• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN FAKTOR PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PENGAWAS MENELAN OBAT TERDAHAP KEPATUHAN MINUM OBAT TUBERKULOSIS DI LAPAS NARKOTIKA CIPINANG TAHUN 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN FAKTOR PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PENGAWAS MENELAN OBAT TERDAHAP KEPATUHAN MINUM OBAT TUBERKULOSIS DI LAPAS NARKOTIKA CIPINANG TAHUN 2020"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

i

THE CORELATION BETWEEN KNOWLEDGE, ATTITUDE

AND MEDICATION HELPER FACTORS ON COMPLIANCE

WITH TUBERCULOSIS MEDICATION IN CIPINANG

NARCOTICS PRISON IN 2020

HUBUNGAN FAKTOR PENGETAHUAN, SIKAP, DAN

PENGAWAS MENELAN OBAT TERDAHAP KEPATUHAN

MINUM OBAT TUBERKULOSIS DI LAPAS NARKOTIKA

CIPINANG TAHUN 2020

FARAH SYIFA KHUMAIRA

105421103417

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Makassar untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

(2)
(3)
(4)
(5)

v PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama Lengkap : Farah Syifa Khumaira Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 11 April 1999

Tahun Masuk : 2017

Peminatan : Kedokteran Klinis

Nama Pembimbing Akademik : dr. Andi Weri Sompa, M.Kes., Sp.S. Nama Pembimbing Skripsi : dr. Nelly, M.Kes., Sp.PK.

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi saya yang berjudul:

“HUBUNGAN FAKTOR PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PENGAWA MENELAN OBAT TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT TUBERKULOSIS DI LAPAS NARKOTIKA CIPINANG TAHUN 2020”

Apabila suatu saat nanti terbukti bahwa saya melakukan tindakan plagiat, maka saya akan menerima sanksi yang telah ditetapkan.

Demikian surat pernyataan ini saya buat untuk digunakan sebagaimana mestinya.

Makassar, 1 Maret 2021

Farah Syifa Khumaira 105421103417

(6)

vi RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Farah Syifa Khumaira

Ayah : Jamaluddin

Ibu : Yuniarti

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 11 April 1999

Agama : Islam

Alamat : Gaharu No.15. Koja, Jakarta Utara

No. Tlp/Hp : 088242911653

Email : syifafarah71@yahoo.co.id

Riwayat Pendidikan

▪ SD Barunawati IV (2005-2011)

▪ SMP Negeri 30 Jakarta (2011-2014)

▪ SMA Negeri 52 Jakarta (2014-2017)

(7)

i

THE CORELATION BETWEEN KNOWLEDGE, ATTITUDE AND PMO

FACTORS ON COMPLIANCE WITH TUBERCULOSIS MEDICATION IN

CIPINANG NARCOTICS PRISON IN 2020

Farah Syifa Khumaira1*, Nelly Zhusyaka2

1,2Medical Faculty, University of Muhammadiyah Makassar

Corresponding Author : Farah Syifa Khumaira, email : syifafarah71@yahoo.co.id ABSTRACT

Nowdays Tuberculosis is still a health problem in prisons. There are 1 million new cases reported every year. Compliance with treatment is influenced by attitude, knowledge, and the role of Supervisor for Drug Swallowing/Pengawas Menelan Obat (PMO). Compliance is a term to describe that the patients swallow drugs according to the dose, frequency and times every day. Attitude, knowledge and Supervisor for Drug Swallowing/Pengawas Menelan Obat (PMO) are predisposing and reinforcing factors that are closed to compliance with treatment. The purpose of this study was to determine the relationship between knowledge, attitudes, and PMO factors on TB drugs compliance at the Cipinang Narcotics Prison, Jakarta in 2020. The research method used an analytical observational study with a cross-sectional study design, that the researcher is looking for the relationship between knowledge, attitude, and PMO and medication compliance variables including effects by taking instantaneous measurements. The results of the alternative fisher exact test found that there is no relationship between the knowledge and the compliance, p-value = 0.165 (p> 0.05). There is no relationship between Attitude and compliance as well, p-value = 0.054. The other side, there is a relationship among PMO and compliance, p-value = 0.014. The conclusion in this study is there is a relationship among PMO and TB drugs compliance at the Cipinang Narcotics Prison in Jakarta in 2020.

Keywords: Knowledge, attitude, PMO, medication compliance, tuberculosis, correctional facilities.

(8)

ii HUBUNGAN FAKTOR PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PMO TERDAHAP KEPATUHAN MINUM OBAT TUBERKULOSIS DI LAPAS

NARKOTIKA CIPINANG TAHUN 2020

Farah Syifa Khumaira1*, Nelly Zhusyaka2

1,2Medical Faculty, University of Muhammadiyah Makassar

Corresponding Author : Farah Syifa Khumaira, email : syifafarah71@yahoo.co.id ABSTRAK

Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di Lembaga Pemasyarakatan. Dilaporkan setiap tahun terdapat sejumlah 1 juta kasus tuberkulosis baru. Salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan seseorang saat pengobatan tuberkulosis yaitu sikap, pengetahuan, dan PMO. Kepatuhan merupakan istilah untuk menggambarkan perilaku pasien dalam menelan obat secara benar sesuai dosis,frekuensi dan waktunya. Sikap, pengetahuan dan PMO adalah suatu faktor predisposisi dan faktor penguat yang erat kaitannya dengan kepatuhan penderita tuberkulosis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan faktor pengetahuan, sikap, dan PMO terhadap kepatuhan minum obat tuberkulosis di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta Tahun 2020. Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional study yang artinya peneliti mencari hubungan antara variabel pengetahuan, sikap, dan PMO dan variabel kepatuhan minum obat yang termasuk efek dengan melakukan pengukuran sesaat. Hasil dari uji alternatif fisher exact test didapatkan pada variabel pengetahuan terhadap kepatuhan nilai p-value = 0.165 (p > 0.05) dimana tidak terdapat hubungan. Variabel sikap terhadap kepatuhan nilai p-value = 0,054 dimana tidak terdapat hubungan. Variabel PMO terhadap kepatuhan nilai p-value = 0,014 dimana terdapat hubungan antara keduanya. Kesimpulan pada penelitian ini adalah terdapat hubungan antara PMO terhadap kepatuhan minum obat tuberculosis di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta pada tahun 2020.

Kata kunci : Pengetahuan, sikap, PMO, kepatuhan minum obat, tuberkulosis, lembaga pemasyarakatan.

(9)

iii KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa tercurahkan atas segala limpahan rahmat dan nikmat-Nya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, karena beliaulah sebagai suritauladan yang membimbing manusia menuju surga. Alhamdulillah berkat hidayah dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan judul “Hubungan Faktor Pengetahuan, Sikap, Dan PMO Terhadap Kepatuhan Minum Obat Tuberkulosis Di Lapas Narkotika Cipinang Tahun 2020”. Proposal penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua penulis, ayah Jamaluddin dan ibu Yuniarti yang senantiasa sabar dan selalu memberikan motivasi serta tidak henti-hentinya memanjatkan doa sehingga penulis mampu menyelesaikan proposal penelitian ini. Selanjutnya penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar Ayahanda dr.H.Mahmud Gaznawi, Sp.PA(K) yang telah memberikan sarana dan prasarana sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini dengan baik.

2. Secara khusus penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada dr. Nelly, M.Kes, Sp.PK. selaku

(10)

iv pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan koreksi selama proses penyusunan proposal ini hingga selesai. 3. dr. Andi Weri Sompa, M.Kes, Sp.S selaku pembimbing akademik saya

yang telah memberikan semangat dan motivasi selama proses perkuliahan dan dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.

4. Seluruh dosen dan staf di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

5. Teman-teman sejawat angkatan 2017 Argentaffin yang selalu mendukung dan memberikan saran dan semangat.

Karena itu dengan segala kerendahan hati penulis akan senang dalam menerima kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Namun penulis berharap semoga tetap dapat memberikan manfaat pada pembaca, masyarakat dan penulis lain. Akhir kata, saya berharap Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.

Makassar, 1 Maret 2021

(11)

v DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING PERNYATAAN PERSETUJUAN PENGUJI PERNYATAAN PENGESAHAN

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT RIWAYAT HIDUP

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR SINGKATAN ... xi BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 5 C. Tujuan Penelitian ... 5 D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Tuberkulosis ... 6

(12)

vi

2. Faktor Risiko Tuberkulosis ... 6

3. Patofisiologi Tuberkulosis ... 11

4. Perjalanan Penyakit Tuberkulosis ... 13

5. Gejala Klinis dan Diagnosis Tuberkulosis ... 14

B. Penanggulangan TB di Indonesia ... 16

1. Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia ... 16

2. Pengobatan Tuberkulosis ... 17

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat ... 20

4. Konsep Kepatuhan ... 20

C. Tinjauan Keislaman ... 22

BAB III KERANGKA KONSEP... 23

A. Kerangka Teori... 23

B. Konsep Pemikiran ... 23

C. Definisi Operasional... 23

D. Hipotesis ... 23

BAB IV METODE PENELITIAN ... 25

A. Design Penelitian ... 25

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

C. Populasi Penelitian ... 25

D. Sampel, Teknik, dan Alat Pengumpulan Data ... 26

E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 28

F. Data dan Sumber Data ... 28

(13)

vii

H. Teknik Penyajian Data ... 28

I. Etika Penelitian ... 28

J. Alur Penelitian ... 28

BAB V HASIL PENELITIAN... 30

A. Gambaran Umum Populasi dan Sampel ... 30

B. Analisis ... 31

BAB VI PEMBAHASAN ... 37

A. Hubungan Pengetahuan terhadap Kepatuhan Minum Obat Tuberkulosis di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta ... 37

B. Hubungan Sikap terhadap Kepatuhan Minum Obat Tuberkulosis di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta ... 45

C. Hubungan Pengawas Menelan Obat (PMO) terhadap Kepatuhan Minum Obat Tuberkulosis di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta ... 45

BAB VII PENUTUP ... 46

A. Kesimpulan ... 46

B. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(14)

viii DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Teori ... 35 Gambar 3.2 Konsep Pemikiran ... 36 Gambar 4.1 Alur Penelitian... 46

(15)

ix DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pengelompokan OAT ... 17

Tabel 2.2 Jenis, Sifat, dan Dosis OAT Lini Pertama ... 18

Tabel 2.3 Dosis Untuk Panduan OAT KDT Untuk Kategori 1 ... 20

Tabel 2.4 Dosis Panduan OAT Kombipak Untuk Kategori 1 ... 21

Tabel 2.5 Dosis Untuk Panduan OAT KDT Kategori II ... 21

Tabel 2.6 Dosis Panduan OAT Kombipak Untuk Kategori II ... 22

Tabel 2.7 Dosis KDT Untuk Sisipan ... 22

Tabel 2.8 Dosis OAT Kombipak Untuk Sisipan ... 22

Tabel 5.1 Distribusi Variabel Penelitian di Lapas Narkotika Cipinang Tahun 2020 ... 48

Tabel 5.2 Hubungan Pengetahuan terhadap Kepatuhan Minum Obat Tuberkulosis di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta Tahun 2020 ... 50

Tabel 5.3 Hubungan Sikap terhadap Kepatuhan Minum Obat Tuberkulosis di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta Tahun 2020... 46

Tabel 5.4 Hubungan PMO terhadap Kepatuhan Minum Obat Tuberkulosis di Lapas Cipinang Jakarta Tahun 2020... 46

(16)

x DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian ... 20

Lampiran 2 Surat Kepala Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Jakarta ... 21

Lampiran 3 Kuesioner Penelitian ... 29

Lampiran 4 Data Penelitian ... 29

(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang menjadi penyebab utama kesehatan yang buruk, salah satu dari 10 penyebab utama kematian di seluruh dunia dan menjadi penyebab kematian utama dari agen infeksi (peringkat di atas human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency syndrome). Basillus mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab sakit tuberkulosis dengan cara mengeluarkan bakteri ke udara misalnya dengan batuk.1

Menurut laporan World Health Organization (WHO) dalam Global Tuberculosis Report tahun 2019, diperkirakan sebanyak 10,0 juta diantaranya 5 orang sakit tuberkulosis, kini angka sudah menurun sangat lambat dalam beberapa tahun terakhir terdapat sekitar 1,2 juta kematian yang ditimbulkan oleh tuberkulosis diantara orang HIV-Negatif di 2019, dan secara nasional 208.000 kematian Pria >15 tahun menyumbang sebesar 56% dari keseluruhan TB pada tahun 2019, wanita menyumbang 31% dan anak (usia <15 tahun) sebesar 12%.3

Salah satu negara dengan beban tinggi untuk tuberkulosis, TB/HIV adalah Indonesia. Data pada tahun 2020 diperkirakan angka kejadian tuberkuosis sebesar 845.000 orang. Indonesia menempati urutan ke-3 penderita tuberkulosis setelah India di urutan ke-1 dan China pada urutan ke-2. Akibat penyakit ini telah mencapai 93.000 jiwa meninggal.4

Prevalensi tuberkulosis paru berdasarkan diagnosis dokter menurut karakteristik di wilayah Provinsi DKI Jakarta Riskesdas 2018. Kelompok umur

(18)

2 terbanyak yaitu 55-64 tahun sebanyak 1,18% prevalensi TB. Jenis kelamin terbanyak lakilaki dengan angka persentase 0,58%. 5

Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di Lembaga Pemasyarakatan dengan penemuan kasus pada kelompok-kelompok yang memiliki risiko tinggi tuberkulosis seperti di Lapas. Dilaporkan setiap tahun terdapat sejumlah 1 juta kasus tuberkulosis baru.6

Penelitian tuberkulosis di 3 Lapas/Rutan di Jakarta menunjukkan prevalensi tuberkulosis sebesar 0,78% berdasarkan hasil pemeriksaan sputum BTA. Faktor yang dapat mempengaruhi kejadian tersebut adalah kondisi penjara, diantaranya melebihi kapasitas huni, ventilasi buruk, nutrisi yang buruk, dan sulitnya akses ke pelayanan kesehatan, pengobatan yang kurang adekuat.7

Angka kejadian tuberkulosis di rutan atau lapas yang tinggi dikarenakan oleh karakteristik warga binaan yang merupakan populasi dengan risiko tinggi untuk terjadinya tuberkulosis. Risiko diperparah juga dengan kondisi rutan atau lapas yang padat, melebihi kapasitas, penemuan kasus tuberkulosis yang terlambat, tidak adanya skrining rutin terhadap tuberkulosis, kondisi lingkungan fisik dan asupan gizi yang buruk.8

Faktor-faktor diantaranya yang dapat mempengaruhi kepatuhan seseorang dalam pengobatan tuberkulosis yaitu predisposing, factor enabling, dan factor reinforcing. Predisposing factor terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, sikap, nilai-nilai dan keyakinan. Enabling factor terdiri dari lingkungan fisik diantaranya sarana maupun prasarana yang meliputi keterampilan kesehatan, puskesmas, obat, alat, dan perundang-undangan. Reinforcing factor seperti petugas kesehatan seperti pengambil keputusan, keluarga dan PMO.9

(19)

3 Kepatuhan minum obat mendapat pengawasan langsung dari PMO (Pengawas Menelan Obat) yang berasal dari petugas kesehatan, kader, dan keluarga. Hal tersebut dikarenakan banyaknya obat yang harus dikonsumsi dalam jangka waktu lama. Pengawasan langsung meminum obat dari orang terdekat bertujuan untuk mengurangi kelalaian pasien yang dapat berdampak pada kegagalan dalam pengobatan.9

Dalam aspek keislaman didapatkan beberapa hal yakni:

Terjemah: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS.Yunus:57).29

Setiap penyakit terdapat penawarnya dari sisi Allah subhanahu wata’ala. Penyakit di dalam tubuh manusia saja Allah turunkan obatnya,apalagi hanya penyakit hati.11

Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Kumalasari menyatakan ada hubungan signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat p:0.024. Penelitian dilakukan oleh Dewi pada menunjukan tidak ada hubungan antara sikap dengan kepatuhan minum obat p:0,203 berkebalikan dengan teori faktor kepatuhan minum obat. Penelitian dilakukan oleh Anthony terdapat hubungan antara PMO dengan kepatuhan minum obat p: 0.00. Pada penelitian kali ini peneliti tertarik untuk meneliti hubungan pengetahuan, sikap, dan PMO dengan kepatuhan minum

(20)

4 obat sehingga didapatkan faktor apa yang paling mendominasi terhadap kepatuhan minum obat di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta tahun 2020.

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana hubungan faktor pengetahuan, sikap, dan PMO terhadap kepatuhan minum obat tuberkulosis di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta pada tahun 2020?

C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan faktor pengetahuan, sikap, dan PMO terhadap kepatuhan minum obat tuberkulosis di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta Tahun 2020.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui tingkat pengetahuan pasien tuberkulosis di Lapas Cipinang Jakarta Tahun 2020.

b. Diketahui sikap pasien tuberkulosis di Lapas Cipinang Jakarta Tahun 2020.

c. Diketahui faktor PMO terhadap pasien tuberkulosis di Lapas Cipinang Jakarta Tahun 2020.

d. Diketahui tingkat kepatuhan minum obat tuberkulosis di Lapas Cipinang Jakarta Tahun 2020.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat penelitian bagi peneliti adalah untuk mengetahui patofisiologi tuberkulosis dan faktor-faktor yang berperan dalam respon terapi

(21)

5 2. Manfaat penelitian untuk Universitas adalah hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi dan pustaka berkaitan dengan hubungan pengetahuan, sikap, dan PMO terhadap kepatuhan minum obat tuberkulosis. 3. Manfaat penelitian untuk masyarakat adalah untuk menambah pengetahuan tentang penyakit tuberkulosis sehingga mampu menjalani pengobatan secara maksimal.

(22)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TUBERKULOSIS

1. Definisi Tuberkulosis

Mycobacterium Tuberculosis merupakan penyebab penyakit melular tuberkulosis sebagian besar menyerang organ paru dan dapat menyerang organ tubuh lainnya. Tuberkulosis adalah penyakit infeksius terutama menyerang parenkim paru. Bacil Mycobacterium Tuberculosis juga merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah.12

Bakteri M. tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection yang selanjutnya dikenal sebagai fokus primer. Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan infeksi bakteri M. tuberculosis sebagian besar menyerang paru – paru. Bakteri ini termasuk basil gram positif, dinding sel megandung komplek lipida glikolipida serta lilin yan ditembus oleh zat kimia.12

2. Faktor Risiko Tuberkulosis

Faktor risiko yang berperan dalam kejadian penyakit tuberkulosis adalah lingkungan dan individu. Diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Faktor Karakteristik Individu

Beberapa faktor karakteristik individu adalah : 1) Faktor Umur

Angka kejadian tuberkulosis paru meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pada wanita angka kejadian mencapai maksimum pada usia 40-50 tahun dan

(23)

7 akan terus berkurang sedangkan pada pria angka kejadian terus meningkat sampai usia 60 tahun.13

2) Faktor Jenis Kelamin

Angka kejadian pada pria cukup tinggi pada semua usia akan tetapi angka pada wanita cenderung akan menurun setelah melewati usia subur. Hal ini dibuktikan catatan statistik, lebih banyak penderita tuberkulosis adalah wanita namun hal ini masih membutuhkan penyelidikan dan penelitian yang lebih lanjut.13

3) Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan seseorang mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit tuberkulosis, dengan adanya pengetahuan yang cukup maka seseorang cenderung mempunyai pengetahuan hidup bersih dan sehat. Selain itu, jenis pekerjaan akan berpengaruh terhadap tingkat pendidikan seseorang.13

4) Pekerjaan

Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila bekerja di lingkungan dengan paparan partikel debu di maka akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernapasan. Jenis pekerjaan seseorang dapat berpengaruh terhadap pendapatan keluarga yang berdampak terhadap pola hidup diantaranya konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan, dan akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah (konstruksi rumah). Dalam hal jenis konstruksi rumah dengan pendapatan yang kurang maka konstruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TB. 13

(24)

8 5) Kebiasaan Merokok

Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan risiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok meningkatkan risiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Dengan adanya kebiasaan tersebut akan mempermudah untuk terjadinya infeksi TB. 13

6) Status Gizi

Status gizi merupakan variabel yang sangat berperan dalam timbulnya kejadian TB. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap daya tahan tubuh dan respon imun terhadap penyakit. 13

7) Kondisi Sosial Ekonomi

Penurunan pendapatan menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB. 13

8) Pengetahuan

Pengetahuan seseorang terhadap penyakit tuberkulosis (TB) adalah pengetahuan yang dapat menjadikan seseorang untuk mudah terinfeksi/tertular kuman TB misalnya bersin, batuk, meludah sembarangan, merokok dan kebiasaan menjemur kasur ataupun bantal. 13

b. Faktor Risiko Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan yang menjadi faktor risiko terhadap kejadian TB paru adalah:

(25)

9 1) Kepadatan hunian

Luas bangunan rumah sehat harus memadai untuk penghuni di dalamnya, luas lantai bangunan rumah haruslah disesuaikan dengan jumlah penghuni agar tidak menyebabkan kapasitas berlebih dalam suatu hunian. Hal ini tidak sehat, apabila salah satu penghuni terkena penyakit infeksi, maka akan mempermudah penularan kepada anggota keluarga lainnya. 13

2) Pencahayaan

Rumah yang sehat memerlukan pencahayaan yang cukup memadai, tidak terlalu remang dan tidak terlalu silau. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam rumah, terutama cahaya matahari merupakan tempat yang baik untuk berkembangnya bibit. Penularan TB tidak tahan pada sinar matahari. Apabila sinar matahari masuk dalam rumah serta sirkulasi udara yang diatur maka risiko penularan akan sangat berkurang. 13

3) Ventilasi

Kurangnya ventilasi dapat menyebabkan berkurangnya kadar oksigen di dalam ruangan, dan akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan. Pertumbuhan bakteri memperlukan kelembapan yang baik.13

4) Kondisi Ruangan

Salah satu faktor risiko penularan penyakit tuberkulosis adalah kondisi ruangan. Lantai, dinding dan atap merupakan tempat perkembangbiakan kuman. Media yang baik bagi perkembangan kuman Mycobacterium Tuberculosis diantaranya adalah dinding dan lantai yang sulit dibersihkan dapat menyebabkan penumpukkan debu.13

(26)

10 5) Kelembapan udara

Kuman tuberkulosis (TB) dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab tetapi akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung.13

6) Suhu

Suhu dalam ruangan harus dapat diatur sehingga tubuh tidak kepanasan atau terlalu banyak kehilangan. Suhu dalam rumah yang ideal adalah berkisar antara 18℃.13

7) Ketinggian wilayah

Menurut Olander, ketinggian secara umum mempengaruhi kelembaban dan suhu lingkungan. Setiap kenaikan 100 meter selisih suhu udara dengan permukaan laut sebesar 0,5 ℃. Mycobacterium Tuberculosis sangat aerob, sehingga diperkirakan kerapatan pegunungan akan mempengaruhi viabilitas kuman TB.13

3. Patofisiologi Tuberkulosis

Tempat masuk kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah saluran pernapasan, luka terbuka pada kulit dan saluran pencernaan. Infeksi tuberkulosis berasal dari kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi yang masuk melalui inhalasi droplet.14

Respon imunitas mengendalikan penyakit tuberkulosis dengan cara melakukan reaksi inflamasi bakteri dipindahkan melalui jalan nafas, selanjutnya basil tuberkel yang telah mencapai permukaan alveolus kemudian di inhalasi yang

(27)

11 terdiri dari satu sampai tiga basil, gumpalan yang memiliki bentuk lebih besar akan tertahan di rongga hidung dan cabang bronkhus namun tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, basil tuberkel membuat reaksi inflamasi. Bakteri di fagositosis oleh leukosit polimorfnuklear namun tidak sampai membunuh. Setelah hari pertama leukosit diganti oleh makrofag.14

Makrofag menjadi lebih panjang setelah melakukan infiltrasi dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit selama 10 – 20 hari. Gambaran yang relatif padat dan seperti keju yang disebut sebagai nekrosis kaseosa tampak pada nekrosis bagian sentral lesi yang biasa disebut lesi primer. Sel epiteloid dan fibroblast berada pada daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi. Jaringan granulasi membentuk jaringan parut yang selanjutnya membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.14

Lesi primer paru-paru dinamakan fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkhus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalam percabangan trakheobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain di paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah, atau usus. Lesi primer menjadi rongga-rongga serta jaringan nekrotik yang sesudah mencair keluar. bersama batuk. Bila lesi ini sampai menembus pleura maka akan terjadi efusi pleura tuberkulosa.14

Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos melalui kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah

(28)

12 dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh.14

4. Perjalanan Penyakit Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.15

a. Cara Penularan

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.

Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.15

(29)

13 Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).

HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian .15

5. Gejala Klinis dan Diagnosis Tuberkulosis a. Gejala klinis pasien TB

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.16

b. Diagnosis TB

Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan

(30)

14 BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan, dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.

Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lainnya.

Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.16

Sejak tahun 2010 WHO sudah merekomendasikan TCM sebagai pemeriksaan awal untuk diagnosis TB-MDR. Kehadiran TCM merupakan revolusi baru dalam diagnosis TBC yang berkontribusi terhadap diagnosis cepat kasus TBC dan TB-MDR dalam waktu 2 jam dibandingkan dengan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan dengan metode konvensional yang membutuhkan waktu 3-4 bulan. Hasil diagnosis TB-MDR oleh TCM digunakan sebagai dasar pengobatan pasien namun tidak menyingkirkan kebutuhan akan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan OAT karena TCM hanya mendeteksi TBC kebal obat rifampisin saja.17

(31)

15 1. Kebijakan Penanggulangan TB di Indonesia

Penanggulangan TB dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi, yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana).

Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan pedoman standar nasional sebagai kerangka dasar dan memperhatikan kebijakan global untuk penanggulanganTB.

Penemuan dan pengobatan untuk penanggulangan TB dilaksanakan oleh seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang meliputi Puskesmas, Klinik, dan Dokter Praktik Mandiri (DPM) serta Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL).

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB disediakan oleh pemerintah dan diberikan secara cuma-cuma. Keberpihakan kepada masyarakat dan pasien TB. Pasien TB tidak dipisahkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya. Penanggulangan TB dilaksanakan melalui penggalangan kerjasama dan kemitraan diantara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta dan masyarakat melalui forum koordinasi TB. Penguatan manajemen program penanggulangan TB ditujukan memberikan kontribusi terhadap penguatan sistem kesehatan nasional.

Pelaksanaan program menerapkan prinsip dan nilai inklusif, proaktif, efektif, responsif, profesional dan akuntabel. Penguatan kepemimpinan program ditujukan untuk meningkatkan komitmen pemerintah daerah dan pusat terhadap

(32)

16 keberlangsungan program dan pencapaian target strategi global penanggulangan TB yaitu eliminasi TB tahun 2035.18

2. Pengobatan Tuberkulosis Tabel 2.1 Pengelompokan OAT

Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis Tabel 2.2 Jenis, Sifat, dan Dosis OAT lini pertama

Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut: OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).20

(33)

17 Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. Tahap awal (intensif).20

a. Tahap Intensif

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.20 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

b. Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan Paduan OAT yang digunakan di Indonesia.20 Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia:

1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3. 2) Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3.

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE) Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu Kanamycin, Capreomisin, Levofloksasin, Ethionamide, sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari

(34)

18 kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.20

c. Paket Kombipak

Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.20

1) Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: - Pasien baru TB paru BTA positif.

- Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif - Pasien TB ekstra paru

Tabel 2.3 Dosis untuk panduan OAT KDT untuk kategori 1

(35)

19 Tabel 2.4 Dosis paduan OAT kombipak untuk kategori 1

Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis 2) Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya: - Pasien kambuh

- Pasien gagal

- Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat - Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis Tabel 2.5 Dosis untuk panduan OAT KDT Kategori 2

Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis Tabel 2.6 Dosis panduan OAT kombipak untuk kategori 2

Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis Catatan:

(36)

20 - Untuk pasien yang berumur 60tahun ke atas dosis maksimal untuk

streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan. - Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus. - Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan

aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg). - OAT Sisipan (HRZE) Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket

untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari). Tabel 2.7 Dosis KDT untuk sisipan

Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis Tabel 2.8 Dosis OAT Kombipak untuk sisipan

Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis

Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lini kedua.20

(37)

21 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat, yaitu:

a. Pengobatan

Studi kualitatif yang dilakukan oleh Gebreweld dkk. menyatakan bahwa lama pengobatan dan efek samping obat menjadi hambatan dalam kepatuhan pengobatan pasien TB paru.10

b. Faktor komunikasi

Komunikasi antara pasien dengan petugas kesehatan mempengaruhi kepatuhan. Informasi dan pengawasan yang kurang tepat, ketidak puasaan dalam hubungan emosi dan komunikasi antara pasien dengan petugas kesehatan mempengaruhi kepatuhan. Informasi dan pengawasan yang kurang, ketidak puasaan dalam hubungan emosional antara pasien dengan petugas kesehatan, dan ketidak puasan layanan bisa mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien.10

c. Pengetahuan

Informasi yang jelas dan benar akan membuat pasien mengetahui akan penyakitnya. Pendidikan kesehatan terkait pengobatan TB paru dan dampak yang timbul jika tidak patuh pengobatan merupakan salah satu pengetahuan yang harus dimiliki oleh pasien TB paru dan petugas kesehatan. Semakin baik pengetahuan pasien TB paru terkait penyakitnya semakin baik pula kepatuhan dalam berobat. Hal ini juga berlaku untuk pengetahuan dari PMO, yang semakin baik pengetahuannya dapat meningkatkan kepatuhan berobat dari pasien TB paru.10

Secara garis besar, pengetahuan dibagi menjadi 6 tingkatan, yaitu:

1) Tahu: diartikan hanya sebagairecall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

(38)

22 2) Memahami: dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang

diketahui tersebut.

3) Aplikasi: dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain

4) Analisis: kemampuan untuk menjabarkan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

5) Sintesis: kemampuan untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen pengetahuan yang dimiliki.

6) Evaluasi: kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap objek tertentu.2

d. Fasilitas Kesehatan

Fasilitas kesehatan menjadi sarana penting, pasien bisa mendapatkan pelayanan kesehatan secara langsung. Tersedianya fasilitas kesehatan dan kemampuan pasien untuk menjangkau fasilitas kesehatan dapat mempengaruhi kepatuhan pasien. Jika pasien tidak dapat menjangkau fasilitas kesehatan bagaimana dia mengetahui informasi terkait penyakitnya).10

e. Faktor individu

Menurut Niven faktor individu terdiri dari sikap atau motivasi individu untuk sembuh dan keyakinan.10

1) Sikap atau motivasi individu untuk sembuh

Motivasi sembuh pasien TB paru adalah faktor penting untuk menunjang keberhasilan dalam pengobatan. Motivasi yang kuat dapat mempengaruhi

(39)

23 kepatuhan dalam pengobatan TB paru.10 Sikap merupakan kumpulan gejala atau sindroma dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain. Sikap adalah kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup.

2) Sikap itu terdiri dari 4 komponen pokok, yaitu :

i. Kepercayaan atau keyakinan ide dan konsep terhadap objek.

Bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek. Sikap orang terhadap objek. Sikap orang terhadap penyakit TB paru misalnya, bagaimana pendapat atau keyakinan orang tersebut terhadap penyakit tuberkulosis paru.

ii. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek.

Bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. Seperti contoh, bagaimana orang menilai terhadap penyakit TB paru, apakah penyakit yang biasa saja atau penyakit yang membahayakan.

iii. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan).2

iv. Bertanggungjawab (responsible)

Bertanggungjawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya dia harus berani

(40)

24 mengambil resiko kalau ada orang lain yang mencemoohkannya atau adanya resiko lain.

f. Dukungan keluarga

Keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat dengan pasien. Keluarga saling berinteraksi dalam keseharian. Sehingga, perubahan interaksi yang terjadi dalam keluarga pasien TB paru dapat mempengaruhi perasaan atau psikologis dari pasien. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Niven, yang mengatakan bahwa dukungan dari keluarga dan teman dekat dapat membantu kepatuhan pasien dalam pengobatan.10

g. Dukungan sosial

Dukungan yang berasal dari lingkungan sosial pasien bisa dari teman, tetangga, tokoh agama, atau tokoh masyarakat yang ada di lingkungan tempat dia tinggal. Peran orang-orang tersebut bisa meningkatkan semangat dan rasa dihargai pasien, sehingga dia memiliki harapan sembuh yang tinggi.10

h. Dukungan petugas kesehatan dan PMO

Petugas kesehatan sebagai promotor dalam menjalankan program-program kesehatan dan penanggulangan suatu penyakit. Pasien TB paru yang mendapat penyuluhan memiliki kemungkinan 4,19 kali lebih patuh untuk berobat dibandingkan penderita yang tidak mendapat penyuluhan kesehatan dan mereka yang mendapat kunjungan rumah dari petugas kesehatan mempunyai kemungkinan 2,15 kali lebih patuh pengobatan dibandingkan pasien yang tidak dikunjungi.10

PMO (Pengawas Menelan Obat) adalah seseorang yang memberikan dorongan kepada penderita agar mau berobat secara teratur dan mengingatkan

(41)

25 penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu yang ditentukan. Persyaratan PMO adalah sebagai berikut:

1) Seseorang yang dikenal, dipercayai dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.

2) Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien. 3) Bersedia membantu pasien dengan sukarela.

4) Bersedia dilatih dan atau mendapatkan penyuluhan bersama-sama dengan pasien.

Tugas Seorang PMO adalah sebagai berikut:

1) Mengawasi pasien TBC agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.

2) Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.

3) Mengingatkan pasien untuk periksa kembali ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.

4) Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga pasien TBC yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TBC untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan.10

Hal-hal yang perlu dihadapi PMO untuk sampai kepada pasien dan keluarganya: 1) TBC disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan.

2) TBC dapat disembuhkan dengan pengobatan yang teratur.

3) Cara memberikan pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan). 4) Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.

(42)

26 5) Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera

meminta pertolongan ke fasyankes.10 4. Konsep Kepatuhan

a. Definisi Kepatuhan

Kepatuhan adalah suatu sikap yang merupakan respon yang hanya muncul apabila individu tersebut diharapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Jika individu tidak mematuhi apa yang telah menjadi ketetapan dapat dikatakan tidak patuh.

Pada penelitian lain didapatkan bahwa kepatuhan adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan berdasarkan keinginan orang lain atau melakukan apa-apa yang diminta oleh orang lain, kepatuhan mengacu pada perikalu yang terjadi sebagai respon terhadap permintaan langsung dan berasal dari pihak lain.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah sesuatu yang dapat meningkatkan atau menurunkan kepatuhan penderita terhadap pengobatan.

1) Faktor Predisposisi (Predisposing Factors): Faktor-faktor predisposisi (Predisposing Factors), faktor sebelum terjadinya suatu perilaku yang termasuk dalam faktor predisposisi:

i. Usia

Usia merupakan variabel yang cukup penting karena cukup banyak penyakit ditemukan disebabkan oleh umur. Penyakit TBC yang paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif 15-50 tahun.

(43)

27 Berdasarkan penelitian Kodoy jumlah pasien lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Hal ini dikarenakan laki-laki-laki-laki kebanyakan keluar rumah mencari nafkah, dengan frekuensi keluar rumah yang menungkinkan terjadinya penularan TBC, mobilitas yang tinggi dapat menurunkan kekebalan tubuh sehingga mudah terkena TBC. Selain itu kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol dapat menurunkan kekebalan tubuh sehingga dapat mudah terkena TBC.

iii. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan landasan seseorang dalam berbuat sesuatu, membuat lebih mengerti dan memahami sesuatu, atau menerima dan menolak sesuatu. Pada pasien yang tidak patuh berobat adalah pasien dengan pendidikan yang rendah hal ini membuktikan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi pengetahuan. Sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat.10

iv. Status pekerjaan

Pekerjaan merupakan sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah. Untuk melakukan suatu pekerjaan membutuhkan waktu yang relatif lama, kemungkinan untuk memperhatikan lingkungan cenderung menurun. Selain itu, pendapatan yang relatif rendah masyarakat akan cenderung untuk lebih memikirkan hal-hal pokok antara lain pangan, sandang, papan.10

C. Tinjauan Keislaman

Pada dasarnya semua penyakit berasal dari Allah, maka yang dapat menyembuhkan juga hanyalah Allah. Tetapi, untuk mencapai kesembuhan tersebut

(44)

28 tentunya diperlukan usaha yang maksimal. Sesungguhnya Allah mendatangkan penyakit, maka bersamaan dengan itu Allah juga mendatangkan penawarnya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW ‘Abu Dharda berkata ‘diwaktu saya beserta Rasulullah bersabda ‘Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit serta obat dan diadakan Nya bagi tiap penyakit obatnya, maka berobatlah kamu, tetapi janganlah kamu berobat dengan yang haram’. (HR Abu Daud).23

Berdasarkan beberapa hadist tersebut dapat diketahui bahwa Allah SWT tidak akan menurunkan obatnya, baik itu penyakit yang muncul pada zaman Nabi maupun sesudah Nabi. Segala jenis penyakit pasti memiliki penawarnya sehingga setiap enyakit tersebut akan sembuh atas seizin Allah. Allah SWT menciptakan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini dalam keadaan seimbang. Begitu pula tubuh manusia juga yang diciptakan dalam keadaan yang seimbang.23

Terjemah: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS.Yunus:57).29

Wahai sekalian manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian nasihat dari tuhan kalian yang memperingatkan kalian dari siksaan Allah dan menakuti kalian dengan ancaman-NYa, yaitu al-qur’an dan apa yang dikandungnya berupa ayat-ayat dan nasihat-nasihat untuk memperbaiki akhlak-akhlak kalian dan amal perbuatan kalian. Dan di dalamnya juga terdapat obat bagi hati dari kebodohan,

(45)

29

kesyirikan dan seluruh penyakit, ,serta merupakan petunjuk lurus bagi orang yang mengikutinya dari seluruh makhluk, sehingga menyelamatkannya dari kebinasaan. Allah menjadikannya sebagai kenikmatan dan rahmat bagi kaum mukminin dan mengistimewakan mereka dengan itu secara khusus; karena merekalah yang dapat mengambil manfaat dengan iman, sedangkan orang-orang kafir,maka ia adalah kegelapan bagi mereka.29

Tafsir Al-Muyassar/Kementrian Agama Saudi Arabia Wahai manusia, telah datang kepada kalian Kitab Suci Al-Qur`ān yang berisi peringatan, anjuran dan larangan. Al-Qur`ān adalah obat penawar untuk penyakit bimbang dan ragu yang bersarang di dalam hati. Al-Qur`ān adalah petunjuk ke jalan yang benar. Dan Al- Qur`ān mengandung rahmat bagi orang-orang yang beriman, karena merekalah yang memanfaatkannya.29

Terjemah: “Dan kami turunkan dari Al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zhalim (Al-Qur’an itu) hanya akan menambah kerugian.” (QS.Al-Isra:82).30

Dan Kami turunkan Al-Qur'an kepadamu wahai Nabi Muhammad, sebagai obat penawar berbagai macam penyakit hati dan rahmat bagi orang yang beriman yang mengamalkan tuntunannya, sedangkan bagi orang-orang yang zalim, Al-Qur'an itu hanya akan menambah kerugian disebabkan oleh kekufuran mereka. Setiap kali mendengar bacaan AlQur'an semakin bertambah kekufurannya.30

(46)

30 Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang muslim yang tertimpa gangguan berupa penyakit atau semacamnya,kecuali Allah akan menggugurkan Bersama dengannya dosa dosanya, sebagaimana pohon yang menggugurkan dedaunannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).23

Pengobatan Nabi termasuk obat-obatan yang menyembuhkan penyakit adalah sesuatu yang tidak diketahui oleh akal banyak pemuka dokter, tidak pula dicapai oleh ilmu, eksperimen dan analogi mereka. Di antara obat hati dan ruhani adalah kekuatan hati dan penyandarannya kepada Allah, tawakal, berlindung kepada-Nya, bersimpuh dan menangis di hadapan-Nya, merendah kepada-Nya, sedekah, doa, taubat, istighfar, berbuat baik kepada makhluk, membantu orang yang membutuhkan dan melapangkan orang yang kesusahan.24

(47)

31 BAB III

KERANGKA KONSEP

A. KERANGKA TEORI

Gambar 3.1 Kerangka Teori B. KONSEP PEMIKIRAN

Gambar 3.2 Konsep Pemikiran Mycobacterium

Tuberculosis

Menginfeksi Tahanan dan Narapidana

Terdiagnosis tuberkulosis paru menurut hasil TCM

Terapi Tuberkulosis

Gejala Klinis a. Batuk berdahak >2-3

minggu

b. Dahak campur darah c. Sesak napas

d. Badan lemas

e. Nafsu makan menurun f. Berat badan menurun g. Malaise

h. Keringat malam tanpa kegiatan fisik

Keberhasilan Terapi Tuberkulosis

Faktor Pengetahuan, Sikap, dan PMO

Kepatuhan Minum Obat Tuberkulosis

Variabel Independen Variabel Dependen

Jenis Pengobatan

(48)

32 C. DEFINISI OPERASIONAL DAN KRITERIA OBJEKTIF

Tabel 3.3 Tabel Definisi Operasional

Variabel Penelitian

Definisi Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Pengetahuan Hal-hal yang diketahui klien sehubungan dengan

kepatuhan minum obat tuberkulosis

Paru

Skala Likert Skor tertinggi responden berjumlah 40. 1. Pengetahuan baik,apabila skor jawaban >75% nilai keseluruhan >30. 2. Pengetahuan cukup,apabila skor jawaba <75% nilai keseluruhan 0-30. Ordinal Sikap Reaksi/respon tertutup berupa sikap dari dalam diri

penderita tuberkulosis paru terhadap kepatuhan

minum obat tuberkulosis paru dan

merupakan tanda kesiapan untuk bertindak Kuesioner Skor:untuk jawaban: Benar : 1 Salah: 0 Kategori sikap: 1. kurang : <55% 2. Baik : >56% Ordinal

PMO Pengawas menelan

obat merupakan petugas yang mendampingi pasien TBC dan mengingatkan untuk meminum obat.

Kuesioner PMO mendukung skor >7,5 Peran PMO tidak

mendukung skor <7,5 Nominal Kepatuhan Minum Obat Patuh berobat adalah yang menyelesaikan pengobatan secara teratur dan lengkap

tanpa terputus selama minimal 6 Kuesioner MMAS-8 Skor 6-8: Kepatuhan Tinggi Skor <6: Kepatuhan Rendah Ordinal

(49)

33 D. HIPOTESIS

1. Hipotesis Alternatif (HA)

Terdapat hubungan antara faktor pengetahuan, sikap, dan PMO terhadap kepatuhan minum obat di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta pada tahun 2020.

2. Hipotesis Null (H0)

Tidak terdapat hubungan antara faktor pengetahuan, sikap, dan PMO terhadap kepatuhan minum obat di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta pada tahun 2020.

bulan sampai 9 bulan sesuai yang

(50)

34 BAB IV

METODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional study yang artinya peneliti mencari hubungan antara variabel pengetahuan, sikap, dan PMO dan variabel kepatuhan minum obat yang termasuk efek dengan melakukan pengukuran sesaat.

B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian: Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Cipinang Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta.

2. Waktu Penelitian: Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2020 Triwulan III dan IV.

C. POPULASI PENELITIAN

Tahanan dan Narapidana Lapas Narotika Cipinang Jakata tahun 2020. D. SAMPEL, TEKNIK, DAN ALAT PENGUMPULAN DATA

1. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah warga binaan Lapas Narotika Cipinang Jakata yang terdiagnosis TB pada tahun 2020.

Besar sampel yang digunakan adalah penderita TB paru yang menjalani pengobatan OAT yang memenuhi kriteria inklusi di Lapas Narotika Cipinang Jakata tahun 2020 sebanyak minimal 11 sampel.

n1 = n2 = (Zα√2PQ + Zβ √P1Q1+ P2Q2 (P1− P2) )

(51)

35 Keterangan:

n : jumlah sampel 𝑍𝛼 : deviat baku alfa 𝑍𝛽 : deviat baku beta

𝑃2 : Proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya 𝑄2 : 1 - P2

𝑃1 : proporsi pada kelompok lainya (judgement peneliti)

𝑄1 : 1 – P1

𝑃1− 𝑃2 : selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna 𝑃 :Proporsi total = (P1 + P2)/2

𝑄 : 1 – P

Aplikasi rumus berdasarkan sampel yang digunakan:

n1 = n2 = (Zα√2PQ + Zβ √P1Q1+ P2Q2 (P1− P2) ) 2 n1 = n2 = (1,0,842√2x0,3x0,7 + 1,282√0,1x0,9 + 0,5x0,5 0,1 − 0,5 ) 2 n1 = n2 = (0,842√2x0,3x0,7 + 1,282√0,1x0,9 + 0,5x0,5 0,1 − 0,5 ) 2 n1 = n2 = (0,842√0,42 + 1,282√0,34 −0,4 ) 2 n1 = n2 = (0,842x0,64 + 1,282x0,58 −0,4 ) 2 n1 = n2 = (0,538 + 0,743 −0,4 ) 2

(52)

36 n1 = n2 = (1,281

−0,4)

2

n1 = n2 = 11

Maka besar sampel yang didapatkan adalah minimal 11 sampel. 2. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel penelitian ini diambil dengan Teknik non-probability sampling dengan tipe purposive sampling. Pada cara ini seluruh responden yang memenuhi kriteria inklusi merupakan subjek penelitian.

3. Alat pengumpulan data

Jenis data yang digunakan untuk penelitian ini berasal dari data primer berupa kuesioner MMAS-8 (Morisky Medication Adherence Scales-8), kuesioner sikap, kuesioner PMO dan skala likert.

E. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI 1. Kriteria Inklusi

a. Pasien tuberkulosis yang memulai dan menjalani pengobatan di Lapas narkotika Cipinang Jakarta pada tahun 2020.

b. Narapidana yang bersedia menjadi responden. c. Usia penderita TB dewasa (20 – 60 tahun).

2. Kriteria Eksklusi

a. Pasien tuberkulosis yang pindah. b. Pasien bebas masa tahanan. c. Pasien meninggal.

F. DATA DAN SUMBER DATA 1. Data Primer

(53)

37 Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kuesioner (Morisky Medication Adherence Scales-8) MMAS-8 , Skala Likert, Kuesioner sikap, dan kuesioner PMO.

Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8) adalah suatu instrumen berupa kuesioner yang digunakan untuk menilai kepatuhan terapi. Kuesioner ini tersusun atas delapan pertanyaan. Kategori respon diisi dengan jawaban “ya” atau “tidak” untuk item pertanyaan nomor 1 sampai 7. Pada item pertanyaan nomor 1- 4 dan 6-7 nilai 1 bila jawaban “tidak” dan 0 bila jawaban “ya”, sedangkan item pertanyaan nomor 5 dinilai 1 bila jawaban “ya” dan 0 bila jawaban “tidak”. Item pertanyaan nomor 8 dinilai dengan 5 skala likert dengan nilai 1=tidak pernah, 0,75=sesekali, 0,5=kadang-kadang, 0,25=biasanya, dan 0=selalu. Skor total dari hasil perhitungan kuesioner ini berentang antara 0-8. Selanjutnya, interpretasi kepatuhan penggunaan obat MMAS-8 dikategorikan menjadi 2 tingkatan kepatuhan, yaitu kepatuhan tinggi (nilai = 6-8), dan kepatuhan rendah (nilai = <6). Variabel penelitian pengetahuan memakai skala likert, yang berjumlah 8 soal skor adalah nilai 5 untuk sangat setuju, 4 untuk setuju, 3 untuk netral, 2 untuk tidak setuju dan 1 untuk sangat tidak setuju. Kuesioner sikap untuk item pertanyaan 1,3, dan 8 adalah benar, dan pada item pertanyaan 2,4,5,6,7 adalah salah. Kategori dibagi menjadi 2 yaitu sikap kurang jika <55% dan sikap baik >56%. Variabel penelitian PMO berjumlah 15 pertanyaan dikategorikan mendukung jika skor >7,5 dan peran PMO tidak mendukung jika skor <7,5.

2. Data Sekunder

(54)

38 G. TEKNIK ANALISIS DATA

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakuka terhadap setiap variabel dan hasil penelitian dengan mengunakan tabel distribusi frekuensi sehingga menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variable yang diteliti.

2. Analisis Bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan variabel independen dengan dependen dalam bentuk tabulasi silang antara kedua variabel tersebut. Menggunakan uji statistik dengan tingkat kemaknaan 0,05 dengan ketentuan hubungan dikatakan bermakna bila p-value < 0,05 dan hubungan dikatakan tidak bermakna bila p-value > 0,05 dengan menggunakan rumus Chi-Square.

Keterangan:

O = Frekuensi nilai yang diamati (Observed value) E = Frekuensi nilai yang diharapkan (Expected value) ⅀ = Jumlah data

Syarat uji Chi-Square adalah :

1. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari 1. 2. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari 5,

lebih dari 20% dari jumlah sel.

Hasilnya hanya dapat menyimpulkan ada tidaknya perbedaan proporsi antarkelompok dan tidak dapat mengetahui kelompok mana yang mempunyai risiko

(

)

2

2

O E

E

(55)

39 lebih besar dibandingkan kelompok lain Jika syarat uji Chi-Square tidak terpenuhi, maka dipakai uji alternatifnya.

Alternatif uji Chi-Square untuk tabel 2x2 adalah uji Fisher Alternatif uji Chi-Square untuk tabel 2xK adalah uji Kolmogorof Smirnov Penggabungan sel adalah langkah alternatif uji Chi-Square untuk tabel selain 2x2 dan 2x2 sehingga terbentuk suatu tabel BxK yang baru. Setelah dilakukan penggabungan sel. Uji hipotesis dipilih sesuai dengan tabel BxK yang baru tersebut penilaian :

1. Apabila X2 hitung > X2 tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. 2. Apabila X² hitung < dari X² tabel, H0 diterima atau Ha ditolak, artinya tidak

ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. H. TEKNIK PENYAJIAN DATA

Teknik penyajian data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Pemeriksaan data (editing)

Data yang sudah diperoleh dari hasil kuesioner MMAS-8, Skala Likert, Kuesioner sikap, kuesioner PMO pada tahun 2020 akan diperiksa kembali untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan telah lengkap dan sesuai.

2. Coding

Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan computer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku untuk memudahkan Kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variable.

(56)

40 3. Entry

Entry adalah memasukkan data jawaban sesuai dengan kode yang telah ditentukan untuk masing-masing variabel sehingga menjadi satu data dasar kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa dengan membuat table kontigensi.

4. Cleaning

Cleaning data merupakan kegiatan memeriksa Kembali data yang sudah di entry,apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan mungin terjadi saat meng enty data ke komputer.

I. ETIKA PENELITIAN

1. Lembar persetujuan diberikan kepada subjek yang akan diteliti.

2. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, jika responden bersedia untuk diteliti, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan tersebut. Jika responden menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.

3. Responden tidak dikenakan biaya apapun.

4. Kerahasiaan informasi dijamin peneliti. Hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan dan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

(57)

41 J. ALUR PENELITIAN

(58)

42 BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Populasi dan Sampel

Pengumpulan data dilakukan dari bulan Desember 2020-Januari 2021 pada pasien tuberkulosis di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta tahun 2020. Hasil penelitian diperoleh dengan menggunakan beberapa kuesioner yang terdiri atas kuesioner tentang pengetahuan, sikap, PMO dan kepatuhan minum obat. Kuesioner tersebut diberikan kepada setiap responden dengan menggunakan kertas.

Pengambilan data menggunakan data primer dengan menggunakan alat ukur berbentuk kuesioner. Jumlah sampel berdasarkan karakteristik yaitu pada karakteristik pengetahuan, sikap, dan PMO masing-masing berjumlah 22 orang sampel. Cara pengambilan sampel yaitu dengan Teknik purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi.

B. Analisis Data

Berdasarkan hasil pengolahan data telah dilakukan, maka penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Tabel V.I Karakteristik Sampel Penelitian di Lapas Narkotika Cipinang Tahun 2020

Variabel Frekuensi Persentase Umur (Tahun)

20-30 5 22.7

31-40 13 59.1

41-50 3 13.6

(59)

43 Sumber: Data Primer

Tabel 5.1, menunjukkan bahwa distribusi variabel umur responden tertinggi 31-40 tahun dengan presentasi sebesar 59,1% sedangkan umur 51-60 tahun terendah dengan presentasi sebesar 4,5%. Distribusi karakteristik tingkat pendidikan tertinggi adalah SMA/SMU/STM/SMK dengan presentasi sebesar 54,5% sedangkan tingkat pendidikan terendah SD dengan presentasi sebesar 9,1%. Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan. Dapat diketahui responden yang memiliki pengetahuan baik berjumlah 9 orang (40,90%), yang memiliki pengetahuan cukup berjumlah 13 orang (59,10). Karakteristik responden berdasarkan sikap. Dapat diketahui responden yang memiliki sikap baik 16 orang (72,73%), dan yang memiliki sikap kurang berjumlah 6 orang (27.,27%). Karakteristik responden berdasarkan PMO,dapat diketahui responden yang

Tingkat Pendidikan SD 2 9.1 SMP 8 36.4 SMA/SMU/STM/S MK 12 54.5 Pengetahuan Baik 9 40.9 Cukup 13 59.1 Sikap Baik 16 72.73 Kurang 6 27.27 PMO Mendukung 15 68.18 Tidak Mendukung 7 31.82 Kepatuhan Minum Obat Tinggi 15 68.18 Rendah 7 31.82

(60)

44 memiliki PMO mendukung 15 orang (68,18%), dan yang memiliki PMO tidak mendukung 7 orang (31,82%). Karakteristik berdasarkan kepatuhan minum obat TB. Dapat diketahui responden yang memiliki kepatuhan tinggi 15 orang (68,18%), dan yang memiliki kepatuhan rendah 7 orang (31,82%).

Tabel V.II. Hubungan pengetahuan terhadap kepatuhan minum obat Tuberkulosis di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta Tahun 2020.

Kepatuhan Minum Obat

Pengetahuan Rendah Tinggi P

n % n %

Baik 1 4.54 8 36.36

Cukup 6 27.27 7 31.82 0.165

Total 7 31.82 15 68.18

Sumber: Data Primer

Tabel 5.2. menunjukkan bahwa responden yang memiliki kepatuhan minum obat rendah 7 orang (31,81%) kepatuhan minum obat tinggi 15 orang (68,18%) yang baik pengetahuannya dan memiliki kepatuhan rendah 1 orang (4,54%) yang memiliki pengetahuan baik dan kepatuhan tinggi 8 orang (36,36%). Responden yang pengetahuan cukup dan kepatuhan rendah 6 orang (27,27%) yang memiliki pengetahuan cukup dan kepatuhan tinggi 7 orang (31,82%). P yang didapatkan yaitu 0,165 (>0,05) memiliki arti tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat tuberkulosis.

Tabel V.III. Hubungan sikap terhadap kepatuhan minum obat Tuberkulosis di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta Tahun 2020.

Kepatuhan Minum Obat

Sikap Rendah Tinggi P

Gambar

Gambar 3.1 Kerangka Teori  .................................................................................
Tabel 2.3 Dosis untuk panduan OAT KDT untuk kategori 1
Tabel 2.7 Dosis KDT untuk sisipan
Gambar 3.1 Kerangka Teori  B.  KONSEP PEMIKIRAN
+6

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah melimpahkan berkah, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas

Diharapkan dari penelitian ini menjadi bahan pertimbangan untuk pemerintah atau instansi kesehatan dalam mencanangkan program pemanfaatan starter tape, nasi basi

SPM,SPP, ADK GPP &amp; SPM, Rekapitulasi perhitungan gaji serta lampiran 5 Menit ADK SPM yang telah di inject dengan aplikasi PIN PPSPM &amp; ADK GPP 12

16 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN.. belajarnya yang dapat mendorong tercapainya hasil belajar yang optimal. Dalam hal ini, penilaian merupakan assessment as learning. Metode

Sistem Pembelian Bahan Baku : Bagian Gudang mengecek persediaan bahan baku,jika ada bahan baku yang habis atau dibutuhkan nantinya akan tampak pada pencatatan di

[r]

Kualitas dari aspek medis harus adekuat (tidak lebih dan tidak kurang) Sementara peran swasta for profit ada kecenderungan untuk memberi layanan berlebihan (untuk

Untuk menjamin bahwa pengembangan Politeknik Indonusa Surakarta selaras dengan pembangunan nasional dalam penahapannya, peta jalan menuju tercapainya Visi tersebut