• Tidak ada hasil yang ditemukan

ZAKAT UNTUK BEASISWA PENDIDIKAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM (STUDI DI LEMBAGA AMIL ZAKAT INFAQ DAN SHADAQAH MUHAMMADIYAH KOTA SALATIGA) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ZAKAT UNTUK BEASISWA PENDIDIKAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM (STUDI DI LEMBAGA AMIL ZAKAT INFAQ DAN SHADAQAH MUHAMMADIYAH KOTA SALATIGA) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

(STUDI DI LEMBAGA AMIL ZAKAT INFAQ DAN

SHADAQAH MUHAMMADIYAH KOTA SALATIGA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh :

YAYUK KAMALIN

NIM. 22209002

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2016

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

MOTTO

سانلل مهعفنأ سانلا ريخ

(Khoirunnas Anfa'uhum Linnas)

Sebaik-baik manusia diantaramu adalah

yang paling banyak memberi manfaat bagi

orang lain. (HR.Bukhari Muslim)

(7)

vii Skripsi ini penulis persembahkan kepada :

 Bapak dan Ibu tercinta (Bapak Abdul Muslich dan Ibu Nanik Rahayu)

yang telah merawat dan mendidik aku sejak kecil, serta tidak henti-hentinya memberikan kasih sayang dan doa dengan penuh keikhlasan  Suamiku tercinta (drh. Anjar Prambudi) yang senantiasa mewarnai

hari-hariku di sepanjang hidupku, yang dengan penuh kesabaran selalu memberikan semangat dan memotivasi dalam menyelesaikan skripsi dan

kuliahku ini

 Putriku Maiza Farrin Hazima yang selalu memberikan cinta dan

pengertiannya selama mama kuliah

 Bapak dan Ibu Mertua (Bapak Raharjo dan Ibu Sartiyatun) yang selalu

memberikan doanya dengan penuh keikhlasan

 Keluarga Besar IAIN Salatiga, Bapak dan Ibu Pimpinan, teman-teman

Karyawan, Dosen IAIN Salatiga yang selalu memberikan pengertian dan bantuannya dalam penyelesaian kuliah ini

 Seluruh teman-teman Jurusan Ahwal Al Syakhsyiyah, angkatan 2008 dan

2009 yang selalu memberikan motivasi dan bantuan untuk aku,

persahabatan kita selamanya.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrohiim, puji syukur penulis haturkan atas anugerah

Allah SWT. Shalawat serta salam kepada junjungan kita nabi besar Nabi Muhammad SAW.

Alhamdulillahi Rabbil „aalamiin, dengan kemurahan Allah SWT akhirnya

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Zakat Untuk Beasiswa

Pendidikan Dalam Tinjauan Hukum Islam (Studi Di Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah Kota Salatiga)

Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada junjunga kita, Nabi

Muhammad SAW, yang telah membawa risalah Islam dan ilmu pengetahuan sebagai bekal hidup kita di dunia dan akherat. Suatu kebanggaan bagi penulis,

bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Bagi Penulis, penyusunan skripsi ini bukanlah tugas yang ringan. Penulis sadar bahwa banyak hambatan dan halangan dalam proses penyusunan skripsi ini, dikarenakan

keterbatasan kemampuan penulis sendiri. Kalaupun akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, tentu karena beberapa pihak yang membantu penulis

dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih setulusnya kepada :

1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag. selaku Ketua STAIN Salatiga periode

Tahun 2010-2014, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan kuliah lagi

(9)
(10)

x ABSTRAK

Yayuk Kamalin. 2016. Zakat untuk Beasiswa Pendidikan dalam Tinjauan Hukum Islam (Studi di Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah Kota Salatiga)

Skripsi. Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyyah. Fakultas Syari’ah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

Kata kunci: Zakat, Beasiswa Pendidikan, Tinjauan Hukum Islam

Penelitian ini membahas tentang Zakat untuk Beasiswa Pendidikan dalam Tinjauan Hukum Islam (Studi di Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah Kota Salatiga). Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimanakah konsep penyaluran zakat untuk beasiswa pendidikan yang dilakukan oleh LAZISMU Kota Salatiga, bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap penyaluran zakat untuk beasiswa pendidikan yang dilakukan oleh LAZISMU Kota Salatiga

Sesuai dengan pendekatan kualitatif, maka kehadiran peneliti di lapangan sangat penting sekali mengingat peneliti bertindak langsung sebagai pengumpul data dari hasil observasi dalam penelitian. Data yang berbentuk kata-kata diambil dari para informan/responden pada waktu mereka diwawancarai. Dengan kata lain data-data tersebut berupa keterangan dari para informan, sedangkan data tambahan berupa dokumen. Keseluruhan data tersebut selain wawancara diperoleh dari observasi dan dokumentasi. Analisa data dilakukan dengan cara menelaah data yang ada, lalu mengadakan reduksi data, penyajian data, dan tahap akhir menganalisa data sehingga dapat ditarik kesimpulan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsep penyaluran zakat untuk beasiswa pendidikan yang dilakukan oleh LAZISMU adalah dengan cara datang langsung ke kantor atau dengan cara jemput zakat, Sedangkan penyaluran zakat untuk beasiswa pendidikan menurut tinjauan hukum islam adalah ditasharufkan

(11)

xi

A. Latar Belakang Masalah ...

(12)

xii BAB II KAJIAN PUSTAKA

A.Zakat Dalam Perspektif Fiqih... 1. Pengertian Zakat dan Hal-Hal yang Berhubungan dengan

Zakat...………... 2. Landasan hukum Zakat...……… 3. Syarat dan Rukun Zakat...………….. 4. Jenis-Jenis Zakat...……….……….. 5. Sumber-Sumber Zakat Menurut Al-Qur’an dan Hadits.…….…. 6. Sumber-sumber Zakat Dalam Perekonomian Modern...…….. 7. Golongan Yang Berhak Menerima Zakat ...……… 8. Golongan Yang Tidak Berhak Menerima Zakat... 9. Hikmah dan Manfaat Zakat... B. Konsep Tentang Penyaluran Zakat untuk Beasiswa Pendidikan... 1. Filantropi Zakat Untuk Beasiswa Pendidikan... 2. Pengertian Zakat Produktif dan Zakat Konsumtif... a. Pengertian Zakat Produktif... b. Pengertian Zakat Konsumtif... 3. Landasan Al-Qur’an dan Hadits tentang Penyaluran Zakat

untuk Beasiswa Pendidikan... 4. Pendapat Ulama tentang Penyaluran Zakat untuk Beasiswa

Pendidikan... 5. Fatwa Majelis Ulama Indonesia(MUI) tentang Penyaluran

Zakat untuk Beasiswa Pendidikan... BAB III GAMBARAN UMUM LAZISMU KOTA SALATIGA

A.Sejarah LAZISMU Kota Salatiga...……….……….... B. Visi dan Misi LAZISMU Kota Salatiga... C.Tujuan... ………...………... D.Struktur Organisasi... E. Produk Layanan LAZISMU Kota Salatiga... F. Aplikasi dan Implementasi Penyaluran Zakat untuk Beasiswa

(13)

xiii

1. Konsep Penyaluran Zakat untuk Beasiswa Pendidikan yang dilakukan oleh LAZISMU Kota Salatiga... 2. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Implementasi Penyaluran

Zakat Untuk Beasiswa Pendidikan Oleh LAZISMU Kota Salatiga... BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... B. Saran... DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN

65

68

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam ajaran Islam terdapat lima hal yang harus dikerjakan oleh umat Islam, yaitu yang disebut dengan Rukun Islam. Rukun Islam itu terdiri dari syahadat, sholat, zakat, puasa dan haji. Syahadat merupakan pernyataan bahwa

seseorang beriman kepada Allah SWT dan RosulNya yaitu Muhammad SAW. Sedangkan Rukun Islam yang kedua dan seterusnya itu sebagai perwujudan

dari kedua kalimat syahadat tersebut. Kelima hal tersebut merupakan kewajiban bagi umat Islam, demikian juga dengan zakat. Zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang dikaitkan dengan harta yang dimiliki oleh

seseorang dan tergolong dalam ibadah maliyah atau ibadah harta.

Kedudukan zakat sejajar dengan kedudukan sholat. Dalam Al Quran,

tidak kurang dari 28 ayat Allah SWT menyebutkan perintah sholat dengan perintah zakat dalam satu ayat sekaligus. Diantaranya dalam surat Al Baqarah ayat 43,

“Dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat, serta rukuklah bersama

orang-orang yang rukuk”

(15)

kepentingannya. Sholat merupakan seutama-utamanya ibadah badaniyah dan zakat merupakan seutama-utamanya ibadah maliyah. Perbedaan antara

keduanya adalah kewajiban sholat ditentukan kepada setiap muslim yang sudah baligh untuk melaksanakan sholat wajib 5 (lima) kali dalam sehari

semalam. Sedangkan kalua kewajiban zakat hanya dibebankan kepada setiap muslim yang memiliki kemampuan harta dengan syarat-syarat tertentu.

Makna yang terkandung dalam kewajiban zakat, menurut Al-Ghazali

(1994: 66) ada tiga, yaitu:

1. Pengucapan dua kalimat syahadat

Pengucapan dua kalimat syahadat merupakan langkah yang mengikatkan diri seseorang dengan tauhid disamping penyaksian diri tentang keEsaan Allah SWT. Tauhid yang hanya dalam bentuk ucapan lisan, nilainya kecil sekali. Maka untuk menguji tingkat tauhid seseorang ialah dengan memerintahkan meninggalkan sesuatu yang juga dia cintai. Untuk itulah mereka diminta untuk mengorbankan harta yang menjadi kecintaan mereka. Sebagaimana dalam firman Allah surat At-Taubah ayat 111,

“Sesungguhnya Allah membeli dari kaum mukmin diri-diri dan harta-harta mereka dengan imbalan surga bagi mereka”

2. Mensucikan diri dari sifat kebakhilan

Zakat merupakan perbuatan yang mensucikan pelakunya dari kejahatan sifat bakhil yang membinasakan. Penyucian yang timbul darinya adalah sekedar banyak atau sedikitnya uang yang telah dinafkahkan dan sekedar besar atau kecilnya kegembiraannya ketika mengeluarkannya di jalan Allah SWT.

3. Mensyukuri nikmat

(16)

3

untuk menunjukkan rasa syukurnya kepada Allah SWT. Karena tidak semua orang mendapatkan nikmat harta. Disamping mereka yang hidup dalam limpahan harta yang berlebihan, ada juga mereka yang hidup dalam kekurangan.

Dari ketiga makna yang terkandung dalam kewajiban zakat tersebut,

dapat diketahui betapa pentingnya kedudukan zakat. Melalui adanya kewajiban zakat, manusia diuji tingkat keimanannya kepada Allah SWT,

dengan menyisihkan sebagian dari harta kekayaan mereka. Tingkat keikhlasan manusia dalam melaksanakan kewajiban zakat menunjukkan tingkat keimanan seseorang. Selain itu, dengan kewajiban zakat manusia dilatih untuk

mensyukuri nikmat yang telah diterima dari Allah SWT, sehingga manusia menjadi lebih peka terhadap lingkungan sekitarnya dan menyadari bahwa

tidak semua orang beruntung mendapatkan nikmat harta yang berlimpah.

Zakat secara etimologi, berasal dari kata zaka yang artinya penyuci atau

kesucian. Kata zakat dapat juga berarti tumbuh subur. Dalam kitab-kitab hukum Islam, kata zaka diartikan dengan suci, tumbuh dan berkembang serta berkah. Jika dihubungkan dengan harta, maka menurut ajaran Islam, harta

yang dizakati akan tumbuh berkembang karena suci dan berkah. (membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan si pemilik harta). Sedangkan menurut

istilah, zakat adalah suatu harta yang dikeluarkan seorang muslim dari hak Allah SWT untuk yang brehak menerimanya (mustahiq). Perbedaan antara zakat dengan shadaqah maupun infaq adalah apabila dilihat dari segi

(17)

maupun kadarnya. Sedangkan shadaqah maupun infaq bukan merupakan kewajiban melainkan ibadah ini hanya bersifat sukarela dan tidak terkait pada

cara-cara serta syarat-syarat tertentu. (Daud Ali, 1988: 38).

Syariat zakat mempunyai sasaran yang multidimensi yaitu dimensi

moral, sosial dan ekonomi. Dimensi moral berfungsi untuk menghilangkan sifat rakus dan tamak dari orang yang mengeluarkan zakat (muzakki) ke arah pensucian diri dan hartanya. Dimensi sosial berfungsi untuk menghapuskan

kemiskinan dan meletakkan tanggung jawab sosial pada muzakki. Sedangkan dimensi ekonomi berfungsi sebagai penyebaran harta kekayaan agar tidak

terjadi penumpukan harta pada orang-orang kaya. Untuk itu, harta zakat harus diberikan kepada yang berhak menerimanya (mustahiq), yang pada dasarnya untuk menghilangkan kemiskinan dan penderitaan pada masyarakat, baik yang

bersifat jangka pendek (pemenuhan konsumtif) maupun dalam jangka panjang (pemenuhan produktif) sehingga harta zakat akan terus berkembang. (Usman,

1998: 24).

Kewajiban zakat merupakan salah satu jalan atau sarana untuk tercapainya keselarasan dan kemantapan hubungan antara manusia dengan

Allah SWT serta hubungan manusia dengan manusia lainnya sehingga dapat mewujudkan terbentuknya masyarakat yang baldatun thayyibun warrabun

ghaffur, yaitu masyarakat yang baik dibawah nauangan keampunan dan

keridhoan Allah SWT.

Dalam hal pemungutan zakat, Allah SWT berfirman dalam Surat

(18)

5 membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”

Disebutkan bahwa ayat tersebut telah memberikan legalitas dan

wewenang kepada pemerintah untuk menangani, mengelola, mengatur, menata, mengorganisir dan meningkatkan daya guna zakat ini, tentu dengan memperhatikan kepentingan dan kemaslahatan umat Islam sebagai mayoritas

bangsa. (Hasan, 1995: 10).

Nilai-nilai yang terkandung dalam kewajiban zakat adalah juga sama

dengan salah satu tujuan nasional Negara Republik Indonesia yang diamanatkan dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum. Dengan pengelolaan yang baik, zakat

merupakan sumber dana yang potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat Indonsia.

Dalam Bahasa yang mudah dipahami, masalah zakat kemudian bukan hanya membahas masalah umat Islam tetapi telah menjadi masalah bersama bangsa Indonesia. Peran pemerintah dan masyarakat secara simultan

merupakan akselerasi bagi perwujudan amanah untuk memberikan pendidikan yang layak bagi warga negaranya dengan jalan alternatif dari pendapatan zakat

(19)

Lembaga Amil Zakat (LAZ). Dengan demikian, keberadaan wadah atau badan yang mengelola zakat, baik BAZ (Badan Amil Zakat) maupun LAZ (Lembaga

Amil Zakat) di Indonesia sangatlah penting. Karena dengan adanya BAZ atau LAZ ini, diharapkan pengelolaan zakat dapat dilakukan dengan baik dan

profesional serta pendistribusian zakat dapat dilakukan dengan baik dan tepat kepada para mustahiq zakat.

Menemukan kaitan antara zakat dan pendidikan dalam teks Al Quran

maupun Sunnah secara langsung memang tidak mungkin ditemukan. Namun, masih ada keterkaitan meski tidak berada dalam satu teks. Pengertian zakat

sebagai sebuah kewajiban, berikut penjelasan pihak-pihak yang berkewajiban, serta kepada siapa kemudian zakat tersebut harus disalurkan adalah garis besar pembahasan dalam Al Quran dan Hadist.

Ketika bahasan tersebut kemudian berkembang seiring kemajuan zaman, realitas dan potensi zakat saat ini kemudian membuka jalan istinbath

hukum dari sumber zakat baru seperti zakat profesi, hasil peternakan, industri tanaman hias dan sebagainya. Begitu pula sektor baru dalam hal distribusi zakat saat ini. Meski pada akhirnya harus merujuk kepada delapan atsnaf yang

disebut dalam Al Quran dan Hadist, muncul kemudian sector baru yaitu mendistribusikan zakat untuk beasiswa pendidikan.

Diantara penyedia layanan pengelolaan zakat, di Kota Salatiga, terdapat salah satu LAZ yang berlokasi di Jalan Brigjend Sudiarto Nomor 39 Salatiga dan berada di bawah organisasi muhammadiyah yaitu Lembaga Amil Zakat

(20)

7

dikumpulkan dari LAZ ini dihimpun dari dana zakat fitrah, zakat mal, infaq

dan shadaqah. Semua program kerja yang dilakukan oleh LAZ ini

menggunakan dana dari pengumpulan zakat fitrah, zakat mal, infaq dan

shadaqah tersebut. Salah satu alokasi dana yang dilakukan oleh LAZ ini

adalah untuk beasiswa pendidikan. Penyusun memilih untuk meneliti di LAZISMU Kota Salatiga karena LAZISMU Kota Salatiga merupakan salah satu LAZ yang dipercaya oleh masyarakat dalam pengelolaan zakat. Selain

itu, dengan mengkaji seluk beluk serta mekanisme pengelolaan dari lembaga pengelola zakat tersebut, mampu memberikan inspirasi kepada kita semua

tentang arti penting zakat khususnya dalam hal pengentasan kemiskinan maupun dalam hal memperbaiki kualitas pendidikan bangsa.

Dari penjelasan yang telah penulis paparkan di atas, penulis tertarik

untuk mengkaji dan menulis skripsi dengan judul “Zakat untuk Beasiswa Pendidikan dalam Tinjauan Hukum Islam (Studi di Lembaga Amil Zakat

Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU) Kota Salatiga).

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari dasar pemikiran yang dimaksudkan dalam latar belakang

masalah diatas, maka muncul rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah konsep penyaluran zakat untuk beasiswa pendidikan yang

dilakukan oleh LAZISMU Kota Salatiga?

(21)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penyusunan skripsi ini adalah:

1. Untuk menjelaskan bagaimanakah konsep pendayagunaan untuk beasiswa pendidikan yang dilakukan oleh LAZISMU Kota Salatiga.

2. Untuk mengetahui bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap pendayagunaan zakat untuk beasiswa pendidikan yang dilakukan oleh LAZISMU Kota Salatiga.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengharapkan agar hasil penelitian ini dapat berguna tidak hanya bagi penulis pribadi tetapi juga dapat berguna bagi

orang lain. Kegunaan penelitian ini dapat dirumuskan dalam dua hal, yaitu: 1. Kegunaan Akademis

Dengan penelitian ini penulis mengharapkan dapat menerapkan teori yang telah penulis dapat dalam perkuliahan serta membandingkan dengan realitas yang ada dalam masyarakat. Dari hasil penelitian ini

diharapkan dapat bermanfaat pula bagi seluruh civitas akademika khususnya Sarjana jurusan ahwal al-syakhsiyyah sebagai bahan informasi

dan bahan penelitian terhadap permasalahan zakat. 2. Kegunaan Praktis

Dari hasil penelitian ini, penulis mengharapkan dapat bermanfaat

bagi masyarakat umum sebagai sosialisasi undang-undang tentang Pengelolaan Zakat, serta diharapkan dapat berguna bagi bahan masukan

(22)

9

sesuai dengan undang-undang serta ketentuan Allah SWT, mengingat selama ini masih banyak masyarakat yang belum begitu paham mengenai

kewajiban menunaikan zakat.

E. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kekeliruan penafsiran dan kesalahpahaman serta pengertian yang simpang siur, maka penulis kemukakan pengertian dan

penegasan judul skripsi ini adalah: Zakat untuk Beasiswa Pendidikan dalam Tinjauan Hukum Islam (Studi di Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU) Kota Salatiga) sebagai berikut:

1. Zakat yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah zakat maal. Meliputi tentang pengertian, pembagian, syarat dan rukun, serta peranan penting

zakat dalam hubungannya dengan dunia pendidikan.

2. Beasiswa Pendidikan: pemberian berupa bantuan keuangan yang diberikan kepada perorangan yang bertujuan untuk digunakan demi keberlangsungan

pendidikan yang ditempuh.

3. Hukum Islam: Yang dimaksud Hukum islam dalam skripsi ini adalah

peraturan- peraturan yang dirumuskan secara rinci, memiliki kekuatan hukum yang tetap serta mengikat bagi siapa saja yang menganutnya, berdasarkan ketentuan Al-Qur’an, Al-Hadits, ijtihad Ulama’.

F. Telaah Pustaka

(23)

Namun demikian, mengenai pendayagunaan zakat untuk beasiswa pendidikan dalam tinjauan hukum Islam, sejauh penelusuran penulis masih jarang

diangkat di dataran penelitian. Beberapa skripsi terdahulu yang membahas tentang pendayagunaan zakat tersebut diantaranya adalah skripsi Binti Husna

Baruya (2006) dengan judul “Aplikasi Sumber dan Penggunaan Dana Zakat,

Infak dan Shadaqah” (Studi pada BAZIS Masjid Jami’ Malang). Penelitian

pada skripsi tersebut menggunakan metode kualitatif. Dari penelitian tersebut

disimpulkan bahwa dalam mengumpulkan dana masih bersifat pasif, penyaluran dana masih bersifat konsumtif, dana yang terkumpul tidak

diproduktifkan, minimnya SDM, kurang aktifnya pengurus zakat dan tidak ada biaya operasional.

Penelitian yang saya temukan adalah skripsi yang disusun oleh Arif

Maslah, mahasiswa jurusan Syari’ah program studi akhwal Asy Syakhsiyah

Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga angkatan tahun 2012

yang berjudul “Pengelolaan Zakat secara Produktif sebagai upaya pengentasan

kemiskinan (Studi Kasus Pengelolaan Pendistribusian Zakat oleh BAZIS di

Tarukan, Candi, Bandungan, Semarang”).

Kemudian skripsi karya M. Waluyo Hadi, mahasiswa Jurusan Syariah Universitas Sunan Kalijaga Yogyakarta angkatan tahun 2012 yang berjudul

“Sistem Pengelolaan Zakat “YAUMY” (Yayasan Amal dan Usaha Muslim

Yogyakarta) sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan. Dalam skripsi tersebut dijelaskan tentang pendayagunaan harta zakat oleh YAUMY yang bersifat

(24)

11

Dan juga skripsi yang disusun oleh Ulin Nuha yang berjudul

“Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif (Kajian terhadap pasal 16 ayat

(2) UU No.38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat). Dalam skripsinya, ia memfokuskan bahasannya tentang bagaimana sistem penentuan mustahiq,

bagaimana pengelolaan zakat dan bagaimana pendayagunaan zakat untuk usaha produktif dalam pasal 16 ayat (2) UU No. 38 tahun 1999 dalam tinjauan hukum Islam.

Jadi jelas belum ada satupun skripsi yang menyangkut topik tentang pendayagunaan zakat untuk beasiswa pendidikan. Oleh karena itu, penyusun

tertarik untuk menjadikannya sebagai obyek penelitian skripsi ini.

G. Metode Penelitian

Untuk mempermudah menganalisis data-data yang diperoleh, maka

disini diperlukan beberapa metode yang dipandang relevan dalam penyusunan skripsi. Adapun metode yang akan digunakan adalah:

1. Jenis Penelitian

Dalam pembahasan skripsi ini, jenis penelitian yang penyusun

gunakan adalah penggabungan antara penelitian lapangan (field research) sebagai sumber data primer dan penelitian kepustakaan (library research) sebagai sumber data sekunder yang bersumber dari bahan pustaka. Sumber

data primer atau data dasar adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber data pertama melalui wawancara di tempat penelitian.

(25)

sekunder juga merupakan bahan pustaka yang memberikan penjelasan tafsiran mengenai sumber primer, seperti hasil penelitian sebagai literatur

dan media massa, yang meliputi dokumen, literatur, buku-buku, majalah, koran dan buletin yang berhubungan dengan zakat. (Soerjono, 1981: 52).

2. Pendekatan

Dalam skripsi ini, penyusunan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa

yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2006: 6). 3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dimulai dengan melakukan penelitian dan mencari data

di LAZISMU Kota Salatiga yang beralamat kantor di Jalan Brigjend Sudiarto Nomor 39 Salatiga 50714, telp. (0298) 313552.

4. Prosedur Pengumpulan Data

Dalam menyusun skripsi ini, data dikumpulkan dengan cara sebagai berikut :

a. Wawancara

Wawancara adalah pengumpulan data yang dilakukan melalui

(26)

13

Dalam metode ini, penyusun membuat sejumlah pertanyaan-petanyaan secara terstruktur yang memerlukan jawaban, baik secara

lisan maupun tertulis dari seorang informan atau responden serta pengelola dan penerima zakat tersebut. Dalam penyusunan skripsi ini,

penyusun mengajukan pertanyaan secara lisan dan tulisan kepada pihak-pihak yang terlibat, seperti Ketua Pimpinan Muhammadiyah Kota Salatiga periode tahun 2010-2015 dan juga kepada Bendahara I selaku

Pembina Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZISMU) Kota Salatiga periode tahun 2010-2015.

b. Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah,

prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2002: 206).

Dalam hal ini dokumen yang diteliti adalah dokumen tentang sejarah, profil, struktur organisasi, visi misi, program kerja, data laporan keuangan, data laporan kegiatan, daftar mustahiq, daftar muzakki

LAZISMU Kota Salatiga, dan sebagainya. Bentuk dokumentasi yang ada berupa buku-buku, brosur, notulen rapat kerja tahun 2012, dan

lain-lain.

5. Metode Analisis Data

Analisa data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data

(27)

tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 2006: 280).

Tahap analisa data merupakan tahap yang penting dan menentukan. Pada tahap ini, data dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sampai

berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam penelitian. (Koentjaraningrat, 1991: 269).

Untuk mencapai hasil akhir penelitian, maka setelah data-data diperoleh dengan beberapa metode yaitu wawancara dan dokumentasi,

maka untuk menganalisa data yang terhimpun dalam penelitian ini, penyusun menggunakan teknik analisa deskriptif dan analisa kualitatif. Teknik analisa deskriptif dilakukan dengan mendeskripsikan realita

fenomena sebagaimana apa adanya terpisah dari perspektif subyektif. (Noeng Muhajir, 1997: 102).

Sedangkan analisa kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan

pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2006: 248). Dari analisis tersebut kemudian akan

ditarik kesimpulan yang pada dasarnya merupakan jawaban atas permasalahan.

(28)

15

Secara global skripsi ini terdiri dari lima bab pembahasan yang saling terkait antara satu variabel dengan variabel lainnya guna memberikan

gambaran secara sistematis dan mendalam.

Bab pertama, merupakan pendahuluan yang membahas tentang latar

belakang masalah yang dijadikan dasar dalam merumuskan pokok masalah, kemudian dilanjutkan dengan tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, telaah pustaka sebagai bahan referensi serta metode penelitian dan

diakhiri dengan sistematika penulisan.

Bab kedua merupakan kajian pustaka yang membahas tentang

Pengertian zakat dalam perspektif fiqh, Landasan hukum Zakat, Syarat dan Rukun Zakat, Jenis-jenis Zakat, Sumber-sumber Zakat menurut Al Quran dan Hadits, Sumber-sumber Zakat dalam Perekonomian Modern, Golongan yang

berhak menerima Zakat, Golongan yang tidak berhak menerima zakat, Hikmah dan manfaat zakat. Berikut konsep tentang penyaluran zakat untuk

beasiswa pendidikan, Pengertian zakat produktif dan konsumtif beasiswa pendidikan secara umum ditinjau dari landasan Al Quran dan Hadist, dengan pendapat para Ulama dan juga Fatwa MUI. Serta pengertian tentang Lembaga

Amil Zakat (LAZ) menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

Bab ketiga, membahas tentang gambaran umum LAZISMU Kota Salatiga, latar belakang munculnya program pemberian zakat untuk beasiswa pendidikan oleh LAZISMU Kota Salatiga, Visi dan Misi, Produk dan Layanan

(29)

produk dan aplikasi pengelolaan zakat, syarat dan prosedur penerimaan dan pengelolaan zakat, prosentase alokasi dana zakat serta mekanisme penyaluran

zakat untuk beasiswa pendidikan, cara membayar zakat di LAZISMU Kota Salatiga, serta data muzakki dan mustahiq yang dimiliki LAZISMU Kota

Salatiga. Berikut prospek muzakki dan mustahiq tentang program pemberian zakat untuk beasiswa pendidikan.

Bab keempat, merupakan analisis terhadap hasil dari penelitian tentang

penyaluran zakat untuk beasiswa pendidikan meliputi prosedur penghimpunan, mekanisme pendistribusian dan pengawasan pendayagunaan

zakat oleh LAZISMU Kota Salatiga, yang kemudian dianalisis dalam tinjauan hukum Islam.

Bab kelima, merupakan bagian akhir sekaligus penutup yang meliputi

(30)

17 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A.Zakat Dalam Perspektif Fiqh

1. Pengertian Zakat dan Hal-hal yang Berhubungan dengan Zakat

Dari segi bahasa, zakat berarti nama‟ = kesuburan, thaharah = kesucian, barakah = keberkahan dan berarti juga tazkiyah, tathhier = mensucikan. Syara’ memakai kata tersebut untuk kedua arti ini. Pertama,

dengan zakat diharapkan akan mendatangkan kesuburan pahala. Karenanya

dinamakanlah “harta yang dikeluarkan itu”, dengan zakat. Kedua, zakat itu

merupakan suatu kenyataan jiwa suci dari kikir dan dosa. (Ash-Shiddieqy, 1999: 3).

Menurut istilah, zakat adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan

oleh Allah SWT untuk diberikan kepada para mustahiq (kelompok yang berhak) yang disebutkan dalam Al Quran. (Munir dan Djalaluddin, 2006:

152).

Zakat menurut M. Abdul manan (1997: 256) adalah poros dan pusat keuangan Negara Islam. Zakat meliputi bidang moral, sosial, dan ekonomi.

Dalam bidang moral, zakat mengikis habis ketamakan dan keserakahan si kaya. Dalam bidang sosial, zakat bertindak sebagai alat khas yang diberikan

Islam untuk menghapuskan kemiskinan dari masyarakat dengan menyadarkan si kaya akan tanggung jawab sosial yang mereka miliki. Dalam bidang ekonomi, zakat mencegah penumpukan kekayaan untuk

(31)

para pemiliknya. Ia merupakan sumbangan wajib kaum muslimin untuk perbendaharaan Negara.

Zakat sebagai salah satu kewajiban seorang mukmin yang telah ditentukan oleh Allah SWT yang mempunyai hikmah seperti halnya

kewajiban yang lain. Diantara hikmah tersebut tercermin dari urgensinya yang dapat memperbaiki kondisi masyarakat, baik dari aspek moril maupun materiil, dimana zakat dapat menyatukan anggotanya bagaikan sebuah

batang tubuh, disamping juga dapat membersihkan jiwa dari sifat kikir sekaligus merupakan benteng pengaman dalam ekonomi Islam yang dapat

menjamin kelanjutan dan kestabilannya. (Fahruddin, 2008: 23).

Dari berbagai sumber menyebutkan, banyak istilah-istilah lain yang disebutkan di dalam Al Quran dan memiliki kaitan yang sangat kuat dengan

istilah zakat. Zakat disebut juga infak, sebagaimana dinyatakan dalam Al Quran surat At Taubah ayat 34:

“…….dan tidak menafkahkannya (menginfakkan) pada jalan Allah,

maka beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka akan mendapat siksa

yang pedih”

Dari penggalan ayat tersebut, disebut infak karena pada hakikatnya zakat adalah penyerahan harta untuk kebajikan-kebajikan yang

diperintahkan Allah SWT. Zakat disebut juga sebagai sedekah karena memang salah satu tujuan utama zakat adalah mendekatkan diti (taqarrub)

(32)

19

Zakat disebut pula sebagai hak, sebab esensi zakat merupakan ketetapan yang bersifat pasti dari Allah SWT yang harus diberikan kepada

mereka yang berhak menerimanya (mustahiq). (Hafidhuddin, 2002: 9). Menurut Malik Ar-Rahman (2003: 2), dinamakan zakat karena dapat

mengembangkan harta yang telah dikeluarkan zakatnya dan menjauhkan dari segala kerusakan. Dari aspek ibadah adalah sebuah bentuk

penghambaan manusia kepada Allah SWT. Dari aspek syara’, berarti sebuah

aturan yang mengharuskan mengeluarkan sebagian harta yang telah diwajibkan Allah SWT dengan kadar tertentu, atas harta tertentu, yang

diberikan kepada golongan tertentu pula.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh KH. Masdar F. Mas’udi (1991:

158), dalam ajaran zakat terdapat dua komponen penting yaitu: pertama,

ajaran yang berkenaan dengan pemungutan biaya publik oleh otoritas Negara yang berkemampuan, yang disebut pajak. Kedua, ajaran yang

berkenaan dengan pembelanjaan (tasharruf) biaya publik untuk tujuan redistribusi kesejahteraan., khususnya bagi yang lemah dan biaya kemaslahatan umum (sabilillah) bagi semua. Semangat zakat yang

ditegaskan dalam hal ini adalah beribadah untuk kemaslahatan bersama. Jadi zakat merupakan suatu harta yang dikeluarkan oleh seseorang

yang telah dikenakan kewajiban untuk mengeluarkannya kepada orang tertentu (8 asnaf) karena perintah Allah SWT yakni sebagai rasa syukur atas nikmat Allah SWT yang telah diberikan kepadanya sehingga harta yang ia

(33)

mengeluarkan zakat maka orang tersebut akan terhindar dari sifat kikir/bakhil dan andil dalam menutup kesenjangan sosial antara sikaya

dansimiskin dalam masyarakat sehingga terciptalah masyarakat yang damai penuh persaudaraan.

Jika dihubungkan dengan bahasan yang akan di kupas oleh penulis, maka zakat yang dimaksud adalah zakat mal. Selain kata zakat ada juga kata lain yang dipergunakan dalam Al- Qur'an, yaitu shadaqah dan infak. Zakat

dan Shadaqah sebenarnya dua istilah yang saling mengisi, karena zakat itu sering disebut shadaqah dan sebaliknya kata shadaqah sering bermakna

zakat. Termasuk juga istilah Infaq. Jadi istilah Zakat, Infaq dan Shadaqah memang istilah yang berbeda penyebutannya namun pada hakikatnya memiliki makna yang kurang lebih sama. Terutama yang paling sering

adalah antara istilah zakat dan shadaqah. a. Makna Shadaqah

Shadaqah atau sedekah adalah pemberian yang bersifat sukarela (berbeda dengan zakat yang bersifat wajib) yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain untuk orang orang yang membutuhkan

khususnya fakir miskin. (Daud Ali, 2002: 23)

Sedekah itu tidak terbatas pada pemberian yang bersifat material

(34)

21

b. Makna Infaq

Infaq (mengeluarkan dan membelanjakan) harta dijalan Allah ialah

mengeluarkan sebagian harta untuk kemaslahatan umum, baik mengenai urusan keduniaan maupun menganai urusan keakhiratan.( Ibnu

Daqiq,Thalib, 2001: 125 ) Infaq ada yangwajib dan ada yang sunnah. Infaq wajib diantaranya adalah Zakat, Kafarat, Nadzar dan lain-lain. Infaq sunnah diantaranya, infaq kepada fakir miskinsesama muslim,

infaq bencana alam, infaq kemanusiaan dan lain-lain. c. Beda Zakat, Infak dan Shadaqah

Hal yang membedakan makna Shadaqah dengan Zakat hanyalah masalah 'Urf atau kebiasaan yang berkembang dimasyarakat. Sebenarnya ini adalah semacam penyimpangan makna dan jadilah pada hari ini kita

menyebut kata shadaqah untuk yang bersifat shadaqah sunnah/tathawwu'. Sedangkan kata zakat untuk yang bersifat wajib. Padahal ketika

al-Qur'an turun, kedua kata ini bermakna sama. Hal yang sama terjadi pad kata infaq yang juga sering disebutkan dalam Al-Qur'an, dimana secara kata infaq ini bermakna lebih luas lagi. Karena termasuk didalamnya

adalah memberi nafkah anak yatim dan lainlain. Dan secara 'urf, infaq pun sering dikonotasikan dengan sumbangan sunnah.

2. Landasan Hukum Zakat

Zakat adalah rukun Islam yang ketiga setelah syahadat dan sholat. Di dalam Al Quran, seringkali ayat-ayat yang menunjukkan kewajiban berzakat

(35)

dalam ajaran Islam, seorang muslim bila telah menunaikan ibadah secara vertical kepada Allah SWT (hablum minallah), maka ia juga harus

memperbaiki hubungannya secara horizontal kepada sesama makhluk Allah SWT yang lainnya (hablum minannas), sehingga terciptalah sebuah

keseimbangan dalam jiwa manusia maupun kaitannya dengan lingkungan sekitarnya. (Ali, 1988: 29).

Ayat yang mengenai perintah menunaikan zakat tersebut, terdapat

dalam Al Quran surat Al Baqarah (2) ayat 43 berbunyi :

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta

orang-orang yang rukuk”.

Dalam Al Quran surat Al Maidah (5) yat 55 yang berbunyi :

“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, RasulNya dan

orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat

seraya mereka tunduk (kepada Allah)”.

Menurut Syekh Muhammad Abid As-Sindi (2006: 517), adapun perintah mengenai kewajiban zakat, terdapat dalam sebuah hadis yang

(36)

23

berkata kepada sahabat Mu’adz, ketika beliau mengangkatnya menjadi

utusan :

“Jika mereka (kaum Yaman) menantimu (Mu’adz), beritahukan

kepada mereka, bahwa telah diwajibkan atas mereka untuk bersedekah (zakat) yang diambil dari para hartawan dan diberikan kepada

orang-orang miskin diantara mereka”

3. Syarat dan Rukun Zakat

Rukun zakat dalam hal ini adalah mengeluarkan sebagian dari Nishob

(harta) dengan melepaskan kepemilikan terhadap harta tersebut. Dengan melepaskan kepemilikan terhadapnya, menjadikannya sebagai milik orang

fakir dan menyerahkannya kepadanya atau diserahkan kepada wakilnya yaitu imam atau orang yang bertugas untuk memungut zakat. Adapun mengenai syarat, para Ulama membaginya dalam dua kategori. Pertama,

persyaratan seseorang diwajibkan untuk berzakat. Kedua, meliputi persyaratan harta yang wajib dikeluarkan zakatnya.

a. Syarat seseorang yang diwajibkan berzakat 1) Merdeka

Menurut kesepakatan Ulama, zakat tidak diwajibkan atas

seseorang yang tidak merdeka. Dalam hal ini adalah atas hamba sahaya, sebab dia tidak mempunyai hak milik atas harta yang

dimilikinya. Sehingga, tuan dari hamba sahaya tersebut yang kemudian diwajibkan membayar zakatnya. Baik atas harta pribadinya sendiri, maupun atas harta kepemilikan atas hamba sahayanya

(37)

Menurut ijma’ ulama, zakat tidak diwajibkan atas orang kafir,

karena zakat merupakan ibadah mahdah yang suci. Sedangkan orang

kafir bukanlah orang yang suci. Madzhab Syafii berbeda pendapat dari pendapat madzhab yang lainnya. Madzhab ini mewajibkan orang

murtad untuk mengeluarkan zakat atas hartanya sebelum masa riddahnya, yakni harta yang dimiliki ketika dia masih menjadi seorang muslim. Berbeda pula dengan pendapat Abu Hanifah, beliau

berpendapat bahwa riddah tetap saja menggugurkan kewajiban zakat. 3) Baligh dan berakal

Menurut Madzhab Hanafi, hal tersebut dipandang sebagai syarat wajib zakat. Sehingga, pada harta anak kecil dan orang gila tidak wajib untuk diambil zakatnya. Sebab, keduanya tidak termasuk pula

dalam ketentuan orang yang wajib mengerjakan ibadah seperti kewajiban atas mengerjakan sholat dan puasa. Sedangkan menurut

jumhur ulama, keduanya bukan merupakan syarat. Sehingga, zakat yang tetap wajib dikeluarkan dari harta anak kecil dan orang gila melalui seorang wali (orang yang mengasuhnya). (Al-Zuhayly, 1997:

21)

b. Syarat harta yang wajib dikenakan zakat

1) Harta tersebut harus didapatkan dengan cara yang baik dan halal Artinya, harta yang haram baik secara substansi bendanya maupun cara mendapatkannya, jelas tidak dapat dikenakan kewajiban

(38)

25

Bukhori, terdapat satu bab yang menguraikan bahwa zakat tidak akan diterima dari harta yang ghulul (harta yang didapatkan dari cara

menipu) dan tidak akan pula diterima kecuali dari usaha yang halal dan bersih. (Hafidhuddin, 2002: 21)

2) Harta tersebut berkembang dan berpotensi untuk dikembangkan

Artinya harta tersebut harus merupakan harta yang dapat berkembang atau bertambah apabila diusahakan atau mempunyai

potensi untuk berkembang. Disebut juga dengan istilah harta produktif

(Al-nama’) seperti melalui kegiatan usaha, perdagangan, melalui

pembelian saham atau ditabungkan baik secara pribadi maupun

bersama pihak lain. (Qardawi, 1993: 138) 3) Harta tersebut telah mencapai Nishab

Nishab adalah batasan antara apakah kekayaan itu wajib zakat atau tidak. Jika harta yang dimiliki seseorang telah mencapai nishab, maka kekayaan tersebut wajib zakat, jika belum mencapai nishab,

maka tidak wajib zakat. Batasan nishab itu sendiri antara sumber zakat yang satu dengan sumber zakat yang lainnya berbeda satu sama lain.

Seperti nishab zakat pertanian adalah lima wasaq, nishab zakat emas dua puluh dinar, nishab zakat perak dua ratus dirham, nishab zakat perdagangan dua puluh dinar dan sebagainya. Artinya adalah harta

(39)

sedangkan untuk harta yang belum mencapai nishab terbebas dari zakat dan dianjurkan mengeluarkan infaq serta shadaqah. (Husnan,

1996: 38)

4) Harta tersebut telah mencapai Haul (berlalu satu tahun)

Salah satu syarat kekayaan wajib zakat adalah haul, yaitu kekayaan yang dimiliki seseorang sudah mencapai satu tahun hijriyah, maka wajib baginya mengeluarkan zakat apabila syarat-syarat yang

lainnya telah terpenuhi. Syarat haul ini tidak mutlak, karena ada beberapa sumber zakat seperti zakat pertanian dan zakat rikaz tidak

harus memenuhi syarat haul satu tahun. Untuk zakat pertanian, dikeluarkan zakatnya setiap kali panen, sedangkan zakat rikaz dikeluarkan zakatnya ketika mendapatkannya. Adapun

sumber-sumber zakat yang harus memenuhi syarat haul yaitu seperti zakat emas dan perak, perdagangan dan peternakan. Namun menurut

sebagian sebagian ulama, sumber-sumber zakat yang telah disebutkan diataspun tidak mutlak harus mencapai haul. Menurut mereka, jika sumber zakat tersebut telah mencapai nishab, maka boleh dikeluarkan

zakatnya meskipun belum mencapai haul. (Qardawi, 1993: 155) 5) Harta tersebut telah lebih dari mencukupi kebutuhan pokok

Yang dimaksud kebutuhan pokok adalah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi, akan mengakibatkan kerusakan dan kemelaratan dalam hidup. Para ulama, khususnya para ulama madzhab Hanafi

(40)

27

karena biasanya orang yang mempunyai kelebihan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya, maka orang tersebut dianggap mampu dan kaya.

Kebutuhan pokok yang dimaksud meliputi, makanan, pakaian, tempat tinggal, kesehatan dan pendidikan. (Hafidhuddin, 2002: 26)

6) Milik Penuh

Harta seseorang yang akan dikeluarkan zakatnya haruslah murni harta pribadi dan tidak bercampur dengan harta milik orang lain. Jika

harta tersebut bercampur dengan harta milik orang lain, maka harus dikeluarkan terlebih dahulu harta milik orang lain tersebut. Jika setelah dikeluarkan dan dipisahkan dari harta milik orang lain,

kemudian harta kita masih diatas nishab, maka wajib zakat. Dan sebaliknya, jika kemudian harta kita tidak mencapai nishab, maka

tidak wajib mengeluarkan zakat. Selain itu, harta tersebut harus dapat diambil manfaatnya secara penuh serta didapatkan melalui proses pemilikan yang halal, seperti: usaha, warisan, pemberian negara atau

orang lain serta cara-cara lain yang sah. (Husnan, 1996: 38)

4. Jenis-jenis Zakat a. Zakat Fitrah/Fitri

Menurut Rofiq (2004: 304), zakat fitrah disebut juga zakat badan, zakat puasa, zakat Ramadhan dan zakat fitri. Karena, masa untuk

(41)

Raya Idul Fitri. Zakat fitrah adalah sebagai penyuci orang yang berpuasa dan mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar. Adapun

besarnya zakat fitrah pada umumnya adalah dengan mengeluarkan 2,5 kg dari makanan pokok (yang senilai).

Sedangkan makanan yang wajib dikeluarkan, yang disebutkan dalam hadist adalah tepung, terigu, gandum, zahib (anggur) dan aqith (semacam keju). Untuk daerah/negara yang makanan pokoknya selain

lima jenis makanan diatas, madzhab Maliki dan Syafi’i membolehkan membayar zakat dengan makanan pokok yang lain. Adapun madzhab

Hanafi, pembayaran zakat fitrah dapat dilakukan dengan membayarkan harganya dari makanan pokok yang dimakan. Orang yang wajib membayar zakat fitrah adalah semua muslim tanpa membedakan laki-laki

dan perempuan, bayi, anak-anak dan dewasa, kaya atau miskin (yang mempunyai makanan pokok lebih dari sehari).

Adapun syarat-syarat zakat fitrah adalah:

1) Orang yang berzakat haruslah seorang muslim.

Tidak wajib bagi orang kafir, namun bagi kerabatnya yang memeluk

agama Islam, maka wajib mengeluarkan zakat.

2) Waktu untuk membayar zakat fitrah menurut jumhur ulama adalah

ditandai dengan tenggelamnya matahari. Apabila seseorang meninggal dunia ketika matahari terbenam pada akhir bulan Ramadhan, maka dia masih diwajibkan membayar zakat fitrah sebab ia masih hidup ketika

(42)

29

terbenam matahari pada akhir bulan Ramadhan, maka tidak wajib zakat fitrah. Mmembayar zakat fitrah dibolehkan sejak awal bulan

Ramadhan, tetapi disunahkan sebelum Sholat Ied.

3) Mempunyai kelebihan harta dari kebutuhan pokok untuk dirinya dan

keluarga pada hari dirayakannya Idul Fitri oleh seluruh umat muslim, sehingga ia dapat merayakannya pula.

Bagi seseorang yang tidak berpuasa Ramadhan karena udzur

tetentu yang dibolehkan oleh syariat (seperti sakit, sudah sepuh, dll) dan mempunyai kewajiban membayar fidyah, maka pembayaran

fidyah sesuai dengan lamanya seseorang tidak berpuasa. Pembayaran fidyah juga sesuai dengan jumlah hari tidak puasa dikalikan dengan biaya makan sehari-hari. (Syafe’i, 2006: 22).

b. Zakat Mal

Pengertian zakat mal menurut terminologi bahasa (lughat), harta

adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk memiliki, memanfaatkan dan menyimpannya. Sedangkan menurut

terminologi syariah (istilah syara’), harta adalah segala sesuatu yang

dapat dimiliki (dikuasai) dan dapat digunakan (dimanfaatkan) menurut ghalibnya (lazim).

(43)

sesuai dengan fungsi dan kegunaannya. Misalnya rumah, mobil, ternak, hasil pertanian, uang, emas, perak, dll. (Rasyid, 2003: 28).

5. Sumber-sumber zakat menurut Al Quran dan Hadits

Pembagian jenis harta secara umum sebagaimana dikemukakan secara

terperinci dalam Al Quran dan Hadits pada dasarnya meliputi lima jenis harta, yaitu:

a. Zakat Nuqud

Menurut Al-Ghizzi (1995: 129), dalam istilah lain, zakat nuqud

disebut juga sebagai atsmaan (harta berharga) adalah harta yang terdiri dari emas, perak dan uang baik yang telah dicetak maupun yang belum. Untuk nishab zakat emas adalah 20 mitsqal atau 20 dirham, sama dengan

nilai 85 gram emas. Sedangkan untuk nishab zakat perak adalah 200 dirham, sama dengan nilai 595 gram perak. Adapun syarat atas zakat

tersebut adalah:

1) Orang yang hendak berzakat haruslah beragama Islam 2) Merdeka (bukan budak)

3) Harta tersebut merupakan milik sempurna 4) Telah mencapai nishab

5) Telah dimiliki selama satu tahun (haul)

(44)

31

itu telah dibeli lagi, maka perhitungan satu tahun tersebut dimulai lagi. Sebab, telah terputusnya nishab atau hilangnya kepemilikan.

b. Zakat Perdagangan (perniagaan)

Yang dimaksud harta perniagaan adalah setiap barang yang

diperjualbelikan dengan maksud mencari keuntungan. Adapun syarat kewajiban zakat pada perdagangan adalah:

1) Niat berdagang atau niat memperjualbelikan komoditas tertentu

2) Telah dimiliki selama satu tahun

3) Mencapai nishab, yaitu sama dengan nishab dari zakat emas dan perak

c. Zakat hasil pertanian

Yang dimaksud hasil pertanian meliputi tanaman dan buah-buahan yang telah memenuhi persyaratan wajib zakat. Dalam penjelasan lain,

zakat ini hanya meliputi komoditi buah kurma dan buah anggur. Namun dalam prakteknya, zakat ini meliputi komoditi pertanian apapun yang

menjadi pertanian pokok oleh suatu daerah. Mengenai nishab zakat pertanian, dibagi dalam dua kategori, yaitu:

1) Bila dalam mengelolanya membutuhkan biaya tambahan (pengairan),

maka besaran zakatnya lebih kecil yaitu 5%.

2) Bila tanpa biaya tambahan, maka besaran zakatnya lebih besar yaitu

10% dari penghasilan bersih panen pertanian. d. Zakat hewan ternak

Para ulama sepakat mengenai zakat hewan ternak meliputi tiga

(45)

tersebut, beberapa ulama berselisih pendapat mengenai hewan kuda. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa kuda dikenai wajib zakat.

Sedangkan menurut Imam Syafi’i dan Maliki tidak mewajibkan, kecuali

bila kuda itu diperjualbelikan.

Mengenai nishab ketiga jenis hewan ternak tersebut, yaitu:

1) Nishab Unta, adalah kepemilikan 5 ekor unta, dalam satu tahun, kadar

zakatnya adalah 1 ekor kambing yang berumur 2 tahun atau lebih.

2) Nishab Sapi, adalah kepemilikan 30 ekor sapi, dalam satu tahun, kadar

zakatnya adalah 1 ekor anak sapi atau kerbau yang berumur 2 tahun

lebih.

3) Nishab kambing, adalah kepemilikan 40 ekor kambing, dalam satu

tahun, kadar zakatnya adalah 1 ekor kambing betina biasa umur 2

tahun lebih atau 1 ekor kambing domba betina umur 1 tahun lebih. e. Zakat Rikaz (barang temuan) dan barang tambang

Mengenai nishab zakatnya adalah 93,6 gram emas dengan prosentase zakat sebesar 20% dikeluarkan pada saat ditemukan. (Zuhdi, 1992: 254).

Sedangkan menurut Ibnul Qayyim al Jauziyyah, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya hanyalah meliputi empat jenis harta. Yaitu, harta

perdagangan, hasil pertanian (tanam-tanaman, buah-buahan), hewan ternak dan barang berharga (emas dan perak). Hal ini disebabkan karena keempat jenis harta itulah yang paling banyak beredar di kalangan

(46)

33

6. Sumber-sumber zakat dalam perekonomian modern a. Zakat Profesi

Menurut Qardhawi (2007: 74), yang dimaksud dengan profesi

adalah penghasilan atau pendapatan yang diusahakan melalui keahliannya. Baik keahlian yang dilakukan secara sendiri (dokter, arsitek,

pengacara hukum, penjahit, dll) maupun secara bersama-sama (pegawai baik dalam pemerintahan maupun swasta) dengan menggunakan sistem upah atau gaji.

Adapun mengenai waktu mengeluarkan zakatnya adalah pada saat menerimanya, besaran nishabnya adalah setara dengan nilai 250 kg beras,

dengan kadar zakat 2,5% dari penghasilan bersihnya. Karena analogi tersebut diambil dari zakat pertanian, maka tidak ada ketentuan haul yang

didasari dengan urf (kebiasaan) suatu negara. Karenanya, bila profesi yang menghasilkan pendapatan setiap hari, maka zakatnya dikeluarkan setiap satu bulan sekali.

b. Zakat perusahaan

Perlu diketahui, pada saat ini hamper sebagian besar perusahaan

dikelola secara bersama dalam sebuah kelembagaan dan organisasi dengan manajemen yang modern. Sehingga, sector zakat tersebut meliputi bentuk usaha PT, CV atau Koperasi. Saat ini

komoditas-komoditas yang dikelola perusahaan tidak terbatas, melainkan merambah dalam wilayah luas, bahkan meliputi komoditi antar negara dalam bentuk

(47)

Setidaknya, alasan diwajibkan zakat atas perusahaan tersebut haruslah memenuhi tiga hal besar, yaitu:

1) Perusahaan tersebut haruslah mengelola atau menghasilkan produk yang halal dan dimiliki oleh orang-orang yang beragama Islam. Atau

bila kepemilikan oleh bermacam-macam agama, maka berdasarkan kepemilikan sahamnya dikuasai oleh orang Islam.

2) Merupakan perusahaan yang bergerak dalam sector jasa, seperti

perusahaan di bidang akuntansi public dan sebagainya.

3) Perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, seperti lembaga

keuangan baik bank maupun nonbank (asuransi, reksadana, money

changer, dll).

Untuk nishab zakatnya, dianalogikan seperti halnya zakat

perdagangan yaitu senilai 85 gram emas dan telah memenuhi haul. Sedangkan untuk kadar atau besaran zakatnya adalah 2,5% dari laba

bersih perusahaan tersebut.

c. Zakat atas kepemilikan surat berharga 1) Zakat Saham

Pendapat Qardhawi, (2007: 76), mengenai kewajiban berzakat atas kepemilikan saham tersebut adalah:

Pertama, apabila kepemilikan atas perusahaan jasa murni,

artinya tidak melakukan kegiatan perdagangan. Maka sahamnya tidak wajib dizakati, seperti hotel, biro perjalanan atau jasa angkutan.

(48)

35

dan sarana. Sedangkan keuntungan perusahaan tersebut kembali pada harta pemilik saham.

Kedua, jika perusahaan tersebut merupakan dagang murni.

Artinya yang membeli dan menjual barang-barang, tanpa adanya

pengelolaan seperti perdagangan komoditi ekspor impor, maka wajib dikeluarkan zakatnya.

Dalam penentuan nishabnya, dianalogikan seperti zakat

perdagangan, yaitu senilai 85 gram emas dengan kadar 2,5% dan telah memenuhi haul.

2) Zakat Obligasi

Obligasi adalah perjanjian tertulis dari bank, perusahaan, atau pemerintah kepada pemegangnya untuk melunasi sejumlah pinjaman

dalam masa tertentu.

Kalau pemegang saham suatu perusahaan turut memiliki

perusahaan tersebut (mudharabah) dan nilai kurs saham bisa naik turun. Pada obligasi, seseorang hanyalah sebagai pemberi pinjaman kepada pihak yang mengeluarkan surat obligasi dengan diberi Bungan

tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula. Mengenai waktu jatuh tempo wajibnya seseorang mengeluarkan zakatnya adalah ketika surat

obligasi tersebut telah dicairkan nominal uangnya dengan kadar zakat sebesar 2,5%. (Qardhawi, 2007: 80).

(49)

Zakat tersebut akan disalurkan atau diberikan kepada orang yang berhak menerimanya (mustahiq) yang terdiri dari delapan golongan (ashnaf)

seperti yang dijelaskan dalam Al Quran Surat At-Taubah ayat 60, yang

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,

orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, serta untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.

Ayat tersebut menunjukkan bahwa yang berhak menerima zakat

adalah delapan golongan manusia. Adapun delapan golongan tersebut, akan diuraikan dalam pembahasan berikut:

berpendapat bahwa fakir adalah orang yang tidak memiliki nishab zakat. (Al-Zuhayly, 1997: 280).

(50)

37

Miskin atau al-masakin adalah bentuk jamak dari al-miskin, yaitu orang yang memiliki pekerjaan tetapi penghasilannya tidak dapat

memenuhi kebutuhan sehari-hari (sandang, pangan, papan). Orang miskin bisa dikatakan sebagai orang yang memiliki kekayaan dan

pekerjaan yang tidak mencukupi kebutuhan standar.

Menurut Imam Syafi’I, orang fakir dan miskin diberikan sejumlah

yang dapat mencukupinya sepanjang hidupnya. Sedangkan menurut

Imam Maliki dan Imam Hambali, orang fakir dan miskin diberikan sejumlah yang dapat mencukupinya selama satu tahun.

Bentuk kecukupan sepanjang hidup dapat berupa alat kerja, modal dagang, bangunan atau sarana-sarana lainnya.

c. Amil atau Panitia Zakat

Yaitu orang-orang yang bertugas mengambil zakat dari para

muzakki dan mendistribusikan kepada para mustahiq, yang diangkat oleh

pemerintah atau masyarakat. Amil ini berhak mendapat bagian dari zakat itu, sebagai imbalan jasa dari tugas mereka, walaupun mereka termasuk dalam kategori orang kaya. Amil berhak mendapatkan bagian maksimal

satu perdelapan atau 12,5 %, dengan catatan bahwa petugas zakat ini memang melakukan tugas-tugas keamilan dengan sebaik-baiknya. Oleh

sebab itu, maka bagian dari amil ini tidak disamakan jumlahnya dengan bagian lainnya, maka amil ini diberikan bagian bukan karena kebutuhannya. Seiring dengan berkembangnya zaman, hal ini kemudian

(51)

LAZIS, BAZ, dan sebagainya yang mempunyai fungsi tugas pokok diantaranya:

1) Pengontrol kebijakan dan aparat pemungut zakat 2) Pencatat administrasi zakat

3) Segenap kelengkapan teknis yang bekerja untuk kesejahteraan rakyat dengan dana dari zakat. (Ghafur, 2007: 157).

d. Muallaf

Adalah orang-orang yang sedang dilunakkan hatinya untuk memeluk Islam atau menguatkan Islamnya atau untuk mencegah

keburukan sikapnya terhadap kaum muslimin atau mengharapkan dukungannya terhadap kaum muslimin.

Diperbolehkan juga di zaman sekarang ini memberikan zakat

kepada para muallaf bagi mereka yang telah masuk Islam untuk memotivasi mereka, atau kepada sebagian organisasi tertentu untuk

memberikan dukungan terhadap kaum muslimin. Juga dapat diberikan kepada sebagian penduduk muslim yang miskin yang sedang melawan musuh-musuh Islam.

e. Budak (Riqab)

Adalah bentuk jamak dari kata raqabah. Disebut juga dengan

istilah hamba sahaya, karena tidak jarang berasal dari para tawanan perang. Zakat diperkenankan pula untuk membantu para budak mukatab, yaitu budak yang sedang menyicil pembayaran sejumlah tertentu untuk

(52)

39

Pada zaman sekarang ini, sejak penghapusan sistem perbudakan di dunia, mereka sudah tidak ada lagi. Tetapi menurut madzhab Maliki dan

Hambali, pembebasan tawanan muslim dari tangan musuh dengan uang zakat termasuk dalam bab perbudakan. Atau dengan istilah lain lain

merupakan orang yang tertindas hak asasinya dan kemudian dieksploitasi oleh manusia lainnya sehingga ia menderita secara sosial, ekonomi dan tidak bisa menentukan arah hidupnya lagi.

f. Gharimin (orang yang berhutang)

Bentuk jamak dari Al-Gharim, adalah orang yang berhutang dan

tidak mampu untuk membayarnya. Ada dua macam jenis gharim, yaitu : 1) Al-Gharim untuk kepentingan dirinya sendiri, yaitu orang yang

berhutang untuk menutup kebutuhan primer pribadi dan orang-orang

yang menjadi tanggung jawabnya, seperti rumah, pernikahan, perabotan, dll.

2) Al-Gharim untuk kemaslahatan orang lain, seperti orang yang berhutang untuk mendamaikan dua orang muslim yang sedang berselisih dan harus mengeluarkan dana untuk meredam

kemarahannya. Maka, siapapun yang mengeluarkan dana untuk kemaslahatan umum yang diperbolehkan agama, lalu ia berhutang

untuk itu, ia dibantu melunasinya dari zakat. Diperbolehkan membayar hutangnya orang yang sudah meninggal dari zakat, karena

(53)

mengembalikan semangat kehidupan mereka di tengah-tengah masyarakat.

g. Fi Sabilillah (di jalan Allah)

Yaitu amal perbuatan yang mengantarkan keridhaan kepada Allah SWT dan surgaNya, terutama jihad untuk meninggikan kalimatNya. Jadi

pejuang di jalan Allah SWT diberi zakat meskipun dia orang kaya. Jatah ini berlaku umum bagi seluruh kemaslahatan-kemaslahatan umum

agama, misalnya pembangunan rumah-rumah sakit, pembangunan sekolah-sekolah dan pembangunan panti asuhan anak-anak yatim. Secara umum, makna dari fi sabilillah ini adalah segala perbuatan dalam rangka

di jalan Allah SWT.

Pada zaman Rosulullah, fi sabilillah ini adalah para sukarelawan

perang yang ikut berjihad bersama beliau yang tidak mempunyai gaji tetap sehingga mereka diberi bagian dari zakat.

h. Ibnu Sabil

Dalam hal ini adalah para musafir yang kehabisan biaya di negara lain, meskipun ia kaya di negaranya sendiri. Mereka dapat menerima

zakat sebesar biaya yang dapat mengantarkannya pulang ke negaranya, meliputi ongkos jalan dan perbekalan, dengan syarat:

(54)

41

2) Perjalanannya bukan perjalanan yang sedang melaksanakan maksiat, tapi perjalanan yang mempunyai nilai ibadah atau Sunnah.

(Mughniyah, 1992: 244-249).

8. Golongan orang yang tidak berhak menerima zakat

Dalam Kitab Fiqh Zakat karya Dr. Yusuf Qardawi (2007: 673) yang

telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia disebutkan bahwa terdapat golongan orang yang diharamkan menerima zakat, diantaranya adalah:

a. Orang kaya

b. Orang kuat yang mampu bekerja

c. Orang yang tidak beragama dan orang kafir yang memerangi Islam

d. Anak-anak orang yang mengeluarkan zakat, kedua orang tua dan istrinya e. Keluarga Nabi Muhammad saw. yaitu Bani Hasyim.

9. Hikmah dan Manfaat Zakat

Menurut Jabir El-Jaziri (1991: 207), diantara hikmah dan manfaat zakat di era modern saat ini adalah :

a. Sebagai perwujudan nilai keimanan kepada Allah SWT, dengan mesyukuri nikmatNya, menumbuhkan akhlak mulia dengan

meningkatnya rasa kemanusiaan yang tinggi, solidaritas terhadap sesama. Sehingga menghilangkan sifat kikir, rakus dan meterialistis serta mencegah kecenderungan untuk melakukan korupsi sebab terdapat hak

(55)

b. Membantu kehidupan sesama, meningkatkan kesejahteraan umat, membina kemandirian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan

layak, serta memberikan ketentraman bersama sehingga tidak ada kesenjangan antara aghniya danduafa‟

c. Sebagai sumber keuangan alternatif negara dari sektor non pajak yang berpotensi cukup besar setiap tahunnya. Bila dalam penggunaan APBN masih minim khususnya untuk syiar Islam maupun dalam memberikan

peningkatan kualitas pendidikan yang baik, maka zakat bisa menjadi alternatif, sebab pembagian zakat sudah diatur dalam Islam

d. Dari sisi pembangunan kesejahteraan umuat, zakat merupakan salah satu instrument pemerataan pendapatan. Zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan dapat membangun pertumbuhan ekonomi sekaligus

pemerataan pendapatan.

B.Konsep tentang penyaluran zakat untuk beasiswa pendidikan 1. Filantropi zakat untuk beasiswa pendidikan

Menemukan kaitan antara zakat dan pendidikan dalam satu teks Al

Qur’an maupun Sunnah secara langsung memang tidak mungkin ditemukan.

Namun masih ada keterkaitan meski tidak berada dalam satu teks. Pengertian zakat sebagai sebuah kewajiban, berikut penjelasan pihak-pihak yang berkewajiban serta kepada siapa kemudian zakat tersebut harus

disalurkan adalah garis besar pembahasan dalam Al Qur’an dan Hadist.

Ketika pembahasan tersebut kemudian berkembang seiring kemajuan

(56)

43

istinbath hukum dari sumber zakat baru seperti halnya zakat profesi, zakat

hasil peternakan, zakat industri tanaman hias dan sebagainya. Begitu pula

sector baru dalam hal distribusi zakat saat ini. Meski pada akhirnya harus merujuk kepada delapan atsnaf yang disebut dalam Al Qur’an dan Hadist,

muncul kemudian sector baru yaitu mendistribusikan zakat untuk beasiswa pendidikan.

Merujuk kepada istilah fi sabilillah, distribusi zakat kemudian patut

diberikan kepada sektor pendidikan. Di kalangan ulama selama ini menjadi polemik karena golongan ini terus berkembang. Realitas saat ini, efektifitas

serta manfaat kepada sektor pendidikan lebih tinggi karena secara tidak langsung, penampilan lahir dan batin manusia sangatlah dipengaruhi dari pendidikan yang ia dapatkan. Harta zakat sebagai alat bantu pengentasan

masalah sosial, telah ditetapkan untuk didistribusikan kepada delapan asnaf, namun kalua hanya sebatas pemberian, tetap saja tidak menciptakan

masyarakat yang mandiri.

Sebagai khalifah Allah di bumi ini, maka manusia layak untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Sehingga manusia

memerlukan modal berupa pendidikan. Atas dasar tersebut, penyaluran dana

zakat untuk sektor pendidikan sangatlah beralasan secara syar’i, yaitu

sebagai salah satu bentuk rasa kepedulian terhadap sesama, sehingga dapat membantu pihak yang lemah secara ekonomi untuk dapat memenuhi kebutuhannya dalam sektor pendidikan. (www.pondokzakat.com, artikel

(57)

2. Pengertian Zakat Produktif dan Zakat Konsumtif a. Pengertian Zakat Produkif

Zakat yang ditasyarufkan untuk mustahik untuk hal-hal yang bersifat produktif atau hal-hal yang berkesinambungan agar bermanfaat

untuk jangka yang lama.

Dalam pendistribusian zakat produktif dapat di kelompokkan menjadi dua, yaitu:

1) Distribusi produktif dana zakat a) Produktif tradisional

Dimana zakat diberikan dalam bentuk barang-barang yang produktif seperti kambing, sapi, alat cukur, dan lain sebagainya. b) Produktif kreatif

Zakat diwujudkan dalam bentuk permodalan baik untuk membangun proyek sosial atau menambah modal pedagang

pengusaha kecil.

b. Pengertian Zakat Konsumtif

Zakat yang dibagikan kepada mustahik yang dimanfaatkan secara

langsung untuk keperluan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Dalam pembagian zakat konsumif dapat di kelompokkan menjadi

dua, yaitu:

(58)

45

Zakat dibagikan kepada mustahiq untuk dimanfaatkan secara langsung, seperti zakat fitrah yang diberikan kepada fakir miskin

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau zakat mal yang diberikan kepada korban bencana alam.

b) Konsumtif Kreatif

Zakat diwujudkan dalam bentuk lain dari barangnya semula, seperti diberikan dalam bentuk alat-alat sekolah dan beasiswa.

(Mufraini, 2006: 147)

3. Landasan Al-Qur’an dan Hadist tentang penyaluran zakat untuk beasiswa pendidikan

Sebagaimana dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, bahwa penyaluran zakat untuk beasiswa merujuk kembali kepada istilah fi

sabilillah terlepas dari istilah secara khusus yang mengarah hanya pada istilah jihad (perang berikut sarananya). Sebagaimana Allah berfirman

dalam Al Qur’an Surat At-Taubah ayat 60, istilah fi sabilillah dalam arti

secara umum adalah jalan menuju keridhaan Allah SWT yaitu setiap perbuatan baik yang dapat mendekatkan manusia kepada Allah SWT

berikut sarana yang mengarah kepada jalan untuk mendapatkan ridho Allah SWT tersebut. Menurut Qardhawi (1995: 330), sarana yang mengarah kepada jalan untuk mendapatkan ridho Allah SWT meliputi:

a. Mendirikan pusat kegiatan bagi kepentingan dakwah ajaran Islam yang benar untuk membendung dan melawan pendidikan kapitalisme,

(59)

b. Membiayai para pelajar dan mahasiswa muslim yang sedang menempuh pendidikan agama maupun pendidikan yang bertujuan untuk membela,

memelihara dan mengagungkan agama Allah, melawan para misionaris

maupun zionis kafir yang ingin merusak akhlak dan keimanan kaum

muslim dengan menyebarkan ajaran yang menyesatkan

c. Mendirikan media massa baik melalui media cetak maupun media elektronik yang berkualitas yang bisa bersaing dengan stasiun televisi

maupun media massa asing dengan berita-berita yang merusak akhlak dan ideologi umat muslim.

Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Turmudzi, Nabi juga menjelaskan tentang keutamaan zakat yang sanggup menutup 70 pintu kejahatan yang terbagi dalam empat bentuk kriteria dan pahalanya, yaitu:

a. Dilipatgandakan 10 kali, kepada fakir dan miskin b. Dilipatgandakan 70 kali, kepada keluarga dekat

c. Dilipatgandakan 700 kali, kepada kawan-kawan (ikhwanul muslim) d. Dilipatgandakan 1000 kali, kepada para mahasiswa/pelajar/santri yang

sedang belajar tentang pengetahuan agama Islam. (Abu H.F. Ramadhan,

1997: 343).

Dalam penjelasan lainnya, dijelaskan pula tentang keutamaan

Gambar

Tabel 1 : Daftar Muzakki di LAZISMU Kota Salatiga

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil perkalian diatas dapat dijelaskan bahwa nilai koefisien regresi Family- Work Conflict terhadap Job Embeddedness sebesar -0,181 sedangkan nilai koefisien

Setelah menceritakan hal tersebut maka terdapat usaha dosen untuk merelevansikan peristiwa yang ada dengan nilai-nilai pancasila, sebagai contoh peristiwa yang

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan- perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang mengumumkan akuisisi dari tahun

Berdasarkan hal tersebut peneliti berasumsi ekstrak teh hijau mampu menurunkan kadar kolesterol total penyakit diabetes mellitus, maka dilakukan penelitian ini dengan tujuan

Aset keuangan dan liabilitas keuangan saling hapus dan nilai bersihnya disajikan dalam laporan posisi keuangan jika, dan hanya jika, terdapat hak yang berkekuatan

Di samping itu, pengamatan dan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran uang (M2) merupakan variabel kunci bagi otoritas moneter untuk menetapkan

2.2.2 Pengaruh Current Ratio (CR) Terhadap Return On Assets (ROA) Current ratio merupakan salah satu rasio likuiditas, yaitu rasio yang bertujuan untuk mengukur

Pada tahap persiapan, praktikan menyiapkan seluruh kebutuhan dan administrasi yang diperlukan untuk mencari tempat PKL. Dimulai dengan pengajuan surat permohonan PKL