• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wacana Perjuangan Perempuan Mencapai Kesetaraan Gender Dalam Novel Indonesia Berjudul “A Very Yuppy Wedding” Karya Ika Natassa Tahun 2007 Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Wacana Perjuangan Perempuan Mencapai Kesetaraan Gender Dalam Novel Indonesia Berjudul “A Very Yuppy Wedding” Karya Ika Natassa Tahun 2007 Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Wacana Perjuangan Perempuan Mencapai Kesetaraan Gender Dalam Novel Indonesia Berjudul “A Very Yuppy Wedding” Karya Ika Natassa Tahun 2007

Oleh : Fidelia Ayu Wicaksono (071115013)

E-mail : fideliaayu93@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini mengenai wacana perjuangan perempuan untuk mendapatkan kesetaraan gender yang dinarasikan dalam novel Indonesia yang berjudul A Very Yuppy Wedding karya Ika Natassa pada tahun 2007. Hal yang dimaksudkan di sini

terkait dengan wacana mengenai perempuan yang memiliki kedudukan cukup tinggi dalam sebuah bank yang ingin memperjuangkan kedudukannya yang dituliskan oleh penulis.

Penelitian ini hendak membedah wacana perjuangan perempuan yang terkandung dalam teks. Penggunaan metode analisis wacana Van Dijk membantu peneliti dalam pembedahan, karena narasi akan dibedah dalam tiga bagian, teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Wacana perjuangan perempuan dalam mencapai kesetaraan gender dalam novel tersebut dibedah dengan teori Glass Ceiling, untuk melihat hambatan-hambatan apa saja yang bisa menghambat perempuan dalam mencapai hierarki tertinggi dalam sebuah tatanan organisasi, dan ditemukan dalam novel ini, yakni kesetaraan gender dan budaya. Baru kemudian peneliti mampu untuk melakukan penelitian dan menemukan bahwa perbedaan gender bukanlah sebuah masalah selama tidak menimbulkan kesenjangan dan dominasi budaya sangat kuat mempengaruhi perjuangan yang dilakukan oleh perempuan.

(2)

PENDAHULUAN

Peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai perjuangan meraih kesetaraan gender ini sebab peneliti seringkali melihat adanya ketimpangan dalam dunia kerja pada kaum perempuan hanya karena adanya adat ketimuran yang mempengaruhi cukup kuat sehingga membuat perempuan terkesan tidak memiliki kemampuan dan kapasitas yang setara dengan pria. Peneliti memilih novel sebagai teks yang diteliti sebab peneliti melihat karakteristik novel yang unik yaitu sebagai media massa populer dan juga sebagai hot media. Dalam bukunya yang berjudul Understanding Media: The Extentions of Man, McLuhan (1965) mendefinisikan hot media sebagai media yang hanya mengandalkan satu indera saja untuk menangkap pesannya (high definition). Audiens yang dalam hal ini adalah pembaca, harus fokus dengan media yang sedang dikonsumsinya karena proses komunikasi berjalan secara linear. Dengan karakteristik novel tersebut, novel mampu menimbulkan berbagai persepsi yang berbeda-beda di benak pembaca. Hal ini dikarenakan ketika membaca sebuah novel seseorang akan berimajinasi sesuai kehendak pribadinya dengan berlandaskan frame of reference dan field of experience yang mereka miliki.

Novel menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Melalui bahasa itulah penulis menceritakan mengenai kisahnya, baik berupa fiksi maupun nonfiksi, ke dalam suatu karya. Novel dianggap mampu „merefleksikan realitas, nilai-nilai, serta norma di masyarakat‟ (O‟Saughnessy, 2006: h.35). Bahasa dalam hal ini tidak dilihat sebagai sesuatu yang netral. Habermas menyebutkan bahwa „bahasa selalu menjadi medium dominasi dan sistem reproduksi material dan ideasional‟ (Adiptoyo, 2004: h.10). Pemilihan dan penggunaan bahasa juga merupakan wujud dari kekuasaan yang biasanya didominasi oleh kelompok dominan. Maka dari itu novel bisa dipandang sebagai diskurs dalam masyarakat.

(3)

pada tahun yang sama. Berdasarkan dari struktur kata dan pemilihan kata yang ngetrend pada masanya, novel A Very Yuppy Wedding termasuk dalam sastra populer. Sastra populer umumnya dikenal dari prosa fiksi (novel) karena genre karya sastra tersebut banyak dijumpai.

Menurut Kayam (1981: h.88) novel populer adalah perekam kehidupan, dan tidak banyak memperbincangkan kembali kehidupan dalam serba kemungkinan. Umumnya perbedaan antara novel serius dan novel populer adalah, novel populer lebih bersifat sementara dan mudah dilupakan pembacanya sedangkan novel serius bersifat tetap, tidak mudah dilupakan dan selalu diingat sepanjang masa. Namun, untuk novel A Very Yuppy Wedding sendiri sebagai novel populer yang telah rilis pada tahun 2007 silam, namun tetap mendapat perhatian dari pembacanya hingga pada 2017 ini. Terbukti dari sebuah laman blog yang mereview novel Ika Natassa ini. Bahkan, blogger inipun memberikan rating 4 bintang dari 5 bintang dalam postingannya pada 17 Agustus 2015 lalu dan sebuah review terbaru pada kolom review dari laman goodreads pada 2 Juni 2017 yang lalu.

Maka menjadi menarik bagi peneliti untuk menggunakan novel tersebut sebagai bahan penelitian karena (1) daya tarik yang novel tersebut miliki bagi pembacanya dan mampu bertahan hingga saat penelitian ini ditulis; (2) novel A Very Yuppy Wedding ini juga menggunakan bahasa Indonesia sehari-hari,

sehingga pembacaan menjadi ringan dan mudah serta adanya penjelasan-penjelasan mengenai istilah-istilah perbankan yang tidak semua orang mengerti; (3) kemunculan isu mengenai kesetaraan dalam usahanya mempertahankan posisi dalam pekerjaannya dan hubungan asmaranya secara bersamaan dari budaya patriarki yang menuntutnya untuk melepaskan pekerjaannya dan bergantung pada calon suaminya, sehingga isu tersebut dianggap menarik untuk dibahas.

(4)

yang dituliskan oleh perempuan juga. Penulis menempatkan dirinya sebagai tokoh utama. Mereka menggunakan sudut pandang orang pertama untuk mengisahkan ceritanya dengan tokoh sentral “aku”. Dalam sudut pandang tersebut, penulis bertindak sebagai narator yang terlibat dalam cerita, tokoh yang mengisahkan kesadaran dirinya sendiri, mengisahkan peristiwa dan tindakan yang diketahui, dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan, serta sikapnya terhadap orang (tokoh) lain kepada pembaca (Nurgiyantoro, 2007).

Di dalam novel A Very Yuppy Wedding, muncul permasalahan yang disebabkan oleh budaya patriarki. Karya Ika Natassa ini merupakan salah satu contoh dari para perempuan pengarang yang mencoba mengevaluasi konstruksi pemikiran masyarakat terhadap perempuan yang tertuang dalam bentuk novel. Seperti yang diketahui, perempuan dalam bingkai pekerjaan seringkali digambarkan sebagai kaum marjinal. Dalam budaya Indonesia yang masih menganut budaya patriarki, perempuan dianggap sebagai kaum kedua yang kedudukannya berada di bawah pria. Istilah patriarki merujuk pada:

Hubungan yang tidak seimbang antara pria dan perempuan yang berfungsi sebagai penentu utama bagaimana pria dan perempuan akan direpresentasikan dalam budaya populer serta bagaimana mereka akan merespon representasi tersebut (Strinati, 2004: h.227).

(5)

Relasi yang timpang itu secara nyata mengakibatkan dominasi, diskriminasi, dan eksploitasi terhadap perempuan.

Coral Smart dalam Farida (2007) menyatakan lemahnya posisi perempuan merupakan konsekuensi dari adanya nilai-nilai patriarki yang dilestarikan melalui proses sosialisasi dan reproduksi dalam berbagai bentuk oleh masyarakat maupun negara. Dalam hal tersebut pria dibenarkan untuk memiliki kekuasaan terhadap perempuan.

Perbedaan gender bukanlah suatu masalah ketika dia tidak menimbulkan ketidakadilan gender. Namun pada praktik yang terjadi, perbedaan gender ini menimbulkan ketidakadilan gender, khususnya bagi perempuan. Ketidakadilan ini hadir dalam berbagai bentuk, di antaranya adalah „marjinalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, pembentukan stereotipe negatif, kekerasan, beban kerja lebih banyak, sosialisasi ideologi peran gender, serta subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik‟ (Fakih, 1996: h.13).

Gender mengacu pada peran yang dikonstruksikan masyarakat dan perilaku-perilaku yang dipelajari, serta harapan-harapan yang dikaitkan pada perempuan dan pria. Murniati dalam bukunya Getar Gender (2004) menyatakan bahwa bentuk dari ketidakadilan gender ini dapat berupa:

1. Marginalisasi terhadap perempuan. Marginalisasi berarti menempatkan atau menggeser perempuan ke pinggiran. Perempuan dicitrakan lemah, tidak rasional, tidak berani sehingga tidak pantas memimpin. Akibatnya, perempuan selalu dinomorduakan apabila ada kesempatan untuk memimpin.

2. Stereotipe masyarakat terhadap perempuan. Pandangan stereotipe masyarakat, yakni pembakuan diskriminatif antara perempuan dan pria. Perempuan dan pria di kotak-kotakkan pada tindakan pantas dan tidak pantas, sehingga tidak dapat keluar dari kotak yang membakukan tersebut. 3. Subordinasi terhadap perempuan. Pandangan yang memposisikan

(6)

selalu khawatir apabila suatu pekerjaan yang berat atau hebat ditangani oleh perempuan.

4. Beban ganda. Perempuan yang bekerja di sektor publik nyatanya masih diberikan tugas rumah tangga dalam keluarga.

5. Kekerasan terhadap perempuan. Stereotipe pria atas perempuan juga sampai pada ungkapan kekuasaan pria terhadap perempuan. Kekuasaan ini terungkap dalam wujud fisik, psikis, verbal maupun nonverbal.

Dalam penjelasan tersebut disebutkan bahwa salah satu wujud dari ketidakadilan gender pada perempuan adalah kekerasan. Kekerasan terhadap perempuan mencakup semua tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, dan psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, yang terjadi di ranah publik mapun di ranah domestik (Farida, 2007).

Menurut peneliti, ada satu alternatif teori yang relevan untuk mengungkap usaha perempuan dalam mencapai kesetaraan dalam ranah pekerjaan dalam novel A Very Yuppy Wedding karya Ika Natassa, yaitu teori Glass Ceiling. Glass Ceiling

(7)

PEMBAHASAN

Peneliti membaginya kedalam tiga subbab utama, pertama membahas mengenai teks, kedua membahas mengenai kognisi sosial dan ketiga akan membahas mengenai konteks sosial. Hal ini sejalan dengan kerangka analisis wacana yang digunakan oleh Van Dijk dalam menganalisis sebuah wacana. Van Dijk mengungkapkan bahwa untuk menguraikan suatu wacana diperlukan teks sebagai penggunaan strategi tekstual yang dipakai untuk menyingkirkan atau memarjinalkan suatu kelompok, gagasan atau peristiwa tertentu, kognisi sosial sebagai pemahaman untuk memahami sesorang atau peristiwa tertentu yang akan ditulis oleh penulis tersebut dan yang terakhir, konteks sosial sebagai penganalisis perkembangan wacana yang berkembang dalam masyarakat serta proses produksi-reproduksinya (Van Dijk dalam Eriyanto, 2001)

TEKS

Dinarasikan dalam novel A Very Yuppy Wedding, Andrea adalah seorang perempuan yang memiliki jabatan sebagai Account Manager pada sebuah perusahaan yang bernama Perdana, berlokasi di pusat hiruk-pikuk Indonesia, Jakarta. Pekerjaan ini menuntut adanya mobilitas yang cukup tinggi, karena seseorang yang berprofesi sebagai Account Manager dituntut untuk siap berhadapan dengan nasabah baik dalam atau luar kota, melakukan kunjungan pada nasabah, memenuhi target, membuat laporan dan adanya rapat pemutusan nasabah yang hingga pada larut malam, sebagai pemenuhan kompetensi kerja. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam Pasal 1 Ayat 10, mengatakan bahwa kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.

(8)

orang tua yang cukup terbuka pemikirannya sehingga mendukung sisi liberal yang melekat pada tokoh Andrea. Namun konflik datang, ketika Andrea berhasil mendapatkan promosi, saat itu juga budaya patriarki yang datangnya dari calon suaminya, Adjie beserta ibunda Adjie, mendominasi. Mendesak Andrea untuk secara tidak langsung tunduk pada budaya yang ada, dengan menyerahkan kekuasaan pada Adjie selaku pria

KOGNISI

Dominasi budaya patriarki ini begitu kuat. Sehingga dibutuhkan usaha lebih. Dan dalam novel ini, cara tokoh utama perempuan memperjuangkan kesetaraan gender dalam pekerjaannya adalah dengan tetap mempertahankan jabatan yang diinginkan sekalipun harus keluar dari perusahaan, karena fokus perjuangan dari tokoh utama perempuan ini terletak pada posisi jabatannya dan bukan pada perusahaannya.

Keseluruhan novel A Very Yuppy Wedding ini membentuk kesatuan dan alur yang cukup dramatis dan sesuai dengan elemen skematik dalam struktur superstruktur untuk membentuk kesatuan arti dan makna dalam sebuah narasi. Dan bagaimana novel ini dinarasikan tidak lepas dari pengalaman dan juga lingkungan yang mempengaruhi Ika Natassa sebagai penulis dan bankir pada salah satu bank ternama di Indonesia, sesuai dengan kognisi sosialnya.

KONTEKS

Ditemui dalam teksnya, penarasian tokoh utama perempuan tidak lepas dari frame of reference dan field of experience yang Ika miliki sebagai seorang bankir yang cukup berprestasi, sebagai seorang perempuan yang dinamis dan

sebagai perempuan yang liberal yang dimunculkan dalam tokoh Andrea. Lokasi yang menjadi latar setting novel ini pun sesuai dengan “ladang” Ika, yakni kota Metropolitan, Jakarta sebagai pusat ibu kota dan perusahaan perbankan.

(9)

Terlihat dalam penarasian, bahwa dominasi budaya begitu kuat, sama seperti yang terjadi pada prakteknya dalam masyarakat. Dimana perempuan mendapat sejumlah hambatan karena perbedaan gender dan terlebih karena budaya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa wacana perjuangan perempuan mencapai kesetaraan gender yang dinarasikan melalui novel Indonesia karya Ika Natassa pada tahun 2007, tidak lepas dari perbedaan gender dan campur tangan budaya, khususnya budaya Jawa. Ditemukan teks-teks dalam narasi yang memuat wacana perjuangan, idmana perempuan berusaha melawan hambatan-hambatan yang ada. Hambatan-hambatan-hambatan ini muncul dari efek Glass Ceiling yang dengan gamblang mengatakan bahwa perempuan dan kaum minoritas akan mengalami kesusahan dalam mencapai pencapaian tertinggi dalam hierarki organisasi yang ada. Yang kemudian diperkuat oleh teori Traditional Corporatic Career Development, bahwa perempuan dianggap hanya sebagai penumpang dan

pekerjaan itu sendiri berpusat pada pria.

Peneliti menemukan tiga dimensi sesuai dengan dimensi yang diusung oleh Van Dijk dalam penelitian ini. Pertama, teks, ditemukan teks-teks narasi yang memuat wacana perjuangan; Kedua, kognisi sosial, ditemukan bahwa penulisan dalam karya satra tidak lepas dari pengalaman pribadi penulis sebagai bankir yang memicu munculnya tokoh utama yang serupa dengannya; Ketiga,

konteks sosial, ditemukan dalam kehidupan masyarakat sesuai dengan sudut pandang penulis, bagaimana masyarakat menanggapi issue-issue tentang kesetaraan gender dalam pekerjaan dan dominasi budaya.

Sehingga dapat peneliti simpulkan dari akhir narasi yang dituliskan oleh Ika Natassa, perempuan mampu untuk menerobos dan atau mematahkan teori Traditional Corpocratic Career Development yang beranggapan ketika

(10)

sama dengan prianya untuk tidak saling berkompetisi. Pada akhirnya, dalam akhir narasi yang ditulisnya, dinarasikan bahwa perempuan mampu berjuang untuk mempertahankan pekerjaanya yang memiliki jabatan sama tinggi dengan prianya.

DAFTAR PUSTAKA

Eriyanto (2001) Analisis Wacana : pengantar analisis teks media. Yogyakarta: Lkis

Farida A (2007) Islam menolak kekerasan survival perempuan buruh migran menyingkapi kekerasan. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta

Fakih M (1996) Analisis gender dan transformasi sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ida R (2011) Metode penelitian kajian media dan budaya. Surabaya: Airlangga University Press

Kayam U (1981) Seni, Tradisi, Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan

Murniati N (2004) Getar Gender buku pertama, perempuan Indonesia dalam perspektif sosial, politik, ekonomi, hukum dan HAM. Magelang: Indonesia Tera

Nurgiyantoro B (2007) Teori pengkajian fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Referensi

Dokumen terkait

A Systemic Functional Linguistics (Sfl) Analysis Of Exposition Text As Teaching Material Written By Pre- Service Teacheri. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

1. Guru menyiapkan sebuah wacana, kemudian keluarkan kalimat- kalimat yang terdapat dalam wacana tersebut ke dalam kartu-kartu kalimat. Strategi Belajar Mengajar.

Berdasarkan perhitungan dari skor yang didapatkan dan dengan memperhitungkan bobot kriteria dan indikator maka skor keberhasilan RHL di Desa Butuh Kidul Kabupaten

Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel komitmen afektif. adalah kuesioner berbentuk skala likert yang terdiri dari lima

Kondisi jenis mangrove pada tingkat semai, sapihan, tiang dan pohon di wilayah Pelabuhan Wisata, Kota Waisai, Kabupaten Raja Ampat.. indeks

Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah source code program yang digunakan pada Arduino dan LabVIEW dapat memproses data hasil pembacaan sensor dan

As a consequence of the loss of muscle power he has also problems with his respiratory functions Health condition Environmental factors Personal factors Body functions/