• Tidak ada hasil yang ditemukan

WIRAMARANA - ISI Denpasar | Institutional Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "WIRAMARANA - ISI Denpasar | Institutional Repository"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

WIRAMARANA

I Kadek Agus Cahaya Suputra, I NyomanWindha, dan I Ketut Sudhana

Institut Seni Indonesia Denpasar

Jalan Nusa Indah Denpasar, Telp (0361) 227316, Fax (0361) 236100

E-mail rektor@isi-dps.ac.id

ABSTRAK

Karya ini merupakan hasil eksekusi dari ide yang dibuat penata guna memenuhi persyaratan untuk

menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S1). Karya ini bertemakan tentang tumbuhan yang memberikan kita

kehidupan, alangkah baiknya jika tumbuhan diperhatikan sesuai dengan ajaran agama Hindu yaitu

palemahan yang merupakan bagian dari konsep Tri Hita Karana. Palemahan berasal dari kata lemah yang

artinya tanah.

Palemahan juga berarti

bhuwana atau alam. Dalam artian yang sempit palemahan berarti

wilayah satu pemukiman atau tempat tinggal (Renawati, 2006 : 1).

Palemahan atau lingkungan terdiri atas unsur benda, daya, dan kondisi yang terdapat dalam suatu

tempat atau ruang manusia atau makhluk hidup berada dan dapat mempengaruhi hidupnya (Aminudin,

2013:7). Dalam kehidupan manusia atau makhluk hidup tidak terlepas dari yang namanya lingkungan karena

mempunyai ketertarikan erat dalam perkembangannya. Lingkungan memiliki banyak manfaat untuk

kelangsungan hidup. Tumbuhan sangat penting dalam kehidupan karena tumbuhan yang memberi kita

oksigen untuk bernafas, sayur untuk makanan, dan dapat dijadikan sebagai perlengkapan untuk

kelangsungan hidup.

Penata merealisasikan ide ini melalui karya yang berjudul “Wiramarana”.Kata “Wiramarana” saya

ambil dari bahasa sansekerta yaitu

“Virama”

yang artinya Irama/lagu dan “Arana”

yang berarti

tumbuh-tumbuhan. Jadi

Wiramarana

berarti irama/lagu dari tumbuh-tumbuhan yang merupakan ide dari garapan

ini.Karya ini menggunakan barungan gamelan Semara Pegulingan

sebagai media ungkap dengan didukung

oleh 25 pemain gamelan termasuk penata.Suara vokal dan instrumental dipadukan didalam penggarapan

karya ini, hal ini mengacu pada definisi karawitan pada umumnya. Suara vokal akan dilantunkan oleh 3

orang gerong sebagai pelantun pupuh dan dipadukan dengan vokal dari pemain gamelan. Dari definisi diatas

dapat disimpulkan bahwa karya “Wiramarana” merupakan karya yang menggunakan tumbuhan sebagai ide

dan dituangkan kedalam barungan gamelan

semara pegulingan dengan pengolahan suara vocal dan

instrumental.

Kata Kunci : Judul garapan, ide garapan , media ungkap

ABSTRACT

This music composition is the result of the execution of the idea made by the stylists to fulfill the

requirement to complete the Strata 1 (S1) education. This work is themed about plants that give us life, it

would be nice if the plant is considered in accordance with the teachings of the Hindu religion palemahan

which is part of the concept of Tri Hita Karana. Palemahan comes from a weak word which means land.

Palemahan also means bhuwana or nature. In a narrow sense the palemahan means one residential or

residential area (Renawati, 2006: 1)

Palemahan or environment consists of elements of objects, power, and conditions contained in a

place or space of humans or living creatures are located and can affect his life (Aminudin, 2013: 7). In the

life of humans or living things can not be separated from the name of the environment because it has a strong

interest in its development. The environment has many benefits for survival. Plants are very important in life

because plants that give us oxygen for breathing, vegetables for food, and can be used as survival tools.

(2)

Semara Pegulingan as the media revealed by supported by 25 gamelan players including penata.Suara vocals

and instrumental combined in the cultivation of this work, it refers to Definition of karawitan in general. The

vocal sound will be sung by 3 gerongs as a pupil singer and combined with vocals from gamelan players.

From the above definition can be concluded that the work "Wiramarana" is a work that uses plants as an idea

and poured into barungan gamelan semara pegulingan with vocal and instrumental sound processing.

Keywords: Title of arable, ideas arable, media revealed

I. PENDAHULUAN

Dalam ajaran agama Hindu terdapat konsep

Tri Hita Karana yang menjadi pedoman untuk

menghormati dan menyayangi sesama ciptaan Tuhan. Tri Hita Karana merupakan tiga konsep harmonisasi

yaitu parhyangan, pawongan, palemahan. Penerapan konsep Tri Hita Karana sangat penting untuk menjaga

keharmonisan hidup.

Parhyangan berasal dari kata hyang yang artinya Tuhan. Parhyangan berarti ketuhanan atau hal-hal

yang berkaitan dengan keagamaan dalam rangka memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam arti yang

sempit parhyangan berarti tempat suci untuk memuja Tuhan.

Pawongan berasal dari kata wong (dalam bahasa Jawa) yang artinya orang. Pawongan adalah perihal

yang berkaitan dengan orang dalam satu kehidupan masyarakat, dalam arti sempit

pawongan adalah

kelompok manusia yang bermasyarakat yang tinggal dalam satu wilayah hubungan atman dengan

paramatman atau hubungan manusia dengan Tuhan, kita sebagai makhluk sosial juga harus membina

hubungan dengan sesama manusia dan makhluk lainnya. Hubungan manusia dengan makhluk lainnya

hendaknya dapat menciptakan suasana rukun, harmonis, dan damai serta saling membantu satu sama lain

dengan hati yang penuh dengan cinta kasih.

Palemahan berasal dari kata lemah yang artinya tanah. Palemahan juga berarti bhuwana atau alam.

Dalam artian yang sempit palemahan berarti wilayah satu pemukiman atau tempat tinggal (Renawati, 2006 :

1).

Palemahan atau lingkungan terdiri atas unsur benda, daya, dan kondisi yang terdapat dalam suatu

tempat atau ruang manusia atau makhluk hidup berada dan dapat mempengaruhi hidupnya (Aminudin,

2013:7). Dalam kehidupan manusia atau makhluk hidup tidak terlepas dari yang namanya lingkungan karena

mempunyai ketertarikan erat dalam perkembangannya. Lingkungan memiliki banyak manfaat untuk

kelangsungan hidup. Tumbuhan sangat penting dalam kehidupan karena tumbuhan yang memberi kita

oksigen untuk bernafas, sayur untuk makanan, dan dapat dijadikan sebagai perlengkapan untuk

kelangsungan hidup.

Berdasarkan pemaparan diatas, maka muncul keinginan penata untuk mengangkat konsep

palemahan yang dikhususkan pada tumbuhan untuk diwujudkan dengan karya komposisi karawitan.

Keinginan ini terinspirasi dari melihat banyaknya manusia yang merusak lingkungan hidup mereka, padahal

lingkungan yang terdiri dari tumbuhan tersebut yang memberikan kehidupan bagi manusia. Dengan

keinginan diatas, penata membuat karya komposisi karawitan yang bertujuan sebagai penghormatan atau puji

syukur kepada tumbuhan karena telah memberikan penghidupan kepada manusia. Penata merealisasikan ide

ini melalui karya yang berjudul “Wiramarana”.

“Wiramarana”

berasal dari bahasa sansekerta yaitu

“Virama”

yang artinya Irama/lagu dan

“Arana”

yang berarti tumbuh-tumbuhan. Jadi Wiramarana

berarti irama/lagu dari tumbuh-tumbuhan yang

merupakan ide dari garapan ini. Karya ini diwujudkan dengan permainan harmoni dan ritme agar tercipta

karya yang tepat untuk mengungkapkan ide dari karya ini. Karya

Wiramarana ini merupakan karya

komposisi Tabuh Kreasi Semara Pegulingan. Sebuah label tabuh kreasi ini disematkan agar karya ini tidak

terlalu terikat kepada pakem. Sebenarnya tidak ada kriteria pasti untuk golongan

tabuh kreasi, penata ingin

membiarkan penilaian tersebut diberikan oleh penikmat karya ini, seperti pepatah dalam bahasa Bali yaitu

”depang anake ngadanin” yang artinya biarkan orang lain yang menamai atau menilai.

(3)

berkomposisi di dalam maupun di luar kampus, akhirnya penata membuat sebuah karya komposisi karawitan

baru yang digunakan sebagai karya tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana strata satu (S1) di Institut

Seni Indonesia (ISI) Denpasar.

Ujian tugas akhir yang merupakan persyaratan untuk mendapatkan gelar sarjana (S1) mewajibkan

mahasiswa untuk menggarap sebuah karya seni sebagai pertanggungjawaban pada akhir fase studi. Karya

seni yang digarap akan dipentaskan dan diuji oleh dosen yang ditunjuk sebagai penguji. Setelah karya

dipentaskan mahasiswa akan mempertanggungjawabkan karyanya pada sidang komprehensif.

Alasan lain terciptanya karya ini, penata ingin mengungkapkan ide-ide dan kreatifitas untuk

dituangkan dalam karya ini. Selain itu penata juga ingin memberikan pesan kepada penikmat bahwa menjaga

kelestarian alam sangat penting untuk kelangsungan hidup kedepannya. Terciptanya karya ini merupakan

cerminan bahwa manusia tidak bisa terlepas dari keseimbangan hidup yang tercermin dari konsep Tri Hita

Karana. Karena di dunia keseimbangan manusia dengan lingkungan sekitar akan selalu sejalan, seiring, dan

seirama sehingga tercipta keseimbangan hidup yang harmonis.

II. IDE GARAPAN

Membuat sebuah karya musik baru, tentunya di perlukan pemikiran dan imajinasi serta ide sebagai

daya nalar untuk menangkap fenomena-fenomena yang berlangsung dalam keadaan tertentu. Membuat karya

musik baru juga harus memiliki spirit dan bobot yang tinggi dan untuk mewujudkannya maka harus memiliki

konsep dan ide yang kuat. Kemunculan ide merupakan kemampuan dari sensitifitas penata untuk

memikirkan sesuatu melalui imajinasi dan diaktualisasikan melalu media yaitu dengan sebuah karya seni.

Ide dari garapan ini adalah

palemahan

yang merupakan bagian dari

Tri Hita Karana. Dimana

palemahan berarti hubungan baik antara manusia dan lingkungan. Dalam agama hindu di Bali khusunya ada

hari yang diperingati sebagai

“otonan” tumbuh-tumbuhan yang di sebut dengan

“tumpek uduh’.

Tumpek

uduh ini diperingati 6 bulan sekali dimana pada hari itu tumbuh-tumbuhan di upacarai sebagai rasa syukur

karena tumbuhan memberikan kehidupan kepada manusia.

Dalam pengertiannya, Karawitan merupakan seni suara vokal ataupun instrumental yang berlaraskan

pelog dan selendro. Maka dari itu penggarap mencoba untuk menggarap nyanyian atau suara vokal yang

dipersembahkan kepada tumbuh-tumbuhan sebagai rasa syukur atas segala yang diberikan. “Ide yang baik

tanpa diikuti dengan kemampuan pengolahan teknik yang mantap tidak akan menghasilkan komposisi yang

baik, dengan teknik yang mantap setidaknya menghasilkan komposisi yang enak didengar (Bandem,

1987:1)”.

Karya ini cenderung mengarah kepada vokal, agar vokal dengan instrumental porsinya sama. Di

dalam garapan ini akan terdapat permainan tempo, ritme, dan tentunya harmoni. Harmoni akan dimainkan

pada instrumen maupun vokal dengan pecah suara antara pemain gamelan dan gerong sehingga akan

menimbulkan harmoni. Karya ini juga memainkan perpindahan

patet

atau modulasi dari gamelan

Semara

Pegulingan

karena dengan media

Semara Pegulingan mampu melakukan modulasi untuk menimbulkan

nuansa yang berbeda .

(4)

Karya ini menggunakan barungan gamelan

Semara Pegulingan sebagai media ungkap. Gamelan

Semara Pegulingan merupakan barungan gamelan yang berlaraskan pelog 7 nada. Nada yang terdapat adalah

nada ding, nada dong , nada deng, nada deung, nada dung, nada dang dan nada daing.

Intrumentasi atau alat yang dipergunakan dalam karya “Wiramarana” adalah sebagai berikut:

1.

Empat buah gangsa pemade.

2.

Dua buah kantilan.

3.

Dua buah calung.

4.

Dua buah jegogan.

5.

Setungguh terompong.

6.

Sepasang kendang kerumpungan.

7.

Sebuah kecek.

8.

Setungguh gong.

9.

Sebuah klentong.

10.

Sebuah gentorag.

11.

Sebuah suling kecil.

12.

Empat buah suling besar.

13.

Sebuah kajar.

14.

Sebuah klenang.

15.

Sebuah rebab.

Penata menggunakan barungan gamelan ini karena memang dari kecil penata sangat senang dengan

tabuh-tabuh semara pegulingan, dan dengan adanya

patet

penata semakin ingin untuk menggunakan

barungan ini sebagai media ungkap.

Tujuan Garapan

Dalam melakukan suatu aktifitas sudah barang tentu memiliki tujuan, tujuan yang hendak dicapai

adalah untuk sebuah motivasi dalam mendorong terwujudnya suatu garapan, adapun tujuan dari proses

pembuatan karya seni ini diantaranya :

1)

Untuk mengembangkan seni karawitan Bali agar lebih dapat diterima oleh masyarakat.

2)

Untuk mentransformasikan ide-ide menjadi sebuah wujud komposisi karawitan yang sesuai dengan

konsep.

3)

Mempraktekkan teori-teori yang didapat dalam berkomposisi pada sebuah komposisi karawitan.

4)

Dapat memacu dan menumbuh kembangkan daya kreatifitas penata untuk memperdalam musik

khusunya seni karawitan.

5)

Untuk mencari kiat-kiat baru dalam mengolah unsur-unsur musikalitas dalam sebuah karya dengan

menggunakan ensambel semara pegulingan.

6)

Untuk menghasilkan karya seni baru yang mampu mendukung ide dalam garapan ini baik secara

bentuk dan isi.

Manfaat Garapan

Dengan terciptanya karya seni karawitan ini, selain mempunyai tujuan diharapkan juga memiliki

manfaat bagi masyarakat dalam perkembangan seni karawitan Bali, dan diharapkan mampu memberikan

manfaat bagi para penikmat seni, baik bersifat teoritis maupun praktis, antara lain :

a.

Manfaat Teoritis

a)

Hasil karya seni ini dapat bermanfaat untuk memperkaya teori-teori seni dan teknik

mencipta karya seni.

(5)

b.

Manfaat Praktis

a)

Bagi penikmat karya seni ini dapat untuk menciptakan karya seni yang lebih baik.

b)

Bagi penikmat karya seni ini dapat menambah minat dalam mengapresiasikan karya seni

khusunya seni karawitan.

c)

Bagi penata, karya seni ini dapat memperkaya wawasan seni dan menambah warna baru

kesenian Indonesia sehingga bermanfaat bagi perkembangan seni Indonesia.

Ruang Lingkup

Menghindari salah tafsir dan kerancuan dalam mengapresiasi karya musik ini, maka diperlukan

adanya ruang lingkup yang jelas dalam membuat karya. Ruang lingkup tersebut dapat mengurangi adanya

salah pengertian, diharapkan dapat menemukan adanya kesamaan persepsi atau tanggapan mengenai karya

terutama mengenai isi dari karya sehingga kerancuan yang mungkin terjadi dapat dihindari. Adapun ruang

lingkup karya seni karawitan ini adalah sebagai berikut :

1)

Karya ini terinspirasi dari pentingnya tumbuhan dalam kehidupan ini, karena tumbuhan yang

memberikan kita oksigen untuk bernafas, sayur untuk dimakan, dan dapat menjadi perlengkapan

untuk hidup, atau dengan kata lain tumbuhan yang memberikan kita kehidupan.

2)

Karya ini merupakan karya musik baru yang berangkat dari unsur-unsur musik, seperti : ritme,

melodi, tempo, dan dinamika yang diolah, disiasati, dan diekspresikan kedalam bentuk komposisi

musik baru.

3)

Media ungkap yang digunakan adalah gamelan semara pegulingan lengkap yang terdiri dari, Empat

buah gangsa

pemade,

Dua buah kantilan, Dua buah calung, Dua buah jegogan, Setungguh

terompong, Sepasang kendang kerumpungan, Sebuah kecek, Setungguh gong, Sebuah klentong,

Sebuah gentora, Sebarung suling, Sebuah kajar, dan Sebuah klenang.

4)

Karya ini berdurasi sekitar 15 menit.

5)

Karya ini melibatkan 25 orang pendukung termasuk penata.

6)

Karya ini memiliki struktur yang dibagi dalam 3 bagian, yaitu :

Bagian 1: Menggambarkan bagaimana masyarakat mulai tidak memperdulikan keadaan

lingkungan dengan membayangkan akar pohon.

Bagian 2:

Mencoba untuk mengingatkan kembali tentang pentingnya lingkungan

dengan membayangkan bentuk batang pohon serta di dukung

pupuh mijil sebagai

tembang dalam bagian ini.

Bagian 3 :

Mencoba menggambarkan suasana disaat semua hubungan baik dan harmonis,

lingkungan dipelihara kelestariannya sehingga menimbulkan rasa bahagia bagi

semua manusia.

III. PROSES KREATIVITAS

Tahapan yang digunakan pada proses dari karya ini adalah : 1) tahap penjajagan (eksplorasi), 2)

tahap percobaan (improvisasi), 3) tahap pembentukan (forming).

1.

Tahap Penjajagan (Eksplorasi)

(6)

ekspresi musikal. Termasuk nilai-nilai estetika, nilai historis, dan nilai sosial sangat penting dilakukan

sebagai pegangan langkah selanjutnya.

Tahap penjajagan merupakan proses awal dari penataan sebuah karya seni. Akar dari semuanya

adalah ketertarikan penata pada barungan gamelan

Semara Pegulingan. Rasa ketertarikan ini muncul

pertama kali saat penata mendengarkan lagu Sumambang Jawa, yang membuat penata tertarik adalah alunan

melodi yang lembut dan ornamentasi yang sederhana dibalut dengan modulasi dan penggunaan nada pemero

pada salah satu baris melodi membuat lagu

Sumambang Jawa

ini sangat nikmat ketika penata

mendengarkannya. Kemudian penata mencari tahu lagu-lagu lain yang dimainkan pada gamelan

Semara

Pegulingan

seperti :

Perong condong, Subandar, Tabuh gari

dan Godeg miring. Dari sanalah penata

berkeinginan untuk mendalami tentang apa yang terdapat dalam barungan gamelan

Semara Pegulingan.

Pada saat bersekolah di SMK N 3 Sukawati (KOKAR/SMKI) penata mulai mengenal apa yang terdapat

dalam barungan gamelan

Semara Pegulingan, mulai dari nada-nada yang terdapat didalamnya, banyaknya

patet yang dapat dipakai, hingga cara untuk membuat sebuah modulasi di dalam lagu. Semua unsur-unsur ini

diajarkan oleh bapak I Gusti Ngurah Padang dalam mata pelajaran titi laras.

Kemudian dalam mata kuliah komposisi 2 dan 3 penata telah menggunakan gamelan

Semara

Pegulingan

kedalam dua buah komposisi berbeda yaitu komposisi

Legong kreasi

dan komposisi

Bebarongan.

Dalam proses kedua komposisi yang berbeda ini penata memainkan melodi dengan

perpindahan patet

atau modulasi yang patah atau

ngelung

dalam bahasa Bali dan yang mencari jembatan

nada untuk modulasi. Dalam komposisi

bebarongan

penata mulai mengadopsi teknik dari musik barat

seperti: ketukan

triplet, polimeter, polifoni

dan polirhytm

kedalam komposisi ini. Dari dua pengalaman

berkomposisi menggunakan media ungkap

Semara Pegulingan

penata lebih terbiasa untuk membuat lagu

pada

laras pelog 7 nada.

Namun dari kedua hasil komposisi tersebut penata masih belum puas dan harus

belajar lebih banyak lagi terutama pada teknik baru dan pola garap baru namun masih dalam ranah

mempertahankan roh atau jiwa dari barungan gamelan Semara Pegulingan.

Penciptaan suatu karya seni membutuhkan adanya pemikiran dan pematangan ide. Menurut penata

ide dapat muncul kapan saja dan dimana saja, namun tindak lanjut dari ide ini yang kadang bisa atau tidak

dilaksanakan. Kendala yang sering dialami penata adalah memilih sebuah ide yang pas atau cocok untuk

direalisasikan, karena terkadang penata memiliki banyak ide yang seketika muncul sehingga membuat penata

bingung untuk memilih ide yang akan digunakan. Menurut penata lebih mudah merealisasikan ide yang

realistis atau nyata untuk diwujudkan kedalam sebuah komposisi karawitan, karena suatu yang realistis atau

nyata akan lebih mudah digambarkan kedalam sebuah komposisi yang bersifat abstrak dan penikmatnya

tentu akan lebih mudah mengerti.

Karya

Wiramarana

ini yang didasari oleh salah satu bagian dari konsep

Tri Hita Karana

yaitu

palemahan dan lebih merujuk kepada tumbuhan, disinilah penata lebih mudah menggambarkan bagaimana

sebuah tumbuhan itu untuk di tuangkan ke dalam komposisi karawitan. Namun, melihat perbuatan manusia

yang tidak menghiraukan tumbuhan dan lingkungan penata mendapatkan ide tambahan untuk memasukkan

vokal ke dalam karya ini. Masuknya vokal akan menjelaskan betapa pentingnya tumbuhan dan lingkungan

untuk kelangsungan hidup manusia. Vokal diharapkan dapat memperjelas apa yang dimaksud penata untuk

disampaikan kepada penikmat karya ini.

Keinginan yang besar untuk menggunakan

barungan gamelan

Semara Pegulingan didorong oleh

karakter yang lembut dari lagu-lagu

Semara Pegulingan.

Di samping juga keinginan yang besar untuk

berpartisipasi dalam penciptaan karya baru. Selanjutnya penata mendatangi perpustakaan untuk mencari

sumber berupa buku berkopenten dengan ide yang digarap. Selang berapa lama, akhirnya penata

membulatkan tekat untuk menentukan tema dan judul garapan melalui pengajuan proposal yang diberi judul

Wiramarana. Setelah proposal disahkan oleh ketua jurusan karawitan, maka penata mulai mengadakan

diskusi dengan berbagai pihak untuk mendapat masukan yang berguna bagi garapan.

(7)

Namun karena penata telah memiliki sanggar yang beranggotakan teman-teman sejak dulu maka sangatlah

mudah untuk meminta bantuan kepada mereka. Semua pendukung yang dipilih setuju untuk mendukung

ujian tugas akhir ini secara tulus iklas.

2.

Tahap Percobaan (Improvisasi)

Eksplorasi atau penjajagan adalah suatu langkah awal dari proses yang panjang. Pada tahap berikutnya

dilakukan improvisasi untuk memulai menuangkan ide-ide hasil kontemplasi dalam bentuk percobaan yang

mulai dituangkan. Tahap ini menjadi sangat penting dalam memilih, mempertimbangkan, membedakan

membuat harmonisasi dan kontras-kontras tertentu. Di sini persoalan nilai sangat kompleks, melebar, dan

menyangkut rasa mendalam. Singkatnya, bagaimana pengatur seluruh bunyi dengan aspek penciptaan untuk

menuju satu garapan komposisi, sehingga menemukan kesatuan terhadap berbagai percobaan yang telah

dilakukan.

Kesempatan berikutnya dipakai untuk

Nuasen di tempat latihan (di sanggar) dengan pendukung yang

dilakukan pada tanggal 4 Maret 2017, pukul 19.00 Wita. Pada acara nuasen atau pertama kalinya latihan ini

penata meminta bantuan kepada seluruh pendukung untuk membantu dalam ujian tugas akhir ini. Salah satu

pendukung bertanya tentang konsep garapan yang akan direalisasikan, maka penata menjelaskan konsep

yang dipakai untuk garapan ini dan gamelan yang digunakan beserta alasan menggunakan gamelan terebut.

Selanjutnya membahas tentang jadwal latihan selanjutnya. Adapun hari yang ditetapkan untuk latihan adalah

setiap hari Senin pukul 18.00 Wita, hari Kamis dan Jumat pukul 19.00 Wita. Mengingat beberapa pendukung

tidak hanya mendukung garapan penata saja, namun ada beberapa pendukung yang juga mendukung teman

peserta lainnya, maka jadwal untuk latihan harus disosialisasikan agar jangan sampai menimbulkan benturan

waktu latihan.

Untuk mewujudkan ide, yang pertama penata pikirkan adalah “arah”. Arah yang dimaksud adalah

bagaimana nantinya perwujudan ide ini, dari awal dimulai sampai di akhir nanti. Dengan “arah” ini sangat

mempermudah penata untuk memikirkan lagu yang akan dituangkan, walaupun dalam proses akan ada ide

yang muncul secara spontan dan mengakibatkan beberapa perubahan pada beberapa bagian dari rancang arah

karya yang akan penata buat.

Pada tahap improvisasi ini, semua hasil percobaan demi percobaan sudah mulai diwujudkan pada media

ungkap. Namun tidak dapat dipungkiri apa yang telah dicatat sedikit tidaknya akan mengalami perubahan

demi perubahan. Hal ini disebabkan oleh ide yang muncul secara spontan, kesalahan dalam penulisan notasi.

Bisa saja lagu yang awalnya sudah dibuat ketika dibaca ulang menjadi beda, kesalahan penulisan ini pun

dapat menjadi ide spontan ketika perubahan yang terjadi membuat penata tertarik, Seperti misalkan lagu

yang awalnya 8 (delapan ketuk) bisa saja menjadi 7 (tujuh) atau 9 (Sembilan) ketuk karena kesalahan

penulisan ini.

Dalam penuangan lagu tentu mendapat beberapa kendala yang sangat mengganggu dan membuat penata

berfikir keras. Namun dengan kemauan yang sangat besar untuk dapat mengikuti ujian TA (Tugas Akhir)

kali ini, penata terus memotivasi diri untuk tetap maju. Dorongan dari keluarga dan sahabat yang selalu

memberi semangat, membuat penata tambah termotivasi untuk menyelesaikan tugas ini sampai akhir.

3.

Tahap Pembentukan (

Forming)

(8)

dan kekompakan pendukung terhadap garapan ini sangat dibutuhkan, karena hal tersebut menentukan dalam

menyampaikan pesan dan kesan yang terkandung dalam garapan, supaya penonton mengerti maksud dari

bahasa musik yang penata sajikan.

Gambaran kasar komposisi ini terus mengalami perbaikan demi perbaikan sampai mencapai hasil yang

benar-benar diinginkan. Karena penata akan lebih mudah untuk menemukan ide terutama pada bagian

transisi yang enak (dalam konteks estetis penata) ketika penata mendengar karya itu utuh dari awal sampai

akhir. Dalam berkarya buatlah bentuk komposisinya terlebih dahulu setelah itu baru bisa memperbaiki

bagian-bagian yang masih kurang bagus, sehingga dalam prosesnya akan mendapatkan hasil yang bagus.

Maka dari itu pematangan konsep harus didukung juga oleh kematangan proses. Kehadiran pendukung juga

merupakan faktor yang mempengaruhi lancarnya proses kreativitas pada tahapan ini.

Tahapan ini juga menyangkut pengendapan dari apa yang sudah diperoleh pada tahap sebelumnya.

Pemotongan demi pemotongan juga dilakukan juga dilakukan pada tahapan ini, untuk menghindari

bagian-bagian yang dianggap terlalu banyak pengulangan atau dianggap datar, termasuk memperhatikan kapan

motif atau pola-pola tertentu dimunculkan. Pemberian porsi yang tepat akan menambah kekuatan dari karya

ini, dan tentunya akan lebih menarik ketika dimainkan.

Pada kesempatan ini dimanfaatkan juga untuk memperhatikan perubahan-perubahan pada vokal yang

telah disusun sedemikian rupa. Perubahan ini dilakukan guna memunculkan kekuatan ketika vokal akan

masuk dan selesai. Selain itu juga memantapkan pecah suara antar gerong agar serentak dalam satu tempo

karena memang sulit untuk menyatukan suara lebih dari satu orang.

Dalam tahap ini dapat dibayangkan bagaimana kesatuan konsep dengan garapan yang telah dicapai.

Apakah serasi atau masih ada beberapa bagian yang kurang tepat, bahkan ada bagian kurang selaras dengan

konsep semula. Jadi keutuhan dari garapan ini tercermin dari integritas antara ide dan konsep, sehingga

pesan yang disampaikan dapat ditangkap melalui komposisi yang dihasilkan. Tahapan ini juga berguna untuk

menginstropeksi garapan sehingga apa yang menjadi tema sentral garapan dapat terpenuhi. Hal ini

menyebabkan masih adanya suatu perubahan-perubahan tertentu dalam prosesnya selalu menemukan yang

lebih menyegarkan dari sebelumnya.

III. WUJUD GARAPAN

Wujud garapan diterangkan dalam beberapa point penting diantaranya : 1) deskripsi garapan, 2)

analisa materi, 3) sistem notasi, 4) analisa pola struktur.

1.

Deskripsi Garapan

Setelah melalui proses kreatif yang panjang dengan beberapa tahapannya, komposisi karawitan

Wiramarana ini akhirnya dapat terwujud menjadi sebuah karya yang utuh. Terwujudnya karya seni ini

merupakan sebuah jawaban dari berbagai tantangan yang dihadapi selama menjalani proses kreatif. Mulai

dari pencarian ide, perenungan konsep musikal, penuangan materi kepada pendukung, sehingga terwujud

menjadi sebuah komposisi yang utuh dan sarat nilai artistik agar layak untuk dipertontonkan atau

diperdengarkan.

(9)

2.

Analisa Materi

Teknik Kotekan

Teknik

kotekan merupakan salah satu pola permainan pada gamelan Bali. Kotekan merupakan

kombinasi antara sifat ekspresi, ketangkasan teknis, serta dorongan untuk mencapai ketelitian individu

dan ensambel menghasilkan sesuatu yang luar biasa dan terbukti menjadikan sebuah karya lebih

menarik (Tenzer as cited in Purnama Gita, 2015 : 32). Kotekan terdiri dari pukulan Polos dan Sangsih

yang memiliki sistem tersendiri sehingga menghasilkan sebuah jalinan.Tentu saja tehnik kotekan ini

dituangkan pada instrumen

kantil

dan

Pemade,

tapi tidak menutup kemungkinan dituangkan pada

intrumen jublag dan jegog.

Teknik kotekan diatas dikomposisikan melalui teknik komposisi yang telah ada dengan

mempertimbangan unsur musik sebagai berikut :

Motif Counterpoint

Counterpoint adalah teknik komposisi yang memiliki pola antara satu, dua atau lebih, dimainkan

secara bersamaan atau dalam kata lain berkontraksi dalam waktu yang sama, dan ukuran yang sama

juga (Andika Putra, 2013: 67). Dalam garapan

Wiramarana

teknik

counterpoint

diaplikasikan pada

bagian vokal.

Harmoni

Dengan harmoni sebuah karya memiliki suatu keselarasan antara bagian-bagian atau

komponen-komponen yang tersusun menjadi kesatuan.Keharmonisan memperkuat rasa keutuhan karena

memberikan rasa tenang, nyaman, dan tidak mengganggu penangkapan oleh Panca Indera. Harmoni

timbul akibat adanya perpaduan atau bertemunya beberapa nada yang tidak sama (Tenzer, as cited in

Purnama Gita, 2015 : 32). Ngempyung merupakan sistem harmoni dalam karawitan Bali.Dalam karya

Wiramarana ini harmoni dituangkan pada instrumen Jublag, Jegog, kantil, pemade, dan Suling.

Tempo

Tempo adalah waktu, kecepatan dalam langkah tertentu (Aryasa, 1984: 84).Dalam pola permainan

yang dimainkan/dilakukan dalam garapan memegang peran yang sangat penting.Adapun tempo yang

digunakan dalam garapan Wiramarana meliputi, lambat, sedang, dan tempo cepat.

Dinamika

Dinamika berarti keras lembutnya dalam cara memainkan musik (Aryasa, 1984: 84). Dinamika

merupakan salah satu bagian terpenting dalam garapan.Dinamika sebagai ekspresi dalam penggarapan,

menyangkut aksen pada teknik permainan setiap instrumen, keras lirihnya suara, serta panjang

pendeknya motif maupun teknik permainan instrumen yang dilakukan untuk menghasilkan kesan

dinamis dalam sebuah garapan.

Melodi

Melodi merupakan rangkaian nada secara berurutan yang berbeda panjangpendeknya dan berbeda

pula tinggi-rendahnya, teratur susunannya dan memiliki irama (Aryasa, 1984: 84).Melodi sangat

berperan penting dalam terwujudnya sebuah komposisi khususnya komposisi karawitanWiramarana.

Modulasi

Modulasi merupakan perpindahan dari satu nada dasar (patet) ke nada dasar yang lain (Aryasa, 1984:

83).Dalam komposisi

Wiramarana

penata menggunakan

patet

yang terdapat pada gamelan

Semara

Pegulingan.

Adapun patet yang digunakan dalam garapan ini adalah sebagai berikut :

- patet Selisir

:

345.71.

- patet tembung

:

71.345

- patet Sunaren

:

.71.345

- patet Patemon

:

1.345.7

- patet Baro

:

.345.71

- patet Pangenter Ageng :

5.71.34

- patet Pangenter Alit

:

45.71.3

(10)

Sistem notasi merupakan sebuah cara atau aturan-aturan yang digunakan sebagai sarana

pendokumentasian karya seni. Sistem notasi ini sangat diperlukan untuk mengingat inspirasi ketika

menciptakan sebuah karya dan sebagai sarana yang dibayangkan dalam konsep lagu sebelum dituangkan

kepada pendukung.

Dalam penciptaan karya “Wiramarana” ini akan menggunakan simbol-simbol tertentu menurut

pengertian penata sendiri, seperti penganggening aksara Bali seperti yang terdapat pada sistem notasi

dingdong dan beberapa simbol-simbol yang diciptakan oleh penata sendiri. Hal ini dikarenakan tidak adanya

aturan pasti dalam penotasian karawitan Bali.

Adapun simbol-simbol notasi karya “Wiramarana” ini seperti dalam tabel berikut:

No

Simbol

Aksara

Keterangan

1.

3

Ulu

Nding

2.

4

Tedong

Ndong

3.

5

Taleng

Ndeng

4.

6

Suku ilut

Ndeung

5.

7

Suku

Ndung

6.

1

Cecek

Ndang

7.

2

Pepet

Ndaing

1.

Simbol-simbol berbentuk garis.

= Tanda titik. Memiliki arti 1

(satu) ketukan.

∙ ∙

(11)

∙∙∙

∙∙∙∙

= garis nilai 1/3 ketukan.

= garis nilai ¼ ketukan.

∙∙∙∙

= tanda perulangan.

2.

Simbol-simbol berbentuk singkatan dari masing-masing instrumen dan

peniruan bunyi dari instrumen tertentu.

-

jg

= Jegogan.

-

jb

= Jublag.

-

kt

= kantil.

-

gs

= gangse/pemade.

-

Vok

= Vokal.

-

Vb

= Vokal bersama.

-

Vg1

= Vokal gerong 1.

-

Vg2

= Vokal gerong 2.

-

Vg3

= Vokal gerong 3.

-

Tr

= Terompong.

-

O

= Pukulan pada muka kanan kendang krumpungan wadon.

-

v

= Pukulan pada muka kanan kendang krumpungan lanang.

-

k

= Pukulan ka pada muka kiri kendang krumpungan wadon.

-

p

= Pukulan pak pada muka kiri kendang krumpungan lanang.

-

u

=

Pukulan pung pada muka kiri kendang krumpungan

lanang.

-

t

=

Pukulan teng pada muka kiri kendang krumpungan

lanang.

-

d

=

Pukulan tong pada muka kiri kendang krumpungan

wadon.

-

S

= Suling.

4. Analisis Pola Struktur

Karya komposisi karawitan

Wiramarana

ini memiliki 3 bagian yang berhubungan sebagai bahan

penyusunnya, diantaranya :

a.

Bagian I

(12)

dengan instrumen jublag, kemudian kantilan, dan terakhir instrumen

gangsa pemade bersamaan dengan

instrumen terompong. Pemilihan nada daing ini karena nada ini merupakan nada tertinggi yaitu nada ke-7

yang penata tujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai yang menciptakan alam semesta, maka dari

itu nada daing ini digunakan pada bagian awal dari karya Wiramarana ini. Setelah itu dilanjutkan dengan

kebyar pendek yang di sambung dengan pengulangan pemukulan nada

daing

pada masing-masing

instrumen dengan jarak pergantian yang dipercepat.Kemudian dilanjutkan dengan kebyar yang diakhiri

dengan pukulan gong sebagai transisi menuju pada bagian gegineman.

Pada bagian gegineman penata merealisasikan tafsir penata tentang pondasi dari pohon yaitu akar.

Menurut tafsir penata sendiri, akar pohon yang masih hidup tidak akan terlihat karena tertancap pada

tanah. Namun, kita dapat memperkirakan bentuk akar pohon tersebut walaupun tidak akan sama dengan

yang kita bayangkan. Tafsir penata ini dituangkan pada

pengrangrang terompong yang menggunakan

patet Sunaren dibalut dengan permainan melodi pada instrumen

jublag

dan

jegog

sebagai bentuk

realisasinya. Kemudian penata memasukan vokal

gerong

setelah bagian

gegineman

tersebut sebagai

salam pembuka atau istilah Balinya Pengastungkara.

Vokal ini bernuansa selendro

tepatnya pada

patet

pangenter ageng.Sistem perpindahan patet yang digunakan adalah sistem menggunakan jembatan nada,

nada tumbuk yang digunakan adalah nada

ndang

pada

patet selisir yang merupakan nada

ndung pada

patet pangenter ageng.Selanjutnya disambung oleh vokal bersama antara penabuh dan gerong.

Setelah bagian gegineman

dilanjutkan dengan transisi menuju pada satu bait melodi yang kembali

menggunakan patet sunaren.

Bait lagu ini menggambarkan tentang bagian lengkungan dari akar pohon

menuju pada batang pohon yang penata realisasikan pada perbedaan jumlah ketukan pada salah satu gatra

pada satu baris melodi. Bagian I ini diakhiri oleh kebyar sebagai transisi dari bagian I ke bagian II.

b. Bagian II

Pada bagian II dari garapan ini penata menafsirkan bagian batang dari sebuah pohon. Penggambaran

batang penata tafsirkan kedalam ukuran lagu, dimana batang berbentuk lurus dan di bagian ujung akan mulai

timbul sebuah dahan. Bagian batang yang hanya satu garis lurus penata tuangkan kedalam sebuah pola

seperti pengawak pada tabuh-tabuh

Semara Pegulingan klasik dengan ukuran melodi yang sama. Namun,

penata menempatkan 5 (lima) ketukan pada 1 (satu) gatra dimana dalam satu baris lagu ini terdiri dari 4

(empat) gatra. Alasan penata menggunakan ketukan 5 karena penata ingin keluar dari kebiasaan yang

menggunakan 4 (empat) ketuk dalam 1 (satu) gatra.

Selain penggunaan ketukan yang berbeda dari biasanya, dalam bagian pengawak ini penata

menggunakan 2 (dua) buah melodi yang berbeda.Melodi pokok dimainkan pada instrumen

jublag

dan

melodi kedua dimainkan pada instrumen

jegogan

dengan panjang melodi sejumlah dua baris. Melodi ini

ketika dimainkan akan memunculkan harmoni dan adanya sistem ngempyung pada nada tertentu di dalam

dua baris melodi yang berbeda tersebut.

Kotekan

pada bagian ini mengacu kepada melodi pokok yang

dimainkan oleh instrumen

Jublag.Melodi ini dimainkan pada

patet Baro

yang bernuansa

Selendro,

penggunaan

patet Baro

ini dikarenakan adanya lantunan

pupuh yang mengisi melodi ini.Pupuh

yang

digunakan adalah Pupuh Mijil.

Pupuh Mijil ini dipilih karena penata sangat suka dan tertarik untuk menggunakannya pada garapan

ini. Awal dari ketertarikan penata ketika menonton pementasan taman penasar duta kabupaten Badung pada

tahun 2015. Hal yang disampaikan pada pupuh ini adalah pesan tentang bagaimana kita seharusnya

memperhatikan tumbuhan dan menjaganya dengan baik karena tumbuhan yang memberi kita

kehidupan.Pupuh

ini akan mengawali secara mandiri kemudian diiringi dengan masuknya pola pengawak

yang telah dibahas diatas.

(13)

ketukan 4 (empat) pada melodi dan ketukan 3 (tiga) pada kotekan.Sebagai akhir dari bagian ini penata

menggunakan kebyar yang menggambarkan bagian dahan pohon yang bercabang.

c. Bagian III

Bagian ini merupakan bagian akhir dari garapan

Wiramarana.penata memasukan sebuah

pupuh

yaitu pupuh ginanti pengalang yang berlaraskan pelog sebagai awal pada bagian ini. Penata memilih pupuh

ini dikarenakan masukan dari bapak I Nyoman Windha sebagai pembimbing penata.Menurut beliau

pupuh

ginanti pengalang

ini sangat cocok untuk menggambarkan alam. Lantunan

pupuh

ini akan diiringi oleh

intrumen rebab, suling, dan jegog. Pupuh ginanti pengalang ini akan menceritakan tentang bagaimana alam

itu memberi kita sebuah kehidupan. Selanjutnya bagian ini menggambarkan tentang bagian atas dari pohon,

dimana bagian atas pohon terdiri dari dahan, daun, dan bunga.

Pada bagian selanjutnya adalah realisasi dari daun dan bunga, ketika kita melihat daun dan bunga

yang indah rasa kagum akan muncul karena melihat keindahaan tersebut. Daun dan bunga yang indah ini

penata realisasikan dengan alunan melodi layaknya pengecet pada tabuh

semara pegulingan klasik namun

ada pengembangan pada pola garap dan ornamentasinya. Pada pola ini akan masuk vokal dari gerong yang

mengikuti melodi pokok. Masuknya vokal memberikan sebuah pesan tentang apa yang terjadi jika kita

memperhatikan dan merawat tumbuhan. Kemudian dilanjutkan dengan vokal yang berbeda dari ketiga

gerong. Perbedaan yang di maksud adalah pada konteks meter atau ukuran lagunya yang nantinya jika

dilagukan secara bersama akan membuat jalinan pada vokal itu sendiri. Vokal ini diikuti oleh melodi

gamelan pada patet patemon.

Sebagai akhir dari garapan

Wiramarana

ini penata membuat melodi pendek yang berulang pada

patet patemon dengan

kotekan

pada ritme triplet. Dalam melodi ini akan masuk vokal sebanyak satu baris

dan masuknya kotekan pada ketukan 4/4 yang muncul dari instrumen kantilan dan diikuti oleh instrumen

gangsa sebelum ditutup oleh kebyar dan vokal bersama dengan kata

“Wiramarana”sebagai akhir dari

garapan ini.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Garapan Wiramarana adalah sebuah karya komposisi karawitan yang terinspirasi dari tumbuhan, dalam

konsep

palemahan

diajarkan untuk menjaga hubungan manusia dengan alam, namun yang terjadi malah

sebaliknya. Fenomena ke tidak harmonisan tersebut dituangkan ke dalam sebuah karya komposisi karawitan

secara garis besar dapat disimpulkan sebagai berikut.

Karya Wiramarana dengan menggunakan media ungkap dari barungan gamelan Semara Pegulingan.

Gamelan Semara Pegulingan dipilih sebagai media ungkap karena ketertarikan penata pada gamelan

ini dari sejak kecil dan adanya patet yang memungkinkan untuk melakukan modulasi sehingga lebih

banyak mendapat bahan untuk diolah.

Secara struktural karya

Wiramarana

terdiri dari tiga bagian yaitu bagian satu, dua, dan tiga yang

masing-masing bagian memiliki penggambaran dalam suatu objek tersendiri namun masih dalam

satu kesatuan.

Karya Wiramarana dimainkan oleh dua puluh lima pemain termasuk penata dan tiga orang gerong.

Para pemain adalah para anggota sanggar

Padma Sari

dan spesialis vokal gerong dalam konteks

pertunjukan seni karawitan Bali.

Karya Wiramarana mengolah unsur bunyi dari masing-masing instrumen kemudian ditata dengan

unsur musik lainnya seperti tempo, harmoni dan dinamika.

(14)

Aspek-aspek penting diluar unsur musikal yang berperan penting untuk kesempurnaan penyajian

karya komposisi musik

Wiramarana

adalah penggunaan

sound system, tata lampu (lighting) dan

kostum.

2. Saran-saran

Seni karawitan khususnya karawitan Bali sebenarnya masih banyak menyimpan keunikan-keunikan

yang dapat memberikan rangsangan untuk kita gunakan sebagai sarana berkreativitas atau lahan garap ketika

akan mewujudkan suatu karya seni. Kreativitas dalam berkarya tidaklah bersifat statis melainkan bergerak

secara dinamis seiring dengan pola pikir manusia. Hal ini patut kita jadikan renungan khusus bagi generasi

muda untuk tidak terikat pada aturan atau konvensi-konvensi yang bersifat mengikat sehingga akan lebih

berkembang daya kreativitas. Jadi yakini diri kita untuk berkarya sesuai hati nurani dan kesukaan, sehingga

karya tersebut dapat terwujud agar memeberikan kepuasan tersendiri dan memberikan warna baru pada dunia

karawitan Bali. Jangan dibelenggu oleh hasil, tetapi teruslah mencoba dan mencoba dengan sikap kreatif

yang kita miliki masing-masing.

Gamelan

Semara Pegulingan

adalah sebuah barungan gamelan dengan ciri khas kelembutan dan

permainan modulasinya. Gamelan

Semara Pegulingan ini sangat dikenal di khalayak umum, dan banyak

yang menggunakan gamelan ini menjadi media untuk berkreatifitas. Namun sayangnya masih banyak karya

baru yang menggunakan gamelan ini dengan jiwa kebyar. Sebenarnya memang sulit untuk menggarap

gamelan

Semara Pegulingan

dengan jiwa lembutnya, namun jika dicermati hal ini dikarenakan adanya

pengaruh dari gamelan

gong kebyar yang membuat kita selalu mengacu pada jiwa kebyar yang terdapat

dalam gamelan itu. Jadi yang seharusnya dilakukan adalah menyingkirkan pemikiran terhadap gamelan yang

lain dan fokuskan pada gamelan yang digunakan.

Untuk lembaga diharapkan lebih menyediakan ruang yang lebih luas lagi kepada mahasiswa agar

mampu mengekspresikan daya kreativitasnya ke dalam sebuah karya seni. Selain mendapatkan ilmu di

dalam perkuliahan regular, event-event terkait diharapkan mampu memberikan wawasan baru.

V. DAFTAR PUSTAKA

Aminudin.2013. Menjaga Lingkungan Hidup dengan Kearifan Lokal.Jakarta:

Titian Ilmu.

Aryasa, I WM dkk.1985.Pengetahuan Karawitan Bali. Bali: Departemen

pendidikan dan Kebudayaan.

Bandem, I Made. 1998. Prakempa Sebuah Lontar Gamelan Bali.Denpasar: Sekolah

Tinggi

Seni

Indonesia Denpasar.

Dwi Andika Putra, I Made. 2013. Skrip Karya Seni Kirtanam. Denpasar: Institut Seni

Indonesia Denpasar.

Diana Putra, I Wayan. 2011. Skrip Karya Seni Ruang Tiga. Denpasar : Institut Seni

Indonesia Denpasar.

(15)

Hadi, Y. Sumandiyo.2003. Mencipta Lewat Tari. Yogyakarta: Manthili Yogyakarta.

Kartawan, I Made. 2009. Reformulasi Sistem Patutan Pada Gamelan Semar

Pagulingan

Saih

Pitu.Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar.

Purnama Gita, I Wayan Gede. 2015. Skrip Karya Seni Sunari Wakya. Denpasar:

Institut Seni Indonesia Denpasar.

Renawati, Pande Wayan. 2006. Buku Ajar Agama Hindu. Denpasar:IKIP PGRI. Bali.

Tim Penyusun Pedoman Tugas Akhir. 2015. Pedoman Tugas Akhir. Denpasar:

Referensi

Dokumen terkait

Namun karena proses Islamisasi di kalangan warga Bugis tidak merata maka secara umum dilihat dari segi tingkat pemahaman dan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa : 1 program supervisi pengawas PAI dilakukan pada awal tahun pelajaran dan disosialisasikan pada kepada guruguru PAI pada kegiatan Rapat

Untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, peneliti menawarkan sebuah solusi yakni dengan menggunkan model pembelajaran PRP (practice rehearsal pairs) sebagai upaya untuk

Namun demikian, memilih teknologi yang tepat dalam rangka menurunkan dan / atau mengendalikan zat pencemar kendaraan bermotor kadang-kadang mengalami kesulitan, karena usaha

Dari penjelasan diatas jelas bahwa Pendekatan Starter Eksperimen (PSE) dengan berpikir kritis memiliki keterkaitan, sehingga dengan Pendekatan Starter Eksperimen (PSE)

Seiring orang yang mulai mempedulikan kesehatan dan teknologi yang semakin maju para produsen pembuat alat kesehatan diseluruh dunia pun terus menciptakan

Hasil analisis sifat fisik tanah yaitu tekstur pada sedimen Danau Tondano di wilayah Timur (Eris) dan di wilayah barat (Remboken), dengan ketinggian yang

Melalui grafik di atas dapat diketahui bahwa jenis Trategi Belajar memberikan pengaruh terhadap Hasil Belajar Siswa yang mana Strategi Problem Based Learning