(STUDI DI LEMBAGA AMIL ZAKAT INFAQ DAN
SHADAQAH MUHAMMADIYAH KOTA SALATIGA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh :
YAYUK KAMALIN
NIM. 22209002
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2016
vi
MOTTO
سانلل مهعفنأ سانلا ريخ
(Khoirunnas Anfa'uhum Linnas)
Sebaik-baik manusia diantaramu adalah
yang paling banyak memberi manfaat bagi
orang lain. (HR.Bukhari Muslim)
vii Skripsi ini penulis persembahkan kepada :
Bapak dan Ibu tercinta (Bapak Abdul Muslich dan Ibu Nanik Rahayu)
yang telah merawat dan mendidik aku sejak kecil, serta tidak henti-hentinya memberikan kasih sayang dan doa dengan penuh keikhlasan Suamiku tercinta (drh. Anjar Prambudi) yang senantiasa mewarnai
hari-hariku di sepanjang hidupku, yang dengan penuh kesabaran selalu memberikan semangat dan memotivasi dalam menyelesaikan skripsi dan
kuliahku ini
Putriku Maiza Farrin Hazima yang selalu memberikan cinta dan
pengertiannya selama mama kuliah
Bapak dan Ibu Mertua (Bapak Raharjo dan Ibu Sartiyatun) yang selalu
memberikan doanya dengan penuh keikhlasan
Keluarga Besar IAIN Salatiga, Bapak dan Ibu Pimpinan, teman-teman
Karyawan, Dosen IAIN Salatiga yang selalu memberikan pengertian dan bantuannya dalam penyelesaian kuliah ini
Seluruh teman-teman Jurusan Ahwal Al Syakhsyiyah, angkatan 2008 dan
2009 yang selalu memberikan motivasi dan bantuan untuk aku,
persahabatan kita selamanya.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohiim, puji syukur penulis haturkan atas anugerah
Allah SWT. Shalawat serta salam kepada junjungan kita nabi besar Nabi Muhammad SAW.
Alhamdulillahi Rabbil „aalamiin, dengan kemurahan Allah SWT akhirnya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Zakat Untuk Beasiswa
Pendidikan Dalam Tinjauan Hukum Islam (Studi Di Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah Kota Salatiga)
Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada junjunga kita, Nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa risalah Islam dan ilmu pengetahuan sebagai bekal hidup kita di dunia dan akherat. Suatu kebanggaan bagi penulis,
bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Bagi Penulis, penyusunan skripsi ini bukanlah tugas yang ringan. Penulis sadar bahwa banyak hambatan dan halangan dalam proses penyusunan skripsi ini, dikarenakan
keterbatasan kemampuan penulis sendiri. Kalaupun akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, tentu karena beberapa pihak yang membantu penulis
dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih setulusnya kepada :
1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag. selaku Ketua STAIN Salatiga periode
Tahun 2010-2014, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan kuliah lagi
x ABSTRAK
Yayuk Kamalin. 2016. Zakat untuk Beasiswa Pendidikan dalam Tinjauan Hukum Islam (Studi di Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah Kota Salatiga)
Skripsi. Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyyah. Fakultas Syari’ah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Kata kunci: Zakat, Beasiswa Pendidikan, Tinjauan Hukum Islam
Penelitian ini membahas tentang Zakat untuk Beasiswa Pendidikan dalam Tinjauan Hukum Islam (Studi di Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah Kota Salatiga). Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimanakah konsep penyaluran zakat untuk beasiswa pendidikan yang dilakukan oleh LAZISMU Kota Salatiga, bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap penyaluran zakat untuk beasiswa pendidikan yang dilakukan oleh LAZISMU Kota Salatiga
Sesuai dengan pendekatan kualitatif, maka kehadiran peneliti di lapangan sangat penting sekali mengingat peneliti bertindak langsung sebagai pengumpul data dari hasil observasi dalam penelitian. Data yang berbentuk kata-kata diambil dari para informan/responden pada waktu mereka diwawancarai. Dengan kata lain data-data tersebut berupa keterangan dari para informan, sedangkan data tambahan berupa dokumen. Keseluruhan data tersebut selain wawancara diperoleh dari observasi dan dokumentasi. Analisa data dilakukan dengan cara menelaah data yang ada, lalu mengadakan reduksi data, penyajian data, dan tahap akhir menganalisa data sehingga dapat ditarik kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsep penyaluran zakat untuk beasiswa pendidikan yang dilakukan oleh LAZISMU adalah dengan cara datang langsung ke kantor atau dengan cara jemput zakat, Sedangkan penyaluran zakat untuk beasiswa pendidikan menurut tinjauan hukum islam adalah ditasharufkan
xi
A. Latar Belakang Masalah ...
xii BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.Zakat Dalam Perspektif Fiqih... 1. Pengertian Zakat dan Hal-Hal yang Berhubungan dengan
Zakat...………... 2. Landasan hukum Zakat...……… 3. Syarat dan Rukun Zakat...………….. 4. Jenis-Jenis Zakat...……….……….. 5. Sumber-Sumber Zakat Menurut Al-Qur’an dan Hadits.…….…. 6. Sumber-sumber Zakat Dalam Perekonomian Modern...…….. 7. Golongan Yang Berhak Menerima Zakat ...……… 8. Golongan Yang Tidak Berhak Menerima Zakat... 9. Hikmah dan Manfaat Zakat... B. Konsep Tentang Penyaluran Zakat untuk Beasiswa Pendidikan... 1. Filantropi Zakat Untuk Beasiswa Pendidikan... 2. Pengertian Zakat Produktif dan Zakat Konsumtif... a. Pengertian Zakat Produktif... b. Pengertian Zakat Konsumtif... 3. Landasan Al-Qur’an dan Hadits tentang Penyaluran Zakat
untuk Beasiswa Pendidikan... 4. Pendapat Ulama tentang Penyaluran Zakat untuk Beasiswa
Pendidikan... 5. Fatwa Majelis Ulama Indonesia(MUI) tentang Penyaluran
Zakat untuk Beasiswa Pendidikan... BAB III GAMBARAN UMUM LAZISMU KOTA SALATIGA
A.Sejarah LAZISMU Kota Salatiga...……….……….... B. Visi dan Misi LAZISMU Kota Salatiga... C.Tujuan... ………...………... D.Struktur Organisasi... E. Produk Layanan LAZISMU Kota Salatiga... F. Aplikasi dan Implementasi Penyaluran Zakat untuk Beasiswa
xiii
1. Konsep Penyaluran Zakat untuk Beasiswa Pendidikan yang dilakukan oleh LAZISMU Kota Salatiga... 2. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Implementasi Penyaluran
Zakat Untuk Beasiswa Pendidikan Oleh LAZISMU Kota Salatiga... BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan... B. Saran... DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN
65
68
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam ajaran Islam terdapat lima hal yang harus dikerjakan oleh umat Islam, yaitu yang disebut dengan Rukun Islam. Rukun Islam itu terdiri dari syahadat, sholat, zakat, puasa dan haji. Syahadat merupakan pernyataan bahwa
seseorang beriman kepada Allah SWT dan RosulNya yaitu Muhammad SAW. Sedangkan Rukun Islam yang kedua dan seterusnya itu sebagai perwujudan
dari kedua kalimat syahadat tersebut. Kelima hal tersebut merupakan kewajiban bagi umat Islam, demikian juga dengan zakat. Zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang dikaitkan dengan harta yang dimiliki oleh
seseorang dan tergolong dalam ibadah maliyah atau ibadah harta.
Kedudukan zakat sejajar dengan kedudukan sholat. Dalam Al Quran,
tidak kurang dari 28 ayat Allah SWT menyebutkan perintah sholat dengan perintah zakat dalam satu ayat sekaligus. Diantaranya dalam surat Al Baqarah ayat 43,
“Dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat, serta rukuklah bersama
orang-orang yang rukuk”
kepentingannya. Sholat merupakan seutama-utamanya ibadah badaniyah dan zakat merupakan seutama-utamanya ibadah maliyah. Perbedaan antara
keduanya adalah kewajiban sholat ditentukan kepada setiap muslim yang sudah baligh untuk melaksanakan sholat wajib 5 (lima) kali dalam sehari
semalam. Sedangkan kalua kewajiban zakat hanya dibebankan kepada setiap muslim yang memiliki kemampuan harta dengan syarat-syarat tertentu.
Makna yang terkandung dalam kewajiban zakat, menurut Al-Ghazali
(1994: 66) ada tiga, yaitu:
1. Pengucapan dua kalimat syahadat
Pengucapan dua kalimat syahadat merupakan langkah yang mengikatkan diri seseorang dengan tauhid disamping penyaksian diri tentang keEsaan Allah SWT. Tauhid yang hanya dalam bentuk ucapan lisan, nilainya kecil sekali. Maka untuk menguji tingkat tauhid seseorang ialah dengan memerintahkan meninggalkan sesuatu yang juga dia cintai. Untuk itulah mereka diminta untuk mengorbankan harta yang menjadi kecintaan mereka. Sebagaimana dalam firman Allah surat At-Taubah ayat 111,
“Sesungguhnya Allah membeli dari kaum mukmin diri-diri dan harta-harta mereka dengan imbalan surga bagi mereka”
2. Mensucikan diri dari sifat kebakhilan
Zakat merupakan perbuatan yang mensucikan pelakunya dari kejahatan sifat bakhil yang membinasakan. Penyucian yang timbul darinya adalah sekedar banyak atau sedikitnya uang yang telah dinafkahkan dan sekedar besar atau kecilnya kegembiraannya ketika mengeluarkannya di jalan Allah SWT.
3. Mensyukuri nikmat
3
untuk menunjukkan rasa syukurnya kepada Allah SWT. Karena tidak semua orang mendapatkan nikmat harta. Disamping mereka yang hidup dalam limpahan harta yang berlebihan, ada juga mereka yang hidup dalam kekurangan.
Dari ketiga makna yang terkandung dalam kewajiban zakat tersebut,
dapat diketahui betapa pentingnya kedudukan zakat. Melalui adanya kewajiban zakat, manusia diuji tingkat keimanannya kepada Allah SWT,
dengan menyisihkan sebagian dari harta kekayaan mereka. Tingkat keikhlasan manusia dalam melaksanakan kewajiban zakat menunjukkan tingkat keimanan seseorang. Selain itu, dengan kewajiban zakat manusia dilatih untuk
mensyukuri nikmat yang telah diterima dari Allah SWT, sehingga manusia menjadi lebih peka terhadap lingkungan sekitarnya dan menyadari bahwa
tidak semua orang beruntung mendapatkan nikmat harta yang berlimpah.
Zakat secara etimologi, berasal dari kata zaka yang artinya penyuci atau
kesucian. Kata zakat dapat juga berarti tumbuh subur. Dalam kitab-kitab hukum Islam, kata zaka diartikan dengan suci, tumbuh dan berkembang serta berkah. Jika dihubungkan dengan harta, maka menurut ajaran Islam, harta
yang dizakati akan tumbuh berkembang karena suci dan berkah. (membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan si pemilik harta). Sedangkan menurut
istilah, zakat adalah suatu harta yang dikeluarkan seorang muslim dari hak Allah SWT untuk yang brehak menerimanya (mustahiq). Perbedaan antara zakat dengan shadaqah maupun infaq adalah apabila dilihat dari segi
maupun kadarnya. Sedangkan shadaqah maupun infaq bukan merupakan kewajiban melainkan ibadah ini hanya bersifat sukarela dan tidak terkait pada
cara-cara serta syarat-syarat tertentu. (Daud Ali, 1988: 38).
Syariat zakat mempunyai sasaran yang multidimensi yaitu dimensi
moral, sosial dan ekonomi. Dimensi moral berfungsi untuk menghilangkan sifat rakus dan tamak dari orang yang mengeluarkan zakat (muzakki) ke arah pensucian diri dan hartanya. Dimensi sosial berfungsi untuk menghapuskan
kemiskinan dan meletakkan tanggung jawab sosial pada muzakki. Sedangkan dimensi ekonomi berfungsi sebagai penyebaran harta kekayaan agar tidak
terjadi penumpukan harta pada orang-orang kaya. Untuk itu, harta zakat harus diberikan kepada yang berhak menerimanya (mustahiq), yang pada dasarnya untuk menghilangkan kemiskinan dan penderitaan pada masyarakat, baik yang
bersifat jangka pendek (pemenuhan konsumtif) maupun dalam jangka panjang (pemenuhan produktif) sehingga harta zakat akan terus berkembang. (Usman,
1998: 24).
Kewajiban zakat merupakan salah satu jalan atau sarana untuk tercapainya keselarasan dan kemantapan hubungan antara manusia dengan
Allah SWT serta hubungan manusia dengan manusia lainnya sehingga dapat mewujudkan terbentuknya masyarakat yang baldatun thayyibun warrabun
ghaffur, yaitu masyarakat yang baik dibawah nauangan keampunan dan
keridhoan Allah SWT.
Dalam hal pemungutan zakat, Allah SWT berfirman dalam Surat
5 membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
Disebutkan bahwa ayat tersebut telah memberikan legalitas dan
wewenang kepada pemerintah untuk menangani, mengelola, mengatur, menata, mengorganisir dan meningkatkan daya guna zakat ini, tentu dengan memperhatikan kepentingan dan kemaslahatan umat Islam sebagai mayoritas
bangsa. (Hasan, 1995: 10).
Nilai-nilai yang terkandung dalam kewajiban zakat adalah juga sama
dengan salah satu tujuan nasional Negara Republik Indonesia yang diamanatkan dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum. Dengan pengelolaan yang baik, zakat
merupakan sumber dana yang potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat Indonsia.
Dalam Bahasa yang mudah dipahami, masalah zakat kemudian bukan hanya membahas masalah umat Islam tetapi telah menjadi masalah bersama bangsa Indonesia. Peran pemerintah dan masyarakat secara simultan
merupakan akselerasi bagi perwujudan amanah untuk memberikan pendidikan yang layak bagi warga negaranya dengan jalan alternatif dari pendapatan zakat
Lembaga Amil Zakat (LAZ). Dengan demikian, keberadaan wadah atau badan yang mengelola zakat, baik BAZ (Badan Amil Zakat) maupun LAZ (Lembaga
Amil Zakat) di Indonesia sangatlah penting. Karena dengan adanya BAZ atau LAZ ini, diharapkan pengelolaan zakat dapat dilakukan dengan baik dan
profesional serta pendistribusian zakat dapat dilakukan dengan baik dan tepat kepada para mustahiq zakat.
Menemukan kaitan antara zakat dan pendidikan dalam teks Al Quran
maupun Sunnah secara langsung memang tidak mungkin ditemukan. Namun, masih ada keterkaitan meski tidak berada dalam satu teks. Pengertian zakat
sebagai sebuah kewajiban, berikut penjelasan pihak-pihak yang berkewajiban, serta kepada siapa kemudian zakat tersebut harus disalurkan adalah garis besar pembahasan dalam Al Quran dan Hadist.
Ketika bahasan tersebut kemudian berkembang seiring kemajuan zaman, realitas dan potensi zakat saat ini kemudian membuka jalan istinbath
hukum dari sumber zakat baru seperti zakat profesi, hasil peternakan, industri tanaman hias dan sebagainya. Begitu pula sektor baru dalam hal distribusi zakat saat ini. Meski pada akhirnya harus merujuk kepada delapan atsnaf yang
disebut dalam Al Quran dan Hadist, muncul kemudian sector baru yaitu mendistribusikan zakat untuk beasiswa pendidikan.
Diantara penyedia layanan pengelolaan zakat, di Kota Salatiga, terdapat salah satu LAZ yang berlokasi di Jalan Brigjend Sudiarto Nomor 39 Salatiga dan berada di bawah organisasi muhammadiyah yaitu Lembaga Amil Zakat
7
dikumpulkan dari LAZ ini dihimpun dari dana zakat fitrah, zakat mal, infaq
dan shadaqah. Semua program kerja yang dilakukan oleh LAZ ini
menggunakan dana dari pengumpulan zakat fitrah, zakat mal, infaq dan
shadaqah tersebut. Salah satu alokasi dana yang dilakukan oleh LAZ ini
adalah untuk beasiswa pendidikan. Penyusun memilih untuk meneliti di LAZISMU Kota Salatiga karena LAZISMU Kota Salatiga merupakan salah satu LAZ yang dipercaya oleh masyarakat dalam pengelolaan zakat. Selain
itu, dengan mengkaji seluk beluk serta mekanisme pengelolaan dari lembaga pengelola zakat tersebut, mampu memberikan inspirasi kepada kita semua
tentang arti penting zakat khususnya dalam hal pengentasan kemiskinan maupun dalam hal memperbaiki kualitas pendidikan bangsa.
Dari penjelasan yang telah penulis paparkan di atas, penulis tertarik
untuk mengkaji dan menulis skripsi dengan judul “Zakat untuk Beasiswa Pendidikan dalam Tinjauan Hukum Islam (Studi di Lembaga Amil Zakat
Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU) Kota Salatiga).
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari dasar pemikiran yang dimaksudkan dalam latar belakang
masalah diatas, maka muncul rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah konsep penyaluran zakat untuk beasiswa pendidikan yang
dilakukan oleh LAZISMU Kota Salatiga?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penyusunan skripsi ini adalah:
1. Untuk menjelaskan bagaimanakah konsep pendayagunaan untuk beasiswa pendidikan yang dilakukan oleh LAZISMU Kota Salatiga.
2. Untuk mengetahui bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap pendayagunaan zakat untuk beasiswa pendidikan yang dilakukan oleh LAZISMU Kota Salatiga.
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengharapkan agar hasil penelitian ini dapat berguna tidak hanya bagi penulis pribadi tetapi juga dapat berguna bagi
orang lain. Kegunaan penelitian ini dapat dirumuskan dalam dua hal, yaitu: 1. Kegunaan Akademis
Dengan penelitian ini penulis mengharapkan dapat menerapkan teori yang telah penulis dapat dalam perkuliahan serta membandingkan dengan realitas yang ada dalam masyarakat. Dari hasil penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat pula bagi seluruh civitas akademika khususnya Sarjana jurusan ahwal al-syakhsiyyah sebagai bahan informasi
dan bahan penelitian terhadap permasalahan zakat. 2. Kegunaan Praktis
Dari hasil penelitian ini, penulis mengharapkan dapat bermanfaat
bagi masyarakat umum sebagai sosialisasi undang-undang tentang Pengelolaan Zakat, serta diharapkan dapat berguna bagi bahan masukan
9
sesuai dengan undang-undang serta ketentuan Allah SWT, mengingat selama ini masih banyak masyarakat yang belum begitu paham mengenai
kewajiban menunaikan zakat.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kekeliruan penafsiran dan kesalahpahaman serta pengertian yang simpang siur, maka penulis kemukakan pengertian dan
penegasan judul skripsi ini adalah: Zakat untuk Beasiswa Pendidikan dalam Tinjauan Hukum Islam (Studi di Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU) Kota Salatiga) sebagai berikut:
1. Zakat yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah zakat maal. Meliputi tentang pengertian, pembagian, syarat dan rukun, serta peranan penting
zakat dalam hubungannya dengan dunia pendidikan.
2. Beasiswa Pendidikan: pemberian berupa bantuan keuangan yang diberikan kepada perorangan yang bertujuan untuk digunakan demi keberlangsungan
pendidikan yang ditempuh.
3. Hukum Islam: Yang dimaksud Hukum islam dalam skripsi ini adalah
peraturan- peraturan yang dirumuskan secara rinci, memiliki kekuatan hukum yang tetap serta mengikat bagi siapa saja yang menganutnya, berdasarkan ketentuan Al-Qur’an, Al-Hadits, ijtihad Ulama’.
F. Telaah Pustaka
Namun demikian, mengenai pendayagunaan zakat untuk beasiswa pendidikan dalam tinjauan hukum Islam, sejauh penelusuran penulis masih jarang
diangkat di dataran penelitian. Beberapa skripsi terdahulu yang membahas tentang pendayagunaan zakat tersebut diantaranya adalah skripsi Binti Husna
Baruya (2006) dengan judul “Aplikasi Sumber dan Penggunaan Dana Zakat,
Infak dan Shadaqah” (Studi pada BAZIS Masjid Jami’ Malang). Penelitian
pada skripsi tersebut menggunakan metode kualitatif. Dari penelitian tersebut
disimpulkan bahwa dalam mengumpulkan dana masih bersifat pasif, penyaluran dana masih bersifat konsumtif, dana yang terkumpul tidak
diproduktifkan, minimnya SDM, kurang aktifnya pengurus zakat dan tidak ada biaya operasional.
Penelitian yang saya temukan adalah skripsi yang disusun oleh Arif
Maslah, mahasiswa jurusan Syari’ah program studi akhwal Asy Syakhsiyah
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga angkatan tahun 2012
yang berjudul “Pengelolaan Zakat secara Produktif sebagai upaya pengentasan
kemiskinan (Studi Kasus Pengelolaan Pendistribusian Zakat oleh BAZIS di
Tarukan, Candi, Bandungan, Semarang”).
Kemudian skripsi karya M. Waluyo Hadi, mahasiswa Jurusan Syariah Universitas Sunan Kalijaga Yogyakarta angkatan tahun 2012 yang berjudul
“Sistem Pengelolaan Zakat “YAUMY” (Yayasan Amal dan Usaha Muslim
Yogyakarta) sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan. Dalam skripsi tersebut dijelaskan tentang pendayagunaan harta zakat oleh YAUMY yang bersifat
11
Dan juga skripsi yang disusun oleh Ulin Nuha yang berjudul
“Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif (Kajian terhadap pasal 16 ayat
(2) UU No.38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat). Dalam skripsinya, ia memfokuskan bahasannya tentang bagaimana sistem penentuan mustahiq,
bagaimana pengelolaan zakat dan bagaimana pendayagunaan zakat untuk usaha produktif dalam pasal 16 ayat (2) UU No. 38 tahun 1999 dalam tinjauan hukum Islam.
Jadi jelas belum ada satupun skripsi yang menyangkut topik tentang pendayagunaan zakat untuk beasiswa pendidikan. Oleh karena itu, penyusun
tertarik untuk menjadikannya sebagai obyek penelitian skripsi ini.
G. Metode Penelitian
Untuk mempermudah menganalisis data-data yang diperoleh, maka
disini diperlukan beberapa metode yang dipandang relevan dalam penyusunan skripsi. Adapun metode yang akan digunakan adalah:
1. Jenis Penelitian
Dalam pembahasan skripsi ini, jenis penelitian yang penyusun
gunakan adalah penggabungan antara penelitian lapangan (field research) sebagai sumber data primer dan penelitian kepustakaan (library research) sebagai sumber data sekunder yang bersumber dari bahan pustaka. Sumber
data primer atau data dasar adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber data pertama melalui wawancara di tempat penelitian.
sekunder juga merupakan bahan pustaka yang memberikan penjelasan tafsiran mengenai sumber primer, seperti hasil penelitian sebagai literatur
dan media massa, yang meliputi dokumen, literatur, buku-buku, majalah, koran dan buletin yang berhubungan dengan zakat. (Soerjono, 1981: 52).
2. Pendekatan
Dalam skripsi ini, penyusunan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2006: 6). 3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan melakukan penelitian dan mencari data
di LAZISMU Kota Salatiga yang beralamat kantor di Jalan Brigjend Sudiarto Nomor 39 Salatiga 50714, telp. (0298) 313552.
4. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam menyusun skripsi ini, data dikumpulkan dengan cara sebagai berikut :
a. Wawancara
Wawancara adalah pengumpulan data yang dilakukan melalui
13
Dalam metode ini, penyusun membuat sejumlah pertanyaan-petanyaan secara terstruktur yang memerlukan jawaban, baik secara
lisan maupun tertulis dari seorang informan atau responden serta pengelola dan penerima zakat tersebut. Dalam penyusunan skripsi ini,
penyusun mengajukan pertanyaan secara lisan dan tulisan kepada pihak-pihak yang terlibat, seperti Ketua Pimpinan Muhammadiyah Kota Salatiga periode tahun 2010-2015 dan juga kepada Bendahara I selaku
Pembina Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU) Kota Salatiga periode tahun 2010-2015.
b. Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2002: 206).
Dalam hal ini dokumen yang diteliti adalah dokumen tentang sejarah, profil, struktur organisasi, visi misi, program kerja, data laporan keuangan, data laporan kegiatan, daftar mustahiq, daftar muzakki
LAZISMU Kota Salatiga, dan sebagainya. Bentuk dokumentasi yang ada berupa buku-buku, brosur, notulen rapat kerja tahun 2012, dan
lain-lain.
5. Metode Analisis Data
Analisa data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 2006: 280).
Tahap analisa data merupakan tahap yang penting dan menentukan. Pada tahap ini, data dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai
berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam penelitian. (Koentjaraningrat, 1991: 269).
Untuk mencapai hasil akhir penelitian, maka setelah data-data diperoleh dengan beberapa metode yaitu wawancara dan dokumentasi,
maka untuk menganalisa data yang terhimpun dalam penelitian ini, penyusun menggunakan teknik analisa deskriptif dan analisa kualitatif. Teknik analisa deskriptif dilakukan dengan mendeskripsikan realita
fenomena sebagaimana apa adanya terpisah dari perspektif subyektif. (Noeng Muhajir, 1997: 102).
Sedangkan analisa kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan
pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2006: 248). Dari analisis tersebut kemudian akan
ditarik kesimpulan yang pada dasarnya merupakan jawaban atas permasalahan.
15
Secara global skripsi ini terdiri dari lima bab pembahasan yang saling terkait antara satu variabel dengan variabel lainnya guna memberikan
gambaran secara sistematis dan mendalam.
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang membahas tentang latar
belakang masalah yang dijadikan dasar dalam merumuskan pokok masalah, kemudian dilanjutkan dengan tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, telaah pustaka sebagai bahan referensi serta metode penelitian dan
diakhiri dengan sistematika penulisan.
Bab kedua merupakan kajian pustaka yang membahas tentang
Pengertian zakat dalam perspektif fiqh, Landasan hukum Zakat, Syarat dan Rukun Zakat, Jenis-jenis Zakat, Sumber-sumber Zakat menurut Al Quran dan Hadits, Sumber-sumber Zakat dalam Perekonomian Modern, Golongan yang
berhak menerima Zakat, Golongan yang tidak berhak menerima zakat, Hikmah dan manfaat zakat. Berikut konsep tentang penyaluran zakat untuk
beasiswa pendidikan, Pengertian zakat produktif dan konsumtif beasiswa pendidikan secara umum ditinjau dari landasan Al Quran dan Hadist, dengan pendapat para Ulama dan juga Fatwa MUI. Serta pengertian tentang Lembaga
Amil Zakat (LAZ) menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Bab ketiga, membahas tentang gambaran umum LAZISMU Kota Salatiga, latar belakang munculnya program pemberian zakat untuk beasiswa pendidikan oleh LAZISMU Kota Salatiga, Visi dan Misi, Produk dan Layanan
produk dan aplikasi pengelolaan zakat, syarat dan prosedur penerimaan dan pengelolaan zakat, prosentase alokasi dana zakat serta mekanisme penyaluran
zakat untuk beasiswa pendidikan, cara membayar zakat di LAZISMU Kota Salatiga, serta data muzakki dan mustahiq yang dimiliki LAZISMU Kota
Salatiga. Berikut prospek muzakki dan mustahiq tentang program pemberian zakat untuk beasiswa pendidikan.
Bab keempat, merupakan analisis terhadap hasil dari penelitian tentang
penyaluran zakat untuk beasiswa pendidikan meliputi prosedur penghimpunan, mekanisme pendistribusian dan pengawasan pendayagunaan
zakat oleh LAZISMU Kota Salatiga, yang kemudian dianalisis dalam tinjauan hukum Islam.
Bab kelima, merupakan bagian akhir sekaligus penutup yang meliputi
17 BAB II
KAJIAN PUSTAKA A.Zakat Dalam Perspektif Fiqh
1. Pengertian Zakat dan Hal-hal yang Berhubungan dengan Zakat
Dari segi bahasa, zakat berarti nama‟ = kesuburan, thaharah = kesucian, barakah = keberkahan dan berarti juga tazkiyah, tathhier = mensucikan. Syara’ memakai kata tersebut untuk kedua arti ini. Pertama,
dengan zakat diharapkan akan mendatangkan kesuburan pahala. Karenanya
dinamakanlah “harta yang dikeluarkan itu”, dengan zakat. Kedua, zakat itu
merupakan suatu kenyataan jiwa suci dari kikir dan dosa. (Ash-Shiddieqy, 1999: 3).
Menurut istilah, zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan
oleh Allah SWT untuk diberikan kepada para mustahiq (kelompok yang berhak) yang disebutkan dalam Al Quran. (Munir dan Djalaluddin, 2006:
152).
Zakat menurut M. Abdul manan (1997: 256) adalah poros dan pusat keuangan Negara Islam. Zakat meliputi bidang moral, sosial, dan ekonomi.
Dalam bidang moral, zakat mengikis habis ketamakan dan keserakahan si kaya. Dalam bidang sosial, zakat bertindak sebagai alat khas yang diberikan
Islam untuk menghapuskan kemiskinan dari masyarakat dengan menyadarkan si kaya akan tanggung jawab sosial yang mereka miliki. Dalam bidang ekonomi, zakat mencegah penumpukan kekayaan untuk
para pemiliknya. Ia merupakan sumbangan wajib kaum muslimin untuk perbendaharaan Negara.
Zakat sebagai salah satu kewajiban seorang mukmin yang telah ditentukan oleh Allah SWT yang mempunyai hikmah seperti halnya
kewajiban yang lain. Diantara hikmah tersebut tercermin dari urgensinya yang dapat memperbaiki kondisi masyarakat, baik dari aspek moril maupun materiil, dimana zakat dapat menyatukan anggotanya bagaikan sebuah
batang tubuh, disamping juga dapat membersihkan jiwa dari sifat kikir sekaligus merupakan benteng pengaman dalam ekonomi Islam yang dapat
menjamin kelanjutan dan kestabilannya. (Fahruddin, 2008: 23).
Dari berbagai sumber menyebutkan, banyak istilah-istilah lain yang disebutkan di dalam Al Quran dan memiliki kaitan yang sangat kuat dengan
istilah zakat. Zakat disebut juga infak, sebagaimana dinyatakan dalam Al Quran surat At Taubah ayat 34:
“…….dan tidak menafkahkannya (menginfakkan) pada jalan Allah,
maka beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka akan mendapat siksa
yang pedih”
Dari penggalan ayat tersebut, disebut infak karena pada hakikatnya zakat adalah penyerahan harta untuk kebajikan-kebajikan yang
diperintahkan Allah SWT. Zakat disebut juga sebagai sedekah karena memang salah satu tujuan utama zakat adalah mendekatkan diti (taqarrub)
19
Zakat disebut pula sebagai hak, sebab esensi zakat merupakan ketetapan yang bersifat pasti dari Allah SWT yang harus diberikan kepada
mereka yang berhak menerimanya (mustahiq). (Hafidhuddin, 2002: 9). Menurut Malik Ar-Rahman (2003: 2), dinamakan zakat karena dapat
mengembangkan harta yang telah dikeluarkan zakatnya dan menjauhkan dari segala kerusakan. Dari aspek ibadah adalah sebuah bentuk
penghambaan manusia kepada Allah SWT. Dari aspek syara’, berarti sebuah
aturan yang mengharuskan mengeluarkan sebagian harta yang telah diwajibkan Allah SWT dengan kadar tertentu, atas harta tertentu, yang
diberikan kepada golongan tertentu pula.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh KH. Masdar F. Mas’udi (1991:
158), dalam ajaran zakat terdapat dua komponen penting yaitu: pertama,
ajaran yang berkenaan dengan pemungutan biaya publik oleh otoritas Negara yang berkemampuan, yang disebut pajak. Kedua, ajaran yang
berkenaan dengan pembelanjaan (tasharruf) biaya publik untuk tujuan redistribusi kesejahteraan., khususnya bagi yang lemah dan biaya kemaslahatan umum (sabilillah) bagi semua. Semangat zakat yang
ditegaskan dalam hal ini adalah beribadah untuk kemaslahatan bersama. Jadi zakat merupakan suatu harta yang dikeluarkan oleh seseorang
yang telah dikenakan kewajiban untuk mengeluarkannya kepada orang tertentu (8 asnaf) karena perintah Allah SWT yakni sebagai rasa syukur atas nikmat Allah SWT yang telah diberikan kepadanya sehingga harta yang ia
mengeluarkan zakat maka orang tersebut akan terhindar dari sifat kikir/bakhil dan andil dalam menutup kesenjangan sosial antara sikaya
dansimiskin dalam masyarakat sehingga terciptalah masyarakat yang damai penuh persaudaraan.
Jika dihubungkan dengan bahasan yang akan di kupas oleh penulis, maka zakat yang dimaksud adalah zakat mal. Selain kata zakat ada juga kata lain yang dipergunakan dalam Al- Qur'an, yaitu shadaqah dan infak. Zakat
dan Shadaqah sebenarnya dua istilah yang saling mengisi, karena zakat itu sering disebut shadaqah dan sebaliknya kata shadaqah sering bermakna
zakat. Termasuk juga istilah Infaq. Jadi istilah Zakat, Infaq dan Shadaqah memang istilah yang berbeda penyebutannya namun pada hakikatnya memiliki makna yang kurang lebih sama. Terutama yang paling sering
adalah antara istilah zakat dan shadaqah. a. Makna Shadaqah
Shadaqah atau sedekah adalah pemberian yang bersifat sukarela (berbeda dengan zakat yang bersifat wajib) yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain untuk orang orang yang membutuhkan
khususnya fakir miskin. (Daud Ali, 2002: 23)
Sedekah itu tidak terbatas pada pemberian yang bersifat material
21
b. Makna Infaq
Infaq (mengeluarkan dan membelanjakan) harta dijalan Allah ialah
mengeluarkan sebagian harta untuk kemaslahatan umum, baik mengenai urusan keduniaan maupun menganai urusan keakhiratan.( Ibnu
Daqiq,Thalib, 2001: 125 ) Infaq ada yangwajib dan ada yang sunnah. Infaq wajib diantaranya adalah Zakat, Kafarat, Nadzar dan lain-lain. Infaq sunnah diantaranya, infaq kepada fakir miskinsesama muslim,
infaq bencana alam, infaq kemanusiaan dan lain-lain. c. Beda Zakat, Infak dan Shadaqah
Hal yang membedakan makna Shadaqah dengan Zakat hanyalah masalah 'Urf atau kebiasaan yang berkembang dimasyarakat. Sebenarnya ini adalah semacam penyimpangan makna dan jadilah pada hari ini kita
menyebut kata shadaqah untuk yang bersifat shadaqah sunnah/tathawwu'. Sedangkan kata zakat untuk yang bersifat wajib. Padahal ketika
al-Qur'an turun, kedua kata ini bermakna sama. Hal yang sama terjadi pad kata infaq yang juga sering disebutkan dalam Al-Qur'an, dimana secara kata infaq ini bermakna lebih luas lagi. Karena termasuk didalamnya
adalah memberi nafkah anak yatim dan lainlain. Dan secara 'urf, infaq pun sering dikonotasikan dengan sumbangan sunnah.
2. Landasan Hukum Zakat
Zakat adalah rukun Islam yang ketiga setelah syahadat dan sholat. Di dalam Al Quran, seringkali ayat-ayat yang menunjukkan kewajiban berzakat
dalam ajaran Islam, seorang muslim bila telah menunaikan ibadah secara vertical kepada Allah SWT (hablum minallah), maka ia juga harus
memperbaiki hubungannya secara horizontal kepada sesama makhluk Allah SWT yang lainnya (hablum minannas), sehingga terciptalah sebuah
keseimbangan dalam jiwa manusia maupun kaitannya dengan lingkungan sekitarnya. (Ali, 1988: 29).
Ayat yang mengenai perintah menunaikan zakat tersebut, terdapat
dalam Al Quran surat Al Baqarah (2) ayat 43 berbunyi :
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta
orang-orang yang rukuk”.
Dalam Al Quran surat Al Maidah (5) yat 55 yang berbunyi :
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, RasulNya dan
orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat
seraya mereka tunduk (kepada Allah)”.
Menurut Syekh Muhammad Abid As-Sindi (2006: 517), adapun perintah mengenai kewajiban zakat, terdapat dalam sebuah hadis yang
23
berkata kepada sahabat Mu’adz, ketika beliau mengangkatnya menjadi
utusan :
“Jika mereka (kaum Yaman) menantimu (Mu’adz), beritahukan
kepada mereka, bahwa telah diwajibkan atas mereka untuk bersedekah (zakat) yang diambil dari para hartawan dan diberikan kepada
orang-orang miskin diantara mereka”
3. Syarat dan Rukun Zakat
Rukun zakat dalam hal ini adalah mengeluarkan sebagian dari Nishob
(harta) dengan melepaskan kepemilikan terhadap harta tersebut. Dengan melepaskan kepemilikan terhadapnya, menjadikannya sebagai milik orang
fakir dan menyerahkannya kepadanya atau diserahkan kepada wakilnya yaitu imam atau orang yang bertugas untuk memungut zakat. Adapun mengenai syarat, para Ulama membaginya dalam dua kategori. Pertama,
persyaratan seseorang diwajibkan untuk berzakat. Kedua, meliputi persyaratan harta yang wajib dikeluarkan zakatnya.
a. Syarat seseorang yang diwajibkan berzakat 1) Merdeka
Menurut kesepakatan Ulama, zakat tidak diwajibkan atas
seseorang yang tidak merdeka. Dalam hal ini adalah atas hamba sahaya, sebab dia tidak mempunyai hak milik atas harta yang
dimilikinya. Sehingga, tuan dari hamba sahaya tersebut yang kemudian diwajibkan membayar zakatnya. Baik atas harta pribadinya sendiri, maupun atas harta kepemilikan atas hamba sahayanya
Menurut ijma’ ulama, zakat tidak diwajibkan atas orang kafir,
karena zakat merupakan ibadah mahdah yang suci. Sedangkan orang
kafir bukanlah orang yang suci. Madzhab Syafii berbeda pendapat dari pendapat madzhab yang lainnya. Madzhab ini mewajibkan orang
murtad untuk mengeluarkan zakat atas hartanya sebelum masa riddahnya, yakni harta yang dimiliki ketika dia masih menjadi seorang muslim. Berbeda pula dengan pendapat Abu Hanifah, beliau
berpendapat bahwa riddah tetap saja menggugurkan kewajiban zakat. 3) Baligh dan berakal
Menurut Madzhab Hanafi, hal tersebut dipandang sebagai syarat wajib zakat. Sehingga, pada harta anak kecil dan orang gila tidak wajib untuk diambil zakatnya. Sebab, keduanya tidak termasuk pula
dalam ketentuan orang yang wajib mengerjakan ibadah seperti kewajiban atas mengerjakan sholat dan puasa. Sedangkan menurut
jumhur ulama, keduanya bukan merupakan syarat. Sehingga, zakat yang tetap wajib dikeluarkan dari harta anak kecil dan orang gila melalui seorang wali (orang yang mengasuhnya). (Al-Zuhayly, 1997:
21)
b. Syarat harta yang wajib dikenakan zakat
1) Harta tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik dan halal Artinya, harta yang haram baik secara substansi bendanya maupun cara mendapatkannya, jelas tidak dapat dikenakan kewajiban
25
Bukhori, terdapat satu bab yang menguraikan bahwa zakat tidak akan diterima dari harta yang ghulul (harta yang didapatkan dari cara
menipu) dan tidak akan pula diterima kecuali dari usaha yang halal dan bersih. (Hafidhuddin, 2002: 21)
2) Harta tersebut berkembang dan berpotensi untuk dikembangkan
Artinya harta tersebut harus merupakan harta yang dapat berkembang atau bertambah apabila diusahakan atau mempunyai
potensi untuk berkembang. Disebut juga dengan istilah harta produktif
(Al-nama’) seperti melalui kegiatan usaha, perdagangan, melalui
pembelian saham atau ditabungkan baik secara pribadi maupun
bersama pihak lain. (Qardawi, 1993: 138) 3) Harta tersebut telah mencapai Nishab
Nishab adalah batasan antara apakah kekayaan itu wajib zakat atau tidak. Jika harta yang dimiliki seseorang telah mencapai nishab, maka kekayaan tersebut wajib zakat, jika belum mencapai nishab,
maka tidak wajib zakat. Batasan nishab itu sendiri antara sumber zakat yang satu dengan sumber zakat yang lainnya berbeda satu sama lain.
Seperti nishab zakat pertanian adalah lima wasaq, nishab zakat emas dua puluh dinar, nishab zakat perak dua ratus dirham, nishab zakat perdagangan dua puluh dinar dan sebagainya. Artinya adalah harta
sedangkan untuk harta yang belum mencapai nishab terbebas dari zakat dan dianjurkan mengeluarkan infaq serta shadaqah. (Husnan,
1996: 38)
4) Harta tersebut telah mencapai Haul (berlalu satu tahun)
Salah satu syarat kekayaan wajib zakat adalah haul, yaitu kekayaan yang dimiliki seseorang sudah mencapai satu tahun hijriyah, maka wajib baginya mengeluarkan zakat apabila syarat-syarat yang
lainnya telah terpenuhi. Syarat haul ini tidak mutlak, karena ada beberapa sumber zakat seperti zakat pertanian dan zakat rikaz tidak
harus memenuhi syarat haul satu tahun. Untuk zakat pertanian, dikeluarkan zakatnya setiap kali panen, sedangkan zakat rikaz dikeluarkan zakatnya ketika mendapatkannya. Adapun
sumber-sumber zakat yang harus memenuhi syarat haul yaitu seperti zakat emas dan perak, perdagangan dan peternakan. Namun menurut
sebagian sebagian ulama, sumber-sumber zakat yang telah disebutkan diataspun tidak mutlak harus mencapai haul. Menurut mereka, jika sumber zakat tersebut telah mencapai nishab, maka boleh dikeluarkan
zakatnya meskipun belum mencapai haul. (Qardawi, 1993: 155) 5) Harta tersebut telah lebih dari mencukupi kebutuhan pokok
Yang dimaksud kebutuhan pokok adalah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi, akan mengakibatkan kerusakan dan kemelaratan dalam hidup. Para ulama, khususnya para ulama madzhab Hanafi
27
karena biasanya orang yang mempunyai kelebihan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya, maka orang tersebut dianggap mampu dan kaya.
Kebutuhan pokok yang dimaksud meliputi, makanan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan dan pendidikan. (Hafidhuddin, 2002: 26)
6) Milik Penuh
Harta seseorang yang akan dikeluarkan zakatnya haruslah murni harta pribadi dan tidak bercampur dengan harta milik orang lain. Jika
harta tersebut bercampur dengan harta milik orang lain, maka harus dikeluarkan terlebih dahulu harta milik orang lain tersebut. Jika setelah dikeluarkan dan dipisahkan dari harta milik orang lain,
kemudian harta kita masih diatas nishab, maka wajib zakat. Dan sebaliknya, jika kemudian harta kita tidak mencapai nishab, maka
tidak wajib mengeluarkan zakat. Selain itu, harta tersebut harus dapat diambil manfaatnya secara penuh serta didapatkan melalui proses pemilikan yang halal, seperti: usaha, warisan, pemberian negara atau
orang lain serta cara-cara lain yang sah. (Husnan, 1996: 38)
4. Jenis-jenis Zakat a. Zakat Fitrah/Fitri
Menurut Rofiq (2004: 304), zakat fitrah disebut juga zakat badan, zakat puasa, zakat Ramadhan dan zakat fitri. Karena, masa untuk
Raya Idul Fitri. Zakat fitrah adalah sebagai penyuci orang yang berpuasa dan mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar. Adapun
besarnya zakat fitrah pada umumnya adalah dengan mengeluarkan 2,5 kg dari makanan pokok (yang senilai).
Sedangkan makanan yang wajib dikeluarkan, yang disebutkan dalam hadist adalah tepung, terigu, gandum, zahib (anggur) dan aqith (semacam keju). Untuk daerah/negara yang makanan pokoknya selain
lima jenis makanan diatas, madzhab Maliki dan Syafi’i membolehkan membayar zakat dengan makanan pokok yang lain. Adapun madzhab
Hanafi, pembayaran zakat fitrah dapat dilakukan dengan membayarkan harganya dari makanan pokok yang dimakan. Orang yang wajib membayar zakat fitrah adalah semua muslim tanpa membedakan laki-laki
dan perempuan, bayi, anak-anak dan dewasa, kaya atau miskin (yang mempunyai makanan pokok lebih dari sehari).
Adapun syarat-syarat zakat fitrah adalah:
1) Orang yang berzakat haruslah seorang muslim.
Tidak wajib bagi orang kafir, namun bagi kerabatnya yang memeluk
agama Islam, maka wajib mengeluarkan zakat.
2) Waktu untuk membayar zakat fitrah menurut jumhur ulama adalah
ditandai dengan tenggelamnya matahari. Apabila seseorang meninggal dunia ketika matahari terbenam pada akhir bulan Ramadhan, maka dia masih diwajibkan membayar zakat fitrah sebab ia masih hidup ketika
29
terbenam matahari pada akhir bulan Ramadhan, maka tidak wajib zakat fitrah. Mmembayar zakat fitrah dibolehkan sejak awal bulan
Ramadhan, tetapi disunahkan sebelum Sholat Ied.
3) Mempunyai kelebihan harta dari kebutuhan pokok untuk dirinya dan
keluarga pada hari dirayakannya Idul Fitri oleh seluruh umat muslim, sehingga ia dapat merayakannya pula.
Bagi seseorang yang tidak berpuasa Ramadhan karena udzur
tetentu yang dibolehkan oleh syariat (seperti sakit, sudah sepuh, dll) dan mempunyai kewajiban membayar fidyah, maka pembayaran
fidyah sesuai dengan lamanya seseorang tidak berpuasa. Pembayaran fidyah juga sesuai dengan jumlah hari tidak puasa dikalikan dengan biaya makan sehari-hari. (Syafe’i, 2006: 22).
b. Zakat Mal
Pengertian zakat mal menurut terminologi bahasa (lughat), harta
adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk memiliki, memanfaatkan dan menyimpannya. Sedangkan menurut
terminologi syariah (istilah syara’), harta adalah segala sesuatu yang
dapat dimiliki (dikuasai) dan dapat digunakan (dimanfaatkan) menurut ghalibnya (lazim).
sesuai dengan fungsi dan kegunaannya. Misalnya rumah, mobil, ternak, hasil pertanian, uang, emas, perak, dll. (Rasyid, 2003: 28).
5. Sumber-sumber zakat menurut Al Quran dan Hadits
Pembagian jenis harta secara umum sebagaimana dikemukakan secara
terperinci dalam Al Quran dan Hadits pada dasarnya meliputi lima jenis harta, yaitu:
a. Zakat Nuqud
Menurut Al-Ghizzi (1995: 129), dalam istilah lain, zakat nuqud
disebut juga sebagai atsmaan (harta berharga) adalah harta yang terdiri dari emas, perak dan uang baik yang telah dicetak maupun yang belum. Untuk nishab zakat emas adalah 20 mitsqal atau 20 dirham, sama dengan
nilai 85 gram emas. Sedangkan untuk nishab zakat perak adalah 200 dirham, sama dengan nilai 595 gram perak. Adapun syarat atas zakat
tersebut adalah:
1) Orang yang hendak berzakat haruslah beragama Islam 2) Merdeka (bukan budak)
3) Harta tersebut merupakan milik sempurna 4) Telah mencapai nishab
5) Telah dimiliki selama satu tahun (haul)
31
itu telah dibeli lagi, maka perhitungan satu tahun tersebut dimulai lagi. Sebab, telah terputusnya nishab atau hilangnya kepemilikan.
b. Zakat Perdagangan (perniagaan)
Yang dimaksud harta perniagaan adalah setiap barang yang
diperjualbelikan dengan maksud mencari keuntungan. Adapun syarat kewajiban zakat pada perdagangan adalah:
1) Niat berdagang atau niat memperjualbelikan komoditas tertentu
2) Telah dimiliki selama satu tahun
3) Mencapai nishab, yaitu sama dengan nishab dari zakat emas dan perak
c. Zakat hasil pertanian
Yang dimaksud hasil pertanian meliputi tanaman dan buah-buahan yang telah memenuhi persyaratan wajib zakat. Dalam penjelasan lain,
zakat ini hanya meliputi komoditi buah kurma dan buah anggur. Namun dalam prakteknya, zakat ini meliputi komoditi pertanian apapun yang
menjadi pertanian pokok oleh suatu daerah. Mengenai nishab zakat pertanian, dibagi dalam dua kategori, yaitu:
1) Bila dalam mengelolanya membutuhkan biaya tambahan (pengairan),
maka besaran zakatnya lebih kecil yaitu 5%.
2) Bila tanpa biaya tambahan, maka besaran zakatnya lebih besar yaitu
10% dari penghasilan bersih panen pertanian. d. Zakat hewan ternak
Para ulama sepakat mengenai zakat hewan ternak meliputi tiga
tersebut, beberapa ulama berselisih pendapat mengenai hewan kuda. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa kuda dikenai wajib zakat.
Sedangkan menurut Imam Syafi’i dan Maliki tidak mewajibkan, kecuali
bila kuda itu diperjualbelikan.
Mengenai nishab ketiga jenis hewan ternak tersebut, yaitu:
1) Nishab Unta, adalah kepemilikan 5 ekor unta, dalam satu tahun, kadar
zakatnya adalah 1 ekor kambing yang berumur 2 tahun atau lebih.
2) Nishab Sapi, adalah kepemilikan 30 ekor sapi, dalam satu tahun, kadar
zakatnya adalah 1 ekor anak sapi atau kerbau yang berumur 2 tahun
lebih.
3) Nishab kambing, adalah kepemilikan 40 ekor kambing, dalam satu
tahun, kadar zakatnya adalah 1 ekor kambing betina biasa umur 2
tahun lebih atau 1 ekor kambing domba betina umur 1 tahun lebih. e. Zakat Rikaz (barang temuan) dan barang tambang
Mengenai nishab zakatnya adalah 93,6 gram emas dengan prosentase zakat sebesar 20% dikeluarkan pada saat ditemukan. (Zuhdi, 1992: 254).
Sedangkan menurut Ibnul Qayyim al Jauziyyah, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya hanyalah meliputi empat jenis harta. Yaitu, harta
perdagangan, hasil pertanian (tanam-tanaman, buah-buahan), hewan ternak dan barang berharga (emas dan perak). Hal ini disebabkan karena keempat jenis harta itulah yang paling banyak beredar di kalangan
33
6. Sumber-sumber zakat dalam perekonomian modern a. Zakat Profesi
Menurut Qardhawi (2007: 74), yang dimaksud dengan profesi
adalah penghasilan atau pendapatan yang diusahakan melalui keahliannya. Baik keahlian yang dilakukan secara sendiri (dokter, arsitek,
pengacara hukum, penjahit, dll) maupun secara bersama-sama (pegawai baik dalam pemerintahan maupun swasta) dengan menggunakan sistem upah atau gaji.
Adapun mengenai waktu mengeluarkan zakatnya adalah pada saat menerimanya, besaran nishabnya adalah setara dengan nilai 250 kg beras,
dengan kadar zakat 2,5% dari penghasilan bersihnya. Karena analogi tersebut diambil dari zakat pertanian, maka tidak ada ketentuan haul yang
didasari dengan urf (kebiasaan) suatu negara. Karenanya, bila profesi yang menghasilkan pendapatan setiap hari, maka zakatnya dikeluarkan setiap satu bulan sekali.
b. Zakat perusahaan
Perlu diketahui, pada saat ini hamper sebagian besar perusahaan
dikelola secara bersama dalam sebuah kelembagaan dan organisasi dengan manajemen yang modern. Sehingga, sector zakat tersebut meliputi bentuk usaha PT, CV atau Koperasi. Saat ini
komoditas-komoditas yang dikelola perusahaan tidak terbatas, melainkan merambah dalam wilayah luas, bahkan meliputi komoditi antar negara dalam bentuk
Setidaknya, alasan diwajibkan zakat atas perusahaan tersebut haruslah memenuhi tiga hal besar, yaitu:
1) Perusahaan tersebut haruslah mengelola atau menghasilkan produk yang halal dan dimiliki oleh orang-orang yang beragama Islam. Atau
bila kepemilikan oleh bermacam-macam agama, maka berdasarkan kepemilikan sahamnya dikuasai oleh orang Islam.
2) Merupakan perusahaan yang bergerak dalam sector jasa, seperti
perusahaan di bidang akuntansi public dan sebagainya.
3) Perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, seperti lembaga
keuangan baik bank maupun nonbank (asuransi, reksadana, money
changer, dll).
Untuk nishab zakatnya, dianalogikan seperti halnya zakat
perdagangan yaitu senilai 85 gram emas dan telah memenuhi haul. Sedangkan untuk kadar atau besaran zakatnya adalah 2,5% dari laba
bersih perusahaan tersebut.
c. Zakat atas kepemilikan surat berharga 1) Zakat Saham
Pendapat Qardhawi, (2007: 76), mengenai kewajiban berzakat atas kepemilikan saham tersebut adalah:
Pertama, apabila kepemilikan atas perusahaan jasa murni,
artinya tidak melakukan kegiatan perdagangan. Maka sahamnya tidak wajib dizakati, seperti hotel, biro perjalanan atau jasa angkutan.
35
dan sarana. Sedangkan keuntungan perusahaan tersebut kembali pada harta pemilik saham.
Kedua, jika perusahaan tersebut merupakan dagang murni.
Artinya yang membeli dan menjual barang-barang, tanpa adanya
pengelolaan seperti perdagangan komoditi ekspor impor, maka wajib dikeluarkan zakatnya.
Dalam penentuan nishabnya, dianalogikan seperti zakat
perdagangan, yaitu senilai 85 gram emas dengan kadar 2,5% dan telah memenuhi haul.
2) Zakat Obligasi
Obligasi adalah perjanjian tertulis dari bank, perusahaan, atau pemerintah kepada pemegangnya untuk melunasi sejumlah pinjaman
dalam masa tertentu.
Kalau pemegang saham suatu perusahaan turut memiliki
perusahaan tersebut (mudharabah) dan nilai kurs saham bisa naik turun. Pada obligasi, seseorang hanyalah sebagai pemberi pinjaman kepada pihak yang mengeluarkan surat obligasi dengan diberi Bungan
tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula. Mengenai waktu jatuh tempo wajibnya seseorang mengeluarkan zakatnya adalah ketika surat
obligasi tersebut telah dicairkan nominal uangnya dengan kadar zakat sebesar 2,5%. (Qardhawi, 2007: 80).
Zakat tersebut akan disalurkan atau diberikan kepada orang yang berhak menerimanya (mustahiq) yang terdiri dari delapan golongan (ashnaf)
seperti yang dijelaskan dalam Al Quran Surat At-Taubah ayat 60, yang
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, serta untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Ayat tersebut menunjukkan bahwa yang berhak menerima zakat
adalah delapan golongan manusia. Adapun delapan golongan tersebut, akan diuraikan dalam pembahasan berikut:
berpendapat bahwa fakir adalah orang yang tidak memiliki nishab zakat. (Al-Zuhayly, 1997: 280).
37
Miskin atau al-masakin adalah bentuk jamak dari al-miskin, yaitu orang yang memiliki pekerjaan tetapi penghasilannya tidak dapat
memenuhi kebutuhan sehari-hari (sandang, pangan, papan). Orang miskin bisa dikatakan sebagai orang yang memiliki kekayaan dan
pekerjaan yang tidak mencukupi kebutuhan standar.
Menurut Imam Syafi’I, orang fakir dan miskin diberikan sejumlah
yang dapat mencukupinya sepanjang hidupnya. Sedangkan menurut
Imam Maliki dan Imam Hambali, orang fakir dan miskin diberikan sejumlah yang dapat mencukupinya selama satu tahun.
Bentuk kecukupan sepanjang hidup dapat berupa alat kerja, modal dagang, bangunan atau sarana-sarana lainnya.
c. Amil atau Panitia Zakat
Yaitu orang-orang yang bertugas mengambil zakat dari para
muzakki dan mendistribusikan kepada para mustahiq, yang diangkat oleh
pemerintah atau masyarakat. Amil ini berhak mendapat bagian dari zakat itu, sebagai imbalan jasa dari tugas mereka, walaupun mereka termasuk dalam kategori orang kaya. Amil berhak mendapatkan bagian maksimal
satu perdelapan atau 12,5 %, dengan catatan bahwa petugas zakat ini memang melakukan tugas-tugas keamilan dengan sebaik-baiknya. Oleh
sebab itu, maka bagian dari amil ini tidak disamakan jumlahnya dengan bagian lainnya, maka amil ini diberikan bagian bukan karena kebutuhannya. Seiring dengan berkembangnya zaman, hal ini kemudian
LAZIS, BAZ, dan sebagainya yang mempunyai fungsi tugas pokok diantaranya:
1) Pengontrol kebijakan dan aparat pemungut zakat 2) Pencatat administrasi zakat
3) Segenap kelengkapan teknis yang bekerja untuk kesejahteraan rakyat dengan dana dari zakat. (Ghafur, 2007: 157).
d. Muallaf
Adalah orang-orang yang sedang dilunakkan hatinya untuk memeluk Islam atau menguatkan Islamnya atau untuk mencegah
keburukan sikapnya terhadap kaum muslimin atau mengharapkan dukungannya terhadap kaum muslimin.
Diperbolehkan juga di zaman sekarang ini memberikan zakat
kepada para muallaf bagi mereka yang telah masuk Islam untuk memotivasi mereka, atau kepada sebagian organisasi tertentu untuk
memberikan dukungan terhadap kaum muslimin. Juga dapat diberikan kepada sebagian penduduk muslim yang miskin yang sedang melawan musuh-musuh Islam.
e. Budak (Riqab)
Adalah bentuk jamak dari kata raqabah. Disebut juga dengan
istilah hamba sahaya, karena tidak jarang berasal dari para tawanan perang. Zakat diperkenankan pula untuk membantu para budak mukatab, yaitu budak yang sedang menyicil pembayaran sejumlah tertentu untuk
39
Pada zaman sekarang ini, sejak penghapusan sistem perbudakan di dunia, mereka sudah tidak ada lagi. Tetapi menurut madzhab Maliki dan
Hambali, pembebasan tawanan muslim dari tangan musuh dengan uang zakat termasuk dalam bab perbudakan. Atau dengan istilah lain lain
merupakan orang yang tertindas hak asasinya dan kemudian dieksploitasi oleh manusia lainnya sehingga ia menderita secara sosial, ekonomi dan tidak bisa menentukan arah hidupnya lagi.
f. Gharimin (orang yang berhutang)
Bentuk jamak dari Al-Gharim, adalah orang yang berhutang dan
tidak mampu untuk membayarnya. Ada dua macam jenis gharim, yaitu : 1) Al-Gharim untuk kepentingan dirinya sendiri, yaitu orang yang
berhutang untuk menutup kebutuhan primer pribadi dan orang-orang
yang menjadi tanggung jawabnya, seperti rumah, pernikahan, perabotan, dll.
2) Al-Gharim untuk kemaslahatan orang lain, seperti orang yang berhutang untuk mendamaikan dua orang muslim yang sedang berselisih dan harus mengeluarkan dana untuk meredam
kemarahannya. Maka, siapapun yang mengeluarkan dana untuk kemaslahatan umum yang diperbolehkan agama, lalu ia berhutang
untuk itu, ia dibantu melunasinya dari zakat. Diperbolehkan membayar hutangnya orang yang sudah meninggal dari zakat, karena
mengembalikan semangat kehidupan mereka di tengah-tengah masyarakat.
g. Fi Sabilillah (di jalan Allah)
Yaitu amal perbuatan yang mengantarkan keridhaan kepada Allah SWT dan surgaNya, terutama jihad untuk meninggikan kalimatNya. Jadi
pejuang di jalan Allah SWT diberi zakat meskipun dia orang kaya. Jatah ini berlaku umum bagi seluruh kemaslahatan-kemaslahatan umum
agama, misalnya pembangunan rumah-rumah sakit, pembangunan sekolah-sekolah dan pembangunan panti asuhan anak-anak yatim. Secara umum, makna dari fi sabilillah ini adalah segala perbuatan dalam rangka
di jalan Allah SWT.
Pada zaman Rosulullah, fi sabilillah ini adalah para sukarelawan
perang yang ikut berjihad bersama beliau yang tidak mempunyai gaji tetap sehingga mereka diberi bagian dari zakat.
h. Ibnu Sabil
Dalam hal ini adalah para musafir yang kehabisan biaya di negara lain, meskipun ia kaya di negaranya sendiri. Mereka dapat menerima
zakat sebesar biaya yang dapat mengantarkannya pulang ke negaranya, meliputi ongkos jalan dan perbekalan, dengan syarat:
41
2) Perjalanannya bukan perjalanan yang sedang melaksanakan maksiat, tapi perjalanan yang mempunyai nilai ibadah atau Sunnah.
(Mughniyah, 1992: 244-249).
8. Golongan orang yang tidak berhak menerima zakat
Dalam Kitab Fiqh Zakat karya Dr. Yusuf Qardawi (2007: 673) yang
telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia disebutkan bahwa terdapat golongan orang yang diharamkan menerima zakat, diantaranya adalah:
a. Orang kaya
b. Orang kuat yang mampu bekerja
c. Orang yang tidak beragama dan orang kafir yang memerangi Islam
d. Anak-anak orang yang mengeluarkan zakat, kedua orang tua dan istrinya e. Keluarga Nabi Muhammad saw. yaitu Bani Hasyim.
9. Hikmah dan Manfaat Zakat
Menurut Jabir El-Jaziri (1991: 207), diantara hikmah dan manfaat zakat di era modern saat ini adalah :
a. Sebagai perwujudan nilai keimanan kepada Allah SWT, dengan mesyukuri nikmatNya, menumbuhkan akhlak mulia dengan
meningkatnya rasa kemanusiaan yang tinggi, solidaritas terhadap sesama. Sehingga menghilangkan sifat kikir, rakus dan meterialistis serta mencegah kecenderungan untuk melakukan korupsi sebab terdapat hak
b. Membantu kehidupan sesama, meningkatkan kesejahteraan umat, membina kemandirian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
layak, serta memberikan ketentraman bersama sehingga tidak ada kesenjangan antara aghniya danduafa‟
c. Sebagai sumber keuangan alternatif negara dari sektor non pajak yang berpotensi cukup besar setiap tahunnya. Bila dalam penggunaan APBN masih minim khususnya untuk syiar Islam maupun dalam memberikan
peningkatan kualitas pendidikan yang baik, maka zakat bisa menjadi alternatif, sebab pembagian zakat sudah diatur dalam Islam
d. Dari sisi pembangunan kesejahteraan umuat, zakat merupakan salah satu instrument pemerataan pendapatan. Zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan dapat membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus
pemerataan pendapatan.
B.Konsep tentang penyaluran zakat untuk beasiswa pendidikan 1. Filantropi zakat untuk beasiswa pendidikan
Menemukan kaitan antara zakat dan pendidikan dalam satu teks Al
Qur’an maupun Sunnah secara langsung memang tidak mungkin ditemukan.
Namun masih ada keterkaitan meski tidak berada dalam satu teks. Pengertian zakat sebagai sebuah kewajiban, berikut penjelasan pihak-pihak yang berkewajiban serta kepada siapa kemudian zakat tersebut harus
disalurkan adalah garis besar pembahasan dalam Al Qur’an dan Hadist.
Ketika pembahasan tersebut kemudian berkembang seiring kemajuan
43
istinbath hukum dari sumber zakat baru seperti halnya zakat profesi, zakat
hasil peternakan, zakat industri tanaman hias dan sebagainya. Begitu pula
sector baru dalam hal distribusi zakat saat ini. Meski pada akhirnya harus merujuk kepada delapan atsnaf yang disebut dalam Al Qur’an dan Hadist,
muncul kemudian sector baru yaitu mendistribusikan zakat untuk beasiswa pendidikan.
Merujuk kepada istilah fi sabilillah, distribusi zakat kemudian patut
diberikan kepada sektor pendidikan. Di kalangan ulama selama ini menjadi polemik karena golongan ini terus berkembang. Realitas saat ini, efektifitas
serta manfaat kepada sektor pendidikan lebih tinggi karena secara tidak langsung, penampilan lahir dan batin manusia sangatlah dipengaruhi dari pendidikan yang ia dapatkan. Harta zakat sebagai alat bantu pengentasan
masalah sosial, telah ditetapkan untuk didistribusikan kepada delapan asnaf, namun kalua hanya sebatas pemberian, tetap saja tidak menciptakan
masyarakat yang mandiri.
Sebagai khalifah Allah di bumi ini, maka manusia layak untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Sehingga manusia
memerlukan modal berupa pendidikan. Atas dasar tersebut, penyaluran dana
zakat untuk sektor pendidikan sangatlah beralasan secara syar’i, yaitu
sebagai salah satu bentuk rasa kepedulian terhadap sesama, sehingga dapat membantu pihak yang lemah secara ekonomi untuk dapat memenuhi kebutuhannya dalam sektor pendidikan. (www.pondokzakat.com, artikel
2. Pengertian Zakat Produktif dan Zakat Konsumtif a. Pengertian Zakat Produkif
Zakat yang ditasyarufkan untuk mustahik untuk hal-hal yang bersifat produktif atau hal-hal yang berkesinambungan agar bermanfaat
untuk jangka yang lama.
Dalam pendistribusian zakat produktif dapat di kelompokkan menjadi dua, yaitu:
1) Distribusi produktif dana zakat a) Produktif tradisional
Dimana zakat diberikan dalam bentuk barang-barang yang produktif seperti kambing, sapi, alat cukur, dan lain sebagainya. b) Produktif kreatif
Zakat diwujudkan dalam bentuk permodalan baik untuk membangun proyek sosial atau menambah modal pedagang
pengusaha kecil.
b. Pengertian Zakat Konsumtif
Zakat yang dibagikan kepada mustahik yang dimanfaatkan secara
langsung untuk keperluan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Dalam pembagian zakat konsumif dapat di kelompokkan menjadi
dua, yaitu:
45
Zakat dibagikan kepada mustahiq untuk dimanfaatkan secara langsung, seperti zakat fitrah yang diberikan kepada fakir miskin
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau zakat mal yang diberikan kepada korban bencana alam.
b) Konsumtif Kreatif
Zakat diwujudkan dalam bentuk lain dari barangnya semula, seperti diberikan dalam bentuk alat-alat sekolah dan beasiswa.
(Mufraini, 2006: 147)
3. Landasan Al-Qur’an dan Hadist tentang penyaluran zakat untuk beasiswa pendidikan
Sebagaimana dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, bahwa penyaluran zakat untuk beasiswa merujuk kembali kepada istilah fi
sabilillah terlepas dari istilah secara khusus yang mengarah hanya pada istilah jihad (perang berikut sarananya). Sebagaimana Allah berfirman
dalam Al Qur’an Surat At-Taubah ayat 60, istilah fi sabilillah dalam arti
secara umum adalah jalan menuju keridhaan Allah SWT yaitu setiap perbuatan baik yang dapat mendekatkan manusia kepada Allah SWT
berikut sarana yang mengarah kepada jalan untuk mendapatkan ridho Allah SWT tersebut. Menurut Qardhawi (1995: 330), sarana yang mengarah kepada jalan untuk mendapatkan ridho Allah SWT meliputi:
a. Mendirikan pusat kegiatan bagi kepentingan dakwah ajaran Islam yang benar untuk membendung dan melawan pendidikan kapitalisme,
b. Membiayai para pelajar dan mahasiswa muslim yang sedang menempuh pendidikan agama maupun pendidikan yang bertujuan untuk membela,
memelihara dan mengagungkan agama Allah, melawan para misionaris
maupun zionis kafir yang ingin merusak akhlak dan keimanan kaum
muslim dengan menyebarkan ajaran yang menyesatkan
c. Mendirikan media massa baik melalui media cetak maupun media elektronik yang berkualitas yang bisa bersaing dengan stasiun televisi
maupun media massa asing dengan berita-berita yang merusak akhlak dan ideologi umat muslim.
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Turmudzi, Nabi juga menjelaskan tentang keutamaan zakat yang sanggup menutup 70 pintu kejahatan yang terbagi dalam empat bentuk kriteria dan pahalanya, yaitu:
a. Dilipatgandakan 10 kali, kepada fakir dan miskin b. Dilipatgandakan 70 kali, kepada keluarga dekat
c. Dilipatgandakan 700 kali, kepada kawan-kawan (ikhwanul muslim) d. Dilipatgandakan 1000 kali, kepada para mahasiswa/pelajar/santri yang
sedang belajar tentang pengetahuan agama Islam. (Abu H.F. Ramadhan,
1997: 343).
Dalam penjelasan lainnya, dijelaskan pula tentang keutamaan