• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMETAAN POTENSI NIKEL LATERIT BERDASARKAN ANALISIS SPASIAL STUDI KASUS: KEC. ASERA KAB.KONAWE UTARA, SULAWESI TENGGARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMETAAN POTENSI NIKEL LATERIT BERDASARKAN ANALISIS SPASIAL STUDI KASUS: KEC. ASERA KAB.KONAWE UTARA, SULAWESI TENGGARA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

451

PEMETAAN POTENSI NIKEL LATERIT BERDASARKAN ANALISIS SPASIAL

STUDI KASUS: KEC. ASERA KAB.KONAWE UTARA, SULAWESI TENGGARA

Muhammad Apriajuma)

Yuyun Sulistiawati Aznahb)

Reinaldy Oksa Putra Raivel

Jurusan Teknik Geologi FITK Universitas HaluOleo, Kampus Bumi Tridharma, Anduonohu, Kendari, Sulawesi Tenggara 93132

a)Email : muhammadapriajum@gmail.com b)Email : yuyunsulistiawatiaznah@gmail.com

SARI

Ekplorasi mineral merupakan salah satu kegiatan untuk mendapatkan informasi dimana lokasi suatu mineral, namun proses ekplorasi masih membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar terutama dilakukan pada wilayah yang luas. Nikel laterit merupakan mineral bijih yang terbentuk dari proses pelapukan lanjutan dari batuan ultramafik pembawa Ni-silikat yang terbentuk dalam suatu singkapan tunggal. Penelitian dilakukan pada kecamatan Asera Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara yang merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi tambang nikel. Tujuan dari pemetaan analisis spasial adalah untuk mengetahui sebaran potensi nikel laterit dengan efesiensi waktu, biaya dan tenaga yang relatif lebih sedikit dibandingkan survei langsung kelapangan. Penelitian ini menggunakan analisis overlay dengan metode skoring, yaitu memberikan nilai atau bobot terhadap masing-masing parameter potensi nikel laterit dengan Parameter yang digunakan yaitu kondisi geologi, vegetasi, topografi, curah hujan dan iklim serta struktur geologi. Hasil analisis menunjukkan bahwa didaerah asera potensi nikel laterit, dimana potensi tinggi dengan luas area yaitu 9.707,26 Ha atau 11,35% dari luas wilayah umumnya berada pada arah barat laut – tenggara.

Kata kunci : nikel laterit, geologi spasial

I.

PENDAHULUAN

Eksplorasi mineral merupakan salah satu kegiatan untuk mendapatkan informasi cebakan suatu mineral, namun proses ekplorasi umumnya membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar terutama apabila dilakukan pada wilayah yang luas. Pemahaman tentang pembentukan nikel laterit serta faktor-faktor pembentukannya merupakan hal penting yang harus dipahami oleh para eksplorer untuk membantu dalam kegiatan eksplorasi. Tujuan dari pemetaan analisis spasial adalah untuk mengetahui sebaran potensi nikel laterit dengan efesiensi waktu, biaya dan tenaga yang relatif lebih sedikit dibandingkan survei langsung kelapangan.

Berdasarkan kondisi geologi, tatanan stratigrafi Sulawesi Tenggara terdiri dari fragmen benua, kompleks ofiolit dan molasa Sulawesi. Kompleks ofiolit Sulawesi

Tenggara adalah kompleks batuan ultra mafik, yang tersusun atas dunit, harzburgit, werhlit, lerzolit, websterit, serpentinit dan piroksinit (Surono, 2013). Batuan induk bijih nikel sulawesi Tenggara berasal dari batuan kompleks ofiolit. Dimana unsur nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal mineral olivin dan piroksin, sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Unsur nikel inilah apabila terendapkan atau lebih dikenal dengan pengayaan unsur nikel maka kadarnya bisa menjadi tinggi hingga diatas 2% nikelnya.

II.

GEOLOGI REGIONAL DAERAH

PENELITIAN

Pulau Sulawesi mempunyai luas sekitar 172.000 km² (Bemmelen, 1949), yang dikelilingi oleh laut yang cukup dalam. Sebagian besar daratannya dibentuk oleh pegunungan (gunung Latimojong) yang ketinggiannya mecapai 3.440 m. Seperti

(2)

452 telah diuraikan sebelumnya, Pulau Sulawesi

berbentuk huruf “K” dengan empat lengan: Lengan Timur memanjang timur laut – barat daya, Lengan Utara memanjang barat – timur dengan ujung baratnya membelok kearah utara – selatan, Lengan tenggrara memanjang barat laut – tenggara, dan Lengan Selatan membujur utara selatan.

Geomorfologi Regional

Setidaknya ada lima satuan morfologi yang dapat dibedakan dari citra IFSAR di bagian tengah dan ujung selatan Lengan Tenggara Sulawesi, yakni satuan pegunungan, perbukitan tinggi, perbukitan rendah, dataran rendah dan karst (Gambar 1). Uraian dibawah ini merupakan perian secara singkat dari kelima satuan morfologi tersebut. Satuan morfologi pebukitan tinggi menempati bagian selatan Lengan Tenggara, terutama di selatan Kendari. Satuan ini terdiri atas bukit – bukit yang mencapai ketinggian 500 mdpl dengan morfologi kasar. Batuan penyusun morfologi ini berupa batuan sedimen klastika Mesozoikum dan Tersier. Satuan morfologi pebukitan rendah melampar luas di utara Kendari dan ujung selatan Lengan Tenggara. Satuan ini terdiri atas bukit kecil dan rendah dengan morfologi yang bergelombang.Batuan penyusun satuan ini terutama batuan sedimen klastika Mesozoikum dan Tersier.

Stratigrafi Regional

Peta geologi Kecamatan Aseraberada pada bagian utara Peta Geologi Lembar Lasusua-Kendari, Sulawesi (Rusmana dkk., 1993). Kompleks Ofiolit di Lengan Tenggara Sulawesi merupakan bagian dari lajur ofiolit Sulawesi Timur. Batuan pembentuk lajur ini di dominasi oleh batuan ultramafik dan mafik serta sedimen pelagik. Batuan ultramafik terdiri atas harzburgit, dunit, werlit, lerzolit, websterit, serpentinit dan piroksinit. Sementara batuan mafik terdiri atas gabro, basalt, dolerite, mikrogabro dan amfobolit. Sedimen pelagiknya tersusun oleh batugamping laut dalam dan rijang radiolaria. Radiolaria yang dijumpai di Lengan Timur menunjukkan umur Senomanian. Penarikkan umur mutlak K/Ar dari Sembilan Sembilan

percontoh yang diambil dari Lengan Timur menunjukkan umur Senomanian – Eosen. Formasi Meluhu (Trjm), formasi ini terdiri dari berbagai jenis batuan seperti batu pasir, kuarsit, serpih hitam, serpih merah, filit, batu sabak, batu gamping, dan batu lanau. Formasi ini berdasarkan fosil Halobia sp. dan Daonella sp, yang dikandungnya diduga berumur Trias Tengah hingga Trias Akhir, dan terbentuk dalam lingkungan laut dangkal hingga laguna. Tebal seluruhnya diperkirakan mencapai 1000 m bahkan lebih. Satuan ini menindih secara tak selaras Batuan Malihan Mekongga dan Batuan Malihan Tamosi. Hubungannya dengan batuan ofiolit berupa sesar (Gambar. 2) Struktur Geologi Regional

Pulau Sulawesi pada umunya lineasi terdapat pada batuan offiolit, dan batuan yang berumur lebih tua dari Miosen (satuan malihan). Batuan yang tergabung dalam Molasa Sulawesi, dan batuan sedimen Kuarter jarang menampakan lineasi. Arah utama lineasi yaitu barat laut dan timur laut yang relatif sejajar dengan arah sesar utama yang berkembang dilengan tenggara (Sistem sesar lawanopo, sesar konaweha,sesar lasolo dan sesar kolaka). Oleh sebab itu, sangat mungkin arah utama barat laut ini berhubungan dengan sesar utama tersebut (Gambar. 3)

III.

TEORI DASAR

Faktor yang mempengaruhi efisiensi dan tingkat pelapukan kimia yang pada akhirnya mempengaruhi pembentukan endapan adalah Iklim yang sesuai untuk pembentukan endapan laterit adalah iklim tropis dan sub tropis, di mana curah hujan dan sinar matahari memegang peranan penting dalam proses pelapukan dan pelarutan unsur-unsur yang terdapat pada batuan asal. Sinar matahari yang intensif dan curah hujan yang tinggi menimbulkan perubahan besar yang menyebabkan batuan akan terpecah-pecah, disebut pelapukan mekanis, terutama dialami oleh batuan yang dekat permukaan bumi, secara spesifik curah hujan akan mempengaruhi jumlah air yang melewati tanah, yang mempengaruhi intensitas pelarutan dan perpindahan komponen yang dapat dilarutkan, keefektifan curah hujan juga

(3)

453 penting. Suhu tanah (suhu permukaan udara)

yang lebih tinggi menambah energi kinetik proses pelapukan.

Geometri relief dan lereng akan mempengaruhi proses pengaliran dan sirkulasi air serta reagen-reagen lain. Secara teoritis, relief yang baik untuk pengendapan bijih nikel adalah punggung-punggung bukit yang landai dengan kemiringan antara 10 – 30°. Pada daerah yang curam, air hujan yang jatuh ke permukaan lebih banyak yang mengalir (run-off) dari pada yang meresap kedalam tanah, sehingga yang terjadi adalah pelapukan yang kurang intensif.

Adanya batuan asal merupakan syarat utama untuk terbentuknya endapan nikel laterit. Batuan asalnya adalah jenis batuan ultrabasa dengan kadar Ni 0,2-0,3%, merupakan batuan dengan elemen Ni yang paling banyak di antara batuan lainnya, mempunyai mineral-mineral yang paling mudah lapuk atau tidak stabil (seperti Olivin dan Piroksen), mempunyai komponen- komponen yang mudah larut, serta akan memberikan lingkungan pengendapan yang baik untuk nikel.

Struktur geologi yang penting dalam pembentukan endapan laterit adalah rekahan (joint) dan patahan (fault). Rekahan dan patahan ini akan mempermudah rembesan air ke dalam tanah dan mempercepat proses pelapukan terhadap batuan induk. Selain itu rekahan dan patahan akan dapat pula berfungsi sebagai tempat pengendapan larutan-larutan yang mengandung Ni sebagai vein-vein. Seperti diketahui bahwa jenis batuan beku mempunyai porositas dan permeabilitas yang kecil sekali sehingga penetrasi air sangat sulit, maka dengan adanya rekahan-rekahan tersebut lebih memudahkan masuknya air dan proses pelapukan yang terjadi akan lebih intensif. Reagen-reagen kimia adalah unsur- unsur dan senyawa-senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan. Air tanah yang mengandung CO2 memegang peranan paling penting di dalam proses pelapukan secara kimia. Asam-asam humus (asam organik) yang berasal dari pembusukan sisa-sisa tumbuhan akan menyebabkan dekomposisi batuan, merubah pH larutan,

serta membantu proses pelarutan beberapa unsur dari batuan induk. Asam- asam humus ini erat kaitannya dengan kondisi vegetasi daerah. Dalam hal ini, vegetasi akan mengakibatkan penetrasi air lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti jalur akar pohon-pohonan, meningkatkan akumulasi air hujan, serta menebalkan lapisan humus. Keadaan ini merupakan suatu petunjuk, dimana kondisi hutan yang lebat pada lingkungan yang baik akan membentuk endapan nikel yang lebih tebal dengan kadar yang lebih tinggi. Selain itu, vegetasi juga dapat berfungsi untuk menjaga hasil pelapukan terhadap erosi. Air tanah terutama air permukaan mempunyai peran penting dalam proses pembentukan nikel laterit. Air tanah berperan untuk melarutkan unsur-unsur kimia tanah yang membantu proses pelapukan batuan induk, Selain sebagai pelarut air tanah juga berperan dalam proses pengkayaan unsur-unsur (enrichment) dalam pembentukan nikel laterit dimana proses pengkayaan sangat membentuhkan naik turunnya air permukaan. Waktu merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pelapukan, transportasi, dan konsentrasi endapan pada suatu tempat. Untuk terbentuknya endapan nikel laterit membutuhkan waktu yang lama, mungkin ribuan atau jutaan tahun. Bila waktu pelapukan terlalu muda maka terbentuk endapan yang tipis. Waktu yang cukup lama akan mengakibatkan pelapukan yang cukup intensif karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi. Banyak dari faktor tersebut yang saling berhubungan dan karakteristik profil di satu tempat dapat digambarkan sebagai efek gabungan dari semua faktor terpisah yang terjadi melewati waktu, ketimbang didominasi oleh satu faktor saja. Ketebalan profil laterit ditentukan oleh keseimbangan kadar pelapukan kimia di dasar profil dan pemindahan fisik ujung profil karena erosi (Darijanto, 1986).

IV.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan analisis overlay (Gambar. 4) dengan metode skoring, yaitu memberikan nilai atau bobot terhadap masing-masing parameter potensi nikel laterit. Parameter yang digunakan (Tabel. 1) kondisi geologi, vegetasi, topografi, curah hujan dan iklim serta struktur geologi.

(4)

454 Pemberian bobot didasari oleh tingkat

kepentingan masing-masing parameter secara berurutan, mulai dari yang terpenting sampai yang kurang penting. Selain itu setiap tema akan dibagi menjadi beberapa kelas yang diberi skor berdasarkan tingkat kesesuaiannya. Sehingga pada hasil akhir akan diperoleh “nilai akhir” yang merupakan hasil perkalian antara bobot dengan skor kelas.

Proses pemberian bobot dan skor dilakukan melalui pendekatan index overlay model (Bonham-Carter, 1994 dalam Vincentius, 2003) dengan persamaan matematis sebagai berikut:

V.

DATA DAN ANALISIS

Daerah penelitian sebagian besar merupakan kompleks offiolit, yang tersusun atas batuan ultramafik yaitu, harzburgit, dunit, werlit, lerzolit, websterit, serpentinit dan piroksinit dan merupakan asal pembentukan endapan nikel laterit.

Lineasi terdapat pada batuan offiolit yang berarah utama barat laut dan relatif sejajar dengan arah sesar utama daerah penelitian yaitu sesar lasolo yang berarah barat laut. Keadaan topografi pada daerah penelitian sebagian besar terjal, namun pada kompleks offiolit, topografinya bervariasi yaitu mulai dari datar (0-2o), landai (2-16o) dan terjal (>16o).

Data curah hujan dan iklim yang didapatkan,pada daerah penelitian menunjukkan intensitas curah hujan dan iklim yang tinggi yaitu 3257,86 mm/tahun dan 25.0oC.

Pada daerah dengan vegetasi tinggi umumnya didominasi oleh hutan primer dan hutan mangrove sedangkan pada vegetasi kerapatan sedang dan rendah masing-masing berupa perkebunan, rawa dan tanah terbuka. Hasil analisis menunjukkan potensi nikel laterit didaerah asera, dimana potensi tinggi dengan luas area yaitu 9.707,26 Ha atau 11,35% dari luas wilayah umumnya berada pada arah barat laut – tenggara, sedang yaitu 22.863,34 Ha dan rendah yaitu 52.926,14 Ha (Gambar 2). Daerah penelitian diketahui pula tidak sepenuhnya tersusun atas batuan ultrabasa yang merupakan cikal bakal terbentuknya nikel laterit, dengan luas 179.658,02 Ha yang merupakan daerah tidak berpotensi (0-1,3) menghasilkan nikel laterit (Gambar. 5).

VI.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka kesimpulan yang dapat diperoleh yaitu, hasil analisis menunjukkan bahwa potensi nikel laterit didaerah asera, dimana potensi tinggi dengan luas area yaitu 9.707,26 Ha atau 11,35% dari luas wilayah, umumnya berada pada arah barat laut – tenggara yang searah dengan sesar utama (sesar lasolo).

VII.

ACKNOWLEDGEMENT

Tim peneliti mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam studi Riset ini, keluarga tercinta, serta dosen pembimbing khususnya kepada :

1. Erzam S. Hasan, S.si, M.si 2. Harisma Buburanda, S.T, M.T 3. Fitra Saleh, S,PI, M.Sc

(5)

455

DAFTAR PUSTAKA

Bemmelen, R.W. Van, 1949, The Geology Of Indonesia vol.II,Martinus Nijhoff, The Hague. Dinas ESDM, 2007. Data Izin Usaha Pertambangan Nikel Laterit.Sulawesi Tenggara

Edi Yasa, A,2013, Penyelidikan Pendahuluan Potensi Nikel Laterit Di Daerah Pondidaha Kec.Gong Gua Kab.Konawe Prov.Sulawesi Tenggara, Fakultas Teknologi Mineral-IiTM, Medan Rusman,E,Sukido,Sukarno,D,Haryono,G, Simanjuntak T.O. 1993 Keterangan Peta Geologi Lembar

Lasusua Kendari,Sulawesi Tenggara, skala 1:250.000, Pusat Bang Geologi. Bandung.

Surono. 2013. Geologi lengan tenggara sulawesi. Badan Geologi. Kementrian Energi Dan Sumber Daya Mineral. Bandung

TABEL

Tabel. 1. Skoring Potensi Nikel Laterit Kec.Asera Kab. Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Dinas ESDM, 2007, Edi Yasa, A, 2013 dengan modifikasi, 2016)

(6)

456 Parameter 1. Peta Geologi

(7)

457 Parameter 3. Peta Topografi

(8)

458 Parameter 5.1. Curah Hujan 5 Tahun Terakhir

(9)

459

GAMBAR

Gambar. 1. Bagian Selatan Lengan Sulawesi dari Citra IFSAR (Surono, 2013)

Gambar. 2. Stratigrafi regional Lengan Tenggara Sulawesi (Rusmanadkk, 1993b; Simandjuntakdkk, 1993a, b, c, Surono 1994)

(10)

460

Gambar. 3. Hasil interprestasi citra Landsat Lengan Tenggara Sulawesi yang menunjukan lineasi dan sesar (Surono, dkk 1997)

(11)

461

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan model regresi logit yang diperoleh maka pada tipologi 1 dapat dijelaskan bahwa peluang terjadinya deforestasi pada areal hutan akan semakin rendah dengan

Konsentrasi Kandungan Logam Berat Nikel pada Gastropoda di Kawasan Hutan Mangrove Bekas Areal Penambangan Nikel Desa Tokowuta Kecamatan Lasolo Berdasarkan data

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan potensi pengembangan komoditas peternakan diperoleh, ayam buras merupakan komoditas peternakan terunggul di Sulawesi Tenggara

Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan model deforestasi yang terjadi di Kabupaten Konawe Utara dan Konawe periode 2005 – 2013,

Tulisan ini bertujuan menganalisis perubahan mobilitas unsur Ni, Fe, Co, Cr dengan menerapkan metode statistik komponen utama pada data ICP dan XRF yang

Parameter ini dipilih berdasarkan karakteristik endapan nikel laterit pada Pulau Gee dan Pulau Pakal yang mana berdasarkan hasil analisis statistik yang telah

Air tanah mempunyai peranan penting terhadap proses laterisasi, didaerah Molore mempunyai sedikit air tanah hal ini terbukti pada saat dilakukan penambangan

KESIMPULAN Berdasarkan hasil perhitungan dengan Metode Inverse Distance Weighting dengan nilai minimum cut off grade 1,5% dan densitas batuan 1,5 ton/m3 diperoleh volume endapan