• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seluruh makhluk biologis akan mengalami kematian. dengan cara yang bermacam macam yang pada dasarnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seluruh makhluk biologis akan mengalami kematian. dengan cara yang bermacam macam yang pada dasarnya"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Seluruh makhluk biologis akan mengalami kematian dengan cara yang bermacam – macam yang pada dasarnya akibat dari berhentinya suplai oksigen ke otak (Indriati, 2003). Penyebab kematian tidak wajar sering

ditemukan di lingkungan sekitar kita seperti

pembunuhan, pemerkosaan, overdosis obat, keracunan,

bunuh diri, penganiayaan (Dicky et al., 2011) dan

bencana alam (Prawestiningtyas dan Algozi, 2009).

Indonesia merupakan negara kepulauan yang

memiliki iklim tropis. Beberapa daerah mempunyai curah hujan berlebih dan beberapa daerah lain mengalami kekeringan yang relatif sama sepanjang tahun. Cuaca tersebut optimal untuk pembusukan dan siklus kehidupan serangga tetapi cuaca ekstrim yang berkepanjangan bagi beberapa orang dapat membuat stres dan putus asa (Prawestiningtyas dan Algozi, 2009).

Diperkirakan sebanyak 877.000 orang melakukan bunuh diri pada tahun 2002 (WHO, 2006). Pada tahun 2008 angka kematian akibat keracunan di Amerika Serikat

(2)

meningkat enam kali lipat dibanding tahun 1980, yaitu dari 6.100 menjadi 36.500 kematian karena keracunan

(Warner et al., 2008). Di negara dengan pendapatan

rendah dan sedang, pestisida lebih terjangkau dan sering digunakan sebagai metode meracuni diri sendiri.

Kematian akibat menggunakan pestisida memberikan

kontribusi 60 - 90% pada kasus bunuh diri di Cina, Malaysia, dan Sri Lanka. WHO memperkirakan ada peningkatan angka bunuh diri dengan menggunakan pestisida di berbagai negara Asia dan Amerika (WHO, 2006).

Menurut hasil penelitian, insidensi keracunan di DIY sebesar 2,27% dari seluruh kematian pada tahun 1986 – 1990. Penyebab tersering insedensi keracunan yaitu bunuh diri, dan racun yang sering digunakan adalah insektisida rumah tangga yang berbahan aktif praletrin. Angka kematian tertinggi akibat keracunan berada di kabupaten Sleman (Mulia, 2015).

Pada periode Januari 2001 sampai Desember 2002 jumlah pasien keracunan sebanyak 122 orang di salah satu Rumah Sakit di Yogyakarta. Kasus keracunan pestisida sebanyak 34 atau 28,8% dari seluruh kasus keracunan. Dari 34 kasus tersebut, 30 kasus atau 88,24% merupakan kasus bunuh diri, 1 kasus karena orang lain,

(3)

dan 3 kasus terjadi karena tidak disengaja (Nurlaila et

al., 2005).

Jenis pestisida yang digunakan pada kasus diatas diantaranya insektisida (76,47%), racun tikus (14,70%), pestisida cap kanap (2,94%), herbisida (2,94%), dan lain – lain (2,94%). Golongan insektisida diantaranya

transflutrin, d-aletrin, praletrin dan propoxur

sebanyak 26 kasus (76,47%). Racun tikus yang digunakan

golongan organoklorin yaitu dieldrin (Nurlaila et al.,

2005).

Pada tahun 1993 – 2013 angka kematian karena keracunan di RSUP Dr. Sardjito sebanyak 63 orang. Angka kematian akibat keracunan di Instalasi kedokteran Forensik RSUP Dr. Sarjito setiap tahunnya fluktuatif (Mulia, 2015).

Post Mortem Interval (PMI) merupakan jarak antara

waktu kematian sampai jenazah manusia atau hewan

ditemukan (Goff, 1993). Pada kasus pembunuhan,

penentuan lama waktu kematian penting untuk mengetahui alibi tersangka pada saat itu. Lama waktu kematian atau

post mortem interval tidak dapat ditentukan secara

absolut oleh ahli forensik, melainkan perkiraan yang mendekati kebenaran (Mayasari, 2008).

(4)

Data diatas telah menunjukkan peningkatan kematian terkait keracunan diberbagai negara di dunia. Banyak dari kematian ini ditemukan setelah jaringan tubuh mayat telah mengalami degradasi / membusuk dan menghilang sehingga menyulitkan penentuan perkiraan

waktu kematian (post mortem interval), penyebab

kematian dan beberapa barang bukti hilang (Kristanto et

al., 2009). Dalam keadaan seperti ini tidak ada cukup

jaringan untuk analisis toksikologi. Walaupun demikian, masih ada kemungkinan untuk mendeteksi berbagai racun melalui analisis serangga, larva maupun pupa yang hidup

pada mayat (Jason et al., 2005).

Tahapan pembusukan jaringan tubuh manusia akan menarik jenis serangga yang berbeda sehingga larva serangga tersebut dapat digunakan untuk perkiraan waktu kematian dan mengindikasikan adanya pemindahan mayat

dari satu area ke area lain (Erwin et al., 2009).

Adanya zat tertentu yang terdapat pada bangkai/mayat dapat mempengaruhi perkembangan serangga (Duke, 2002). Sejauh ini laporan entomologi forensik khususnya dari

Yogyakarta, Indonesia belum ditemukan. Mengingat

pentingnya data tentang larva serangga ini, maka penelitian ini perlu untuk dilakukan.

(5)

Dari data beberapa penelitian yang sudah

dilakukan dalam bidang entomologi forensik di

Indonesia, perlu dilakukan penelitian di DIY khususnya mengenai racun praletrin yang terdapat pada baygon terhadap perkembangan larva dalam kepentingannya untuk

memperkirakan PMI (Laksmita et al., 2013; Mayasari,

2008; dicky et al., 2011; Rahmanet et al., 2010 ).

B.Perumusan Masalah

Pertanyaan penelitian yang timbul dari latar belakang yang sudah dijelaskan yaitu:

1.Apakah terdapat perbedaan tahap pembusukan pada

bangkai tikus yang terpapar praletrin dan kontrol?

2.Apakah terdapat perbedaan urutan keberadaan larva

lalat pada bangkai tikus yang terpapar praletrin dan kontrol?

3.Apakah terdapat perbedaan genus larva lalat yang

hidup pada bangkai tikus yang terpapar praletrin dan kontrol?

4.Apakah terdapat perbedaan pertumbuhan dan

perkembangan larva lalat pada bangkai tikus yang diberi paparan praletrin dan kontrol?

5.Bagaimana hubungan pertumbuhan larva lalat dengan

(6)

C.Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:

1.Membandingkan tahap pembusukan bangkai tikus yang

terpapar praletrin dan kontrol.

2.Membandingkan urutan keberadaan larva lalat pada

bangkai tikus yang terpapar praletrin dan kontrol.

3.Membandingkan jenis lalat yang dapat hidup pada

bangkai tikus yang terpapar praletrin dan kontrol.

4.Mengetahui pengaruh racun praletrin terhadap

pertumbuhan dan perkembangan larva lalat pada bangkai tikus.

5.Mengetahui hubungan pertumbuhan larva lalat dengan

(7)

Beberapa penelitian dalam bidang entomologi forensik yang sudah dilakukan di Indonesia diantaranya:

Tabel 1. Keaslian Penelitian No Peneliti,

tahun

Tempat Desain Populasi

Penelitian Hasil 1 Faizal et al., 2011 Malang Eksperimental laboratorium menggunakan racun morfin Larva lalat pada bangkai tikus

Pada media tumbuh yang dipapar morfin dosis letal menunjukkan

hasil pertumbuhan larva baik

panjang maupun berat lebih tinggi

secara signifikan dibandingkan

pertumbuhan larva pada media

tumbuh yang tidak terpapar morfin

dosis letal dengan durasi

pencapaian stadium lebih cepat. 2 Mayasari,

2008

Semarang Observasional Larva lalat pada bangkai

tikus wistar jantan

Panjang larva lalat pada bangkai yang didislokasi tulang lehernya

memiliki korelasi yang tinggi

dengan lama waktu kematian, hal

ini dipengaruhi jugaoleh

temperatur dan kelembaban sehingga

membutuhkan penelitian lebih

(8)

et al., 2013 mangrove Bali di daratan dan perairan kohort pada bangkai mencit

calliphoridae genus lucilia.

Siklus hidup larva di daratan lebih cepat dibandingkan dengan siklus larva di perairan.

4 Rahman et al., 2010 Malang Eksperimental laboratorium menggunakan racun amitriptyline Larva lalat Musca sp. pada bangkai tikus

Keberadaan racun amitryptiline

dalam media hidup larva lalat

secara signifikan mempengaruhi

panjang larva lalat pada larva stadium tiga dan pupa. Menurut hasil uji statistik yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa tidak

terdapat perbedaan berat yang

(9)

Penelitian mengenai “Pemeriksaan Larva Lalat pada

Bangkai Tikus yang Terpapar Praletrin dalam

Kepentingannya untuk Post Mortem Interval” berdasarkan referensi yang didapat oleh penulis belum didapatkan

penelitian serupa mengingat banyak faktor yang

mempengaruhi penelitian ini seperti kondisi suhu lingkungan, kelembaban, air, intensitas cahaya, letak

geografis suatu daerah dan kontaminan (Rahman et al.,

2010; Kristanto, 2009; Dicky et al., 2011; Mayasari,

2008; Laksmita et al., 2013). Racun praletrin belum

pernah digunakan untuk penelitian dalam bidang

entomologi forensik.

E.Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian ini antara lain:

1.Menambah referensi ilmu pengetahuan dalam bidang

Entomology Forensik, maupun sebagai bahan kajian dalam mengembangkan penelitian lanjutan yang lebih relevan.

2.Mengembangkan kemampuan peneliti dalam riset bidang

ilmu entomologi forensik, dan hasil penelitian dapat dijadikan pertimbangan penelitian selanjutnya.

3.Hasil penelitian ini diharapkan dapat mempermudah

(10)

kedokteran forensik terutama dalam mengusut kematian akibat racun praletrin.

Gambar

Tabel 1. Keaslian Penelitian  No  Peneliti,

Referensi

Dokumen terkait

Dengan strategi tersebut LAZISNU Kecamatan Ampel berharap terjadi peningkatan kesejahteraan umat, dan mustahiq sebagai pihak yang menerima ZIS dapat menggunakan dana tersebut

S.E., M.Si Chaidir Iswanaji, S.E., M.Akt 14 Dina Febriyanti Bank Mandiri Syariah KCP.. Temanggung Chaidir Iswanaji, S.E., M.Akt Supanji Setyawan, S.Pd.,

Hasil uji coba pemalaman malam menggunakan malam dingin putih atau biasa dapat dilakukan untuk desain batik yang memiliki garis putih seperti pada umumnya

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pada umur 21 hst perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh tidak nyata terhadap ketiga variabel pertumbuhan yang diamati (tinggi

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang hendak diurai melalui program ini adalah: cara meningkatkan penguasaan bidang studi Astronomi para guru

a. Menggunakan kekuatan untuk mengatasi tantangan. 1) Sistem pembelajaran dengan PBL (Problem Based Learning) harus dipersiapkan dengan matang dan dikembangkan agar

LAPORAN LABA RUGI DAN PENGHASILAN KOMPREHENSIF LAIN BULANAN PT BANK MANDIRI (PERSERO), Tbk

a) Komoditas Penggerak Utama, diarahkan pada beroperasinya secara efektif Jaringan Logistik Penyangga komoditas pokok dan strategis pada setiap koridor ekonomi,