• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS PENGEMBANGAN. 1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS PENGEMBANGAN. 1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

A. Kajian Pustaka

1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Samsudin (2006 : 22) Manajemen sumber daya manusia adalah suatu kegiatan pengelolaan yang meliputi pendayagunaan, pengembangan dan penilaian, pemberian balas jasa bagi manusia sebagai individu anggota organisasi atau perusahaan bisnis. Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut cara-cara mendesain sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengelolaan karir, evaluasi kerja kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan.

2. Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Samsudin (2006 : 30) Tujuan dari sumber daya manusia adalah memperbaiki kontribusi produksi orang-orang atau tenaga kerja terhadap organisasi atau perusahaan dengan cara yang bertanggung jawab secara strategis, etis, dan social.

Adapun Schuler, et al. seperti yang dikutip dalam Edy Sutrisno (2009 : 6) mengartikan manajemen sumber daya manusia sebagai : Pengakuan tentang pentingnya tenaga kerja organisasi sebagai sumber daya manusia yang sangat penting dalam memberi kontribusi bagi tujuan-tujuan organisasi, dan menggunakan

(2)

beberapa fungsi serta kegiatan untuk memastikan bahwa Sumber Daya Manusia tersebut digunakan secara efektif dan adil bagi kepentingan individu, organisasi, dan masyarakat.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, jelas bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia menitik beratkan pada bagaimana mengelola karyawan sebagai aset utama perusahaan karena keberhasilan perusahaan tergantung dari kinerja efektif dari karyawan itu sendiri. Manajemen sumber daya manusia dapat disimpulkan sebagai pengelolaan organisasional yang meliputi praktik dan kebijakan baik secara individual maupun kolektif terhadap aset manusia sehingga memberikan kontribusi optimal dalam mencapai tujuan organisasi.

B. Kompensasi

1. Pengertian Kompensasi

Menurut Samsudin (2006 : 187) kompensasi mengandung arti yang lebih luas daripada upah atau gaji. Upah atau gaji lebih menekankan pada balas jasa finansial maupun non-finansial. Kompensasi merupakan pemberian balas jasa, baik secara langsung berupa uang (finansial) maupun tidak langsung berupa penghargaan (non-finansial).

2. Jenis-jenis kompensasi

Menurut Ruky, (2006) kompensasi atau yang disebut dengan imbalan ialah yang mencakup semua pengeluaran yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pekerja dan diterima atau dinikmati oleh pekerja, baik secara langsung atau

(3)

Menurut Kaswan (2012:147) pada umumnya Kompensasi terbagi 2, yaitu: Kompensasi Finansial dan Kompensasi non Finansial.

1. Kompensasi Finansial.

Kompensasi langsung adalah penghargaan / ganjaran yang disebut gaji atau upah yang dibayar secara tetap berdasarkan tenggang waktu yang tetap. (Bonus, insentif, komisi)

Kompensasi tidak langsung adalah pemberian bagian keuntungan / manfaat lainnya bagi para pekerja di luar gaji atau upah tetap, yang bisa berupa tunjangan, asuransi pesangon, sekolah anak, cuti sakit, dll.

2. Kompensasi non – Finansial

Menurut Mondy (2008 : 5) kompensasi non finansial adalah kepuasan yang diterima seseorang dari pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan psikologis dan atau fisik tempat orang tersebut bekerja.

Kompensasi langsung menurut Dessler (2007: 46), kompensasi karyawan adalah semua bentuk pembayaran atau hadiah yang diberikan kepada karyawan dan muncul dari pekerjaan mereka.

Menurut Mondy (2008 : 4) kompensasi adalah total seluruh imbalan yang di terima para karyawan sebagai pengganti jasa yang telah mereka berikan. Definisi Kompensasi menurut Panggabean (2004) mengemukakan bahwa kompensasi adalah setiap bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa mereka kepada organisasi.

Sedangkan Menurut Sikula (1981) yang dikutip oleh Mangkunegara (2007) bahwa Kompensasi ialah sesuatu yang dipertimbangkan sebagai sesuatu yang sebanding dengan hasil kerja mereka. Menurut Simamora (2004: 441), kompensasi (compensation) meliputi imbalan finansial dan jasa dari wujud serta tunjangan yang

(4)

diterima oleh para karyawan sebagai bagian dari hubungan kepegawaian. Kompensasi merupakan apa yang diterima oleh para karyawan sebagai ganti kontribusi mereka kepada organisasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan sebagai ganti kontribusi jasa mereka terhadap perusahaan baik itu Kompensasi Finansial dan Kompensasi non Finansial.

3. Komponen – komponen kompensasi a. Gaji dan Upah

Pengertian gaji dan upah Dessler (2006 : 189) dalam buku sumber daya manusia, mengatakan gaji adalah sesuatu yang berkaitan dengan uang yang diberikan kepada pegawai atau karyawan. Ia berpendapat bahwa sistem pembayaran dapat dibedakan berdasarkan waktu kinerja, yaitu pembayaran yang dilakukan atas dasar lamanya bekerja, misalnya perjam, hari, minggu, bulan dan sebagainya, dan pembayaran berdasarkan hasil kerja, yaitu pembayaran upah/gaji yang didasarkan pada hasil akhir dari proses kinerja, misalnya jumlah produksi. Amstrong dan Murlis, dalam bukunya Pedoman Praktis Sistem Penggajian, berpendapat gaji merupakan bayaran pokok yang diterima oleh seseorang.

Dewan Penelitian Pengupahan Nasional mendefinisikan, upah sebagai suatu penerimaan imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan/jasa yang telah dan akan dilakukan serta berfungsi sebagai jaminan kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi. Upah dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan, undang-undang, dan

(5)

peraturan, serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi kerja dan penerima kerja.

Kesimpulan dari definisi-definisi upah dan gaji diatas adalah bahwa upah dan gaji adalah sama-sama imbalan finansial langsung yang diterima oleh pekerja sebagai balas jasa dan yang diberikan oleh perusahaan secara teratur, yang membedakannya hanyalah waktu pemberiannya serta kepada siapa istilah tersebut diberikan.

Sistem pengggajian/pengupahan yang umumnya diterapkan adalah : 1) Sistem Waktu : Besarnya gaji/upah dalam sistem ini ditetapkan

berdasarkan standar waktu seperti jam, minggu, atau bulan. Administrasi pengupahan sistem waktu relatif mudah serta dapat diterapkan kepada karyawan tetap maupun harian.

2) Sistem Hasil (Out Put) : Besarnya upah dalam sistem ini ditetapkan atas kesatuan unit yang dihasilkan pekerja, seperti potong, meter, liter dan kilogram. Besarnya upah yang dibayar selalu didasarkan kepada banyaknya hasil yang dikerjakan bukan kepada lamanya waktu mengerjakannya. Sistem hasil ini tidak dapat diterapkan pada karyawan tetap dan jenis pekerjaan yang tidak mempunyai standar fisik, seperti bagi karyawan administrasi, melainkan diterapkan kepada karyawan yang sifatnya bekerja secara tidak tetap pada suatu perusahaan, seperti buruh harian lepas. Kebaikan sistem ini adalah memberikan kesempatan kepada karyawan yang bekerja bersungguh-sungguh serta yang berprestasi baik akan memperoleh balas jasa yang

(6)

lebih besar. Namun kelemahannya adalah kualitas barang yang dihasilkan kurang baik dan karyawan nya tidak memiliki keterampilan (skill) yang maksimal sehingga mendapatkan balas jasa yang relatif kecil.

3) Sistem Borongan : Suatu cara pengupahan yang rnenetapkan besarnya jasa didasarkan atas volume pekerjaan dan lama mengerjakannya. Penetapan besarnya balas jasa berdasarkan sistem borongan ini cukup rumit, proses pengerjaannya relatif lama, serta banyak alat yang diperlukan untuk menyelesaikannya.

Faktor-faktor yang harus diperhitungkan perusahaan untuk menentukan tingkat upah/gaji yang kompetitif adalah:

1. Penawaran dan permintaan tenaga kerja di pasar tenaga kerja. 2. Organisasi Serikat Pekerja

3. Kemampuan Membayar 4. Produktifitas

5. Biaya kehidupan 6. Peraturan pemerintah b. Bonus

Ruky (2001:185) mendefinisikan bonus sebagai : Pemberian pendapatan tambahan bagi karyawan/pekerja yang hanya diberikan setahun sekali bila syarat-syarat tertentu dipenuhi.

(7)

a) Bonus hanya dapat diberikan bila perusahaan memperoleh laba selama tahun fiskal yang telah berlalu. Karena bonus biasanya diambil dari keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan.

b) Bonus tidak diberikan secara merata kepada semua karyawan pada suatu perusahaan. Artinya, besarnya bonus harus dikaitkan dengan prestasi kerja individu atau prestasi kerja karyawan itu sendiri. Hal ini bukan berarti perusahaan tidak memiliki rasa keadilan, akan tetapi memang hanya orang yang memiliki prestasi yang baiklah yang akan mendapatkan bonus.

c. Insentif

Samsudin (2006 : 194) sebagaimana telah dibahas dimuka bahwa dalam penentuan upah atau gaji bagi jabatan tertentu diperlukan evaluasi jabatan. Adapun pengupahan insentif dimaksudkan untuk memberikan upah atau gaji yang berbeda, bukan didasarkan pada evaluasi jabatan, namun karena adanya perbedaan prestasi kerja. Dengan demikian, dua orang yang memiliki jabatan yang sama, misalnya kepala mandor, akan menerima upah yang berbeda karena prestasinya berbeda, meskipun upah dasarnya sama. Perbedaan upah tersebut merupakan tambahan upah (bonus) karena adanya prestasi kerja. Inilah yang disebut dengan pengupahan insentif untuk mempertahankan karyawan yang berprestasi. Sistem insentif dibedakan ke dalam beberapa jenis, yaitu:

(8)

Scanlon plan adalah suatu sistem pemberian insentif, dimana semua pekerja akan berbagi hasil dengan perusahaan bila ternyata ada penghematan dalam biaya personel ( labor cost ).

b) The Rucker Plan dan Kaiser Stell Plan

Kedua program ini agak mirip dengan program scanlon, tetapi menjadi lebih ruwet sehingga tidak sepopuler scanlon plan. Program ini hanya dilakukan oleh peneliti yang memiliki keterampilan yang lebih karena memiliki tingkat kesulitan dalam pelaksanaannya.

c) Sistem Piece Work

Sistem ini bersifat sangat individualistik dan memberikan hadiah kepada pekerja sesuai dengan porsi kontribusinya kepada peningkatan produktivitas.

Sistem ini terbagi atas dua juga, yaitu: a. Upah Borongan

Merupakan sistem Piece Work yang paling mendasar yaitu pekerja dibayar berdasarkan apa yang mereka hasilkan tanpa didasarkan pada waktu yang digunakan. Sistem ini biasanya dilakukan oleh pekerja dalam jumlah yang banyak.

b. Sistem Standard Hour

Merupakan sistem Piece Work yang sekarang ini populer. Tetapi sistem ini harus direncanakan dengan baik sebelum menerapkannya. Mula-mula harus diamati berapa lama waktu yang diperlukan oleh seorang pekerja yang sudah cukup terlatih dan cakap untuk

(9)

menghasilkan sebuah produk. Setelah jumlah waktu rata-rata diperoleh, dihitung berapa jumlah produk yang harus dihasilkan dalam waktu satu jam kerja atau untuk seluruh jam kerja efektif dalarn satu shift tergantung pada kebijakan perusahaan dan kesepakatan dengan serikat pekerja. Sistem ini lebih terorganisir dibandingkan dengan sistem upah borongan.

d. Tunjangan

Hasibuan ( 2009 :122 ) berpendapat bahwa: “Program kompensasi harus ditetapkan atas asas adil dan layak serta dengan memperhatikan Undang-undang perburuhan yang berlaku.” Prinsip adil dan layak harus mendapat perhatian dengan sebaik-baiknya supaya balas jasa yang diberikan dapat merangsang gairah dan kepuasan kerja karyawan. Adil berarti, besar kompensasi yang dibayar kepada setiap karyawan harus disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan, tanggung jawab, jabatan pekerjaan dan memiliki persyaratan internal konsistensi. Sedangkan layak dan wajar berarti, kompensasi yang diterima karyawan dapat memenuhi kebutuhannya pada tingkat normatif yang ideal. Tolok ukur layak adalah relatif, penetapan besarnya kompensasi didasarkan atas batas upah minimal pemerintah dan eksternal konsistensi yang berlaku.

4. Tujuan Pemberian Kompensasi

Menurut Samsudin (2006 : 188) pemberian kompensasi bertujuan sebagai berikut :

(10)

a. Pemenuhan kebutuhan ekonomi. Karyawan menerima kompensasi berupa upah, gaji atau bentuk lainnya adalah untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari atau dengan kata lain, kebutuhan ekonominya. Dengan adanya kepastian menerima upah atau gaji tersebut secara periodik, berarrti adanya jaminan “economi security” bagi dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya.

b. Meningkatkan produktivitas kerja. Pemberian kompensasi yang makin baik akan mendorong karyawan bekerja secara produktif.

c. Memajukan organisasi atau perusahaan. Semakin berani suatu perusahaan atau organisasi memberikan kompensasi yang tinggi, semakin menunjukan betapa makin suksesnya suatu perusahaan, sebab pemnerian kompensasi yang tibggi hanya memungkinkan apabila pendapatan perusahaan yang digunakan untuk itu makin besar.

d. Menciptakan keseimbangan dan keadilan. Ini berarti bahwa pemberian kompensasi berhubungan dengan persyaratan yang harus dipenuhi oleh karyawan pada jabatan sehingga tercipya keseimbangan antara “input” (syarat-syarat) dan “output”.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompensasi

Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kompensasi yang dikemukakan Hasibuan (2000:128) antara lain :

a. Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja b. Kemampuan Untuk Membayar

(11)

d. Produktivitas e. Pemerintah. f. Biaya Hidup.

g. Posisi Jabatan Karyawan.

h. Pendidikan dan Pengalaman Kerja. i. Kondisi Perekonomian Nasional j. Jenis dan Sifat Pekerjaan

Bila Perumusan dan pelaksanaan kebijaksanaan kompensasi tepat baik dalam aspek keadilan maupun kelakannya maka karyawan akan merasa puas dan termotivasi untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan pencpaian perusahaan. Sebaliknya, bila rasa keadilan dan kelayakan tidak terpenuhi akan menyebabkan karyawan mengeluh, timbulnya ketidakpuasan kerja yang kemudian berdampak pada kemerosotan semngat kerja karyawan yang pada gilirannya menyebabkan kinerja karyawan akan merosot pula.

C. Pelatihan Kerja

1. Pengertian Pelatihan Kerja

Menurut Kaswan (2011:2) pelatihan adalah proses untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan karyawan. Sedangkan menurut Wibowo (2011:442), pelatihan sebagai suatu investasi yang sangat penting dalam sumber daya manusia. Rachmawati (2008:110) menjelaskan bahwa pelatihan merupakan wadah lingkungan bagi

(12)

karyawan, dimana mereka mendapatkan pelajaran dalam hal-hal yang berkaitan dengan tugas dang tanggung jawab seperti perilaku, pengetahuan, kemampuan dan keahlian serta sikap. Pelatihan merupakan upaya dan proses untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dijadikan suatu aset investasi penting dalam sumber daya manusia. Akrani dalam Kaswan (2011:213), menguraikan bahwa terdapat empat jenis pelatihan, sebagai berikut: pelatihan induksi, pelatihan pekerjaan, pelatihan untuk promosi, pelatihan penyegaran, pelatihan untuk pengembangan manajerial.

Menurut Proctor dan Thorton dalam Manullang & Marihot (2008:68) terdapat berbagai macam manfaat dalam pelatihan bagi karyawan dan perusahaan, sebagai berikut: menaikkan rasa puas pegawai, pengurangan pemborosan, mengurangi ketidakhadiran dan turnover pegawai, memperbaiki metode dan sistem kerja, menaikkan tingkat penghasilan, mengurangi biaya-biaya lembur, mengurangi biaya pemeliharaan mesin-mesin, mengurangi biaya pemeliharaan mesin-mesin-mesin, mengurangi keluhan-keluhan pegawai, mengurangi kecelakaan, memperbaiki komunikasi, meningkatkan pengetahuan serbaguna pegawai, memperbaiki moral pegawai dan menimbulkan kerjasama yang lebih baik.

Pada dasarnya tujuan pelatihan yaitu ingin mengembangkan karyawan untuk terampil, terdidik, dan terlatih secara professional dan siap pakai dalam bidangnya masing-masing. Dapat dikatakan bahwa ada tiga syarat

(13)

yang harus dipenuhi agar suatu kegiatan dapat disebut sebagai suatu pelatihan, Hariandja (2002:169), ketiga syarat tersebut adalah:

a. Pelatihan harus membantu pegawai menambah kemampuannya. b. Pelatihan harus menghasilkan perubahan dalam kebiasaaan bekerja

dari pegawai dalam sikapnya terhadap pekerjaan, dalam informasi, dan pengetahuan yang diterapkan dalam pekerjaan sehari-harinya. c. Pelatihan harus berhubungan dengan pekerjaan tertentu.

Pelatihan berhubungan dengan menambah pengetahuan keterampilan dan kecakapan untuk melakukan pekerjaan tertentu. Istilah pelatihan ini digunakan untuk menunjukkan setiap proses keterampilan atau kecakapan dan kemampuan para pegawai, sehingga mereka lebih baik menyesuaikan dengan lingkungan kerja yang mereka geluti.

Pelatihan secara sederhana didefinisikan oleh Pramudyo (2007 : 16) sebagai : “Proses pembelajaran yang dirancang untuk mengubah kinerja orang dalam melakukan pekerjaannya”. Menurut Dessler (2006 : 280) bahwa : “Pelatihan merupakan proses mengajar ketrampilan yang dibutuhkan karyawan untuk melakukan pekerjaannya”.

Dari beberapa pengertian mengenai pelatihan tersebut, sekarang jelas bahwa pelatihan diadakan sebagai salah satu upaya untuk peningkatan kinerja sumber daya manusia, yang merupakan suatu siklus yang harus dilakukan secara terus menerus. Karena perkembangan perusahaan harus diimbangi oleh kemampuan sumber daya manusianya. Seiring perkembangan bisnis, maka kinerja pekerja dalam suatu perusahaan harus

(14)

terus menerus pula seirama dengan kemajuan dan perkembangan perusahaan. Pelatihan menurut Mangkuprawira (2002:135) menjelaskan bahwa : "Pelatihan adalah sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawab dengan semakin baik, sesuai dengan standar".

Dari uraian ini menjelaskan bahwa pelatihan membantu karyawan dalam memahami suatu pengetahuan praktis dan penerapannya dalam dunia kerja pada perusahaan demi meningkatkan produktivitas kerja dalam mencapai tujuan yang diinginkan suatu organisasi perusahaan. Pelatihan juga merupakan motivasi bagi karyawan untuk bekerja lebih baik dan terarah. Proses kegiatan pelatihan sering dilaksanakan oleh suatu perusahaan setelah terjadi penerimaan karyawan sebab latihan hanya diberikan pada karyawan dari perusahaan yang bersangkutan. Latihan adakalanya diberikan setelah karyawan tersebut ditempatkan dan ditugaskan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Secara garis besarnya pelatihan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan karyawan agar dapat melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya secara efektif dan efisien.

Jeffrey dalam Wibowo (2011:442) menyebutkan beberapa faktor, sebagai berikut: perubahan yang cepat dalam tekhnologi berlanjut menyebabkan meningkatnya tingkat keausan keterampilan, desain ulang

(15)

pekerjaan dalam pekerjaan yang mempunyai tanggung jawab, merger dan akuisisi telah meningkat dengan pesat, sumber daya manusia bergerak dari satu pemberi kerja ke pemberi kerja lainnya dengan frekuensi lebih besar daripada periode sebelumnya. Indikator pelatihan Menurut Rivai (2004:324) meliputi;

a. materi yang dibutuhkan. b. metode yang digunakan .

c. kemampuan instruktur pelatihan. d. sarana dan fasilitas pelatihan. e. peserta pelatihan.

2. Tujuan Pelatihan

Pelatihan adalah fungsi operasional kedua dari manajemen personalia. Pelatihan karyawan perlu dilakukan secara terencana dan berkesinambungan. Agar pengembangan dapat dilaksanakan dengan baik, harus lebih dahulu ditetapkan suatu program pelatihan karyawan.

Program pelatihan karyawan hendaknya disusun secara cermat dan didasarkan pada metode ilmiah serta berpedoman pada keterampilan yang dibutuhkan perusahaan saat ini maupun untuk masa yang akan datang. Pelatihan harus bertujuan untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan supaya prestasi kerjanya baik dan mencapai hasil yang optimal.

Pimpinan perusahaan semakin menyadari bahwa karyawan baru pada umumnya hanya mempunyai kecakapan teoritis saja dibangku kuliah. Jadi

(16)

perlu dikembangkan dalam kemampuan nyata untuk dapat menyelesaikan pekerjaannya. Pelatihan untuk pengembangan karyawan memang membutuhkan biaya cukup besar, tetapi biaya ini merupakan investasi jangka panjang bagi perusahaan di bidang personalia. Karena karyawan yang cakap dan terampil akan dapat bekerja lebih efisien, efektif, dan hasil kerjanya lebih baik sehingga daya saing perusahaan akan semakin besar. Hal ini akan memberikan peluang yang lebih baik bagi perusahaan untuk memperoleh laba yang semakin besar sehingga balas jasa (gaji) karyawan dapat dinaikkan.

Tujuan pelatihan menurut Mangkunegara (2006:52) antara lain : a. Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideology.

b. Meningkatkan produktivitas kerja. c. Meningkatkan kualitas kerja.

d. Meningkatkan perencanaan sumber daya manusia. e. Meningkatkan sikap moral dan semangat kerja.

f. Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal.

g. Meningkatkan kesehatan dan keselamatan. h. Menghindarkan keseragaman.

i. Meningkatkan perkembangan pribadi karyawan.

Suatu organisasi perlu melibatkan sumber daya manusianya pada aktivitas pelatihan hanya jika hal itu merupakan keputusan yang terbaik dari manajer. Pelatihan diharapkan dapat mencapai hasil lain dari

(17)

memodifikasi perilaku karyawan. Hal ini juga mendukung organisasi dan tujuan organisasi, seperti keefektifan produksi distribusi barang dan pelayanan lebih efisien, menekan biaya operasi, meningkatkan kualitas, dan menyelaraskan hubungan pribadi lebih efektif.

Pelatihan bagi seseorang dalam melaksanakan sesuatu tugas tertentu untuk mencapai tujuan. Dengan pengambangan melalui pelatihan akan terjamin tersedianya tenaga-tenaga dalam perusahaan yang mempunyai keahlian, terlatih dan terdidik, menjamin mempergunakan pikirannya dengan kritis. Disamping hal tersebut latihan membantu stabilitas pegawai dan mendorong mereka untuk memberikan jasanya dalam waktu yang lama. Bila pegawai-pegawai dilatih untuk merealisasikan potensi dirinya, maka hal itu akan memperbaiki moral dan kerja karyawan.

Para pegawai akan berkembang lebih cepat dan lebih baik serta bekerja lebih efisien dan efektif, bila mereka sebelum bekerja menerima latihan dahulu di bawah pengawasan seorang pengawas dan instruktur ahli. Pelatihan perlu dilaksanakan secara sistematis demi memperoleh dan mencapai hasil pekerjaan yang lebih baik.

Menurut Carrel dalam Mangkuprawira mengemukakan tujuh tujuan utama program pelatihan (2002:136) antara lain:

a. Memperbaiki kinerja

b. Meningkatkan keterampilan karyawan c. Menghindari keusangan manajerial d. Memecahkan permasalahan

(18)

e. Orientasi karyawan baru

f. Persiapan promosi dan keberhasilan manajerial

g. Memperbaiki kepuasan untuk kebutuhan pengembangan

Umar (2005:12) mengemukakan bahwa : "Program pelatihan bertujuan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja untuk kebutuhan sekarang". Pelatihan juga bertujuan agar peserta pelatihan cepat berkembang, sebab sulit bagi seseorang untuk mengembangkan diri hanya berdasarakan pengalaman tanpa adanya suatu pendidikan khusus. Ini membuktikan bahwa pengembangan diri akan lebih cepat melalui pelatihan. Akhirnya, pelatihan ditujukan pula untuk menstabilkan pegawai sehingga dapat mengurangi adanya pergantian terus-menerus terhadap karyawan. Dengan pengembangan dan pelatihan maka pekerjaan dapat dilakukan secara efektif dan efesien. Sebab dengan pelatihan tersebut, diusahakan untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan diri para karyawan sesuai dengan keinginan.

Mengingat pentingnya pelatihan, maka seorang manajer harus dapat mengembangkan program pelatihan yang efektif. Terdapat beberapa proses atau kegiatan yang harus dilakukan dalam upaya mengembangkan program pelatihan yang efektif ini menurut Hariandja (2002:174) yaitu: a. Menganalisa kebutuhan pelatihan organisasi

(19)

c. Menetukan metode pelatihan dan prinsip-prinsip belajar yang digunakan

d. Mengevaluasi program pelatihan

Dari uraian tersebut di atas mencerminkan manfaatnya sangat penting dari pelaksanaan pelatihan dalam upaya meningkatkan produktivitas kayrawan yang sekaligus akan berpengaruh terhadap produktivitas karyawan. Dengan pelaksanaan pelatihan terdapat manfaat lain bagi perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya yaitu agar lebih menjamin tersedianya tenaga-tenaga terampil dalam perusahaan, sehingga kesalahan-kesalahan dapat dihindari serta mendorong karyawan untuk memberikan potensi yang dimilikinya untuk waktu yang lama.

3. Pentingnya Pelatihan Kerja

Pelatihan sumber daya manusia merupakan salah satu topik yang sangat penting dalam rangka manajemen sumber daya manusia. Pelatihan adalah salah satu aspek penting dalam usaha meningkatkan keunggulan bersaing organisasi perusahaan. Adanya perubahan-perubahan lingkungan bisnis, lingkungan kerja, menghendaki perusahaan harus melakukan pelatihan sumber daya manusianya secara proaktif, demi mencapai produktivitas kerja yang lebih baik. Melalui pelatihan, karyawan dapat terbantu mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan yang ada, dapat meningkatkan keseluruhan karier karyawan dan dapat membantu mengembangkan tanggung jawabnya pada saat ini maupun di masa mendatang. Sehingga ada beberapa alasan mengapa pelatihan harus

(20)

dilakukan atau menjadi bagian yang sangat penting dari kegiatan manajemen sumber daya manusia.

Menurut Mangkunegara (2006:55) alasan-alasan dilaksanakannya, diantaranya sebagai berikut:

a. Adanya pegawai baru: pegawai-pegawai baru sangat memerlukan pelaihan orientasi. Mereka perlu tujuan, aturan-aturan, dan pedoman kerja yang ada pada organisasi perusahaan. Disamping itu, mereka perlu memahami kewajiban-kewajiban, hak dan tugasnya sesuai dengan pekerjaannya.

b. Adanya penemuan-penemuan baru dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, banyak ditemukan peralatan-peralatan baru yang lebih canggih daripada peralatan-peralatan kantor yang digunakan sebelumnya. Maka itu para pegawai perlu mendapatkan pelatihan agar dapat menggunakannya dengan sebaik-baiknya.

Selanjutnya alasan mengapa pelatihan harus dilakukan dalam kegiatan manajemen sumber daya manusia yang dilakukan Hariandja (2002:169) adalah:

a. Pegawai yang baru direkrut sering kali belum memahami secara benar bagaimana melakukan pekerjaan.

b. Perubahan-perubahan dalam lingkungan kerja dan tenaga kerja. Perubahan-perubahan di sini meliputi perubahan – perubahan dalam teknologi proses seperti munculnya teknologi baru atau munculnya metode kerja baru. Perubahan dalam tenaga kerja semakin

(21)

beragamnya tenaga kerja yang memiliki latar belakang keahlian, nilai, dan sikap yang berbeda memerlukan pelatihan untuk menyamakan sikap dan perilaku mereka terhadap pekerjaan.

c. Meningkatkan daya saing perusahaan dan memperbaiki produktivitas sebagaimana dipahami pada saat ini, daya saing perusahaan tidak bisa lagi hanya mengandalkan aset berupa modal yang dimiliki sebab modal bukan lagi kekuatan daya saing yang langgeng, sumber daya manusia merupakan elemen yang paling penting untuk meningkatkan daya saing sebab sumber daya manusia merupakan aspek penentu utama daya saing yang langgeng.

d. Menyesuaikan dengan peraturan-peraturan yang ada, misalnya standar pelaksanaan pekerjaan yang dikeluarkan oleh asosiasi industri dan pemerintah untuk menjamin kualitas produksi atau keselamatan dan kesehatan kerja.

4. Komponen Pelatihan

Untuk menyempurnakan hasil akhir suatu pelatihan, haruslah diingat bahwa proses selama pelatihan itu berlangsung harus jelas di mata para peserta pelatihan. Maksudnya disini adalah job specification yang selanjutnya akan diemban harus dijelaskan terlebih dahulu kepada pekerja. Jadi para peserta pelatihan akan bersungguh-sungguh selama mengikuti program pelatihan. Hal ini dirangkum seperti yang dikatakan Mangkunegara (2006 : 51) yakni segala bentuk pelatihan yang dibuat oleh perusahaan memiliki komponen-komponen sebagai berikut :

(22)

a. Tujuan dan sasaran pelatihan harus jelas dan dapat diukur.

Pelatihan merupakan cara yang digunakan oleh setiap perusahaan dalam mengembangkan skill and knowledge bagi para karyawannya. Hal ini dilakukan perusahaan agar para karyawan dapat saling bahu-membahu dalam mencapai tujuan perusahaan. Sehingga pelatihan yang perusahaan wajibkan kepada para pekerjanya akan efisien. Mengingat biaya yang juga tidak sedikit, maka pelatihan tersebut juga harus diukur, kemana arah pelatihan ini akan di bawa? Siapa saja yang wajib mengikutinya? Dan apa tujuan akhir penelitian ini?

b. Para pelatih (trainers) harus ahlinya yang berkualifikasi memadai artinya professional, keprofesionalan pelatih/pengajar merupakan keharusan. Hal ini dikarenakan pekerja adalah alat perusahaan yang membutuhkan keterampilan, Bagaimana mungkin pekerja yang diberikan pelatihan mendapatkan wawasan yang lebih kalau pelatih/pengajarnya tidak qualified?

c. Materi pelatihan harus diseusaikan dengan tujuan yang hendak dicapai.

Setiap pelatihan yang dilaksanakan memiliki beragam materi yang tersaji sesuai dengan kebutuhan. Model pelatihan yang diprioritaskan oleh perusahaan bagi pekerjanya, harus disesuaikan dengan tujuan akhir dari pelatihan tersebut. Sehingga pelatihan yang dilaksanakan akan efisien dan efektif.

(23)

d. Metode pelatihan harus sesuai dengan kemampuan pekerja yang menjadi peserta.

Setiap pekerja memiliki kekuatan dan kelemahan, hal ini adalah manusiawi mengingat manusia tidak ada yang sempurna. Sehingga perusahaan harus pintar menyeleksi dan memonitor mengenai metode-metode apa yang sesuai dengan tingkat kemampuan pekerja, perusahaan harus bisa melihat hal – hal apa saja yang dibutuhkan pekerja agar dapat meningkatkan skill and knowledge mereka. Karena tingkatan usia para pekerja yang menjadi peserta pelatihan pasti berbeda. Dan hal ini adalah salah satu faktor bagaimana mereka menangkap materi yang diberikan kepada mereka.

e. Peserta pelatihan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan. Ini adalah hal yang cukup penting, namun sering diabaikan oleh tim yang mengadakan pelatihan. Fenomena yang terjadi adalah pekerja yang tidak berkompeten dalam materi yang disajikan, namun karena kekurangan peserta pelatihan atau karena terlambatnya informasi mengenai pelatihan yang akan dilangsungkan, maka persyaratan bagi peserta pun terabaikan. Padahal jika persyaratan dijalankan sesuai dengan yang berlaku, maka peserta pelatihan akan mendapatkan banyak keuntungan setelah mengikuti pelatihan. Sementara itu, jika persyaratan bagi peserta diabaikan maka pelatihan yang mereka ikuti tidak akan membuahkan hasil yang maksimal. Hal ini tentu saja akan berakibat bagi kemajuan perusahaan.

(24)

5. Prinsip Pelatihan

Pada prinsipnya setiap kemampuan sumber daya mausia berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi berbagai faktor, misalnya latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, minat serta bakat, dan lain-lain. Oleh karena itu, untuk memberi keseragaman kepada setiap pekerja, maka ketika suatu perusahaan melaksanakan suatu pelatihan, haruslah merencanakan prinsip – prinsip seperti apa yang akan dijalankan dan disesuaikan dengan kemampuan para pekerja yang akan mengikuti pelatihan tersebut. Selanjutnya Mc Gehee, seperti yang dikutip Mangkunegara (2006 : 51), bahwa prinsip-prinsip pelatihan adalah sebagai berikut :

a. Materi yang diberikan secara sistematis dan berdasarkan tahapan-tahapan.

b. Tahapan-tahapan tesebut harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai.

c. Pelatih/pengajar/pemateri harus mampu memotivasi dan menyebarkan respon yang berhubungan dengan serangkaian materi pelajaran.

d. Adanya penguat (reinforcement) guna membangkitkan respon yang positif dari peserta.

e. Menggunakan konsep pembentukan (shaping) perilaku.

Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, dapat dikatakan bahwa dalam pengadaaan pelatihan ada lima hal yang harus dipegang teguh selama

(25)

proses pelatihan itu berlangsung. Tujuan yang hendak dicapai harus melalui tahapan-tahapan yang berkesinambungan. Tahapan perencanaan sebelum program pelatihan berjalan meliputi : pengidentifikasikan kebutuhan program pelatihan, kemudian menetapkan tujuan dan sasaran pelatihan, menetapkan kriteria keberhasilan dengan alat ukurnya, selanjutnya menentukan metode pelatihan seperti apa yang akan dijalankan, kemudian mengimplementasikan segala perencanaan tersebut, dan terakhir mengadakan evaluasi.

Disamping itu, harus didukung adanya motivasi dan reinforcement. Maksudnya disini adalah sebagai dorongan agar para pekerja yang mengikuti pelatihan lebih cepat menguasai materi – materi yang diberikan selama pelatihan. Prinsip-prinsip pelatihan pada akhirnya memiliki tujuan agar dapat membentuk perilaku, sikap, dan pengetahuan pekerja agar pelatihan yang telah dijalankan dapat berguna bagi perusahaan dan bermanfaat bagi dirinya sendiri sebagai bekal di kemudian hari.

6. Metode Pelatihan

Setiap perusahaan yang menjalankan pelatihan, membutuhkan metode yang tepat agar isi pelatihan tersebut dapat dengan mudah diresap oleh para karyawan yang menjadi peserta pelatihan. Berikut inii merupakan bagan metode pelatihan yang ada :

(26)

Gambar 2.1. Bagan Metode Pelatihan

a. Metode Pekerjaan (On The Job Training).

Dari pengetahuan pekerjaan diperoleh melalui metode ini. Prosedur metode ini informal, observasi sederhana, mudah, dan praktis. Karyawan mempelajari pekerjaannya dengan mengamati pekerja lain yang sedang bekerja, dan kemudian mengobservasi perilakunya. Aspek-aspek lain dari on the job training adalah lebih formal dalam format. Karyawan yang sudah lama bekerja di suatu perusahaan atau atasan memberikan pekerjaan kepada pekerja baru, kemudian atasan membantu atau membimbing pekerja tersebut. Misalnya, magang. Merupakan pelatihan yang bersifat terjun langsung di tempat kerja. Magang adalah salah satu cara pelatihan yang paling efektif dan berguna, mengingat karyawan dapat bersentuhan langsung dengan masalah-masalah dan kegiatan yang ada. Metode Pelatihan Metode Pekerjaan (On The Job) Metode Balai (Vestibule) Metode Demonstras i & Contoh Metode Apprentices hip Metode Simulasi Metode Ruang Kelas Magang Metode Kuliah Metode Sudi kasus Metode Konsfrensi Metode Bermain Peran Metode Bimbingan Berencana Sumber : Mangkunegara ( 2006 : 67)

(27)

b. Metode Balai (Vestibule).

Metode ini adalah suatu ruangan terpisah yang digunakan untuk tempat pelatihan bagi karyawan baru, yang akan menduduki suatu pekerjaan. Metode ini sangat cocok untuk banyak peserta (karyawan baru) yang dilatih dengan jenis pekerjaan yang sama dan dalam waktu yang sama. Pelaksanaan metode ini biasanya dilakukan dalam beberapa hari sampai beberapa bulan dengan pengawasan instruktur. Misalnya, metode kuliah. Kuliah merupakan suatu caramah yang disampaikan secara lisan untuk tujuan-tujuan pendidikan. Keuntungannya adalah dapat digunakan untuk kelompok besar sehingga dapat disajikan secara bersama dan relatif singkat. Kelemahannya adalah peserta lebih bersikap pasif, komunikasi satu arah, sehingga tidak terjadi umpan balik dari peserta.

c. Metode Demonstrasi

Suatu demonstrasi menunjukan dan merencanakan bagaimana suatu pekerjaan atau bagaimana sesuatu itu dikerjakan. Metode ini melibatkan pemeragaan contoh-contoh. Misalnya, metode studi kasus. Studi kasus adalah uraian tertulis atau lisan tentang masalah yang ada. Peserta diminta untuk mengidentifikasi masalah dan merekomendasikan pemecahannya. Metode ini membutuhkan analisis dan kemampuan dalam memecahkan masalah.

(28)

Adalah suatu cara mengembangkan ketrampilan. Metode ini seolah-olah pekerja bekerja, tetapi sambil belajar. Metode ini mirip dengan metode on the job training. Tetapi istilah ini dikhususkan untuk ketrampilan, yang hanya mendapatkan bimbingan dan dapat langsung mengerjakan pekerjaannya. Misalnya, metode konferensi. Merupakan suatu pertemuan formal tempat terjadinya diskusi atau konsultasi tentang sesuatu yang penting. Konferensi menekankan adanya diskusi kelompok kecil, materi pelajaran yang terorganisasi dan melibatkan peserta aktif. Pada metode konferensi, belajar didasarkan melalui partisipasi lisan dan interaksi antar peserta. Peserta dianjurkan memberikan gagasan-gagasan untuk didiskusikan. e. Metode Simulasi

Yakni suatu metode yang membuat suatu situasi atau peristiwa menciptakan bentuk realitas atau imitasi dari realitas. Simulasi ini merupakan pelengkap sebagai teknik duplikat yang mendekati kondisi nyata pada pekerjaan. Misalnya, metode bermain peran. Disini jelas terlihat suatu bentuk perilaku yang diharapkan. Peranan peserta disini adalah menjelaskan situasi dan masing – masing peran mereka yang harus diperankan dalam pemecahan suatu masalah. Dapat dikatakan ini merupakan latihan dalam menghadapi suatu masalah. Sehingga ketrampilan para peserta dapat dipraktekan saat metode ini berlangsung. Dan pengembangannya akan mudah

(29)

dilakukan saat benar-benar dalam kondisi memecahkan suatu masalah.

f. Metode Ruang Kelas

Metode ini dipakai untuk menambah pengetahuan para pekerja. Metode ini lebih mudah dipelajari dalam ruangan, karena yang dibahas biasanya mengenai konsep-konsep, sikap, teori-teori, dan kemampuan memecahkan masalah harus dipelajari. Misalnya, metode bimbingan berencana. Terdiri dari serangkaian langkah yang berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Meliputi langkah-langkah yang telah diatur terlebih dahulu mengenai prosedur yang berhubungan dengan penguasaan ketrampilan khusus atau pengetahuan umum. Dapat menggunakan buku pedoman dalam metode ini. Seluruh metode pelatihan ini dapat menggunakan alat bantu berupa visual. Perlu ditegaskan bahwa manusia dewasa lebih banyak menangkap sesuatu lewat penglihatan (83%) dibandingkan pendengaran (17%), dan medium lainnya. Oleh karena itu, di samping mengedepankan pengalaman, medium visual tidak boleh ditinggalkan. Alat bantu visual memudahkan dalam menyimak dan mengingat, dalam pemberian materi mengenai konsep yang belum diketahui para peserta. Visualisasi merupakan cara yang penting dalam memahami materi tersebut, contoh alat bantu visual yaitu film, OHP, slide, video, LCD, papan tulis, poster, dan lainnya.

(30)

7. Isi Pelatihan

Pada prinsipnya setiap kemampuan sumber daya manusia berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi berbagai faktor, misalnya latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, minat serta bakat, dan lain-lain. Oleh karena itu, untuk memberi keseragaman kepada setiap karyawan, maka ketika suatu perusahaan melaksanakan suatu pelatihan, haruslah merencanakan prinsip-prinsip seperti apa yang akan dijalankan dan disesuaikan dengan kemampuan para karyawan yang akan mengikuti pelatihan tersebut, agar isi pelatihan pada akhirnya menjadi efektif dan efisien. Selanjutnya Mc Gehee, seperti yang dikutip Mangkunegara (2006 : 51), bahwa prinsip-prinsip pelatihan adalah sebagai berikut :

a. Materi yang diberikan secara sistematis dan berdasarkan tahapan-tahapan.

b. Tahapan-tahapan tesebut harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai.

c. Pelatih/pengajar/pemateri harus mampu memotivasi dan menyebarkan respon yang berhubungan dengan serangkaian materi pelajaran. d. Adanya penguat (reinforcement) guna membangkitkan respon yang

positif dari peserta.

e. Menggunakan konsep pembentukan (shaping) perilaku.

Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, dapat dikatakan bahwa dalam isi pelatihan ada lima hal yang harus dipegang teguh selama proses pelatihan itu berlangsung. Tujuan yang hendak dicapai harus melalui

(31)

tahapan-tahapan yang berkesinambungan. Tahapan perencanaan sebelum isi pelatihan berjalan meliputi : pengidentifikasian kebutuhan isi pelatihan, kemudian menetapkan tujuan dan sasaran pelatihan, menetapkan kriteria keberhasilan dengan alat ukurnya, selanjutnya menentukan metode pelatihan seperti apa yang akan dijalankan, kemudian mengimplementasikan segala perencanaan tersebut, dan terakhir mengadakan evaluasi. Disamping itu, harus didukung adanya motivasi dan reinforcement. Maksudnya disini adalah sebagai dorongan agar para karyawan yang mengikuti pelatihan lebih cepat menguasai materi – materi yang diberikan selama pelatihan.

Isi pelatihan pada akhirnya memiliki tujuan agar dapat membentuk perilaku, sikap, dan pengetahuan karyawan agar pelatihan yang telah dijalankan dapat berguna bagi perusahaan dan bermanfaat bagi dirinya sendiri sebagai bekal di kemudian hari. Selain itu, hal lainnya yang harus diingat adalah banyaknya isi pelatihan itu sendiri serta lamanya waktu penyampaian dalam setiap materi yang diberikan. Dari prinsip-prinsip pelatihan tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa isi pelatihan harus dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip tersebut. Hal ini dimaksudkan agar isi pelatihan tidak menyimpang dari tujuan awal pelatihan tersebut dibuat. 8. Tahapan Pelatihan

Tahapan pelaksanaan pelatihan meliputi tahapan sebagai berikut : a. Kegiatan Pra-pelatihan (Pre-Class Activities)

(32)

Identifikasi dan analisis kebutuhan pembelajaran; pencalonan peserta sesuai persyaratan dengan disertai justifikasi dan atau rencana pengembangan karir; seleksi calon peserta.

b. Pelaksanaan Pelatihan (in-Class Activities)

Pelaksanaan proses belajar-mengajar sesuai desain program; penyampaian konsepsi tentang rencana penerapan/aplikasi hasil pelatihan di lingkungan kerja oleh peserta; pemberian sertifikat pada akhir program pelatihan kepada peserta pelatihan yang telah mengikuti program secara keseluruhan.

c. Kegiatan Pasca Pelatihan (Post-Class Activities)

Pembuatan laporan tertulis atau presentasi materi dan rencana penerapan hasil pelatihan oleh peserta; implementasi pengetahuan dan ketrampilan yang telah dipelajari di lingkungan kerja oleh peserta; dan dalam jangka waktu 3-6 bulan, informasi efektivitas implementasi hasil pelatihan diberikan oleh atasan yang selanjutnya akan digunakan sebagai dasar pengembangan pelatihan.

D. Kepemimpinan

1. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan menurut P. Hersey dan Blancard, dalam Tohardi (2002 : 57) sebagai proses mempengaruh kegiatan individu dan kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan. Siagian (2002 : 63) mengatakan kepemimpinan dari seseorang atau sekelompok orang adalah antara lain untuk memperoleh

(33)

menggerakkan orang–orang yang dipimpin, sehingga pencapaian tujuan yang telah ditentukan dapat terlaksana dengan efisien, efektif dan ekonomis.

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang dengan cara apapun, agar mampu mempengaruhi orang lain untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu sesuai dengan kehendaknya dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Robbins (2006:432) menyatakan kepemimpinan adalah kemempuan untuk mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran. Kartono (2005:153) menyatakan kepemimpinan adalah kemampuan untuk memberikan pengaruh yang konstruktif kepada orang lain untuk melakukan suatu usaha korperatif mencapai tujuan yang sudah di rencanakan.

Heidjrachman (1994:23) menyatakan bahwa tanggung jawab para pemimpin adalah sebagai berikut :

a. Menentukan tujuan pelaksanaan kerja realitas (dalam artian kuantitas, kualitas, keamanan dan sebagainya).

b. Melengkapi para karyawan dengan sumber dana yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya.

c. Mengkomunikasikan para karyawan tentang apa yang diharapkan dari mereka.

d. Memberikan susunan hadiah yang sepadan untuk mendorong prestasi. e. Mendelegasikan wewenang apabila diperlukan dan mengundang

partisipasi apabila memungkinkan.

f. Menghilangkan hambatan, untuk pelaksanaan pekerjaan yang efektif. g. Menilai pelaksanaan pekerjaan dan mengkomunikasikan hasilnya. h. Menunjukkan perhatian kepada karyawan.

(34)

Dalam hal ini adalah tanggung jawab dalam memadukan seluruh kegiatan dalam mencapai tujuan organisasi tersebut efektif dan efisien. Stimulus atau dorongan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang (attempted leadership) yang diperlukannya telah berhasil dipengaruhi oleh seorang pemimpin, mungkin mengakibatkan suatu resultante yang "sukses“ atau mungkin “tidak sukses”. Selanjutnya yang sukses belum tentu efektif, sebab mungkin juga tidak efektif.

2. Wewenang Kepemimpinan

Wewenang kepemimpinan tersebut diatas dapat diperoleh dari dua sumber yakni berasal dari atas atau penetapan dari atas (top down authority), pimpinan dipilih dan diterima oleh mereka yang akan menjadi bawahannya. Dengan demikian bawahan akan menghargai wewenang itu karena mereka mempunyai respek pribadi untuk menghargai orang yang telah dipilih mereka menjadi pemimpin yang berkewenangan.

3. Gaya-gaya Kepemimpinan

Menurut Boone dan Kurtz (199:69) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seseorang memanfaatkan kekuatan yang tersedia untuk memimpin orang lain. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dan menentukan gaya kepemimpinan yaitu: pemimpin itu sendiri, orang yang dipimpin, dan situasi. Gaya kepemimpinan merupakan fungsi dari ketiga variabel tersebut.

Menurut Tjiptono (2006:161) gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya. Gaya

(35)

kepemimpinan mewakili filsafat, keterampilan, dan sikap pemimpin dalam politik. Gaya kepemimpinan merupakan pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu (Heidjrachman dan Husnan, 2002:224). Pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku (kata-kata dan tindakan-tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain. Menurut Terry yang dialihbahasakan oleh Winardi (2001:350), menggolongkan jenis-jenis kepemimpinan sebagai berikut:

a. Kepemimpinan Pribadi (Personal Leadership)

Kepemimpinan pribadi dilaksanakan melalui hubungan pribadi. Petunjuk-petunjuk dan dorongan atau motivasi diberikan secara pribadi oleh pihak pimpinan. Hal tersebut merupakan jenis kepemimpinan biasa dan pada umumnya bersifat sangat efektif dan mudah untuk dilaksanakan.

b. Kepemimpinan Non Pribadi (Non Personal Leadership)

Jenis ini dipengaruhi untuk menunjukan bahwa kepemimpinan dilaksanakan melalui orang-orang bawahan pimpinan dan melalui non pribadi serta kepercayaan.

c. Kepemimpinan Otoritas (Authoritasion Leadership)

Jenis ini dilaksanakan atas anggapan bahwa kepemimpinan merupakan suatu hak dan terdapat hingga tingkat yang sama dalam otoritas yang dimiliki seorang individu. Tugas-tugas, fasilitas dan

(36)

petunjuk-petunjuk yang diberikan tanpa mengadakan konsultasi dengan pekerjaan yang melaksanakan tugas.

d. Kepemimpinan Demokrasi

Ditandai oleh partisipasi kelompok dan diproduktifkan opini-opininya. Pihak-pihak pimpinan menganjurkan tindakan tertentu, akan tetapi menunggu persetujuan kelompok dan berusaha untuk memenuhinya.

e. Kepemimpinan Paternalistis

Dicirikan oleh suatu pengaruh yang pateral atau kebijakan dalam hubungan antar pimpinan dalam tujuan untuk melindungi dan memberi arah.

f. Kepemimpinan Bakat (Indegeneous Leadership)

Kepemimpinan yang timbul pada orang-orang dari kelompok organisasi sosial informal. Kelompok ini membentuk saling mempengaruhi diri seseorang dengan orang lain pada pekerjaan di rumah, di sekolah, pada permainan dan sering timbul secara spontan. White dan Lippit (1999:25) mengemukakan tipe-tipe gaya kepemimpinan, yaitu:

a) Gaya kepemimpinan Otokrasi (Autocration)

Dalam tipe kepemimpinan ini, pemimpinan menentukan sendiri “policy” dan dalam rencana untuk kelompoknya, membuat keputusan-keputusan sendiri, namun mendapatkan tanggung jawab penuh. Bawahan harus patuh dan mengikuti perintahnya, jadi

(37)

pemimpin tersebut menentukan atau mendiktekan aktivitas dari anggotanya. Dalam kepemimpinan otokrasi terjadi adanya keketatan dalam pengawasan, sehingga sukar bagi bawahan dalam memuaskan kebutuhan egoistisnya.

Keuntungan dari gaya kepemimpian otokrasi ini adalah: 1) Keputusan dapat diambil secara tepat.

2) Tipe ini baik digunakan pada bawahan yang kurang disiplin, kurang inisiatif, bergantung pada atasan kerja, dan kurang kecakapan.

3) Pemusatan kekuasaan, tanggung jawab serta membuat keputusan terletak pada satu orang yaitu pemimpin.

Kelemahannya dari gaya kepemimpinan adalah:

1) Dengan tidak diikutsertakannya bawahan dalam mengambil keputusan atau tindakan maka bawahan tersebut tidak dapat belajar mengenai hal tersebut.

2) Kurang mendorong inisiatif bawahan dan dapat mematikan inisiatif bawahannya tersebut.

3) Dapat menimbulkan rasa tidak puas dan tertekan.

4) Bawahan kurang mampu menerima tanggung jawab dan tergantung pada atasan saja.

b) Gaya kepemimpinan Demokrasi (Demokratis)

Dalam gaya ini pemimpin sering mengadakan konsultasi dengan mengikuti bawahannya dan aktif dalam menentukan rencana kerja

(38)

yang berhubugan dengan kelompok. Disini pemimpin seperti moderator atau koordinator dan tidak memegang peranan seperti pada kepemimpinan otoriter. Partisipan digunakan dan kondisi yang tepat, akan menjadikan hal yang efektif. Maksudnya supaya dapat memberikan kesempatan pada bawahannya untuk mengisi atau memperoleh kebutuhan egoistisnya dan memotivasi bawahan dalam menyelesaikan tugasnya untuk meningkatkan produktivitasya. Pada pemimpin demokratis, sering mendorong bawahan untuk ikut ambil bagian dalam hal tujuan-tujuan dan metode-metode serta menyokong ide-ide dan saran-saran. Disini pemimpin mencoba mengutamakan “human relation” (hubungan antar manusia) yang baik dan mengerjakan secara lancar.

Keuntungan dari gaya kepemimpinan Demokrasi adalah:

1). Memberikan kebebasan lebih besar kepada kelompok untuk mengadakan control terhadap leadership.

2). Merasa lebih bertanggung jawab dalam menjalankan pekerjaan.

3). Produktivitas lebih tinggi dari apa yang diinginkan manajemen dengan catatan bila situasi memungkinkan.

4). Ada kesempatan untuk mengisi kebutuhan egoistisnya

5). Lebih matang dan bertanggung jawab terhadap status dan pangkat yang lebih tinggi.

(39)

6). Disini kedua belah pihak yaitu pemimpin dan bawahan dapat saling mengenal dan saling mengerti lebih dalam tentang hubungan antar kemanusiaan. Bawahan dapat membantu pemimpin dalam menghadapi persoalan, jadi dapat saling mengisi kekurangan dan dapat saling menghadapi.

Kelemahan dari kepemimpinan demokrasi adalah:

1). Harus banyak membutuhkan koordinasi dan komunikasi. 2). Membutuhkan waktu yang relatif lama dalam mengambil

keputusan.

3). Memberikan persyaratan tingkat kepandaian (skills) yang relatif tinggi bagi pimpinan.

4). Diperlukan adanya toleransi yang besar pada kedua belah pihak karena jika tidak dapat menimbulkan perselisihan paham. c) Gaya kepemimpinan bebas (Laissez Faire)

Kepemimpinan pada tipe ini melaksanakan perannya atas dasar aktivitas kelompok dan pimpinan kurang mengadakan pengontrolan terhdap bawahannya. Pada tipe ini pemimpin akan meletakan tanggung jawab keputusan sepenuhnya kepada para bawahanya, pemimpin akan sedikit saja atau hampir tidak sama sekali memberikan pengarahan. Pemimpin pada gaya ini sifatnya pasif dan seolah-olah tidak mampu memberikan pengaruhnya kepada bawahanya.

(40)

1). Ada kemungkinan bawahan dapat mengembangkan kemampuan nya, daya kreatifitasnya untuk memikirkan dan memecahkan persoalan serta mengembangkan rasa tanggung jawab.

2). Bawahan lebih bebas untuk menunjukan persoalan yang ia anggap penting dan tidak bergantung pada atasan sehingga proses yang lebih cepat.

Kelemahan dari kepemimpinan Laissez Faire adalah:

1). Bila bawahan terlalu bebas tanpa pengawasan, ada kemungkinan terjadi penyimpangan dari peraturan yang berlaku dari bawahan serta dapat mengakibatkan salah tindak dari memakan banyak waktu bila bawahan kurang pengalaman. 2). Pemimpin sering sibuk sendiri dengan tugas-tugas dan terpisah dari bawahan. Beberapa tidak membuat tujuan tanpa suatu peraturan tertentu.

3). Kelompok dapat mengkambinghitamkan sesuatu, kurang stabil, frustasi, dan merasa kurang aman.

Gaya kepemimpinan adalah perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku para anggota organisasi bawahannya (Nawawi, 2003:115).

Adapun jenis-jenis gaya kepemimpinan tersebut adalah sebagai berikut:

(41)

Gaya kepemimpinan ini menghimpun sejumlah perilaku atau gaya kepemimpinan yang bersifat terpusat pada pemimpin sebagai satu-satunya penentu, penguasa dan pengendali anggota organisasidan kegiatannya dalam usaha mencapai tujuan organisasi.

b) Gaya kepemimpinan demokratis (Demokratis)

Gaya kepemimpinan yang menempatkan manusia sebagai faktor pendukung terpenting dalam kepemimpinan yang dilakukan berdasarkan dan mengutamakan orientasi pada hubungan dengan anggota organisasi.

c) Gaya kepemimpinan bebas (Laizzes Faire)

Gaya kepemimpinan ini pada dasarnya berpandangan bahwa anggota organisasi mampu mandiri dalam membuat keputusan atau mampu mengurus dirinya masing-masing, dengan sedikit mungkin pengarahan atau pemberian petunjuk dalam merealisasikan tugas pokok masing-masing sebagai bagian dari tugas pokok organisasi.

Penggunaan tipe atau gaya kepemimpinan tersebut akan selalu berubah secara bergantian sesuai dengan perubahan situasi yang dihadapi oleh pemimpin bersangkutan. Dalam situasi tenang dan dalam mengahadapi masalah-masalah memerlukan pikiran bersama antara pemimpin dengan pelaksanaanya, dengan sendirinya saat memimpin memberikan pengarahan atau perintah yang kaku. Tetapi, pada saat lain ia memberikan saran. Oleh karena itu, tidak ada tipe atau gaya kepemimpinan yang lebih baik semua tergantun kepada

(42)

situasi atau lingkunganya. Ralph and Lippit (2000:26-27). Gaya Kepemimpinan mengandung arti kemampuan mempengaruhi, menggerakkan, dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu (Abi Sujak, 2000: 56). Dengan demikian dari seorang pemimpin dapat berpengaruh terhadap kinerja.

Berdasarkan teori diatas maka indikator–indikator pendukung kepemimpinan meliputi (Thoha, 1990):

1. Fungsi Komunikasi 2. Fungsi Pembagian tugas

3. Fungsi Pendelegasian wewenang 4. Fungsi Pengawasan

E. Produktivitas Kerja

1. Pengertian Produktivitas Kerja

Yuniarsih (2009:156) mengemukakan bahwa produktivitas kerja dapat diartikan sebagai hasil kongkrit (produk) yang dihasilkan oleh individu atau kelompok, selama satuan waktu tertentu dalam suatu proses kerja.. Oleh karena itu mengukur tingkat produktivitas tidaklah mudah, disamping banyaknya variabel yang harus diukur, juga alat ukur yang digunakannya sangat bervariasi.

Pengertian produktivitas dikemukakan orang dengan menunjukkan kepada rasio output terhadap input (Gomes, 2003:159). Input bisa

(43)

mencakup biaya produksi (production cost) dan biaya-biaya peralatan (equipment cost). Sedangkan output bisa terdiri dari penjualan, pendapatan, market share, dan kerusakan. Menurut Sedarmayanti (2001:56) produktivitas adalah keinginan (the will) dan upaya (effort) manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupannya di segala bidang. Secara umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input)

Definisi produktivitas menurut Nasution (2002:203) menjelaskan bahwa: "Produktivitas merupakan rasio antara hasil kegiatan (output) dan segala pengorbanan (biaya) untuk mewujudkan hasil (input). Dimana peningkatan produktivitas akan meningkatkan pendapatan karyawan yang akan menambah daya beli masyarakat".

Dengan kata lain, produktivitas merupakan konsep rasio, yaitu rasio output terhadap input menjadi lebih besar. Dengan demikian, nilai rasio output dibuat menjadi lebih besar melalui peningkatan salah satu output pada tingkat input yang konstan, mengurangi pengunaan input, atau kombinasi keduanya.

Selanjutnya menurut Render, Heizer (2002:14) menjelaskan bahwa: "Produktivitas adalah perbandingan yang naik antara jumlah sumber daya yang dipakai (input) dengan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan"

Sedangkan menurut Herjanto (1999:11) menjelaskan bahwa : "Produktivitas merupakan ukuran bagaimana baiknya suatu sumber daya

(44)

diatur dan dimanfaatkan untuk mencapai hasil yang diinginkan". Produktivitas menurut Dewan Produktivitas Nasional mempunyai pengertian sebagai sikap mental yang selalu berpandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Memahami konsep dan teori produktivitas secara baik dapat dilakukan dengan cara membedakannya dari efekivitas dan efisiensi. Efektivitas dapat didefinisikan sebagai tingkat ketepatan dalam memilih atau menggunakan suatu metode untuk melakukan sesuatu (efektif = do right tings). Efisiensi dapat diartikan sebagai tingkat ketepatan dan berbagai kemudahan dalam melakukan sesuatu (efisiensi = do things right).

Produktivitas memilki dua dimensi, dimensi pertama adalah efektivitas yang mengarah kepada pencapaian unjuk kerja yang maksimal yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan waktu, dan yang kedua yaitu efisiensi yang berkaitan dengan upaya membandingkan input dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan (Umar, 2004)

Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan penggunaan masukan (input) yang direncanakan dengan penggunaan masukan yang sebenarnya terlaksana. Apabila masukan yang sebenarnya digunakan semakin besar penghematannya, maka tingkat efisiensi semakin tinggi, tetapi semakin kecil masukan yang dapat dihemat, sehingga semakin rendah tingkat efisiensi. Pengertian efisiensi disini

(45)

lebih berorientasi kepada masukan sedangkan keluaran (output) kurang menjadi perhatian utama. Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi kepada keluaran sedangkan penggunaan masukan kurang menjadi perhatian utama. Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektivitas maka walaupun terjadi peningkatan efektivitas belum tentu efisiensi meningkat (Sedarmayanti, 2001:59).

Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa penilaian produktivitas selain dapat dihitung antara perbandingan output dan input, juga dapat dinilai dengan melihat proses atau kegiatan pelaksanaan kegiatan manajemen. Kemampuan manajemen untuk menggunakan sumber – sumber secara maksimal dan menciptakan sistem kerja yang optimal, akan menentukan rendahnya produktivitas kerja karyawan. Peranan manajemen sangat strategis untuk peningkatan produktivitas, yaitu dengan mengkombinasikan dan mendayagunakan semua sarana produksi, menerapkan fungsi-fungsi manajemen, menciptakan system kerja dan pembagian kerja, menempatkan orang yang tepat pada pekerjaan yang sesuai serta menciptakan kondisi dan lingkungan kerja yang aman dan nyaman. Dengan demikian maka dapat ditentukan tinggi rendahnya produktivitas kerja karyawan dengan mempergunakan pengukuran produktivitas kerja karyawan.

(46)

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktifitas Kerja Karyawan Yuniarsih (2009:159) mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas dalam dua kelompok yaitu :

a. Faktor Internal b. Faktor Eksternal

Secara sederhana faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas ini dapat dilihat lebih lanjut dalam gambar berikut :

Gambar 2.1

faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas

Sumber : Yuniarsih (2009:159) Produktivitas Kerja (Efektivitas, Efisiensi, inovasi) Faktor Internal Faktor Eksternal Individu

(Komitmen, Loyalitas, Minat, motivasi, etos kerja, Disiplin, Latar Belakang, keterampilan, kemampuan,

Kepribadian (personality)

Organisasi

Visi, misi, dan tujuan, sistem dan praktik manajemen, Sumber daya (kuantitas dan kualitasnya), ICT,

Kepemimpinan, Komunikasi, Kebijakan organisasi, struktur dan

desain pekerjaan Budaya kerja

Kultur lingkungan, Kebijakan pemerintah, Pengaruh politis, Dampak globalisasi, umpan balik masyarakat, kemitraan, Dukungan

(47)

Sedangkan menurut Nasution (2001:205) secara terperinci ada beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas kerja adalah sebagai berikut:

a. Secara konsisten selalu mencari gagasan-gagasan yang lebih baik lagi.

b. Selalu memberikan saran-saran untuk perbaikan secara sukarela. c. Menggunakan waktu secara efektif dan efisien.

d. Bersikap positif terhadap pekerjaan

e. Dapat berlaku sebagai anggota kelompok yang baik, sebagaimana menjadi seorang pemimpin yang baik.

f. Dapat memotivasi dirinya sendiri melalui dorongan dari dalam. g. Sangat menyadari dan memperhatikan masalah pemborosan dan

biaya-biaya.

h. Mempunyai tingkat kehadiran yang baik.

i. Selalu mempelajari sesuatu yang baru dengan cepat.

j. Bukan merupakan tipe orang yang selalu mengeluh dalam bekerja. Menurut Gomes (2003:160), indikator – indikator dalam penilaian produktivitas kinerja meliputi :

a. pengetahuan (knowledge) b. ketrampilan (skills) c. kemampuan (abbilities) d. sikap (attitudes)

(48)

3. Hubungan Variable antara Kompensasi, Pelatihan, dan Kepemimpinan terhadap Produktivitas Karyawan.

a. Hubungan kompensasi terhadap produktivitas karyawan

1. I.B. Denny Ary DjodhiPenelitian ini berjudul Pengaruh Kompensasi Terhadap ProduktivitasKerja Karyawan (Studi Kasus Pada PT. X) Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan alat ukur berupa kuisioner yang item-item pertanyaan didasarkan pada beberapa referensi tentang pengukuran kompensasi dan produktivitas. Analisa dilakukan secara deskriptif untuk melihat gambaran kompensasi dan produktivitas, sedanguntuk melihat pengaruh kompensasi terhadap produktivitas dilakukan dengan uji korelasi kanonik. Hasil dari analisa menunjukkan bahwa gambaran kompensasi yang dipandang kurang oleh karyawan PT. X adalah masalah kompensasi langsung. Untuk pengaruh kompensasi terhadap kinerja, hanya jenis kompensasi non-finansial yang berpengaruh positif terhadap kinerja pada level staff biasa. Namun pada level senior staff kompensasi tidak berpengaruh terhadap produktivitas. Untuk kompensasi finansial dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap produktivitas baik di level staff maupun di level senior staff.

2. Yuniarti Tandi Rapang, Penelitian ini berjudul Pengaruh Kompensasi Terhadap Produktivitas Karyawan pada PT. Petra Jaya Lestari (menurut persepsi karyawan). Dalam penelitian ini penulis

(49)

menggunakan teknik pengumpulan data studi literature dan penelitian langsung ke lapangan dengan cara melakukan wawancara dan peninjauan secara langsung terhadap aktivitas perusahaan. Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kompensasi dengan produktivitas kerja, hal itu dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman, dengan pengujian hipotesis. Dimana penulis mengadakan penelitian terhadap alat yang dapat memotivasi karyawan dalam bekerja yaitu kompensasi dan pengaruhnya terhadap produktivitas kerja karyawan. Berdasarkan hasil analisa data diperoleh bahwa pelaksanaan kompensasi sudah berjalan dengan efektif, dilihat dari nilai rata-rata yaitu sebesar 4.566 yang termasuk dalam kategori yang sangat baik. Untuk produktivitas kerja karyawan terlihat baik, dengan nilai rata-rata 4.702 termasuk dalam kategori sangat baik. Sedangkan besar pengaruh pelaksanaan kompensasi terhadap produktivitas kerja karyawan dilihat dari nilai koefisien korelasi rank spearman sebesar 0,71, artinya antara pelaksanaan kompensasi dengan produktivitas kerja karyawan memiliki hubungan yang cukup kuat. Kemudian diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 50,41% dan sisanya 49,59% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

b. Hubungan pelatihan terhadap produktivitas karyawan

Untuk mengetahui bentuk pelatihan karyawan dan untuk mengetahui pengaruh pelatihan terhadap produktivitas kerja karyawan

(50)

pada PT. Erajaya Swasembada Cabang Makassar. Penelitian ini dilaksanakan di PT. Erajaya Swasembada Cabang Makassar, Sulawesi Selatan. Rancangan penelitian ini bersifat kuantitatif dengan, Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif, Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling jenuh. Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara Accidental Sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang dapat dilakukan sewaktu – waktu sampai jumlah sampel (quota) yang diinginkan terpenuhi, instrument penelitian menggunakan kuisioner, dengan jumlah responden 50 orang. Metode analisis data yang digunakan adalah uji validitas, reliabilitas, analisis regresi berganda, analisis korelasi, koefisien determinasi, uji-t dan uji-f dengan menggunakan SPSS 19.0 for windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh positif antara variabel pelatihan terhadap produktivitas kerja karyawan PT. Erajaya Swasembada Cabang Makassar. Hubungan antara pelatihan dengan produktivitas karyawan diperoleh nilai R = 0.819 nilai ini termasuk dalam korelasi cukup tinggi karena mendekati 1. Dari hasil perhitungan uji t untuk kemampuan instruktur pelatihan yang menghasilkan t hitung = 2,608. Untuk isi pelatihan menghasilkan t hitung = 2,188. Untuk metode pelatihan menghasilkan t hitung = 4,372. Sedangkan nilai t table =1,628. Nilai t hitung > t tabel maka

(51)

terdapat hubungan positif antara pelatihan dengan produktivitas kerja karyawan di PT. Erajaya Swasembada, dimana variabel yang paling berpengaruh adalah instruktur pelatihan. Dari metode analisis berganda secara simultan (uji-f) dimana diperoleh F hitung = 31,180 > F tabel = 2,772. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa variabel pelatihan berpengaruh secara signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan pada PT. Erajaya Swasembada Cabang Makassar.

c. Hubungan kepemimpinan terhadap produktivitas karyawan Titis Sapto Raharjo, Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Produktivitas Kerja Karyawan PT Nindya Karya. Skripsi, Jakarta: Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Katolik Indonesia Atmajaya, Jakarta, Juli 2010. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data empiris dan fakta yang shahih atau valid serta dapat dipercaya tentang apakah terdapat Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Produktivitas Kerja Karyawan PT Nindya Karya. Penelitian dilakukan di PT Nindya Karya selama 4 (empat) bulan terhitung sejak bulan Januari 2010 hingga bulan April 2010. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survai. Sampel yang diambil sebanyak 50 orang karyawan dari total 100 total karyawan di bagian pemasaran. Teknik pengambilan sampel dengan teknik Convinience Sample karena keterbatasan waktu penelitian maka hanya diteliti sebanyak 50 karyawan. Untuk menjaring data dari kedua variabel, digunakan instrumen berbentuk skala Likert untuk Variabel X dan Variabel Y.

Gambar

Gambar 2.1. Bagan Metode Pelatihan

Referensi

Dokumen terkait

Atau dengan kata lain jumlah dan jenis komponen dampak penting yang ditelaah dalam dokumen ANDAL lebih banyak dari yang digariskan dalam KA (berdasarkan hasil pengumpulan

Metode yang dilakuan untuk melakukan analisa sebelum dilakukan implementasi SEO dengan melakukan pengumpulan data kunjungan 3-6 bulan sebelumnya menggunakan google analytic..

Berdasarkan uraian di atas dan mengingat pentingnya ternak kambing sebagai sumber pendapatan tambahan bagi petani peternak di wilayah tersebut, maka penulis

Dilihat dari rasio kualitas aktiva produktif yang diwakili oleh rasio NPL, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara Bank Konvensional dan Bank Syariah, karena

Kemudian dari hasil ujicoba 2, dengan jumlah siswa 30 orang yang mengikuti proses pembelajaran IPS dengan menggunakan model contextual teaching and learning dan

Berdasarkan teori dan penelitian yang relevan, peneliti memungkinkan bahwa strategi Inside Outside Circle berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Belajar adalah

Akibatnya seorang yang terdidik dalam pendidikan jasmani, maka ia telah mempelajari berbagai macam keterampilan yang diperlukan dalam melakukan berbagai aktivitas

Malam pukul 20.00 WIB, 22 Januari 2007, sebanyak 10 orang TNI AURI mendatangi rumah keluarga Bapak Rismanto ayah dari Tulus (anggota FMN) dengan membawa Cece (mencengkeram leher)