• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DAN GIZI BURUK DENGAN ANGKA KEMATIAN BAYI PADA DATA SURVEY DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DAN GIZI BURUK DENGAN ANGKA KEMATIAN BAYI PADA DATA SURVEY DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DAN GIZI BURUK DENGAN ANGKA KEMATIAN BAYI PADA DATA SURVEY DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Ifa Roifah

Prodi S1 Keperawatan STIKes Bina Sehat PPNI Kab. Mojokerto Abstract

Infant mortality may reflect socio-economic conditions of local communities, because the baby is the age group most vulnerable to the impacts of environmental change and socio-economic. Based on BPS data, the IMR in East Java in 2005-2010 dropped from 36.65 (in 2005) to 29.99 per 1.000 live births. This figure is still far from the MDG targets by 2015'S by 23 per 1,000 live births. The main causes of neonatal deaths are Low Birth Weight Babies by 29%. Other indicators of the health status remains a problem in East Java is the problem of nutritional status. In 2010 in East Java are 136 districts that are prone nutrition or 20.54% of the 662 districts in East Java Province. This study is the data that is non-reactive East Java Provincial Health Department in 38 districts. The variables in this study infant mortality, low birth weight and malnutrition. Data analysis in this study used multiple linear regression to test the method enter the 10% significance level. The test results simultaneously obtained results p value 0.000 <0.10 means that there is a relationship of LBW and poor nutrition status with infant mortality rates to the value of R2 0.415 at means 41.5% infant mortality rate caused by low birth weight and malnutrition, while 58.5% are caused by other factors . Formed regression model y = 0.275 + 0.299 LBW + 0.207 poor nutrition status. Infant mortality rate means the unit will increase at an average of 0.299 low birth weight and infant mortality will increase at an average of 0.207 poor nutrition status predictor variables the other is constant.

Key words: Infant mortality rate, LBW and Poor nutrition status

PENDAHULUAN

Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat bayi lahir sampai satu hari sebelum ulang tahun pertama. Dari sisi penyebabnya, kematian bayi dibedakan faktor endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen (kematian neonatal) adalah kejadian kematian yang terjadi pada bulan pertama setelah bayi dilahirkan, umumnya disebabkan oleh faktor bawaan. Sedangkan kematian eksogen (kematian post neonatal) adalah

kematian bayi yang terjadi antara usia satu bulan sampai satu tahun, umumnya disebabkan oleh faktor yang berkaitan dengan pengaruh lingkungan.

Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infan Mortality rate adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia satu tahun per 1.000 kelahiran hidup (KH). AKB dapat menggambarkan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat, karena bayi adalah kelompok usia yang paling rentan

(2)

terkena dampak dari perubahan lingkungan maupun sosial ekonomi.

Berdasarkan data BPS, AKB Jawa Timur tahun 2005-2010 turun dari 36,65 (tahun 2005) menjadi 29.99 per 1.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dari target MDG’S tahun 2015 sebesar 23 per 1.000 kelahiran hidup. Penyebab utama kematian neonatal adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), sebanyak 29 % (Depkes, 2007).

Angka kejadian BBLR di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 2,0%-15,1% (Joeharno, 2006). Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5%. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7% (Meta, 2008). Di Provinsi Jawa Timur, BBLR masih menjadi penyebab kematian neonatal tertinggi, pada tahun 2007 sebesar 40,7% dan 2008 sebesar 41,4%. Sedangkan prevalensi BBLR sendiri mengalami peningkatan yaitu 1,26% pada tahun 2005; 1,55 % pada tahun 2006 dan 2,2 % pada tahun 2008 (Data LB3 KIA Dinkes Propinsi Jawa Timur, 2008).

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2010 diketahui bahwa kasus BBLR mencapai 10,3% dari seluruh bayi lahir hidup dengan karakteristik bayi BBLR

terbanyak yaitu perempuan 12%; pekerjaan orang tua Petani/ Nelayan/ Buruh (12,9%); pendidikan orang tua tidak tamat SD/MI (15,1%) dan tinggal di Pedesaan (12%). Dari laporan Kabupaten/Kota tahun 2010 diketahui jumlah bayi BBLR di Jawa Timur mencapai 16.565 bayi dari 591.746 bayi lahir hidup (2,79%) dan berdasarkan data dari bidang Yankes Provinsi Jawa Timur diketahui kasus kematian BBLR tertinggi (>20%) terjadi di Kota Blitar, Batu dan Kabupaten Bondowoso.

Indikator lain dari derajat kesehatan yang masih menjadi masalah di Jawa Timur adalah masalah status gizi. Tahun 2010 di Jawa Timur terdapat 136 kecamatan yang rawan gizi atau 20,54% dari 662 kecamatan yang ada di Provinsi Jawa Timur. Kecamatan rawan gizi terbanyak ada di Kabupaten Situbondo ( 12 kecamatan), Probolinggo (11 kecamatan) dan Jember (10 kecamatan). Sementara jumlah kecamatan yang bebas rawan gizi di Jawa Timur ada 426 kecamatan (79,46%) yang berarti cakupan tersebut telah mendekati target yang diharapkan sebesar 80%.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan berat badan lahir rendah dan gizi buruk dengan angka kematian bayi di provinsi jawa timur.

(3)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian non-reaktif karena pada pengukuran variabel yang akan digunakan peneliti menggunakan data sekunder yaitu data Dinas Kesehatan provinsi Jawa Timur. Sampel pada penelitian ini semua kabupaten/kota di wilayah propinsi jawa timur tahun 2010 sebanyak 38 kabupaten/kota. Variabel dalam penelitian ini adalah:

a. Variabel Independen

1. Berat badan bayi baru lahir (BBLR) Berat badan bayi diukur dengan prosentasi jumlah berat badan bayi baru lahir dibagi dengan jumlah bayi lahir hidup dan mati dikalikan dengan 100 persen.

2. Gizi buruk

Gizi buruk diukur dengan prosentaase jumlah gizi buruk dibagi jumlah bayi dikalikan dengan 100 persen

b. Variable dependen : angka kematian bayi

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan uji regresi linier berganda dengan metode enter pada taraf signifikansi 10 %. Model persamaan dalam penelitian ini adalah :

Langkah dalam pengujian regresi linier berganda pertama, asumsi harus terpenuhi yaitu:

a. Distribusi normalitas

Pengujian error normalitas dengan menggunakan uji Shapiro - Wilk, dikatakan error mengikuti distribusi normal jika p value > α

b. Multikolinieritas

Pemerikasaan multikolinieritas dapat dilihat nilai VIF, TOL dan condition index. Nilai VIF lebih dari 10 dan condition index lebih dari 30

menunjukkan ada gejala

multikolinieritas. c. Heteroskedastisitas

Pemeriksaan heteroskedastisitas menggunakan uji Spearman’s Rank Correlation, dikatakan tidak ada masalah heteroskedastisitas atau menerima 꽠 jika p value > α

d. Otokorelasi

Pemeriksaan otokorelasi menggunakan uji Durbin Watson, dikatakan tidak ada masalah otokorelasi atau menerima 꽠 jika nilai d hitung atau nilai Durbin Watson model lebih besar dari Durbin Watson table batas atas (dU) dan lebih kecil daripada nilai (4-dU)

Langkah kedua, apabila asumsi terpenuhi maka dilakukan pengujian hipotesis yaitu :

a. Pengujian secara keseluruhan

꽠 0

꽠 㓨tit㓨m: 麸eb m m麸 0 Atau ,

(4)

꽠 : secara bersama berat badan lahir rendah dan gizi buruk tidak berpengaruh signifikan terhadap angka kematian bayi

꽠 : minimal terdapat satu variable berat badan lahir rendah atau gizi buruk berpengaruh signifikan terhadap angka kematian bayi

b. Pengujian parsial

꽠 0 , atau berat badan lahir rendah tidak penagaruh signifikan terhadap angka kematian bayi

꽠 0 , atau berat badan lahir rendah berpengaruh signifikan terhadap angka kematian bayi

Atau,

꽠 0 , atau gizi buruk tidak penagaruh signifikan terhadap angka kematian bayi

꽠 0 , atau gizi buruk berpengaruh signifikan terhadap angka kematian bayi

HASIL PENELITIAN

Hasil pengujian asumsi pada regresi linier berganda :

a. Hasil pengujian error normalitas dengan menggunakan uji Shapiro - Wilk p value 0,475 > 0,10 artinya distribusi data normal.

b. Hasil pengujian multikolinieritas nilai VIF = 1,553 < 10 dan nilai CI = 7,334 < 30 artinya tidak ada masalah multikolinieritas.

c. Hasil pengujian hetroskedastisitas dengan menggunkan uji Spearman’s Rank Correlation p value 0,397

d. pada BBLR dan p value 0,263 > 0,10 artinya tidak ada masalah heteroskedastisitas.

e. Hasil pengujian otokorelasi nilai Durbin Watson hitung 1,778> Darbin Watson table (dU = 1,594) artinya tidak ada masalah otokorelasi.

Hasil pengujian serentak adalah :

Variabel R2 F p value BBLR, gizi

buruk dan AKB

0,415 12,408 0,000 Hubungan BBLR dan gizi buruk dengan angka kematian bayi didapatkan hasil p value 0,000 < 0,10 maka H0 ditolak artinya ada hubungan BBLR dan gizi buruk dengan angka kematian bayi dengan nilai R2 0,415 artinya 41,5 % angka kematian bayi disebabkan oleh BBLR dan gizi buruk sedangkan 58,5 % disebabkan oleh faktor lain.

Hasil pengujian parsial pada variable BBLR, gizi buruk dan AKB adalah :

Model B Std Error t P value (constant) 0,275 0,168 1,642 0,10 BBLR 0,299 0,062 4,816 0,000 Gizi Buruk 0,207 0,112 1,852 0,073 Hubungan BBLR dengan angka kematian bayi didapatkan hasil p value

(5)

0,000 < 0,10 maka H0 artinya ada hubungan BBLR dengan angka kematian bayi, sedangkan hubungan gizi buruk dengan angka kematian bayi didapatkan hasil p value 0,073 < 0,10 maka H0 ditolak artinya ada hubungan gizi buruk dengan angka kematian bayi. Model regresi yang terbentuk adalah :

y = 0,275 + 0,299 BBLR + 0,207 gizi buruk

Model tersebut menunjukkan bahwa angka kematian bayi akan meningkat satu satuan pada rata-rata 0,299 berat badan bayi lahir rendah dan angka kematian bayi akan meningkat pada rata-rata 0,207 gizi buruk dengan syarat variabel prediktor yang lain adalah konstan.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan berat badan lahir rendah dan gizi buruk dengan angka kematian bayi dengan model akhir y = 0,275 + 0,299 BBLR + 0,207 gizi buruk. Model tersebut menunjukkan bahwa angka kematian bayi akan meningkat satu satuan pada rata-rata 0,299 berat badan bayi lahir rendah dan angka kematian bayi akan meningkat pada rata-rata 0,207 giizi buruk dengan syarat variabel prediktor yang lain adalah konstan.

Hal ini sesuai dengan konsep teori yang dikemukakan oleh Hapsari (2005) angka kematian bayi menjadi indikator pertama dalam menentukan derajat kesehatan anak karena merupakan

cerminan dari status kesehatan anak saat ini. Tingginya angka kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya faktor penyakit infeksi dan kekurangan gizi. Status gizi balita kurang dan buruk serta berat badan lahir rendah merupakan salah satu sebab kematian bayi/balita sekaligus sebagai indikator derajat kesehatan di Indonesia. SIMPULAN

Simpulan dalam penelitian ini adalah 1. Ada hubungan berat badan lahir rendah

dan gizi buruk dengan angka kematian bayi dengan p value 0,00 < 0,10.

2. Model akhir yang terbentuk y = 0,275 + 0,299 BBLR + 0,207 gizi buruk. Model tersebut menunjukkan bahwa angka kematian bayi akan meningkat satu satuan pada rata-rata 0,299 berat badan bayi lahir rendah dan angka kematian bayi akan meningkat pada rata-rata 0,207 giizi buruk dengan syarat variabel prediktor yang lain adalah konstan. SARAN

1. Perlu peningkatan promosi kesehatan pada faktor yang menyebabkan berat badan lahir rendah dan gizi buruk dengan sasaran ibu hamil dan ibu yang mempunyai balita.

2. Perlu penelitian model faktor yang mempengaruhi angka kematian bayi yang lain sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih terhadap

(6)

perkembangan pembangunan di Jawa Timur khususnya di bidang kesehatan. DAFTAR PUSTAKA

Ali, Z. (2006). Dasar-Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Raflesia Pres, Jakarta

Alimul,A. (2008) Ilmu Kesehatan Anak.Salemba Medika, Jakarta

Bapenas. (2010). Bab 28, Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Kesehatan Yang Berkualitas. Presiden RI, sitasi 4 Maret 2010. Dinkes. (2012). Profil Kesehatan Jawa

Timur Tahun 2010, sitasi 14 Maret 2012

Hapsari, E.D. (2004). Kontribusi Penting Menyelamatkan Persalinan Sehat dan Buku KIA, sitasi 22 Maret 2012

Hair, J.F., R.E. Anderson, R.L. Thatam, and W.C. Black. (2006).

Multivariate Data Analysis With Reading, 6th edition. Englewood Cliffs, Upper Saddle River.

NJ: Prentice Hall.

Johson RA, Wichern DW. (2007). Applied Multivariate Stastistical Analysis. 7th edition, Upper Saddle River,NJ: Prentice-Hall

Supranto, M.A. (2004). Analisis Multivariat Arti & Interpretasi, Rineka Cipta, Jakarta

Mubarak, I. (2006). Ilmu Kesehatan Masyarakat, Salemba Medika, Jakarta

Suryabarata, S. (2010). Metodologi Penelitian, Rajawali Pres, Jakarta

Yamin, S. dan Kurniawan, H., (2011). Regresi Dan Korelasi Dalam Genggaman Anda,, Salemba Empat, Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Qard (utang- piutang) adalah pemberian pinjaman oleh kreditur (pemberi pinjaman) kepada pihak lain dengan

English is one of the most important languages in the world. That is why the government of Indonesia places English as one of the compulsory subjects in every school. This

Instrument yang digunakan yaitu OPQOL-35 (Older People’s Quality Of Life) yang memiliki 8 domain yaitu pertama yaitu keseluruhan hidup yang menggambarkan kondisi

Berdasarkan hasil penelitian tentang Kajian Kedalaman Gerusan Pada Pilar Jembatan Tipe Tiang Pancang Bersusun adalah sebagai berikut, Kedalaman gerusan maksimum terjadi pada

a. Memelihara dan membesarkan anak. Ini adalah bentuk yang paling sederhana dan tanggung jawab setiap orang tua dan merupakan dorongan alami untuk

rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul ” PENERAPAN PENYULUHAN KESEHATAN STATUS GIZI DENGAN KEPATUHAN DIIT PADA

Therefore, if this generalization concept in quantitative method is applied to qualitative research, the results of qualitative research cannot be generalized to populations.. 1, 3

Untuk melakukan proses integrasi, dibutuhkan teknologi web service (SOAP, WSDL, NuSOAP toolkit ) dengan menggunakan metode prototyping sebagai jembatan