• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODOLOGI PENELITIAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang dilakukan dari Januari 2007 sampai September 2009. Sekalipun demikian persiapan penelitian telah dilakukan jauh sebelum pekerjaan turun ke lapangan dilakukan oleh peneliti. Persiapan penelitian meliputi pengumpulan bahan-bahan yang berkaitan dengan dinamika gerakan MS di Yogyakarta, melakukan sejumlah wawancara pendahuluan dengan beberapa narasumber, dan melakukan pencatatan terhadap berbagai informasi yang dianggap relevan dengan tema penelitian.

Yogyakarta dipilih sebagai daerah penelitian karena beberapa alasan. Pertama daerah ini merupakan salah satu pusat pertumbuhan dan aktivitas gerakan masyarakat sipil anti Orde Baru. Alasan pertama ini dapat dilacak dari pertumbuhan gerakan mahasiswa dan ornop anti Orde Baru dalam berbagai literatur. Gerakan mahasiswa dan LSM muncul sporadis dan menjadi pondasi utama gerakan anti Orde Baru pada akhir Abad 20. Kedua, daerah ini memiliki komunitas MS yang menonjol, baik mahasiswa, ornop, agamawan, dan lain sebagainya.

Aktivitas gerakan oposisi di kota ini cukup menonjol dibandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia. Di sinilah perlintasan gerakan masyarakat sipil di Jawa setelah Jakarta, Bandung, Surabaya, Salatiga dan Malang. Dari kota inilah embrio gerakan oposisi kaum muda era Orde Baru tumbuh , ditandai dengan pembentukan Partai Rakyat Demokratik sebagai salah satu sentral gerakan oposisi menjelang kejatuhan Soeharto.

Penelitian ini dilakukan pada tahun Januari 2007 hingga September 2009, lima tahun sesudah pelaksanaan pemilu 2004 yang mengantarkan seorang Jenderal moderat ke puncak kepemimpinan nasional. Sekalipun penelitian ini dilakukan lima tahun sesudah kemenangan SBY, dan hampir sepuluh tahun sesudah gerakan

(2)

reformasi, seluruh dokumen, analisa dan narasumber difokuskan pada periode waktu penelitian yakni 1998-2004.

3.2. Paradigma dan Pendekatan Penelitian

Terdapat beberapa pandangan yang dapat mempengaruhi peneliti dalam melakukan kajian di lapangan, terutama pandangan yang sangat mendasar mengenai penelitian yang dilakukan. Secara teoritis, permasalahan yang pokok dalam penelitian ini adalah pilihan filosofi dan pendekatan yang dilakukan. Hal ini berdampak pada dualisme pilihan pendekatan, kualitatif atau kuantitatif. Dalam disiplin sosiologi, perdebatan ini menarik dikaji untuk menentukan pilihan atas pendekatan mana yang kita gunakan untuk melihat suatu realitas sosial yang taken for granted. Sebagaian berpandangan bahwa rasionalitas atas suatu fenomena yang objektif merupakan suatu kajian disiplin ilmu yang dapat dihitung berdasarkan rumusan yang matematis (Hartanto, 2007). Pandangan yang lain lebih melihat bahwa suatu realitas tidak harus dihitung secara matematis seperti pendapat pertama, melainkan lebih menakankan pada bagaimana suatu kajian disiplin ilmu dapat menjelaskan suatu realitas sosial secara mendalam (beyond reality)

Pandangan pertama biasanya menggunakan metode penelitian kuantitatif, dimana seorang peneliti sangat dipengaruhi oleh paradigma formalis bahwa realitas sosial adalah suatu yang tidak berbeda dengan barang (things ) yang dapat diukur dan dapat digeneralisir dengan hukum-hukum yang bersifat positivistik, seperti yang dilakukan oleh ilmu-ilmu alam (Poloma, 2003;4). Artinya, peneliti dan tineliti adalah suatu yang sama sekali berbeda dan tidak terkait atau tanpa ada hubungan, interaksinya hanya sebatas perolehan data yang dibutuhkan oleh peneliti. Tineliti atau responden hanya berperan sebagai sumber data dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengaktualisasikan semua potensi yang ada di balik fenomena atau realitas yang dikaji. Dalam perkembangan awal sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan (science) hal ini disebut sebagai fisika sosial (Dortier, 2004;3-14). Responden atau subjek kajian (subject matter) diakui sebagai objek penelitian yang tidak memiliki kreatifitas dalam menciptakan realitas yang dimiliki. Masyarakat dianggapnya

(3)

sebagai suatu organisme. Penelitian kuantitatif menekankan pada análisis dan hubungan kausalitas antar variable, bukan menekankan pada prosesnya. Pada kondisi seperti ini, peneliti kuantitatif jarang menangkap perspektif subjek karena mereka kurang handal, karena tidak memahami pikiran aktor sosial dengan perspektif yang terbuka dan mendalam.

Penelitian ini tidak mempergunakan pandangan positifistik yang biasa digunakan oleh banyak peneliti kuantitatif. Ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan kontruktivisme. Kontruktivisme berkembang ditandai dengan hilangnya kepercayaan terhadap positivisme yang para pendukungnya di sebut dengan kaum fondasionalis, dengan demikian kaum kontruktivisme disebut antifondalis. Kaum fondalisme berpendapat bahwa tidak ada justifikasi absolud, karena menurut kaum antifondasionalisme perbedaan paradigma, kerangka konsepstual dan istilah ilmiah akan berpengaruh pada permasalahan metodologi dan hasil penelitian yang akan dicapai1. Kontruktivisme menurut Kenneth J. Gergen muncul dari refleksi atas

pertanyaan, “ apakah mungkin kita mengembangkan ilmu pengetahuan tentang

semesta yang terbebas dari pengamat?” Untuk menjawab pertanyaan tersebut para

kaum kontruktivisme lalu berpaling ke belakang pada basis sosial historis ilmu pengetahuan yang luput dari pendukung kaum positivisme. Pasca positivisme, teori kritis dan kontruktivisme berangkat pada asumsi mengenai penelitian yang tidak semata-mata pada objektivitas, namun terdapat sejumlah asumsi yang mendasari khususnya mengenai sejarah ilmu pengetahuan diciptakan.

Paradigma kontruktivisme memiliki banyak persamaan dengan pasca empirisme dan teori kritis. Semesta menurut Kuhn (konsep paradigma) dan kontruktivis adalah hasil kontruksi sosial. Pada tataran ini semesta adalah hasil kontruksi dan bukan suatu yang diketemukan2. Kontruktivisme mengemukakan setidaknya empat prinsip dasar, pertama, antifondasional. Artinya, tidak ada fondasi archimedean, tidak ada satu fondasi atau satu metode ilmiah yang terpercaya dan mantap bagi dunia ilmu pengetahuan. Salah satu kritik yang sering ditujukan pada

1Dony Gahral Adian [2002], Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan; Dari David Hume sampai

Thomas Kuhn, Yogyakarta, Teraju hal 137-138. 2ibid hal 143

(4)

kontruktivisme adalah bahwa kontruktivisme jatuh pada relativisme, bahkan dituduh sebagai nihilisme. hal ini karena penolakannya pada kebenaran objektif dan tidak adanya nilai-nilai universal yang dapat dijadikan sebagai pegangan sehingga semua pengetahuan dan nilai-nilai menjadi sama absahnya dan bersifat relatif3.

Kedua, badan ilmu pengatahuan (body of knowledge) terdiri dari fragmen-fragmen penafsiran dan bukannya suatu kenyataan yang terintegrasi dalam suatu sistem yang utuh. Ketiga, ilmu pengetahuan dikontruksi di atas semesta yang didasarkan atas skema-skema intelektual yang didalamnya melekat bagaimana pandangan ilmuwan dan interaksi ilmuwan dengan lingkungannya. Keempat, tes pernyataan ilmiah lebih bersifat pragmatis dengan perimbangan asas kemamfaatan dan penyempurnaan tugas dan bukan hal yang sepenuhnya ditentukan oleh aturan metodologis.

Dengan pandangan diatas, maka pendekatan kritis dapat dimasukkan dalam payung kontruktivisme, karena pemilihan masalah penelitian, instrumen dan metode analisis, interpretasi, kesimpulan yang dibuat sangat tergantung pada nilai-nilai yang dianut peneliti. Ada dua alasan yang mendukung teori kritis dimasukkan dalam payung kontruktivisme; pertama, ilmu pengetahuan disituasikan secara historis dan bukan sesuatu yang bersifat universal. Kedua, karena pandangan realisme kritisnya, maka objektifitas tidak secara langsung dirujukkan pada fakta eksternal4.

Pandangan kontruktivisme menempatkan gagasan pada pikiran (ide) melalui teori pengetahuan ilmiah) disatu sisi, dan kenyataan (empiris) disisi yang lain, dan bukan merupakan hubungan langsung5. Teori Kontruktivisme membantah bahwa sebuah teori dapat dibuktikan begitu saja tanpa pengujian-pengujian dilapangan. Apa yang disebut teori dan empiris dalam pandangan ini adalah merupakan kenyataan yang hanya dapat di kontruksi dalam pikiran. Asumsi pokok dari pandangan kontruktivisme adalah bahwa tujuan pertama dan terutama ilmu pengetahuan adalah mempelajari gagasan dalam pemikiran, tidak saja untuk pemahaman akan sifat

3

ibid hal 144

4Paul Suparno (1997) Filsafat Kontruktivisme Dalam Pendidikan, Yogyakarta; Kanisius

5JJJM Wuisman (1996) Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid 1Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI hal 71

(5)

pengetahuan ilmiah, tetapi juga cara pengetahuan ilmiah dapat berkembang dan peranan metode penelitian di dalamnya6.

Gambar 4. Hubungan Antara Teori dan Empirisme

Dengan mendasarkan pada kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan sebagai sebuah ilmu pengetahuan, maka kontruktivism adalah bagian dari teori kritis dalam dalam pendekatan social research. Dalam pandangan kontruktivism, proses penelitian ilmiah dibagi menjadi 6 tahapan; pertama adalah tahap pembatasan ilmiah. Menurut pandangan kontruktivisme kritis, proses penelitian ilmiah berawal dari

adanya suatu “masalah pengetahuan”. Ilmuwan menghadapi pertentangan atau

penyimpangan antara gagasan dalam pikiran dan keterangan empiris yang diperoleh. Kedua, tahap pembuatan teori. Setelah masalah pengetahuan yang hendak dipecahkan melalui proses penelitian ditegaskan, maka gagasan yang akan diuji untuk mencapai tujuan tersebut kemudian dideskripsikan secara rinci dan disajikan dalam bentuk suatu teori (pernyataan umum). Ketiga, perancangan pengujian. Pada tahap ini ditetapkan metode atau teknik dimana pengujian gagasan yang telah dikembangkan dan diterangkan dalam bentuk teori akan dilakukan. Pengujian gagasan terjadi berdasarkan penentuan ketidakbenaran masing-masing hipotesis atau pernyataan spesifik lain dalam teori. Keempat, pengumpulan data. Setelah operasionalisasi selesai dan dibuat suatu skema (rencana kerja) untuk melaksanakan praktis pengujian,

ilmuwan “menghubungkan” diri secara langsung dengan apa yang ditunjuk sebagai

dasar pengujian dengan maksud mengumpulkan data (keterangan empiris). Dalam rangka tersebut berbagai macam cara dan metode diterapkan. Kelima, pengolahan data. Pengolahan data baru dapat dilaksanakan setelah keterangan tentang dasar pengujian empiris (data) yang diperlukan berhasil dikumpulkan. Pengolahan data

6ibid hal 72

Teori Empiris

(6)

berangkat langsung dari himpunan data tersebut dan dilakukan dengan memadatkan menjadi pernyataan ringkas dan terbatas jumlahnya. Keenam, penilaian. Menyusun kembali teori dapat dinilai apakah gagasan yang diajukan pada awal proses penelitian tepat atau tidak7.

3.3. Metode Pengumpulan dan Analisis Data

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan , dilakukan sejumlah langkah–langkah antara lain :

1. Sumber Data Media Massa dan Dokumen

Analisis media adalah serangkaian kegiatan untuk mengumpulkan berita-berita mengenai kejadian lokal yang berkaitan dengan berbagai peristiwa politik yang dianggap penting di Yogyakarta selama kurun waktu 1998-2004. Surat kabar yang digunakan untuk mendapatkan berita-berita seputar peristiwa sosial politik penting di Yogyakarta adalah Kedaulatan Rakyat, Yogyapost, Solo Pos, Gatra, Tempo, Radar Yogya, D&R, Yogya Pos, Suara Merdeka, Wawasan, Kontan, Bernas, Surya, dan sejumlah Jurnal, siaran radio, media massa gerakan seperti X Pos, Pembebasan, Kabar Dari Pijar, Surat kabar kampus dan lain sebagainya (lihat lampiran). Berbagai media tersebut dianalisis, disusun berdasarkan kronik, serta dianalisis untuk mendapatkan gambaran mengenai gerakan MS di Yogyakarta.

2. Wawancara dengan Informan Terpilih

Setelah mendapatkan dokumen awal mengenai situasi lokal gerakan MS, dilakukan serangkaian wawancara mendalam kepada para informan atau tokoh yang terlibat secara langsung dan tidak langsung dalam dinamika politik lokal. Wawancara meliputi 29 orang pelaku dan pengamat gerakan protes di Yogyakarta ataupun di Indonesia (lihat lampiran). Wawancara dilakukan untuk mendapatkan umpan balik mengenai gerakan MS di Yogyakarta pada periode-periode awal post Soeharto.

7ibid hal 86-88. lihat juga perbandingannya dalam Tim May (2001), Social Reasearch; Issues, Methods and Process, Edisi Ke 3, Open University Press, khususnya Bab 1.

(7)

Wawancara akan dilakukan kepada para aktivis, penggiat, pemerhati, pimpinan lembaga, politisi, yang berkaitan secara langsung ataupun tidak langsung dengan gerakan MS di Yogyakarta. Wawancara dilakukan secara informal dan beberapa kali untuk topik-topik tertentu yang dianggap penting

3. Diskusi Tematik

Diskusi tematik merupakan penggalian data secara kelompok pada subjek penelitian. Metode ini sedikit berbeda dengan Focus Group Discussion (FGD) yakni dengan mengundang mereka yang dipandang menjadi representasi gerakan MS di Yogyakarta pada sebuah forum diskusi tematik dan dilakukan eksplorasi atas tema-tema diskusi yang dibicarakan. Diskusi tema-tematik dilakukan dua kali pada tanggal 22 November 2008 dan 3 April 2009 dengan dihadiri rata-rata 17 orang peserta dari aktifis LSM, aktivis mahasiswa, intelektual muda dan aktivis partai politik. Pemilihan peserta diskusi dilakukan secara acak dengan mengundang para individu yang dianggap memiliki minat, aktivis, dan mantan aktivis gerakan masyarakat sipil di Yogyakarta

4. Analisis Dokumen

Analisis meliputi berbagai dokumen yang dapat dijadikan data bagi aktivitas gerakan MS di Yogyakarta. Dokumen yang dimaksud adalah berbagai penerbitan MS di Yogyakarta seperti leaflet, kertas posisi, poster, manual kursus, buku, buletin, dan lain sebagainya. Analisa juga akan dilakukan terhadap berbagai keputusan rapat, hasil-hasil seminar, lokakarya, laporan, catatan pribadi peneliti dan lain sebagainya. Data dan informasi yang dikumpulkan dianalisis secara kualitatif dengan mendiskripsikan kondisi dan peristiwa sosial politik yang terjadi di Yogyakarta pada periode 1998-2004.

3.4. Strategi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan strategi studi kasus. Strategi studi kasus adalah suatu proses pengkajian dan pengumpulan data secara

(8)

mendalam dan detail terhadap seputar peristiwa sebagai kasus yang dipilih (Newman, 1994). Kasus yang diambil dalam studi ini adalah mengangkut pilihan lokasi (Yogyakarta) yang sesungguhnya dipilih secara sengaja. Menurut Yin (1996), studi kasus adalah studi aras mikro yang bersifat multi metode, dengan titik berat pada metode non survei. Penelitian ini memadukan metode pengamatan, wawancara mendalam (indepth interview), analisis data dokumen. Informasi diperoleh dari responden melalui wawancara dan kajian dokumen atau data sekunder yang relevan. Metode kualititaif dipilih karena dengan menggunakan metode ini, gerakan masyarakat sipil di Yogyakarta dapat dijelaskan dengan spesifik.

Gambar

Gambar  4.  Hubungan Antara Teori dan Empirisme

Referensi

Dokumen terkait

Persepsi hambatan dokter gigi yang dimaksud pada penelitian ini ialah permasalahan-permasalahan yang dialami oleh dokter gigi semenjak era JKN yang dinilai

Teknik pengumpulan data dalam bentuk dokumentasi berupa foto maupun audio visual yang diperoleh peneliti di lapangan terkait dengan aktivitas komunikasi dalam

Sehubungan dengan kegiatan penelitian ini penulis akan mengkaji karya sastra lama bentuk syair karya Raja Ali Haji dengan kajian mengenai nilai-nilai budaya (berhubungan

Oleh karena itu Tim dosen Pengabdian Masyarakat Universitas Sebelas Maret menindaklanjuti kegiatan KKN UNS 2019 dengan melakukan kegiatan pemetaan wisata serta video

Jika Anda ingin menonaktifkan audio panel belakang (hanya didukung bila mengguna- kan modul audio panel depan HD), lihat Bab 5, “Mengkonfigurasi Audio 2/4/5.1/7.1 Kanal”. •

Proses pembelajaran huruf Hiragana pada kelas eksperimen menggunakan metode cooperative learning teknik teams games tournament, sedangkan pada kelas kontrol

Jika nilai signifikan (sig) > (0,05) atau nilai t hitung < t tabel, maka secara parsial variabel independen tersebut tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

Dari beberapa syarat barang yang diperjual belikan di atas, yang terjadi pada penjual bensin eceran di Jalan Medoho Raya Kelurahan Sambirejo Semarang, yang