• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

14 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Keuangan

2.1.1 Pengertian Manajamen Keuangan

Manajemen keuangan dalam suatu perusahaan yaitu untuk mengatur lalu lintas keuangan perusahaan dengan biaya semurah mungkin dan mengoptimalkan dana perusahaan secara efisien, seperti yang dikemukakan oleh Sutrisno (2012:3), yaitu :

“Manajemen keuangan adalah semua aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan usaha-usaha mendapatkan dana perusahaan dengan biaya yang murah serta usaha untuk menggunakan dan mengalokasikan dana tersebut secara efisien”.

Menurut Kasmir (2010:5) yang dikutip dari Horne manajemen keuangan adalah:

“Manajemen keuangan adalah segala aktivitas yang berhubungan dengan perolehan, pendanaan dan pengolaan aktiva dengan beberapa tujuan menyeluruh”

Berdasarkan penjelasan diatas manajemen keuangan dapat disimpulkan sebagai aktivitas dalam perusahaan dalam mengelola dana secara efisien agar perusahaan dapat mencapai tujuan dalam perusahaan terutama di bagian keuangan.

2.1.2 Fungsi Manajemen Keuangan

Fungsi manajemen keuangan menurut Sutrisno (2012:5), yaitu: 1. Keputusan Investasi

Keputusan investasi adalah masalah bagaimana manajer keuangan harus mengalokasikan dana ke dalam bentuk-bentuk investasi yang akan dapat mendatangkan keuntungan di masa yang akan datang.

2. Keputusan Pendanaan

Keputusan pendanaan ini sering juga disebut sebagai kebijakan struktur modal. Pada keputusan ini manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dan menganalisis kombinasi dari sumber-sumber

(2)

dana yang ekonomis bagi perusahaan guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan usahanya.

3. Keputusan Dividen

Keputusan dividen merupakan keputusan manajemen keuangan untuk menentukan:

1. Besarnya presentase laba yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk cash dividend

2. Stabilitas dividen yang dibagikan. 3. Dividen saham (stock dividend) 4. Pemecahan saham (stock split)

5. Penarikan kembali saham yang beredar, yang semuanya ditujukan untuk meningkatkan kemakmuran paea pemegang saham.

2.1.3 Tujuan Manajemen Keuangan

Tujuan manajemen keuangan menurut Sutrisno (2012:4) adalah untuk meningkatkan kemakmuran para pemegang saham atau pemilik. Kemakmuran para pemegang saham diperlihatkan dalam wujud semakin tingginya harga saham, yang merupakan pencerminan dari keputusan-keputusan investasi, pendanaan dan kebijakan dividen.

2.2 Perbankan

Definisi Bank menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Sedangkan menurut Hasibuan (2005:2), pengertian bank adalah: “Bank adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset keuangan (financial assets) serta bermotif profit juga sosial, jadi bukan hanya mencari keuntungan saja”.

(3)

Selain itu menurut Kasmir (2011:11), dalam bukunya Manajemen Perbankan mendefinisikan bank sebagai: “Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut kepada masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya”.

2.2.1 Fungsi Perbankan

Menurut Budisantoso dan Triandaru (2006:9) secara lebih spesifik bank dapat berfungsi sebagai agent of trust, agent of development, dan agent of services.

a. Agent of Trust

Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan (trust), baik dalam hal menghimpun dana maupun penyaluran dana. Masyarakat mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut, dan pada saat yang telah dijanjikan simpanan tersebut dapat ditarik kembali dari bank. Pihak bank sendiri akan mau menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitur atau masyarakat apabila dilandasi adanya unsur kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitur akan mengelola dana pinjaman saat jatuh tempo, dan debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo.

b. Agent of Development

Kegiatan perekonomian masyarakat di sektor moneter dan di sektor riil tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut selalu berinteraksi dan saling mempengaruhi. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Kegiatan bank berupa penghimpunan dan penyaluran dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan

(4)

distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi-distribusi-konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.

c. Agent of Services

Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian secara luas. Jasa ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang berharga, pemberian jaminan bank, dan penyelesaian tagihan.

2.2.2 Aktivitas Bank

Sebagai lembaga keuangan, aktivitas bank sehari-hari tidak akan terlepas dari bidang keuangan. Aktivitas pihak perbankan secara sederhana dapat kita katakan adalah menghimpun dana dan menyalurkan dana kepada masyarakat umum. Aktivitas perbankan yang pertama adalah menghimpun dana dari masyarakat luas yang dikenal dengan istilah di dunia perbankan adalah kegiatan yang bernama funding.

Aktivitas bank yang kedua adalah memutar kembali dana yang telah dihimpun dari masyarakat dan disalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman atau lebih dikenal dengan istilah kredit (lending). Kredit adalah penyediaan hutang, berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Dalam pemberian kredit dikenakan jasa peminjam kepada penerima kredit dalam bentuk bunga dan biaya administrasi.

(5)

2.3 Merger

2.3.1 Pengertian Merger

Arti kata merger berasal dari bahasa latin “mergere” yaitu bergabung, bersama, menyatu, berkombinasi, menyebabkan hilangnya identitas karena terserap atau tertelan sesuatu.

Merger menurut Lawrence J Gitman (2009:762) yaitu, The combination of two or more firm, in which the resulting firm maintains the identity of one of firms, usually the larger. Artinya, Kombinasi dari dua atau lebih perusahaan, di mana perusahaan yang dihasilkan mempertahankan identitas dari salah satu perusahaan, biasanya perusahaan yang paling besar.

2.3.2 Jenis-jenis Merger

Perluasan atau ekspansi bisnis diperlukan oleh suatu perusahaan untuk mencapai efisiensi, menjadi lebih kompetitif, serta untuk meningkatkan keuntungan atau profit perusahaan. Salah satu caranya adalah dengan melakukan merger. Merger memiliki jenis yang beragam, menurut Moin (2003) ada beberapa jenis merger, antara lain:

1. Merger Horisontal

Merupakan penggabungan dua atau lebih perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama dengan tujuan mengurangi persaingan atau untuk meningkatkan efisiensi melalui penggabungan aktivitas produksi, pemasaran, distribusi, riset dan pengembangan dan fasilitas administrasi. Dampak dari merger horisontal adalah semakin terkonsentrasinya struktur pasar pada industri tersebut.

2. Merger Vertikal

Terjadi apabila suatu perusahaan membeli perusahaan-perusahaan hulunya seperti perusahaan pemasoknya, dan atau perusahaan hilirnya, seperti perusahaan distribusinya yang langsung menjual produknya ke pelanggan. Dengan demikian merger vertikal merupakan penggabungan atau

(6)

pengintegrasian dua tahapan produksi atau distribusi. Keuntungan dari jenis merger seperti ini adalah terjaminnya pemasokan bahan baku, penekanan biaya transaksi, terciptanya koordinasi yang lebih baik, dan mempersulit kemungkinan masuknya perusahaan pesaing baru.

3. Merger Konglomerat

Merupakan penggabungan dua atau lebih perusahaan yang masing-masing bergerak dalam industri yang terkait. Merger konglomerat terjadi apabila sebuah perusahaan mendiversifikasi bidang bisnisnya dalam memasuki bidang bisnis yang berbeda sama sekali dengan bisnis semula. Apabila merger konglomerat dilakukan secara terus menerus oleh perusahaan, maka terbentuklah sebuah konglomerasi.

4. Merger Ekstensi Pasar

Merupakan penggabungan dua atau lebih perusahaan untuk memperluas area pasar. Adapun tujuan utamanya adalah untuk memperkuat jaringan pemasaran bagi produk masing-masing perusahaan. Biasanya merger ekstensi pasar dilakukan oleh perusahaan-perusahaan lintas negara, dalam rangka ekspansi dan penetrasi pasar serta untuk mengatasi keterbatasan ekspor karena kurang memberikan fleksibilitas penyediaan produk terhadap konsumen luar negeri.

5. Merger Ekstensi Produk

Merupakan penggabungan dua atau lebih perusahaan sejenis atau dalam industri yang sama tetapi tidak memproduksi produk yang sama maupun tidak ada keterkaitan supplier. Penggabungan usaha ini dilakukan untuk memperluas lini produk masing-masing perusahaan setelah merger, perusahaan akan menawarkan lebih banyak jenis dan lini produk sehingga akan dapat menjangkau konsumen yang lebih luas. Merger ekstensi produk ini dilakukan dengan memanfaatkan kekuatan departemen riset dan pengembangan masing-masing untuk mendapat sinergi melalui efektivitas riset sehingga lebih produktif dalam inovasi.

(7)

2.3.3 Motif Merger

Macam-macam motif merger menurut Lawrence J Gitman (2009:764) yaitu:

1. Growth or Diversification

Perusahaan yang memiliki tujuan pertumbuhan pangsa pasar. Perusahaan dapat mencapai tujuan yang sama dalam waktu singkat dengan menggabungkan perusahaan. Strategi ini lebih menghemat biaya dibandingkan dengan mengambangkan kapasitas produksi yang diperlukan. 2. Synergi

Sinergi merger adalah skala ekonomi yang dihasilkan dari overhead perusahaan gabungan yang lebih rendah. Sinergi yang lebih jelas ketika perusahaan melakukan merger dengan perusahaan lain dalam bidang yang sama, karena banyak fungsi yang berlebihan dan karyawan dapat dikurangi. Hal tersebut dapat mengurangi biaya produksi.

3. Fund Raising

Perusahaan bergabung untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menghimpun dana. Perusahaan tidak bisa memperoleh dana untuk ekspansi internal, tetapi dapat memperoleh dana penggabungan usaha eksternal. Tujuan dari merger ini memungkinkan dana dibangkitkan secara eksternal dengan biaya lebih rendah.

4. Increased Managerial Skill or Technology

Perusahaan akan memiliki potensi yang baik bahwa dia menemukan dirinya sendiri tidak dapat berkembang sepenuhnya karena kekurangan di daerah tertentu dari manajemen atau tidak adanya produk yang dibutuhkan atau teknologi produksi yang dibutuhkan. Merger dilakukan untuk melengkapi kekurangan dari bidang teknologi.

5. Tax Consideration

Pertimbangan pajak merupakan salah satu motif kunci untuk penggabungan. Manfaat pajak umumnya berasal dari fakta bahwa salah satu perusahaan memiliki rugi fiskal-maju.

(8)

Penggabungan dua perusahaan kecil dan perusahaan besar dapat memberikan para pemilik perusahaan kecil dengan likuiditas yang lebih besar. Hal ini karena daya jual yang lebih tinggi terkait dengan saham perusahaan besar.

7. Defense Against Takeover

Untuk lebih efektif, suatu pengambil alihan defensif harus menciptakan nilai bagi pemegang saham dari mereka akan menyadari setelah perusahaan digabungkan dengan perusahaan lain.

2.3.4 Manfaat Merger

Perusahaan yang melakukan merger perusahaan lain mempunyai berbagai tujuan yang memberikan manfaat kepada perusahaan tersebut, yakni:

Pertama, adanya merger akan dapat meningkatkan pendapatan perusahaan. Peningkatan pendapatan perusahaan dikarenakan perusahaan melakukan pemasaran yang baik, strategi yang lebih dan terfokus, serta penguasaan pasar. Pada sisi lain, pendapatan perusahaan menjadi terdiversifikasi karena perusahaan melakukan penggabungan usaha.

Kedua, salah satu alasan utama mengapa perusahaan mau melakukan merger karena perusahaan akan mengalami efisiensi dalam biaya operasi dibandingkan dengan dua perusahaan yang terpisah. Salah satu contoh penurunan biaya dapat dilakukan dengan melakukan pemasaran secara bersama untuk produk berbeda dibandingkan dengan dua perusahaan terpisah. Operasi perusahaan dapat diefisienkan, terutama dalam bidang sumber daya manusia yang menangani kepegawaian. Pembayaran gaji dapat dilakukan dengan satu divisi yang menggunakan teknologi lebih baik. Pengiklanan perusahaan dapat dilakukan sekaligus dibandingkan dengan dua perusahaan yang sendiri-sendiri. Biaya iklan lebih murah karena biaya iklan hanya satu dengan adanya merger. Cara ini efektif dan sangat menguntungkan perusahaan.

Penggabungan dua perusahaan juga memberikan keuntungan terhadap jaringan perusahaan yang semakin besar bila dibandingkan dengan sendiri-sendiri.

(9)

Dalam kasus ini akan timbul biaya produksi yang mengalami penurunan dan kuantitas produksi akan mengalami peningkatan sehingga pendapatan perusahaan mengalami peningkatan. Dengan adanya efisiensi yang dilakukan, maka laba perusahaan akan meningkat sehingga harga saham akan mengalami peningkatan.

Ketiga, kapitalisasi pasar perusahaan mengalami peningkatan bila perusahaan melakukan merger. Bila perusahaan berdiri sendiri, maka kapitalisasinya tidak mengalami peningkatan secara cepat dikarenakan pertumbuhan laba yang kecil. Tetapi, dengan merger perusahaan, maka kapitalisasi saham perusahaan lebih besar dikarenakan adanya harapan investor terhadap perusahaan yang akan mengalami peningkatan pendapatan sesuai dengan tujuan merger tersebut.

Keempat, adanya merger akan memberikan peningkatan kualitas sumber daya manusia diperusahaan merger. Pegawai yang baik akan bekerja dan mentransfer pengetahuan kepada pegawai yang belum memahami. Artinya, antar pegawai akan saling memberi pengetahuan untuk meningkatkan kemajuan perusahaan. Diskusi antarpegawai akan terjadi karena mereka saling bertukar informasi untuk meningkatkan pengetahuan yang dimiliki.

Kelima, adanya merger bagi dua perusahaan akan memperbaiki posisi keuangan perusahaan serta kualitas neraca perusahaan. Semakin baiknya posisi dan kualitas neraca perusahaan, membuat perusahaan semakin mempunyai tawar menawar dipasar, baik dalam rangka memasarkan produk perusahaan maupun mendapatkan bahan baku. Kualitas neraca perusahaan juga memberikan citra yang baik kepada investor dan akhirnya meningkatkan nilai saham perusahaan di bursa. Bagi bank yang mempunyai pinjaman di perusahaan tersebut semakin yakin dananya akan kembali sehingga perusahaan dapat meningkatkan kreditnya dengan kualitas neraca tersebut.

Keenam, keuntungan pajak merupakan salah satu tindakan merger. Bila perusahaan melakukan merger, maka perusahaan dapat memperoleh keuntungan pajak dengan adanya kerugian operasi dari perusahaan yang diakuisisi. Laba bersih yang besar pada perusahaan yang mengakuisisi mengakibatkan perusahaan membayar pajak yang tinggi, tetapi dengan masuknya perusahaan yang rugi

(10)

mengakibatkan pajak yang dibayarkan berkurang. Keuntungan pajak juga dapat diperoleh dengan cara meningkatkan kapasitas utang perusahaan yang belum terpenuhi. Perusahaan menggunakan seluruh utangnya sehingga pajak yang dibayarkan mengalami penurunan.

Ketujuh, adanya merger akan memberi kualitas keputusan yang di ambil menjadi lebih berkualitas. Pengambil keputusan perusahaan merger akan diperoleh dari pegawai yang berkualitas karena pegawai yang tinggal diperusahaan merger adalah mereka yang mempunyai kualitas. Akibatnya, pegawai yang mengambil keputusan akan selalu mempertimbangkan keputusannya untuk kepentingan perusahaan dan umum, serta tidak melanggar peraturan yang ada.

2.4 Kinerja

Menurut Payaman Simanjuntak (2005) yang mengemukakan kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut.

Dessler (2009) berpendapat Kinerja (prestasi kerja) karyawan adalah prestasi aktual karyawan dibandingkan dengan prestasi yang diharapkan dari karyawan. Prestasi kerja yang diharapkan adalah prestasi standar yang disusun sebagai acuan sehingga dapat melihat kinerja karyawan sesuai dengan posisinya dibandingkan dengan standar yang dibuat. Selain itu dapat juga dilihat kinerja dari karyawan tersebut terhadap karyawan lainnya.

Pengukuran kinerja didefinisikan sebagai “performing measurement” (pengukuran kinerja) adalah kualifikasi dan efisiensi perusahaan atau segmen atau keefektifan dalam pengoperasian bisnis selama periode akuntansi. Dengan demikian pengertian kinerja adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efisien dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu tertentu (Hanafi,2003:69).

(11)

Menurut Basrowi (2010:56):

“Kinerja adalah hasil atau taraf kesuksesan seseorang dalam bidang pekerjaannya menurut kriteria tertentu baik secara kualitas maupun kuantitas, dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya”.

Kamus besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kinerja (performance) adalah sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan. Dalam mengukur kinerja keuangan suatu perusahaan, terdapat berbagai metode dan cara yang dapat dipilih dengan maksud dan tujuan yang hendak dicapai oleh perusahaan tersebut. Dalam dunia perbankan, pengukuran tingkat kinerja suatu bank dapat dilakukan dengan cara menganalisis laporan keuangan.

2.4.1 Kinerja Perusahaan

Perusahaan sebagai salah satu bentuk organisasi pada umumnya memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai dalam bentuk usaha untuk memenuhi kepentingan para anggotanya. Keberhasilan dalam mencapai tujuan perusahaan merupakan prestasi manajemen. Penilaian prestasi atau kinerja suatu perusahaan diukur karena dapat dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan baik pihak internal maupun eksternal.

Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam periode tertentu. Hal ini sangat penting agar sumber daya digunakan secara optimal dalam menghadapi perubahan lingkungan.

2.4.1.1 Manfaat Penilaian Kinerja Perusahaan

Adapun manfaat dari penilaian kinerja perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengukur prestasi yang dicapai oleh suatu organisasi dalam suatu

periode tertentu yang mencerminkan tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatannya.

(12)

2. Selain digunakan untuk melihat kinerja organisasi secara keseluruhan, maka pengukuran kinerja juga dapat digunakan untuk menilai kontribusi suatu bagian dalam pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan

3. Dapat digunakan sebagai dasar penentuan strategi perusahaan untuk masa yang akan datang

4. Memberi petunjuk dalam pembuatan keputusan dan kegiatan organisasi pada umumnya dan divisi atau bagian organisasi pada khususnya

5. Sebagai dasar penentuan kebijaksanaan penanaman modal agar dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan

2.4.1.2 Tujuan Penilaian Kinerja Perusahaan

Tujuan penilaian kinerja perusahaan menurut Munawir (2003:31) adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memperoleh kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi keuangannya pada saat ditagih. 2. Untuk mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk

memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka panjang

3. Untuk mengetahui tingkat rentabilitas atau profitabilitas, yaitu menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu

4. Untuk mengetahui tingkat stabilitas usaha, yaitu kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga atas hutang-hutangnya termasuk membayar kembali pokok hutangnya tepat pada waktunya serta kemampuan membayar deviden secara teratur kepada para pemegang saham tanpa mengalami hambatan atau krisis keuangan

(13)

2.4.1.3 Laporan Keuangan Sebagai Alat Penilaian Kinerja Perusahaan

Laporan keuangan merupakan gambaran dari suatu perusahaan pada waktu tertentu (biasanya ditunjukkan dalam periode atau siklus akuntansi), yang menunjukkan kondisi keuangan yang telah dicapai suatu perusahaan dalam periode tertentu. Dengan kata lain, laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan, yaitu merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti, misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.

Menurut Munawir (2000:31) “Laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh perusahaan.” Dengan melihat laporan keuangan suatu perusahaan akan tergambar didalamnya aktivitas perusahaan tersebut. Oleh karena itu, laporan keuangan perusahaan merupakan hasil dari suatu proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk komunikasi dan juga digunakan sebagai alat pengukur kinerja perusahaan.

Penilaian kinerja keuangan suatu perusahaan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh manajemen agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap para penyandang dana dan juga untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan perusahaan. Penilaian kinerja perusahaan yang ditimbulkan sebagai akibat dari proses pengambilan keputusan manajemen, merupakan persoalan yang kompleks karena menyangkut efektivitas pemanfaatan modal dan efisiensi dari kegiatan perusahaan yang menyangkut nilai serta keamanan dari berbagai tuntutan yang timbul terhadap perusahaan.

2.4.2 Kinerja Keuangan

Kinerja keuangan merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan

(14)

aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Seperti dengan membuat suatu laporan keuangan yang telah memenuhi standar dan ketentuan dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) atau General Acepted Accounting Principle (GAAP).(Fahmi,2011:2)

Menurut Munawir (2010:30):

“Kinerja keuangan perusahaan merupakan satu diantara dasar penilaian mengenai kondisi keuangan perusahaan yang dilakukan berdasarkan analisa terhadap rasio keuangan perusahaan. Pihak yang berkepentingan sangat memerlukan hasil dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan untuk dapat melihat kondisi perusahaan dan tingkat keberhasilan perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya”.

2.5 Laporan Keuangan

2.5.1 Pengertian Laporan Keuangan

Laporan keuangan dalam suatu perusahaan adalah sebagai media informasi untuk mengkomunikasikan informasi-informasi keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengambillan keputusan, seperti yang dikemukakan oleh Sutrisno (2012:9), yaitu:

“Laporan Keuangan disusun dengan maksud untuk menyediakan informasi keuangan suatu perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan didalam mengambil keputusan”

Menurut Martono dan Harjito (2010:51) mendefinisikan laporan keuangan sebagai berikut:

“Laporan keuangan merupakan ikhtisar mengenai keadaan keuangan suatu perusahaan pada suatu perusahaan pada suatu saat tertentu.”

Sedangkan menurut fahmi (2014:2) laporan keuangan adalah:

“Laporan keuangan adalah suatu informasi yang menggambarkan kondisi keuangan suatu perusahaan, dan lebih jauh informasi tersebut dapat dijadikan sebagai gambaran kinerja keuangan perusahaan.”

(15)

2.5.2 Tujuan Laporan Keuangan

Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.

Menurut Harahap (2004:132) tujuan laporan keuangan adalah:

1. Untuk memberi informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai aktiva dan kewajiban serta modal suatu perusahaan.

2. Untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai perubahan dalam aktiva netto (aktiva dikurangi kewajiban) suatu perusahaan yang timbul dari kegiatan usaha dalam rangka memperoleh laba.

3. Untuk memberikan informasi keuangan yang membantu para pemakai laporan dalam menaksir potensi perusahaan dalam menghasilkan laba. 4. Untuk memberikan informasi penting lainnya mengenai perubahan dalam

aktiva dan kewajiban suatu perusahaan, serta informasi mengenai aktivitas pembiayaan dan investasi.

5. Untuk mengungkapkan sejauh mungkin informasi lain yang berhubungan dengan laporan keuangan yang relevan untuk kebutuhan pemakai laporan, seperti informasi mengenai kebijakan akuntansi yang dianut perusahaan.

2.5.3 Laporan Keuangan Bank

Secara umum setiap perusahaan baik itu bank maupun non bank pada suatu periode tertentu akan melaporkan kegiatan keuangannya. Informasi tentang proses keuangan perusahaan, kinerja perusahaan, aliran kas dan informasi lainnya yang berkaitan dengan kegiatan laporan keuangan dapat diperoleh dari laporan keuangan perusahaan. Menurut SFAC (Statements of Financial Accounting Concepts) No.1, pelaporan keuangan adalah sistem dan sarana penyampaian informasi tentang segala kondisi dan kinerja perusahaan terutama dari segi keuangan dan tidak terbatas pada apa yang dapat disampaikan melalui laporan keuangan.

Laporan keuangan ini menunjukkan kinerja manajemen bank selama periode tertentu. Keuntungan dengan membaca laporan ini yaitu pihak manajemen

(16)

dapat memperbaiki kelemahan yang ada serta mempertahankan kekuatan yang dimiliki.

Menurut SFAC (Statements of Financial Accounting Concepts) No.1 FASB (Finally Accounting Standart Board) 1978, tujuan utama laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang bermanfaat kepada investor, kreditor, dan pemakai lainnya baik yang sekarang maupun yang potensial dalam pembuatan investasi, kredit, dan keputusan sejenis secara rasional. Tujuan kedua adalah menyediakan informasi dalam menilai jumlah, waktu, ketidakpastian penerimaan kas dari dividen dan bunga di masa yang akan datang. Hal ini mengandung makna bahwa investor menginginkan informasi tentang hasil dan risiko atas investasi yang dilakukan.

Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. Banyak pihak yang mempunyai kepentingan untuk mengetahui lebih mendalam tentang laporan keuangan dari bank karena masing-masing pihak mempunyai kepentingan yang berbeda disesuaikan dengan sifat dan kepentingan masing-masing.

2.6 Analisis Laporan Keuangan

2.6.1 Pengertian Analisis Laporan Keuangan

Menurut Munawir (2010:35) analisis laporan keuangan adalah:

“Analisis laporan keuangan yang terdiri dari penelaahan atau mempelajari daripada hubungan dan tendensi atau kecenderungan (trend) untuk menentukan posisi keuangan dan hasil operasi serta perkembangan perusahaan yang bersangkutan”.

Sedangkan menurut Harahap (2009:190) analisis laporan keuangan berarti: “Menguraikan akun-akun laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara yang satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat”.

(17)

2.7 Analisis Rasio Keuangan

2.7.1 Pengertian Analisis Rasio Keuangan

Analisis rasio keuangan adalah metode analisis untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara individu ataupun secara kombinasi dari kedua laporan tersebut (Munawir,2002).

Pengertian rasio keuangan menurut Kasmir (2010:104) adalah sebagai berikut:

“Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka dengan angka lainnya. Perbandingan dapat dilakukan antara satu komponen dengan komponen dalam satu laporan keuangan atau antar komponen yang ada di antara laporan keuangan. Kemudian angka yang diperbandingkan dapat berupa angka-angka dalam satu periode maupun berbeda periode”.

Pada dasarnya analisa rasio keuangan dapat dilakukan dengan dua macam perbandingan, yaitu:

1. Membandingkan rasio sekarang dengan rasio-rasio dari waktu-waktu yang lalu atau dengan rasio-rasio yang diperkirakan untuk waktu-waktu yang akan datang dari perusahaan yang sama

2. Membandingkan rasio-rasio dari suatu perusahaan dengan rasio-rasio semacam dari perusahaan lain yang sejenis untuk waktu yang sama.

2.7.2 Jenis Rasio Keuangan

Rasio keuangan menurut Slamet Munawir (2007:68) berdasarkan sumber datanya dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Rasio-rasio neraca (balance sheet ratio) adalah semua rasio yang semua datanya diambil atau bersumber pada neraca

2. Rasio-rasio laporan laba rugi (income statement ratio) yaitu angka-angka rasio yang dalam penyusunannya semua datanya diambil dari laporan laba rugi

(18)

3. Rasio-rasio antar laporan (interstatement ratio) ialah semua angka rasio yang penyusunan datanya berasal dari neraca dan data lainnya dari laporan laba rugi

Menurut Riyanto (2008:331), umumnya rasio dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) tipe dasar, yaitu:

1. Rasio Likuiditas, adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendeknya

2. Rasio Leverage, adalah rasio yang mengukur seberapa jauh perusahaan dibelanjai dengan hutang

3. Rasio Aktivitas, adalah rasio yang mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan sumber dananya

4. Rasio Profitabilitas, adalah rasio yang mengukur hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan keputusan-keputusan

Menurut Dendawijaya (2006) rasio keuangan tersebut dapat dikelompokkan menjadi:

1. Rasio Likuiditas

Analisa rasio likuiditas adalah analisa yang dilakukan terhadap kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya atau kewajiban yang sudah jatuh tempo. Beberapa rasio likuiditas yang sering dipergunakan dalam menilai kinerja suatu bank yaitu Cash Ratio, Reserve Requirement, Loan to Deposits Ratio, Loan to Assets Ratio, Rasio kewajiban bersih call money (Dendawijaya,2006)

2. Rasio Solvabilitas

Analisis solvabilitas adalah analisis yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya atau kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jika terjadi likuidasi bank. Disamping itu, rasio ini digunakan untuk mengetahui perbandingan antara volume (jumlah) dana yang diperoleh dari berbagai utang (jangka pendek dan jangka panjang) serta sumber-sumber lain diluar model bank sendiri dengan volume penanaman dana tersebut pada berbagai jenis aktiva yang dimiliki bank. Beberapa rasionya adalah Capital Adequacy

(19)

Ratio, Debt to Equity Ratio, Long Term Debt to Assets Ratio (Dendawijaya, 2006)

3. Rasio Rentabilitas

Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efesiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Selain itu, rasio-rasio dalam kategori ini dapat pula digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan bank. Dalam perhitungan rasio-rasio rentabilitas ini biasanya dicari hubungan timbal balik antarpos yang terdapat pada laporan laba rugi bank dengan pos-pos pada neraca bank guna memperoleh berbagai indikasi yang bermanfaat dalam mengukur tingkat efisiensi dan profitabilitas bank yang bersangkutan. Analisis rasio rentabilitas suatu bank pada bab ini antara lain yaitu Return on Assets, Return on Equity, Net Profit Margin, rasio biaya operasional (Dendawijaya, 2006).

2.8 Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang capital adequacy ratio, non performing loan, return on assets, return on equity, net interest margin, belanja operasional terhadap pendapatan operasional, dan loan to deposits ratio 6 tahun sebelum dan 6 tahun setelah merger Bank Permata antara lain:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama

Peneliti

Judul Penelitian Alat Analisis Hasil Penelitian

Maradona (2005)

Analisis Rasio Kinerja Perbankan Pre-merger dan Post-merger pada Bank-Bank Umum Nasional

Uji t-Paired Hasil pengujian menunjukkan seluruh variabel tidak ada pengaruh pre-merger dan

(20)

post-merger pada bank-bank umum nasional. Suwardi (2008) Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Merger pada PD BPR BKK Purwodadi

Uji Wilcoxon, Uji Perbedaan rata- rata dua sampel Hasil pengujian menunjukkan bahwa sesudah merger terjadi peningkatan efisiensi yang ditunjukkan dengan peningkatan ROA, penurunan BOPO, dan NPL, walaupun NIM terjadi penurunan dan LDR terjadi peningkatan Nugroho (2010) Analisis perbandingan kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah merger dan akuisisi (pada perusahaan pengakuisisi, periode 2002-2003)

Uji beda Wilcoxon Sign Test, dan uji Manova

Hasil pengujian yang dilakukan secara serentak menunjukan tidak ada perbedaan yang signifikan.

Sedangkan hasil pengujian yang dilakukan secara parsial menunjukan hampir pada seluruh variabel-variabel yang digunakan menunjukan tidak

(21)

ada perbedaan yang signifikan.

Chrismatani (2014)

Analisis kinerja keuangan sebelum dan sesudah merger dengan menggunakan metode CAMEL Uji Paired Sample t-test Hasil penelitian menunjukkan kinerja Bank CIMB Niaga setelah merger

dibandingkan dengan sebelum merger, hanya lebih baik pada aspek kualitas aktiva dan aspek manajemen, sementara pada aspek lain tidak menunjukkan adanya perubahan yang signifikan. Wijayanti

(2014)

Analisis kinerja keuangan bank sebelum dan sesudah merger.

Uji paired sample T-Test

Hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh dan tidak ada perbedaan kinerja keuangan sebelum merger terhadap kinerja sesudah merger pada Bank CIMB Niaga Tbk Okalesa et al (2014) Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Uji Wilcoxon Test Hasil penelitian menunjukkan

(22)

Perusahaan Perbankan yang Go Public di Bursa Efek Indonesia Sebelum dan Setelah Merger dan Akuisisi Periode Tahun 2000-2012

variabel CAR, NPL, ROA, BOPO dan LDR hanya variabel CAR saja yang tidak mengalami perubahan secara signifikan meskipun demikian CAR perusahaan perbankan setelah merger dan akuisisi tetap mampu memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, Pakusadew o&Moelyon o (2015) Analisis perbandingan kinerja keuangan sebelum dan sesudah merger pada badan kredit kecamatan pekalongan utara periode 2007-2012. Uji Beda Paired Sample T Test Rata-rata perkembangan perhitungan rasio NIM, BOPO, dan LDR meningkat setelah merger sedangkan ROA dan NPL mengalami penurunan setelah merger. Dan hasil penelitian seluruh variabel sebelum dan setelah merger

(23)

tidak berbeda setelah merger. Fitriasari (2016) Analisis perbandingan kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah merger dan akuisisi terhadap manajemen entrenchment (studi perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi yang terdaftar di BEI periode 2011-2013).

Uji paired sample T-Test dan Uji regresi logistik

Seluruh variabel sesudah merger dan akuisisi berpengaruh terhadap manajemen entrenchment. Amelia (2016)

Analisis kinerja keuangan perbankan sebelum dan sesudah merger dan akuisisi (studi pada perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012). Uji paired sample t test dan McNemar test Seluruh variabel yang terdapat pada variabel tersebut menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan antara kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah merger dan akuisisi.

Mawati (2017)

Analisis Kinerja Keuangan Perbankan Sebelum dan Sesudah Merger Statistik Deskriptif, uji paired sample t-test, Kinerja keuangan perbankan yang diteliti tidak memperoleh sinergi atau nilai tambah setelah adanya merger dalam

(24)

jangka waktu lima tahun.

Sumber: Peneliti Terdahulu, 2017.

2.9 Kerangka Pemikiran

Di dalam dunia persaingan perbankan yang kompetitif dan banyaknya tantangan yang dihadapi, perbankan harus dapat mengantisipasinya dengan mengambil suatu langkah strategis. Langkah strategis ini dapat mencapai kinerja perbankan menuju arah yang lebih baik. Salah satu langkah strategis perbankan dalam menjaga eksistensinya adalah dengan konsolidasi seperti merger. Bank Indonesia pun selaku bank sentral menuntut adanya percepatan konsolidasi perbankan.

Merger dipandang sebagai alat yang cukup efektif dalam langkah strategis bisnis karena dengan strategi tersebut, bank yang sudah beroperasi bisa lebih berkembang dengan bantuan dana yang segar dan manajemen yang lebih baik. Menurut Harianto dan Sudomo (2001:640) Merger adalah penyerapan dari suatu perusahaan oleh perusahaan yang lain. Dalam hal ini perusahaan yang membeli akan melanjutkan nama dan identitasnya. Perusahaan pembeli juga akan mengambil baik aset maupun kewajiban perusahaan yang dibeli. Setelah merger, perusahaan yang dibeli akan kehilangan/berhenti beroperasi.

Merger berpengaruh besar terhadap terciptanya efisien dan efektivitas perbankan baik dari segi operasional maupun segi manajemen secara keseluruhan. Dengan adanya peningkatan produksi dan manajemen yang lebih baik dari suatu merger membuat perbankan lebih efektif dalam menggunakan seluruh assets yang dimiliki dan perluasan pangsa pasar karena bertambahnya kekuatan modal yang ada.

Tingkat kinerja suatu bank pada dasarnya dinilai dari aspek-aspek yang berpengaruh pada kondisi dan perkembangan suatu bank. Salah satu sumber utama indikator yang dijadikan dasar penilaian adalah laporan keuangan bank yang bersangkutan. Berdasarkan laporan itu akan dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang lazim dijadikan dasar penilaian tingkat kesehatan bank. Analisis

(25)

rasio keuangan memungkinkan manajemen untuk mengidentifikasikan perubahan-perubahan pokok pada trend jumlah, dan hubungan serta alasan perubahan-perubahan tersebut. Hasil analisis laporan keuangan akan membantu mengintepretasikan berbagai hubungan kunci serta kecenderungan yang dapat memberikan dasar pertimbangan mengenai potensi keberhasilan perusahaan di masa mendatang. Untuk menganalisis kinerja suatu bank dapat dilakukan dengan cara melihat tingkat kesehatan bank tersebut. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/24/DPNP Tanggal 25 Oktober 2011 Perihal Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Terdapat empat kriteria yang digunakan menggunakan pendekatan metode Risk Based Bank Rating (RBBR), yaitu adalah Penilaian Faktor Profil Risiko, Penilaian Faktor Good Corporate Governance, Penilaian Faktor Rentabilitas, dan Penilaian Faktor Permodalan.

1. Profil Risiko (Risk Profile)

Dalam penilaian terhadap faktor profil risiko merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen risiko dalam operasional Bank yaitu risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko stratejik. Masing-masing jenis risiko tersebut mengacu pada prinsip-prinsip umum penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Beberapa parameter/indikator minimun yang wajib dijadikan acuan oleh Bank dalam menilai Profil Risiko.

a. Risiko Kredit

Eksistensi sebuah bank tidak hanya ditentukan oleh besarnya giro, tabungan, dan deposito yang dapat dihimpun dari masyarakat, tetapi juga dari besarnya kredit yang dapat disalurkan kepada masyarakat. Di dalam penyaluran kredit kepada masyarakat, maka bank akan berhadapan dengan suatu risiko, yaitu risiko kredit.

Risiko kredit adalah risiko yang paling signifikan yang dihadapi bank, dan keberhasilan bisnis mereka tergantung pada pengukuran yang akurat dan tingkat efisiensi yang lebih tinggi terhadap pengelolaan risiko ini daripada risiko lainnya (Gleseche, 2004). Risiko kredit akan dihadapi oleh bank ketika nasabah gagal dalam membayar hutang atau kredit yang diterimanya pada saat jatuh tempo.

(26)

Besarnya kredit yang disalurkan ke masyarakat (nasabah) tercermin dari besarnya Loan to Deposits Ratio (LDR). Jika LDR melampaui batas yang ditetapkan regulasi sebesar 100%, maka ini berarti risiko kredit meningkat. Potensi untuk tidak terbayarnya hutang tinggi, dan ini akan berdampak pada peningkatan biaya operasional bank (BOPO), sehingga bank menjadi tidak efisien.

Rasio NPL menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank.

𝑁𝑃𝐿 = 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 𝑛𝑜𝑛 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 𝑌𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛

Semakin tinggi rasio NPL maka semakin buruk kualitas kredit yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar sehingga dapat menyebabkan kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Semakin tinggi rasio NPL maka semakin rendah profitabilitas suatu bank (Herdiningtyas, 2005)

Santoso (1996), Credit risk didefinisikan sebagai risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada bank. Risiko kredit ditunjukkan dengan besaran Non Performing Loan yaitu jumlah aktiva non produktif dibagi dengan total kredit yang diberikan bank. Teori mengatakan bahwa semakin tinggi rasio ini maka kemungkinan bank mengalami permasalahan sangat tinggi (positif).

b. Risiko Likuiditas

Risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas, dan/atau dari asset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan bank. Risiko ini disebut juga risiko likuiditas pendanaan (funding liquidity risk). Risiko likuiditas juga dapat disebabkan oleh ketidakmampuan Bank melikuidasi asset tanpa terkena diskon yang meterial karena tidak adanya pasar aktif atau adanya gangguan pasar (market disruption) yang parah. Risiko ini disebut sebagai risiko likuiditas pasar (market liquidity risk).

(27)

Konsep metode RBBR menggunakan indikator Loan to Deposits Ratio untuk menilai risiko likuiditas. Loan to Deposits Ratio (LDR) menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya.

𝐿𝑖𝑞𝑢𝑖𝑑𝑖𝑡𝑦 𝑅𝑖𝑠𝑘 =𝐿𝑖𝑞𝑢𝑖𝑑 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡 − 𝑆ℎ𝑜𝑟𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑚 𝐵𝑜𝑟𝑟𝑜𝑤𝑖𝑛𝑔 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡

Rasio ini juga merupakan indikator kerawanan dan kemampuan dari suatu bank. Peraturan Bank Indonesia No. 17/11/PBI/2015 bahwa batas aman dari Loan to Deposits Ratio suatu bank adalah sekitar 78 – 92%.

Van Greuning dan Bratanovic, (2009) mengatakan bahwa likuiditas diperlukan bank untuk memberikan kompensasi fluktuasi neraca yang terduga dan tak terduga serta menyediakan dana untuk pertumbuhan. Likuiditas menggambarkan kemampuan bank untuk mengakomodasi penarikan deposit dan kewajiban lain secara efisien dan untuk menutup peningkatan dana dalam pinjaman serta portofolio investasi.

c. Risiko Operasional

Risiko operasional adalah risiko kerugian sebagai akibat dari tindakan manusia, proses, infrastruktur atau teknologi yang mempunyai dampak operasional bank. Termasuk dalam risiko ini adalah kegiatan yang menjurus terjadinya kecurangan (fraudulent), kegagalan manajemen, tidak memadainya sistem pengendalian dan prosedur operasional. Kesalahan teknis dapat menyebabkan kerusakan sistem informasi, kerusakan proses transaksi, tidak berfungsinya sistem settlement atau tidak berjalannya back-office operation.

Pandya & Rao (1998), Dietrich & Wanzenried (2011), Bush & Kick (2009) bahwa semakin rendah faktor risiko maka semakin tinggi kinerja keuangan. Arah negatif antara faktor risiko terhadap kinerja keuangan memberikan sinyal bahwa jika faktor risiko menurun hingga pada level yang lebih rendah dapat menggambarkan peningkatan terhadap kualitas aktiva produktif dan terjadi efisiensi, sehingga kinerja keuangan dapat

(28)

ditingkatkan. Kondisi ini mencerminkan bahwa kemampuan bank dalam menghimpun dana dari pihak ketiga dalam bentuk tabungan, giro, dan deposito adalah baik.

2. Rentabilitas (Earnings)

Selain profil risiko, penilaian tingkat kesehatan bank umum juga didasarkan pada rentabilitas dan permodalan bank. Earnings merupakan salah satu indikator untuk melihat kinerja perbankan. Menurut Joen dan Miller, karena itu kinerja earnings diwakili oleh ROE. ROE menunjukkan tingkat pengembalian yang diberikan oleh bank kepada pemegang saham. Semakin tinggi ROE, maka semakin baik keadaan bank. Akan tetapi, semakin rendah ROE, maka semakin buruk bank yang bersangkutan.

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor profitabilitas bank antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen Return On Assets (ROA), Return On Equity (ROE), Net Interest Margin (NIM) atau Net Operating Margin (NOM), dan Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO).

Kegunaan Return On Assets (ROA) menurut Almilia dan Herdiningtyas (2005) adalah sebagai berikut: “Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba sebelum pajak) yang dihasilkan dari rata-rata total aset bank yang bersangkutan. Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil”.

Brigham, Enrhardt (2005:225), “ROE (Return On Equity) mengukur daya perusahaan untuk menghasilkan laba pada investasi nilai buku pemegang saham”. Menurut Gibson (2001:294), “Return On Equity measures the return to the common stockholders the residual owner”. Pengembalian laba atas ekuitas yang terdiri dari saham biasa (Return On Common Equity) merupakan alat ukur terhadap pengembalian laba kepada pemegang saham biasa.

Rasio ini menggambarkan berapa persen diperoleh laba bersih bila diukur dari modal sendiri. Semakin tinggi risiko ini semakin baik karena berarti posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian juga sebaliknya.

(29)

Rasio Net interest Margin (NIM) mengindikasikan kemampuan bank menghasilkan pendapatan bunga bersih dengan penempatan aktiva produktif (Taswan, 2009:167). NIM merupakan rasio antara pendapatan bunga terhadap rata-rata aktiva produktif. Pendapatan diperoleh dari bunga yang diterima dari pinjaman yang diberikan dikurangi dengan biaya bunga dari sumber dana yang dikumpulkan (Hasibuan, 2006). NIM suatu bank dikatakan sehat bila memiliki NIM di atas 2%. Untuk dapat meningkatkan perolehan NIM maka perlu menekan biaya dana, biaya dana adalah bunga yang dibayarkan oleh bank kepada masing-masing sumber dana yang bersangkutan. Secara keseluruhan, biaya yang harus dikeluarkan oleh bank akan menentukan berapa persen bank harus menetapkan tingkat bunga kredit yang diberikan kepada nasabahnya untuk memperoleh pendapatan netto bank. Dalam hal ini tingkat suku bunga menentukan NIM. Semakin besar rasio ini maka semakin meningkatnya pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank sehingga kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil (Almilia dan Hendiningtyas, 2005).

Veithzal Rivai (2007:722) menyatakan bahwa “BOPO adalah perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional dalam mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya”. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin tidak efisien biaya operasional bank.

3. Capital (Permodalan)

Ketentuan permodalan yang dikeluarkan oleh Bank International Settlement (BIS) ini juga diadopsi oleh Bank Indonesia dalam mengatur permodalan perbankan di Indonesia dalam mensyaratkan bahwa jumlah modal bank minimal 8% dari total asset bank yang berisiko yang disebut ATMR (Asset Tertimbang Menurut Risiko).

Modal bank yang cukup mencover tingkat risiko asset maka kinerja bank akan membaik. Hal ini disebabkan adanya peningkatan tingkat kepercayaan dari deposan untuk menitipkan dananya meski tingkat suku bunga dana pihak ketiga lebih rendah. Dari sisi asset, tingkat kecukupan modal yang tinggi akan

(30)

memberikan kesempatan diversifikasi asset bagi bank dan dapat melakukan ekspansi sehingga dapat meningkatkan kemampuan profitabilitas bank atau kinerja keuangan bank, Rose, (2002).

Hasil penelitian Berger dan Bownmen (2009) menunjukkan bahwa tingkat permodalan bank pada bank kecil mampu bertahan pada saat market crisis dan banking crisis yang terjadi didunia terutama di Amerika Serikat. Sedangkan bank menengah dan besar, tingkat permodalan hanya mampu bertahan saat banking crisis terjadi. Ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara permodalan bank dengan kinerja perbankan tersebut.

Adapun indikator yang digunakan dalam aspek permodalan, yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio kecukupan modal yang merupakan faktor penting bagi bank dalam rangka pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian yang diakibatkan dalam operasional bank. CAR menunjukkan sejauh mana penurunan asset bank masih dapat ditutup oleh equity bank yang tersedia, semakin tinggi CAR semakin baik kondisi sebuah bank (Tarmidzi Achmad, 2003). Fiordelisi, et al (2011) meneliti hubungan antara permodalan dan risiko dengan menggunakan kausalitas Granger dalam kerangka data panel. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa bank dengan pendapatan mengakibatkan meningkatnya risiko bank, agar permodalan bank dapat meningkat. Mereka juga akan memiliki modal yang cukup, karena tingkat modal yang tinggi memiliki dampak positif terhadap penting bagi lembaga pengawasan untuk mencapai keuntungan jangka panjang agar stabilitas keuangan tetap terjaga.

Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan dilakukan melalui penilaian terhadap kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimun (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku. Melalui rasio ini akan diketahui kemampuan menyanggah aktiva bank terutama kredit yang disalurkan dengan sejumlah modal bank (Abdullah, 2003:60).

Berdasarkan teori yang sudah dikemukakan di atas, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(31)

Sumber: Penulis, 2017

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.10 Hipotesis

Berdasarkan identifikasi masalah, tujuan penelitian dan kerangka pemikiran di atas, maka penulis merumuskan hipotesis penelitian berkaitan dengan uji yang akan dilakukan sebagai berikut:

Hipotesis 1 Terdapat perbedaan yang signifikan antara capital adequacy ratio 6 tahun sebelum dan 6 tahun setelah merger Bank Permata

Perbankan

Merger

Kinerja Keuangan Bank

Sebelum Merger Setelah Merger

Analisis Laporan Keuangan

Risiko Permodalan (CAR) Risiko Kredit (NPL) Risiko Operasional (BOPO) Risiko Rentabilitas (ROA, ROE, NIM) Risiko Likuiditas (LDR)

(32)

Hipotesis 2 Terdapat perbedaan yang signifikan antara non performing loan 6 tahun sebelum dan 6 tahun setelah merger Bank Permata

Hipotesis 3 Terdapat perbedaan yang signifikan antara return on assets 6 tahun sebelum dan 6 tahun setelah merger Bank Permata

Hipotesis 4 Terdapat perbedaan yang signifikan antara return on equity 6 tahun sebelum dan 6 tahun setelah merger Bank Permata

Hipotesis 5 Terdapat perbedaan yang signifikan antara net interest margin 6 tahun sebelum dan 6 tahun setelah merger Bank Permata

Hipotesis 6 Terdapat perbedaan yang signifikan antara belanja operasional terhadap pendapatan operasional 6 tahun sebelum dan 6 tahun setelah merger Bank Permata

Hipotesis 7 Terdapat perbedaan yang signifikan antara loan to deposits ratio 6 tahun sebelum dan 6 tahun setelah merger Bank Permata

Gambar

Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu  Nama
Gambar 2.1   Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR, NPL, ROA, ROE, BOPO, PDN, tidak berbeda secara signifikan antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional, hanya variable LDR

signifikan terhadap variabel ROA pada bank non go publik.NPL, CAR, LDR, dan BOPO yang mempengaruhi ROA bank go publik, sedangkan pada bank bank non. go publik hanya satu

Penelitian yang bertujuan untuk menganalisis apakah profit, CAR, KAP, ROA, BOPO, Likuiditas, LDR, NPL, DPK, dan Bunga Kredit berpengaruh terhadap penyaluran kredit

1) Variabel LDR, LAR, NPL, IRR, PDN, BOPO, FBIR, dan PR secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ROA pada bank pemerintah pada periode triwulan

variabel NPL, APB, ROA, NIM, BOPO, FBIR, LDR, IRR, dan PDN secara bersama-sama dan individu mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap predikat kesehatan Bank

1. Variabel LDR, IPR, NPL, APB, IRR, PDN dan BOPO secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ROA pada bank umum swasta nasional go

Variabel LDR, IPR, NPL, IRR, PDN, FBIR, BOPO, APYDM dan skor self assestment good corporarate (GCG) secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ROA

1) Variabel LDR, IPR, NPL, IRR, PDN, BOPO, dan FBIR secara bersama- sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ROA pada Bank Pembangunan Daerah Di Pulau