• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat pemenuhan kebutuhan dasar dan aktualisasi-diri para guru-pegawai TK, SD, SMP Maria Fatima Jember dalam konteks nilai-nilai kongregasi Santa Perawan Maria - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Tingkat pemenuhan kebutuhan dasar dan aktualisasi-diri para guru-pegawai TK, SD, SMP Maria Fatima Jember dalam konteks nilai-nilai kongregasi Santa Perawan Maria - USD Repository"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM KONTEKS

NILAI-NILAI KONGREGASI SANTA PERAWAN MARIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh: Theresia Karti NIM: 011114037

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

™ Hidup adalah sebuah orkes simphoni yang indah, sebuah pemandangan yang elok, sebuah impian yang meski diraih, sebuah realita yang perlu dihadapi, dan sebuah hadiah indah yang perlu dipersembahkan kembali kepada yang kuasa (Penulis). ™ God Loves a simple heart which does its best (Julie Billiart).

™ Draw great advantage from all trials. Nothing causes trees to be more strongly

rooted than great winds (Julie Billiart).

™ Lakukanlah yang terbaik dan serahkan yang lain ke dalam tangan Tuhan (Amsal).

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

¾ Para Suster Dewan Pengurus Provinsi Kongregasi Suster Santa Perawan Maria (SPM)

¾ Para Suster SPM Komunitas Studi, Jl. Mliwis No.4 Demangan Baru Yogyakarta ¾ Para Suster SPM Komunitas Jember I, Jl. Kartini No. 28 Jember

¾ Bapak-Ibu Guru, Pegawai, dan Karyawan SMPK Maria Fatima Jember

¾ Ibu (alm), dan kakak-kakak, serta keponakan-keponakanku yang selalu memberikan dukungan, semangat, serta doa restu.

¾ Sahabatku yang setia menemani seluruh perjuangan dan pergulatanku. ¾ Almamaterku yang tercinta Universitas Sanata Dharma.

(5)
(6)

TK, SD, SMP MARIA FATIMA JEMBER DALAM KONTEKS

NILAI-NILAI KONGREGASI SANTA PERAWAN MARIA JEMBER

Theresia Karti

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2006

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemenuhan kebutuhan dasar dan aktualisasi-diri para guru TK, SD, SMP Maria Fatima Jember dalam konteks nilai-nilai Kongregasi Santa Perawan Maria. Masalah-masalah yang hendak dijawab dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimana tingkat pemenuhan kebutuhan fisiologis para guru-pegawai TK, SD, SMP Maria Fatima Jember? 2) Bagaimana tingkat pemenuhan kebutuhan rasa aman para guru-pegawai TK, SD, SMP Maria Fatima Jember? 3) Bagaimana tingkat pemenuhan kebutuhan memiliki-dimiliki dan kasih sayang para guru-pegawai TK, SD, SMP Maria Fatima Jember? 4) Bagaimana tingkat pemenuhan kebutuhan penghargaan para guru-pegawai TK, SD, SMP Maria Fatima Jember? 5) Bagaimana tingkat pemenuhan kebutuhan aktualisasi-diri para guru-pegawai TK, SD, SMP Maria Fatima?

Penelitian ini dilakukan terhadap para guru-pegawai TK, SD, SMP Maria Fatima Jember yang berjumlah 86 orang yang terdiri dari guru-pegawai: 1) TK sejumlah 17 orang, 2) SD sejumlah 44 orang, dan 3) SMP sejumlah 25 orang. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner pemenuhan kebutuhan dasar dan aktualisasi-diri. Instrumen dibuat oleh penulis berdasarkan lima aspek kebutuhan A. Maslow dan nilai-nilai Kongregasi SPM. Teknik analisis data menggunakan

penghitungan Mean (M) yang digunakan sebagai patokan untuk menentukan tingkat

pemenuhan kebutuhan dengan kategori skor ≥ M adalah terpenuhi (T), dan skor < M adalah kurang terpenuhi (KT).

Hasil penelitian menunjukkan: pemenuhan kebutuhan dasar dan aktualisasi-diri menurut pandangan Maslow di kalangan guru-pegawai; TK sejumlah 8 orang, SD sejumlah 26 orang, SMP sejumlah 18 orang. Sedangkan pemenuhan kebutuhan dasar dan aktualisasi-diri menurut nilai-nilai Kongregasi SPM di kalangan guru-pegawai; TK sejumlah 9 orang, SD sejumlah 18 orang, dan SMP sejumlah 7 orang.

Berdasarkan hasil penelitian ini, diusulkan kepada Pengurus Perkumpulan Dharmaputri dan Kepala Sekolah TK, SD, SMP Maria Fatima Jember untuk mengembangkan program peningkatan pemahaman terhadap kebutuhan hidup dan nilai-nilai SPM. Caranya dengan meninjau ulang kebijakan Perkumpulan Dharmaputri yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan fisiologis.

(7)

HIGH SCHOOL JEMBER IN THE CONTEXTS OF SAINT MARY CONGREGATION’S VALUES

Theresia Karti

Sanata Dharma UniversityYogyakarta 2006

This study was aimed to find out the basic needs fulfillment and self-actualization of teachers and staffs in Maria Fatima Kindergarten, Elementary School, and Junior High School Jember in the context of Saint Mary Congregation’s values. The problems discussed in this study were (1) What is the level of physiological needs fulfillment of the teachers and staffs in Maria Fatima Kindergarten, Elementary School, and Junior High School Jember?; (2) What is the level of safety needs fulfillment of the teachers and staffs in Maria Fatima Kindergarten, Elementary School, and Junior High School Jember?; (3) What is the level of belonging and love needs fulfillment of the teachers and staffs in Maria Fatima Kindergarten, Elementary School, and Junior High School Jember?; (4) What is the level of rewards needs of the teachers and staffs in Maria Fatima Kindergarten, Elementary School, and Junior High School Jember?; and (5) What is the level of self-actualization needs fulfillment of the teachers and staffs in Maria Fatima Kindergarten, Elementary School, and Junior High School Jember?

This study was done involving 86 teachers and staffs in Maria Fatima Kindergarten, Elementary School, and Junior High School Jember: 1) 17 people from the kindergarten, 2) 44 people frm the elementary school, and 3) 25 people from the junior high school. The instrument employed here was basic needs fulfillment and self-actualization questionnaire. The instrument was developed by the writer in accordance with the needs aspects proposed by A. Maslow and SPM Congregation’s values. The data analysis technique was by calculating the Mean which then was used as a guideline in deciding teachers and staffs’ needa fulfillment; if the score category

≥ M, the needs were fulfilled (T) and if the score < M, it’s not fulfilled (KT).

The result showed that the basic needs fulfillment and self-actualization of the teachers and staffs according to Maslow were 8 people from the kindergarten, 26 people from the elementary school, and 18 people from the junior high school. Meanwhile, the basic needs fulfillment and actualization of the teachers and staffs according to SPM Congregation were 9 people from the kindergarten, 18 people from elementary school, and 7 people from the junior high school.

Based on the result, it was recommended to administrators of Perkumpulan Dharmaputri and headmasters of Maria Fatima Kindergarten, Elementary School, and Junior High School Jember to develop a program to improve the understanding on basic needs fulfillment and SPM’s values. This could be done by reconsidering the policy of Perkumpulan Dharmaputri in relation with physiological needs fulfillment

(8)

Limpah syukur dan terima kasih kepada Tuhan sebagai Bapa yang Mahabaik, atas rahmat kekuatan dan ketekunan, kesehatan, serta kesetiaan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pemenuhan kebutuhan dasar dan aktualisasi-diri para guru-pegawai TK, SD, SMP Maria Fatima Jember dalam konteks nilai-nilai Kongregasi SPM. Di samping itu penyusunan skripsi ini juga untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dari program studi Bimbingan dan Konseling.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, dan perhatian dari berbagai pihak. Untuk itu penulis dengan rendah hati dan sudah selayaknya pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Dr. M. M. Sri Hastuti, M. Si, Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang telah mengijinkan penulis untuk mengadakan penelitian dalam skripsi ini.

2. Dra. Ign. Esti Sumarah, M. Hum, Dosen Pembimbing I yang telah dengan sabar, setia, dan siap sedia memberikan waktu, bimbingan, serta pengarahan dalam penulisan skripsi ini dari awal hingga selesai.

(9)

berakhirnya proses penulisan skripsi ini.

4. Para Suster Dewan Pengurus Provinsi SPM Indonesia yang telah memberi kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk menambah wawasan dan ilmu di Universitas Sanata Dharma ini.

5. Para Suster SPM Komunitas Studi Yogyakarta yang selalu memberikan semangat, perhatian, dukungan, dan doa selama penulis menempuh studi dan khususnya selama penulisan skripsi ini.

6. Para Suster SPM Komunitas Jember yang senantiasa memberi kesempatan dan dukungan baik secara moral, material, maupun spiritual selama penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. Pengurus Perkumpulan Dharmaputri yang telah mengijinkan penulis untuk meninggalkan tugas dan tanggung jawab di SMPK Maria Fatima Jember selama penulis menyelesaikan penulisan skripsi.

8. Bapak V. Sriyadi, Wakil Kepala Sekolah SMPK Maria Fatima dan Sr. Severina SPM yang telah rela sedia mengerjakan dan mengambil alih segala tugas dan tanggung jawab penulis selama penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini. 9. Bapak-Ibu Guru, Pegawai, dan Karyawan SMPK Maria Fatima Jember yang telah

memberikan kesempatan, pengertian, dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.

(10)

11. Rm. Emilianus Sarimas Pr., dan Fr. Frans Batik Mase HHK, serta teman-teman angkatan 2001 tercinta yang telah banyak memberi perhatian, semangat, dukungan selama penulis menempuh studi dan penulisan skripsi ini.

12. Rm. B. Hudiono Pr. yang selalu memberi semangat, perhatian, dukungan, dan doa dari awal memasuki masa studi sampai selesainya penulisan skripsi ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala dukungan, perhatian, dan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama dalam penulisan skripsi ini.

Semoga Tuhan, Bapa yang Mahabaik memberkati semua pihak yang telah membantu penulis dalam bentuk apapun, dengan kelimpahan berkat rohani dan rejeki secukupnya.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi para pembaca, khususnya para guru-pegawai di lingkungan Perkumpulan Dharmaputri, para Kepala Sekolah, dan Pengurus Perkumpulan Dharmaputri dalam mengalirkan nilai-nilai Kongregasi SPM kepada setiap peserta didik.

Penulis

(11)

Halaman

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……… ii

HALAMAN PENGESAHAN ………... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……… iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… v

ABSTRAK ………. vi

ABSTRACT ……….. vii

KATA PENGANTAR ………... viii

DAFTAR ISI ……….. xi

DAFTAR TABEL ……….……… xiv

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xv

BAB I PENDAHULUAN ………... 1

A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Perumusan Masalah ………... 4

C. Tujuan Penelitian ………... 4

D. Manfaat Penelitian ………. 5

E. Batasan Istilah ……… 5

(12)

1. Biografi Julie Billiart ……… 8

2. Julie Billiart dan Santa Perawan Maria ……… 19

3. Hubungan Julie Billiart dengan Kongregasi SPM ……… 22

4. Perkembangan Kongregasi SPM Amersfoort di Indonesia ………….. 24

B. Nilai-nilai Kongregasi SPM ………. 26

1. Pengertian Nilai ……… 26

2. Nilai-nilai Khas Julie Billiart menjadi Pedoman bagi SPM …………. 28

C. Aktualisasi-Diri menurut Abraham Maslow ……… 33

1. Pengertian Aktualisasi-diri ……… 35

2. Hirarki Kebutuhan menurut Abraham Maslow ……… 37

3. Sifat-sifat Orang yang Teraktualisasi-diri ……… 40

4. Sifat-sifat Pribadi yang Teraktualisasi-diri yang sudah dihidupi Julie Billiart ……… 45

D. Bimbingan/Pembinaan bagi Guru-Pegawai ……… 46

1. Pengertian Bimbingan ……….. 46

2. Tujuan Bimbingan Kelompok ……….. 47

3. Fungsi Bimbingan/Pembinaan ……….. 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……… 51

A. Jenis Penelitian ……… 51

(13)

D. Prosedur Pengumpulan Data ……… 59

E. Teknik Analisis Data ……… 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………... 61

A. Hasil Penelitian ………. 61

1. Gambaran Umum Subyek Penelitian ………... 61

2. Gambaran Pemenuhan Kebutuhan Dasar dan Aktualisasi-diri para Guru-Pegawai TK, SD, SMP ……… 61

B. Pembahasan ……… 64

1. Pemenuhan Kebutuhan Dasar dan Aktualisasi-diri Guru-Pegawai TK ………. 65

2. Pemenuhan Kebutuhan Dasar dan Aktualisasi-diri Guru-Pegawai SD ……….. 66

3. Pemenuhan Kebutuhan Dasar dan Aktualisasi-diri Guru-Pegawai SMP ……… 67

BAB V RINGKASAN, KESIMPULAN, DAN SARAN-SARAN ……….. 69

A. Ringkasan ………. 69

B. Kesimpulan ………. 71

C. Saran-saran ……….. 72

DAFTAR PUSTAKA ……… 73

(14)

Tabel 1 : Ekuivalensi Nilai-nilai Julie Billiart dengan Sifat-sifat

Pengaktualisasi-diri Maslow ………. 45 Tabel 2 : Sebaran item Kuesioner Pemenuhan Kebutuhan Dasar dan

Aktualisasi-diri Guru-Pegawai ……... 53 Tabel 3 : Rekapitulasi Hasil Analisis Uji Coba ……… 58 Tabel 4 : Rincian Subyek Penelitian Guru-Pegawai TK, SD, SMP

Maria Fatima Jember ………... 61 Tabel 5 : Pemenuhan Kebutuhan Dasar dan Aktualisasi-diri TK ……….. 62 Tabel 6 : Pemenuhan Kebutuhan Dasar dan Aktulisasi-diri SD ………… 63 Tabel 7 : Pemenuhan Kebutuhan Dasar dan Aktualisasi-diri SMP ……… 64

(15)

Lampiran 1: Tabulasi Skor Uji Coba Guru-Pegawai SMPK

Mater Dei Probolinggo ... 75

Lampiran 2: Hasil Analisis Uji Validitas item Per-aspek ... 79

Lampiran 3: Tabulasi Skor Gasal-Genap Uji Coba ... 86

Lampiran 4: Penghitungan Validitas dan Reliabilitas ... 88

Lampiran 5: Tabulasi Skor Penelitian Guru-Pegawai ... 90

Lampiran 6: Olah Data Per-aspek: Terpenuhi (T) atau Kurang Terpenuhi (KT) ... 96

Lampiran 7: Kuesioner Penelitian ... 98

(16)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan batasan istilah.

A. Latar Belakang Masalah

Natawidjaja mengatakan bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada seseorang yang dilakukan secara berkesinambungan, agar dapat memahami dirinya, sehingga sanggup mengarahkan diri, dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga, serta masyarakat. Dengan demikian seseorang tersebut dapat mengecap kebahagiaan hidupnya dan dapat memberikan sumbangan yang berarti (Winkel, 2004: 29). Dalam konteks skripsi ini, penulis ingin membantu guru di kalangan Perkumpulan Dharmaputri supaya dapat mengecap kebahagiaan hidupnya sehingga dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi para peserta didiknya. Caranya dengan mencoba memfasilitasi lewat suatu bimbingan atau pembinaaan.

(17)

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Sisdiknas, 2003). Perwujudan dari tujuan tersebut oleh Perkumpulan Dharmaputri dirumuskan melalui visi misi yakni membantu peserta didik mencapai kepenuhan kesamaan martabat manusia sebagai citra Allah.

Selain guru, ada tenaga kependidikan yang ikut serta memegang peranan dalam mewujudkan tujuan pendidikan di lingkungan Perkumpulan Dharmaputri yakni para pegawai. Pegawai ikut ambil bagian dalam proses pembentukan peserta didik melalui berbagai pelayanan mereka. Oleh karena itu guru-pegawai memiliki peranan besar dalam membantu perkembangan peserta didik menjadi manusia dewasa yang mencapai kepenuhan kesamaan martabat manusia sebagai citra Allah.

Guru-pegawai diharapkan dapat menjalankan peranannya secara maksimal untuk membantu peserta didik mencapai visi misi Perkumpulan Dharmaputri apabila mereka dapat mencapai kebahagiaan dalam hidup. Menurut Abraham Maslow yang dimaksud dengan orang yang memiliki kebahagiaan hidup dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi orang lain adalah orang yang mampu mengaktualisasikan-diri.

(18)

kreatif, fleksibel, terbuka, spontan, berani melawan arus, dll (Goble, 1987: 50 – 67). Lebih lanjut Maslow menjelaskan bahwa orang untuk sampai pada aktualisasi diri mengandaikan orang tersebut telah terpenuhi empat kebutuhan dasar yang lain yakni kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan cinta kasih, dan kebutuhan akan penghargaan.

Dalam konteks perspektif Maslow penulis merasa tertarik apakah tingkat aktualisasi guru-pegawai TK, SD, SMP Maria Fatima Jember tergantung pada terpenuhinya empat kebutuhan dasar tersebut atau tidak. Nilai-nilai aktualisasi-diri yang hendak ditawarkan oleh penulis adalah nilai-nilai yang dihidupi oleh Kongregasi Santa Perawan Maria (SPM) yakni iman yang kuat akan penyelenggaraan Tuhan yang Mahabaik, peka akan tanda-tanda zaman, dan solider terhadap mereka yang miskin dan menderita.

Hal ini mendorong penulis ketahui dalam rangka perayaan 80 tahun Kongregasi SPM berkarya di Indonesia. SPM khususnya Perkumpulan Dharmaputri perlu mengetahui apakah nilai-nilai yang dihidupi oleh SPM juga menjadi daya kekuatan dari guru-pegawai yang ada di lingkungan SPM. Dengan demikian anak-anak yang dididik oleh SPM mencerminkan sosok pribadi yang bermartabat. Pribadi yang bermartabat sebagai citra Allah inilah merupakan perwujudan dari sosok pribadi.

(19)

dikelola oleh Kongregasi SPM. Guru-pegawai TK, SD, SMP Maria Fatima bukan merupakan anggota Kongregasi SPM melainkan sebagai ujung tombak dan perpanjangan tangan dari Kongregasi SPM dalam mengalirkan nilai-nilai SPM.

B. Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini masalah yang akan dibahas adalah:

1. Bagaimana tingkat pemenuhan kebutuhan fisiologis para guru-pegawai TK, SD, dan SMP Maria Fatima Jember?

2. Bagaimana tingkat pemenuhan kebutuhan akan rasa aman para guru-pegawai TK, SD, dan SMP Maria Fatima Jember?

3. Bagaimana tingkat pemenuhan kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki dan akan kasih sayang para guru-pegawai TK, SD, dan SMP Maria Fatima Jember?

4. Bagaimana tingkat pemenuhan kebutuhan akan penghargaan para guru-pegawai TK, SD, dan SMP Maria Fatima Jember?

5. Bagaimana tingkat aktualisasi-diri para guru-pegawai TK, SD, dan SMP Maria Fatima Jember?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

(20)

2. Mengetahui tingkat aktualisasi-diri guru-pegawai TK, SD, dan SMP Maria Fatima Jember terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam semangat awal Kongregasi SPM?

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pengurus Perkumpulan Dharmaputri dan para guru-pegawai sebagai masukan dalam meningkatkan profesionalitas guru-pegawai dalam berkarya di lingkungan pendidikan yang dikelola oleh Perkumpulan Dharmaputri.

E. Batasan Istilah

Berikut ini dijelaskan beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini: 1. Nilai-nilai Kongregasi SPM

Nilai-nilai Kongregasi SPM adalah hal-hal penting dan berguna, yang perlu dikejar untuk diwujudkan. Hal-hal penting itu disebut “obor”/semangat/jiwa yang telah dihidupi oleh Julie Billiart, Ibu Rohani Kongregasi SPM. Karena “obor”/nilai/spiritualitas merupakan hal penting oleh karena itu perlu diteruskan kepada seluruh anggota SPM dan kepada mereka yang terlibat langsung dalam karya para suster SPM.

2. Perkumpulan Dharmaputri

(21)

bertujuan mencerdaskan generasi muda secara integral dengan mendahulukan yang miskin dan tertindas, yang dengan bimbingan Roh Allah mencermati tanda-tanda zaman, terbuka berdialog dan bekerja sama dengan Gereja, pemerintah, dan masyarakat untuk membangun persekutuan hidup baru yang pusatnya kesamaan martabat manusia. Perkumpulan Dharmaputri merupakan lembaga berbadan hukum No. 55 tahun 2000. Perkumpulan Dharmaputri merupakan pengelola sekolah-sekolah yang didirikan oleh Suster-suster Kongregasi SPM.

3. TK, SD, SMP Maria Fatima Jember

TK, SD, SMP Maria Fatima Jember adalah sekolah-sekolah di bawah Perkumpulan Dharmaputri yang berada di Jember. TK terdiri dari dua sekolah yakni TKK Siswa Rini I dan TKK Siswa Rini II. SD terdiri dari dua sekolah yakni SDK Maria Fatima Kartini, dan SDK Maria Fatima III Sempusari, serta satu SMP yakni SMPK Maria Fatima.

4. Guru-Pegawai

Guru-pegawai adalah semua guru baik guru tetap maupun guru honorarium dan semua tenaga pelaksana yang meliputi tenaga pustakawan, tata usaha, dan bendahara dari masing-masing unit sekolah yang ada di Jember.

5. Aktualisasi-diri

(22)
(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini berisi uraian mengenai beberapa hal yang berhubungan dengan topik penelitian yaitu: (1) Sejarah Kongregasi SPM Amersfoort yang meliputi: biografi Julie Billiart, Julie Billiart dan Santa Maria, hubungan Julie Billiart dengan Kongregasi SPM Amersfoort, perkembangan SPM Amersfoort di Indonesia; (2) Nilai-nilai Kongregasi SPM: pengertian nilai, nilai-nilai khas Julie Billiart menjadi pedoman bagi SPM; (3) Aktualisasi – Diri menurut Abraham Maslow meliputi: pengertian, hirarki kebutuhan, sifat-sifat pengaktualisasi, aktualisasi nilai-nilai Kongregasi SPM; (4) Bimbingan Kelompok: pengertian, tujuan, dan fungsi bimbingan.

A. Sejarah Kongregasi Santa Perawan Maria (SPM) 1. Biografi Julie Billiart

(24)

menjaga kehidupan kita dari sorga, sebagai Bapa yang penuh kasih dan mahabaik“ (Tamtomo, 1973: 12)

Pengertian dan pemahamannya akan Tuhan yang mahabaik terus berkembang dalam diri Julie Billiart. Dia menjadi anak yang senang menolong. Jiwa penolong dan semangat yang berapi-api itu selalu tampak dalam setiap tindakannya. Di sela-sela kesibukan Julie membantu kedua orang tuanya, dia senang sekali berceritera tentang keyakinannya kepada Tuhan yang maha baik itu kepada teman-temannya.

Kebahagiaan keluarga Billiart tidak berlangsung lama. Tahun 1764 kesusahan besar menimpa keluarga Billiart. Mereka kehilangan empat anaknya secara berturut-turut, karena sakit. Akan tetapi pengalaman pahit ini semakin mendekatkan iman mereka kepada Tuhan: menyerah pada kehendak Tuhan yang mahakasih.

(25)

melainkan dengan sabar menanti sampai seseorang itu menyadari kebaikan Tuhan dalam seluruh hidupnya.

Tahun 1774 ketika keluarga Billiart sedang duduk-duduk bersama, tiba-tiba dikejutkan dengan lemparan batu ke arah jendela kaca di toko dan sesaat kemudian disusul tembakan karena toko mereka dirampok. Meskipun tembakan itu tidak mengenai sasaran, dan tidak ada seorangpun yang terluka tetapi sistim saraf Julie (23th) menjadi tegang. Sedikit demi sedikit Julie kehilangan daya gerak pada kedua kakinya. Pada usia 30 tahun Julie menjadi lumpuh total dan tak ada harapan untuk sembuh (Irmine, 1998: 20).

Yang mengagumkan, kelumpuhan dan penderitaannya tidak mengurangi rasa cinta Julie kepada Tuhan. Penderitaan dilihatnya sebagai kehendak Tuhan yang mahasuci. Dia menyetarakan penderitaannya dengan penderitaan Yesus di salib. Salib menjadi satu-satunya kekuatan dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengapa ada kesengsaraan di dunia ini. Keyakinannya selalu diakhiri dengan seruan “O betapa baiknya Tuhan yang mahakasih” (Tamtomo, 1973: 26).

(26)

Tuhan yang disampaikan oleh Julie. Akibatnya kebaikan dan kesalehan Julie semakin dikenal oleh banyak orang.

14 Juli 1789, terjadilah Revolusi Perancis mengusung jargon yang sangat terkenal: “Liberty, Egality, Fraternity” (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan). Pada situasi tersebut Julie banyak membela para imam, melindungi dari pengejaran para revolusioner, suatu tindakan yang sangat berbahaya. Julie yang dianggapnya sebagai orang suci memiliki pengaruh yang besar terhadap rakyat yang masih setia kepada Tuhan, juga dianggap sebagai musuh revolusi. Oleh karena itu Julie harus segera ditangkap dan dipenjarakan.

Billiart, ayah Julie menyarankan sebaiknya Julie segera pindah ke Gournay-le-Aronde, ke tempat Madame Pont I’abbe yang telah beberapa waktu sebelumnya menawarkan tempat di istananya. Madame Pont I’abbe adalah seorang bangsawan yang baik dan sangat mengenal Julie. Julie merasa keberatan karena harus meninggalkan ayah, ibu, dan rumah yang di tempatnya selama ini. Tetapi dia berpikir kalau ini memang yang dikehendaki Tuhan, dia memang harus berangkat.

(27)

malam terdengarlah teriakan-teriakan agar menyerahkan “orang suci” Julie Billiart itu kepada mereka. Permintaan itu ditujukan kepada Madame Pont I’abbe. Kepala pengurus istana menyampaikan maksud dan tujuan para revolusioner kepada Julie dan memintanya untuk mencari tempat lain karena suatu hari nanti mereka akan datang kembali. Berhadapan dengan situasi ini, Julie berdoa dalam hati “Terjadilah kehendakMu ya Tuhan.”

Akhirnya Julie didampingi oleh Felisite, meninggalkan istana Madame Pont I’abbe dengan gerobak isi jerami menuju ke Compiegne (Tamtomo, 1996: 10). Desa Compiegne memiliki cuaca yang sangat dingin. Hal itu tidak menguntungkan bagi kondisi kesehatan Julie. Julie jatuh sakit, Felisite menjadi cemas. Julie menangkap kecemasan kemenakannya. Dia menyakinkan Felisite dengan berbisik: “Tuhanlah yang akan mengurus semua, anakku” (Tamtomo, 1973: 34).

(28)

Julie mengalami kegelapan lahir dan batin selama dalam pengejaran. Julie tidak pernah mendapatkan pelayanan rohani. Tidak ada seorang imampun yang datang berkunjung ke tempat Julie bersembunyi.

Setelah dua tahun dalam kegelapan rohani, tahun 1793, seorang imam bernama Abbe de Lamarche (Tamtomo, 1973: 35) datang ke tempat persembunyian Julie untuk memberikan pelayanan rohani. Abbe Lamarche mendapat tugas menjaga suster-suster Karmelites yang diusir dari biaranya. Abbe de Lamarche dengan sembunyi-sembunyi mengirim Komuni suci ke Julie Billiart. Penyerahan Julie Billiart terhadap penyelenggaraan Ilahi memberi kesempatan seluas-luasnya bagi karya dan rencana Tuhan. Hingga pada suatu hari terjadi peristiwa berikut:

“tiba-tiba kamar yang kecil tempat Julie terbaring makin lama makin terang, hingga segalanya menjadi suram. Dari dalam terang yang aneh itu timbullah pemandangan yang amat jelas …. Sebuah bukit, bukit Kalvari, dengan sang penebus di atas salibNya. Di sekitarNya berkumpul suster-suster yang tiada terhitung jumlahnya dengan pakaian biara yang belum pernah dilihatnya. Beberapa suster dari mereka itu nampak begitu dekat di muka Julie, hingga dapat dikenal raut mukanya benar-benar. Kemudian terdengarlah suara yang jelas sekali: “Lihatlah, ini putri-putrimu rohani, yang akan Kuberikan kepadamu dalam suatu yayasan yang ditandai dengan SalibKu.” (Tamtomo, 1973: 38).

(29)

Ketika tinggal di Amiens, Julie berjumpa dengan Francoise putri bangsawan. Pada awal perjumpaan, Francoise merasa heran dan bersikap acuh tak acuh terhadap kehadiran Julie. Dia merasa heran dengan Madame Baudoin yang sangat mementingkan kerohanian dapat dipengaruhi oleh Julie Billiart, seorang wanita yang lemah dan bahkan lumpuh. Francoise melihat Julie sebagai sosok yang pantas dikasihani, karena dia miskin, dan sangat menderita. Meskipun demikian di balik fisik yang lemah, dia melihat pancaran sinar mata Julie sebagai orang yang suci dan sabar.

Pancaran sinar mata Julie, mengundang Francoise untuk rajin mengunjungi Julie yang tergolek lemah di kamarnya. Dari kunjungannya berkali-kali itu, akhirnya Francoise menemukan banyak hal yang istimewa dalam diri Julie. Francoise semakin mengagumi dan menghormati kehidupan Julie yang mempunyai relasi sangat dekat dengan Tuhan. Relasi Julie nampak dari setiap ungkapannya yang berkali-kali mengatakan “O, alangkah baiknya Tuhan yang mahakasih” dalam setiap peristiwa hidup sekalipun peristiwa itu sangat pahit.

(30)

demi persahabatannya dengan Julie untuk memperhatikan orang-orang miskin.

Francoise bergabung dengan Julie Billiart untuk memperhatikan anak-anak miskin yang ada di desa Bettencourt (di Amiens). Mereka mengumpulkan orang-orang miskin baik dewasa, orang muda maupun anak-anak. Julie merasa ragu-ragu “bagaimana saya dapat melaksanakannya, sebab saya ini orang lumpuh, tidak mempunyai sarana, dan tidak berpendidikan?” (Tamtomo, 1973: 63). Namun Julie diyakinkan bahwa dalam Tuhan segalanya mungkin.

Setelah kira-kira 3 tahun mereka tinggal di Bettencourt, tanggal 2 Februari 1804 kapel “di rumah anak biru” tampak sangat meriah (Tamtomo, 1973: 69). Dua Pater memimpin Misa Kudus bersama-sama dalam rangka perayaan Bunda Allah mempersembahkan Putranya kepada BapaNya di surga. Dalam perayaan Misa Kudus itu Julie Billiart, Francoise Blin de Bordon, dan Katarina Duchatel (seorang gadis dari Bettencourt yang tertarik bergabung dengan Julie dan Francoise) mengucapkan kaul-kaul mereka di depan Tuhan serta menambahkan bahwa mereka akan bekerja untuk mendidik pemudi-pemudi miskin. Mereka mempersembahkan diri kepada Hati Kudus Yesus dan Hati Maria yang tak bernoda (Tamtomo dkk, 1996: 16).

(31)

pelayanannya. Dan akhirnya tanggal 8 April 1816, ia meninggal dengan penuh kebahagiaan sebab sebelumnya ia sempat mengidungkan magnificat.

Dari seluruh pengalaman hidup Julie Billiart nampak jelas bahwa Julie adalah pribadi dewasa yang matang dan mantap. Kemantapan pribadi Julie muncul dalam kekuatan-kekuatan rohani/nilai-nilai yang dimilikinya dan mengalir kepada orang-orang di sekitarnya. Kekuatan itu terletak pada:

a. Imannya yang kuat akan penyelenggaraan Tuhan yang Mahabaik

Imannya yang kuat akan Tuhan yang Mahabaik sudah terbukti nyata dalam seluruh kehidupan Julie Billiart yang berat (menderita). Ia mengalami penderitaan baik secara ekonomis, fisik, sosiologis, maupun psikologis. Penderitaan secara ekonomis diawali ketika para perampok menjarah seluruh isi toko kain ayahnya. Oleh karena itu ia harus bekerja keras di ladang orang lain sebagai buruh untuk mendapatkan upah demi kelangsungan hidup dalam keluarga Julie.

Penderitaan secara fisik. Ketika ia harus menjadi tulang punggung keluarga, ia harus mengalami kelumpuhan total. Kelumpuhan total itu terjadi akibat Julie terlalu capai, dan bekerja keras.

(32)

melainkan mereka datang ke tempat Julie berbaring untuk mendengarkan ajaran dan ceritera tentang Tuhan dan katekismus.

Akhirnya penderitaan secara psikologispun harus ia tanggung, ia harus meninggalkan rumah, ayah, dan ibunya. Karena ia dianggap musuh oleh para revolusioner. Ia dikejar-kejar untuk ditangkap dan dipenjarakan. Dengan kondisi fisiknya yang sangat lemah karena kelumpuhannya, ia berpindah-pindah dari tempat persembunyian yang satu ke tempat persembunyian yang lain.

Dari berbagai penderitaan yang Julie alami, lahirlah suatu kekuatan yang luar biasa yakni iman. Ia menyerah pada kehendak Allah yang Mahabaik. Sebagaimana sikap Maria yang terus menjadi teladan dan panutan hidupnya yang selalu menyatakan “fiat-nya”, “ya” terhadap segala segi kehidupan. Julie melihat dalam segala deritanya bahwa Allah yang Mahabaik selalu mengatur hidupnya maka kerinduan Julie adalah membiarkan kehendak Allah selalu terjadi dalam hidupnya.

(33)

jauh lebih tinggi nilainya daripada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api – sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan” (KWI, 1974: 291).

b. Peka akan tanda-tanda zaman

Julie Billiart memiliki sikap siap siaga membantu orang lain. Sejak kecil dia suka menolong siapa saja yang membutuhkan pertolongan. Julie selalu mampu melihat kebutuhan orang lain baik itu anak-anak maupun orang dewasa.

Apalagi ketika dihadapkan pada situasi akibat revolusi Perancis, Julie menangkap ada kemiskinan dan penderitaan yang dialami khususnya anak-anak. Mereka membutuhkan bantuan untuk mempersiapkan masa depan. Untuk itu Julie tergerak untuk mendidik anak-anak yang miskin dan terlantar. Agar mereka memiliki masa depan yang baik.

Revolusi membawa dampak perubahan besar dan sangat drastis bagi kehidupan rakyat yakni “kemiskinan” dan “kebodohan” karena tidak ada kesempatan untuk mendapat pendidikan. Mereka miskin dalam hal materi dan ilmu, juga mengalami kemiskinan rohani/iman setelah bertahun-tahun tidak mendapatkan pengajaran agama. Julie melihat kebutuhan tersebut dan bertindak menolong mereka.

c. Solider dengan mereka yang miskin dan terlantar.

(34)

yang miskin dan terlantar. Perasaan senasib yang tidak hanya tinggal pada perasaan belaka melainkan diwujudkan dalam tindakan nyata. Tindakan yang didasari oleh semangat kasih terhadap mereka yang miskin dan terlantar.

Julie melihat bahwa semua manusia mempunyai harkat dan martabat yang sama, dan tidak ada seorangpun yang hina. Alasannya bahwa orang yang miskin seringkali tersingkir atau kurang diperhitungkan. Oleh karena itu Julie mengangkat martabat mereka dengan mendidik dan membina agar mereka merasa berharga di hadapan sesama.

2. Julie Billiart dan Santa Perawan Maria

Julie Billiart memilih nama “Notre Dame” atau “Santa Perawan Maria” tanpa membatasi pada tempat atau keutamaan-keutamaan tertentu melainkan langsung pada pribadi Maria seutuhnya. Ia menginginkan nama lembaganya menurut pribadi Maria seutuhnya karena ia memandang Santa Perawan Maria adalah seorang wanita yang sepenuhnya terbuka dan memberikan diri kepada Tuhan dalam fiat-nya

(35)

setia mendampingi Sang Putra, yang secara mendalam dan sepenuhnya melibatkan diri di dalam inkarnasi dan penebusan; yang menerima perkembangan penderitaan pribadi dari secara fisik menjadi Bunda Yesus dari Nasaret sampai secara rohani Bunda Tuhan, Bunda Gereja.

Julie Billiart menghendaki agar para pengikutnya menjadi suatu kehadiran Maria bagi Tuhan, bagi Gereja, dan bagi sesama sedemikian rupa agar cinta Ilahi dapat bekerja melalui mereka untuk keselamatan semua orang sebagaimana telah terlaksana dalam diri Maria. Mereka menghayati nama mereka dalam sebuah tanggapan pada kebaikan Tuhan seperti Maria. Julie meringkas semua itu dengan ungkapannya “Di dalam diri setiap Suster Notre Dame/Santa Perawan Maria harus ada semangat Maria, keutamaan Maria, daya dan kekuatan Maria” (Irmine, 1998: 190). Yang dimaksud dengan semangat, keutamaan, daya dan kekuatan Maria ialah:

a. Semangat Maria

Semangat Maria selalu diwarnai dengan fiat penyerahan diri dengan penuh perhatian pada cinta Tuhan. Maria tidak pasif, dan dia memiliki pilihan dengan bebas dan penuh kesadaran guna menanggapi rencana Allah. Fiat-nya dapat dipertanggung-jawabkan, tidak mementingkan diri sendiri, dan memberikan seluruh hidup serta pribadinya untuk selama-lamanya dengan segala konsekuensi dan resikonya.

(36)

kasih yang spontan, sukacita, ketulusan hati, ketegaran, dan tidak mementingkan diri sebab semangat ini bersumber dari sumber yang sama dengan semangat Maria: karunia Allah yang luar biasa, Allah yang sangat mencintai.

b. Keutamaan Maria

Keutamaan Maria yang paling menonjol adalah iman. Karena iman menjadi syarat utama dalam hidup Maria. Imannya merupakan komitmen pribadi kepada Tuhan: fiatnya pada penerimaan warta sukacita dihayati sepenuhnya di dalam keadaan-keadaan konkret (Irmine, 1998: 196).

Julie Billiart menghayati keutamaan Maria khususnya dalam iman sejak dia menderita kelumpuhan di Cuvilly. Penderitaan, ketidak-berdayaan, dan kegelapan membuat Julie Billiart semakin menyerahkan diri kepada Tuhan yang Mahabaik. Dari peristiwa yang sangat biasa dalam hidup sehari-hari sampai peristiwa yang luar biasa, dari pengalaman sukacita maupun pengalaman yang menyedihkan dan mengecewakan Julie tetap membiarkan Tuhan yang membimbing dirinya.

c. Daya dan Kuasa

(37)

Daya hidup Julie sebagaimana daya Maria yakni daya hidup batin yang berakar di dalam iman, harapan, dan cinta. Seperti Maria, daya itu dimatangkan di dalam penderitaan dan menarik sumber-sumbernya dari salib, demikian juga Julie Billiart.

Jadi seluruh hidup Maria baik itu semangat, keutamaan, maupun daya dan kuasanya diharapkan menjadi semangat, keutamaan, maupun daya dan kuasa dari para pengikut Julie Billiart.

3. Hubungan Julie Billiart dengan Kongregasi SPM

Julie Billiart adalah Ibu Rohani Kongregasi SPM. Tahun 1819 Pater Matias Wolff SJ (Pater Wolff) dari Belanda Utara menemui Suster-suster Notre Dame (SND) di Belgia. Kongregasi yang didirikan oleh Julie Billiart bersama St. Joseph Blin de Bourdon pada tahun 1804 di Amiens. Sejak tahun 1809 biara induk SND pindah dari Amiens ke Namur. Pater Wolff mengenal Kongregasi SND ketika dia belajar di Belgia. Dia berjumpa dengan St. Joseph pengganti Julie Billiart sebagai pemimpin umum.

(38)

Lebuina). Dari tahun 1819 sampai dengan tahun 1822 Pater Wolff masih tetap mengirim gadis-gadis lain. Tahun 1821 Sr. Mathia, Sr. Boniface dan Sr. Rosalie pergi ke Namur untuk mendapatkan pendidikan lebih lanjut dalam kehidupan religius.

Maria van Werkhoven bersama dua pemudi lain semakin mempercepat berdirinya Kongregasi SPM. Menurut tradisi tanggal 29 Juli 1822 adalah tanggal berdirinya Kongregasi SPM yaitu saat kembalinya ketiga suster yang belajar di Namur dan bergabung bersama Maria van Werkhoven yang kemudian memakai nama Sr. Ignace. Sementara itu keenam suster yang lain masih berada di Gent.

Berdirinya Kongregasi SPM Amersfoort bertujuan untuk memberikan pendidikan pada anak-anak perempuan yang miskin. Artinya tujuan Kongregasi SPM sejalan dengan tujuan Kongregasi yang didirikan oleh Julie Billiart dan Francoise Blin de Bourdon di Namur. Oleh karena itu tiga kekuatan pokok yang menjadi kekuatan Julie menjadi obor /semangat/nilai-nilai juga diperjuangkan oleh SPM Amersfoort. Tiga obor /semangat/nilai-nilai itu adalah 1) iman yang kuat akan penyelenggaraan Tuhan yang Mahabaik, 2) peka akan tanda-tanda zaman, dan 3) solider terhadap mereka yang miskin dan tertindas (Konstitusi, 1984: 11-13).

(39)

Setelah Kongregasi tumbuh dan berkembang kira-kira selama 100 tahun di Belanda, para suster mulai terbuka untuk melayani orang-orang miskin tidak hanya di negeri Belanda saja. Melainkan juga melayani dan menjawab kebutuhan dan tawaran dunia, khususnya dunia yang miskin atau dunia ketiga. Tahun 1926, Kongregasi SPM Amersfoort berlayar menuju ke Hindia Belanda (Indonesia), Batavia (Jakarta) dan akhirnya menuju kota kecil di Probolinggo, Jawa Timur. Tujuh suster perintis yang penuh minat dan sikap hati terbuka tiba di Probolinggo pada tanggal 11 Oktober 1926. Dengan bekal keberanian, iman yang kuat, dan sikap hati yang siap mengabdi, mereka mulai berkarya dalam bidang pendidikan dan pengajaran bagi anak-anak miskin dan bagi mereka yang membutuhkan pendidikan (Irma, 1987: 41).

4. Perkembangan Kongregasi SPM Amersfoort di Indonesia

(40)

Tanggal 3 November 1926 para suster SPM mengawali pendidikan non formal di Probolinggo yakni memberikan pelajaran-pelajaran privat (kursus) yang meliputi Bahasa Belanda, Bahasa Inggris, Bahasa Perancis, tata buku, stenografi, mengetik, pekerjaan tangan, bermain piano (Irma, 2001: 6). Selain kursus tersebut, pada tanggal 1 Agustus 1928 SPM juga mendirikan asrama untuk menampung anak-anak Jawa, kemudian disusul asrama kedua yang menampung anak-anak untuk segala suku (Thionghoa, Madura, Jawa) pada tanggal 30 April 1932 (KWI, tanpa tahun: 1013). Selain pendidikan non formal, para suster SPM juga sangat peduli terhadap pendidikan formal. Tanggal 11 Desember 1926, para suster membuka Sekolah Fr obel (Taman Kanak-kanak), dan tanggal 6 Januari 1927 membuka Sekolah Rendah ELS (Europese Lagere School) (Irma, 2001: 7).

(41)

Selain di Jember, Kongregasi SPM juga terus berkembang di berbagai daerah di seluruh nusantara hingga saat ini. Genap berusia 80 tahun Kongregasi SPM berkarya di Indonesia. Usia 80 tahun secara kronologis merupakan usia yang cukup tua. Sebagaimana orang tua bisa matang dan mengalirkan kebijaksanaan-kebijaksanaan, tapi juga rentan dengan penyakit, rapuh, dan pikun (SPM, 2006: 17). Agar dapat mengalirkan kebijaksanaan-kebijaksaan dan tidak menjadi rentan dengan penyakit, rapuh, dan pikun, Kongregasi perlu refondation, atau kembali ke dasar hidup yakni spiritualitas. Inti spiritualitas SPM adalah membangun persekutuan hidup baru yang pusatnya kepenuhan kesamaan martabat manusia sebagai citra Allah.

Nilai-nilai yang perlu dikembangkan dan diperjuangkan secara terus menerus terangkum dalam tiga “obor”/semangat/nilai-nilai SPM yakni 1) iman yang kuat akan penyelenggaraan Tuhan yang Mahabaik, 2) peka akan tanda-tanda zaman, dan 3) solider terhadap mereka yang miskin dan menderita. Di dalamnya terkandung nilai syukur, terbuka terhadap hidup, kasih persaudaraan, menjujung dan menghargai martabat (dignity), peduli, dan jiwa penolong.

B. Nilai-nilai Kongregasi SPM 1. Pengertian nilai

(42)

sesuatu yang disukai dan diinginkan, singkatnya sesuatu yang baik”. Sinurat (1987: 1) mengatakan bahwa “nilai dan perasaan tidak dapat dipisahkan; keduanya saling mengandaikan. Perasaan adalah aktivitas psikis dengan mana manusia menghayati nilai”. Dalam hal ini dijelaskan bahwa sesuatu itu bernilai bagi seseorang apabila menimbulkan “perasaan positif”: senang, simpati, gembira, tertarik, dan lain-lain.

Nilai pribadi berkaitan dengan pribadi sendiri, tanpa perantara apa pun, sedangkan nilai barang menyangkut kehadiran nilai dalam hal bernilai. Hal bernilai bersifat material (hal yang menyenangkan, hal yang berguna), vital (segala hal yang bersifat ekonomis), atau spiritual (ilmu pengetahuan dan seni, yang juga disebut nilai budaya). Berbeda dengan nilai barang, nilai pribadi terdapat dua jenis yakni nilai pribadi itu sendiri dan nilai keutamaan. Dalam pengertian ini nilai pribadi lebih tinggi daripada nilai-nilai barang karena nilai pribadi terletak dan membentuk esensi pribadi yang bersangkutan.

(43)

Jadi nilai adalah keutamaan pribadi yang telah terwujud dalam realitas kehidupan nyata atau juga merupakan hal yang bermakna dan dikejar untuk diwujudkan dalam realitas kehidupan nyata dari setiap pribadi.

2. Nilai-nilai khas Julie Billiart menjadi pedoman bagi SPM

Nilai-nilai yang khas dihidupi oleh Julie Billiart sebagai Ibu Rohani Kongregasi dijadikan pedoman bagi SPM. Nilai-nilai tersebut adalah 1) iman yang kuat akan penyelenggaraan Tuhan yang Mahabaik, 2) peka akan tanda-tanda zaman, 3) solider terhadap mereka yang miskin dan terlantar.

a. Iman yang kuat akan penyelenggaraan Tuhan yang Mahabaik.

Iman Julie Billiart akan penyelengaraan Tuhan yang Mahabaik terbukti/nampak pada waktu dia mengalami penderitaan. Iman semacam itulah seperti dirumuskan dalam Dei Verbum “…kepada Allah yang menyampaikan wahyu, manusia wajib menyatakan ketaatan iman. Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan” (Dei Verbum art.5).

(44)

bantuan Roh Kudus berkembang dalam gereja: sebab berkembanglah pengertian tentang kenyataan-kenyataan maupun kata-kata yang diturunkan, baik karena kaum beriman, yang menyimpannya dalam hati, merenungkan serta mempelajarinya, maupun karena menyelami secara mendalam pengalaman-pengalaman rohani mereka. Pengalaman inilah yang menjadi kekayaan rohani Julie Billiart yakni penderitaan tidak ditolak namun dipakai sarana untuk cinta Allah yang melimpah-limpah sehingga melahirkan kehidupan baru.

Kekuatan iman semacam itu ingin dihidupi oleh SPM dan ditawarkan kepada guru-pegawai sebab zaman sekarang begitu banyak orang menolak penderitaan. Padahal penderitaan adalah bagian dari kehidupan yang tidak dapat ditolak datang maupun perginya. Sekaligus pentingnya sikap selalu mensyukuri hidup terhadap Sang pemberi Hidup. Untuk itu nilai-nilai yang ditawarkan adalah sebagai berikut:

1) Bersyukur. Orang yang percaya penuh pada Tuhan yang Mahabaik selalu dapat bersyukur, sekalipun menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan dalam hidup. Orang yang demikian merasa yakin bahwa ada berkat di balik segala peristiwa, meski peristiwa yang paling pahit sekalipun.

(45)

dalam kesulitan. Artinya bahwa dalam kehidupan nyata sehari-hari seringkali tidak semuanya berjalan lancar dan mulus sesuai dengan rencana dan kehendak kita. Orang yang beriman kuat akan Tuhan yang Mahabaik tetap mampu bertahan dalam kesulitan seberat apapun karena yakin bahwa Tuhan selalu menyertai.

3) Berprinsip. Orang yang mampu mensyukuri setiap kejadian dan pengalaman hidup tidak akan mudah terbawa oleh arus perubahan zaman. Dengan kata lain orang yang berprinsip adalah orang mampu bertahan dalam pendirian/keputusan, dan keputusan tersebut didasari oleh berbagai pertimbangan bukan berdasarkan antara suka dan tidak suka atau unsur subyektivitas pribadi.

4) Rela berkorban. Akhirnya orang yang mengalami kebaikan Tuhan akan menggerakkan pribadi yang bersangkutan rela berkorban bagi sesama/orang lain. Kerelaan berkorban sebagai perwujudan akan penyerahan totalnya kepada Tuhan.

b. Peka akan tanda-tanda zaman

(46)

kecemasan para murid Kristus. Julie Billiart adalah murid Kristus juga, sebagai murid Kristus dia selalu tergerak untuk menolong mereka yang miskin dan tertindas. Gaya hidup yang semacam itu disebut pribadi “militan”, yaitu pribadi yang bersemangat tinggi, dan penuh gairah.

Pribadi “militan” perlu dimiliki pula oleh guru-pegawai yang bekerja di lingkungan SPM di zaman sekarang ini. Pribadi yang tangguh, mampu berbagi kegembiraan dan harapan, namun juga mampu menanggung, menerima duka dan kecemasan bersama, mampu bertindak serta berpihak untuk menolong mereka yang miskin dan tertindas. Nilai-nilai yang ditawarkan oleh SPM adalah sebagai berikut:

1) Berani melawan arus: orang yang berani melawan arus mengandaikan bahwa orang tersebut memiliki prinsip yang jelas dan kuat. Berani menanggung segala konsekuensi dari apa yang telah diputuskan dan benar sekalipun hal tersebut bertentangan dengan pendapat banyak orang. Dan yang terpenting adalah memperjuangkan kebenaran demi terciptanya martabat manusia sebagai citra Allah.

2) Berdedikasi: orang yang berdedikasi adalah orang yang memiliki komitmen tinggi terhadap segala tugas yang dipercayakan pada orang tersebut. Orang tersebut juga berani berkorban demi suksesnya tugas, berani bekerja keras demi tercapainya cita-cita bersama.

(47)

mengalami kesulitan orang yang kreatif tidak mudah putus asa melainkan selalu mendapatkan ide untuk mengatasinya.

c. Solider terhadap mereka yang miskin dan menderita

Julie Billiart mengalami penderitaan dalam kurun waktu yang lama. Namun dia mampu mengubah pengalaman menderita sebagai sarana Allah menyalurkan Rahmat dan cinta-Nya yang berlimpah-limpah. Julie menerima, menyerah, dan percaya pada kehendak Allah, sebagaimana termuat dalam GS art. 11 sebagai berikut: “umat Allah, terdorong oleh iman, bahwa mereka dibimbing oleh Roh Kudus, berusaha mengenali peristiwa-peristiwa, tuntutan, dan aspirasi untuk menangkap isyarat kehadiran Allah”.

(48)

Sikap hormat terhadap sesama dan perjuangan untuk kesamaan martabat manusia sebagai citra Allah adalah penting dan perlu dihidupi bagi guru-pegawai di lingkungan SPM karena zaman sekarang banyak penderitaan dan kurangnya penghargaan terhadap hidup manusia. Untuk itu bagi guru-pegawai ditawarkan nilai-nilai sebagai berikut:

1) Bersemangat kasih. Orang yang solider tentu juga dilandasi oleh semangat kasih. Artinya bahwa seseorang mampu menyatakan perasaannya bersatu atau senasib dengan yang miskin dan yang hina apabila orang tersebut memiliki kasih. Mampu mengasihi orang lain bahwa orang lain adalah citra Allah.

2) Empati terhadap penderitaan sesama. Orang yang solider juga mampu berempati. Artinya orang mampu memahami dan menempatkan diri pada pihak yang menderita tanpa harus larut dalam penderitaan tersebut. Sehingga orang tersebut masih mampu bertindak untuk menolong sesuai dengan kebutuhan.

3) Sederhana. Yang dimaksud dengan sederhana adalah bersemangat apa adanya. Tidak mencari-cari yang di luar kemampuannya. Meskipun memiliki banyak hal namun orang yang sederhana tetap mampu menghargai orang lain dengan segala kelebihan dan kekurangan tanpa meremehkan orang lain.

C. Aktualisasi Diri menurut Abraham Maslow

(49)

dan Ruth Benedict, ahli Antropologi. Mereka adalah dua diantara sekian banyak guru Maslow. Maslow melihat bahwa Wertheimer dan Benedict mencapai pengalaman puncak dalam kehidupan manusia.

Pengalaman puncak adalah pengalaman yang luar biasa, pengalaman kebahagiaan, yang disertai perasaan terpesona yang meluap-luap, dan merupakan suatu perwujudan dari seluruh potensi dan kapasitas seseorang. Pengalaman puncak sebagai pengalaman yang hebat ini dapat diraih oleh setiap manusia. Karena pada dasarnya setiap manusia dilahirkan dengan kebutuhan-kebutuhan instinktif. Kebutuhan-kebutuhan yang mendorong manusia untuk bertumbuh dan berkembang, untuk mengaktualisasikan-diri, untuk menjadi sejauh kemampuan manusia (Schultz, 1991: 89).

Maslow mempelajari orang-orang yang paling sehat, paling baik, paling matang (Schultz, 1991: 88). Menurut Maslow apabila mempelajari orang-orang timpang, tidak matang, dan tidak sehat, maka akan hanya terlihat sisi manusia yang sakit dari kodrat manusia. Maslow memberikan analogi pencapaian pengalaman puncak sebagai keadaan yang paling baik yakni dengan mempelajari orang-orang yang paling sehat. Sebagai contoh apabila akan mempelajari seberapa cepat manusia dapat lari bukanlah mempelajari orang yang pergelangan kakinya patah atau yang sedang-sedang saja melainkan mempelajari pelari peraih medali emas Olympiade.

(50)

Maslow menyelidiki manusia-manusia ini dengan menggunakan berbagai macam teknik – interviu, asosiasi bebas untuk orang-orang yang masih hidup, sedangkan untuk orang-orang yang sudah meninggal dengan bahan biografi ataupun otobiografi.

1. Pengertian Aktualisasi-Diri

Aktualisasi-diri adalah kecenderungan mengembangkan bakat dan kapasitas sendiri (Kartini, 1999: 450). Maslow melukiskan orang yang teraktualisasi-diri adalah orang yang mampu menggunakan dan memanfaatkan secara penuh bakat, kapasitas-kapasitas, potensi-potensi, untuk melakukan yang terbaik yang dapat dilakukannya (Goble, 1987: 48). Dengan kata lain orang yang teraktualisasi-diri adalah orang yang memiliki persepsi yang holistik, alamiah, dan tepat. Holistik berarti menyangkut semua dimensi diri dan terintegrasi. Alamiah adalah muncul secara spontanitas. Spontanitas mengandung konotasi lebih ekspresif, wajar, dan polos. Sikap spontan dalam hal ini menyangkut sikap yang tepat dan menyangkut moralitas. Sedangkan yang dimaksud dengan tepat adalah sesuai dengan realitas.

Menurut Maslow mencapai aktualisasi diri sama dengan proses pendidikan yang berawal dan berproses dari dalam diri manusia. Proses itu adalah hak setiap orang sesuai dengan martabatnya sebagai pribadi manusia. Maslow berpendapat: “… It should be at least one function of education, law, religion, ect., to safeguard, foster, and encourage, even to teach the

(51)

institusi yang lain adalah mendorong perwujudan potensi-potensi manusia. Seperti dikatakan oleh Schultz (1991: 89) “… potensi untuk pertumbuhan dan kesehatan psikologis ada sejak lahir. Apakah potensi kita dipenuhi atau diaktualisasikan tergantung pada kekuatan-kekuatan individual dan sosial yang memajukan atau menghambat aktualisasi-diri”. Jelaslah di sini bahwa pendidikan merupakan kekuatan penting untuk memacu atau membantu seseorang mengembangkan potensinya, membantunya mencapai aktualisasi diri (Goble, 1987: 176). Oleh karena itu aktualisasi diri merupakan proses perkembangan atau penemuan jati diri dan mekarnya potensi yang ada atau yang terpendam.

Dalam pandangan Maslow, semua manusia memiliki kecenderungan yang dibawa sejak lahir untuk mengaktualisasikan diri. Manusia didorong oleh kebutuhan-kebutuhan universal yang dibawa sejak lahir, yang tersusun dalam tingkat, dari yang paling kuat sampai yang paling lemah. Maslow memberikan gambaran tingkat-tingkat kebutuhan dengan suatu tangga; manusia sebelum mancapai anak tangga kedua harus melampaui terlebih dahulu tangga pertama dan seterusnya. Dengan kata lain bahwa kebutuhan yang lebih rendah harus dipuaskan lebih dulu sebelum muncul kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi.

(52)

akan memberi dan menerima, (4) kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan (Schultz, 1991: 90).

2. Hirarki kebutuhan menurut Abraham Maslow

AESTHETIC NEEDS NEEDS TO

KNOW AND UNDERSTAND NEEDS FOR

SELF ACTUALIZATION

NEEDS FOR ESTEEM

NEEDS FOR BELONGING AND LOVE

SAFETY NEEDS

PHYSIOLOGICAL NEEDS

(53)

kebutuhan fisiologis merupakan dasar bagi pemenuhan kebutuhan lain dan kebutuhan-kebutuhan tertentu harus dipenuhi dahulu sebelum seseorang berusaha memenuhi kebutuhan di atasnya (Myron, 1981). Sebagai contoh pemenuhan kebutuhan keamanan menjadi dasar dari usaha pemenuhan kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki dan cinta, begitu seterusnya sampai pada kebutuhan yang paling atas. Dengan kata lain kebutuhan yang ada di atasnya akan muncul bila kebutuhan di bawahnya telah terpuaskan. “Maslow assumes that if an individual has been able to satisfy all of these lower needs

on the hierarchy, then his motivation is directed toward self-actualization

(Myron, 1981)

a. Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan yangn paling dasar untuk mempertahankan hidup secara fisik. Kebutuhan tersebut adalah kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, dan oksigen. Dalam kenyataan hidup sehari-hari pemenuhan kebutuhan fisiologis bisa menyangkut waktu rileks untuk diri sendiri, keluarga, liburan/cuti, balas jasa dan jaminan sosial (Handoko, 1984: 258).

b. Kebutuhan rasa aman

(54)

meliputi kondisi kerja yang aman, tabungan, jaminan pensiun, sistem penanganan keluhan (Handoko, 1984: 258).

c. Kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki, akan cinta dan kasih sayang Kebutuhan ini meliputi kebutuhan untuk mencintai dan dicintai (memberi dan menerima), kebutuhan untuk berhubungan sosial, kebutuhan untuk memiliki sahabat, kebutuhan untuk berinteraksi dan diterima oleh orang lain, membangun persaudaraan, sikap saling percaya.

d. Kebutuhan akan penghargaan

Kebutuhan akan penghargaan yakni harga diri dan penghargaan dari orang lain. Harga diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan prestasi, dan kebebasan. Penghargaan dari orang lain meliputi prestise, pengakuan, penerimaan, perhatian, nama baik, dan penghargaan (Goble, 1987: 76)

e. Kebutuhan akan aktualisasi diri

(55)

yang teraktualisasi adalah pribadi yang memiliki persepsi yang holistik, alamiah, dan tepat.

3. Sifat-sifat orang yang teraktualisasi-diri

Beberapa sifat umum dari orang-orang yang telah teraktualisasi-diri ialah telah memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang lebih rendah secara teratur dan telah berusia setengah tua atau lebih tua. Meskipun demikian Maslow berpikir bahwa orang-orang yang lebih muda memperlihatkan “pertumbuhan yang baik ke arah aktualisasi-diri” (Schultz, 1991: 98).

Oleh karena itu berikut ini disajikan sifat-sifat yang menggambarkan orang-orang yang teraktualisasi-diri (Goble, 1987: 51-61).

d. Mengamati Realitas Secara Efisien

Orang-orang yang teraktualisasi-diri mengamati obyek-obyek di sekitarnya secara obyektif. Mereka tidak memandang dunia hanya sebagaimana mereka inginkan atau butuhkan, melainkan mereka melihat sebagaimana adanya. Maslow (Schultz, 1991: 99) memberikan contoh hakim yang teliti terhadap orang lain, mampu menemukan dengan cepat penipuan dan ketidakjujuran.

e. Penerimaan Umum atas Kodrat, Orang-orang Lain dan Diri Sendiri

(56)

atau memalsukan diri mereka. Mereka tidak defensif atau bersembunyi di belakang topeng atau peranan social. Juga mampu menerima orang lain apa adanya.

f. Spontanitas, Kesederhanaan, Kewajaran

Dalam semua segi kehidupan, orang-orang yang teraktualisasi-diri bertingkah laku secara terbuka dan langsung tanpa berpura-pura. Mereka dapat memperlihatkan emosi-emosi dengan jujur dengan isitilah lain dapat dikatakan bahwa orang-orang yang teraktualisasi-diri mampu bertingkah laku secara kodrati, yakni sesuai dengan kodrat mereka. Namun orang-orang yang teraktualisasi-diri juga bijaksana dan penuh perhatian terhadap orang-orang lain.

d. Fokus pada Masalah-masalah di Luar Diri Mereka

(57)

memiliki sifat-sifat demikian nampak bekerja lebih keras daripada orang-orang biasa.

e. Kebutuhan akan Privasi dan Independensi

Orang-orang yang mengaktualisasikan-diri memiliki suatu kebutuhan yang kuat untuk mandiri. Meskipun mereka tidak menjauhkan diri dari kontak dengan manusia. Mereka tidak tergantung pada orang lain untuk kepuasan-kepuasan mereka, sehingga kesannya tidak ramah dan kadang-kadanng mengalami kesulitan-kesulitan sosial.

f. Berfungsi secara Otonom

Orang-orang yang teraktualisasi-diri berfungsi secara otonom. Mereka tidak didorong oleh motif-motif kekurangan melainkan pemuasan dari motif-motif dari dalam. Oleh karena itu perkembangan mereka lebih tergantung pada potensi-potensi dan sumber-sumber dari dalam mereka sendiri.

g. Apresiasi yang Senantiasa Segar

Orang-orang yang teraktualisasi-diri senantiasa menghargai seluruh pengalaman dengan suatu perasaan yang segar, perasaan terpesona, dan kagum. Mereka mampu selalu bersyukur atau berterima kasih terhadap apa yang mereka miliki dan mereka alami.

h. Pengalaman-pengalaman Mistik atau “Puncak”

(58)

dan meluap-luap, sama seperti pengalaman-pengalaman keagamaan yang mendalam (Schultz, 1991: 105). Namun tidak semua pengalaman puncak itu sangat kuat; dapat juga pengalaman-pengalaman yang ringan dan itu dapat terjadi setiap hari.

i. Minat Sosial

Orang-orang yang teraktualisasi memiliki perasaan empati dan afeksi yang kuat dan dalam terhadap semua manusia. Mereka mencintai sesama manusia atau mencintai kemanusiaan. Mereka bisa merasa tertekan dan menjadi marah ketika orang lain bertingkah laku bodoh, lemah, dan kasar, meskipun mereka juga cepat memahami dan memaafkannya.

j. Hubungan Antarpribadi

Orang-orang yang mengaktualisasikan-diri mampu mengadakan hubungan yang lebih kuat dengan orang-orang lain. Mereka mampu memiliki cinta yang lebih besar dan persahabatan yang lebih mendalam. Meski jumlah sahabat mereka lebih sedikit karena mereka lebih suka berada bersama orang-orang yang memiliki nilai-nilai dan sifat-sifat yang sama. Kendati demikian mereka sabar dan baik hati terhadap setiap orang.

k. Struktur Watak Demokratis

(59)

agama, ras, warna kulit. Mereka siap mendengarkan siapa saja atau siap belajar dari siapa saja yang dapat mengajarkan sesuatu kepada mereka. l. Perbedaan antara Sarana dan Tujuan, antara Baik dan Buruk

Pengaktualisasi-pengaktualisasi-diri membedakan dengan jelas antara sarana dan tujuan. Bagi mereka tujuan atau cita-cita jauh lebih penting daripada sarana. Mereka juga mampu membedakan dengan jelas antara yang baik dan buruk, benar dan salah. Mereka memiliki norma-norma etis dan moral yang dirumuskan dengan baik yang mereka pegang teguh dalam semua situasi.

m. Perasaan Humor yang Tidak Menimbulkan Permusuhan

Orang-orang yang teraktualisasi-diri memiliki humor yang bersifat filosofis; humor yang menertawakan manusia pada umumnya. Humor yang bersifat instruktif, yang dipakai langsung kepada hal yang dituju dan juga menimbulkan tertawa.

n. Kreativitas

Kreativitas di sini disamakan dengan daya cipta dan daya khayal naïf yang dimiliki anak-anak, suatu cara yang tidak berprasangka dan langsung melihat kepada hal-hal. Kadang-kadang kreativitas ini hilang karena pengaruh sekolah dan kekuatan-kekuatan social lain, namun bagi orang-orang yang teraktualisasi-diri tetap mempertahankannya.

o. Resistensi terhadap Inkulturasi

(60)

atau bertindak menurut cara-cara tertentu. Mereka mempertahankan batin, tidak terpengaruh oleh kebudayaan mereka, dibimbing oleh diri mereka bukan oleh orang lain. Namun demikian mereka tidak terus terang menentang kebudayaan. Mereka tidak sengaja melanggar aturan-aturan sosial untuk memperlihatkan independensi. Mereka menjadi sangat konvensional dalam hal berpakaian, tata krama, atau apa saja yang dianggapnya tidak penting bagi mereka.

4. Sifat-sifat pribadi yang teraktualisasi-diri yang sudah dihidupi Julie Billiart Tabel 1

Ekuivalensi Nilai-nilai Julie Billiart dengan Sifat-sifat pengaktualisasi-diri Maslow

Nilai-nilai Julie Billiart Sifat-sifat pengaktualisasi-diri menurut Maslow

Iman:

1. Syukur Pengalaman mistik atau "puncak"

2. Bertahan dalam kesulitan Penerimaan kodrat orang lain dan diri sendiri 3. Berprinsip Independensi dan berfungsi otonom

4. Rela berkorban Fokus pada masalah-masalah di luar diri mereka

Peka:

1. Berani melawan arus Berfungsi otonom dan independensi 2. Berdedikasi

Mengamati realitas secara efisien dan fokus di luar diri

3. Kreatif Apresiasi yang selalu segar dan kreativitas

Solider:

1. Bersemangat kasih Penerimaan atas kodrat, hubungan antar pribadi,

dan demokratis

2. Empati Minat sosial

(61)

Ekuivalensi berarti bahwa memiliki makna yang sangat berdekatan (Alwi, 2002: 292). Artinya nilai-nilai yang telah dihidupi oleh Julie Billiart memiliki makna yang sama sangat berdekatan dengan ciri-ciri orang yang teraktualisasikan-diri. Dengan demikian Julie Billiart adalah pribadi yang teraktualisasi-diri.

Dalam kaitannya pribadi yang teraktualisasikan-diri inilah, peneliti memandang perlu bahwa guru-pegawai mendapatkan layanan bimbingan atau pembinaan yang terus-menerus agar semakin mampu mengaktualisasikan-diri terhadap nilai-nilai SPM dan pada akhirnya mampu membimbing peserta didik yang menjadi tanggung jawab mereka.

D. Bimbingan/Pembinaan bagi Guru-Pegawai

Berikut ini akan diuraikan hal-hal yang terkait dengan bimbingan/pembinaan bagi guru-pegawai antara lain: pengertian bimbingan, tujuan, dan fungsi bimbingan/pembinaan,

1. Pengertian Bimbingan

(62)

Bimbingan dalam rangka mengarahkan diri untuk bertindak wajar sesuai dengan tuntutan, keadaan keluarga, serta masyarakat dimaksudkan adalah pembinaan secara terus-menerus bagi individu dewasa oleh individu yang berwenang. Misalnya guru-guru di sekolah mendapatkan pembinaan dari Pengurus Yayasan. Pembinaan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tuntutan masyarakat.

Bimbingan kelompok adalah pelayanan bimbingan yang diberikan kepada lebih dari satu orang pada waktu bersamaan dengan tujuan untuk mendukung perkembangan anggota-anggotanya secara optimal (Winkel, 2004: 563). Perkembangan anggota secara optimal berarti setelah anggota kelompok melaksanakan bimbingan kelompok anggota tersebut mengalami perubahan dari setiap aspek pribadinya.

2. Tujuan Bimbingan Kelompok

(63)

3. Fungsi Bimbingan/pembinaan

Untuk mencapai perkembangan optimal peserta didik, sesuai dengan tujuan institusional, lembaga pendidikan pada dasarnya membina tiga usaha pokok, yakni: a) pengelolaan administrasi sekolah, b) pengembangan pemahaman dan pengetahuan, nilai dan sikap, serta keterampilan melalui program kegiatan intrakurikuler dan kokurikuler, c) pelayanan khusus kepada peserta didik dalam berbagai bidang yang membulatkan peserta didik dan/atau menunjang kesejahteraan peserta didik yang tercakup dalam istilah pembinaan peserta didik (Winkel, 2003: 62).

Sehubungan dengan pembinaan tiga usaha pokok tersebut, dibedakan tiga bidang dalam pendidikan di sekolah, yang mempunyai fungsi pokok sendiri-sendiri, namun ketiga-tiganya menopang tujuan institusional. Dalam ketiga bidang tersebut adalah: bidang administrasi dan supervisi yang membawahi bidang pengajaran dan bidang pembinaan peserta didik.

(64)

Pelaksana-pelaksana di bidang ini adalah staf guru/pamong/tenaga pengajar. Namun mereka bukan hanya semata-mata menjadi tenaga pengajar melainkan sebagai pendidik. Artinya bahwa pendidik ikut berpartisipasi secara aktif dalam penyelenggaraan program bimbingan di sekolah.

Untuk mendukung terjadinya partisipasi aktif dari guru-pegawai, peneliti beranggapan bahwa mereka membutuhkan pembinaan agar dapat membantu peserta didik mencapai tujuan pendidikan nasional yang menyangkut beberapa komponen yakni: komponen kognitif, komponen nilai dan sikap, serta komponen keterampilan. Komponen kognitif dapat diraih melalui pengajaran, komponen nilai dan sikap dapat dikembangkan melalui pelayanan bimbingan. Tercapainya nilai dan sikap merupakan tanggung jawab seluruh guru-pegawai yang terlibat langsung dalam pendidikan di sekolah.

(65)

Pengembangan pribadi kedirian dan kepentingan orang lain atau kelompok harus dapat saling menghidupi. Sehingga layanan kelompok dalam bimbingan dapat menjadi tempat pengembangan sikap, pemecahan masalah bersama, keberanian sosial yang bertenggang rasa menjadi terwujud.

(66)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini terdiri dari beberapa hal yang berhubungan dengan metodologi

penelitian, yaitu jenis penelitian, subyek penelitian, instrument penelitian, dan teknik

analisis data yang digunakan.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif dan dikategorikan

sebagai metode penelitian survei. Menurut Furchan (1982: 415):

Penelitian deskriptif dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan. Penelitian ini diarahkan untuk menetapkan sifat suatu situasi pada waktu penyelidikan itu dilakukan. Dalam penelitian deskriptif, tidak ada perlakuan yang diberikan atau dikendalikan seperti yang dapat ditemui dalam penelitian eksperimen. Tujuan penelitian ini adalah untuk melukiskan variable atau kondisi “apa yang ada” dalam suatu situasi.

Van Dalen (Arikunto, 1993: 86) mengatakan bahwa metode survei

merupakan cara mengumpulkan data dari sejumlah unit atau individu dalam

waktu atau jangka waktu yang bersamaan. Penelitian ini bertujuan untuk

memperoleh gambaran pemenuhan kebutuhan-kebutuhan guru-pegawai SMPK

Maria Fatima Jember khususnya terhadap 3 (tiga) “obor”/nilai semangat awal Ibu

(67)

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah benda, hal, atau orang tempat data untuk variabel

penelitian melekat dan yang dipermasalahkan (Arikunto, 1990: 116). Subyek

dalam penelitian ini adalah Guru-Pegawai TK, SD, SMPK Maria Fatima Jember.

Guru baik guru tetap maupun guru honorer. Pegawai baik TU, tenaga

pustakawan, dan tenaga keuangan.

Guru-pegawai TK sebanyak 17 orang, guru-pegawai SD sebanyak 44 orang,

dan guru-pegawai SMP sebanyak 25 orang. Jadi jumlah subyek penelitian

sebanyak 86 orang. Mereka semua berperanan dalam pelaksanaan karya

pendidikan yang dilandasi pula oleh nilai-nilai yang dikembangkan oleh

Kongregasi SPM.

C. Instrumen Penelitian

1. Kuesioner Pemenuhan Kebutuhan Guru-Pegawai

Instrumen dalam penelitian ini dalam bentuk kuesioner yang

mengungkap empat kebutuhan dasar dan aktualisasi-diri. Kuesioner ini

disusun oleh penulis.

a. Susunan Kuesioner

Bagian pertama menjelaskan tentang maksud dan tujuan serta petunjuk

pengisian kuesioner, bagian kedua memuat pernyataan-pernyataan

(item-item) mengenai tiap-tiap kebutuhan dan disertai kemungkinan

(68)

Tabel 2

Sebaran Item Kuesioner Pemenuhan Kebutuhan Guru-Pegawai

TK – SMP Maria Fatima Jember

No Aspek Indikator Nomor Item

c. sistem penanganan

masalah

b. perasaan memiliki

(69)

5. Aktualisasi diri

b. Bersemangat kasih

c. Empati terhadap

penderitaan

Penskoran item kuesioner aktualisasi-diri Guru-Pegawai sebagai berikut:

untuk item positif jawaban “Selalu” = 4; jawaban “Sering” = 3; jawaban

(70)

item negatif jawaban “Selalu” = 1; jawaban “Sering” = 2; jawaban

“Kadang-kadang” = 3; jawaban “Tidak Pernah” = 4 kemudian dihitung

jumlah seluruh skor untuk tiap responden.

2. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pemenuhan Kebutuhan Guru-Pegawai

a. Validitas

Validitas berhubungan dengan sejauh mana suatu alat mampu

mengukur yang seharusnya diukur (Masidjo, 1995: 242). Sejalan dengan

pendapat tersebut Scarvia B. Anderson (Arikunto, 1986: 65) menyatakan

bahwa sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang

hendak diukur. Jadi, sebuah alat ukur dapat dikatakan valid jika alat ukur

itu dapat memberikan hasil ukur sesuai dengan maksud pengukuran

tersebut.

Validititas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas

konstruk (contruct validity). Masidjo (1995: 244) menyatakan bahwa

validitas konstruk menunjuk sampai dimana isi suatu alat ukur sesuai

dengan konsep yang seharusnya menjadi isi alat ukur atau konstruksi

teoritis yang mendasari disusunnya alat ukur tersebut.

Perhitungan koefisien validitas dengan rumus:

tt

t

r

r

=

Keterangan :

= ∞

t

r Koefisien Validitas

=

Gambar

Tabel 1 :
Tabel 1
Tabel 3
Tabel 4. Rincian Subyek penelitian para guru dan Pegawai TK, SD, SMP Maria Fatima Jember 2006
+4

Referensi

Dokumen terkait