• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

5 A. Tinjauan Pustaka

1. Biskuit

Biskuit merupakan salah satu makanan ringan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Produk ini merupakan produk kering yang memiliki kadar air rendah yaitu kurang dari 5%. Produk ini dapat dikonsumsi oleh semua kalangan usia, baik bayi hingga kalangan dewasa dengan jenis biskuit yang berbeda-beda (Setyowati dan Nisa, 2014). Sedangkan menurut SNI (2011), biskuit merupakan produk bakeri kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari tepung terigu (dapat dilakukan subtitusi) dan menggunakan bahan tambahan pangan lain yang diizinkan.

Menurut Aprianti dan Wijaya (2010), biskuit diklasifikasikan dalam empat jenis yaitu biskuit keras, crackers, cookies, dan wafer. Produk-produk tersebut memiliki kadar air yang rendah, hal ini dihasilkan dari proses pemanggangan adonan biskuit yang sempurna. Kadar air yang rendah pada biskuit sangat menguntungkan dari segi penyimpanan. Biskuit dapat disimpan dalam waktu yang lama kurang lebih 6 bulan hingga 1 tahun (Kramer dan Twigg, 1973). Kualitas biskuit dapat diukur melalui sifat kimia yang menentukan zat gizi dari biskuit, sifat fisik dari biskuit meliputi tekstur dan warna dari biskuit, serta sifat organoleptik dari biskuit yang menentukan penerimaan biskuit tersebut terhadap konsumen (Fridata dkk., 2014). Syarat mutu biskuit berdasarkan SNI 2973:2011 dapat dilihat pada Tabel 2.1.

(2)

Tabel 2.1 Syarat Mutu Biskuit SNI 2973:2011

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

1.1 Bau - Normal

1.2 Rasa - Normal

1.3 Warna - Normal

2 Kadar air (b/b) % Maks. 5

3 Kadar Protein (N x 6.25) (b/b) % Min. 5

4 Asam Lemak Bebas (b/b) % Maks. 1,0

5 Cemaran Logam

5.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,5

5.2 Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,2

5.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40

5.4 Merkuir (Hg) mg/kg Maks. 0,05

6 Arsen (As) mg/kg Maks. 0,5

7 Cemaran Mikroba

7.1 Angka Lempeng Total koloni/g Maks. 1 x 104

7.2 Coliform APM/g 20

7.3 Eschericia coli APM/g <3

7.4 Salmonella sp. - Negati/25 g

7.5 Staphylococcus aureus koloni/g Maks. 1 x 102 7.6 Bacillus cereus koloni/g Maks. 1 x 102 7.7 Kapang dan Khamir koloni/g Maks. 2 x 102 Sumber : SNI 2973:2011

Bahan baku utama dari pembuatan biskuit adalah tepung terigu, namun seiring dengan perkembangan jaman penggunaan tepung non terigu dalam pembautan biskuit banyak dikembangkan, terutama untuk jenis biskuit yang bebas gluten (Sayangbati, 2013). Selain tepung terigu sebagai bahan utama dalam pembuatan biskuit, terdapat beberapa bahan penunjang dalam pembuatan biskuit. Menurut Wulandari (2010), bahan-bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan biskuit antara lain margarin, susu bubuk, gula halus, kuning telur, garam, dan baking powder. Setiap bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit, memiliki fungsi masing-masing.

a. Tepung Terigu

Tepung terigu merupakan bahan utama dalam pembuatan biskuit. Jenis tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah tepung dari jenis gandum lunak (soft wheat) yang mengandung

(3)

protein sekitar 7.5-8%. Tepung ini memiliki kemampuan menyerap air yang rendah dan menghasilkan adonan yang kurang elastis sehingga menghasilkan roti yang memiliki tekstur padat seperti pada biskuit, kue kering, dan crackers (Koswara, 2009). Tepung terigu dalam pembuatan biskuit berperan sebagai pembentuk adonan selama pencampuran, pengikat bahan-bahan lain, dan pembentuk struktur biskuit selama pemanggangan (Matz dan Matz, 1978).

b. Kuning Telur

Telur merupakan bahan pangan yang berasal dari ternak unggas dan memiliki nilai gizi cukup tinggi karena telur mengandung protein yang tinggi dengan susunan asam amino yang lengkap dan seimbang. Lemak pada kuning telur terdiri dari fosfolipid yang dapat berfungsi sebagai agen pengemulsi dan pengaerasi (Claudia dkk., 2015). Penambahan telur dalam pembuatan biskuit berfungsi untuk memperbesar volume, memperbaiki tekstur, menambah protein yang dapat memperbaiki kualitas pada biskuit. Menurut Claudia dkk., (2012), penggunaan kuning telur pada pembuatan biskuit akan menghasilkan biskuit yang lebih empuk daripada memakai seluruh telur. Hal ini disebabkan lesitin pada kuning telur mempunyai daya pengemulsi. Adanya zat pengemulsi ini menjadikan telur dapat memperbaiki tekstur, memperbesar volume serta menambah kandungan protein (Aini, 2009).

c. Gula

Gula digunakan sebagai pemanis dalam pembuatan produk olahan roti. Selain sebagai pemanis, gula juga berperan dalam penyempurnaan mutu panggang dan warna pada produk roti. Gula memiliki sifat higroskopis sehingga dapat memperbaiki masa simpan dari produk pangan (Koswara, 2009). Menurut Buckle et al. (1987), gula dapat berfungsi sebagai pengawet karena dapat mengurangi aktivitas air (aw) bahan pangan sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Fungsi lain dari penambahan gula

(4)

dalam berbagai produk olahan roti terutama biskuit adalah untuk memberi tambahan energi pada produk tersebut (Purnamasari dan Harijono, 2014).

d. Margarin

Margarin dalam pembuatan biskuit berfungsi sebagai lemak pengganti mentega. Margarin dimasudkan sebagai pengganti mentega dengan rupa, bau, konsisten rasa, dan nilai gizi yang hampir sama dengan mentega. Margarin merupakan emulsi dengan tipe emulsi yaitu fase air berada dalam fase minyak atau lemak (Hutagalung, 2009). Menurut Tanjung dan Kusnadi (2015), margarin yang ditambahkan dalam biskuit sebagai lemak berfungsi untuk mengempukan biskuit karena margarin memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi sehingga dapat memperbaiki tekstur biskuit. Sedangkan menurut Matz dan Matz (1978), fungsi lemak dalam pembuatan biskuit adalah sebagai penghalus tekstur, sehingga dapat terbentuk struktur biskuit yang elastis. Selain itu, lemak dapat memberikan sumbangan terhadap citarasa biskuit yang khas dan membuat cepat melunak saat dimulut. e. Susu Skim

Penggunaan susu skim dalam pembuatan roti adalah untuk perbaikan gizi. Susu mengandung protein (kasein), gula laktosa, dan mineral kalsium. Susu juga memberikan efek terhadap warna kulit roti dan memperkuat gluten karena kandungan kalsiumnya (Koswara, 2009). Susu skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan nilai kalori yang rendah di dalam makanan, hal ini disebabkan karena susuu skim hanya mengandung 55% dari seluruh energi susu (Buckle et al., 1987). Fungsi lain dari susu dalam pembautan biskuit adalah memberika rasa yang gurih dan aroma yang harum. Hal ini disebabkan karena susu mampu memperbaiki rasa dan aroma dari biskuit selain menambah nilai gizi (Smith dan Circle, 1972).

(5)

f. Baking Powder

Baking powder merupakan bahan tambahan pangan yang digunakan dalam pembautan roti dan kue yang berfungsi untuk mengembangkan adonan supaya adonan menggelembung, bertambah volumenya, demikian juga pada saat adonan dipanggang dapat lebih mengembang (Prasetyo dkk., 2014). Sedangkan menurut Winarno (2002) dalam Permana dkk. (2012), baking powder merupakan natrium bikarbonat (Na2CO3) yang memiliki fungsi tertentu di dalam sebuah adonan. Fungsi tersebut antara lain untuk melepaskan gas hingga jenuh dengan gas CO2 kemudian dengan teratur melepaskan gas selama pemanggangan agar adonan mengembang sempurna, menjaga penyusutan, dan untuk menyegarkan tekstur.

Secara garis besar proses pembuatan biskuit terdiri dari proses pencampuran (mixing), pembentukan (forming), dan pemanggangan (backing). Tahap pertama dari proses pembuatan biskuit adalah proses pencampuran (mixing). Terdapat tiga metode pencampuran yaitu single-stage, multiple-stage, dan continous. Pada metode single-stage, semua bahan dicampur menjadi satu dan dimixer bersamaan. Sedangkan untuk metode multiple-stage terdiri dari dua tahap atau lebih, pertama yang dicampur lemak dan gula kemudian bahan cair selanjutnya bahan-bahan lainnya. Metode yang ketiga adalah continous, metode ini banyak digunakan karena lebih efektif daripada dua metode lainnya, memaksimalkan output dan meminimalkan input karena proses yang kontiniu (Sunandar, 2001 dalam Mutiara dkk., 2012).

Setelah mengalami proses pencampuran (mixing) maka akan terbentuk adonan. Adonan tersebut akan mengalami proses aging selama kurang lebih 15 menit, tergantung jenis bahan pengembang yang digunakan. Aging diperlukan untuk memberi kesempatan pada bahan pengembang untuk bekerja efektif. Selanjutnya dilakukan pencetakan terhadap adonan yang sebelumnya telah ditipiskan sampai mencapai ketebalan tertentu. Bentuk dan ukuran biskuit diusahakan karena hal ini

(6)

dapat mempengaruhi proses pemanggangan. Untuk menghindari kelengketan antara adonan dan alat, permukaan adonan diberi tepung. Adonan yang telah mengalami proses pencetakan ditata diatas loyang yang telah diolesi dengan lemak lalu dipanggang. Pengolesan lemak pada loyang ini bertujuan untuk menghindari lengketnya biskuit pada loyang setelah dipanggang (Fitria, 2007 dalam Prasetyo, dkk., 2014).

Proses terakhir dalam pembuatan biskuit adalah proses pemanggangan. Proses ini merupakan proses yang paling penting dari urutan proses sebelumnya, karena proses ini mengarah pada kualitas dari produk itu sendiri. Selama pemanggangan, lemak mencair, gula larut, bahan pengembang melanjutkan aktifitasnya, struktur terbentuk, cairan dipindahkan dan terjadi crust pada permukaan dan pembentukan warna. Suhu oven untuk proses pemanggangan tergantung pada jenis, bentuk, dan ukuran dari produk yang dibuat dan dijaga sifat-sifat dari bahan-bahan penyusunnya. Pada umumnya suhu pemanggangan biskuit antara 2180C hingga 2320C dalam waktu 15-20 menit (Sunandar, 2001 dalam Mutiara dkk., 2012).

Menurut Matz dan Matz (1978), proses pemanggangan akan meningkatkan ketebalan biskuit sebesar 4-5 kali dan kadar air akan menurun dari 21% menjadi 5%. Pemanggangan tergantung pada suhu yang digunakan, jenis oven, dan jenis biskuitnya. Suhu dan lama pemanggangan akan menentukan kadar air akhir dari biskuit yang dihasilkan.

2. Sorbitol

Sorbitol merupakan gula alkohol yang secara alami dapat ditemukan dalam berbagai buah dan sayur. Sorbitol dikenal sebagai pemanis alami yang rendah kalori jika dibandingkan dengan gula biasa. Kandungan kalori sorbitol dua pertiga dari sukrosa, sedangkan untuk tingkat kemanisan 60% lebih rendah dari sukrosa. Sorbitol sangat cocok digunakan untuk memproduksi berbagai produk rendah kalori dan telah

(7)

terbukti aman digunakan hampir setengah abad. Sorbitol juga mempunyai sifat yang dapat menjaga keseimbangan kandungan air dan tekstur sehingga cocok digunakan untuk produk-produk permen dan sejenisnya (Suseno dkk., 2008).

Menurut Luthana (2009) dalam Atmaka dkk., (2013), sorbitol adalah sebuah poliol atau gula alkohol, pemanis massal yang ditemukan di berbagai produk makanan. Selain memberikan rasa manis, sorbitol juga berfungsi sebagai Texturizing Humectant Agent. Sorbitol memiliki kesan halus dan manis, sejuk, dan menyenangkan selera di mulut. Sorbitol bersifat non karsinogenik dan berguna bagi pederita diabetes karena memiliki nilai kalori yang rendah.

Sorbitol memiliki tingkat kemanisan 0,5 sampai dengan 0,7 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,6 kkal/g atau setara dengan 10,87 kJ/g (Badan Standarisasi Nasional). Sorbitol termasuk dalam golongan GRAS (Generally Recognized As Save) yang tidak berefek toksik, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi dan sangat bermanfaat sebagai pengganti gula bagi penderita diabetes dan diet rendah kalori (BPOM, 2008).

Sorbitol sebagai pemanis pengganti sukrosa dapat diaplikasikan dalam pembuatan biskuit. Biskuit dengan subtitusi sorbitol sangat cocok digunakan untuk penderita diabetes mellitus. Hal ini disebabkan karena sorbitol memiliki indeks glikemik 9, lebih rendah jika dibandingkan dengan sukrosa (Dwivedi, 1991 dalam Faidah dan Estiasih, 2009). Akan tetapi, penggunaan sorbitol dalam pembuatan biskuit tidak menyebabkan karamelisasi dan reaksi Maillard yang memberikan warna menarik pada biskuit. Reaksi Maillard ini sangat diharapkan oleh konsumen karena akan memberikan warna yang menarik (Faidah dan Estiasih, 2009).

3. Jagung

Jagung merupakan tanaman pangan penting di Indonesia yang menduduki peringkat kedua setelah padi. Produksi ekonomi jagung adalah

(8)

berupa biji jagung yang merupakan sumber karbohidrat potensial untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan. Perbedaan kandungan gizi jagung dapat dilihat dari warna biji jagung, semakin banyak kandungan vitamin A dari biji, maka semakin kuning warna biji yang dihasilkan. Biji jagung yang bewarna putih pada umumnya tidak memiliki kandungan vitamin A (Suprapto, 1992).

Secara morfologi, biji jagung terdiri atas tiga bagian utama yaitu (a) pericarp, berupa lapisan luar yang tipis, berfungsi untuk mencegah embrio dari organisme pengganggu dan kehilangan air; (b) endosperm, sebagai cadangan makanan, mencapai 75% dari bobot biji yang mengandung 90% pati dan 10% protein, mineral, minyak, dan lainnya; dan (c) embrio (lembaga), sebagai miniatur tanaman yang terdiri atas plamule, akar radikal, scutelum, dan koleoptil (Hardman and Gunsolus, 1998). Pati yang terdapat pada endosperm tersusun dari senyawa anhidroglukosa yang sebagian besar teridiri atas dua molekul yaitu amilosa dan amilopektin, dan sebagian kecil bahan antara. Protein endosperm biji jagung terdiri atas beberapa fraksi diantaranya albumin, globumin, zein atau prolamin, dan glutein. Pada sebagian besar jagung, proporsi masing-masing fraksi protein adalah albumin 3%, globulin 3%, prolamin 60%, dan glutein 34% (Vasal, 1994).

Gambar 2.1 Morfologi Biji Jagung

Sumber : Subekti dkk. (2003)

Jagung mengandung serat pangan yang tinggi dan karbohidrat yang kompleks pada biji jagung. Kandungan karbohidrat pada biji jagung

(9)

terdapat pada perikarp dan tipkarp, juga terdapat pada dinding sel endosperma dan dalam jumlah kecil pada dinding sel lembaga. Kulit ari (bran) jagung terdiri atas 75% hemiselulosa, 25% selulosa, dan 0,1% lignin (Suarni, 2007). Kulit ari jagung dicirikan oleh kandungan serat kasar yang tinggi yaitu sekitar 86,7% (Tabel 2.1). Endosperma kaya akan pati (87,6%) dan protein (8%), sedangkan kadar lemaknya relatif rendah (0,8%). Lembaga dicirikan oleh tingginya kadar lemak yaitu 33%, protein (18,4%), dan mineral (10,5%). Berdasarkan data tersebut dapat ditentukan apakah produk yang akan diolah memerlukan biji jagung utuh, dihilangkan kulit ari atau lembaganya tergantung kebutuhan dari penggunanya.

Tabel 2.2 Komposisi Kimia pada Bagian Biji Jagung

Komponen Biji Utuh Endosperma Lembaga Kulit Ari Tip Cap

Protein (%) 3,7 8,0 18,4 3,7 9,1 Lemak (%) 1,0 0,8 33,2 1,0 3,8 Serat Kasar (%) 86,7 2,7 8,8 86,7 - Abu (%) 0,8 0,3 10,5 0,8 1,6 Pati(%) 71,3 87,6 8,3 7,3 5,3 Gula (%) 0,34 0,62 10,8 0,34 1,6 Sumber : Inglett (1987)

Jagung merupakan salah satu serealia yang bernilai ekonomis. Jagung memiliki peranan yang penting dalam perkembangan industri pangan. Berdasarkan komposisi kimia dan kandungan zat gizinya, jagung mempunyai prospek yang baik sebagai bahan pangan dan bahan baku industri pangan (Midlanda dkk., 2014). Tepung jagung merupakan salah satu bentuk olahan jagung yang paling sederhana. Selain itu, tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), difortifikasi, mudah dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan modern (Damardjati dkk., 2000).

Untuk menghasilkan tepung jagung, biji jagung pipilan kering disortasi kemudian disosoh untuk melepaskan kulit luarnya. Jagung sosoh lalu dibuat tepung dengan menggunakan metode basah atau metode kering. Bila menggunakan metode basah, biji jagung dilakukan

(10)

perendaman selama 4 jam lalu dicuci, ditiriskan, dan diproses menjadi tepung menggunakan mesin penepung. Sedangkan jika dengan metode kering, biji jagung langsung ditepungkan tanpa dilakukan perendaman. Namun, dari hasil penelitian menunjukan, penepungan dengan menggunakan metode basah akan menghasilkan rendemen tepung lebih tinggi jika dibandingkan dengan metode kering (Suarni, 2009).

Menurut Midlanda dkk (2014), terdapat tiga metode dalam pembuatan tepung jagung. Metode yang digunakan antara lain pembuatan tepung jagung dengan menggunakan air, menggunakan ragi, dan dengan larutan kapur. Dari hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa metode pembuatan tepung jagung dengan metode menggunakan air lebih baik dalam menghasilkan mutu cookies. Suarni (2009) dalam Midlanda dkk (2014), menunjukan metode terbaik dalam pembuatan tepung jagung adalah dengan menggunakan air dengan perbandingan 1:1. Jagung yang telah dipipil, diblanching selama 5 menit dan dihaluskan dengan menggunakan blender. Bubur jagung yang dihasilkan kemudian dikeringkan dalam oven suhu 500C selama 24 jam. Setelah kering, dilakukan penepungan dan diayak dalam ayakan 80 mesh.

Sifat fisikokimia tepung jagung beragam, bergantung pada varietas jagung tersebut. Oleh karena itu, pemilihan varietas sebagai bahan tepung jagung akan menentukan kualitas kue kering yang dihasilkan. Sifat fisikokimia dan amilograf tepung beberapa varietas jagung dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.3 Sifat Fisikokima Tepung Beberapa Varietas Jagung Varietas DSA (%) DSM (%) Emulsi (%) Derajat Putih (%) Amilosa (%) Tekstur Anoman-1 15,96 7,34 42,40 85,15 20,71 Agak Halus Srikandi Putih-1 15,12 8,14 45,60 83,11 21,70 Agak Halus Lokal Pulut 16,04 9,65 48,40 86,05 8,99 Agak Halus Lokal non-Pulut 15,21 8,11 40,50 78,29 18,32 Agak Halus

DSA : Daya Serap Air, DSM : Daya Serap Minyak Sumber : Suarni (2005)

(11)

4. Tepung Kacang Merah

Kacang merah termasuk dalam famili Leguminosa genus Phaseolus dan spesies Vulgaris. Tanaman kacang merah merupakan tanaman semak yang tegak dan ada yang merambat. Tinggi tanaman ini sekitar 3,5 – 4,5 meter, memiliki warna biji merah tua dan buahnya berbentuk polong memanjang, sedikit lebih panjang jika dibandingkan dengan buncis. Jumlah biji kacang merah dalam satu polong terdiri kurang lebih 2-3 biji. (Zebua, 2009).

Kacang merah kering merupakan sumber protein nabati, karbohidrat kompleks, serat, vitamin B, tiamin, kalsium, fosfor, dan zat besi. Kacang merah memiliki kandungan lemak dan natrium yang sangat rendah, mengandung sedikit lemak jenuh serta bebas kolesterol. Manfaat dari kacang merah dapat diperoleh secara sempurna dengan perlakuan pendahuluan seperti perebusan dan perendaman. Perebusan dan perendaman perlu dilakukan untuk menghilangkan kemampuan kacang merah memproduksi gas dalam usus yang dapat menyebabkan perut kembung (Agustina dkk., 2013).

Kacang merah mengandung vitamin B dan asam amino essensial yang lengkap. Vitamin B yang terdapat dalam kacang merah terdiri dari thiamin 0,88 mg/100g, riboflavin 0,14 mg/100g, dan niasin 2,2 mg/100g. Asam amino essensial yang terdapat dalam kacang merah antara lain metionin dan sistein dengan kandungan yang relatif rendah yaitu sekitar 10,56 dan 8,46 mg/100g (Salunkhe et al., 1985). Komposisi zat gizi per 100 gram kacang merah dapat dijabarkan pada Tabel 2.4.

(12)

Tabel 2.4 Komposisi Zat Gizi Per 100 g Kacang Merah Komponen Per 100 g Kacang Merah

Energi (mg) 336 Protein (g) 22,3 Lemak (g) 1,7 Karbohidrat (g) 61,2 Kalsium (g) 260 Fosfor (mg) 410 Zat Besi (mg) 5,8 Vitamin A (SI) 30 Vitamin B1 (mg) 0,5 Vitamin B2 (mg) 0,2

Sumber : Direktorat Gizi, depkes (1992)

Kacang Merah (Phaseolus Vulgaris L) selain dapat digunakan untuk berbagai makan produk olahan, kandungan nutrisi kacang merahnya juga unggul. Kacang merah kaya akan asam folat, kalsium, karbohidrat kompleks, serat, dan protein yang tergolong tinggi. Kandungan karbohidrat kompleks dan serat yang tinggi dalam kacang merah membuatnya dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Selain itu, kadar indeks glikemik kacang merah juga termasuk rendah sehingga menguntungkan bagi penderita diabetes dan mampu menurunkan resiko timbulnya diabetes. Prinsip penggabungan antara kacang-kacangan dan biji-bijian dapat memperbaiki keseimbangan asam amino, sehingga tujuan perbaikan mutu protein pada suatu produk dapat tercapai (Muchtadi dkk., 1988 dalam Nuraidah, 2013).

Kacang merah merupakan komoditas kacang-kacangan yang sangat dikenal oleh masyarakat. Tetapi, kacang merah dalam bentuk mentah memiliki aplikasi yang terbatas dan umur simpan yang pendek. Oleh sebab itu, diperlukan sentuhan teknologi untuk memudahkan aplikasinya dan memperpanjang umur simpan, salah satunya adalah dengan penepungan. Teknologi penepungan merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan lama disimpan, mudah dicampur dengan tepung lain, diperkaya zat gizi,

(13)

dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang ingin serba praktis (Pangastuti, 2013).

Tepung kacang merah merupakan tepung yang berasal dari penggilingan kacang merah yang direndam, direbus, dan dikeringkan. Pembuatan tepung kacang merah dibuat untuk meningkatkan kualitas gizi dan nilai gizi sehingga kacang merah dapat mensubtitusi tepung terigu. dalam pembuatan tepung kacang merah, suhu dan lama pengeringan harus diperhatikan karena akan mempengaruhi kandungan gizi dan karakteristik dari tepung kacang merah (Hanastiti, 2013).

Tepung kacang merah memiliki kandungan zat gizi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tepung terigu. Adapun komposisi zat gizi tepung kacang merah antara lain kalori 375,28 kal; protein 17,24 gram; lemak 2,21 gram; dan karbohidrat 71,08 gram (Dian Ekawati, 1999 dalam Verawati, 2015). Kandungan protein yang tinggi pada kacang merah, tidak berpengaruh dengan kandungan gluten. Tepung kacang merah memiliki kandungan protein yang tinggi dan tidak jauh berbeda dengan kacang kedelai dan kacang hijau, bebas protein gluten (Siddiq et al, 2010 dalam Verawati, 2015).

Prosedur pembuatan tepung kacang merah menurut Astuti (2014), terdiri dari beberapa tahap. Pertama-tama kacang merah dicuci dan direndam dalam soda kue 2% selama semalam, direbus selama 15-20 menit, pengupasan kulitnya, dikeringkan dalam oven kabinet suhu 600C (6-8 jam), digiling, dan diayak dalam 80 mesh. Sifat fisikokimia tepung kacang merah dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Sifat Fisikokimia Tepung Kacang Merah Komponen (%) Air 5,88 Abu 2,75 Protein 26,06 Lemak 2,70 Karbohidrat 62,61 Pati 59,93 Serat Pangan 5,5

(14)

B. Kerangka Berpikir Biskuit

Penggunaan pemanis sukrosa tinggi kalori (3,9 kkal/g)

Memicu penyakit diabetes dan obesitas Pemanfaatan tepung lokal

Pemanfaatan pemanis rendah kalori

Sorbitol

Gula alkohol sebagai pengganti sukrosa

Memiliki rasa manis Bersifat tidak toksik, tidak mahal

Tidak bisa diragikan oleh bakteri plak gigi Berkalori

Sorbitol memiliki kalori sebesar 2,6 kkal/g (lebih

rendah dari sukrosa)

Biskuit Tepung Jagung dan Kacang Merah yang Rendah Kalori Tepung Jagung dan

Tepung Kacang Merah

Biskuit Tepung Jagung dan Kacang Merah

(15)

C. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Sorbitol Sebagai Pengganti Sukrosa Terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Biskuit Tepung Jagung (Zea mays) dan Kacang Merah (Phaseoulus vulgaris)” antara lain :

H1 : Penggunaan pemanis sorbitol sebagai pengganti sukrosa dalam biskuit berbasis tepung jagung dan tepung merah akan berpengaruh terhadap sifat sensoris, karakteristik fisik, karakteristik kimia dan nilai kalori dari biskuit.

Gambar

Tabel 2.1 Syarat Mutu Biskuit SNI 2973:2011
Gambar 2.1 Morfologi Biji Jagung
Tabel 2.2 Komposisi Kimia pada Bagian Biji Jagung
Tabel 2.3 Sifat Fisikokima Tepung Beberapa Varietas Jagung

Referensi

Dokumen terkait

perusahaan, Menurut penelitian (Wahyudi dan Pawestri, 2006) menyimpulkan bahwa keputusan pendanaan berpengaruh terhadap nilai perusahaan, tetapi keputusan investasi

Terjadi transfer pengetahuan di Desa Citengah melalui pola transfer pengetahuan pada program kegiatan yang telah disusun oleh Rurukan Adat “Nabawadatala” melalui media

Dari analisi diatas dapat disimpulkan bahwa praktek jual beli buah melon dengan sisitem tebas yang dilakukan masyarakat Desa Buluagung Kecamatan Siliragung

purposive sampling dengan kriteria perusahaan yang minimal dua kali terdaftar dalam index LQ-45, telah menerbitkan laporan keuangan terus menerus dari tahun 2005

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah dengan judul

Pengadaan Peralatan dan Mesin Pengadaan Gedung dan Bangunan Pengadaan Jalan, Irigasi, Jaringan Pengadaan Aset Tetap Lainnya Pengadaan Aset Lainnya SURPLUS/(DEFISIT).

Metode non parametrik yang digunakan untuk uji komparatif sampel berpasangan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan variabel dummy. Variabel dummy adalah variabel

Penelitian mengenai intrusi air laut di Candidasa sudah dilakukan oleh Pujianiki dan Simpen (2016) mengenai pemetaan intrusi air laut di Candidasa dengan menggunakan metode