• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN: RIWAYAT PENGELOLAAN, AKSES DAN KONTROL KAWASAN TAMAN NASIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN: RIWAYAT PENGELOLAAN, AKSES DAN KONTROL KAWASAN TAMAN NASIONAL"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

IV. TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN:

RIWAYAT PENGELOLAAN, AKSES DAN KONTROL

KAWASAN TAMAN NASIONAL

4.1 Riwayat Penetapan, Perubahan Status dan Fungsi, serta Zonasi Kawasan

Secara geografis kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) berada pada 103º24’ - 104º43’ BT dan 04º31’ - 05º 57’ LS. Berdasarkan administrasi pemerintahan, kawasan TNBBS berada di 2 (dua) propinsi yaitu Propinsi Lampung dan Bengkulu. Di Propinsi Lampung seluas 290.800 Ha yang meliputi Kabupaten Tanggamus seluas 10.500 Ha dan Kabupaten Lampung Barat seluas 280.300 Ha, sedangkan di Propinsi Bengkulu meliputi Kabupaten Kaur seluas 66.000 Ha.

Sejarah keberadaan kawasan TNBBS bermula pada tahun 1935 dimana kawasan tersebut ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa melalui Besluit Van der Gouverneur General van Nederlandsch Indie No. 48 Stbl.1935 seluas 356.800 Ha dengan nama Sumatera Selatan I (SS I). Selanjutnya setelah kemerdekaan pengelolaan kawasan ini menjadi tanggung jawab Djawatan Kehutanan dengan ditetapkannya kawasan tersebut menjadi Kawasan Suaka Alam pada tanggal 1 April 1974. Pada masa itu telah terdapat penduduk di sekitar kawasan yang sebagaian besar merupakan transmigran asal P.Jawa yang datang melalui program transmigrasi Badan Rekonstruksi Nasional (BRN) yang dilaksanakan pada era Presiden Soekarno. Pihak pengelola pada saat itu masih membiarkan masyarakat sekitar untuk memanfaatkan lahan kawasan untuk kegiatan berkebun dan bercocok tanam. Pada saat itu, masyarakat membuka ladang/kebun dengan menanami areal kawasan tersebut dengan tanaman cengkeh sebagai kommoditas utama, kopi, lada, kayu manis, nila, dan padi.

Kemudian pada tanggal 14 Oktober 1982 kawasan ini dideklarasikan menjadi Taman Nasional melalui Surat Pernyataan Menteri Pertanian Nomor 736/MENTAN/X/1982 seluas 356.800 Ha dengan panjang batas kawasan

(2)

TNBBS ± 953,902 km terdiri dari 127,622 km berupa batas alam dan sisanya sepanjang 826,281 km berupa batas buatan. Berdasarkan Peta TGHK Propinsi Lampung yang diterbitkan oleh Dirjen INTAG Departemen Kehutanan tahun 1990, kawasan TNBBS dibagi dalam 6 (enam) Register yang meliputi Register 49 seluas 76.000 Ha, Register 22B (46.000 Ha), Register 49B (51.290 Ha), Register 46B (26.000 Ha), Register 47B (90.070 Ha) dan di Propinsi Bengkulu Register 52 seluas 66.000 Ha. Pada tahun 1990, kawasan TNBBS mengalami luas wilayah pengelolaan dengan ditetapkannya Cagar Alam Laut (CAL – BBS) seluas + 21.600 Ha menjadi bagian pengelolaan Balai TNBBS berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 71/Kpts-II/1990 tanggal 15 Pebruari 1990.

Kemudian pada tahun 1997 melalui SK Menteri Kehutanan No. 185/Kpts-II/ 1997 tanggal 31 Maret 1997, kawasan ini ditetapkan menjadi satu pengelolaan kawasan konservasi dengan nama Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Bulan Juli 2004, TNBBS ditetapkan sebagai Tapak Warisan Dunia bersama dengan TN Gunung Leuser dan TN Kerinci Seblat dengan nama The Tropical Rainforest Heritage of Sumatera (TRHS) oleh UNESCO Pada tahun 2006, TNBBS ditetapkan sebagai salah satu Taman Nasional Model bersama 20 TN lain di seluruh Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal PHKA No.69/IV-Set/HO/2006 tanggal 3 Mei 2006. Kemudian pada tanggal 1 Februari 2007 TNBBS ditetapkan menjadi Balai Besar TNBBS melalui Peraturan Menteri Kehutanan No.P03/Menhut-II/2007.

Pada Tabel 6 disajikan perubahan status dan luas cakupan kawasan TNBBS Perubahan status kawasan Taman Nasional yang berlangsung sejak dulu sampai sekarang pada dasarnya bukanlah persoalan teknis tata batas saja tetapi juga menggambarkan evolusi rejim pengelolaan kawasan hutan tersebut. Hal ini jelas berpengaruh nyata di dalam mengubah struktur akses dan kontrol masyarakat terhadap sumberdaya hutan. Berikut pada Gambar 3 disajikan skema evolusi rejim pengelolaan kawasan hutan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.

(3)

Tabel 6. Perubahan Status dan Luas Cakupan Kawasan TNBBS

Tanggal Dasar Hukum Status Kawasan Luas Cakupan

Tahun 1935 Besluit Van der Gouverneur General van Nederlandsch Indie

No. 48 Stbl.1935

Suaka Margasatwa

SS I 356.800 Ha.

1 April 1974 - Kawasan Suaka Alam 356.800 Ha.

14 Oktober 1982 Surat Pernyataan Menteri Pertanian Nomor 736/MENTAN/X/1982 Dideklarasikan sebagai Taman Nasional 356.800 Ha meliputi Propinsi Lampung Register 49 seluas 76.000 Ha, Register 22B (46.000 Ha), Register 49B (51.290 Ha), Register 46B (26.000 Ha), Register 47B (90.070 Ha) dan di Propinsi Bengkulu Register 52 seluas 66.000 Ha 15 Februari 1990 Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 71/Kpts-II/1990 Ditunjuk sebagai Taman Nasional +

Cagar Alam Laut-BBS

356.800 Ha + 21.600 Ha 31 Maret 1997 Menteri Kehutanan No. Surat Keputusan

185/Kpts-II/ 1997

Ditetapkan sebagai satu pengelolaan taman nasional dengan nama

TNBBS

356.800 Ha +

21.600 Ha (CAL-BBS) Juli 2004 TNBBS sebagai The Tropical ditunjuk

Rainforest Heritage of Sumatera(TRHS) -idem- 3 Mei 2006 Surat Keputusan Direktur Jenderal PHKA No.69/IV-Set/HO/2006

Taman Nasional Model -idem-

1 Februari 2007 Peraturan Menteri Kehutanan No.P03/Menhut-II/2007 Balai Besar TNBBS 1. BPTN Wilayah I Semaka seluas 178.091 Ha meliputi : a. SPTN Wilayah I Sukaraja seluas ± 94.745 Ha b. SPTN Wilayah II Bengkunat seluas 83.326 Ha 2. BPTN Wilayah II Liwa seluas 178.709 Ha meliputi:

a. SPTN III Krui seluas 96.179 Ha

b. SPTN IV Bintuhan seluas 82.530 Ha

(4)

Pada saat sekarang luas kawasan TNBBS mencapai 356.800 Ha daratan dan 21.600 Ha perairan (CAL-BBS). Kawasan terluas berada di Propinsi Lampung seluas 290.800 Ha dimana 280.300 Ha termasuk ke dalam wilayah administrasi Lampung Barat. Untuk meningkatkan efektifitas pengelolaan, maka kawasan TNBBS dibagi ke dalam beberapa mintakat atau zonasi. Pada saat ini telah terjadi beberapa perubahan dari sistem zonasi kawasan TNBBS dimana pada saat sebelumnya beberapa kawasan hutan masih merupakan zona rimba (termasuk di dalamnya adalah wilayah Sekincau), namun karena tingginya laju deforestasi dan degradasi hutan, maka zona tersebut pada saat ini menjadi zona khusus yaitu zona rehabilitasi. Untuk lebih jelasnya, pembagian mintakat dan revisi zona TNBBS dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.

Perubahan tata batas TNBBS telah menyebabkan berubahnya status wilayah pemukiman dan lahan pertanian penduduk.. Kemudian ketidak-sinkronan penetapan batas kawasan menimbulkan perbedaan persepsi batas kawasan antara pihak TNBBS dan masyarakat. Hal ini terutama dirasakan oleh kawasan-kawasan pemukiman di wilayah Gunung Sekincau yang dahulunya telah di buka oleh masyarakat peserta program transmigrasi BRN, jauh sebelum kawasan tersebut ditetapkan sebagai taman nasional. Untuk wilayah Kecamatan Way Tenong maka terdapat sekitar 14 (empat belas) desa penyangga, dimana desa-desa tersebut membentuk pola melingkar mengelilingi Gunung Sekincau dan mempunyai posisi yang cukup penting terhadap keberadaan TNBBS di wilayah tersebut. Nama, luas, jumlah penduduk dan letak desa di daerah penyangga terhadap TNBBS untuk wilayah Kecamatan Way Tenong disajikan pada Tabel 7.

(5)

Gambar 3. Skema evolusi rejim pengelolaan kawasan hutan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Register 49 Register 22B Register 49B Register 46B Register 47B Register 52 Propinsi Lampung Propinsi Bengkulu Suaka Margasatwa SS I (1935) Suaka Alam BBS (1974) Penunjukan Kawasan TNBBS (1990) Deklarasi Kawasan TNBBS (1982) Penetapan Kawasan TNBBS (1997) Kawasan TRHS (2004) Taman Nasional Model (2006) Balai Besar TNBBS (2007)

(6)

Sumber : Balai TNBBS Tahun 1990

Gambar 4. Peta Zonasi Taman Nasional Sebelum Revisi (SK Dirjen PHPA No. 57/Kpts/DJ-VI/1990)

Sumber : Balai TNBBS Tahun 2005

(7)

Tabel 7. Nama, Luas, Jumlah Penduduk Desa di Kecamatan Way Tenong dan Letak terhadap TNBBS

No Desa

Luas Lahan (ha) Luas

Total (ha) Penduduk (jiwa) Letak terhadap TNBBS

Pertanian Pertanian Non KK Jiwa

1 Fajar Bulan 220 1434 1654 932 4666 TBL 2 Puralaksana 113 2081 2194 838 3511 TBL 3 Karang Agung 81 1782 1863 1010 2921 TBL 4 Mutar Alam 121 787 908 1009 4532 TBL 5 Suka Raja 143 2711 2854 2253 2256 TBL 6 Gunung Terang 71 1911 1982 438 2127 TBL 7 Tanjung Raya 50 2804 2854 718 2462 TBL 8 Sumber Alam 45 492 537 292 1408 BL 9 Tambak Jaya 35 959 994 638 3009 BL 10 Sukananti 1) 60 449 509 885 4413 BL 11 Sri Menanti 41 697 738 253 968 BL 12 Padang Tambak 54 1145 1199 667 3428 BL 13 Sidodadi 48 458 506 462 1742 BL 14 Semarang Jaya 50 479 529 291 1314 BL Total 1132 18189 19321 10686 38757

Sumber: Way Tenong dalam angka (2006)

Keterangan :

1)dusun Sidomakmur berada di dalam Desa sukananti TBL : tidak berbatasan langsung

BL : berbatasan langsung

4.2. Organisasi Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

Struktur organisasi Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan secara lengkap terbentuk pada waktu kawasan tersebut ditetapkan menjadi kawasan taman nasional melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 185/Kpts-II/ 1997 tertanggal 31 Maret 1997. Kemudian pada saat ini, berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Pebruari 2007, Balai TNBBS ditetapkan menjadi Balai Besar TNBBS yang berkedudukan di Kota Agung Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung dengan struktur organisasi sebagai berikut :

(8)

Gambar 6. Struktur Organisasi Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

Kawasan TNBBS terbagi dalam 2 (dua) Bidang Pengelolaan Taman Nasional (BPTN) meliputi:

1) BPTN Wilayah I Semaka seluas 178.091 Ha berkedudukan di Semaka yang terdiri dari 2 (dua) Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) meliputi: a. SPTN Wilayah I Sukaraja seluas ± 94.745 Ha berkedudukan di Sukaraja

yang terbagi dalam 5 Resort yaitu: Resort Ulu Belu (6.741 Ha), Resort Tampang (20.091 Ha), Resort Way Nipah (16.567 Ha), Resort Suoh (37.560 Ha), Resort Sukaraja Atas (13.806 Ha),

b. SPTN Wilayah II Bengkunat seluas 83.326 Ha berkedudukan di Bengkunat yang terbagi dalam 4 (empat) Resort yaitu: Resort Way Haru (28.224 Ha), Resort Biha (21.906 Ha), Resort Pemerihan (17.902 Ha), Resort Nagmbur (15.294 Ha).

2) BPTN Wilayah II Liwa seluas 178.709 Ha berkedudukan di Liwa yang terdiri dari 2 (dua) SPTN meliputi:

BALAI BESAR TN

BAG TU

SUB BAG PERENC. & KERJASAMA

SUB BAG UMUM SUB BAG DATA EVLAP

& HUMAS

BID TEK KONSERVASI TN BID.PENGELOLAAN

TN WIL II BID.PENGELOLAAN TN WIL I SEKSI PEMANFAATAN & PELAYANAN SEKSI PENGAWETAN, PERLINDUNGAN & PERPETAAN SPTN II SPTN I

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

SPTN IV SPTN III

(9)

a. SPTN III Krui seluas 96.179 Ha berkedudukan di Krui yang terbagi dalam 5 (lima) Resort yaitu: Resort Pugung Tampak (18.493 Ha), Resort Balai Kencana (17.022 Ha), Resort Balik Bukit (23.011 Ha), Resort Lombok (24.238 Ha), Resort Sekincau (13.415 Ha),

b. SPTN IV Bintuhan seluas 82.530 Ha berkedudukan di Bintuhan yang terbagi dalam 3 (tiga) Resort yaitu: Resort Merpas (30.045 Ha), Resort Mekakau Ilir (26.425 Ha), Resort Muara Saung (25.601 Ha).

Untuk melaksanakan tugasnya, TNBBS didukung oleh 128 personel yang terdiri dari: Pejabat struktural sebanyak 5 orang, Polisi Kehutanan sebanyak 51 orang, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebanyak 9 orang, Teknisi 12 orang, 41 orang bertugas sebagai staff administrasi dan 10 orang tenaga honorer. Seluruh kekuatan yang dimiliki TNBBS disebar dan ditempatkan di kantor Balai TNBBS sebanyak 43 orang, BPTN Wilayah I Semaka 29 orang, BPTN Wilayah II Liwa 38 orang. TNBBS mendapat bantuan tenaga personel lapangan dari RPU (Rhino Protection Unit) sebanyak 8 orang.

4.3. Upaya Balai Besar TNBBS dalam Pengelolaan Kawasan

Berbagai upaya dilakukan oleh Balai Besar TNBBS dalam mengelola dan menjaga keutuhan kawasan taman nasional. Bentuk upaya yang dilakukan disesuaikan dengan arah dan tujuan pengelolaan TNBBS. Sebagai salah satu taman nasional model, berikut ini dipaparkan beberapa upaya yang dilakukan dalam pengelolaan kawasan.

Balai Besar TNBBS dalam beberapa tahun terakhir telah melakukan berbagai kegiatan dalam rangka menjaga keutuhan kawasan taman nasional dengan tujuan pemantapan kawasan melalui usaha-usaha sebagai berikut:

a. Penunjukan, penataan, pemetaan, penetapan, dan pemeliharaan/rekonstruksi batas kawasan yang dilakukan melalui pelibatan dan partisipasi masyarakat, pemerintah daerah, dan berbagai pihak yang terkait.

b. Penataan zonasi kawasan. Rancang bangun penataan ruang kawasan TN harus sesuai dengan potensi dan fungsi pemanfaatannya dgn memperhatikan hak-hak masyarakat. Pembagian dan pengelompokan zonasi didasarkan pada tipe dan potensi yg terkandung di dalam ekosistem, fungsi dan rencana

(10)

pemanfaatannya serta daya dukung untuk efektivitas dan efisiensi pengelolaan

c. Perlindungan dan pengamanan kawasan melalui penjagaan, patroli, pencegahan tindak perambahan, kebakaran hutan dan penegakan hukum (law enforcement)

Kemudian, dalam rangka pengembangan ekowisata, Balai Besar TNBBS melakukan berbagai kegiatan mulai dari inventarisasi dan identifikasi potensi obyek wisata, pengembangan desain ekowisata dan optimalisasi pemanfaatan jasa lingkungan, yang kesemuanya diintegralkan dalam rangka upaya pemberdayaan masyarakat di sekitar taman nasional. Upaya lainnya yang penting dilakukan adalah pelestarian ekosistem dan jenis-jenis flora dan fauna yang termasuk ke dalam flag species. Langkah pembinaan habitat, restorasi dan rehabilitasi dilakukan dalam rangka mewujudkan pelestarian jenis dan ekosistem yang ada. Kegiatan lainnya adalah program pemberdayaan masyarakat dan pembinaan daerah penyangga.

Dalam pengelolaan kawasan, Balai Besar TNBBS melibatkan berbagai instansi dan lembaga yang berkompeten terhadap TNBBS. Hal ini terutama di latar belakangi oleh letak kawasan TNBBS yang berada di 2 (dua) propinsi yaitu Propinsi Lampung dan Propini Bengkulu. Di Propinsi Lampung kawasan TNBBS mancapai luas 290.800 Ha yang meliputi Kabupaten Tanggamus (10.500 Ha) dan Kabupaten Lampung Barat (280.300 Ha). Sementara di Propinsi Bengkulu kawasan TNBBS berada di Kabupaten Kaur (66.000 Ha).

Balai Besar TNBBS juga telah melakukan berbagai upaya pengelolaan secara kolaboratif. Hal ini merupakan langkah strategis untuk mengoptimalkan pengelolaan kawasan karena jika hanya mengandalkan semata pada kemampuan Balai TNBBS dirasa tidak akan maksimal. Langkah ini juga dimaksudkan agar permasalahan yang dihadapi oleh TNBBS saat ini, yang meliputi perambahan, penebangan liar, pembukaan jalan, perburuan satwa, dan tata batas kawasan, tidak hanya merupakan tanggung jawab Balai TNBBS saja, melainkan juga seluruh pihak, baik pemerintah daerah, kalangan LSM dan masyarakat setempat.

Puncak komitmen koordinasi dan kerjasama Balai TNNBS dengan pemerintah daerah dilakukan di Kabupaten Lampung Barat dengan mendorong

(11)

Kabupaten Lampung Barat sebagai Kabupaten Konservasi. Deklarasi Kabupaten Konservasi Lampung Barat pada dasarnya bertujuan untuk mengintegrasikan rencana pengelolaan TNBBS menjadi bagian rencana pembangunan Lampung Barat dalam jangka panjang. Sayangnya itikad baik ini belum dilakukan dengan tindakan kongkrit di lapangan. Proses perambahan taman nasional menjadi pemukiman bahkan desa definitif, kemudian keberadaan kebun kopi di dalam kawasan, sampai rencana pembuatan jalan yang membelah kawasan tetap saja muncul sebagai konsekuensi dari tuntutan pembangunan daerah.

Selain pemerintah daerah, Balai TNBBS dalam pengelolaannya juga mendapat dukungan dari berbagai badan dan organisasi baik di tingkat lokal maupun internasional yang tergabung ke dalam Forum Mitra TNBBS. Di dukung Mitra TNBBS, Balai Taman Nasional menyusun rencana pengelolaan, mulai dari perencanaan sampai dengan pada tahap aksi, program-program konservasi yang meliputi usaha pelestarian keanekaragaman hayati, pengawetan flora dan fauna, penataan batas, solusi konflik satwa dan manusia, perambahan, dan penebangan liar, sampai ke program pemberdayaan masyarakat melalui pembinaan daerah penyangga. Berikut ini pada Tabel 8 disajikan beberapa mitra kerja Balai TNBBS yang aktif terlibat dalam pengelolaan taman nasional.

(12)

Tabel 8. Beberapa Instansi/Lembaga yang Terlibat dalam Pengelolaan TNBBS

No. Instansi/Lembaga Garis Besar Program

1. Departemen Kehutanan Pemberantasan Penebangan Liar, Revitalisasi Sektor Kehutanan, Rehabilitasi dan Konservasi SDAH, Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Hutan, dan Pemantapan Pengelolaan Kawasan.

2. Balai TNBBS Pengamanan & Perlindungan Hutan, Konservasi Kawasan, Konservasi Keanekaragaman Jenis, Pengembangan Pariwisata Alam, Pengendalian Kebakaran Hutan, Pembinaan Daerah Penyangga, Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat sekitar Kawasan, Pengembangan Kerjasama Kemitraan & Jejaring Kerja (networking), dan Peningkatan Profesionalisme SDM.

3. WWF a. Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan tujuan: (1) Memperkuat upaya-upaya konservasi; (2) Membantu mengembangkan dan memperkuat kerangka kebijaksanaan KSDAHE; (3) Membantu upaya pemanfaatan SDA secara berkelanjutan; (4) Memperkuat kegiatan penyuluhan dan kampanye konservasi; dan (5) Melaksanakan kegiatan lain.

b. Bekerjasama dengan counterpart dari PHPA, Bangda, Komponen lain, Bappeda

c. Bekerjasama dengan organisasi lokal

d. Membentuk proses perencanaan dan pelaksanaan pemberian hibah desa

e. Mengidentifikasi dan menunjuk petugas Village Conservation Fasilitator

f. Menjalin koordinasi dengan komponen area/village development.

4. Tiger Protection & Conservation

Unit ( TPCU) Pelestarian Harimau Sumatera (PHS), dengan tujuan: (1) perlindungan Harimau Sumatera; (2) Survey Lapangan; (3) Mengelola biodiversity dan hutan penyangga; (4) Membangun jejaring kerjasama; dan (5) Peningkatan kapasitas SDM.

5. International Rhino Foundation Pemantapan dan operasional Rhino Protection Units (RPU), dengan tujuan: Perlindungan Badak Sumatera dan habitatnya. 6. Birdlife-Indonesia Programme,

Conservation International- Indonesia Programme (CII), , WCS (World Conservation Society), ICRAF, Watala, Latin, Universitas Lampung (UNILA)

Kegiatan riset, observasi, dan dukungan operasi. 7. Bank Dunia (World Bank)

1994-2002 • Intergrated Conservation and Development Project (ICDP), dengan tujuan: (1) perlindungan dan pelestarian kawasan TNKS; (2) memadukan aspek pembangunan ekonomi; dan (3) pemerintah daerah dan masyarakat sekitar kawasan. • Kegiatan ICDP meliputi: (1) Park Management (Komponen

A); (2) Pembangunan Masyarakat (Komponen B); (3) Keanekaragaman hayati dan HPH (Komponen C); dan (4) Monitoring dan Evaluasi (Komponen D).

8. LSM Lokal (Forum Kaur, Baguay Jejama, Yasadhana, Sanga Buana)

Penguatan kelembagaan lokal, advokasi hak-hak masyarakat lokal, mendapatkan suatu konsep “manajemen kolaboratif” pengelolaan lansekap BBS yang efektif, mediator dan fasilitator dalam upaya penggalian dana berkelanjutan dan strategis untuk pembangunan kawasan lansekap BBS, pemberdayaan masyarakat dan pengembangan usaha produktif bagi masarakat di sekitar TNBBS.

Gambar

Tabel 6. Perubahan Status dan Luas Cakupan Kawasan TNBBS
Gambar 3. Skema evolusi rejim pengelolaan kawasan hutan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Register 49 Register 22B Register 49B Register 46B Register 47B Register 52 Propinsi Lampung Propinsi Bengkulu Suaka Margasatwa SS I (1935) Suaka Alam BBS (1974
Tabel 7. Nama, Luas, Jumlah Penduduk Desa di Kecamatan Way Tenong dan  Letak terhadap TNBBS
Gambar 6. Struktur Organisasi Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini berlangsung dari bulan Maret s/d Mei 2010 di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah VI Besitang dan di desa-desa yang

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) merupakan salah satu hutan cagar alam yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, dan diharapkan dapat menjadi kawasan

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan mempunyai kelimpahan kekayaan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang keberadaannya perlu dilestarikan agar tetap

Peta Kawasan Hutan Telagah Taman Nasional Gunung Leuser.. Sumber : Dinas Kehutanan Dan Balai Besar Taman Nasional Gunung

Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya 1..   Koordinasi untuk SPTN Wilayah II cukup sulit.. •   Lemahnya sinkronisasi serta koordinasi antara Taman

Kelimpahan spesies burung di suatu daerah dapat menunjukkan bagaimana kondisi di daerah tersebut, seperti Resort Pemerihan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, yang merupakan

Kelemahan pengembangan kawasan TNBT ini terletak pada koordinasi dan kerjasama yang belum berjalan dengan baik antara pihak Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh (BTNBT)

Resort Balik Bukit merupakan salah satu kawasan yang berada di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang memiliki beranekaragam jenis flora, termasuk di dalamnya terdapat berbagai