• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEKAMBUHAN PENYAKIT ASMA PADA LANSIA (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang) - STIKES Insan Cendekia Medika Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEKAMBUHAN PENYAKIT ASMA PADA LANSIA (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang) - STIKES Insan Cendekia Medika Repository"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEKAMBUHAN PENYAKIT ASMA PADA LANSIA

(Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang)

ANIS SA’ADAH 13.321.0219

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG

(2)

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEKAMBUHAN PENYAKIT ASMA PADA LANSIA

(Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikam pendidikan pada Program Studi S1 Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang

ANIS SA’ADAH 13.321.0219

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

INSAN CENDEKIA MEDIKA JOMBANG

2017

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

“MOTTO”

Saat Allah Takdirkan Bahagia Untukmu

Tiada Siapapun Yang Dapat Menariknya Darimu

Saat Harimu Terluka

Tiada Siapapun Yang Mampu Menyembuhkannya Melainkan Allah

Aku Berjuang Hanya Untuk Dua Hal

Orag Tua Yang Harus Bahagia Di Masa Tua

Dan Cinta Yang Akan Mendampingiku Selamanya

.

By Ratu Anissa

(8)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, ku persembahkan karya kecilku ini untuk orang-orang yang kusayangi :

1. Bapak dan Ibu tercinta, motivator terbesar dalam hidupku yang tak pernah

jenuh mendo'akan dan menyayangiku, atas semua pengorbanan dan kesabaran mengantarku sampai kini. Tak pernah cukup ku membalas cinta Bapak dan Ibu padaku.

2. Untuk Mbakku tersayang Fifin Rohmawati yang senantiasa memberikan

dukungan dan semangat dalam mengerjakan skripsi

3. Untuk pembimbing Skripsi Ibu Hindyah Ike S, S,Kep.Ns.,M.Kep dan Ibu

Dwi Prasetyaningati S.Kep.Ns.,M.Kep terima kasih atas bimbingan yang diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

4. Saudara kos CANDY terimakasih untuk segala semangat dan motivasi.

kalian memang para pengawal ratu yang keren.

5. Sahabat-sahabatku seperjuangan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan

Cendekia Medika Jombang dan semua teman-temanku yang tak mungkin penulis sebutkan satu persatu.

6. Dan orang spesial yang mengisi hidupku, terimakasih atas semangat

dukungan dan bantuanya semoga kelak ada kebaikan diantara kita.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan tepat pada waktu, dengan judul “Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kekambuhan Penyakit Asma Pada Lansia

Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang 2017”.

Tidak lupa penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada, H.Bambang Tutuko,S.H.,S.Kep,Ns.,MH selaku ketua STIKES ICME

Jombang, Inayatur Rosidah S.Kep,Ns.,M.Kep selaku ketua prodi S1 Ilmu

Keperawatan, Muarrofah,S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku penguji utama, Hindyah

Ike,S.Kep,Ns.,M.Kep dan Dwi Prasetyaningati, S.Kep.,Ns., M.Kep selaku dosen

pembimbing yang telah memberikan saran dan masukannya sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan, kepada kedua orang tua yang selalu mendukung secara materi, dukungan moral, dan kebesaran do’anya sehingga penulis mampu menyelesaikan

skripsi ini dengan baik, serta teman-teman seperjuangan dan semua pihak yang

namanya tidak bisa saya sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tentu belum sempurna, oleh sebab itu

kritik dan saran yang dapat mengembangkan skripsi ini sangat penulis harapkan

guna menambah pengetahuan dan manfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan

dan semoga skripsi ini bermanfaat.

Jombang, Juni 2017

Peneliti

(10)

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEKAMBUHAN PENYAKIT ASMA PADA LANSIA (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang)

Oleh Anis Sa’adah 13.321.0219

Asma merupakan penyakit yang tidak bisa dihilangkan atau di sembuhkan, serangan asma umumnya timbul karena adanya paparan terhadap faktor pencetus, gagalnya upaya pencegahan, atau gagalnya tatalaksana asma jangka panjang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan penyakit asma pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang.

Desain dalam penelitian ini menggunakan analitik cross sectional. Populasi

sebanyak 203 lansia dan sampel sebanyak 102 lansia menggunakan teknik simple

random sampling. Variabel Independen yaitu lingkungan, excercise, dan stres dan

variabel dependen yaitu kekambuhan asma. Analisa data menggunakan Regresi

Logistik Ganda dengan nilai Alpha (0,05).

Hasil penelitian didapatkan sebagian besar dari responden lingkungan cukup berpengaruh sebanyak 71 responden (69.6%), hampir seluruhnya responden

melakukan excersice 98 responden (96.1%), sebagian besar dari responden

mengalami stres sedang 73 responden (71.6%) dan sebagian besar dari responden

mengalami kekambuhan asma 68 responden (66.6%), uji Regresi Logistik Ganda

didapatkan ρ value = 0,018, 0,036 dan 0,020 dimana ρ value < ɑ (0,05), sehingga (p<a) maka H1 diterima dan Ho ditolak.

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa terdapat pengaruh lingkungan

terhadap kekambuhan asma pada lansia. Terdapat pengaruh excercise terhadap

kekambuhan asma. Terdapat pengaruh stres terhadap kekambuhan asma pada

lansia. Faktor lingkungan, excercise dan stres yang mempengaruhi kekambuhan

penyakit asma pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang. Puskesmas dapat memberikan ilmu pengetahuan terhadap masyarakat tentang masalah pada asma seperti faktor penyebab, pencegahan dan pengobatan melalui penyuluhan dan bahan pertimbangan untuk meningkatkan progam kerja puskesmas terutama untuk mengurangi resiko kekambuhan penyakit asma pada lansia dengan menjaga lingkungan tetap bersih agar lansia tidak mudah mengalami kekambuhan asma.

Kata kunci : lingkungan, excercise, stres, kekambuhan asma dan lansia

(11)

ABSTRACT

ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING ASMA DISEASE DIAGNOSES

IN LANSIA

(Study In Work Area Puskesmas Sumobito Jombang District)

By

Anis Sa’adah

13.321.0219

Asthma was a disease that can not be eliminated or cured, asthma attacks generally arise due to exposure to trigger factors, failure of prevention efforts, or failure of long-term asthma management. The purpose of this study was to analyze the factors that affect the recurrence of asthma disease in the elderly in the Work Area Puskesmas Sumobito Jombang.

The design in this study used cross sectional analytics. The population of 203 elderly and the sample of this study amounted to 102 elderly technic simple random sampling. Independent variable was Environmental factors, excercise, and stress and dependent variable risk of recurrence of asthma disease. Data analysis used Spearman Rank test with Alpha value (0,05).

The result of this research showed that most of the respondents were 71 respondents (69.6%), almost all respondents had excersice 98 respondents (96.1%), most of them had moderate stress (73.6%) and most respondents Asthma 68 respondents (66.6%), Multiple Logistic Regression test obtained ρ value = 0,018, 0,036 and 0,020 where ρ value <ɑ (0,05).

The conclusion from this research that There was environmental influence to recurrence of asthma in elderly. There was an influence of excercise on the recurrence of asthma. stress influenced on the recurrence of asthma. Environmental factors, excercise, and stress that affect the recurrence of asthma disease in the elderly in the Work Area Puskesmas Sumobito Jombang District. Puskesmas was expected to be conside to reduce the risk of recurrence of asthma disease in elderly caused by environmental factors, excercise and stress experienced by health counseling periodically.

Keywords: environment, excercise, stress, asthma relapse and elderly

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

DAFTAR LAMBANG ... xix 2.1 KonsepLingkungan (Environment) ... 7

2.1.1. Pengukuran Lingkungan ... 10

2.2 Konsep Exercise-induced Asthma... 10

2.2.1. Pengertian Exercise-induced Asthma ... 10

(13)

2.2.2. Jenis – jenis aktivitas fisik ...11

2.2.3. Faktor – faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik ...12

2.2.4. Pengukuran Exercise-induced Asthma ... 13

2.3 Konsep Stres... 14

2.3.1. Definisi stress ... 14

2.3.2. Penyebab stres ... 15

2.3.3. Gejala stress ... 16

2.3.4. Jenis stres ... 17

2.3.5. Tingkatan stres ... 18

2.3.6. Tahapan stres ... 19

2.3.7. Dampak stres ... 21

2.3.8. Cara mengelola stres ... 22

2.3.9. Pengukuran stres ... 24

2.4Konsep Asma ...25

2.4.1. Definisi ... 25

2.4.2. Etiologi dan Prevalensi ... 26

2.4.3. Tipe Asma ... 27

2.4.4. Patogenesis Asma ... 28

2.4.5. Patofisiologi Asma ... 37

2.4.6. Kekambuhan ... 39

2.4.7. Alat ukur (skala) kekambuhan asma ... 39

2.5 Konsep Lansia ... 40

2.5.1. Definisi ... 40

2.5.2. Batasan Lansia ... 40

2.5.3. Permasalahan Pada Lanjut Usia ... 41

2.5.4. Teori Proses Menua ... 42

2.5.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan ... 44

2.5.6. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia ...45

2.6Hasil Penelitian Orang Yang Terkait Stres dan Kekambuhan Asma ... 46

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL 3.1 Kerangka Konseptual ... 49

3.2 Penjelasan Kerangka Konsep ... 50

3.3 Hipotesis ... 50

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Desain penelitian ...51

4.2 Waktu dan tempat penelitian ... 52

4.3 Populasi, sampel dan sampling ... 52

4.4 Kerangka Kerja (Jalannya Penelitian) ...54

4.5 Identifikasi Variabel ... 55

4.6 Definisi Operasional... 55

(14)

4.7 Pengumpulan Data ...58

4.8 Pengolahan dan Analisa Data...62

4.9 Etika Penelitian ...68

4.10 Keterbatasan Penelitian ... 69

BAB 5 PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Penelitian ...71

5.1.1. Gambaran Lokasi Penelitian ...71

5.1.2. Data Umum dan data khusus ...72

5.2.5. Pengaruh lingkungan terhadap kekambuhan asma ...89

5.2.6. Pengaruh Excercise terhadap kekambuhan asma ...90

5.2.7. Pengaruh Stres terhadap kekambuhan asma ...92

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Definisi Operasional Analisis faktoryang mempengaruhi

kekambuhan penyakit asma pada lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang ... 56

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin lansia penderita Asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito

Kabupaten Jombang Tahun 2017 72

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan usialansia

penderita Asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito

Kabupaten Jombang Tahun 2017 72

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan Pendidikan terakhir pada lansia penderita Asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan

Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017 73

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan Pekerjaan pada

lansia penderita Asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan

Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017 73

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi pengaruh lingkungan pada lansia penderita Asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten

Jombang Tahun 2017 73

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi pengaruh Excersice pada lansia penderita Asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten

Jombang Tahun 2017 74

Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi pengaruh stres pada lansia penderita Asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten

Jombang Tahun 2017 74

Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi kekambuhan asma pada lansia penderita Asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten

Jombang Tahun 2017 74

Tabel 5.9 Distribusi pengaruh faktor lingkungan dengan kekambuhan asma

pada lansia penderita asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan

Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017 75

(16)

Tabel 5.10 Distribusi pengaruh excercise dengan kekambuhan asma pada

lansia penderita asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan

Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017 ... 76

Tabel 5.11 Distribusi pengaruh faktor stres dengan kekambuhan asma pada

lansia penderita asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan

Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017 ... 77

Tabel 5.12 Distribusi pengaruh lingkungan, excercise, dan stres dengan

kekambuhan asma pada lansia penderita asma di Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang Tahun 2017... 78

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian faktor-faktor yang

mempengaruhi kekambuhan penyakit asma pada lansia di

wilayah kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang 49

Gambar 4.1 Kerangka Kerja penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi

kekambuhan penyakit asma pada lansia di wilayah kerja

Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang 54

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 : Lembar Permohonan Menjadi Responden

2. Lampiran 2 : Lembar Pernyataan Menjadi Responden

4. Lampiran 4 : Jadwal kegiatan skripsi

5. Lampiran 5 : Lembar Pernyataan Dari Perpustakaan

6. Lampiran 6 : Lembar Surat Survey Data

7. Lampiran 7 : Studi Pendahuluan dari BAK

8. Lampiran 8 : Lembar Surat balasan pengambilan data

9. Lampiran 9 : Lembar Surat ijin Penelitian dari Dinas Kesehatan

10. Lampiran 10 : Lembar Surat balasan Penelitian Puskesmas Sumobito

11.Lampiran 11 : Data Umum

12.Lampiran 12 : Data Khusus

13.Lampiran 13 : Hasil Uji Validitas dan reliabilitas Lingkungan

14.Lampiran 14 : Hasil Uji Validitas dan reliabilitas Excercise

15.Lampiran 15 : Hasil Uji Validitas dan reliabilitas Stres

16.Lampiran 16 : Hasil Uji Validitas dan reliabilitas kekambuhan asma

17.Lampiran 17 : Output SPSS

18.Lampiran 18 : Lembar Konsultasi

19. Lampiran 19 : Lembar Pernyataan Keaslian

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

(20)

DAFTAR LAMBANG

1. H1/Ha : hipotesis alternative

2. n : jumlah sampel

3. N : jumlah populasi

4. % : prosentase

5. ≤ : lebih kecil

6. ≥ : lebih besar

(21)

DAFTAR SINGKATAN

: Depression, Anciety, And Stress, Scale

(22)

DAFTAR ISTILAH

Underdiagnose : kegagalan untuk mengenali atau mendiagnosa

Health Education : pendidikan kesehatan yang mampu meningkatkan

kontrol dan memperbaiki kesehatan individu

Defensive : bertahan atau pembelaan

Self-worth : nilai diri

Self-acceptance : penerimaan diri

Muscle myopathy :otot tertentu mengencang atau melemah

Amenorrhea : tertahannya menstruasi

Idiosinkrasi :suatu reaktivitas abnormal terhadap suatu (obat)

Wheal : pembengkakan kulit dengan karakteristik fana yang

hilang dalam beberapa jam

Flare :terapi obat topical agar perawatan efektif

Airbone :penyakit yang ditularkan langsung melalui udara

Mixed : campuran

Seasonal : musiman

Common cold :suatu infeksi virus pada selaput hidung dari udara

Βeta- adrenergik : penyekat adrenergik

Western red cedar :pohon cedar merah barat

Syncitial : virus sinsitial pernapasan

Exercise : penyebab asma yang sering ditemukan

Hereditas : keturunan

Loos of role : kehilangan peran

(23)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma merupakan penyakit yang tidak bisa dihilangkan atau di sembuhkan,

serangan asma umumnya timbul karena adanya paparan terhadap faktor pencetus,

gagalnya upaya pencegahan, atau gagalnya tatalaksana asma jangka panjang.

Sesuai dengan beberapa teori penyebab asma belum diketahui secara pasti

sehingga asma bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. (Hidayati, 2013)

Pada daerah yang padat penduduknya dapat mengalami gangguan

pernapasan yang lebih berat, selain itu excercise merupakan salah satu penyebab

episode akut asma yang paling sering ditemukan, sehingga kekambuhan masih

menjadi fenomena yang mengkhawatirkan karena suatu kejadian berulang yang

dialami oleh seseorang dalam mengalami suatu penyakit yang biasanya melebihi

kuantitas yang sering dan bersifat tidak menyenangkan (Ismadi,2008). Stres dapat

memicu kekambuhan akut asma, Apabila seseorang mengalami stres, hormon

stres seperti kortisol akan diproduksi secara berlebihan oleh tubuh sehingga dapat

mengakibatkan perubahan imun dan menjadi mudah terkena penyakit (Davison,

2010). Apabila kekebalan tubuh atau imun menurun, berbagai penyakit dan infeksi

akan mudah masuk ke dalam tubuh manusia. Hal ini tampak asma yang tidak

ditangani dengan baik dapat mengganggu kualitas hidup pada lansia, sehingga

terjadinya penyebab lingkungan, excercise dan stres pada penderita asma terhadap

kontrol yang dapat memicu kekambuhan. Seharusnya pada

(24)

2

pasien asma diharapkan dapat hidup dengan normal dan melaksanakan aktifitas

kesehariannya seperti orang lainnya.

Penyakit asma menyerang semua orang disegala umur meski sebagian besar

terjadi pada anak-anak dibandingkan dewasa. Prevalensi asma di seluruh dunia

adalah sebesar 8-10% pada anak dan 3-5% pada dewasa, dalam sepuluh tahun

terakhir meningkat sebesar 50% (Fitri, 2015). Berdasarkan data WHO

memperkirakan pada 2025 di seluruh dunia terdapat 255.000 jiwa meninggal

karena asma. Jumlah ini dapat meningkat lebih besar mengingat asma merupakan

penyakit yang underdiagnose, sedangkan 80% dari jumlah penderita asma

kematian terjadi di negara-negara berkembang. Di Indonesia prevalensi asma

belum diketahui secara pasti namun diperkirakan 2-5% penduduk Indonesia

menderita asma (Depkes RI, 2016). Di Jawa Timur prevalensi asma mencapai

4.264 penderita atau 2,62%. Berdasarkan laporan dari puskesmas se-Kabupaten

Jombang diketahui bahwa penyakit yang paling banyak diderita masyarakat

Kabupaten Jombang tahun 2015 meliputi penyakit infeksi dan degenerative. Salah

satu penyakitnya adalah asma yang mencapai 19.816 penderita atau sebesar

12,2%. Laporan dari Puskesmas Sumobito Jombang selama bulan

Januari-Desember 2016 terdapat jumlah kunjungan sebanyak 647 kunjungan dan jumlah

pasien yang menderita asma diantaranya karena kekambuhan ada 203 penderita

lansia (Dinkes, 2016).

Menurut penelitian Maryono (2008) denngan judul Hubungan Antara

Faktor Lingkungan Dengan Kekambuhan Asma Bronkhiale Pada Klien Rawat

Jalan Di Poliklinik Paru Instalasi Rawat Jalan RSUD DR. Moewardi Surakarta,

(25)

3

terhadap kekambuhan asma bronkhiale pada klien Yang berkunjung di Poliklinik

Paru Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian Hidayati dengan judul “Analisa faktor-faktor pencetus serangan asma pada lansia di Puskesmas Perak Jombang” menunjukkan bahwa faktor aktivitas fisik

berhubungan dengan serangan asma. Penelitian Menurut penelitian yang

dilakukan Angga dengan judul “Hubungan tingkat kecemasan dengan frekuensi

kekambuhan keluhan sesak nafas pada pasien asma di SMF Paru RSD dr. Soebandi Jember”, hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara

tingkat kecemasan dengan frekuensi kekambuhan keluhan sesak nafas pada pasien

asma di SMF Paru RSD dr. Soebandi Jember

Hasil studi pendahulan yang telah dilakukan oleh peneliti di Puskesmas

Sumobito Kabupaten Jombang dengan cara wawancara dengan 10 orang

didapatkan dari faktor pemicu kekambuhan asma diantaranya lingkungan 4 orang

(40%), excercise 4 orang (40%) dan stres ada 2 orang (20%).

Banyaknya kejadian asma, faktor pencetus alergi, lingkungan, aktifitas fisik

dan stres yang menyebabkan kekambuhan asma patut diwaspadai. Semakin

meningkatnya faktor pencetus asma seseorang dapat memperburuk kondisi

patologisnya. Oleh karena itu koping penyebab asma pada penderita asma yang

baik dapat mengurangi resiko kekambuhan asma. Selama ini penderita asma tidak

mampu berupaya dalam pencegahan kekambuhan, hal ini tampak asma yang tidak

ditangani dengan baik dapat mengganggu kualitas hidup pada lansia, sehingga

menurunnya kondisi daya tahan tubuh, kurangnya menjaga kebersihan

lingkungan, aktifitas fisik dan timbulya stres pada penderita asma, sehingga dapat

(26)

4

Untuk itu perawatan asma untuk lansia haruslah komprehensif mengingat

komplikasi seperti gagal nafas, hipoksemia, yang dapat menyebabkan kematian,

serta harus melibatkan beberapa elemen seperti individu, keluarga dan perawat.

Maka sebagian perawat harus mampu memberikan asuhan keperawatan secara

langsung kepada individu dan keluarga tentang asma agar mampu menjaga

lingkungan baik di dalam rumah dengan tidak merokok sembarangan dan diluar

rumah dengan selalu membersihkan lingkungan, keluarga juga melakukan

pengawasan kepada lansia agar tidak melakukan aktifitas fisik yang berlebihan

agar tidak menglami kelelahan serta keluarga dapat memahami cara terbaik dalam

mendampingi orang tuanya dengan perawatan yang benar, sehingga orang tua

merasa dirinya diperhatikan, dihargai, dan diperlakukan adil oleh keluargannya

agar tidak mengalami stres. Bagi perawat hendaknya memperhatikan lima tugas

yaitu, mengenal masalah asma, memutuskan pengobatan yang baik, merawat

penderita asma, memodifikasi lingkungan, serta memanfaatkan fasilitas pelayanan

kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, dan dokter klinik. (Hudoyo, 2008)

Dari uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Analisis

Faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan penyakit asma pada lansia di

wilayah kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang.

1.2 Rumusan masalah

Apakah faktor - faktor yang mempengaruhi kekambuhan penyakit asma

(27)

5

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan penyakit asma

pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi faktor lingkungan pada lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang.

2. Mengidentifikasi faktor excercise pada lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang.

3. Mengidentifikasi faktor stres pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas

Sumobito Kabupaten Jombang.

4. Mengidentifikasi kekambuhan asma pada pasien asma di Wilayah Kerja

Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang.

5. Menganalisis faktor lingkungan yang mempengaruhi kekambuhan

penyakit asma pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito

Kabupaten Jombang.

6. Menganalisis faktor excercise yang mempengaruhi kekambuhan penyakit

asma pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten

Jombang

7. Menganalisis faktor stres yang mempengaruhi kekambuhan penyakit

asma pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sumobito Kabupaten

(28)

6

8. Menganalisis faktor lingkungan, excercise, dan stres yang mempengaruhi

kekambuhan penyakit asma pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas

Sumobito Kabupaten Jombang

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Teoritis

Diharapkan dapat mendukung perkembangan ilmu secara teoritis dalam

bidang kesehatan khususnya program studi ilmu keperawatan di bidang

keperawatan medikal bedah dalam kaitannya dengan faktor – faktor yang

mempengaruhi kekambuhan penyakit asma pada lansia di Wilayah Kerja

Puskesmas Sumobito Kabupaten Jombang.

1.4.2 Praktis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan tambahan faktor yang

mempengaruhi kekambuhan penyakit asma pada lansia, sehingga dapat

diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumbangan ilmu

pengetahuan tentang penyakit asma dan dapat menerapkan ilmu yang diperoleh

untuk mengurangi resiko kekambuhan penyakit asma pada lansia yang disebabkan

oleh faktor lingkungan, excercise dan stres yang dialami. Diharapkan bagi peneliti

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lingkungan (Environment)

Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kencederungan Asma

untuk berkembang menjadi Asma, menyebabkan kekambuhan, dan atau

menimbulkan gejala Asma menetap. Beberapa faktor lingkungan yang dapat

memengaruhi kejadian Asma.

Lingkungan adalah keadaan sekitar yang mempengaruhi perkembangan dan

tingkah laku makhluk hidup.Segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang

mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak

langsung juga merupakan pengertian lingkungan (Tim Penyusun Kamus Pusat

Bahasa, 2005)

Lingkungan adalah faktor eksternal yang berpengaruh terhadap

perkembangan menusia dan mencakup antara lain lingkungan sosial, status

ekonomi dan kesehatan (Waluya: 2010).

Lingkungan merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan

dan mahluk hidup lain. Ruang merupakan suatu tempat berbagai komponen

lingkungan hidup menempati dan melakukan proses, sehingga antara ruang dan

komponen lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan (Asmara:

2008).

Asma merupakan salah satu penyakit akibat kerja yang paling sering pada

(30)

8

penyakit Asma akibat kerja namun diperkirakan 2% dari seluruh penderita Asma

di Indonesia adalah Asma akibat kerja. Ada dua jenis Asma akibat kerja:

a) Irritant-induced Occupational Asthma (sebelumnya dikenal sebagai

Reactive Airway Dysfunction Syndrome atau RADS)

b) Allergic Occupational Asthma. Ini adalah jenis Asma akibat

kerjayang paling sering terjadi.

Lingkungan sekitar memiliki banyak jenis polutan dan hal lain yang

sanggup membuat saluran pernafasan. Debu yang berada di dalam rumah

memiliki peran yang penting dalam meningkatkan resiko asma, debu yang

terhirup dapat menjadi sesak nafas.

Lingkungan dibagi 2 yaitu :

a. Lingkungan dalam (internal) meliputi lingkungan psikologi

(psychology enviroment)

F. Nightingale melihat bahwa kondisi lingkungan yang negatif

dapat menyebabkan stres fisik dan berpengaruh buruk terhadap

emosi pasien. Oleh karena itu ditekankan kepada pasien menjaga

rangsangan fisiknya. Mendapatkan sinar matahari, makanan yang

menarik dan aktivitas manual dapat merangsanag semua faktor untuk

membantu pasien dalam mempertahankan emosinya. Komunikasi

dengan pasien dipandang dalam suatu konteks lingkungan secara

menyeluruh, komunikasi jangan dilakukan secara terburu-buru atau

terputus-putus. Komunikasi tentang pasien yang dilakukan dokter

dan keluarganya sebaiknya dilakukan dilingkungan pasien dan

(31)

9

pendengaran pasien. Tidak boleh memberikan harapan yang terlalu

muluk, menasehati yang berlebihan tentang kondisi penyakitnya.

Selain itu membicarkan kondisi-kondisi lingkungna dimana dia

berada atau cerita hal-hal yang menyenangkan dan para pengunjung

yang baik dapat memberikan rasa nyaman.

b. Lingkungan luar (ekternal)

Lingkungan luar berasal dari polusi udara merupakan salah

satu faktor pencetus yang harus diperhatikan oleh penderita Asma.

Polusi ini bisa berada outdoor seperti di sekitar tempat kerja dan

sekolah, maupun indoor. Polusi udara outdoor dapat berasal dari ;

a. Asap rokok

b. Debu

c. Asap pembakaran

Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan pencemar

biologis (virus, bakteri, dan jamur), formaldehid, Volatile Organic

Compounds (VOC), dan Combustion Products (CO, NO2, SO2).

Sumber polutan VOC berasal dari penyemprotan serangga, cat,

pembersih, komestik, semprotan rambut (hairspray), deodorant,

pewangi ruangan, segala sesuatu yang disemprotkan dengan aerosol

sebagai propelan, dan pengencer (solvent) seperti thinner. Sumber

polutan formaldehid dalam ruangan adalah bahan bangunan, insulasi,

furniture, dan karpet. Sedangkan sumber polutan Combustion

(32)

10

2.1.1. Pengukuran Lingkungan

Lingkungan merupakan keadaan lingkungan yang dapat menyebabkan

sakit asma, alat ukur yang biasa digunakan untuk mengukur lingkungan

penyebab penyakit asma dulihat dari :

1. Komunikasi keluarga

2. Asap rokok

3. Debu

4. Asap pembakaran

Pengkategorian dari hasil pengisian kuesioner dibagi menjadi tiga

jenjang untuk menghindari kesalahan dalam interpretasi yaitu kurang baik,

cukup baik dan baik (Arikunto, 2010).

2.2 Konsep Exercise-induced Asthma

2.2.1. Pengertian Exercise-induced Asthma

Olahraga memang sangat baik bagi kesehatan tubuh, namun olahraga

yang berlebihan sangat tidak disarankan, terutama bagi orang yang memiliki

bakat sebagai penderita asma. Olahraga berlebihan akan sangat mengganggu

kemampuan pernafasan, sehingga gejala asma dan sesak nafas akan timbul

dn sangat mengganggu aktivitas sehari- hari.

Latihan fisik atau excercise yang berlebihan seringkali menimbulkan

Asma. Sebagian besar penderita Asma akan mendapat serangan jika

melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Kegiatan olahraga

menimbulkan peningkatan kebutuhan oksigen. Hal ini menyebabkan

meningkatnya tingkat frekuensi pernafasaan yang pada gilirannya memicu

(33)

11

Asma. Serangan Asma karena aktivitas biasanya terjadi segera setelah

aktivitas tersebut selesai. Meskipun olahraga merupakan salah satu pencetus

yang efisien untuk menimbulkan serangan asma, dalam batas-batas tertentu

penderita asma dapat melakukan olahraga tanpa menimbulkan

bronkokonstriksi yang membahayakan sewaktu dan sesudah olahraga. Pada

penderita Asma, gerakan olahraga yang dapat meningkatkan kekuatan otot

pernafasan sangat penting sebab penderita asma kronis umumnya

mengalami penurunan kekuatan otot pernafasan.

Menurut (Almatsier, 2003) aktivitas fisik ialah gerakan fisik yang

dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Aktivitas fisik adalah

setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan

pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik)

merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara

keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global ( WHO,

2010). Jadi, kesimpulan dari pengertian aktivitas fisik ialah gerakan tubuh

oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya yang memerlukan pengeluaran

energi.

2.2.2. Jenis – jenis aktivitas fisik

Aktivitas fisik dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan, aktivitas

fisik yang sesuai untuk lansia sebagai berikut:

a. Kegiatan ringan : hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya tidak

menyebabkan perubahan dalam pernapasan atau ketahanan

(endurance). Contoh : berjalan kaki, menyapu lantai, mencuci

(34)

12

b. Kegiatan sedang : membutuhkan tenaga intens atau terus menerus,

gerakan otot yang berirama atau kelenturan (flexibility). Contoh: berlari

kecil, bersepeda.

c. Kegiatan berat: biasanya berhubungan dengan olahraga dan

membutuhkan kekuatan (strength), membuat berkeringat. Contoh :

berlari, mengangkat beban berat

2.2.3. Faktor – faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik

Beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik bagi

lansia, berikut ini beberapa faktor tersebut:

a. Umur

Aktivitas fisik akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari

seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,8-1% per tahun, tetapi bila rajin

berolahraga penurunan ini dapat dikurangi sampai separuhnya.

b. Jenis kelamin

Biasanya aktivitas fisik lansia laki-laki hampir sama dengan lansia

perempuan.

c. Pola makan

Makanan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas, karena

bila jumlah makanan dan porsi makanan lebih banyak, maka tubuh akan

merasa mudah lelah, dan tidak ingin melakukan kegiatan seperti olah

raga atau menjalankan aktivitas lainnya. Kandungan dari makanan yang

berlemak juga banyak mempengaruhi tubuh untuk melakukan aktivitas

sehari-hari ataupun berolahraga, sebaiknya makanan yang akan di

(35)

13

agar tubuh tidak mengalami kelebihan energi namun tidak dapat

dikeluarkan secara maksimal.

d. Penyakit/ kelainan pada tubuh

Berpengaruh terhadap kapasitas jantung paru, postur tubuh,

obesitas, hemoglobin/sel darah dan serat otot. Bila ada kelainan pada

tubuh seperti di atas akan mempengaruhi aktivitas yang akan di lakukan.

Seperti kekurangan sel darah merah, maka orang tersebut tidak di

perbolehkan untuk melakukan olah raga yang berat. Obesitas juga

menjadikan kesulitan dalam melakukan aktivitas fisik. ( Karim, 2002).

Aktivitas jasmani atau olahraga yang berat (Rengganis, 2008). Alat

ukur yang digunakan untuk mengukurexcercise penyebab penyakit asma

dulihat dari :

a. melakukan pekerjaan berat seperti menmencangkul di sawah

b. mengangkat beban berat

c. Senam lansia

d. Olah raga jalan-jalan setiap hari

Pengkategorian dari hasil pengisian kuesioner dibagi menjadi dua

jenjang untuk menghindari kesalahan dalam interpretasi yaitu ringan dan

(36)

14

2.3 Konsep Stres

2.3.1 Definisi stres

Stres adalah reaksi dari tubuh (respons) terhadap lingkungan yang dapat

memproteksi diri kita yang juga merupakan bagian dari sistem pertahanan yang

membuat kita tetap hidup (Nasir & Muhith, 2010). Menurut WHO (2015) stres

adalah suatu reaksi atau respon tubuh terhadap stresor psikososial tekanan mental

atau beban kehidupan (Priyoto, 2014).

Stres adalah kondisi yang tidak menyenangkan dimana manusia melihat

adanya tuntutan dalam situasi sebagai beban atau diluar batasan kemampuan

mereka untuk memenuhi tuntutan tersebut (Nazir, 2011). Stres adalah stimulus

atau situasi yang dapat menyebabkan distres, dan menciptakan tuntutan fisik dan

psikis pada seseorang (Ramadhani, 2014). Stres adalah suatu reaksi fisik dan

psikis terhadap setiap tuntutan yang menyebabkan ketegangan dan mengganggu

stabilitas kehidupan sehari-hari (Priyoto, 2014)

Stres adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan

menciptakan tuntutan fisik dan psikis pada seseorang. Stres membutuhkan koping

dan adaptasi (Isaacs, 2005).

Menurut Sukadiyanto (2010) stres dapat muncul pada seseorang jika terjadi

ketidakseimbangan atau kegagalan untuk memenuhi kebutuhan secara jasmani dan

rohaninya. Stres membutuhkan koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi umum atau

teori Selye dalam buku Kovacs (2007) menggambarkan stres sebagai kerusakan

yang terjadi pada tubuh, tanpa mempedulikan apakah dampak stres tersebut positif

atau negatif. Respon tubuh dapat diperkirakan tanpa memerhatikan stresor atau

(37)

15

2.3.2 Penyebab stres

Nasir dan Muhith (2011), beberapa faktor yang dianggap sebagai pemicu

timbulnya stres disebut dengan faktor presipitasi, antara lain sebagai berikut :

1. Faktor fisik dan biologis

a. Riwayat penyakit masa lalu

Beberapa penyakit dimasa lalu mempunyai efek psikologis dimasa depan

dapat berupa penyakit di masa kecil seperti demam tinggi yang

mempengaruhi gendang telinga.

b. Tidur

Kebutuhan tidur sangat berpengaruh pada konsentrasi dan semangat kerja

atau aktifitas yang sedang dikerjakan.

c. Diet

Diet yang dilakukan secara berlebihan akan mengakibatkan stres berat.

Pelaku diet adalah penderita obesitas yang melakukan diet ketat yang

beresiko kematian yang tinggi.

d. Penyakit

Ada beberapa penyakit yang menjadi stresor bagi individu yaitu :

tuberkolusis, kanker, impotensi yang disebabkan penyakit diabetes melitus

dan penyakit lainnya.

2. Faktor psikologis

a. Persepsi

Tingkat stres bergantung dari bagaimana reaksi tiap individu dan bagaimana

(38)

16

b. Emosi

Harus mampu mengenal dan mebedakan setiap perasaan emosi, karena

sangat berpengaruh terhadap stres yang dialami.

c. Situasi psikologis

Situasi berupa konflik, frustasi berpengaruh pada konsep berpikir dan

menilai situasi yang mengancam diri.

d. Pengalaman hidup

Pengalaman hidup merupakan keseluruhan kejadian yang memberikan

pengaruh psikologis dan menimbulkan dampak psikologis dan timbulnya

stres.

3. Faktor lingkungan

a. Lingkungan fisik

Keadaan sekeliling dapat memicu terjadinya stres. Hal tersebut dapat berupa

bencana alam, kondisi cuaca, dan lingkungan yang padat.

b. Lingkungan biotik

Gangguan berupa makhluk mikroskopik berupa virus atau bakteri.

c. Lingkungan sosial

Hubungan dengan keluarga maupun orang lain jika tidak berjalan dengan

baik akan menjadi stresor bagi individu jika tidak dapat mengatasinya.

2.3.3 Gejala stres

1. Gejala stres secara fisik pada individu antara lain:

a. Gangguan jantung, dimana detak jantung akan berdebar-debar

(39)

17

b. Tekanan darah tinggi (hipertensi), disebabkan reaksi impuls stres

sehingga tekanan darah meningkat.

c.Ketegangan pada otot

d. Sakit kepala

e.Telapak tangan dan kaki berkeringat, terjadi karena suplai darah ke sel-sel

tingkai dan lengan berkurang.

f.Pernapasan tersengal-sengal

g. Kepala terasa pusing dan perut terasa mual-mual

h. Susah tidur

i.Gangguan menstruasi

2. Gejala secara psikologis pada individu yang mengalami stres, antara lain:

a.Perasaan gugup dan cemas

b.Peka dan mudah tersinggung

c.Penampilan tampak kelelahan

d.Gelisah

e.Perasaan takut

f. Malas melakukan kegiatan

g.Pemusatan diri yang berlebihan

h.Hilangnya spontanitas

i. Mengasingkan diri dari kelompok

j. Phobia

2.3.4 Jenis stres

Menurut Nasir & Muhith (2010), jenis stres ada dua, yaitu stres baik dan

(40)

18

1. Stres yang baik (eustres) adalah sesustu yang positif. Stres dikatakan

berdampak baik apabila seseorang mencoba untuk memenuhi tuntutan

untuk menjadikan orang lain maupun dirinya sendiri mendapatkan sesuatu

yang baik dan berharga.

2. Stres yang buruk (distres) adalah stres yang bersifat negatif. Distres

dihasilkan dari sebuah proses yang memaknai sesuatu yang buruk, dimana

respons yang digunakan selalu negatif dan ada indikasi mengganggu

integritas diri sehingga bisa diartikan sebagai sebuah ancaman.

2.3.5 Tingkatan stres

Menurut Priyoto (2014), stres dibagi menjadi 3 (tiga) tingkat:

1. Stres ringan

Stres ringan adalah stresor yang dihadapi setiap orang dewasa secara

teratur, seperti terlalu banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari

atasan. Situasi seperti ini biasanya berlangsung beberapa menit atau jam.

Stresor ringan biasanya tidak disertai timbulnya gejala.

Ciri-cirinya semangat meningkat, penglihatan tajam, energy

meningkat namun cadangan energinya menurun, kekampuan menyelesaikan

pelajaran meningkat, sering merasa letih tanpa sebab, kadang-kadang

terdapat gangguan sistem seperti pencernaan, otot, perasaan tidak santai.

Stres yang ringan berguna karena dapat memacu seseorang untuk berpikiran

berusaha lebih tangguh menghadapi tantangan hidup.

2. Stres sedang

Berlangsung lebih lama sampai beberapa hari. Situasi perselisihan

(41)

19

yang lama dari anggota keluarga merupakan penyebab stres. Sedang

cirri-cirinya yaitu sakit perut, mules, otot-otot terasa tegang, perasaan tegang,

gangguan tidur, badan terasa dingin.

3. Stres berat

Adalah situasi yang lama dirasakan oleh seseorang yang dapat

berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan, seperti perselisihan

perkawinan secara terus-menerus, kesulitan financial yang berlangsung lama

karena tidak ada perbaikan, berpisah dengan keluarga, berpindah tempat

tinggal, mempunyai penyakit kronis dan termasuk perubahan fisik,

psikologis, social pada usia lanjut. Makin sering dan makin lama stres,

makin tinggi resiko kesehatan yang ditimbulkan. Stres yang berkepanjangan

dapat mempengaruhi kemampuan untuk menyelesaikan tugas

perkembangan. Ciri-cirinya yaitu sulit beraktifitas, gangguan hubungan

sosial, sulit tidur, penurunan konsentrasi, takut tidak jelas, keletihan

meningkat, tidak mampu melakukan pekerjaan sederhana, perasaan takut

meningkat.

2.3.6 Tahapan stres

Menurut Dadang (2011), tahapan stres dibagi dalam enam tahap, antara lain:

1. Tahap I

Tahap ini adalah tingkat yang paling ringan yang biasanya ditandai dengan

adanya semangat yang lebih, penglihatan lebih tajam dari biasanya, merasa

bisa menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya namun tanpa sadar energi

(42)

20

pekerjaannya itu dan semakin bertambah semangat, namun tanpa disadari

cadagan energi semakin menipis.

2. Tahap II

Pada tahap ini, dampak stres yang semula menyenangkan mulai menghilang

disertai dengan muncul keluhan-keluhan karena cadangan energi habis.

Keluhan-keluhan yang dirasakan seperti letih sewaktu bangun pagi, merasa

tidak bisa santai, tengkuk dan punggung terasa tegang, mudah lelah

menjelang sore hari, adanya gangguan pada pencernaan dan jantung

berdebar-debar.

3. Tahap III

Apabila pada tingkat stres sebelumnya tidak segera ditangani dengan

memadai, maka akan mengalami keluhan yang semakin nyata, seperti terjadi

gangguan pada usus dan lambung (mual-mual, diare), otot-otot semakin

tegang, perasaan tidak tenang dan was-was, perasaan tidak berenergi pada

tubuh, dan munculnya gangguan tidur (sulit tidur, mudah bangun waktu

malam, serta bangun terlalu dini dan tidak bisa tidur lagi).

4. Tahap IV

Pada tahap ini individu akan mengalami tanda-tanda berikut: penurunan

konsentrasi yang berlebihan, timbulnya perasaan negatif, pola tidur semakin

tidak teratur, perasaan takut dan khawatir yang tidak jelas penyebabnya, dan

tidak ada minat untuk melakukan aktivitas.

5. Tahap V

Pada tahapan ini gejala yang ditimbulkan lebih serius yaitu:

(43)

21

cemas dan takut semakin meningkat, dan terjadi gangguan pencernaan

yang tambah parah.

6. Tahap VI

Tahap ini merupakan tahap akhir, yang ditandai dengan kesulitan bernapas,

badan gemetar dan keringat keluar berlebihan, detak jantung semakin cepat,

merasa mudah lelah meski melakukan aktivitas ringan, dan kemungkinan

dapat pingsan dan kolaps. Hidayah dalam Atsih,( 2015).

2.3.7 Dampak stres

Menutut Priyoto (2014), dampak stres dibedakan dalam 3 (tiga) kategori,

yaitu:

1. Dampak fisiologik

Secara umum orang yang mengalami stres mengalami sejumlah

gangguan fisik, seperti : mudah masuk angin, mudah pening-pening, kejang

otot (kram), mengalami kegemukan atau menjadi kurus, bisa menderita

penyakit yang serius seperti hypertensi dan lain-lain. Secara rinci

diklasifikasi sebagai berikut :

a. Gangguan pada organ tubuh hiperaktif dalam salah satu sistem tertentu

1) Muscle myopathy : otot tertentu mengencang atau melemah

2) Tekanan darah naik : kerusakan jantung dan arteri

3) Sistem pencernaan : maag, diare

b. Gangguan pada sistem reproduksi

1) Amenorhea : tertahannya menstruasi

2) Kegagalan ovulasi pada wanita, impoten pada pria

(44)

22

c. Gangguan lain, seperti pening, tegang otot, rasa bosan, dst.

2. Dampak psikologik

a. Keletihan emosi, jenuh

b. Kuwalahan/keletihan emosi

c. Pencapaian yang menurun

3. Dampak perilaku

a. Stres menjadi distres, prestasi belajar menurun

b. Level stres yang meningkat berdampak pada pengambilan keputusan

dan langkah ke depan

c. Stres karena sering membolos dan tidak aktif disekolah.

2.3.8 Cara mengelola stres

Kemampuan mengatur stres atau mengelola diri sendiri adalah suatu proses

kesinambungan yang memerlukan adanya kemauan dan kemampuan untuk

mengubah, baik perilaku atau kebiasaan, sehingga pada akhirnya kita mampu

menjadi orang yang efektif. Berikut cara mengelola stres :

1. Identifikasi penyebab

Penyebab stres bisa situasi, aktifitas atau orang yang menyebaban

stres. Memahami penyebab sangatlah penting, karena kita mampu mengatur

stres dengan cara memahami penyebab stres.

2. Manajemen waktu yang baik

Agar dapat meraih banyak tujuan dalam hidup, kita harus mampu

mengatur skala prioritas. Sehingga waktu akan lebih banyak untuk hidup

bersosialisasi dalam keluarga bahkan melakukan hobi dapat lebih

(45)

23

3. Membuat perubahan dalam lingkungan

Sebagai contoh, jika kuwalahan dengan banyak tugas, coba cari

tempat yang sepi untuk menyeleseikan tugas atau mendengarkan musik

yang lembut sejenak. Perubahan ini dapat mengurangi stres.

4. Berbagi dan mengungkapkan

Mecoba terbuka dengan diri sendiri dan orang lain untuk dapat

mengurangi stres.

5. Berbicara dengan orang yang dipercaya

Kita dapat menggunakan bantuan orang lain, bukan berarti kita

bekerja tidak efektif. Carilah cara untuk mengembangkan manajemen stres

dan tanggaplah ketika orang lain membutuhkan bantun.

6. Visualisasi dan perbandingan mental

Dengan mengkhaal diri dalam sebuah situasi, kita dapat memandang

bagaiman perilaku dan tampilan secara ideal, membentuk gambaran mental

diri sendiri dan perasaan ketika mendapatkan hasil yang telah dicapai.

7. Relaksasi

Relaksasi adalah salah satu cara yang untuk menghilangkan stres.

Contoh relaksasi menghirup napas dalam-dalam, selain itu dapat juga

relaksasi otot progresif.

8. Memakan makanan sehat dan olaraga

Hindari alkohol dan kafein, makan secukupna dengan porsi seimbang

(46)

24

9. Mengatasi rasa takut dan kegagalan

Ketakutan adalah suatu bentuk emosi yang disebabkan oleh salah satu

dari dua hal, yaitu rangsangan dari luar atau hasil proses internal yang

menjadikan ingatan atau mawa diri.

2.3.9 Pengukuran stres

Menurut Swarth (2002), tingkat stres adalah tingkatan yang memaksa

individu untuk berjuang, tumbuh, berubah, beradaptasi supaya mampu untuk

melewati masalah yang sedang dihadapinya. Lovibond (1995) mengemukakan

bahwa, alat ukur yang biasa digunakan untuk mengukur tingkat stres salah satunya

yaitu DASS 4.2 (Depression Anxiety and Stres Scale). Alat ukur DASS

merupakan laporan yang harus diisi oleh orang yang bersangkutan yang di desain

untuk mengukur tingkat emosi negatif dari depresi, ansietas, dan stres.

Pertanyaaan tingkat stres terdiri dari 14 item pertanyaan, dengan 4 poin pilihan

jawaban. Pengkategorian dari hasil pengisian kuesioner dibagi menjadi lima

jenjang untuk menghindari kesalahan dalam interpretasi yaitu normal, ringan,

sedang, berat dan sangat berat (Psychology Foundation of Australia, 2013).

Alat ukur ini terdiri atas 14 item pertanyaan yang masing-masing dinilai

berdasarkan dengan intensitas kejadian. Tingkatan stres pada instrumen ini berupa

normal, ringan, sedang, berat, sangat berat. Dikatakan normal (nilainya 0-14),

ringan (nilainya 15-18), sedang (nilainya 19-25), berat (nilainya 26-30), dan

sangat berat (nilainya > 33). Pertanyaan tersebut terdiri atas beberapa aspek yakni

jengkel pada hal kecil, reaksi berlebihan, sulit untuk rileks, energi terbuang sia-sia,

sikap tidak sabar, mudah marah, susah mentolerir gangguan, tegang, dan gelisah

(47)

25

2.4 Konsep Asma

2.4.1. Definisi

Penyakit asma merupakan penyakit saluran napas yang ditandai oleh

peningkatan daya responsif percabangan trakeobronkial terhadap berbagai jenis

stimulus. Penyakit asma mempunyai manifestasi fisiologis berbentuk

penyempitan yang meluas pada saluran udara pernapasan yang dapat sembuh

spontan atau sembuh dengan terapi dan secara klinis ditandai oleh serangan

mendadak dispnea, batuk. Serta mengidap penyakit ini bersifat episodik dengan

eksaserbasi akut yang diselingi oleh periode tanpa gejala. Secara khas, sebagian

besar serangan berlangsung singkat selama beberapa menit hingga beberapa jam

sesudah itu, pasien tampaknya mengalami kesembuhan klinis yang total. Namun

demikian, ada suatu fase ketika pasien mengalami obstruksi jalan napas dengan

derajat tertentu setiap harinya. Fase ini dapat ringan dengan atau tanpa disertai

episode yang berat, atau yang lebih serius lagi, dengan obstruksi hebat yang

berlangsung selama berhari-hari atau berminggu-minggu, keadaan semacam ini

dikenal sebagai status asmatikus. Pada beberapa keadaan yang jarang terdapat,

serangan asma yang akut dapat berakhir dengan kematian (Harrison, 2000).

Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri

bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran napas) terutama pada

percabangan trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti

oleh faktor biokemial, endokrin, infeksi, otonomik dan psikologi (Somantri,

(48)

26

2.4.2. Etiologi dan Prevalensi

Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan

diperkirakan 4 hingga 5 persen populasi di Amerika Serikat terjangkit oleh

penyakit ini. Angka yang serupa juga dilaporkan dari Negara lain. Asma bronkial

terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia dini. Sekitar separuh

kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum

usia 40 tahun. Pada usia kanak-kanak terdapat predisposisi laki-laki : perempuan 2

: 1, yang kemudian menjadi sama pada usia 30 tahun.

Dari sudut etiologi, asma merupakan penyakit heterogenosa. Oleh sebab itu

bagi kepentingan epidemiologi dan klinis penting untuk membuat klasifikasi asma

berdasarkan rangsangan utama yang membangkitkan atau rangsangan yang

berkaitan dengan episode akut. Akan tetapi, penting untuk ditekankan bahwa

perbedaan ini sering hanya merupakan perkiraan saja dan jawaban terhadap

subklasifikasi yang diberikan biasanya dapat dibangkitkan oleh lebih dari satu

jenis rangsangan. Dengan mengingat hal ini, kita dapat memperoleh dua kelompok

besar : alergi dan idiosinkrosi.

Asma alergik acapkali disertai dengan riwayat pribadi dan/atau keluarga

mengenai penyakit alergi seperti rhinitis, urtikaria, dan eksema; reaksi kulit wheal

and flare yang positif terhadap penyuntikan intradermal ekstrak antigen yang

terbawa udara; peningkatan kadar IgE dalam serum; dan/atau respons yang positif

terhadap tes provokasi yang meliputi inhalasi antigen spesifik.

Satu bagian populasi pasien asma akan memperlihatkan riwayat alergi

pribadi maupun keluarga yang negatif, uji kulit yang negatif dan kadar serum IgE

(49)

27

mekanisme imunologik yang sudah jelas. Keadaan ini kita sebut sebagai

idiosinkrasi. Banyak pasien kelompok ini akan menderita kompleks gejala yang

khusus berdasarkan gangguan saluran napas atas. Gejala awal mungkin hanya

berupa flu biasa, tetapi setelah beberapa hari pasien mulai mengalami mengi

paroksimal dan dispnea yang dapat berlangsung selama berhari-hari sampai

berbulan-bulan. Pasien ini jangan disamakan dengan pasien dengan gejala

bronkospasme yang superimposisi dengan bronkitis kronik dan bronkiektasis.

Sayangnya, banyak pasien tidak dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam

kelompok terdahulu tetapi dimasukkan ke dalam kelompok campuran dengan

gambaran dari tiap-tiap kelompok. Pada umumnya, pasien dengan awitan penyakit

pada usia muda akan cenderung memiliki komponen alergi yang kuat dalam

penyakitnya, sementara pasien yang menderita asma pada usia tua cenderung non

alergi atau memiliki etiologi campuran.

2.4.3. Tipe Asma

Tipe asma berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi alergi, idiopatik, dan

nonalergik atau campuran (mixed).

1. Asma Alergik/Ekstrinsik, merupakan suatu bentuk asma dengan alergen

seperti bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan, dan lain-lain.

Alergen terbanyak adalah airborne dan musiman (seasonal). Klien dengan

asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga

dan riwayat pengobatan eksim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi

akan mencetuskan serangan asma. Bentuk asma ini biasanya dimulai sejak

(50)

28

2. Idiopatik atau nonalergik asma/intrinsik, tidak berhubungan secara langsung

dengan alergen spesifik. Faktor-faktor seperti common cold, infeksi saluran

napas atas, aktivitas, emosi/stres, dan polusi lingkungan akan mencetuskan

serangan. Beberapa agen farmakologi, seperti antagonis β-adrenergik dan

bahan sulfat (penyedap masakan) juga dapat menjadi faktor penyebab.

Serangan dari asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering

kali dengan barjalannya waktu dapat berkembang menjadi bronkitis dan

emfisema. Pada beberapa kasus dapat berkembang menjadi asma campuran.

Bentuk asma ini biasanya dimulai ketika dewasa (>35 tahun).

3. Asma campuran (mixed asma), merupakan bentuk asma yang paling sering.

Dikarakteristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik atau

nonalergi.

2.4.4. Patogenesis Asma

Denominator umum yang mendasari diathesis asma adalah hiper-iritabilitas

nonspesifik saluran trakeobronkial. Pada pasien asma, pathogenesis penyakit yang

sangat berkaitan dengan gambaran klinis penyakit. Bila reaktivitas jalan napas

sangat tinggi, fungsi paru menjadi tidak stabil, gejala menjadi lebih berat serta

menetap, respon akut terhadap bronkodilator menjadi lebih luas dan jumlah terapi

yang dibutuhkan untuk mengatasi keluhan pasien semakin meningkat. Lagi pula,

besarnya fluktuasi diurnal fungsi paru menjadi lebih besar dan pasien cenderung

terbangun di malam hari atau subuh kehabisan napas.

Baik pada individu normal maupun pasien asma, reaktivitas jalan napas

meningkat setelah infeksi virus pada saluran napas dan pajanan terhadap polutan

(51)

29

memperlihatkan gejala yang lebih nyata dan sepertinya mengikuti pola infeksi

jalan napas bagian atas yang biasa, sehingga respons jalan napas mungkin tetap

tinggi selama berminggu-minggu. Sebaliknya, akibat pajanan terhadap ozon,

reaktivitas saluran napas tetap tinggi selama beberapa hari saja. Alergen dapat

menyebabkan respons jalan napas meningkat dalam beberapa menit dan tetap

tinggi selama berminggu-minggu. Bila jumlah antigen cukup banyak, episode akut

obstruksi dapat terjadi setiap hari untuk waktu yang lebih lama setelah pajanan

tunggal.

Sejumlah penyebab mengenai peningkatan reaktivitas jalan napas terhadap

asma telah disusun; akan tetapi, mekanisme dasar tetap belum diketahui. Hipotesis

yang paling terkenal saat ini adalah peradangan jalan napas. Setelah pajanan

terhadap rangsangan awal, mediator yang mengandung sel seperti sel mast,

basofil, dan makrofag dapat diaktifkan untuk melepaskan beragam senyawa

peradangan yang menghasilkan efek langsung terhadap otot polos jalan napas dan

permeabilitaskapiler, sehingga membangkitkan reaksi setempat yang kuat yang

kemudian dapat diikuti oleh reaksi yang lebih kronik. Reaksi yang terakhir dapat

disebabkan akibat pelepasan faktor kemotaktik yang membutuhkan elemen seluler

pada tempat terjadinya luka. Lagi pula, diperkirakan bahwa efek akut dan kronik

akibat pelepasan mediator dan infiltrasi sel mungkin menimbulkan kerusakan

epitel dan gangguan bagian akhir saraf di dalam jalan napas dan pengaktifan reflek

akson. Pada model ini, fenomena lokal yang penting dapat menjelaskan efek

penyebaran di seluruh saluran trakeobronkial.

Rangsangan yang berinteraksi dengan respons jalan napas dan

(52)

30

alergik, farmakologik, lingkungan, pekerjaan, infeksi, yang berkaitan dengan

exercise dan emosi.

1. Alergen

Asma akibat alergi bergantung pada respons IgE yang dikendalikan

oleh limfosit T dan B dan diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan

molekul IgE yang berikatan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang

mencetuskan asma bersifat airborne dan supaya dapat menginduksi keadaan

sensitivitas, alergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak untuk

periode waktu tertentu. Akan tetapi, sekali sensitisasi telah terjadi pasien

akan memperlihatkan respons yang sangat baik sehingga sejumlah kecil

alergen yang mengganggu sudah dapat menghasilkan eksaserbasi penyakit

yang jelas. Mekanisme imunologik kelihatannya berhubungan sebab akibat

dengan perkembangan asma pada 25 sampai 35 persen dari semua kasus dan

mungkin berperan pada sepertiga kasus yang lain. Prevalensi yang lebih

tinggi telah dinyatakan, tetapi sulit diketahui bagaimana

menginterpretasikan data karena faktor yang bercampur baur. Asma alergi

biasanya bersifat musiman dan biasanya lebih sering ditemukan pada anak

dan orang dewasa muda. Bentuk tidak musiman mungkin disebabkan alergi

tehadap bulu, kotoran hewan, tungau debu, jamur dan antigen lain yang

ditemukan secara terus menerus di lingkungan. Pajanan terhadap antigen

secara khusus akan menimbulkan respons cepat dengan obstruksi jalan

napas terjadi dalam beberapa menit dan kemudian hilang. Pada 30 sampai

50 persen pasien, serangan bronkokonstriksi kedua, yang disebut sebagai

(53)

31

minoritas, hanya reaksi terlambat yang terjadi. Dahulu diperkirakan bahwa

reaksi terlambat penting bagi perkembangan peningkatan reaktivitas jalan

napas yang terjadi setelah pajanan terhadap antigen. Data terakhir

menunjukkan bahwa pemikiran tersebut tidak benar.

2. Rangsangan farmakologik

Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut

asma adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis

beta-adrenergic dan bahan sulfat. Sindroma pernapasan sensitif- aspirin khusus

terutama mengenai orang dewasa, walaupun keadaan ini juga dapat dilihat

pada masa anak-anak. Masalah ini biasanya berawal dengan rhinitis

vasomotor perennial yang diikuti dengan rinosinusitis hiperplastik dengan

polip nasal. Baru kemudian muncul asma progesif. Pada pajanan terhadap

jumlah aspirin yang sangat kecil sekalipun, pasien secara khusus akan

mengalami kongesti mata dan hidung disertai episode obstruksi jalan napas

akut, bahkan sering berat. Prevalensi sensitivitas aspirin pada pasien asma

bervariasi dari penelitian ke penelitian, tetapi banyak peneliti menduga

bahwa 10 persen merupakan gambaran yang masuk akal. Ditemukan

reaktivasi silang yang besar antara aspirin dan senyawa anti- inflamasi

non-steroid lain. Indometasin, fenoprofen, naproksen, natrium zomepirak,

ibuprofen, asam mefenamat dan fenilbutazon secara khusus penting dalam

hal ini. Sebaliknya, asetaminofen, natrium salisilat, kolin salisilat,

salisilamid dan propoksilen dapat ditoleransi dengan baik. Frekuensi reaksi

silang yang sebenarnya terhadap tartazin dan bahan pewarna lain pada

(54)

32

persen merupakan gambaran yang masuk akal. Komplikasi khusus asma

sensitif- aspirin bersifat tersembunyi, akan tetapi pada tartazin dan bahan

pewarna lain yang cenderung menimbulkan masalah dapat ditemukan secara

luas di lingkungan dan mungkin tanpa diketahui ditelan oleh pasien yang

sensitif.

Pasien yang sensitif terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan

pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi

silang juga akan terbentuk terhadap agen anti- inflamasi non- steroid lain.

Mekanisme dengan aspirin dan obat lain dapat menyebabkan bronkospasme

tidak diketahui tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan leukotrien

yang diinduksi secara khusus oleh aspirin. Hipersensitivitas cepat

kelihatannya tidak terbentuk.

Antagonis beta- adrenergic biasanya menyebabkan obstruksi jalan

napas pada pasien asma demikian juga dengan pasien lain dengan

peningkatan reaktivitas jalan napas dan harus dihindarkan pada pasien ini.

Bahkan agen beta, selektif memiliki efek ini. Khususnya pada dosis yang

lebih tinggi. Sesungguhnya, bahkan penggunaan setempat penghambat beta,

di mata pada terapi glaukoma berhubungan dengan asma yang semakin

memburuk.

Obat sulfat, seperti kalium metabisulfit, kalium dan natrium bisulfit,

natrium sulfit dan sulfat dioksida, yang secara luas digunakan dalam industri

makanan dan farmasi sebagai agen sanitasi dan pengawet, juga dapat

menimbulkan obstruksi jalan napas akut pada pasien yang sensitif. Pajanan

(55)

33

senyawa ini, misalnya salad, buah segar, kentang, kerang dan anggur.

Eksaserbasi asma pernah dilaporkan setelah penggunaan larutan mata

topikal yang mengandung sulfit, glukokortikoid intravena dan beberapa

larutan bronkodilator inhalan. Insidensi dan mekanisme kerja fenomena ini

masih belum diketahui. Bila timbul kecurigaan, diagnosis dapat dipastikan

dengan provokasi oral maupun inhalasi.

3. Lingkungan dan polusi udara

Lingkungan penyebab asma biasanya berhubungan dengan keadaan

iklim yang menyebabkan konsentrasi polutan atmosfer dan antigen.

Keadaan ini cenderung ditemukan pada daerah yang padat industri ataupun

daerah kumuh yang padat penduduknya dan sering berhubungan dengan

perubahan suhu atau situasi yang berhubungan dengan massa udara yang

terhambat. Pada keadaan seperti ini, walaupun penduduk dapat mengalami

gangguan pernapasan, pasien dengan asma dan penyakit pernapasan lain

cenderung menderita lebih berat. Polutan udara yang diketahui memiliki

efek seperti ini adalah ozon, nitrogen, dioksida dan sulfur oksida. Yang

dibutuhkan kemudian adalah konsentrasi tinggi dan dapat menimbulkan

efek yang paling berat selama periode ventilasi yang banyak.

4. Faktor pekerjaan

Asma yang berkaitan dengan kerja merupakan masalah kesehatan

yang bermakna dan obstruksi jalan napas akut dan kronik dilaporkan terjadi

setelah pajanan terhadap sejumlah besar senyawa yang dapat dihasilkan dari

pekerjaan, atau pajanan terhadap, garam logam (misalnya platinum, krom

(56)

34

barat (western red cedar), padi-padian, tepung, kacang kastor, biji kopi

hijau, mako, gum akasia, gum karay dan tragacanth), bahan farmasi

(misalnya antibiotika, piperazin, dan simetidin), bahan kimia industri dan

plastik (misalnya toluene diisosianat, asam fitalat anhidrat, asam trimelitat

anhidrat, persulfat, etilendiamin, parafenilendiamin dan berbagai bahan

pewarna), enzim biologi (misalnya detergen pencuci baju dan enzim

pankreas) dan kotoran hewan dan serangga, serum dan secret. Penting untuk

mengetahui bahwa pajanan terhadap bahan kimia yang merangsang,

khususnya bahan kimia yang digunakan pada cat, pelarut dan plastik, juga

dapat terjadi selama istirahat atau aktivitas yang tidak berhubungan dengan

kerja.

Mekanisme yang mendasari obstruksi jalan napas ini terbagi atas tiga

kelompok: (1) pada beberapa kasus, agen pengganggu menyebabkan

pembentukan IgE spesifik dan penyebabnya cenderung bersifat imunologik

(reaksi imunologik dapat bersifat cepat, lambat, atau rangkap); (2) pada

kasus yang lain, materi dipergunakan dapat menyebabkan pembebasan

langsung unsur- unsur bronkokonstriktor; dan (3) pada kasus yang lain lagi,

unsur iritan yang berkaitan dengan kerja, secara langsung maupun reflek

akan merangsang jalan napas baik pada pasien yang terpajan oleh alergen

lain yang menghasilkan reaksi imunologik yang cepat dan rangkap, pasien

yang terpajan oleh alergen yang berhubungan dengan kerja akan

memperlihatkan riwayat siklik yang khas. Pasien tersebut sehat saat tiba di

tempat kerja dan gejala akan timbul menjelang akhir pergantian tugas,

Gambar

Tabel  5.12  Distribusi  pengaruh  lingkungan,  excercise,  dan  stres  dengan kekambuhan  asma  pada  lansia  penderita  asma  di  Puskesmas Sumobito Kecamatan Sumobito Kabupaten Jombang   Tahun
Gambar 4.1 Kerangka Kerja penelitian  faktor-faktor  yang mempengaruhi
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi
Gambar 4.1 Kerangka Kerja penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Judul Skripsi : HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG ASMA DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KEKAMBUHAN PADA PENDERITA ASMA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GORANG GARENG TAJI KABUPATEN

dengan 5 orang ibu yang mempunyai anak dengan penyakit asma mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui penyebab, faktor pencetus kekambuhan asma, dan pencegahan kekambuhan

Skripsi berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Tanggul Kabupaten Jember” telah diuji dan

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ faktor apa saja yang mempengaruhi kekambuhan asma pada pasien asma di RS PKU Muhammadiyah Gombong ?.0.

Judul Penelitian : Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Pola Makan Lansia yang Menderita Hipertensi (Studi di Puskesmas Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang). Peneliti

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui Hubungan aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi pada lansia di Desa Plandi Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang.. Desain penelitian ini

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan program pengelolaan penyakit kronis (PROLANIS) terhadap status kesehatan penderita hipertensi di

Tujuan penelitian yaitu untuk menganalisis hubungan pengetahuan dengan minat ibu nifas tentang postnatal massage di Puskesmas Jelakombo, Kecamatan Jombang, Kabupaten