengaruh. Kekuatan penggerak dan ketergantungan ini akan digunakan dalam analisis MIC-MAC (Matrice d’Impact Croisés – Multiplication Appliqueé à un Classement atau Matrix of Cross Impact – Multiplications Applied to Classification) yang mengklasifikasikan elemen ke dalam 4 kelompok, yaitu elemen autonomous, dependent, linkage, dan independent

Fuzzy Analytical Hierarchy Process

Risiko dan sumbernya serta kinerja kunci pada rantai pasok buah manggis sangat kompleks. Pendapat para pakar diperlukan dalam menentukan risiko, sumber risiko, serta kinerja kunci yang paling penting dipertimbangkan dalam desain rantai pasok ini. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dapat digunakan untuk menentukan risiko dan sumber risiko terbesar pada rantai pasok buah manggis.

Metode AHP merupakan metode untuk memformalkan pengambilan keputusan yang terdiri dari beberapa pilihan dan tiap pilihan terdiri dari beberapa atribut. Beberapa atribut tersebut sering sulit diformalkan sehingga preferensi pengambil keputusan berupa frase (misal: “sangat lebih penting daripada”) harus kita gunakan sebagai pengganti nilai pasti pada atribut tersebut. Logika dan nilai fuzzy memberikan cara yang lebih alamiah terkait dengan preferensi pengganti nilai pasti ini.

Metode fuzzy AHP digunakan untuk pemilihan suatu alternatif dan penyesuaian masalah dengan menggabungkan konsep teori fuzzy dan analisis struktur hirarki. Penggunaan metode fuzzy memungkinkan pengambil keputusan untuk memasukkan data kualitatif dan kuantitatif ke dalam model keputusan. Dengan alasan ini, pengambil keputusan biasanya lebih merasa yakin untuk memberi penilaian dalam bentuk rentang daripada penilaian dalam bentuk nilai tertentu

Teori fuzzy adalah suatu teori matematika yang dirancang dengan model ketidaktepatan atau ke-ambiguity-an dari proses kognitif manusia yang dipelopori

(8)

oleh Zadeh (Marimin 2005). Kunci gagasan teori fuzzy adalah suatu unsur mempunyai suatu tingkat derajat keanggotaan (membership degree) dalam suatu keadaan yang tidak jelas (Negoita 1985; Zimmermann 1996). Fungsi keanggotaan menunjukkan nilai keanggotaan suatu unsur dalam suatu himpunan. Nilai keanggotaan suatu unsur berkisar antara 0 dan 1. Unsur dapat mempunyai satu himpunan tingkat derajat keanggotaan tertentu dan dapat juga mempunyai berbagai himpunan. Teori fuzzy memperbolehkan keanggotaan unsur secara parsial. Transisi antara keanggotaan dan non-keanggotaan adalah secara bertahap. Fungsi keanggotaan memetakan variasi nilai variabel dari nilai linguistik ke dalam kelas linguistik yang berbeda. Adaptasi dari fungsi keanggotaan untuk variabel linguistik ditentukan melalui pengetahuan pakar yang sebelumnya mengetahui tentang variabel linguistik; menggunakan format sederhana secara geometris (triangular, trapezoidal atau fungsi-s), serta proses trial and error.

Pada penelitian ini, bilangan fuzzy triangular ~1 –~9 , digunakan untuk mewakili perbandingan berpasangan secara subjektif pada proses pemilihan yang meragukan. Menurut Zadeh (1994), sebuah bilangan fuzzy merupakan sebuah himpunan fuzzy khusus F = {(x,μF(x)) , xR dengan nilai x diambil dari bilangan riil R : −∞<x<+∞ dan μF(x) merupakan sebuah pemetaan kontinyu dari R ke interval tertutup [0,1]. Sebuah bilangan fuzzy triangular disimbolkan sebagai

M~ = (l,m,u) dengan l m u mempunyai fungsi keanggotaan jenis triangular sebagai berikut: u x o u x m m u x u m x l l m l x l x x F / / 0 ) ( (1)

Dengan menetapkan tingkat kepercayaan α, maka bilangan fuzzy triangular dapat dikarakteristikkan sebagai:

α ∈ [0,1] M~ α= lα,uα = [ (ml)α+l ,(um)α+u] (2) Kaufman dan Gupta (1985) mendeskripsikan beberapa operasi utama untuk bilangan fuzzy positif menggunakan rentang kepercayaan sebagai berikut:

(9)

N~α= [nL,nR], α ∈ [0,1] (4)

M~ N~ = [mL nL,mR nR] (5)

MN~ = [mL nL,mR nR] (6)

M~ N~ = [mLnL,mRnR] (7)

M~/N~ = [mL /nL,mR /nR ] (8) Perbandingan berpasangan dibuat dengan menggunakan skala rasio. Skala yang sering digunakan adalah skala 9 titik (Saaty 1989). Bilangan fuzzy triangular

1 ~

–9~ digunakan sebagai pengembangan skala 9 titik pada AHP konvensional. Untuk mempertimbangkan penilaian kualitatif para pakar yang kurang tegas, 5 bilangan fuzzy triangular ditetapkan dengan fungsi keanggotan yang terkait seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Himpunan fuzzy didefinisikan sebagai

F = {(x,μ(x)), x U), dengan x merupakan bilangan riil, U adalah himpunan semesta, dan μ(x) adalah fungsi keanggotaan dengan nilai [0,1]. Menurut Ayağ (2006), definisi dan fungsi keanggotaan bilangan fuzzy ditunjukkan pada Tabel 6.

Gambar 2 Fungsi keanggotaan bilangan fuzzy triangular.

Prosedur pendekatan fuzzy AHP menurut Ayağ (2006) adalah sebagai berikut: 1. Perbandingan skor.

Bilangan fuzzy triangular digunakan untuk melakukan indikasi tingkat kepentingan relatif pada tiap pasangan elemen pada hirarki yang sama

3~ 5~ 7~ 9~ 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1.0 0.5 μM(x) Sama Penting Sedikit Lebih Penting Lebih Penting Sangat Lebih Penting Mutlak Lebih Penting 1~ 11 10

(10)

Tabel 6 Definisi dan fungsi keanggotaan bilangan fuzzy Tingkat Kepentingan Bilangan Fuzzy Definisi Fungsi Keanggotaan 1 ~1 Sama penting (1, 2, 3) 3 ~3 Sedikit lebih penting (1,2, 3, 4, 5) 5 ~5 Lebih penting (3, 4, 5, 6, 7) 7 ~7 Sangat lebih penting (5, 6, 7, 8, 9) 9 ~9 Mutlak lebih penting (7, 8, 9,10, 11)

2. Pembuatan matriks perbandingan fuzzy

Dengan menggunakan bilangan fuzzy melalui perbandingan berpasangan, matriks penilaian fuzzy A~(aij) dibuat sebagai berikut:

1 ~ ~ ~ 1 ~ ~ ~ 1 ~ 2 1 2 21 1 12                 n n n n a a a a a a A (9)

dengan ~aij = 1 jika i=j , dan ~aij = 1~, 3~, 5~, 7~, 9~ atau 1~-1, 3~-1

, 5~-1

, 7~-1, 9~-1

jika i≠j

3. Penyelesaian nilai eigen fuzzy.

Menurut Nepal, et al. (2010), tujuan langkah ini adalah untuk menghitung tingkat kepentingan relatif seluruh elemen berdasarkan elemen pada tingkat di atasnya dalam struktur hirarki

Nilai eigen fuzzy merupakan sebuah bilangan fuzzy untuk menyelesaikan persamaan berikut:

A~ x~ = ~ x~ (10)

A~ merupakan (n x n) matriks fuzzy yang berisi bilangan fuzzy ~aij.

x

~ merupakan (n x 1) vektor fuzzy yang berisi bilangan fuzzy

i

x

~ .

Untuk melakukan perkalian dan penambahan dengan menggunakan aritmetik interval dan −cut, persamaan A~ x~ = ~ x~ diubah menjadi:

(11)

dengan A~ = [~aij], x~t=(~x1, …, ~xn) (12) ij a ~ = [ u i l i a a1, 1 ], x~i = [xil,xiu], ~ = [ il, iu] (13) untuk 0 < α ≤ 1 dan seluruh i, j , dengan i = 1, 2, . . ., n, j = 1, 2, . . ., n

Menurut Nepal (2010), penentuan bobot prioritas dapat disederhanakan dengan pendekatan berikut:

n aij a x n i n j ij i 1 1 (14)

−cut merupakan tingkat kepercayaan pakar atau pengambil keptusan pada penilaiannya. Derajat kepuasan penilaian matriks A~ diestimasikan oleh indeks optimisme μ. Semakin besar nilai indeks μ menunjukkan tingkat optimisme yang lebih tinggi. Indeks optimisme merupakan kombinasi konveks linier (Lee 1999) yang didefinisikan sebagai berikut:

ij

a

~ = μaiju + (1- μ) aijl, ∀ μ ∈ [0,1] (15)

Jika tetap, matriks berikut ini dapat diperoleh setelah menetapkan indeks optimisme μ untuk mengestimasikan tingkat kepuasan

1 ~ ~ ~ 1 ~ ~ ~ 1 ~ 2 1 2 21 1 12                 n n n n a a a a a a A (16)

Vektor eigen dihitung dengan memperbaiki nilai μ dan melakukan identifikasi

−cut maksimum yang akan menghasilkan sekumpulan nilai dari bilangan

fuzzy. Contoh, = 0.5 akan menghasilkan 0.5 = (2, 3, 4). Operasi ini ditunjukkan pada Gambar 3.

(12)

α0.5 = (2, 3, 4) = [2,4]

Gambar 3 Operasi α−cut pada bilangan fuzzy triangular.

Normalisasi pada perbandingan berpasangan dan penghitungan bobot prioritas dilakukan dalam penghitungan vektor eigen.. Untuk mengendalikan hasil dari

metode ini, maka dilakukan penghitungan rasio konsistensi untuk setiap matriks dan seluruh hirarki.

Pengukuran indeks konsistensi dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut : CI = 1 max n n (17) dengan CI: indeks konsistensi λmax.: vektor konsistensi

n: jumlah alternatif

Rasio konsistensi digunakan untuk mengestimasikan perbandingan berpasangan secara langsung. Rasio konsistensi dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

CR = RI CI (18) dengan CR: rasio konsistensi

RI: indeks rata-rata bobot yang dibangkitkan secara acak (Saaty 1981)

4. Bobot prioritas pada setiap alternatif dapat diperoleh dengan cara mengalikan matriks penilaian dengan vektor bobot atribut dan menjumlahkan seluruh atribut dengan persamaan sebagai berikut:

3~ 0 1 3 4 1.0 0.5 μM(x) 2 5

(13)

Evaluasi terbobot untuk alternatif k = t i i ik penilaian x atribut bobot 1 ) ( (19) Untuk i = 1, 2, …, t dengan i: atribut

t: total jumlah atribut k: alternatif

Setelah penghitungan bobot untuk setiap alternatif, seluruh indeks konsistensi dihitung untuk meyakinkan bahwa penilaian tersebut konsisten

Supply Chain Operations Reference (SCOR)

Model SCOR (Supply Chain Operations Reference) mulai dikembangkan oleh Dewan Rantai Pasokan (Supply Chain Council) pada tahun 1996 yang digunakan untuk mengukur kinerja total rantai pasokan perusahaan dan untuk meningkatkan kinerjanya secara keseluruhan. Model tersebut merupakan sebuah model referensi proses dalam manajemen rantai pasok yang ruang lingkupnya mencakup seluruh interaksi pelanggan, seluruh transaksi materi, dan seluruh transaksi pemasaran mulai pemasok dari pemasok hingga ke konsumen dari konsumen.

Beberapa metode yang berbeda yang dapat menggabungkan beberapa indikator kinerja ke dalam satu sistem pengukuran. Salah satu yang paling dikenal adalah model Supply-Chain Council’s Supply-Chain Operations Reference (SCOR) (Aramyan et al. 2006). Model Supply-Chain Council’s SCOR adalah model referensi suatu proses rantai pasok baku yang dirancang agar sesuai dengan kebutuhan semua industri (Supply-Chain Council 2008). Model ini memberikan panduan tentang jenis metrik pengambil keputusan yang dapat digunakan untuk mengembangkan pendekatan yang seimbang terhadap pengukuran kinerja rantai pasok secara keseluruhan.

Model SCOR memberikan seperangkat indikator kinerja rantai pasok sebagai kombinasi dari ukuran keandalan (misal: pemenuhan pesanan yang sempurna), ukuran responsiveness (misal: siklus waktu pemenuhan pesanan), ukuran agility (misal: fleksibilitas rantai pasok hulu, kemampuan beradaptasi

(14)

rantai pasok hulu, dan kemampuan beradaptasi rantai pasok hilir), ukuran total biaya manajemen rantai pasok, dan ukuran pengelolaan aset (misal: waktu siklus cash to cash, pengembalian aset tetap rantai pasok, dan pengembalian modal kerja)

Model SCOR langsung tertuju pada kebutuhan pengelolaan rantai pasok pada tingkat operasional. Salah satu prinsip model SCOR adalah rantai pasok harus diukur dan diuraikan dalam beberapa dimensi. Dimensi tersebut mencakup keandalan, responsiveness, agility, biaya, dan efisiensi penggunaan aset. Model SCOR adalah model lintas-industri yang menguraikan proses dalam rantai pasok dan memberikan pandangan pelaksanaan terbaik proses rantai pasok. Keuntungan model SCOR adalah model ini mempertimbangkan kinerja rantai pasok secara keseluruhan. Model ini memberikan sebuah pendekatan yang seimbang dengan menjelaskan kinerja rantai pasok dalam beberapa dimensi. Kelemahan model SCOR adalah sangat ditujukan kepada proses dan tidak mencoba untuk menjelaskan seluruh proses bisnis yang relevan atau kegiatan seperti penjualan dan pemasaran, penelitian dan pengembangan teknologi, pengembangan produk dan dukungan pelanggan setelah pengiriman. Model SCOR juga hanya mengasumsikan, tetapi tidak ditujukan kepada pelatihan, kualitas, teknologi informasi dan administrasi (Supply-Chain Council 2008).

Pada model SCOR, manajemen rantai pasokan didefinisikan ke dalam lima proses utama manajemen, yaitu perencananaan (PLAN), pengadaan (SOURCE), produksi (MAKE), distribusi (DELIVER), dan arus balik (RETURN) ( Supply-Chain Council 2008) . Penjabaran dari masing-masing proses tersebut adalah sebagai berikut :

1. Proses PLAN

Proses ini merupakan proses untuk merencanakan rantai pasok mulai dari mengakses sumber daya rantai pasok, merencanakan penjualan dengan menggabungkan besarnya permintaan, merencanakan persediaan dan distribusi, merencanakan produksi, merencanakan kebutuhan bahan baku, merencanakan pemilihan pemasok, serta merencanakan saluran penjualan.

(15)

2. Proses SOURCE

Proses ini merupakan proses yang berkaitan dengan keperluan pengadaan bahan baku dan pelaksanaan outsource. Proses ini meliputi proses negosiasi dengan pemasok, komunikasi dengan pemasok, penerimaan barang, pemeriksaan dan verifikasi barang, hingga pada pembayaran (pelunasan) barang ke pemasok. 3. Proses MAKE

Proses ini merupakan proses yang berkaitan dengan proses produksi yang meliputi meminta dan menerima kebutuhan bahan baku, pelaksanaan produksi, pengemasan, dan penyimpanan produk di ruang penyimpanan.

4. Proses DELIVER

Proses ini merupakan proses yang berkaitan dengan distribusi produk dari perusahaan kepada pembeli, meliputi pembuatan dan pemeliharaan basis data pelanggan, pemeliharaan basis data harga produk, pemuatan produk ke dalam armada distribusi, pemeliharaan produk di dalam kemasan, pengaturan proses transportasi, dan verifikasi kinerja distribusi.

5. Proses RETURN

Proses ini berkaitan dengan pengembalian produk ke perusahaan dari pembeli karena beberapa hal, seperti kerusakan pada produk, cacat pada produk, ketidaktepatan jadwal pengiriman, dan sebagainya. Proses ini meliputi proses penerimaan produk yang dikembalikan, pengelolaan administrasi pengembalian, verifikasi produk yang dikembalikan, disposisi, dan penukaran produk.

Pelaksanaan proses PLAN, SOURCE, MAKE, DELIVER, dan RETURN didukung oleh proses tindakan (ENABLE). Proses ini berkaitan dengan upaya untuk mengelola setiap kegiatan proses agar dapat berlangsung secara terstruktur dan terkoordinasi, seperti mengatur informasi produksi dan perencanaan, menjaga hubungan bisnis dan jaringna kerja, mengatur informasi produksi, menilai kinerja proses secara berkesinambungan, memelihara peraturan bisnis, dan sebagainya (Supply-Chain Council 2008).

Dalam model SCOR, proses-proses atau kegiatan yang dilakukan di dalam suatu perusahaan diterjemahkan ke dalam suatu tingkatan proses yang saling berkesinambungan. Proses tersebut terdiri dari 3 (Supply-Chain Council 2008), yaitu:

(16)

1. Tingkat 1 (tingkat teratas) mendefinisikan runga lingkup dan cakupan rantai pasok. Proses PLAN, MAKE, SOURCE, DELIVER, dan RETURN ditentukan pada tingkat ini.

2. Tingkat 2 (tingkat konfigurasi) menjabarkan konfigurasi rantai pasok pada tingkat 1 berdasarkan kategori proses, misal: M1 (make to stock), M2 (make to order), dan M3 (engineer to order) merupakan jenis konfigurasi untuk proses MAKE.

3. Tingkat 3 (tingkat elemen proses) memberikan informasi yang terperinci untuk setiap kategori proses tingkat 2 berdasarkan pada elemen proses. Ukuran kinerja di setiap tingkat diberikan terkait dengan 5 atribut kinerja (seperti yang dijelaskan pada BAB II) untuk mengevaluasi proses pada tingkat tersebut. Dengan karakteristik model SCOR, proses sebuah rantai pasok dan rantai pasok secara keseluruhan dapat di-benchmark terhadap rantai pasok lain (Jalalvand et al, 2011).

Data Envelopment Analysis (DEA)

DEA digunakan untuk mengukur efisiensi rantai pasok internal. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Charnes et al.. (1978). DEA juga dikenal sebagai model CCR (diambil dari nama penemunya). DEA merupakan metode non-parametrik berdasarkan pada teknik pemrograman linier untuk megevaluasi efisiensi unit pengambilan keputusan (Decision Making Unit = DMU) yang dianalisa. DEA dapat mengukur input dan output majemuk serta dapat mengevaluasi ukuran tersebut secara kuantitatif dan kualitatif sehingga memungkinkan pengelola rantai pasok untuk menetapkan efisiensi unit pengambilan keputusan yang dianalisa.

Menurut Lou et al. (2002), model dasar DEA adalah sebagai berikut:

Efisiensi maksimum: ik i rk r k X V Y U Keterangan:

k = Unit pengambil keputusan yang akan dievaluasi Ur = Bobot output

Vi = Bobot input

Yrk = Nilai output

(17)

Jika unit pengambilan keputusan efisien, maka nilai efisiensinya adalah 1. Nilai efisiensi akan berada di antara 0 dan 1 jika unit pengambilan keputusannya tida efisien.

Menurut Wong dan Wong (2006), DEA merupakan metode yang sesuai untuk benchmark rantai pasok karena:

1. DEA menghitung efisiensi tanpa membutuhkan penentuan hubungan antara kinerja yang diukur atau tradeoff di antara kinerja tersebut.

2. DEA mempunyai fasilitas untuk menganalisis input dan output dalam jumlah besar. Input dan output tersebut dapat berbentuk kuantitatif (misal: waktu, biaya) dan kualitatif (misal: keandalan, kualitas) dengan skala yang berbeda. 3. DEA memberikan referensi unit pengambilan keputusan yang sesuai untuk

benchmarking dan parameter efisiensi yang berguna untuk menentukan benchmark yang realistik dan dapat dicapai.

Analisis Nilai Tambah

Besarnya nilai tambah didapat dari pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan. Menurut Hayami et al. (1987), nilai tambah secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:

Nilai Tambah = f(K,B,T,U,H,h,L) (20)

Keterangan:

K: kapasitas produksi H: harga output B: bahan baku yang digunakan h: harga bahan baku T: tenaga kerja yang digunakan L: nilai input lain U: upah tenaga kerja

Keunggulan nilai tambah dengan metode ini adalah dapat diterapkan di luar sistem pengolahan, yaitu sistem pemasaran (Sudiyono 2002).

Dalam analisis nilai tambah digunakan beberapa rumus yang pengunaannya lebih mudah jika disajikan dalam bentuk tabel seperti yang ditunjukkan pada Tabel 7.

(18)

Tabel 7 Rumus dalam analisis nilai tambah

No Data Nilai

Output, Input, dan Harga

1 Output (kg/tahun) (1)

2 Input Bahan Baku (kg/tahun) (2)

3 Input tenaga kerja (hari/tahun) (3)

4 Faktor Konversi (4) = (1) / (2)

5 Koefisien tenaga kerja (hari/kg) (5) = (3) / (2)

6 Harga produk (Rp/kg) (6)

7 Upah tenaga kerja (Rp/hari) (7)

Penerimaan dan Keuntungan

8 Harga bahan baku (Rp/kg) (8)

9 Harga input lain (Rp/kg) (9)

10 Nilai output (Rp/kg) (10) = (4) x (6)

11 a. Nilai Tambah (Rp/kg) (11a) = (10) – (8) – (9)

b. Rasio Nilai Tambah (%) (11b) = (11a) / (10) x 100

12 a. Pendapatan tenaga kerja Langsung (Rp/kg) (12a) = (5) * (7)

b. Pangsa tenaga kerja langsung (%) (12b) = (12a) / (11a) x 100

13 a. Keuntungan (Rp/kg) (13a) = (11a) – (12a)

b. Tingkat Keuntungan (%) (13b) = (13a) / (10) x 100

Secara ringkas, tahapan, sumber data dan hasil pengolahan data pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 8.

3.5 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian (termasuk penelitian pendahuluan) dilaksanakan pada bulan Mei 2008 – Mei 2009 di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pelengkapan data sekunder dan informasi pendukung dilakukan sampai bulan Maret 2011.

(19)

47 Tabel 8 Tahapan, sumber data dan hasil pengolahan data

Langkah Penelitian Keluaran Sumber Data Cara Pengambilan Data Tipe Data Teknik Pengolahan Data

Persiapan penelitian Latar belakang, tujuan dan lingkup penelitian

Observasi awal dan pustaka

Studi pustaka, survey lapangan, studi dokumentasi dan penelusuran internet Primer dan sekunder Analisis deskriptif kualitatif

Deskripsi desain rantai pasok yang ada pada saat ini dan penentuan lingkup rantai pasok yang akan diteliti Pelaku, aliran bahan, aliran informasi Observasi, informasi pelaku Survey lapangan, wawancara

Primer Analisis deskriptif kualitatif

Identifikasi indikator kinerja kunci Indikator kinerja kunci Observasi, informasi pakar dan pelaku

Kuesioner dan wawancara Primer dan Sekunder

Analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif, fuzzy AHP

Pengukuran kinerja rantai pasok yang ada pada saat ini

Ukuran kinerja rantai pasok yang ada pada saat ini Observasi, pustaka, informasi pakar dan pelaku Wawancara, studi pustaka/dokumen Primer dan Sekunder

SCOR dan DEA

Identifikasi sumber risiko dan risiko dalam rantai pasok Sumber risiko dalam rantai pasok Observasi, pustaka, informasi pakar dan pelaku

Kuesioner, wawancara Primer dan sekunder

Analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif, fuzzy AHP

Penentuan elemen kunci struktur rantai pasok

Elemen kunci struktur rantai pasok

Observasi, informasi pelaku

Kuesioner dan wawancara Primer Analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif, ISM

Gambar

Gambar 1 Kerangka pikir analisis kinerja rantai pasok buah manggis.
Gambar 2 Fungsi keanggotaan bilangan fuzzy triangular.
Gambar 3 Operasi α−cut pada bilangan fuzzy triangular.
Tabel 7 Rumus dalam analisis nilai tambah

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan untuk analisis fungsi logistik digunakan jenis data nominal dikotomik dengan membagi data variabel Y (prestasi kerja ke dalam dua jenis yaitu

Data primer meliputi proses penyelenggaraan makanan, karakteristik contoh (umur, berat badan, tinggi badan, kelas, dan uang saku), karakteristik sosial ekonomi

Sumber data berasal dari perpustakaan perguruan tinggi UNHAS dan IPB, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan, BPS Provinsi Sulawesi Selatan,

Sehinga dalam penelitian ini akan menghasilkan pengetahuan tentang performa data spasial hasil ekstraksi citra Sentinel 2a dengan metode klasifikasi minimum distace

Data primer yang dibutuhkan pada penelitian ini berupa data jawaban responden penelitian pada kuesioner penelitian tentang kualitas layanan, kepuasan pelanggan, dan

Data visual dalam Tabel 4., pengujian sistem dengan menggunakan kapasitas susu : 20 liter, terdapat perbedaan waktu yang dicapai sampai dengan setpoint, akan

Data primer, sekunder, survey dan wawancara yang telah dikumpulkan kemudian diolah untuk mendapatkan hasil data yang diinginkan yaitu : Grafik kebutuhan hotmix tahun 2014 dan

Secara historis pengurangan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berasal dari pendapat Montesquieu, bahwa untuk diterapkan tarif Pajak Penghasilan, penghasilan kotor harus dikurangi