• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Susu merupakan minuman yang bergizi tinggi karena mengandung mineral dan protein yang bernilai biologi tinggi, sangat tepat untuk pertumbuhan dan daya tahan tubuh anak sekolah. Untuk itu, susu perlu dikonsumsi secara teratur untuk peningkatan kualitas gizi masyarakat terutama remaja. Masalah gizi merupakan masalah kesehatan tertinggi di dunia, terutama di negara-negara berkembang. Data statistik United Nation Foods and Agriculture Organization (FAO) menyatakan bahwa kekurangan gizi di dunia mencapai dialami oleh 1,02 miliar orang yaitu kira-kira 15% populasi dunia dan sebagian besar berasal dari negara berkembang (FAO 2009 cit. Hangguman, 2014). Untuk negara maju, masalah gizi dapat teratasi dengan baik, salah satu yang dilakukan adalah dengan membiasakan minum susu.

Banyak bangsa di dunia, terutama Eropa, minum susu dilakukan setiap sarapan pagi. Kebiasaan minum susu dan kandungan gizi yang tinggi yang terdapat dalam susu, menyebabkan tinggi rata-rata orang Eropa melebihi tinggi orang Asia kebanyakan. Masyarakat di Amerika yang mengonsumsi susu segar mencapai 99.7%, sedangkan konsumi susu segar di Belanda telah mencapai 100%. Negara maju sudah menerapkan kebiasaan minum susu dan konsumsi susu di negara maju sudah lebih besar dibandingkan dengan Indonesia (Hangguman, 2014).

Data FAO tahun 2013 mengungkapkan, negara tertinggi pertama dan kedua yang mengonsumsi susu adalah Finlandia sebanyak 361,19 kg/kapita/tahun dan Swedia sebanyak 355,86 kg/kapita/tahun (Hangguman 2014). Masalah kesehatan gizi di Indonesia juga perlu mendapat perhatian serius, karena terjadi pada semua golongan usia termasuk usia remaja. Secara umum, penentuan kebutuhan gizi remaja didasarkan pada Recommended Daily Allowance (RDA). Peningkatan kebutuhan akan zat besi dan kalsium merupakan yang paling tinggi dan mencolok karena

(2)

kandungan kedua zat gizi ini merupakan komponen utama untuk pembentuk tulang dan otot. Kalsium merupakan mineral yang terbanyak yang ada di dalam tubuh, 99% dari kalsium akan meresap dalam tulang dan gigi. Asupan kalsium yang dianjurkan berkisar 800-1200 mg (Roth, 2011).

Survei yang dilakukan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat menunjukkan bahwa remaja putri hanya mengonsumsi kalsium sebesar 777 mg sehari (Arisman, 2010). Remaja menjelang usia 20 tahun mengalami pembentukan tulang yang pesat. Hal ini karena usia tersebut merupakan masa persiapan untuk mencapai puncak pertumbuhan massa tulang (Mann & Truswell, 2002). Pembentukan tulang selama remaja menentukan densitas tulang seseorang di masa dewasa yang berkaitan dengan status osteoporosis. Selama remaja, kebutuhan mineral utama pembentuk tulang seperti kalsium akan meningkat sejalan dengan berlangsungnya proses pertumbuhan tulang. Kalsium bersama-sama dengan fosfor merupakan elemen penyusun utama dari tulang. Sumber utama dari kalsium adalah susu dan olahannya (Roth, 2011).

Penelitian yang dilakukan di Korea menunjukkan bahwa asupan kalsium yang cukup diperlukan untuk mengatasi bahaya penyakit tulang, rasio asupan kalsium yang tinggi sangat dibutuhkan untuk tulang yang optimal kesehatan (Lee et al. 2014). Hasil penelitian di Bandung menunjukkan, rata-rata asupan kalsium remaja kurang dari angka kecukupan gizi (AKG), yaitu hanya 55,9% AKG atau sebesar 559,05 mg/hari. Sebanyak 76,2% remaja mengonsumsi kalsium kurang dari 75% AKG. Rata-rata asupan kalsium dengan suplemen pada remaja laki-laki hanya 59,4% AKG dan bila tanpa suplemen hanya 54,6% AKG. Konsumsi kalsium pada remaja perempuan dengan suplemen kalsium hanya 52,5% AKG dan bila tanpa suplemen hanya 48,9% AKG (Fikawati dkk., 2005).

Dalam hal konsumsi susu, Indonesia termasuk negara paling rendah di Asia Tenggara. Konsumsi susu Indonesia 10,47 kg/kapita/tahun, dibandingkan dengan beberapa negara tetangga lainnya. Secara jelas, dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:

(3)

Tabel 1. Konsumsi susu tingkat Asia Tenggara No. Negara Konsumsi susu

(kg/kapita/tahun) 2009 Konsumsi susu (liter/kapita/tahun) 2012 1. Singapura 32 - 2. Thailand 20-25 33,7 3. Filipina 20 22,1 4. Malaysia 20 22,1 5. Indonesia 10,4 14,6 Sumber : Ditjennak 2014

Konsumsi susu di Indonesia masih sangat rendah, tingkat konsumsi pangan yang berkualitas tinggi umumya menurun sejak masa krisis ekonomi, termasuk salah satunya adalah susu (Ariani, 2007). Data Susenas menunjukkan bahwa konsumsi susu di Indonesia masih tergolong rendah, dari tahun 2007 hingga 2011 dalam kategori konsumsi susu seminggu, yang paling banyak dikonsumsi adalah keju dengan rata-rata pertumbuhan 12,5%, setelah itu susu cair pabrik dengan rata-rata-rata-rata pertumbuhan 7,67%, susu kental manis -23,76%, susu bubuk 4,49%. Sementara, untuk susu murni sangat rendah tidak ada pertumbuhan sama sekali (0,00%). Begitu juga dengan konsumsi susu setahun, data menunjukkan hasil yang sama, untuk susu murni, konsumsinya sangat rendah dengan rata-rata pertumbuhan 0,00% (Kementrian Pertanian 2012).

Kebiasaan mengonsumsi susu adalah perilaku kesehatan yang sebaiknya rutin dilakukan, karena susu memiliki kandungan yang diperlukan oleh tubuh. Namun, untuk masyarakat Indonesia hal tersebut belum menjadi sesuatu yang diperhatikan. Kesadaran masyarakat akan pentingnya susu memang sangat rendah. Konsumsi susu dan hasil olahannya juga masih belum popular di kalangan remaja. Hal yang sangat penting mengonsumsi susu pada usia remaja karena massa jaringan tulang total pada tubuh 45% terbentuk pada saat remaja (Matkovic et al., 1994 dalam Roth, 2011)

Remaja memiliki banyak alasan untuk tidak meminum susu, beberapa budaya tidak mengonsumsi susu, sebagian orang merasa alergi dengan susu dan beberapa orang lain merasa tidak menikmati kelezatan susu (Whitney & Rolfes 2008). Budaya

(4)

konsumsi susu yang rendah kemungkinan juga disebabkan oleh faktor ekonomi dan ketidakmampuan tubuh mencerna laktosa (Khomsan, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh (Hardinsyah dkk., 2008) mendapatkan hasil bahwa alasan remaja tidak mengonsumsi susu adalah karena tidak menyukai susu, susu dapat menyebabkan mual, alergi, diare. Selain itu, alasan lainnya adalah takut badan menjadi gemuk dan ketidakmampuan membeli susu. Penelitian di Bahrain yang dilakukan pada pada remaja menunjukkan bahwa remaja lebih sering mengonsumsi minuman bersoda daripada susu (Gharib & Rasheed, 2011)

Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat atas pentingnya minum susu dan meningkatkan konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia, pemerintah telah menetapkan Hari Susu Nusantara yang jatuh pada tanggal 1 Juni. Hal ini ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pertanian No.2182/KPTS/PD.420/5/ 2009 dan telah dicanangkan pada tahun 2009 di Pasuruan, Jawa Timur (Ditjennak 2014). Untuk di Yogyakarta, konsumsi susu juga masih tergolong rendah. Kepala Bidang (Kabid) Pengolahan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP) Dinas Pertanian DIY mengatakan, konsumsi susu di Yogyakarta hanya 10,7 liter/ kapita/orang. Menurut Kepala Dinas Pertanian DIY, masyarakat masih menganggap bahwa susu merupakan barang mewah sehingga tidak terjangkau oleh masyarakat yang menyebabkan konsumsi susu masih rendah (Dinas Pertanian DIY, 2014). Berdasarkan data, konsumsi susu untuk masyarakat DIY pada tahun 2013 adalah 7,1 gram/kapita/hari dan diproyeksikan meningkat menjadi 12,3 gram/kapita/hari (BKPP DIY, 2013).

Namun, kondisi ini kontras dengan adanya bisnis komoditas susu yang kini sedang tren di Yogyakarta, yaitu kafe susu. Yogyakarta merupakan kota pelajar dan wisata yang banyak didatangi masyarakat dari berbagai daerah. Sebagai kota pelajar, Yogyakarta sangat diminati oleh remaja yang ingin melanjutkan pendidikan. Seiring dengan meningkatnya dan makin ramainya outlet-outlet yang menyediakan makanan dan minuman siap saji yang sangat diminati oleh remaja, kafe susu kini menjadi perhatian dan diminati para remaja. Kafe susu menyajikan berbagai olahan susu sapi

(5)

sebagai menu andalan. Kafe susu menjadi wisata kuliner yang digemari oleh masyarakat bukan hanya sekedar karena menu yang disajikan, tetapi juga tempat yang cenderung nyaman untuk bersantai.

Salah satu daerah yang banyak ditemukan kafe susu adalah Kabupaten Sleman, tak hanya dikunjungi oleh para pendatang, namun juga para remaja yang bersekolah dan kuliah. Kafe susu ini letaknya strategis dengan kampus dan sekolah. Berdasarkan observasi dan penggalian informasi yang dilakukan peneliti bahwa ada lebih dari 20 kafe susu di Yogyakarta, 13 di antaranya terletak di Kabupaten Sleman. Kafe tersebut banyak dikunjungi remaja umumnya pada jam pulang kerja atau pulang kuliah.

Dengan kondisi budaya konsumsi susu yang rendah, kehadiran kafe susu ini berhasil menarik perhatian dan minat masyarakat untuk datang dan mengonsumsi susu di kafe tersebut. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di salah satu kafe susu Sleman, banyak pengunjung yang datang ke kafe tersebut, terlebih lagi pada sore hari hingga malam hari. Pengunjung didominasi oleh remaja, khususnya remaja madya dan remaja akhir. Peneliti melakukan wawancara kepada salah seorang remaja, dan mendapatkan informasi bahwa remaja tersebut sebenarnya tidak memiliki kebiasaan minum susu, tujuan yang utama berkunjung ke kafe susu adalah untuk berkumpul dengan teman-teman sambil mengerjakan tugas, pemilihan tempat karena dianggap strategis dan nyaman. Kafe susu yang saat ini sedang marak sebenarnya bagus untuk dijadikan sebagai salah satu sarana promosi kesehatan agar masyarakat, khususnya remaja tertarik untuk minum susu. Kelompok remaja merupakan golongan yang suka mencoba sesuatu yang baru termasuk bidang kuliner.

Dalam berperilaku pasti ada intensi (niat) yang mendorong seseorang untuk melakukannya termasuk perilaku kesehatan. Intensi memiliki korelasi yang positif dan paling kuat dalam menentukan perilaku (Bednal et al., 2013). Menurut Theory of Reasoned Action (TRA) dari Fishbein dan Ajzen, tindakan seseorang adalah realisasi dari keinginan atau niat seseorang untuk bertindak. Faktor yang mempengaruhi niat

(6)

adalah sikap pada tindakan, dan norma subjektif menyangkut persepsi seseorang, apakah orang lain yang dianggap penting akan mempengaruhi perilakunya (Dharmmesta, 1998)

Penelitian yang dilakukan oleh Triastity & Saputro (2013) yang berkaitan dengan perilaku konsumen menunjukkan hasil bahwa niat seseorang dalam melakukan pembelian dipengaruhi oleh sikap dan norma subjektif. Begitu pula halnya dengan niat seseorang untuk mengonsumsi susu di kafe susu, berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk menggali lebih dalam intensi serta sikap dan norma subjektif remaja mengonsumsi susu di kafe susu tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, terlihat bahwa konsumsi susu belum menjadi budaya di masyarakat. Namun, kehadiran kafe susu menarik perhatian masyarakat, khususnya remaja untuk berkujung ke kafe susu. Berdasarkan hal tersebut, maka dirumuskan masalah pada penelitian ini adalah: Bagaimana intensi yang melatarbelakangi remaja dalam mengonsumsi susu di kafe susu Sleman ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi intensi remaja dalam mengonsumsi susu di kafe susu Sleman, D.I.Yogyakarta

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

a. untuk mengkaji lebih mendalam intensi remaja ke kafe susu

b. untuk mengkaji lebih mendalam tentang sikap remaja terhadap konsumsi susu di kafe susu

c. untuk mengkaji secara mendalam tentang norma subjektif remaja terhadap konsumsi susu di kafe susu

(7)

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman :

a. Agar dapat dijadikan menjadi bahan masukan dan pertimbangan untuk melakukan promosi kesehatan tentang konsumsi susu.

b. Agar dapat dijadikan bahan rujukan untuk melibatkan pihak lain dalam melakukan promosi kesehatan tentang konsumsi susu.

2. Bagi remaja, agar dapat dijadikan sebagai dasar dalam memahami manfaat mengkonsumsi susu dan membiasakan perilaku hidup mengkonsumsi susu. 3. Bagi akademisi/peneliti lain, agar dapat dijadikan rujukan ilmiah dalam mengkaji

lebih lanjut dalam hal konsumsi susu.

E. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian sebelumnya yang dapat dijadikan sebagai rujukan dalam penelitian ini yang berhubungan dengan konsumsi susu antara lain sebagai berikut : 1. Hasibuan dkk. (2012), meneliti perilaku konsumsi susu pada siswa SMP.

Penelitian tersebut menggunakan metode kuantitatif deskriptif. Hasilnya adalah pengetahuan responden tentang susu baik, namun masih sebatas mengetahui belum memahami. Sikap responden juga baik namun tindakannya masih belum baik. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah tema yang diteliti, yaitu konsumsi susu. Perbedaannya pada jenis dan rancangan penelitian, lokasi penelitian serta tujuan penelitian.

2. Gharib & Rasheed (2011), melakukan penelitian dengan judul Energy and macronutrient intake and dietary pattern among school children in Bahrain: A cross-sectional study. Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan metode cross-sectional studi. Hasil penelitian menunjukan bahwa makanan/minuman yang sering dikonsumsi remaja adalah manisan, snack and minuman bersoda. Sementara susu, buah-buahan dan sayuran jarang dikonsumsi. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah meneliti asupan gizi yang dibutuhkan, perbedaannya pada rancangan penelitian, objek penelitian serta lokasi penelitian.

(8)

3. Anggraini (2012), meneliti konsumsi susu dan faktor yang mempengaruhi pada balita. Penelitian tersebut menggunakan metode kuantitatif cross sectional. Hasil dari penelitian ini adalah faktor yang mempengaruhi konsumsi susu yaitu orang tua, tenaga kesehatan, serta peran dari Dinas Kesehatan dan Pertanian. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah tema penelitian, sedangkan perbedaannya pada jenis dan rancangan penelitian, tujuan penelitian, sasaran penelitian serta lokasi penelitian.

4. Nai, Adhi & Sutiari (2012), meneliti kecukupan asupan gizi remaja vegetarian dan non-vegetarian. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional studi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa asupan gizi remaja yang meliputi kalsium, protein, seng, karbohidrat dan vitamin dalam kelompok vegetarian dan non vegetarian masih dalam kategori rendah. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah sasaran penelitian yaitu remaja, sedangkan perbedaannya pada jenis dan rancangan penelitian, tujuan penelitian, serta lokasi penelitian.

5. Fikawati dkk (2005), meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan asupan kalsium pada remaja di Kota Bandung. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah sasaran penelitian yaitu remaja, serta berkaitan dengan kandungan susu (kalsium). Perbedaannya pada rancangan penelitiannya, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, selain itu tujuan dan lokasi juga berbeda.

6. Solomoun (2014), meneliti asupan kalsium dan vitamin D yang rendah pada anak-anak dan remaja. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah salah satu sasarannya adalah remaja serta berkaitan dengan kandungan susu. Perbedaannya pada rancangan penelitian (menggunakan metode kuantitatif), tujuan penelitian, serta lokasi penelitian.

7. Triastity (2013), meneliti tentang pengaruh sikap dan norma subjektif terhadap niat beli mahasiswa sebagai konsumen. Persamaan dengan penelitian ini adalah topik yang diteliti berkaitan sikap dan norma subjektif, subjek yang diteliti juga

(9)

mahasiswa. Perbedaannya ialah lokasi penelitian dan metode penelitian (menggunakan metode kuantitatif) serta tujuan penelitian.

Berdasarkan beberapa keaslian penelitian yang telah dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi perbedaan antara penelitian-penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah tujuan penelitian, waktu penelitian, metode penelitian dan lokasi penelitian. Tujuan penelitian ini menggali intensi remaja yang mengonsumsi susu di kafe susu. Jenis penelitian kualitiatif dengan rancangan fenomenologi. Penelitian ini dilakukan di kafe susu wilayah Sleman.

Gambar

Tabel 1. Konsumsi susu tingkat Asia Tenggara  No.  Negara  Konsumsi susu

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini memiliki persamaan meneliti perilaku berisiko kalangan remaja Penelitian ini memiliki perbedaan yaitu pada perilaku berisiko menurut SKKRI sedangkan

Perbedaan pada penelitian ini yaitu penelitian Kumalasari yaitu jenis penelitian yang diguanakan adalah kuantitatif, konsep diri anak jalanan sedangkan peneliti

Persamaan dari penelitian ini adalah sama sama menggunakan metode descriptif corelatif dengan rancangan cross sectional, sedangkan perbedaan penelitian dengan yang akan

Tema adalah kesamaan antara penelitian tersebut dengan yang dilakukan, yaitu tentang aplikasi smartphone yang mempromosikan aktivitas fisik.. Perbedaannya terletak pada

Persamaan penelitian ini dengan penelitian Biswas et al (1997) adalah pada rancangan penelitian, variabel usia pertama hubungan sex dan paritas sedangkan perbedaannya

Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah tempat penelitian dilakukan di lingkungan perguruan tinggi, sedangkan perbedaannya adalah terletak pada variabel independen

Sedangkan perbedaannya adalah subjek penelitian dimana pada penelitian Seswita menggunakan subjek penelitian mahasiswa UPI perantau sedangkan pada penelitian yang akan

Perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti peneliti adalah sasaran penelitian, pada penelitian ini adalah semua pengguna pelayanan maternal sedangkan yang akan