SKRIPSI
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEKAMBUHAN PENYAKIT ASMA PADA LANSIA
(Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang)
ANIS SA’ADAH 13.321.0219
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEKAMBUHAN PENYAKIT ASMA PADA LANSIA
(Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikam pendidikan pada Program Studi S1 Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang
ANIS SA’ADAH 13.321.0219
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG
2017
“MOTTO”
Saat Allah Takdirkan Bahagia Untukmu
Tiada Siapapun Yang Dapat Menariknya Darimu
Saat Harimu Terluka
Tiada Siapapun Yang Mampu Menyembuhkannya Melainkan Allah
Aku Berjuang Hanya Untuk Dua Hal
Orag Tua Yang Harus Bahagia Di Masa Tua
Dan Cinta Yang Akan Mendampingiku Selamanya
.
By Ratu Anissa
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, ku persembahkan karya kecilku ini untuk orang-orang yang kusayangi :
1. Bapak dan Ibu tercinta, motivator terbesar dalam hidupku yang tak pernah
jenuh mendo'akan dan menyayangiku, atas semua pengorbanan dan kesabaran mengantarku sampai kini. Tak pernah cukup ku membalas cinta Bapak dan Ibu padaku.
2. Untuk Mbakku tersayang Fifin Rohmawati yang senantiasa memberikan
dukungan dan semangat dalam mengerjakan skripsi
3. Untuk pembimbing Skripsi Ibu Hindyah Ike S, S,Kep.Ns.,M.Kep dan Ibu
Dwi Prasetyaningati S.Kep.Ns.,M.Kep terima kasih atas bimbingan yang diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.
4. Saudara kos CANDY terimakasih untuk segala semangat dan motivasi.
kalian memang para pengawal ratu yang keren.
5. Sahabat-sahabatku seperjuangan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan
Cendekia Medika Jombang dan semua teman-temanku yang tak mungkin penulis sebutkan satu persatu.
6. Dan orang spesial yang mengisi hidupku, terimakasih atas semangat
dukungan dan bantuanya semoga kelak ada kebaikan diantara kita.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan tepat pada waktu, dengan judul “Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kekambuhan Penyakit Asma Pada Lansia
Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang 2017”.
Tidak lupa penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada, H.Bambang Tutuko,S.H.,S.Kep,Ns.,MH selaku ketua STIKES ICME
Jombang, Inayatur Rosidah S.Kep,Ns.,M.Kep selaku ketua prodi S1 Ilmu
Keperawatan, Muarrofah,S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku penguji utama, Hindyah
Ike,S.Kep,Ns.,M.Kep dan Dwi Prasetyaningati, S.Kep.,Ns., M.Kep selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan saran dan masukannya sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan, kepada kedua orang tua yang selalu mendukung secara materi, dukungan moral, dan kebesaran do’anya sehingga penulis mampu menyelesaikan
skripsi ini dengan baik, serta teman-teman seperjuangan dan semua pihak yang
namanya tidak bisa saya sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tentu belum sempurna, oleh sebab itu
kritik dan saran yang dapat mengembangkan skripsi ini sangat penulis harapkan
guna menambah pengetahuan dan manfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan
dan semoga skripsi ini bermanfaat.
Jombang, Juni 2017
Peneliti
ABSTRAK
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEKAMBUHAN PENYAKIT ASMA PADA LANSIA (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang)
Oleh Anis Sa’adah 13.321.0219
Asma merupakan penyakit yang tidak bisa dihilangkan atau di sembuhkan, serangan asma umumnya timbul karena adanya paparan terhadap faktor pencetus, gagalnya upaya pencegahan, atau gagalnya tatalaksana asma jangka panjang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan penyakit asma pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang.
Desain dalam penelitian ini menggunakan analitik cross sectional. Populasi
sebanyak 203 lansia dan sampel sebanyak 102 lansia menggunakan teknik simple
random sampling. Variabel Independen yaitu lingkungan, excercise, dan stres dan
variabel dependen yaitu kekambuhan asma. Analisa data menggunakan Regresi
Logistik Ganda dengan nilai Alpha (0,05).
Hasil penelitian didapatkan sebagian besar dari responden lingkungan cukup berpengaruh sebanyak 71 responden (69.6%), hampir seluruhnya responden
melakukan excersice 98 responden (96.1%), sebagian besar dari responden
mengalami stres sedang 73 responden (71.6%) dan sebagian besar dari responden
mengalami kekambuhan asma 68 responden (66.6%), uji Regresi Logistik Ganda
didapatkan ρ value = 0,018, 0,036 dan 0,020 dimana ρ value < ɑ (0,05), sehingga (p<a) maka H1 diterima dan Ho ditolak.
Kesimpulan dari penelitian ini bahwa terdapat pengaruh lingkungan
terhadap kekambuhan asma pada lansia. Terdapat pengaruh excercise terhadap
kekambuhan asma. Terdapat pengaruh stres terhadap kekambuhan asma pada
lansia. Faktor lingkungan, excercise dan stres yang mempengaruhi kekambuhan
penyakit asma pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang. Puskesmas dapat memberikan ilmu pengetahuan terhadap masyarakat tentang masalah pada asma seperti faktor penyebab, pencegahan dan pengobatan melalui penyuluhan dan bahan pertimbangan untuk meningkatkan progam kerja puskesmas terutama untuk mengurangi resiko kekambuhan penyakit asma pada lansia dengan menjaga lingkungan tetap bersih agar lansia tidak mudah mengalami kekambuhan asma.
Kata kunci : lingkungan, excercise, stres, kekambuhan asma dan lansia
ABSTRACT
ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING ASMA DISEASE DIAGNOSES
IN LANSIA
(Study In Work Area Puskesmas Sumobito Jombang District)
By
Anis Sa’adah
13.321.0219
Asthma was a disease that can not be eliminated or cured, asthma attacks generally arise due to exposure to trigger factors, failure of prevention efforts, or failure of long-term asthma management. The purpose of this study was to analyze the factors that affect the recurrence of asthma disease in the elderly in the Work Area Puskesmas Sumobito Jombang.
The design in this study used cross sectional analytics. The population of 203 elderly and the sample of this study amounted to 102 elderly technic simple random sampling. Independent variable was Environmental factors, excercise, and stress and dependent variable risk of recurrence of asthma disease. Data analysis used Spearman Rank test with Alpha value (0,05).
The result of this research showed that most of the respondents were 71 respondents (69.6%), almost all respondents had excersice 98 respondents (96.1%), most of them had moderate stress (73.6%) and most respondents Asthma 68 respondents (66.6%), Multiple Logistic Regression test obtained ρ value = 0,018, 0,036 and 0,020 where ρ value <ɑ (0,05).
The conclusion from this research that There was environmental influence to recurrence of asthma in elderly. There was an influence of excercise on the recurrence of asthma. stress influenced on the recurrence of asthma. Environmental factors, excercise, and stress that affect the recurrence of asthma disease in the elderly in the Work Area Puskesmas Sumobito Jombang District. Puskesmas was expected to be conside to reduce the risk of recurrence of asthma disease in elderly caused by environmental factors, excercise and stress experienced by health counseling periodically.
Keywords: environment, excercise, stress, asthma relapse and elderly
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
DAFTAR LAMBANG ... xix 2.1 KonsepLingkungan (Environment) ... 7
2.1.1. Pengukuran Lingkungan ... 10
2.2 Konsep Exercise-induced Asthma... 10
2.2.1. Pengertian Exercise-induced Asthma ... 10
2.2.2. Jenis – jenis aktivitas fisik ...11
2.2.3. Faktor – faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik ...12
2.2.4. Pengukuran Exercise-induced Asthma ... 13
2.3 Konsep Stres... 14
2.3.1. Definisi stress ... 14
2.3.2. Penyebab stres ... 15
2.3.3. Gejala stress ... 16
2.3.4. Jenis stres ... 17
2.3.5. Tingkatan stres ... 18
2.3.6. Tahapan stres ... 19
2.3.7. Dampak stres ... 21
2.3.8. Cara mengelola stres ... 22
2.3.9. Pengukuran stres ... 24
2.4Konsep Asma ...25
2.4.1. Definisi ... 25
2.4.2. Etiologi dan Prevalensi ... 26
2.4.3. Tipe Asma ... 27
2.4.4. Patogenesis Asma ... 28
2.4.5. Patofisiologi Asma ... 37
2.4.6. Kekambuhan ... 39
2.4.7. Alat ukur (skala) kekambuhan asma ... 39
2.5 Konsep Lansia ... 40
2.5.1. Definisi ... 40
2.5.2. Batasan Lansia ... 40
2.5.3. Permasalahan Pada Lanjut Usia ... 41
2.5.4. Teori Proses Menua ... 42
2.5.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan ... 44
2.5.6. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia ...45
2.6Hasil Penelitian Orang Yang Terkait Stres dan Kekambuhan Asma ... 46
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL 3.1 Kerangka Konseptual ... 49
3.2 Penjelasan Kerangka Konsep ... 50
3.3 Hipotesis ... 50
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Desain penelitian ...51
4.2 Waktu dan tempat penelitian ... 52
4.3 Populasi, sampel dan sampling ... 52
4.4 Kerangka Kerja (Jalannya Penelitian) ...54
4.5 Identifikasi Variabel ... 55
4.6 Definisi Operasional... 55
4.7 Pengumpulan Data ...58
4.8 Pengolahan dan Analisa Data...62
4.9 Etika Penelitian ...68
4.10 Keterbatasan Penelitian ... 69
BAB 5 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Penelitian ...71
5.1.1. Gambaran Lokasi Penelitian ...71
5.1.2. Data Umum dan data khusus ...72
5.2.5. Pengaruh lingkungan terhadap kekambuhan asma ...89
5.2.6. Pengaruh Excercise terhadap kekambuhan asma ...90
5.2.7. Pengaruh Stres terhadap kekambuhan asma ...92
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Definisi Operasional Analisis faktoryang mempengaruhi
kekambuhan penyakit asma pada lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang ... 56
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin lansia penderita Asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito
Kabupaten Jombang Tahun 2017 72
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan usialansia
penderita Asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito
Kabupaten Jombang Tahun 2017 72
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan Pendidikan terakhir pada lansia penderita Asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan
Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017 73
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan Pekerjaan pada
lansia penderita Asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan
Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017 73
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi pengaruh lingkungan pada lansia penderita Asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten
Jombang Tahun 2017 73
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi pengaruh Excersice pada lansia penderita Asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten
Jombang Tahun 2017 74
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi pengaruh stres pada lansia penderita Asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten
Jombang Tahun 2017 74
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi kekambuhan asma pada lansia penderita Asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten
Jombang Tahun 2017 74
Tabel 5.9 Distribusi pengaruh faktor lingkungan dengan kekambuhan asma
pada lansia penderita asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan
Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017 75
Tabel 5.10 Distribusi pengaruh excercise dengan kekambuhan asma pada
lansia penderita asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan
Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017 ... 76
Tabel 5.11 Distribusi pengaruh faktor stres dengan kekambuhan asma pada
lansia penderita asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan
Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017 ... 77
Tabel 5.12 Distribusi pengaruh lingkungan, excercise, dan stres dengan
kekambuhan asma pada lansia penderita asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017... 78
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian faktor-faktor yang
mempengaruhi kekambuhan penyakit asma pada lansia di
wilayah kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang 49
Gambar 4.1 Kerangka Kerja penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi
kekambuhan penyakit asma pada lansia di wilayah kerja
Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang 54
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 : Lembar Permohonan Menjadi Responden
2. Lampiran 2 : Lembar Pernyataan Menjadi Responden
4. Lampiran 4 : Jadwal kegiatan skripsi
5. Lampiran 5 : Lembar Pernyataan Dari Perpustakaan
6. Lampiran 6 : Lembar Surat Survey Data
7. Lampiran 7 : Studi Pendahuluan dari BAK
8. Lampiran 8 : Lembar Surat balasan pengambilan data
9. Lampiran 9 : Lembar Surat ijin Penelitian dari Dinas Kesehatan
10. Lampiran 10 : Lembar Surat balasan Penelitian Puskesmas Sumobito
11.Lampiran 11 : Data Umum
12.Lampiran 12 : Data Khusus
13.Lampiran 13 : Hasil Uji Validitas dan reliabilitas Lingkungan
14.Lampiran 14 : Hasil Uji Validitas dan reliabilitas Excercise
15.Lampiran 15 : Hasil Uji Validitas dan reliabilitas Stres
16.Lampiran 16 : Hasil Uji Validitas dan reliabilitas kekambuhan asma
17.Lampiran 17 : Output SPSS
18.Lampiran 18 : Lembar Konsultasi
19. Lampiran 19 : Lembar Pernyataan Keaslian
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR LAMBANG
1. H1/Ha : hipotesis alternative
2. n : jumlah sampel
3. N : jumlah populasi
4. % : prosentase
5. ≤ : lebih kecil
6. ≥ : lebih besar
DAFTAR SINGKATAN
: Depression, Anciety, And Stress, Scale
DAFTAR ISTILAH
Underdiagnose : kegagalan untuk mengenali atau mendiagnosa
Health Education : pendidikan kesehatan yang mampu meningkatkan
kontrol dan memperbaiki kesehatan individu
Defensive : bertahan atau pembelaan
Self-worth : nilai diri
Self-acceptance : penerimaan diri
Muscle myopathy :otot tertentu mengencang atau melemah
Amenorrhea : tertahannya menstruasi
Idiosinkrasi :suatu reaktivitas abnormal terhadap suatu (obat)
Wheal : pembengkakan kulit dengan karakteristik fana yang
hilang dalam beberapa jam
Flare :terapi obat topical agar perawatan efektif
Airbone :penyakit yang ditularkan langsung melalui udara
Mixed : campuran
Seasonal : musiman
Common cold :suatu infeksi virus pada selaput hidung dari udara
Βeta- adrenergik : penyekat adrenergik
Western red cedar :pohon cedar merah barat
Syncitial : virus sinsitial pernapasan
Exercise : penyebab asma yang sering ditemukan
Hereditas : keturunan
Loos of role : kehilangan peran
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma merupakan penyakit yang tidak bisa dihilangkan atau di sembuhkan,
serangan asma umumnya timbul karena adanya paparan terhadap faktor pencetus,
gagalnya upaya pencegahan, atau gagalnya tatalaksana asma jangka panjang.
Sesuai dengan beberapa teori penyebab asma belum diketahui secara pasti
sehingga asma bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. (Hidayati, 2013)
Pada daerah yang padat penduduknya dapat mengalami gangguan
pernapasan yang lebih berat, selain itu excercise merupakan salah satu penyebab
episode akut asma yang paling sering ditemukan, sehingga kekambuhan masih
menjadi fenomena yang mengkhawatirkan karena suatu kejadian berulang yang
dialami oleh seseorang dalam mengalami suatu penyakit yang biasanya melebihi
kuantitas yang sering dan bersifat tidak menyenangkan (Ismadi,2008). Stres dapat
memicu kekambuhan akut asma, Apabila seseorang mengalami stres, hormon
stres seperti kortisol akan diproduksi secara berlebihan oleh tubuh sehingga dapat
mengakibatkan perubahan imun dan menjadi mudah terkena penyakit (Davison,
2010). Apabila kekebalan tubuh atau imun menurun, berbagai penyakit dan infeksi
akan mudah masuk ke dalam tubuh manusia. Hal ini tampak asma yang tidak
ditangani dengan baik dapat mengganggu kualitas hidup pada lansia, sehingga
terjadinya penyebab lingkungan, excercise dan stres pada penderita asma terhadap
kontrol yang dapat memicu kekambuhan. Seharusnya pada
2
pasien asma diharapkan dapat hidup dengan normal dan melaksanakan aktifitas
kesehariannya seperti orang lainnya.
Penyakit asma menyerang semua orang disegala umur meski sebagian besar
terjadi pada anak-anak dibandingkan dewasa. Prevalensi asma di seluruh dunia
adalah sebesar 8-10% pada anak dan 3-5% pada dewasa, dalam sepuluh tahun
terakhir meningkat sebesar 50% (Fitri, 2015). Berdasarkan data WHO
memperkirakan pada 2025 di seluruh dunia terdapat 255.000 jiwa meninggal
karena asma. Jumlah ini dapat meningkat lebih besar mengingat asma merupakan
penyakit yang underdiagnose, sedangkan 80% dari jumlah penderita asma
kematian terjadi di negara-negara berkembang. Di Indonesia prevalensi asma
belum diketahui secara pasti namun diperkirakan 2-5% penduduk Indonesia
menderita asma (Depkes RI, 2016). Di Jawa Timur prevalensi asma mencapai
4.264 penderita atau 2,62%. Berdasarkan laporan dari puskesmas se-Kabupaten
Jombang diketahui bahwa penyakit yang paling banyak diderita masyarakat
Kabupaten Jombang tahun 2015 meliputi penyakit infeksi dan degenerative. Salah
satu penyakitnya adalah asma yang mencapai 19.816 penderita atau sebesar
12,2%. Laporan dari Puskesmas Sumobito Jombang selama bulan
Januari-Desember 2016 terdapat jumlah kunjungan sebanyak 647 kunjungan dan jumlah
pasien yang menderita asma diantaranya karena kekambuhan ada 203 penderita
lansia (Dinkes, 2016).
Menurut penelitian Maryono (2008) denngan judul Hubungan Antara
Faktor Lingkungan Dengan Kekambuhan Asma Bronkhiale Pada Klien Rawat
Jalan Di Poliklinik Paru Instalasi Rawat Jalan RSUD DR. Moewardi Surakarta,
3
terhadap kekambuhan asma bronkhiale pada klien Yang berkunjung di Poliklinik
Paru Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian Hidayati dengan judul “Analisa faktor-faktor pencetus serangan asma pada lansia di Puskesmas Perak Jombang” menunjukkan bahwa faktor aktivitas fisik
berhubungan dengan serangan asma. Penelitian Menurut penelitian yang
dilakukan Angga dengan judul “Hubungan tingkat kecemasan dengan frekuensi
kekambuhan keluhan sesak nafas pada pasien asma di SMF Paru RSD dr. Soebandi Jember”, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
tingkat kecemasan dengan frekuensi kekambuhan keluhan sesak nafas pada pasien
asma di SMF Paru RSD dr. Soebandi Jember
Hasil studi pendahulan yang telah dilakukan oleh peneliti di Puskesmas
Sumobito Kabupaten Jombang dengan cara wawancara dengan 10 orang
didapatkan dari faktor pemicu kekambuhan asma diantaranya lingkungan 4 orang
(40%), excercise 4 orang (40%) dan stres ada 2 orang (20%).
Banyaknya kejadian asma, faktor pencetus alergi, lingkungan, aktifitas fisik
dan stres yang menyebabkan kekambuhan asma patut diwaspadai. Semakin
meningkatnya faktor pencetus asma seseorang dapat memperburuk kondisi
patologisnya. Oleh karena itu koping penyebab asma pada penderita asma yang
baik dapat mengurangi resiko kekambuhan asma. Selama ini penderita asma tidak
mampu berupaya dalam pencegahan kekambuhan, hal ini tampak asma yang tidak
ditangani dengan baik dapat mengganggu kualitas hidup pada lansia, sehingga
menurunnya kondisi daya tahan tubuh, kurangnya menjaga kebersihan
lingkungan, aktifitas fisik dan timbulya stres pada penderita asma, sehingga dapat
4
Untuk itu perawatan asma untuk lansia haruslah komprehensif mengingat
komplikasi seperti gagal nafas, hipoksemia, yang dapat menyebabkan kematian,
serta harus melibatkan beberapa elemen seperti individu, keluarga dan perawat.
Maka sebagian perawat harus mampu memberikan asuhan keperawatan secara
langsung kepada individu dan keluarga tentang asma agar mampu menjaga
lingkungan baik di dalam rumah dengan tidak merokok sembarangan dan diluar
rumah dengan selalu membersihkan lingkungan, keluarga juga melakukan
pengawasan kepada lansia agar tidak melakukan aktifitas fisik yang berlebihan
agar tidak menglami kelelahan serta keluarga dapat memahami cara terbaik dalam
mendampingi orang tuanya dengan perawatan yang benar, sehingga orang tua
merasa dirinya diperhatikan, dihargai, dan diperlakukan adil oleh keluargannya
agar tidak mengalami stres. Bagi perawat hendaknya memperhatikan lima tugas
yaitu, mengenal masalah asma, memutuskan pengobatan yang baik, merawat
penderita asma, memodifikasi lingkungan, serta memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, dan dokter klinik. (Hudoyo, 2008)
Dari uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Analisis
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan penyakit asma pada lansia di
wilayah kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang.
1.2 Rumusan masalah
Apakah faktor - faktor yang mempengaruhi kekambuhan penyakit asma
5
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan penyakit asma
pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi faktor lingkungan pada lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang.
2. Mengidentifikasi faktor excercise pada lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang.
3. Mengidentifikasi faktor stres pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Sumobito Kabupaten Jombang.
4. Mengidentifikasi kekambuhan asma pada pasien asma di Wilayah Kerja
Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang.
5. Menganalisis faktor lingkungan yang mempengaruhi kekambuhan
penyakit asma pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito
Kabupaten Jombang.
6. Menganalisis faktor excercise yang mempengaruhi kekambuhan penyakit
asma pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten
Jombang
7. Menganalisis faktor stres yang mempengaruhi kekambuhan penyakit
asma pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten
6
8. Menganalisis faktor lingkungan, excercise, dan stres yang mempengaruhi
kekambuhan penyakit asma pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Sumobito Kabupaten Jombang
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Teoritis
Diharapkan dapat mendukung perkembangan ilmu secara teoritis dalam
bidang kesehatan khususnya program studi ilmu keperawatan di bidang
keperawatan medikal bedah dalam kaitannya dengan faktor – faktor yang
mempengaruhi kekambuhan penyakit asma pada lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang.
1.4.2 Praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan tambahan faktor yang
mempengaruhi kekambuhan penyakit asma pada lansia, sehingga dapat
diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumbangan ilmu
pengetahuan tentang penyakit asma dan dapat menerapkan ilmu yang diperoleh
untuk mengurangi resiko kekambuhan penyakit asma pada lansia yang disebabkan
oleh faktor lingkungan, excercise dan stres yang dialami. Diharapkan bagi peneliti
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Lingkungan (Environment)
Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kencederungan Asma
untuk berkembang menjadi Asma, menyebabkan kekambuhan, dan atau
menimbulkan gejala Asma menetap. Beberapa faktor lingkungan yang dapat
memengaruhi kejadian Asma.
Lingkungan adalah keadaan sekitar yang mempengaruhi perkembangan dan
tingkah laku makhluk hidup.Segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang
mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak
langsung juga merupakan pengertian lingkungan (Tim Penyusun Kamus Pusat
Bahasa, 2005)
Lingkungan adalah faktor eksternal yang berpengaruh terhadap
perkembangan menusia dan mencakup antara lain lingkungan sosial, status
ekonomi dan kesehatan (Waluya: 2010).
Lingkungan merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan
dan mahluk hidup lain. Ruang merupakan suatu tempat berbagai komponen
lingkungan hidup menempati dan melakukan proses, sehingga antara ruang dan
komponen lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan (Asmara:
2008).
Asma merupakan salah satu penyakit akibat kerja yang paling sering pada
8
penyakit Asma akibat kerja namun diperkirakan 2% dari seluruh penderita Asma
di Indonesia adalah Asma akibat kerja. Ada dua jenis Asma akibat kerja:
a) Irritant-induced Occupational Asthma (sebelumnya dikenal sebagai
Reactive Airway Dysfunction Syndrome atau RADS)
b) Allergic Occupational Asthma. Ini adalah jenis Asma akibat
kerjayang paling sering terjadi.
Lingkungan sekitar memiliki banyak jenis polutan dan hal lain yang
sanggup membuat saluran pernafasan. Debu yang berada di dalam rumah
memiliki peran yang penting dalam meningkatkan resiko asma, debu yang
terhirup dapat menjadi sesak nafas.
Lingkungan dibagi 2 yaitu :
a. Lingkungan dalam (internal) meliputi lingkungan psikologi
(psychology enviroment)
F. Nightingale melihat bahwa kondisi lingkungan yang negatif
dapat menyebabkan stres fisik dan berpengaruh buruk terhadap
emosi pasien. Oleh karena itu ditekankan kepada pasien menjaga
rangsangan fisiknya. Mendapatkan sinar matahari, makanan yang
menarik dan aktivitas manual dapat merangsanag semua faktor untuk
membantu pasien dalam mempertahankan emosinya. Komunikasi
dengan pasien dipandang dalam suatu konteks lingkungan secara
menyeluruh, komunikasi jangan dilakukan secara terburu-buru atau
terputus-putus. Komunikasi tentang pasien yang dilakukan dokter
dan keluarganya sebaiknya dilakukan dilingkungan pasien dan
9
pendengaran pasien. Tidak boleh memberikan harapan yang terlalu
muluk, menasehati yang berlebihan tentang kondisi penyakitnya.
Selain itu membicarkan kondisi-kondisi lingkungna dimana dia
berada atau cerita hal-hal yang menyenangkan dan para pengunjung
yang baik dapat memberikan rasa nyaman.
b. Lingkungan luar (ekternal)
Lingkungan luar berasal dari polusi udara merupakan salah
satu faktor pencetus yang harus diperhatikan oleh penderita Asma.
Polusi ini bisa berada outdoor seperti di sekitar tempat kerja dan
sekolah, maupun indoor. Polusi udara outdoor dapat berasal dari ;
a. Asap rokok
b. Debu
c. Asap pembakaran
Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan pencemar
biologis (virus, bakteri, dan jamur), formaldehid, Volatile Organic
Compounds (VOC), dan Combustion Products (CO, NO2, SO2).
Sumber polutan VOC berasal dari penyemprotan serangga, cat,
pembersih, komestik, semprotan rambut (hairspray), deodorant,
pewangi ruangan, segala sesuatu yang disemprotkan dengan aerosol
sebagai propelan, dan pengencer (solvent) seperti thinner. Sumber
polutan formaldehid dalam ruangan adalah bahan bangunan, insulasi,
furniture, dan karpet. Sedangkan sumber polutan Combustion
10
2.1.1. Pengukuran Lingkungan
Lingkungan merupakan keadaan lingkungan yang dapat menyebabkan
sakit asma, alat ukur yang biasa digunakan untuk mengukur lingkungan
penyebab penyakit asma dulihat dari :
1. Komunikasi keluarga
2. Asap rokok
3. Debu
4. Asap pembakaran
Pengkategorian dari hasil pengisian kuesioner dibagi menjadi tiga
jenjang untuk menghindari kesalahan dalam interpretasi yaitu kurang baik,
cukup baik dan baik (Arikunto, 2010).
2.2 Konsep Exercise-induced Asthma
2.2.1. Pengertian Exercise-induced Asthma
Olahraga memang sangat baik bagi kesehatan tubuh, namun olahraga
yang berlebihan sangat tidak disarankan, terutama bagi orang yang memiliki
bakat sebagai penderita asma. Olahraga berlebihan akan sangat mengganggu
kemampuan pernafasan, sehingga gejala asma dan sesak nafas akan timbul
dn sangat mengganggu aktivitas sehari- hari.
Latihan fisik atau excercise yang berlebihan seringkali menimbulkan
Asma. Sebagian besar penderita Asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Kegiatan olahraga
menimbulkan peningkatan kebutuhan oksigen. Hal ini menyebabkan
meningkatnya tingkat frekuensi pernafasaan yang pada gilirannya memicu
11
Asma. Serangan Asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah
aktivitas tersebut selesai. Meskipun olahraga merupakan salah satu pencetus
yang efisien untuk menimbulkan serangan asma, dalam batas-batas tertentu
penderita asma dapat melakukan olahraga tanpa menimbulkan
bronkokonstriksi yang membahayakan sewaktu dan sesudah olahraga. Pada
penderita Asma, gerakan olahraga yang dapat meningkatkan kekuatan otot
pernafasan sangat penting sebab penderita asma kronis umumnya
mengalami penurunan kekuatan otot pernafasan.
Menurut (Almatsier, 2003) aktivitas fisik ialah gerakan fisik yang
dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Aktivitas fisik adalah
setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan
pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik)
merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara
keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global ( WHO,
2010). Jadi, kesimpulan dari pengertian aktivitas fisik ialah gerakan tubuh
oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya yang memerlukan pengeluaran
energi.
2.2.2. Jenis – jenis aktivitas fisik
Aktivitas fisik dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan, aktivitas
fisik yang sesuai untuk lansia sebagai berikut:
a. Kegiatan ringan : hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya tidak
menyebabkan perubahan dalam pernapasan atau ketahanan
(endurance). Contoh : berjalan kaki, menyapu lantai, mencuci
12
b. Kegiatan sedang : membutuhkan tenaga intens atau terus menerus,
gerakan otot yang berirama atau kelenturan (flexibility). Contoh: berlari
kecil, bersepeda.
c. Kegiatan berat: biasanya berhubungan dengan olahraga dan
membutuhkan kekuatan (strength), membuat berkeringat. Contoh :
berlari, mengangkat beban berat
2.2.3. Faktor – faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik
Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik bagi
lansia, berikut ini beberapa faktor tersebut:
a. Umur
Aktivitas fisik akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari
seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-1% per tahun, tetapi bila rajin
berolahraga penurunan ini dapat dikurangi sampai separuhnya.
b. Jenis kelamin
Biasanya aktivitas fisik lansia laki-laki hampir sama dengan lansia
perempuan.
c. Pola makan
Makanan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas, karena
bila jumlah makanan dan porsi makanan lebih banyak, maka tubuh akan
merasa mudah lelah, dan tidak ingin melakukan kegiatan seperti olah
raga atau menjalankan aktivitas lainnya. Kandungan dari makanan yang
berlemak juga banyak mempengaruhi tubuh untuk melakukan aktivitas
sehari-hari ataupun berolahraga, sebaiknya makanan yang akan di
13
agar tubuh tidak mengalami kelebihan energi namun tidak dapat
dikeluarkan secara maksimal.
d. Penyakit/ kelainan pada tubuh
Berpengaruh terhadap kapasitas jantung paru, postur tubuh,
obesitas, hemoglobin/sel darah dan serat otot. Bila ada kelainan pada
tubuh seperti di atas akan mempengaruhi aktivitas yang akan di lakukan.
Seperti kekurangan sel darah merah, maka orang tersebut tidak di
perbolehkan untuk melakukan olah raga yang berat. Obesitas juga
menjadikan kesulitan dalam melakukan aktivitas fisik. ( Karim, 2002).
Aktivitas jasmani atau olahraga yang berat (Rengganis, 2008). Alat
ukur yang digunakan untuk mengukurexcercise penyebab penyakit asma
dulihat dari :
a. melakukan pekerjaan berat seperti menmencangkul di sawah
b. mengangkat beban berat
c. Senam lansia
d. Olah raga jalan-jalan setiap hari
Pengkategorian dari hasil pengisian kuesioner dibagi menjadi dua
jenjang untuk menghindari kesalahan dalam interpretasi yaitu ringan dan
14
2.3 Konsep Stres
2.3.1 Definisi stres
Stres adalah reaksi dari tubuh (respons) terhadap lingkungan yang dapat
memproteksi diri kita yang juga merupakan bagian dari sistem pertahanan yang
membuat kita tetap hidup (Nasir & Muhith, 2010). Menurut WHO (2015) stres
adalah suatu reaksi atau respon tubuh terhadap stresor psikososial tekanan mental
atau beban kehidupan (Priyoto, 2014).
Stres adalah kondisi yang tidak menyenangkan dimana manusia melihat
adanya tuntutan dalam situasi sebagai beban atau diluar batasan kemampuan
mereka untuk memenuhi tuntutan tersebut (Nazir, 2011). Stres adalah stimulus
atau situasi yang dapat menyebabkan distres, dan menciptakan tuntutan fisik dan
psikis pada seseorang (Ramadhani, 2014). Stres adalah suatu reaksi fisik dan
psikis terhadap setiap tuntutan yang menyebabkan ketegangan dan mengganggu
stabilitas kehidupan sehari-hari (Priyoto, 2014)
Stres adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan
menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stres membutuhkan koping
dan adaptasi (Isaacs, 2005).
Menurut Sukadiyanto (2010) stres dapat muncul pada seseorang jika terjadi
ketidakseimbangan atau kegagalan untuk memenuhi kebutuhan secara jasmani dan
rohaninya. Stres membutuhkan koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi umum atau
teori Selye dalam buku Kovacs (2007) menggambarkan stres sebagai kerusakan
yang terjadi pada tubuh, tanpa mempedulikan apakah dampak stres tersebut positif
atau negatif. Respon tubuh dapat diperkirakan tanpa memerhatikan stresor atau
15
2.3.2 Penyebab stres
Nasir dan Muhith (2011), beberapa faktor yang dianggap sebagai pemicu
timbulnya stres disebut dengan faktor presipitasi, antara lain sebagai berikut :
1. Faktor fisik dan biologis
a. Riwayat penyakit masa lalu
Beberapa penyakit dimasa lalu mempunyai efek psikologis dimasa depan
dapat berupa penyakit di masa kecil seperti demam tinggi yang
mempengaruhi gendang telinga.
b. Tidur
Kebutuhan tidur sangat berpengaruh pada konsentrasi dan semangat kerja
atau aktifitas yang sedang dikerjakan.
c. Diet
Diet yang dilakukan secara berlebihan akan mengakibatkan stres berat.
Pelaku diet adalah penderita obesitas yang melakukan diet ketat yang
beresiko kematian yang tinggi.
d. Penyakit
Ada beberapa penyakit yang menjadi stresor bagi individu yaitu :
tuberkolusis, kanker, impotensi yang disebabkan penyakit diabetes melitus
dan penyakit lainnya.
2. Faktor psikologis
a. Persepsi
Tingkat stres bergantung dari bagaimana reaksi tiap individu dan bagaimana
16
b. Emosi
Harus mampu mengenal dan mebedakan setiap perasaan emosi, karena
sangat berpengaruh terhadap stres yang dialami.
c. Situasi psikologis
Situasi berupa konflik, frustasi berpengaruh pada konsep berpikir dan
menilai situasi yang mengancam diri.
d. Pengalaman hidup
Pengalaman hidup merupakan keseluruhan kejadian yang memberikan
pengaruh psikologis dan menimbulkan dampak psikologis dan timbulnya
stres.
3. Faktor lingkungan
a. Lingkungan fisik
Keadaan sekeliling dapat memicu terjadinya stres. Hal tersebut dapat berupa
bencana alam, kondisi cuaca, dan lingkungan yang padat.
b. Lingkungan biotik
Gangguan berupa makhluk mikroskopik berupa virus atau bakteri.
c. Lingkungan sosial
Hubungan dengan keluarga maupun orang lain jika tidak berjalan dengan
baik akan menjadi stresor bagi individu jika tidak dapat mengatasinya.
2.3.3 Gejala stres
1. Gejala stres secara fisik pada individu antara lain:
a. Gangguan jantung, dimana detak jantung akan berdebar-debar
17
b. Tekanan darah tinggi (hipertensi), disebabkan reaksi impuls stres
sehingga tekanan darah meningkat.
c.Ketegangan pada otot
d. Sakit kepala
e.Telapak tangan dan kaki berkeringat, terjadi karena suplai darah ke sel-sel
tingkai dan lengan berkurang.
f.Pernapasan tersengal-sengal
g. Kepala terasa pusing dan perut terasa mual-mual
h. Susah tidur
i.Gangguan menstruasi
2. Gejala secara psikologis pada individu yang mengalami stres, antara lain:
a.Perasaan gugup dan cemas
b.Peka dan mudah tersinggung
c.Penampilan tampak kelelahan
d.Gelisah
e.Perasaan takut
f. Malas melakukan kegiatan
g.Pemusatan diri yang berlebihan
h.Hilangnya spontanitas
i. Mengasingkan diri dari kelompok
j. Phobia
2.3.4 Jenis stres
Menurut Nasir & Muhith (2010), jenis stres ada dua, yaitu stres baik dan
18
1. Stres yang baik (eustres) adalah sesustu yang positif. Stres dikatakan
berdampak baik apabila seseorang mencoba untuk memenuhi tuntutan
untuk menjadikan orang lain maupun dirinya sendiri mendapatkan sesuatu
yang baik dan berharga.
2. Stres yang buruk (distres) adalah stres yang bersifat negatif. Distres
dihasilkan dari sebuah proses yang memaknai sesuatu yang buruk, dimana
respons yang digunakan selalu negatif dan ada indikasi mengganggu
integritas diri sehingga bisa diartikan sebagai sebuah ancaman.
2.3.5 Tingkatan stres
Menurut Priyoto (2014), stres dibagi menjadi 3 (tiga) tingkat:
1. Stres ringan
Stres ringan adalah stresor yang dihadapi setiap orang dewasa secara
teratur, seperti terlalu banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari
atasan. Situasi seperti ini biasanya berlangsung beberapa menit atau jam.
Stresor ringan biasanya tidak disertai timbulnya gejala.
Ciri-cirinya semangat meningkat, penglihatan tajam, energy
meningkat namun cadangan energinya menurun, kekampuan menyelesaikan
pelajaran meningkat, sering merasa letih tanpa sebab, kadang-kadang
terdapat gangguan sistem seperti pencernaan, otot, perasaan tidak santai.
Stres yang ringan berguna karena dapat memacu seseorang untuk berpikiran
berusaha lebih tangguh menghadapi tantangan hidup.
2. Stres sedang
Berlangsung lebih lama sampai beberapa hari. Situasi perselisihan
19
yang lama dari anggota keluarga merupakan penyebab stres. Sedang
cirri-cirinya yaitu sakit perut, mules, otot-otot terasa tegang, perasaan tegang,
gangguan tidur, badan terasa dingin.
3. Stres berat
Adalah situasi yang lama dirasakan oleh seseorang yang dapat
berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan, seperti perselisihan
perkawinan secara terus-menerus, kesulitan financial yang berlangsung lama
karena tidak ada perbaikan, berpisah dengan keluarga, berpindah tempat
tinggal, mempunyai penyakit kronis dan termasuk perubahan fisik,
psikologis, social pada usia lanjut. Makin sering dan makin lama stres,
makin tinggi resiko kesehatan yang ditimbulkan. Stres yang berkepanjangan
dapat mempengaruhi kemampuan untuk menyelesaikan tugas
perkembangan. Ciri-cirinya yaitu sulit beraktifitas, gangguan hubungan
sosial, sulit tidur, penurunan konsentrasi, takut tidak jelas, keletihan
meningkat, tidak mampu melakukan pekerjaan sederhana, perasaan takut
meningkat.
2.3.6 Tahapan stres
Menurut Dadang (2011), tahapan stres dibagi dalam enam tahap, antara lain:
1. Tahap I
Tahap ini adalah tingkat yang paling ringan yang biasanya ditandai dengan
adanya semangat yang lebih, penglihatan lebih tajam dari biasanya, merasa
bisa menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya namun tanpa sadar energi
20
pekerjaannya itu dan semakin bertambah semangat, namun tanpa disadari
cadagan energi semakin menipis.
2. Tahap II
Pada tahap ini, dampak stres yang semula menyenangkan mulai menghilang
disertai dengan muncul keluhan-keluhan karena cadangan energi habis.
Keluhan-keluhan yang dirasakan seperti letih sewaktu bangun pagi, merasa
tidak bisa santai, tengkuk dan punggung terasa tegang, mudah lelah
menjelang sore hari, adanya gangguan pada pencernaan dan jantung
berdebar-debar.
3. Tahap III
Apabila pada tingkat stres sebelumnya tidak segera ditangani dengan
memadai, maka akan mengalami keluhan yang semakin nyata, seperti terjadi
gangguan pada usus dan lambung (mual-mual, diare), otot-otot semakin
tegang, perasaan tidak tenang dan was-was, perasaan tidak berenergi pada
tubuh, dan munculnya gangguan tidur (sulit tidur, mudah bangun waktu
malam, serta bangun terlalu dini dan tidak bisa tidur lagi).
4. Tahap IV
Pada tahap ini individu akan mengalami tanda-tanda berikut: penurunan
konsentrasi yang berlebihan, timbulnya perasaan negatif, pola tidur semakin
tidak teratur, perasaan takut dan khawatir yang tidak jelas penyebabnya, dan
tidak ada minat untuk melakukan aktivitas.
5. Tahap V
Pada tahapan ini gejala yang ditimbulkan lebih serius yaitu:
21
cemas dan takut semakin meningkat, dan terjadi gangguan pencernaan
yang tambah parah.
6. Tahap VI
Tahap ini merupakan tahap akhir, yang ditandai dengan kesulitan bernapas,
badan gemetar dan keringat keluar berlebihan, detak jantung semakin cepat,
merasa mudah lelah meski melakukan aktivitas ringan, dan kemungkinan
dapat pingsan dan kolaps. Hidayah dalam Atsih,( 2015).
2.3.7 Dampak stres
Menutut Priyoto (2014), dampak stres dibedakan dalam 3 (tiga) kategori,
yaitu:
1. Dampak fisiologik
Secara umum orang yang mengalami stres mengalami sejumlah
gangguan fisik, seperti : mudah masuk angin, mudah pening-pening, kejang
otot (kram), mengalami kegemukan atau menjadi kurus, bisa menderita
penyakit yang serius seperti hypertensi dan lain-lain. Secara rinci
diklasifikasi sebagai berikut :
a. Gangguan pada organ tubuh hiperaktif dalam salah satu sistem tertentu
1) Muscle myopathy : otot tertentu mengencang atau melemah
2) Tekanan darah naik : kerusakan jantung dan arteri
3) Sistem pencernaan : maag, diare
b. Gangguan pada sistem reproduksi
1) Amenorhea : tertahannya menstruasi
2) Kegagalan ovulasi pada wanita, impoten pada pria
22
c. Gangguan lain, seperti pening, tegang otot, rasa bosan, dst.
2. Dampak psikologik
a. Keletihan emosi, jenuh
b. Kuwalahan/keletihan emosi
c. Pencapaian yang menurun
3. Dampak perilaku
a. Stres menjadi distres, prestasi belajar menurun
b. Level stres yang meningkat berdampak pada pengambilan keputusan
dan langkah ke depan
c. Stres karena sering membolos dan tidak aktif disekolah.
2.3.8 Cara mengelola stres
Kemampuan mengatur stres atau mengelola diri sendiri adalah suatu proses
kesinambungan yang memerlukan adanya kemauan dan kemampuan untuk
mengubah, baik perilaku atau kebiasaan, sehingga pada akhirnya kita mampu
menjadi orang yang efektif. Berikut cara mengelola stres :
1. Identifikasi penyebab
Penyebab stres bisa situasi, aktifitas atau orang yang menyebaban
stres. Memahami penyebab sangatlah penting, karena kita mampu mengatur
stres dengan cara memahami penyebab stres.
2. Manajemen waktu yang baik
Agar dapat meraih banyak tujuan dalam hidup, kita harus mampu
mengatur skala prioritas. Sehingga waktu akan lebih banyak untuk hidup
bersosialisasi dalam keluarga bahkan melakukan hobi dapat lebih
23
3. Membuat perubahan dalam lingkungan
Sebagai contoh, jika kuwalahan dengan banyak tugas, coba cari
tempat yang sepi untuk menyeleseikan tugas atau mendengarkan musik
yang lembut sejenak. Perubahan ini dapat mengurangi stres.
4. Berbagi dan mengungkapkan
Mecoba terbuka dengan diri sendiri dan orang lain untuk dapat
mengurangi stres.
5. Berbicara dengan orang yang dipercaya
Kita dapat menggunakan bantuan orang lain, bukan berarti kita
bekerja tidak efektif. Carilah cara untuk mengembangkan manajemen stres
dan tanggaplah ketika orang lain membutuhkan bantun.
6. Visualisasi dan perbandingan mental
Dengan mengkhaal diri dalam sebuah situasi, kita dapat memandang
bagaiman perilaku dan tampilan secara ideal, membentuk gambaran mental
diri sendiri dan perasaan ketika mendapatkan hasil yang telah dicapai.
7. Relaksasi
Relaksasi adalah salah satu cara yang untuk menghilangkan stres.
Contoh relaksasi menghirup napas dalam-dalam, selain itu dapat juga
relaksasi otot progresif.
8. Memakan makanan sehat dan olaraga
Hindari alkohol dan kafein, makan secukupna dengan porsi seimbang
24
9. Mengatasi rasa takut dan kegagalan
Ketakutan adalah suatu bentuk emosi yang disebabkan oleh salah satu
dari dua hal, yaitu rangsangan dari luar atau hasil proses internal yang
menjadikan ingatan atau mawa diri.
2.3.9 Pengukuran stres
Menurut Swarth (2002), tingkat stres adalah tingkatan yang memaksa
individu untuk berjuang, tumbuh, berubah, beradaptasi supaya mampu untuk
melewati masalah yang sedang dihadapinya. Lovibond (1995) mengemukakan
bahwa, alat ukur yang biasa digunakan untuk mengukur tingkat stres salah satunya
yaitu DASS 4.2 (Depression Anxiety and Stres Scale). Alat ukur DASS
merupakan laporan yang harus diisi oleh orang yang bersangkutan yang di desain
untuk mengukur tingkat emosi negatif dari depresi, ansietas, dan stres.
Pertanyaaan tingkat stres terdiri dari 14 item pertanyaan, dengan 4 poin pilihan
jawaban. Pengkategorian dari hasil pengisian kuesioner dibagi menjadi lima
jenjang untuk menghindari kesalahan dalam interpretasi yaitu normal, ringan,
sedang, berat dan sangat berat (Psychology Foundation of Australia, 2013).
Alat ukur ini terdiri atas 14 item pertanyaan yang masing-masing dinilai
berdasarkan dengan intensitas kejadian. Tingkatan stres pada instrumen ini berupa
normal, ringan, sedang, berat, sangat berat. Dikatakan normal (nilainya 0-14),
ringan (nilainya 15-18), sedang (nilainya 19-25), berat (nilainya 26-30), dan
sangat berat (nilainya > 33). Pertanyaan tersebut terdiri atas beberapa aspek yakni
jengkel pada hal kecil, reaksi berlebihan, sulit untuk rileks, energi terbuang sia-sia,
sikap tidak sabar, mudah marah, susah mentolerir gangguan, tegang, dan gelisah
25
2.4 Konsep Asma
2.4.1. Definisi
Penyakit asma merupakan penyakit saluran napas yang ditandai oleh
peningkatan daya responsif percabangan trakeobronkial terhadap berbagai jenis
stimulus. Penyakit asma mempunyai manifestasi fisiologis berbentuk
penyempitan yang meluas pada saluran udara pernapasan yang dapat sembuh
spontan atau sembuh dengan terapi dan secara klinis ditandai oleh serangan
mendadak dispnea, batuk. Serta mengidap penyakit ini bersifat episodik dengan
eksaserbasi akut yang diselingi oleh periode tanpa gejala. Secara khas, sebagian
besar serangan berlangsung singkat selama beberapa menit hingga beberapa jam
sesudah itu, pasien tampaknya mengalami kesembuhan klinis yang total. Namun
demikian, ada suatu fase ketika pasien mengalami obstruksi jalan napas dengan
derajat tertentu setiap harinya. Fase ini dapat ringan dengan atau tanpa disertai
episode yang berat, atau yang lebih serius lagi, dengan obstruksi hebat yang
berlangsung selama berhari-hari atau berminggu-minggu, keadaan semacam ini
dikenal sebagai status asmatikus. Pada beberapa keadaan yang jarang terdapat,
serangan asma yang akut dapat berakhir dengan kematian (Harrison, 2000).
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada
percabangan trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti
oleh faktor biokemial, endokrin, infeksi, otonomik dan psikologi (Somantri,
26
2.4.2. Etiologi dan Prevalensi
Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan
diperkirakan 4 hingga 5 persen populasi di Amerika Serikat terjangkit oleh
penyakit ini. Angka yang serupa juga dilaporkan dari Negara lain. Asma bronkial
terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia dini. Sekitar separuh
kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum
usia 40 tahun. Pada usia kanak-kanak terdapat predisposisi laki-laki : perempuan 2
: 1, yang kemudian menjadi sama pada usia 30 tahun.
Dari sudut etiologi, asma merupakan penyakit heterogenosa. Oleh sebab itu
bagi kepentingan epidemiologi dan klinis penting untuk membuat klasifikasi asma
berdasarkan rangsangan utama yang membangkitkan atau rangsangan yang
berkaitan dengan episode akut. Akan tetapi, penting untuk ditekankan bahwa
perbedaan ini sering hanya merupakan perkiraan saja dan jawaban terhadap
subklasifikasi yang diberikan biasanya dapat dibangkitkan oleh lebih dari satu
jenis rangsangan. Dengan mengingat hal ini, kita dapat memperoleh dua kelompok
besar : alergi dan idiosinkrosi.
Asma alergik acapkali disertai dengan riwayat pribadi dan/atau keluarga
mengenai penyakit alergi seperti rhinitis, urtikaria, dan eksema; reaksi kulit wheal
and flare yang positif terhadap penyuntikan intradermal ekstrak antigen yang
terbawa udara; peningkatan kadar IgE dalam serum; dan/atau respons yang positif
terhadap tes provokasi yang meliputi inhalasi antigen spesifik.
Satu bagian populasi pasien asma akan memperlihatkan riwayat alergi
pribadi maupun keluarga yang negatif, uji kulit yang negatif dan kadar serum IgE
27
mekanisme imunologik yang sudah jelas. Keadaan ini kita sebut sebagai
idiosinkrasi. Banyak pasien kelompok ini akan menderita kompleks gejala yang
khusus berdasarkan gangguan saluran napas atas. Gejala awal mungkin hanya
berupa flu biasa, tetapi setelah beberapa hari pasien mulai mengalami mengi
paroksimal dan dispnea yang dapat berlangsung selama berhari-hari sampai
berbulan-bulan. Pasien ini jangan disamakan dengan pasien dengan gejala
bronkospasme yang superimposisi dengan bronkitis kronik dan bronkiektasis.
Sayangnya, banyak pasien tidak dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam
kelompok terdahulu tetapi dimasukkan ke dalam kelompok campuran dengan
gambaran dari tiap-tiap kelompok. Pada umumnya, pasien dengan awitan penyakit
pada usia muda akan cenderung memiliki komponen alergi yang kuat dalam
penyakitnya, sementara pasien yang menderita asma pada usia tua cenderung non
alergi atau memiliki etiologi campuran.
2.4.3. Tipe Asma
Tipe asma berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi alergi, idiopatik, dan
nonalergik atau campuran (mixed).
1. Asma Alergik/Ekstrinsik, merupakan suatu bentuk asma dengan alergen
seperti bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan, dan lain-lain.
Alergen terbanyak adalah airborne dan musiman (seasonal). Klien dengan
asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga
dan riwayat pengobatan eksim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi
akan mencetuskan serangan asma. Bentuk asma ini biasanya dimulai sejak
28
2. Idiopatik atau nonalergik asma/intrinsik, tidak berhubungan secara langsung
dengan alergen spesifik. Faktor-faktor seperti common cold, infeksi saluran
napas atas, aktivitas, emosi/stres, dan polusi lingkungan akan mencetuskan
serangan. Beberapa agen farmakologi, seperti antagonis β-adrenergik dan
bahan sulfat (penyedap masakan) juga dapat menjadi faktor penyebab.
Serangan dari asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering
kali dengan barjalannya waktu dapat berkembang menjadi bronkitis dan
emfisema. Pada beberapa kasus dapat berkembang menjadi asma campuran.
Bentuk asma ini biasanya dimulai ketika dewasa (>35 tahun).
3. Asma campuran (mixed asma), merupakan bentuk asma yang paling sering.
Dikarakteristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik atau
nonalergi.
2.4.4. Patogenesis Asma
Denominator umum yang mendasari diathesis asma adalah hiper-iritabilitas
nonspesifik saluran trakeobronkial. Pada pasien asma, pathogenesis penyakit yang
sangat berkaitan dengan gambaran klinis penyakit. Bila reaktivitas jalan napas
sangat tinggi, fungsi paru menjadi tidak stabil, gejala menjadi lebih berat serta
menetap, respon akut terhadap bronkodilator menjadi lebih luas dan jumlah terapi
yang dibutuhkan untuk mengatasi keluhan pasien semakin meningkat. Lagi pula,
besarnya fluktuasi diurnal fungsi paru menjadi lebih besar dan pasien cenderung
terbangun di malam hari atau subuh kehabisan napas.
Baik pada individu normal maupun pasien asma, reaktivitas jalan napas
meningkat setelah infeksi virus pada saluran napas dan pajanan terhadap polutan
29
memperlihatkan gejala yang lebih nyata dan sepertinya mengikuti pola infeksi
jalan napas bagian atas yang biasa, sehingga respons jalan napas mungkin tetap
tinggi selama berminggu-minggu. Sebaliknya, akibat pajanan terhadap ozon,
reaktivitas saluran napas tetap tinggi selama beberapa hari saja. Alergen dapat
menyebabkan respons jalan napas meningkat dalam beberapa menit dan tetap
tinggi selama berminggu-minggu. Bila jumlah antigen cukup banyak, episode akut
obstruksi dapat terjadi setiap hari untuk waktu yang lebih lama setelah pajanan
tunggal.
Sejumlah penyebab mengenai peningkatan reaktivitas jalan napas terhadap
asma telah disusun; akan tetapi, mekanisme dasar tetap belum diketahui. Hipotesis
yang paling terkenal saat ini adalah peradangan jalan napas. Setelah pajanan
terhadap rangsangan awal, mediator yang mengandung sel seperti sel mast,
basofil, dan makrofag dapat diaktifkan untuk melepaskan beragam senyawa
peradangan yang menghasilkan efek langsung terhadap otot polos jalan napas dan
permeabilitaskapiler, sehingga membangkitkan reaksi setempat yang kuat yang
kemudian dapat diikuti oleh reaksi yang lebih kronik. Reaksi yang terakhir dapat
disebabkan akibat pelepasan faktor kemotaktik yang membutuhkan elemen seluler
pada tempat terjadinya luka. Lagi pula, diperkirakan bahwa efek akut dan kronik
akibat pelepasan mediator dan infiltrasi sel mungkin menimbulkan kerusakan
epitel dan gangguan bagian akhir saraf di dalam jalan napas dan pengaktifan reflek
akson. Pada model ini, fenomena lokal yang penting dapat menjelaskan efek
penyebaran di seluruh saluran trakeobronkial.
Rangsangan yang berinteraksi dengan respons jalan napas dan
30
alergik, farmakologik, lingkungan, pekerjaan, infeksi, yang berkaitan dengan
exercise dan emosi.
1. Alergen
Asma akibat alergi bergantung pada respons IgE yang dikendalikan
oleh limfosit T dan B dan diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan
molekul IgE yang berikatan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang
mencetuskan asma bersifat airborne dan supaya dapat menginduksi keadaan
sensitivitas, alergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak untuk
periode waktu tertentu. Akan tetapi, sekali sensitisasi telah terjadi pasien
akan memperlihatkan respons yang sangat baik sehingga sejumlah kecil
alergen yang mengganggu sudah dapat menghasilkan eksaserbasi penyakit
yang jelas. Mekanisme imunologik kelihatannya berhubungan sebab akibat
dengan perkembangan asma pada 25 sampai 35 persen dari semua kasus dan
mungkin berperan pada sepertiga kasus yang lain. Prevalensi yang lebih
tinggi telah dinyatakan, tetapi sulit diketahui bagaimana
menginterpretasikan data karena faktor yang bercampur baur. Asma alergi
biasanya bersifat musiman dan biasanya lebih sering ditemukan pada anak
dan orang dewasa muda. Bentuk tidak musiman mungkin disebabkan alergi
tehadap bulu, kotoran hewan, tungau debu, jamur dan antigen lain yang
ditemukan secara terus menerus di lingkungan. Pajanan terhadap antigen
secara khusus akan menimbulkan respons cepat dengan obstruksi jalan
napas terjadi dalam beberapa menit dan kemudian hilang. Pada 30 sampai
50 persen pasien, serangan bronkokonstriksi kedua, yang disebut sebagai
31
minoritas, hanya reaksi terlambat yang terjadi. Dahulu diperkirakan bahwa
reaksi terlambat penting bagi perkembangan peningkatan reaktivitas jalan
napas yang terjadi setelah pajanan terhadap antigen. Data terakhir
menunjukkan bahwa pemikiran tersebut tidak benar.
2. Rangsangan farmakologik
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut
asma adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis
beta-adrenergic dan bahan sulfat. Sindroma pernapasan sensitif- aspirin khusus
terutama mengenai orang dewasa, walaupun keadaan ini juga dapat dilihat
pada masa anak-anak. Masalah ini biasanya berawal dengan rhinitis
vasomotor perennial yang diikuti dengan rinosinusitis hiperplastik dengan
polip nasal. Baru kemudian muncul asma progesif. Pada pajanan terhadap
jumlah aspirin yang sangat kecil sekalipun, pasien secara khusus akan
mengalami kongesti mata dan hidung disertai episode obstruksi jalan napas
akut, bahkan sering berat. Prevalensi sensitivitas aspirin pada pasien asma
bervariasi dari penelitian ke penelitian, tetapi banyak peneliti menduga
bahwa 10 persen merupakan gambaran yang masuk akal. Ditemukan
reaktivasi silang yang besar antara aspirin dan senyawa anti- inflamasi
non-steroid lain. Indometasin, fenoprofen, naproksen, natrium zomepirak,
ibuprofen, asam mefenamat dan fenilbutazon secara khusus penting dalam
hal ini. Sebaliknya, asetaminofen, natrium salisilat, kolin salisilat,
salisilamid dan propoksilen dapat ditoleransi dengan baik. Frekuensi reaksi
silang yang sebenarnya terhadap tartazin dan bahan pewarna lain pada
32
persen merupakan gambaran yang masuk akal. Komplikasi khusus asma
sensitif- aspirin bersifat tersembunyi, akan tetapi pada tartazin dan bahan
pewarna lain yang cenderung menimbulkan masalah dapat ditemukan secara
luas di lingkungan dan mungkin tanpa diketahui ditelan oleh pasien yang
sensitif.
Pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan
pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi
silang juga akan terbentuk terhadap agen anti- inflamasi non- steroid lain.
Mekanisme dengan aspirin dan obat lain dapat menyebabkan bronkospasme
tidak diketahui tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan leukotrien
yang diinduksi secara khusus oleh aspirin. Hipersensitivitas cepat
kelihatannya tidak terbentuk.
Antagonis beta- adrenergic biasanya menyebabkan obstruksi jalan
napas pada pasien asma demikian juga dengan pasien lain dengan
peningkatan reaktivitas jalan napas dan harus dihindarkan pada pasien ini.
Bahkan agen beta, selektif memiliki efek ini. Khususnya pada dosis yang
lebih tinggi. Sesungguhnya, bahkan penggunaan setempat penghambat beta,
di mata pada terapi glaukoma berhubungan dengan asma yang semakin
memburuk.
Obat sulfat, seperti kalium metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit,
natrium sulfit dan sulfat dioksida, yang secara luas digunakan dalam industri
makanan dan farmasi sebagai agen sanitasi dan pengawet, juga dapat
menimbulkan obstruksi jalan napas akut pada pasien yang sensitif. Pajanan
33
senyawa ini, misalnya salad, buah segar, kentang, kerang dan anggur.
Eksaserbasi asma pernah dilaporkan setelah penggunaan larutan mata
topikal yang mengandung sulfit, glukokortikoid intravena dan beberapa
larutan bronkodilator inhalan. Insidensi dan mekanisme kerja fenomena ini
masih belum diketahui. Bila timbul kecurigaan, diagnosis dapat dipastikan
dengan provokasi oral maupun inhalasi.
3. Lingkungan dan polusi udara
Lingkungan penyebab asma biasanya berhubungan dengan keadaan
iklim yang menyebabkan konsentrasi polutan atmosfer dan antigen.
Keadaan ini cenderung ditemukan pada daerah yang padat industri ataupun
daerah kumuh yang padat penduduknya dan sering berhubungan dengan
perubahan suhu atau situasi yang berhubungan dengan massa udara yang
terhambat. Pada keadaan seperti ini, walaupun penduduk dapat mengalami
gangguan pernapasan, pasien dengan asma dan penyakit pernapasan lain
cenderung menderita lebih berat. Polutan udara yang diketahui memiliki
efek seperti ini adalah ozon, nitrogen, dioksida dan sulfur oksida. Yang
dibutuhkan kemudian adalah konsentrasi tinggi dan dapat menimbulkan
efek yang paling berat selama periode ventilasi yang banyak.
4. Faktor pekerjaan
Asma yang berkaitan dengan kerja merupakan masalah kesehatan
yang bermakna dan obstruksi jalan napas akut dan kronik dilaporkan terjadi
setelah pajanan terhadap sejumlah besar senyawa yang dapat dihasilkan dari
pekerjaan, atau pajanan terhadap, garam logam (misalnya platinum, krom
34
barat (western red cedar), padi-padian, tepung, kacang kastor, biji kopi
hijau, mako, gum akasia, gum karay dan tragacanth), bahan farmasi
(misalnya antibiotika, piperazin, dan simetidin), bahan kimia industri dan
plastik (misalnya toluene diisosianat, asam fitalat anhidrat, asam trimelitat
anhidrat, persulfat, etilendiamin, parafenilendiamin dan berbagai bahan
pewarna), enzim biologi (misalnya detergen pencuci baju dan enzim
pankreas) dan kotoran hewan dan serangga, serum dan secret. Penting untuk
mengetahui bahwa pajanan terhadap bahan kimia yang merangsang,
khususnya bahan kimia yang digunakan pada cat, pelarut dan plastik, juga
dapat terjadi selama istirahat atau aktivitas yang tidak berhubungan dengan
kerja.
Mekanisme yang mendasari obstruksi jalan napas ini terbagi atas tiga
kelompok: (1) pada beberapa kasus, agen pengganggu menyebabkan
pembentukan IgE spesifik dan penyebabnya cenderung bersifat imunologik
(reaksi imunologik dapat bersifat cepat, lambat, atau rangkap); (2) pada
kasus yang lain, materi dipergunakan dapat menyebabkan pembebasan
langsung unsur- unsur bronkokonstriktor; dan (3) pada kasus yang lain lagi,
unsur iritan yang berkaitan dengan kerja, secara langsung maupun reflek
akan merangsang jalan napas baik pada pasien yang terpajan oleh alergen
lain yang menghasilkan reaksi imunologik yang cepat dan rangkap, pasien
yang terpajan oleh alergen yang berhubungan dengan kerja akan
memperlihatkan riwayat siklik yang khas. Pasien tersebut sehat saat tiba di
tempat kerja dan gejala akan timbul menjelang akhir pergantian tugas,