Pengukuran Kesetimbangan Uap-Cair Isotermal Sistem Biner
Metanol+Gliserol dan Propanol+Gliserol pada Tekanan Rendah
Annas Wiguno, Wahyu F.E.Irwansah, Winarsih, dan Gede Wibawa* Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya 60111
Tel/Fax: +62-31-5946240/+62-31-5999282 *E-mail: gwibawa@chem-eng.its.ac.id
Abstrak
Ebulliometer tipe othmer telah dimodifikasi untuk mendapatkan data kesetimbangan uap-cair (VLE) sistem biner metanol (1)+gliserol(2) dan propanol (1)+gliserol(2) pada kondisi isotermal secara eksperimen pada temperature 40 o
C–90 oC. Reliabilitas peralatan diuji dengan membandingkan tekanan uap yang diperoleh dari eksperimen untuk campuran metanol(1)+air(2) dengan data literatur (Zharov and Pervukhin , J. Phys. Chem. USSR 46, 1970-1973). Tes reliabilitas juga dilakukan dengan membandingkan data eksperimen tekanan uap metanol murni dengan tekanan uap metanol murni yang diperoleh dari persamaan Antoine dan Wagner dengan parameter diperoleh dari literatur. Peralatan yang telah dimodifikasi memiliki keakuratan yang baik dengan maksimum Average Absolute Deviation (AAD) dalam tekanan uap sebesar 0,7 %. Perilaku dari campuran alkohol dan gliserol pada kondisi yang diteliti cenderung mendekati perilaku larutan ideal sehingga data dapat dikorelasikan dengan baik menggunakan hukum Raoult. Sedangkan sistem metanol(1)+gliserol(2) pada 60 oC menunjukkan deviasi negatif sebesar 8,3% terhadap hukum Raoult. Data eksperimen juga dikorelasikan dengan persamaan Wilson, NRTL, dan UNIQUAC dengan overall AAD masing- masing 2,6%, 2,6% dan 2,3 %.
Kata kunci: gliserol, alkohol, kesetimbangan uap-cair, biodiesel
1. Pendahuluan
Kenaikan harga minyak mentah secara global, kenaikan polusi lingkungan akibat emisi pembakaran, global warming, serta kelangkaan suplai minyak mentah di dunia memberikan dampak yang signifikan pada perekonomian negara berkembang, khususnya negara yang menjadi importer minyak mentah seperti
Indonesia. Pengunaan bahan bakar fosil
khususnya solar (diesel) diprediksi masih akan terus didominasi sektor transportasi, dan industri (Venkanna et al., 2009)
Pemenuhan sumber energi dalam bentuk cair terutama solar pada sektor transportasi merupakan sektor paling kritis dan perlu mendapat perhatian khusus. Dengan meningkatnya konsumsi solar dalam negeri, berarti impor dari luar negeri adalah hal yang tidak bisa ditunda lagi, jika tidak maka kekurangan pasukan tidak dapat dihindari, pada saat ini kurang lebih 25% kebutuhan solar dalam negeri telah menjadi bagian yang di Impor yang artinya adalah pengurasan devisa negara. Oleh karena itu sudah saatnya dipikirkan untuk dapat disubtitusi dengan bahan bakar alternatif lainnya terutama bahan bakar yang berkesinambungan terus pengadaannya (renewable) dalam upaya
meningkatkan security of supply dan mengurangi
kuantitas impor bahan baku tersebut.
Biofuel adalah bahan bakar yang berasal dari
bahan organik, yang juga disebut non-fossil
energy. Berbeda dengan bahan bakar yang banyak kita kenal saat ini yaitu bahan bakar minyak (BBM), seperti premium, pertamax, solar, maupun minyak diesel industri yang
termasuk kelompok fossil energy. Disamping itu
biofuel dikenal sebagai energi yang ramah lingkungan karena dari berbagai studi telah menunjukkan bahwa pada proses pembakaran terjadi penurunan kadar CO, NOx maupun hidrokarbon yang tidak terbakar.
Masalah pertama yang diharapkan dapat diatasi oleh keberadaan biofuel adalah masalah energy security. Biofuel dapat menghilangkan ketergantungan negara-negara terhadap minyak, karena biofuel merupakan sumber energi yang relatif mudah diproduksi oleh semua negara dunia. Hal kedua yang mendasari urgensi penggunaan biofuel secara masal adalah biofuel lebih ramah lingkungan karena biofuel
menghasilkan emisi CO2 dan gas rumah kaca
yang lebih kecil dibanding bahan bakar minyak. Hal ketiga adalah para pengguna kendaraan juga lebih tertarik menggunakan biofuel karena biofuel memiliki kualitas nilai oktan yang lebih baik sehingga mesin menjadi lebih awet dan pembakaran lebih sempurna, sehingga penggunaan bahan bakar lebih hemat. Hal positif keempat dari keberadaan biofuel adalah ketersediaannya, di mana biofuel berasal dari sumber daya yang dapat diperbaharui.
menggantikan fossil fuel adalah biodiesel. Pemerintah Indonesia saat ini telah memulai memproduksi biodiesel sebagai substitusi BBM. Disebutkan dalam Blueprint Pengelolaan Energi Nasional (BP-PEN) 2005-2025, bahwa pemerintah telah menetapkan pemakaian biodiesel sebanyak 2% konsumsi solar pada tahun 2010, 3% pada tahun 2015 dan 5% pada tahun 2025. Selain itu, pemerintah juga menetapkan kebutuhan biodiesel mencapai 720.000 kiloliter pada tahun 2010 dan akan ditingkatkan menjadi 1,5 juta kiloliter pada tahun 2015 dan 4,7 juta kiloliter pada tahun 2025 (Peraturan Presiden Republik Indonesia, 2006).
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan. Biodiesel memiliki karakter yang lebih baik dari pada solar, yaitu terbarukan, biodegradable, non-toxic dan bebas dari sulfur dan aromatic. Ada lebih dari 350 jenis tanaman yang terindentifikasi bisa menghasilkan bahan baku untuk biodiesel, namun hanya sunflowes, safflower, soybean, cottonseed, rapeseed, dan penut yang memiliki potensi lebih untuk dijadikan biodiesel (Demirbas, 2005)
Empat metode utama yang bisa digunakan untuk memproduksi biodiesel, yaitu blending, microemulsion, pyrolysis dan transesterifikasi. Metode yang paling banyak digunakan adalah transesterifikasi trigliserida (minyak tumbuhan dan lemak hewan), dengan menggunakan alkohol dengan bantuan katalis. Alkohol yang biasa digunakan adalah metanol, etanol, propanol, butanol dan amil alkohol (Koh et al., 2011). Secara umum Transesterifikasi menggunakan proses katalis alkali dalam mengkonversi trigleserida ke minyak biodiesel/metyl ester (Fukuda et al., 2001). Masalah utama penggunaan minyak nabati sebagai campuran solar adalah tingginya viskositas, dengan transesterifikasi maka viskositas minyak nabati
berkurang signifikan, dari 27,2 – 53,6 mm2/s
menjadi antara 3,59 – 4,63 mm2/s (biodiesel). Selain itu dengan proses transesterifikasi maka flash point akan lebih rendah dari minyak nabati (Demirbas, 2005)
Setelah proses transesterifikasi, maka yang menjadi kesulitan adalah proses pemisahan dan proses pemurnian biodiesel dari pengotor dan produk samping hasil transesterifikasi tersebut. Dalam proses pemurnian tersebut perlu penentuan kondisi operasi optimal dan desain peralatan. Hal ini dapat dilakukan dengan baik jika tersedianya data kesetimbangan antara senyawa yang ada dalam campuran hasil transesterifikasi. Pemisahan dimaksudkan untuk memisahkan biodiesel dari produk sampingnya
(gliserol) dan juga digunakan untuk
mengembalikan (me-recovery) metanol/alkohol
yang terdapat dalam biodiesel (Kuramochi et al., 2009)
Beberapa penelitian kesetimbangan uap-cair untuk pemisahan dan pemurnian biodiesel telah dilakukan. Coelho et al. (2011) yang meneliti kesetimbangan uap-cair untuk sistem etanol+gliserol, etanol + etil stearat, dan etanol + etil palmitat yang diukur pada tekanan rendah dengan menggunakan alat ebulliometer tipe othmer. Pada penelitian tersebut dalam perhitungannya menggunakan parameter NRTL dan UNIQUAC models sedangkam untuk etanol+etil ester menggunakan UNIFAC-D model. Untuk hasilnya sistem water+gliserol menghasilkan deviasi positive sedangkan untuk sistem etanol+gliserol dan etanol+etil ester menghasilkan deviasi negatif. Soujanya et al.
(2009) melakukan eksperimen untuk
memprediksi kesetimbangan uap-cair untuk sistem biner pada (metanol+air) pada tekanan atmosfir yaitu 95,3 kPa and pada tekanan sub-atmosfir yaitu (15,19; 29,38; 42,66; 56,03 dan 67,38) kPa, sistem (air+gliserol) pada tekanan (14,19; 29,38; 41,54; 54,72; 63,84 and 95,3) kPa and sistem (metanol + gliserol) pada tekanan (32,02 dan 45,3) kPa menggunakan Sweitoslawsky ebulliometer. Parameter kesetimbangan yang digunakan yaitu model persamaan Wilson. Shimoyama et al. (2009) melakukan eksperimen untuk memprediksi kesetimbangan uap-cair untuk system metanol + gliserol dan etanol + gliserol pada suhu 493-573 K dengan “flow method”. Kondisi tekanan untuk system metanol + gliserol adalah 3,03 MPa-11,02 MPa dan untuk system etanol+ gliserol adalah 2,27 MPa-8,87 MPa. Parameter kesetimbangan yang digunakan yaitu model persamaan PRASOG. Oliviera et al. (2009) yang meneliti kesetimbangan uap-cair untuk system water + gliserol dan alkohol + gliserol. Penelitian ini didapatkan data kesetimbangan biner untuk 5 alkohol (metanol – pentanol) dengan gliserol.
Karena keterbatasan ketersediaan data
kesetimbangan uap-cair untuk proses pemisahan dan pemurnian biodiesel, baik untuk jenis sistem fluida maupun rentang operasinya proses pemisahan dan pemurnian dalam penentuan kondisi optimalnya diperlukan adanya data kesetimbangan uap-cair (Vapor-Liquid Equilibrium / VLE) antara komponen yang akan dimurnikan. Dengan alasan tersebut dilakukan eksperimen untuk memperoleh data kesetimbangan uap-cair (VLE) isotermal secara eksperimental untuk sistem metanol + gliserol dan propanol + gliserol pada tekanan rendah.
2. Metodologi Penelitian 2.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah metanol p.a.(MERCK) 99,9% wt, propanol p.a.(MERCK) 99,7% wt dan gliserol p.a.(MERCK) 99,5% wt
2.2 Prosedur Penelitian
Prinsip kerja dari ebulliometer othmer adalah fase yang disirkulasi dalam ebulliometer hanya fase uap, sedangkan fase liquid masih tetap berada pada tabung kesetimbangan, yang mana tabung kesetimbangan ini juga berlaku sebagai
tempat sampel awal campuran larutan.
Modifikasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah berupa peniadaan tabung/ tempat untuk menampung fase uap. Skema alat ebulliometer dapat dilihat pada gambar 1.
Penelitian kesetimbangan uap-cair ini menggunakan dua sistem campuran biner, yaitu metanol(1)+gliserol(2) dan propanol(1)+ gliserol(2). Penelitian diawali dengan
memasukkan campuran dengan komposisi
tertentu ke dalam tabung kesetimbangan (C) melalui lubang sampel (B), seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1. Selanjutnya menjalankan magnet stirrer agar pencampuran merata. Sebelum larutan dipanaskan, kondensor ( E dan F) dialiri air pendingin terlebih dahulu. Setelah itu dilakukan pengaturan tekanan vakum dengan pompa vakum dengan pembacaan tekanan dengan manometer raksa. Setelah itu,
larutan dipanaskan dengan heater, sampai suhu
yang dikehendaki. Pemanasan larutan mengakibatkan sebagian kecil liquid menguap dan selanjutnya uap akan masuk pada kondensor utama (F). Untuk pengaturan temperatur dengan menggunakan temperatute control (ANLY AT 502) dengan pembacaan temperatur pada thermokopel dengan RTD PT 100 (D). Didalam
kondenser utama F, uap akan terkondensasi menjadi liquid. Dalam ebulliometer othmer tanpa modifikasi, sebagian kecil liquid akan tertahan pada bagian bawah kondenser utama sedangkan yang lain akan kembali ke dalam tabung kesetimbangan kembali. Siklus uap ini akan terus berlangsung dan agar operasi mencapai kondisi steady state maka menunggu minimum 10 menit atau sampai jumlah tetesan liquid konstan sekitar 50 tetesan/menit untuk setiap variabel komposisi dan tekanan (Coelho et al., 2011). Namun dengan peniadanaan tabung/ tempat untuk menampung fase uap (ebulliometer othmer modifikasi), maka fase uap yang terkondensasi
akan kembali langsung dalam tabung
kesetimbangan. Pengambilan data tekanan uap dilakukan setelah tekanan dan suhu menunjukkan nilai yang konstan.
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Validasi Alat
Dalam penelitian ini dilakukan validasi data pengukuran untuk membuktikan bahwa peralatan ebulliometer yang digunakan sesuai dan akurat untuk pengukuran tekanan uap. Validasi ini dilakukan dengan mengukur tekanan uap metanol murni dan membandingkannya dengan menggunakan persamaan Antoine dan persamaan Wagner yang dituliskan secara berturut- turut pada persamaan 1 dan 2.
(1)
(2)
Dimana dan P dalam bar, T dalam (K).
Tabel 1. Konstanta Antoine dan Wagner Metanol (Poling et al., 1987;2001) Persamaan Metanol A/a* B/b* C/c* d* Tc Pc Antoine 5.20277 1580.08 239.5 - 512.6 (K) 80.92 (bar) Wagner* -8.63571 1.17982 -2.479 -1.024
Persamaan Wagner dan Antoine ini memiliki nilai error masing- masing sebesar 0,547% dan 0,546% terhadap hasil eksperimen tekanan uap metanol murni. Deviasi keseluruhan dinyatakan dengan average absolute deviation (AAD)
AAD (3)
Untuk lebih mengetahui keakuratan dari alat ini dilakukan juga pengukuran tekanan uap campuran metanol(1)+air(2) pada suhu 45°C dan
Gambar 1. Skema Alat Ebulliometer
Keterangan: A. Saluran keluar; B. Mixture inlet dan lubang sampel fase cair; C. Equilibrium cell; D. RTD PT 100; E. Kondenser sekunder; F. Kondenser primer; G. Saluran Vakum; H. Voltage Regulator (Heater); V1. Valve; P. Pompa vakum; U. Manometer raksa
(
1.5 2.5 5)
* ) ln( ln aτ bτ cτ dτ T T P P c c + + + + = − = c T T 1 τ 15 , 273 ln − + − = C T B A P i n i cal x P P P n∑
= − = 1 exp exp % 100 10.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 P [ kPa ] x1 Present work
Zharov dan Pervukhin, 1972 Wilson eq. 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Exp. 400 C Exp. 500 C Exp. 600 C NRTL eq. Wilson eq. UNIQUAC eq. P [k Pa ] x1 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 0 10 20 30 40 50 60 70 80 EXP 700 C EXP 800 C EXP 900 C NRTL WILSON UNIQUAC P [k Pa ] x1
membandingkan hasilnya dengan data literatur (Zharov, and Pervukhin, 1972). Gambar 2 menunjukkan keakurasian dari alat ebulliometer othmer modifikasi, hal ini ditunjukkan dengan deviasi untuk eksperimen tekanan uap campuran metanol-air sebesar 0,67 % terhadap data literatur.
Gambar 2. Perbandingan Tekanan Uap Campuran metanol(1)+air(2) pada 45°C dengan data literatur dan
korelasi Wilson 3.2 Tekanan Uap Sistem Biner
Hasil eksperimen dan perhitungan untuk pengukuran tekanan uap sistem metanol(1) +gliserol(2) dan propanol(1)+gliserol(2) pada berbagai suhu ditunjukkan pada gambar 3 dan 4. Terlihat bahwa terjadi kenaikan tekanan uap campuran metanol(1)-gliserol(2) seiring dengan naiknya suhu operasi, hal ini dikarenakan penguapan metanol juga semakin besar.
Gambar 3. Hasil eksperimen dan perhitungan tekanan uap sistem biner metanol(1)+gliserol(2)
Perilaku tekanan uap campuran
propanol(1)+gliserol(2) ini hampir sama dengan
perilaku tekanan uap campuran
metanol(1)+gliserol(2), yaitu kecenderungan kenaikan tekanan uap secara liniar, kenaikan
tekanan uap seiring naiknya suhu operasi. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena metanol
memiliki momen dipol yang relatif sama juga dengan propanol, sehingga kecenderungan untuk berinteraksi dengan molekul lain juga sama. Momen dipol metanol, propanol dan gliserol sebesar 1,69 Debye, 1,68 Debye, dan 2,7 Debye. Adanya momen dipol ini menunjukkan bahwa semua senyawa bersifat polar.
Gambar 4. Hasil eksperimen dan perhitungan tekanan uap sistem biner propanol(1)+gliserol(2)
3.3 Korelasi dengan Persamaan Model Koefisien Aktifitas
Data tekanan uap sistem metanol(1)+ gliserol(2) dan propanol(1)+gliserol(2) yang diperoleh juga dikorelasikan menggunakan persamaan koefisien aktifitas model untuk mendapatkan parameter interaksi dalam sistem biner. Parameter ini didapatkan dengan cara meminimalkan objectif function OF dengan menggunakan solver yang terdapat pada program Microsoft Excel® dengan metode regresi nonlinier. i n i cal P P P n OF
∑
= − = 1 exp exp 1Setelah dilakukan solver maka diperoleh Pcal
yang mendekati Pexp, sehingga dapat dihitung
nilai AAD. Dimana n menunjukkan jumlah data. Hasil korelasi dapat dilihat pada tabel 2 dan tabel 3 untuk setiap model dan untuk setiap sistem yang dipelajari
Tabel 2 dan tabel 3 menunjukkan bahwa hasil eksperimen dapat dikorelasikan dengan baik dengan persamaan wilson, NRTL dan UNIQUAC. Hal ini ditunjukkan bahwa nilai AAD maksimum 2,9 %. Dalam hal ini gliserol larut sempurna dalam metanol dan propanol. Persamaan wilson, dapat diaplikasikan dalam penelitian ini karena wilson cocok untuk campuran yang miscible sempurna dan juga
miscible sebagian namun tetap dalam satu fase. Sehingga kekurangan dari persamaan wilson yaitu ketidakmampuan untuk memprediksi batas kelarutan (limited miscibility) dapat dihindari, karena sifat larutan yang saling larut sempurna tersebut (Sandler, 2001).
Tabel 2. Hasil korelasi persamaan Wilson, NRTL, UNIQUAC dan perbandingan Hukum Raoult terhadap data
eksperimen sistem biner metanol(1)-gliserol(2)
Model Aij Aji α AAD (%) T = 40 oC Wilson 0,7 1,4 - 2,8 NRTL 14,4 -37,7 0,25 2,9 UNIQUAC -48,6 247,6 - 2,5 Hukum Raoult - - - 3,2 T = 50 oC Wilson 1,6 0,4 - 1,9 NRTL 71,3 20,3 0,25 2,3 UNIQUAC 96,4 146,0 - 2,3 Hukum Raoult - - - 4,2 T = 60 oC Wilson 2,130 0,468 - 2,7 NRTL 500,2 -580,9 0,25 2,9 UNIQUAC 35,318 86,539 - 2,6 Hukum Raoult - - - 8,3
Persamaan NRTL memiliki 3 parameter yaitu α,
b12 dan b21. Namun parameter α yang
menyatakan ketidakrandoman dalam campuran ditetapkan 0,25, hal ini masih dalam range yang diperbolehkan yaitu sekitar 0,2 hingga 0,47. Penetapan ini didasarkan bahwa jumlah data dalam penelitian ini hanya 10 titik dalam setiap sistem. Namun demikian, jumlah ini masih relatif sedikit untuk menghasilkan korelasi data yang lebih baik, sehingga nilai α bisa diatur sembarang namun tetap dalam range yang diperbolehkan (Sandler, 2001).
Tabel 3. Hasil korelasi persamaan Wilson, NRTL, UNIQUAC dan perbandingan Hukum Raoult terhadap data
eksperimen sistem biner propanol(1)+gliserol(2)
Model Aij Aji α AAD (%) T = 70 oC Wilson 0,5 1,7 - 2,6 NRTL 22,7 -28,2 0,25 2,6 UNIQUAC -23,11 28,6 - 2,1 Hukum Raoult - - - 2,7 T = 80 oC Wilson 0,8 1,2 - 2,2 NRTL 760,0 -557,8 0,25 1,6 UNIQUAC -15,5 36,3 - 1,4 Hukum Raoult - - - 3,0 T = 90 oC Wilson 0,7 1,5 - 2,8 NRTL 9,6 -41,2 0,25 3,0 UNIQUAC -26,2 25,9 - 2,5 Hukum Raoult - - - 3,5
Keterangan: Parameter biner untuk model Wilson Aij = Ʌ12
(tak bersatuan), Aji = Ʌ21 (tak bersatuan), NRTL Aij = b12
(cal/mol), Aji = b21 (cal/mol), α (tak bersatuan) dan
UNIQUAC Aij = Δu12 (cal/mol), Aji = Δu21 (cal/mol)
Meskipun semua korelasi dapat diaplikasikan namun secara umum UNIQUAC menghasilkan nilai AAD yang lebih kecil dibandingkan dengan wilson dan NRTL. Hal ini disebabkan karena persamaan UNIQUAC merupakan pengembangan dari Wilson yang menggunakan konsep lokal komposisi, variabel konsentrasi yang digunakan dalam bentuk fraksi surface dari molekul dan menggunakan teori quasichemical dari Guggenheim untuk menggambarkan struktur dari liquid, sehingga persamaan ini sangat detail dalam penurunannya. Hukum Raoult cukup menyimpang dengan data eksperimen dengan AAD maksimum 8,3 %, hal ini berarti larutan bersifat tidak ideal.
Ketiga persamaan korelasi diatas menggunakan model ideal gas law untuk menyatakan aktivitas fase uap, hal ini dikarenakan tekanan fase uap dalam range dibawah 1 atm, dan juga hanya ada interaksi molekul metanol pada sisten metanol-gliserol dan interaksi molekul propanol pada propanol-gliserol sehingga fase uap dari penelitian ini bisa diasumsikan sebagai gas ideal yang dinyatakan dengan nilai koefisien fugasitas = 1. Semua senyawa dalam penelitian ini bersifat polar, sehingga pemilihan 2 parameter pada persamaan korelasi wilson dan UNIQUAC dan 3 parameter NRTL telah sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa 1 parameter dapat diaplikasikan dalam sistem larutan non polar, dan untuk sistem larutan polar menggunakan 2 parameter (Poling et al., 2001).
Berdasarkan hasil perhitungan y2 sistem
propanol(1)+gliserol(2) suhu 90 oC, dimana
diperoleh hasil y2 perhitungan mendekati 0, baik
dengan korelasi Wilson, NRTL maupun UNIQUAC. Dengan demikian maka bisa diasumsikan bahwa fase uap hanya mengandung propanol, sehingga berdasarkan hukum Raoult modifikasi untuk campuran biner yaitu:
Dapat disederhanakan menjadi:
Asumsi ini valid karena P2sat yang sangat kecil
dibandingkan dengan P1sat pada suhu yang
sama. Hal ini juga berlaku untuk sistem metanol(1)+gliserol(2) dan secara matematis dapat dibuktikan kebenarannya.
4. Kesimpulan
Data kesetimbangan uap – cair isotermal
sistem biner metanol(1)+gliserol(2) pada 40 oC,
50 oC dan 60 oC serta sistem biner
propanol(1)+gliserol(2) pada 70 oC, 80 oC dan 90
oC telah diperoleh secara eksperimental dengan
ebulliometer othmer modifikasi. Hasil korelasi data eksperimen dengan persamaan Wilson, NRTL dan UNIQUAC menunjukkan deviasi yang relatif kecil, dengan nilai AAD maksimum sebesar 3 %, namun persamaan UNIQUAC menghasilkan AAD yang lebih kecil dibandingkan dengan persamaan Wilson dan NRTL. Secara sederhana, dalam penentuan tekanan uap campuran dari sistem yang dipelajari dapat menggunakan hukum Raoult
5. Pustaka
Coelho, R., Santos, P.G., Mafra, M.R., Cardozo-Filho, L., Corazza, M.L., (2011). (Vapor + Liquid) Equilibrium for the Binary System {Water + Glycerol} and {Ethanol + Glycerol, Ethyl Stearate, and Ethyl Palmitate} at Low Pressure. J.Chem.Thermodynamics, 43: p. 1870-1876.
Demirbas, A., (2005). Biodiesel Production From Vegetable Oils via Catalitic and Non-Catalitic Supercritical Methanol Transesterification Methods. Progress in Energy and Combustion Science,31: p. 466-487.
Fukuda, H., Kondo, A., Noda, H., 2001. ’’Biodiesel Fuel Production by Transesterification Oil’’.
Journal Bioscience and Bioengineering, 92: p. 405-416.
Koh, M.Y., Mohd, T.I., Ghazi, (2011). A Review of Biodiesel Production from Jatropha curcas L. Oil. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 15: p. 2240-2251.
Kuramochi, H., Maeda, K., Kato, S., Osako, M., Nakamura, K., Sakai, S., (2009). Application of UNIFAC Models for Prediction of Vapor–Liquid and Liquid–liquid Equilibria Relevant to Separation and Purification Processes of Crude Biodiesel Fuel. Fuel, 88: p. 1472–1477.
Oliveira, M.B., Teles, A.R.R., Queimada, A.J., Coutinho, J.A.P., (2009). Phase Equilibria of Glycerol Containing Systems and Their Description with the Cubic-Plus-Association
(CPA) Equation of State. Fluid Phase
Equilibria, 280: p. 22–29.
Peraturan Presiden Republik Indonesia. (2006).
Kebijakan Energi Nasional. No. 5.
Poling, B.E., Prausnitz, J.M., O’Connell, J.P., (1987).
The Properties of Gases and Liquids, 4th edition. Mc Graw-Hill International Edition. USA.
Poling, B.E., Prausnitz, J.M., O’Connell, J.P., 2001. “ The Properties of Gases and Liquids, 5th edition. Mc Graw-Hill International Edition. USA.
Sandler , S.I., (2001). Chemical, Biochemical, and Engineering Thermodynamics 4th edition. John Wiley & Sons, Inc. New York, USA. Sandler , S.I., (2001). Chemical, Biochemical, and
Engineering Thermodynamics 4th edition. John Wiley & Sons, Inc. New York, USA. Shimoyama, Y., Abeta, T., Zhao, L., Lwai, Y., (2009).
Measurement and Calculation of Vapor-Liquid Equilibria for Methanol + Glycerol and Ethanol + Glycerol System at 493-573 K. Fluid Phase Equilibria, 284: p. 64-69. Soujanya, J., Satyavathi, B., Prasad, V.T.E., (2009).
Experimental (Vapour-Liquid) Equilibrium Data of (Methanol + Water), (Water + Gliserol) and (Methanol + Gliserol) System at Atmospheric and Sub-atmospheric Pressure. J.Chem.Thermodynamic, 42: p. 621-624.
Venkanna, B.K., Reddy, Venkataramana, C., (2009). Biodiesel Production and Optimization from Calophyllum Inophyllum Linn Oil (Honne Oil) – A Three Stage Method. Bioresource Technology, 100: p. 5122–5125.
Zharov, V.T., Pervukhin, O.K., (1972). On the structure of vapour–liquid equilibrium diagrams of systems with the chemical interaction. Zh. Fiz. Khim. (J. Phys. Chem. USSR), 46: p. 1970–1973 (in Russian)