WRAP UP SKENARIO 1
WRAP UP SKENARIO 1
LEKAS LELAH BILA BEKERJA
LEKAS LELAH BILA BEKERJA
BLOK HEMATOLOGI
BLOK HEMATOLOGI
Kelompok : A-2
Kelompok : A-2
KETUA
KETUA : : ABIYYA ABIYYA FARAH FARAH PUTRI PUTRI (1102013003)(1102013003) SEKRETARIS
SEKRETARIS : : ADITYA ADITYA NUGRAHA NUGRAHA ARTAR ARTAR (1102013008)(1102013008) ANGGOTA
ANGGOTA : : ADELIA ADELIA PUTRI PUTRI SABRINA SABRINA (1102013005)(1102013005) ADELINA
ADELINA ANNISA ANNISA PERMATA PERMATA (1102013006)(1102013006) ADINDA
ADINDA AMALIA AMALIA SHOLEHA SHOLEHA (1102013007)(1102013007) EVA
EVA AMANDA AMANDA RAHMAWATI RAHMAWATI (1102007103)(1102007103) INDRI
INDRI SUTANTI SUTANTI (1102009141)(1102009141) MAYA
MAYA INTAN INTAN ANDRIANY ANDRIANY (1102012159)(1102012159) IMADUDDIN
IMADUDDIN BASKORO BASKORO H H (1102011123)(1102011123) AGUSWAN
AGUSWAN PURWENDO PURWENDO (1102012010)(1102012010)
UNIVERSITAS YARSI UNIVERSITAS YARSI
SKENARIO 1 SKENARIO 1
LEKAS LELAH BILA BEKERJA LEKAS LELAH BILA BEKERJA
Yani 19 tahun, memeriksakan diri ke dokter dengan keluhan sering merasa Yani 19 tahun, memeriksakan diri ke dokter dengan keluhan sering merasa lekas lelah setelah mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Keluhan ini sudah dialami 3 lekas lelah setelah mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Keluhan ini sudah dialami 3 bulan terakhir. Sebelumnya tidak pernah
bulan terakhir. Sebelumnya tidak pernah mengalami hal seperti ini.mengalami hal seperti ini.
Pada anamnesis tambahan didapatkan keterangan bahwa pola makan bu Shinta Pada anamnesis tambahan didapatkan keterangan bahwa pola makan bu Shinta tidak teratur, jarang makan sayur, ikan, maupun daging, hanya tahu/tempe dan tidak teratur, jarang makan sayur, ikan, maupun daging, hanya tahu/tempe dan kerupuk. Tidak dijumpai riwayat penyakit yang diderita sebelumnya dan riwayat kerupuk. Tidak dijumpai riwayat penyakit yang diderita sebelumnya dan riwayat pengobatan tidak jelas.
pengobatan tidak jelas.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan: Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
Wajah terlihat lelah, TD 110/60 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensiWajah terlihat lelah, TD 110/60 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi pernapasan 20x/menit,
pernapasan 20x/menit, suhu tubuh suhu tubuh 36,836,8 00C, TB=160 cm, BB=60 kg, konjungtivaC, TB=160 cm, BB=60 kg, konjungtiva palpebra inferior pucat.
palpebra inferior pucat.
Pemeriksaan jantung, paru dan abdomen dalam batas normal.Pemeriksaan jantung, paru dan abdomen dalam batas normal.
Hasil pemeriksaan darah rutin dijumpai:Hasil pemeriksaan darah rutin dijumpai: Pemeriksaan
Pemeriksaan Kadar Kadar Nilai Nilai normalnormal Hemoglobin Hemoglobin (Hb) (Hb) 10,5 10,5 g/dl g/dl 12-14 12-14 g/dlg/dl Hematokrit Hematokrit (Ht) (Ht) 37% 37% 37-42%37-42% Eri Eritrostrosit it 4,75 4,75 x x 1010 /µl /µl 3,93,9-5,-5,3 3 x x 1010 /µl/µl MCV MCV 70 70 fl fl 82-92 82-92 flfl MCH MCH 20 pg 20 pg 27-31 27-31 pgpg MCHC MCHC 22% 22% 32-36%32-36% Leukosit Leukosit 6500/µl 6500/µl 5000-10.000/ 5000-10.000/ µlµl Trombosit Trombosit 300.000/µl 300.000/µl 150.000-400.000/µl150.000-400.000/µl
SKENARIO 1 SKENARIO 1
LEKAS LELAH BILA BEKERJA LEKAS LELAH BILA BEKERJA
Yani 19 tahun, memeriksakan diri ke dokter dengan keluhan sering merasa Yani 19 tahun, memeriksakan diri ke dokter dengan keluhan sering merasa lekas lelah setelah mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Keluhan ini sudah dialami 3 lekas lelah setelah mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Keluhan ini sudah dialami 3 bulan terakhir. Sebelumnya tidak pernah
bulan terakhir. Sebelumnya tidak pernah mengalami hal seperti ini.mengalami hal seperti ini.
Pada anamnesis tambahan didapatkan keterangan bahwa pola makan bu Shinta Pada anamnesis tambahan didapatkan keterangan bahwa pola makan bu Shinta tidak teratur, jarang makan sayur, ikan, maupun daging, hanya tahu/tempe dan tidak teratur, jarang makan sayur, ikan, maupun daging, hanya tahu/tempe dan kerupuk. Tidak dijumpai riwayat penyakit yang diderita sebelumnya dan riwayat kerupuk. Tidak dijumpai riwayat penyakit yang diderita sebelumnya dan riwayat pengobatan tidak jelas.
pengobatan tidak jelas.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan: Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
Wajah terlihat lelah, TD 110/60 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensiWajah terlihat lelah, TD 110/60 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi pernapasan 20x/menit,
pernapasan 20x/menit, suhu tubuh suhu tubuh 36,836,8 00C, TB=160 cm, BB=60 kg, konjungtivaC, TB=160 cm, BB=60 kg, konjungtiva palpebra inferior pucat.
palpebra inferior pucat.
Pemeriksaan jantung, paru dan abdomen dalam batas normal.Pemeriksaan jantung, paru dan abdomen dalam batas normal.
Hasil pemeriksaan darah rutin dijumpai:Hasil pemeriksaan darah rutin dijumpai: Pemeriksaan
Pemeriksaan Kadar Kadar Nilai Nilai normalnormal Hemoglobin Hemoglobin (Hb) (Hb) 10,5 10,5 g/dl g/dl 12-14 12-14 g/dlg/dl Hematokrit Hematokrit (Ht) (Ht) 37% 37% 37-42%37-42% Eri Eritrostrosit it 4,75 4,75 x x 1010 /µl /µl 3,93,9-5,-5,3 3 x x 1010 /µl/µl MCV MCV 70 70 fl fl 82-92 82-92 flfl MCH MCH 20 pg 20 pg 27-31 27-31 pgpg MCHC MCHC 22% 22% 32-36%32-36% Leukosit Leukosit 6500/µl 6500/µl 5000-10.000/ 5000-10.000/ µlµl Trombosit Trombosit 300.000/µl 300.000/µl 150.000-400.000/µl150.000-400.000/µl
Kata-kat
Kata-kata Sulia Sulitt
-- Konjungtiva Konjungtiva : : Membran Membran tipis tipis yang yang melapisi melapisi sklera sklera dan dan kelopak kelopak mata.mata. -- Palpebra Palpebra inferior inferior : : Kelopak Kelopak mata mata bagian bagian bawahbawah
-- Anemia Anemia : : Penurunan Penurunan jumlah jumlah eritrosit, eritrosit, hemoglobin hemoglobin atau atau keduanyakeduanya sehingga tidak adekuat membawa oksigen ke jaringan. sehingga tidak adekuat membawa oksigen ke jaringan. -- Hemoglobin Hemoglobin : : Protein Protein pembawa pembawa oksigen oksigen dalam dalam eritrosit, eritrosit, terdiri terdiri daridari
heme dan globin. heme dan globin.
-- Hematokrit Hematokrit : : Persentasi Persentasi volum volum eritrosit eritrosit dalam dalam 100 100 ml ml darahdarah -- Eritrosit Eritrosit : : Sel Sel darah darah merahmerah
-- MCV MCV : : Nilai Nilai rata-rata rata-rata volum volum eritrositeritrosit -- MCH MCH : : Nilai Nilai rata-rata rata-rata Hb Hb dalam dalam eritrositeritrosit -- Leukosit Leukosit : : Sel Sel darah darah putihputih
-- MCHC MCHC : : Jumlah Jumlah Hb Hb yang yang dinyatakan dinyatakan dalam dalam persentasi persentasi volumvolum darah merah
darah merah
-- Trombosit Trombosit : : Keping-keping Keping-keping darahdarah
Pertanyaan Pertanyaan
1.
1. Mengapa konjungtiva palpebral terlihat pucat?Mengapa konjungtiva palpebral terlihat pucat? Karena penurunan kadar hemoglobin
Karena penurunan kadar hemoglobin 2.
2. Apa yang menyebabkan Hb, MCH, MCV, MCHC menurun?Apa yang menyebabkan Hb, MCH, MCV, MCHC menurun? -- Terjadi gangguan dalam pembentukan eritrositTerjadi gangguan dalam pembentukan eritrosit
-- PendarahanPendarahan -- Intake kurangIntake kurang -- Gangguan absorbsGangguan absorbs 3.
3. Apa hubungannya poApa hubungannya pola makan dengan penyakit yang diderita pasien?la makan dengan penyakit yang diderita pasien? Karena makanan mengandung zat besi
Karena makanan mengandung zat besi yang berguna untuk pembentukanyang berguna untuk pembentukan eritrosit
eritrosit 4.
4. Apa diagnosis sementara?Apa diagnosis sementara? Anemia defisiensi besi Anemia defisiensi besi 5.
5. Kenapa pada wanita lebih berisiko terkena anemia?Kenapa pada wanita lebih berisiko terkena anemia?
Karena wanita sering mengalami pendarahan seperti menstruasi, melahirkan, Karena wanita sering mengalami pendarahan seperti menstruasi, melahirkan, dll
dll 6.
6. Apa hubungannya MCV, MCH, MCHC terhadap anemia?Apa hubungannya MCV, MCH, MCHC terhadap anemia?
Karena MCV, MCH, MCHC adalah nilai rata-rata eritrosit sehingga jika Karena MCV, MCH, MCHC adalah nilai rata-rata eritrosit sehingga jika jumlah tidak seimbang akan ada gangguan
jumlah tidak seimbang akan ada gangguan 7.
7. Apa ciri-ciri umum Hb menurun?Apa ciri-ciri umum Hb menurun?
Pucat, lelah, ngantuk, nafsu makan menurun, dll Pucat, lelah, ngantuk, nafsu makan menurun, dll
HIPOTESIS
Perempuan berusia 19 tahun dengan anamnesis pola makan yang kurang teratur dan asupan gizi khususnya zat besi dan protein yang rendah mengeluh cepat lelah setelah beraktivitas. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar hemoglobin, MCV, MCH, MCHC yang rendah, pemeriksaan fisik didapat palpebra konjungtiva pucat. Diduga hal inilah yang menyebabkan ia pucat dan lekas lelah. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan diduga pasien mengalami anemia dengan dugaan penyakitnya anemia defisiensi besi.
SASARAN BELAJAR
LI.1. Memahami dan menjelaskan eritropoiesis
LO.1.1. Proses pembentukan eritrosit pada sumsum tulang LO.1.2. Faktor yang diperlukan pada pembentukan eritrosit LO.1.3. Morfologi eritrosit
LO 1.4. Kelainan eritrosit
LI.2. Memahami dan menjelaskan hemoglobin LO.2.1. Biosintesis dan fungsi hemoglobin LO.2.2. Peran zat besi
LO.2.3. Reaksi oksigen dan hemoglobin LI.3. Memahami dan menjelaskan anemia
LO.3.1. Definisi LO.3.2. Etiologi LO.3.3. Klasifikasi LO.3.4. Patofisiologi LO.3.5. Manifestasi klinik
LO.3.6. Pemeriksaan laboratorium
LI.4. Memahami dan menjelaskan anemia defisiensi besi LO.4.1. Definisi
LO.4.2. Etiologi LO.4.3. Patofisiologi LO.4.4. Manifestasi klinis LO.4.5. Diagnosis
LO.4.6. Pencegahan LO.4.7. Penatalaksanaan LO.4.8. Prognosis
LI.1. Memahami dan Menjelaskan Eritropoeisis
LO.1.1. Proses pembentukan eritrosit pada sumsum tulang
Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit, pada janin dan bayi proses ini berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa
terbatas hanya pada sumsum tulang. (Dorland edisi 31)
Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepI. Asal sel yang akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM).
Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah matur ya itu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.
Eritropoeisis terjadi di sumsum tulang hingga terbentuk eritrosit matang dalam darah tepi yang dipengaruhi dan dirangsang oleh hormon eritropoietin. Eritropoietin adalah hormon glikoprotein yang terutama dihasilkan oleh sel-sel interstisium peritubulus ginjal, dalam respon terhadap kekurangan oksigen atas bahan globulin plasma, untuk digunakan oleh sel-sel induk sumsum tulang. Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada semua stadium terutama saat sel induk membelah diri dan proses pematangan sel menjadi eritrosit. Di samping mempercepat pembelahan sel, eritropoietin juga memudahkan pengambilan besi, mempercepat pematangan sel dan memperpendek waktu
Selama perkembangan intrauterus, eritrosit mula-mula dibentuk oleh yolk sac dan kemudian oleh hati dan limpa sampai sumsum tulang terbentuk dan mengambil alih produksi eritrosit secara ekslusif.
Pada anak, sebagian tulang terisi oleh sumsum tulang merah yang mampu memproduksi sel darah. Namun, seiring dengan pertambahan usia, sumsum tulanh kuning yang tidak mampu melakukan eritropoiesis secara perlahan menggantikan sumsum merah, yang tersisa hanya di beberapa tempat, misalnya sternum, iga dan ujung-ujungg atas tulang oanjang ekstremitas.
Sumsum tulang tidak hanya memproduksi SDM tetapi juga merupakan sumber leukosit dan trombosit.Di sumsum tulang terdapat sel punca pluripotent tak berdiferensiasi yang secara terus menerus membelah diri dan berdiferensiasi untuk
menghasilkan semua jenis sel darah.
Ginjal mendeteksi penurunan/ kapasitas darah yang mengakngkut oksigen.Jika O2 yang disalurkan ke ginjal berkurang, maka ginjal mengeluarkan hormone eritropoietin dalam darah yang berfungsi merangsang eritropoiesis (produksi eritrosit) dalam sumsum tulang.Tambahan eritrosit di sirkulasi meningkatkan kemampuan darah mrngangkut O2.Peningkatan kemampuan darah mengangkut O2 menghilangkan rangsangan awal yang memicu sekresi eritropoietin.
LO.1.2. Faktor yang diperlukan pada pembentukan eritrosit
Keseimbangan jumlah eritrosit yang beredar di dalam darah mencerminkan adanya keseimbangan antara pembentukan dan destruksi eritrosit. Keseimbangan ini sangat penting, karena ketika jumlah eritrosit turun akan terjadi hipoksia dan ketika terjadi kenaikan jumlah eritrosit akan meningkatkan kekentalan darah.
Untuk mempertahankan jumlah eritrosit dalam rentang hemostasis, sel-sel baru diproduksi dalam kecepatan yang sangat cepat yaitu lebih dari 2 juta per detik pada orang yang sehat. Proses ini dikontrol oleh hormone dan tergantung pada pasokan yang memadai dari besi, asam amino dan vitamin B tertentu.
Hormonal Control
Stimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh hormone eritropoetin (EPO)dan hormon glikoprotein.Ginjal memainkan peranan utama dalam produksi EPO. Ketikasel-sel ginjal mengalami hipoksia (kekurangan O2), ginjal akan mempercepat pelepasaneritropoetin. Penurunan kadar O2 yang memicu pembentukan EPO :
1. Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan 2. Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah (seperti yang terjadi
pada defisiensi besi)
3. Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada penderita pneumonia.
Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel darah merah dalam darah, sehingga terjadi peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 dan memulihkan penyaluranO2 ke jaringan ke tingkat normal.Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah normal, sekresieritropoetin dihentikan sampai
diperlukan kembali. Jadi, hipoksia tidak mengaktifkanlangsung sumsum tulang secara langsung, tapi merangsang ginjal yang nantinya memberikanstimulus hormone yang akan mengaktifkan sumsum tulang.Selain itu, testosterone pada pria juga meningkatkan produksi EPO oleh ginjal.Hormone sexwanita tidak berpengaruh terhadap stimulasi EPO, itulah sebabnya jumlah RBC pada
LO.1.3. Morfologi Eritrosit
Morfologi, sifat, karakteristik, fungsi serta kadar normal eritropoiesis
Eritrosit normal berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter ± 7,8 μm,
dengan ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5 μm dan pada bagian
tengah1 μm atau kurang. Volume eritrosit adalah 90
-95 μm
3.Jumlah eritrosit normal pada pria 4,6 -6,2 juta/μLdan pada wanita 4,2
-5,4 juta/μL. Kadar
normalhemoglobin pada pria 14 - 18 g/dL dan pada wanita12 - 16g/dL.Fungsi Sel darah Merah
Sel darah merah berfungsi mengedarkan O2 ke seluruh tubuh. 1. Berfungsi dalam penentuan golongan darah.
2. Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah merah mengalami proses lisis oleh patogen atau bakteri, maka hemoglobin di dalam sel darah merah akan melepaskan radikal bebas yang akan menghancurkan dinding dan membran sel patogen, serta membunuhnya.
3. Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat hemoglobin terdeoksigenasi, yang juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan melancarkan arus darah supaya darah menuju ke daerah tubuh yang kekurangan oksigen.
LO.1.4. Kelainan Eritrosit
1. KELAINAN UKURAN
a.
Makrosit, diameter eritrosit ≥ 9 μm dan volumenya ≥ 100 fL
b.Mikrosit, diameter eritrosit ≤ 7 dan volumenya ≤ 80 fL
c. Anisositosis, ukuran eritrosit tidak sama besar
2. KELAINAN WARNA
a. Hipokrom, bila daerah pucat pada bagian
tengah eritrosit ≥ 1/3
diameternyab.
Hiperkrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≤1/3
diameternyac. Polikrom, eritrosit yang memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit matang, warnanya lebih gelap.
3. KELAINAN BENTUK
a. Sel sasaran (target cell), Pada bagian tengah dari daerah pucat eritrosit terdapat bagian yang lebih gelap/merah.
b. Sferosit, Eritrosit < normal, warnanya tampak lebih gelap.
c. Ovalosit/Eliptosit, Bentuk eritrosit lonjong seperti telur (oval), kadang-kadang dapat lebih gepeng (eliptosit).
d. Stomatosit ,Bentuk sepeti mangkuk.
e. Sel sabit (sickle cell/drepanocyte) Eritosit yang berubah bentukmenyerupai sabit akibat polimerasi hemoglobin S pada kekurangan
O2.
f. Akantosit, Eritrosit yang pada permukaannya mempunyai 3
–
12duridengan ujung duri yang tidak sama panjang.g. Burr cell (echinocyte), Di permukaan eritrosit terdapat 10 - 30 duri kecilpendek, ujungnyatumpul.
h. Sel helmet, Eritrosit berbentuk sepeti helm.
i. Fragmentosit (schistocyte), Bentukeritrosit tidak beraturan. j. Teardropcell, Eritrositseperti buahpearatau tetesan air mata.
LI.2. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin
Hemoglobin adalah molekul protein pada sel arah merah yang berfungsi sebagai media transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru-paru. Kandungan zat besi yang terdapat dalam hemoglobin membuat darah bewarna merah.
Nilai normal hemoglobin adalah sebagai berikut:
- Anak-anak 11
–
13 gr/dl - Lelaki dewasa 14–
18 gr/dl - Wanita dewasa 12–
16 gr/dlJika nilainya kurang dari nilai diatas bisa dikatakan anemia, dan apabila nilainya kelebihan akan mengakibatkan polinemis.
Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi. Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein (globulin chain) yang terhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA) terdiri dari 2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang masih dalam kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama yang dinamakan sebagai HbF. Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua subunit alfa dan beta yang terikat secara nonkovalen. Subunit-subunitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama
Pada pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang menahan satu atom besi; atom besi ini merupakan situs/loka ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme Tiap subunit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen. Pada molekul heme inilah zat besi melekat dan menghantarkan oksigen serta karbondioksida melalui darah, zat ini pula yang menjadikan darah kita berwarna merah.
LO.2.1. Biosintesis dan Fungsi
Sintesis hemoglobin membutuhkan produksi dari heme dan globin yang terkoordinasi. Heme adalah kelompok prostetik yang menjembatani pengikatan oksigen melalui hemoglobin. Globin adalah protein yang mengelilingi dan melindungi molekul heme
Sintesis Heme
Gambar 1 Sintesis heme
Sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html Sintesis heme adalah sebuah proses kompleks yang melibatkan banyak langkah-langkah enzimatik. Proses ini dimulai di mitokondria dengan kondensasi dari suksinil-CoA dan glisin membentuk 5-aminolevulinic acid. Serangkaian langkah-langkah di dalam sitoplasma menghasilkan coproporphrynohen III yang akan masuk kembali ke dalam mitokondria. Langkah-langkah enzimatik akhir menghasilkan heme.
Sintesis globin
Dua rantai globin yang berbeda, alpha dan non-alpha (masing-masing dengan molekul heme sendiri) bergabung membentuk hemoglobin. Dengan pengecualian pada minggu pertama perkembangan embrio, salah satu rantai
globin selalu alpha. Sejumlah variabel mempengaruhi sifat dasar dari rantai alpha di dalam molekul hemoglobin. Fetus mempunyai sebuah rantai non-alpha yang berbeda yaitu gamma. Setelah lahir, rantai globin non-non-alpha berbeda dinamakan beta, berpasangan dengan rantai alpha. Gabungan dari dua rantai alpha dan dua rantai non alpha menghasilkan sebuah molekul hemoglobin yang lengkap (total 4 rantai per molekul).
Gabungan dari dua rantai alpha dan dua rantai gamma membentuk hemoglobin fetal (janin) yakni Hb F. Dengan pengecualian bahwa 10 hingga 12 minggu pertama setelah pembuahan, Hb F sebagai hemoglobin dasar di dalam perkembangan janin. Gabungan dua rantai alpha dan dua rantai beta membentuk hemoglobin adult (dewasa) yang juga disebut sebagai Hb A. Walaupun Hb A dinamankan dewasa, Hb A menjadi hemoglobin yang menonjol sekitar 18 hingga 24 minggu kelahiran.
Sepasang dari satu rantai alpha dan satu rantai non-alpha menghasilkan sebuah dimer (dua rantai) hemoglobin. Dimer hemoglobin tidak efisien membawa oksigen. Dua dimer bergabung membentuk sebuah tetramer hemoglobin yang merupakan bentk fungsional dari hemoglobin. Ciri-ciri biofisika lengkap dari tetramer hemoglobin yakni mengontrol pengambilan oksigen di paru-paru dan melepaskannya di jaringan yang membutuhkan untuk mempertahankan hidup.
Gen-gen yang mengkode rantai globin alpha terletak pada kromosom 16, sedangkan gen-gen yang mengkode rantai globin non-alpha terletak pada kromosom 11. Kompleks alpha disebut lokus globin alpha, sedangkan kompleks non-alpha disebut lokus globin beta. Keseimbangan ekspresi gen pada rantai globin dibutukan untuk fungsi normal sel darah merah. Gangguan keseimbangan ekspresi gen pada rantai globin menghasilkan sebuah penyakit yang dinamakan talasemia
(Bunn dan Forget, Saunders, 2002)
Gambar 2 Sintesis globin
Tabel 1 Hemoglobin manusia
Sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html Biosintesis hemoglobin
Sintesis hemoglobin di mulai dalam proteoblast dan berlanjut bahkan dalam stadium retikulosit pada pembentukan sel darah merah.
Oleh karena itu ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke aliran darah, retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil hemoglobin satu hari sesudah dan seterusnya sampai sel tersebut menjadi eritrosit yang matur.
Tahap dasar pembentukan secara kimiawi :
Suksinil-KoA, di bentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin membentuk molekul priol.
Empat priol bergabung membentuk protoporfirin IX bergabung dengan besi membentuk molekul heme.
Setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yaitu globin yang di sintesis oleh ribosom membentuk sub unit hemoglobin yang di sebut rantai hemoglobin.
Fungsi hemoglobin
Menurut Depkes RI fungsi hemoglobin adalah
a. Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida dalam jaringan b. Mengambil oksigen dalam paru-paru kemudian dibawa keseluruh
jaringan-jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.
c. Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke paru-paru untuk dibuang, untuk mengetahui apakah seseorang itu kekurangan darah apa tidak.
LO.2.2. Peran zat besi
Penting untuk pembentukan hemoglobin namun juga penting untuk elemen lainnya (contoh : myoglobin, sitokrom, sitokrom oksidase, peroksidase, katalase)
Embryonic hemoglobins Fetal hemoglobin Adult hemoglobins gower 1- zeta(2),
epsilon(2)
gower 2- alpha(2),
epsilon (2)
Portland- zeta(2), gamma (2)
hemoglobin F- alpha(2), gamma(2)
hemoglobin A- alpha(2), beta(2)
hemoglobin A2- alpha(2), delta(2)
Jumlah total besi rata-rata dalam tubuh sebesar 4 sampai 5 gram, kira-kira 65 persen di jumpai dalam bentuk hemoglobin. Sekitar 4 persen dalam bentuk myoglobin, 1 persen dalam bentuk varisasi senyawa heme yang memicu oksidasi intra sel 0,1 persen bergabung dengan protein transferrin dalam plasma darah, 15 sampai 30 persen di simpan untuk penggunaan selanjutnya terutama di system retikuloendotelial dan sel parenkim hati, dalam bentuk ferritin.
Guyton 11th edition, 2006 LO.2.3. Reaksi oksigen dan hemoglobin
Reaksi haemoglobin dengan O2 menjadikanya sebagai suatu sistem
pengangkut O2 yang tepat.Hem yang merupakan ssusunan dari porfirin dengan
inti fero. Masing masing dari tiap atom fero. Dalam pengikatan ini ion besi tetap berbentuk ferro karena itu reaksi yang terjadi dengan O2 adalah reaksi
oksigenasi.Hb4 + 4 O2
→ Hb4
O. Reaksi pengikatan ini berlangsung sangat cepatdan membutuhkan waktu kurang dari 0,01 detik
Pada proses pengikatan O2 terbentuklah konfigurasi rilex yang akan
memaparkan lebih banyak tempat pengikatan O2.Dapat meningkatkan affinitas
terhadap O2 hingga 500 kali lipat. Pada reaksi deoksihemoglobin unit globin
akan terikat erat dalam konfigurasi tense / tegang yang akan menurunkan affinitas terhadap O2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengikatan antara oksigen dan hemoglobin adalah suhu, pH, dan 2,3 bifosfogliserat. Peningkatan pada suhu dan penurunan pH akan menggeser kurva ke kanan. Jika kurva bergeser kanan maka akan diperlukan PO2 yang lebih tinggi agar hemoglobin dapat mengikat
sejumlah O2. Penurunan suhu dan peningkatan pH menggeser kurva oksigen ke
kiri dimana diperlukan lebih sedikit PO2 untuk mengikat sejumlah O2.
Berkurangnya affinitas terhadap O2 ketika pH darah turun sering disebut
sebagai reaksi Bohr 2,3 bifosfogliserat banyak terdapat pada eritrosit, merupakan suatu rantai anion bermuatan tinggi yang beri
katan pada β
-deoksihaemoglobin.Peningkatan 2,3 bifosfogliserat akan menggerser kurva ke kanan yang akan mengakibatkan banyak O2 yang dilepas ke jaringan. 2,3 bifosfogliserat
akan menurun jika pH darah turun akibat dari terhambatnya proses glikolisis. Hormon tiroid, pertumbuhan dan androgen akan meningkatkan kadar 2,3 bifosfogliserat
Mendaki ke permukaan yang lebih tinggi akan meningkatkan kadar 2,3 bifosfogliserat sehingga terjadi peningkatan penyediaan O2 pada jaringan, hal
ini terjadi karena meningkatnya pH darah.
Kadar 2,3 bifosfogliserat akan meningkat pada anemia dan penyakit yang menimbulkan hipoksia kronik. Keaadaan ini akan memudahkan pengangkutan O2 ke jaringan melalui peningkatan PO2 saat O2 dilepaskan di
kapiler perifer.
LI.3. Memahami dan Menjelaskan Anemia LO.3.1. Definisi
Anemia berarti kurangnya hemoglobin di dalam darah, yang dapat di sebabkan oleh jumlah sel darah merah yang terlalu sedikit atau jumlah hemoglobin dalam sel yang terlalu sedikit.
Guyton 11th edition,2006 Ketidak cukupan massa eritrosit di dalam darah yang mengakibatkan tidak adekuatnya hantaran oksigen ke jaringan perifer
Wintrobe’s clinical hematology 10th edition,1998 LO.3.2. Etiologi
1. Karena cacat sel darah merah (SDM)
Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap komponen ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan masalah bagi SDM sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan cepat mengalami penuaan dan segera dihancurkan.
Pada umumnya cacat yang dialami SDM menyangkut senyawa-senyawa protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan ini menyangkut protein,
sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di DNA. 2. Karena kekurangan zat gizi
Anemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan oleh faktor luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena kelainan dalam SDM disebabkan oleh faktor konstitutif yang menyusun sel tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat dilakukan adalah hanya memperpanjang usia SDM sehingga mendekati umur yang seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi penyulit yang terjadi.
3. Karena perdarahan
Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah SDM dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan besar dan dalam waktu singkat ini secara nisbi jarang terjadi.
Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan bahaya yang diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke keadaan semula, misalnya dengan tranfusi.
4. Karena otoimun
Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun. 1.
Anemia akibat kehilangan darah
Setelah mengalami perdarahan tubuh mengganti cairan plasma dengan cepat 1 hingga 3 hari, yang menyebabkan konsenrasi sel darah merah menjadi rendah. Bila tidak terjadi perdarahan berikutnya kondisi konsentrasi sel darah merah akan kembali ke dalan jumlah normal 3 hingga 6 minggu.
Anemia aplastic
Aplasia sumsum tulang berarti tidak berfungsinya sumsum tulang, sehingga pembentukan sel darah merah terganggu.
Penyebab terjadinya aplasia adalah adanya paparan sinar-x secara berlebihan, zat kimia tertentu pada industry, bahkan obat
–
obatan pada pasien yang sensitif Anemia megaloblastikAnemia hemolitik
Berbagai kelainan sel darah merah kebanyakan di dapat secara keturunan. Sel-sel tersebut bersifat rapuh, sehingga mudah pecah sewaktu melewati kapiler, terutama sewaktu melalui limpa. Walaupun sel darah merah yang terbentuk jumlahnya dapat mencapai normal, atau bahkan lebih besar dari normal pada penyakit-penyakit hemolitik, masa hidup sel darah merah sangat singkat sehingga sel ini di hancurkan lebih cepat di bandingkan pembentukannya sehingga mengakibatkan anemia yang parah.
LO.3.3 Klasifikasi
A. Berdasarkan Etiologi
1. Kehilangan darah (akut, kronis) 2. Gangguan pembentukan eritrosit
- Insuficient eritropoiesis (eritropoiesis tidak cukup) - Ineffective eritropoiesis(eritropoiesis tidak efektif)
3. Berkurangnya masa hidup eritrosit
- Kelainan kongenital : Membran, enzim, kelainan Hb
- Kelainan didapat : Malaria, obat, infeksi, proses imunologis
B. Berdasarkan Morfologi
a. Anemia normositik normokrom
Patofisiologi anemia ini terjadi karena pengeluaran darah ataudestruksi darah yang berlebih sehingga menyebabkan Sumsum tulangharus bekerja lebih keras lagi dalam eritropoiesis. Sehingga banyak eritrosit muda (retikulosit) yang terlihat pada gambaran darah tepi. Padakelas ini, ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal sertamengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individumenderita anemia. Anemia ini dapat terjadi karena hemolitik, pasca pendarahan akut, anemia aplastik, sindrom mielodisplasia,
alkoholism,dan anemia pada penyakit hati kronik. b. Anemia makrositik normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normaltetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal inidiakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNAseperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi
kanker, sebab terjadi gangguan pada metabolisme sel
KLASIFIKASI
ANEMIA
ETIOLOGI
c. Anemia mikrositik hipokrom
Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobindalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnyamenggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemiadefisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, ataugangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobinabnormal kongenital)
Kadar Mikrositer hipokrom Normositer normokrom Makrositer MCV < 80 fl 80
–
95 fl > 95 fl MCH < 27 pg 27–
34 pg -Jenis penyakit 1. Anemia defisiensi besi 2. Thalasemia 3. Anemia penyakit kronik 4. Anemia sideroblastik 1. Anemia pasca perdarahan 2. Anemia aplastik–
hipoplastik 3. Anemia hemolitik 4. Anemia penyakit kronik 5. Anemia mieloptisik 6. Anemia gagal ginjal 7. Anemia mielofibrosis 8. Anemia sindrom mielodisplastik 9. Anemia leukimia akut Megaloblastik 1. Anemia defisiensi folat2. Anemia defisiensi vit B12 Nonmegaloblastik a) Anemia penyakit hati kronik b) Anemia hipotiroid c) Anemia sindroma mielodisplastik LO.3.4. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.
Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki
Sjaifoellah, 1998
LO.3.5. Manifestasi Klinis
Gejala anemia dapat dibagi menjadi 3 jenis gejala yaitu : a. Gejala Anemia Umum
Disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penuruan hemoglobin sampai kadar tertentu ( Hb<7 g/dL ).
Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendengin (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan disepsia. Pada pemeriksaan pasien tampak pucat yang dapat dilihat dari konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan bawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit di luar anemia dan tidak sensitive karena timbul setelah penurunan hemoglobin yang berat ( Hb<7 g/dL ).
b. Gejala khas anemia Anemia defisiensi besi
- Koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok
- Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang
- Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan
- Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring - Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhlorida
- Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, es, lem dan lain-lain
Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologic pada defisiensi vitamin B12
Anemia hemolitik : icterus, splenomegaly dan hepatomegaly Anemia aplastic : perdarahan dan tanda-tanda infeksi
c. Gejala Penyakit Dasar
Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang : sakit perut, pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada anemia akibat penyakit kronik oleh karena artritis rheumatoid.
Meskipun tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting pada kasus anemia untuk mengaarahkan diagnosis anemia. Tetapi pada
umumnya diagnosis anemia memerlukan pemeriksaan laboratorium.
LO.3.6. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi anemia: 1. Hemoglobin (Hb)
o Suatu protein terkonjugasi yang berfungsi dalam transport oksigen dan karbondioksida.
o Protein ini merupakan komponen utama eritrosit. o Setiap gram Hb dapat mengandung 1,34 mL O2
o Kadar Hb tergantung umur, jenis kelamin, geografi, faktor sosial-ekonomi, ras
2. Hematokrit (Ht)
o Menggambarkan volume eritrosit per volume darah o
Normal: ♂ 40 – 48%, ♀ 37-42%
3. Sediaan apus darah tepi (SADT)
o Dapat menilai unsur-unsur sel darah tepi seperti eritrosit, leukosit, trombosit.
o Penting sekali membuat sediaan apus yang baik agar mendapatkan informasi maksimal.
4. Retikulosit
o Merupakan eritrosit muda yang masih mempunyai sisa RNA pada sitoplasma.
o Normal: 0,5 -1,5 % (25.000 – 75.000/µL).
o Hitung retikulosit dapat digunakan untuk menilai peningkatan eritropoiesis, fungsi sumsum tulang, dan respon terhadap terapi.
5. Indeks eritrosit
o Digunakan untuk mengetahui ukuran eritrosit dan kandungan Hb dalam eritrosit
o MCV (Mean Corpuscular Volume/Volume Eritrosit Rata-rata) o MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin/Hb Eritrosit Rata-rata)
o MCHC (Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration/Konsentrasi Hb Eritrosit Rata-rata)
Nilai rujukan Kadar
Batas normal kadar terendah Hb orang
dewasa:
LI.4. Memahami dan Menjelaskan Anemia Defisiensi Besi LO.4.1. Definisi Anemia Defisiensi Besi
Jenis anemia mikrositik hipokrom yang di sebabkan oleh rendahnya atau tidak adanya simpanan besi dan konsentrasi besi serum, terdapat peningkatan porfirin eritrosit bebas, saturasi transferrin rendah, transferrin
meninggi, feritinin serum rendah dan kondisi hemoglobin rendah.
LO.4.2. Etiologi Anemia Defisiensi Besi
Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.
Kekurangan besi dapat disebabkan:
Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis
Pertumbuhan
Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periode ini insiden ADB meningkat. Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya meningkat 3 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 2 kali lipat dibanding saat lahir. Bayi premature dengan pertumbuhan sangat cepat, pada umur 1 tahun berat badannya dapat mencapai 6 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 3 kali dibanding saat lahir.
Menstruasi
Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada perempuan adalah kehilangan darah lewat menstruasi.
Kurangnya besi yang diserap
a. Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat b. Malabsorpsi besi
Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami perubahan secara histology dan fungsional. Pada orang yang telah mengalami gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB walaupun penderita mendapat makanan yang cukup besi. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan lebih cepat melalui bagian atas usus halus, tempat utama penyerapan besi heme dan non heme
Perdarahan
Merupakan penyebab penting terjadinya ADB. Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga kehilangan darah 3-4 ml/ hari (1,5-2 mg besi) dapat mengakibatkan keseimbangan negative besi.
Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induced enteropathy, ulkus peptikum, karena obat-obatan (asam asetil salisilat, kortikosteroid, indometasin, obat anti inflamasi non steroid) dan infestasi cacing (Ancylostoma duodenale dan Necaor americanus) yang menyerang usus halus bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh darah submukosa usus.
Transfuse feto-maternal
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonates.
Hemoglobinuria
Dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melalui urin rata-rata 1,8-7,8 mg/hari.
Iatrogenic blood loss
Pada saat pengambilan darah vena (yang banyak) untuk pemeriksaan laboratorium.
Idiopathic pulmonary hemosiderosis
Jarang terjadi. Ditandai dengan perdarahan paru yang hebat dan berulang serta adanya infiltrate pada paru yang hilang timbul. Keadaan ini dapat menyebabkan kadar Hb menurun drastic hingga 1,5-3g/dl dalam 24 jam.
Latihan yang berlebihan
Pada atlit yang berolahraga berat, sekitar 40% remaja perempuan dan 17% remaja laki-laki kadar feritin serumnya < 10ug/dl. Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia yang hilang timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari.
Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang berasal dari : Saluran cerna: kanker lambung, kanker colon, infeksi cacing tambang Saluran genital: menorhagia / metiorhagia
Saluran kemih: hematuria Saluran nafas: hemoptoe
Faktor nutrisi: kurangnya jumlah besi di makanan / kualitas besi
Kebutuhan besi meningkat: anak pada pertumbuhan, kehamilan, dan prematuritas
LO.4.3. Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi semakin menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini di sebut iron
depletestate atau negative iron balan. Keadaan ini di tandai oleh penurunan kadar feritinin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negative. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang hingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini di sebut sebagai :iron defeifient erythropoiesis.
a. Kegagalan sintesis hemoglobin
(Hoffbrand AV, Petit TE, Moss PAH. Essential Haematology 4th ed. London : Blackwell Scientific Publication. 2001; 1-97.)
b. Berkurangnya masa hidup eritrosit, biasanya pada anemia berat
• Kekurangan besi Hb turun adanya penurunan formabilitas dan fleksibilitas membran mudah didestruksi oleh limpa sel pensil, ovalosit, sel target
• Bentuk dan fleksibilitas membran eritrosit dipertahankan oleh O2 dan Co2.
LO.4.4. Manifestasi klinis Anemia Defisiensi Besi
Gejala umum anemia yang di sebut sebagai sindrom anemia di jumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan.
Ciri khas :
Pucat
Koilonychias
Kuku sendok, kuku menjadi rapuh, bergaris garis vertical mejadi cekung sehingga mirip seperti sendok
Athrofipapil lidah
Permukaan lidah mejadi licin dan mengkilat di karnakan papil lidah menghilang
Satomatitis angularis
Adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak bercak berwarna pucat keputihan
Disfalgia
Nyeri menelan di karnakan kerusakan hipofaring
Atrofi mukosa gaster
Pica
Keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, es, lem, dan lain lain
http://medicalpicturesinfo.com/wp-content/uploads/2011/11/Koilonychia-1.jpg
LO.4.5. Pemeriksaan Anemia Defisiensi Besi Tahapan dasar Diagnosis Anemia:
1.Pemeriksaan Darah Tepi Lengkap
Hb, Ht, MCV, MCH, dan MCHC
Kadar besi tubuh (Serum iron, TIBC, Saturasi Transferin), kadar feritin
serum, sTfR (soluble Transferin Reseptor)
N: serum Iron 70-180 mg/dl dan TIBC 250-400 mg/dl. Saturasi Transferin: SI / TIBC x 100%
Normal: 25-40% Anemia def. besi: < 5%
N: kadar feritin serum: wanita 14-148 µg/L dan pria 40-340 µg/L.
Kadar feritin serum < 10µg/L menunjukkan cadangan besi tubuh berkurang.
2. Evaluasi Sediaan Hapus Darah Tepi
Eritrosit
- Mikrositik hipokrom anisopoikilositosis: sel pensil, sel target, dan ovalosit/eliptosit
- Mikrositik ringan Ht < 34% atau Hb < 10 g/dl. - Mikrositik hipokrom Ht < 27% atau Hb < 9 g/dl.
Trombosit
- Normal/ meningkat, jumlah trombosit meningkat pada anemia defisiensi Fe karena perdarahan
Leukosit
- jumlahnya biasanya normal
3. Pemeriksaan dan evaluasi sumsum tulang
Hiperseluler dengan eritropoiesis yang hiperaktif, Hemosiderin sumsum tulang berkurang.
4. Pemeriksaan khusus untuk mencari etiologi: misalnya analisa makanan, tumor marker, pemeriksaan tinja untuk mencari darah samar dan parasit, serta pemeriksaan terhadap adanya hemoglobinuria dan hemosiderinuria.
(Lee GR, Iron Deficiency and Iron- Deficiency Anemia. In: Lee GR et al. (eds). Wintrobe’s clinical hematology. Philadelphia : Lee&Febiger. 1999: 979-1010)
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus di lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti di sertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap diagnosis anemia defisiensi besi.
Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar
hemoglobin atau hematocrit. Cut off point anemia.
Tahap ke dua memastikan adanya defisiensi besi
Tahap ke tiga menentukan penyakit dasar penyebab defisinsi
Nilai batas ambang (cut off point) anemia di Indonesia menurut Departemen Kesehatan sebagai berikut :
Bayi baru lahir (aterm) : 16,5 + 3,0 g/dL
Bayi 3 bulan : 11,5 + 2,0 g/dL
Anak usia 1 tahun : 12,0 + 1,5 g/dL Anak usia 10-12 tahun : 13,0 + 1,5 g/dL Wanita tidak hamil : 14,0 + 2,5 g/dL
Pria dewasa : 15,5 + 2,5 g/dL
Anak prasekolah : 11 g/dL
Anak sekolah : 12 g/dL
Wanita hamil : 11 g/dL
Ibu menyusui (3 bln post partus) : 12 g/dL
Wanita dewasa : 12 g/dL
Pria dewasa : 13 g/dL
Nilai normal Hb pada berbagai umur dan jenis kelamin (WHO). (Menkes RI 736 a/menkes/XI/1989)
LO.4.6. Pencegahan Anemia Defisiensi Besi
Beberapa tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan besi pada awal kehidupan adalah sebagai berikut :
- Meningkatkan pemberian ASI eksklusif
- Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun
- Memberi makanan kepada bayi yang mengandung zat besi serta makanan yang kaya dengan asam askorbat (jus buah)
Pencegahan Penyakit Anemia dapat dilakukan dengan cara mengkonsumsi makanan sehat diantaranya adalah :
Zat besi : Kandungan zat besi dapat kita temukan pada daging,
kacang-kacangan. Buah yang dikeringkan, sayuran yang mempunyai warna hijau gelap dan makanan lain nya yang mengandung zat besi
Folat : Pisang, Jeruk, sayuran berwarna hijau gelap,
kacang-kacangan dan pasta
Vitamin C : Untuk membantu penyerapan zat besi di dalam tubuh
dan dapat dikonsumsi dari jeruk, melon dan buah-buahan lainnya
LO.4.7. Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi
1. Terapi kausal: tergantung penyebab penyakitnya, misalnya: pengobatan cacing tambang, pengobatan hematoid. Terapi ini harus dilakukan, apabila tidak dilakukan maka anemia akan kambuh kembali.
2. Pemberian preparat besi untuk pengganti kekurangan besi dalam tubuh: a) Besi peroral
ferrous sulphat → dosis 3 x 200 mg (murah)
ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferros succinate
(lebih mahal)
Sebaiknya diberikan pada saat lambung kosong, tetapi efek samping lebih banyak dibanding setelah makan. Efek sampingnya yaitu mual, muntah, serta konstipasi. Pengobatan diberikan selama 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Kalau tidak, maka akan kembali kambuh.
b) Besi parenteral
Efek sampingnya lebih berbahaya, dan harganya lebih mahal, indikasi:
Intoleransi oral berat
Kepatuhan berobat kurang Kolitis ulserativa
Perlu peningkatan Hb secara cepat
Preparat yang tersedia: iron dextran complex, iron sorbital citric acid
complex → diberikan secara intramuskuler atau intravena pelan.
Efek samping: reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut, dan sinkop.
c) Pengobatan lain
Diet: makanan bergizi dengan tinggi protein (protein hewani)
Vitamin c: diberikan 3 x 100 mg perhari untuk meningkatan absorpsi besi Transfusi darah: jarang dilakukan
Teraphy
Dengan memberikan preparat besi iron dextran complex mengandung 50 mg besi/ml, iron sorbitol critic acid dan iron sucrose yang lebih aman. Besi parenteral dapat di berikan secara intramuscular dalam atau intravena pelan. Pemberian secara intramuscular memberikan rasa nyeri dan memberikan warna hitam pada kulit. Efek saming yang dapat timbul adalah reaksi anafilaksis, meskipun jarang.
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg Pengobatan lainnya :
Diet : pemberian makanan bergizi seperti protein hewani Vitamin c 3x100mg/hari
Transfuse darah
Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V 2009
LO.4.8. Prognosis Anemia Defisiensi Besi
Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberikan respon baik bila retikulosit naik pada minggu pertam, mencapai puncak pada hari ke 10 dan normal lagi setelah hari ke 14 di ikuti kenaikan Hb 0,15 g/hari atau 2 g/dl setelah 3-4 minggu. Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu.
Jika respon terhadap teraphy tidak baik, maka perlu di pikirkan :
Pasien tidak patuh hingga obat yang di berikan tidak di minum Dosis besi kurang
Masih ada perdarahan cukup banyak
Ada penyakit lain seperti penyakit kronik, keradangan menahun atau pada
saat yang sama ada defisiensi asam folat
Diagnosis defisinsi besi salah
LO.4.9. Pemeriksaan Laboratorium Anemia Defisiensi Besi
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering tidak khas. Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan ADB:
Kriteria diagnosis ADB menurut WHO:
Kadar HB kurang dari normal sesuai usia.
Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata < 31% (N:32-25%) Kadar Fe serum < 50 ug/dl (N:80-180ug/dl)
Saturasi Transferin < 15% (N:20-50%)
Dasar diagnosis ADB menurut Cook dan Monsen
Anemia hipokrom mikrositik Saturasi transferin < 16%
Nilai FEP > 100% Ug/dl eritrosit Kadar feritin serum < 12 ug/dl
Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria (ST, feritin serum dan FEP) harus dipenuhi.
Lanzkowsky menyimpulkan ADB dapat diketahui melalui:
Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi
dengan kadar MCV, MCH, dan MCHC yang menurun Red cell distribution width (RDW) > 17%
FEP meingkat
Feritin serum menurun
Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST < 16%
Respon terhadap pemberian preparat besi
- Retikulosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi - Kadar hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0,4 g/dl/hari atau PCV
meningkat 1%/hari
Sumsum tulang
- Tertundanya maturasi sitoplasma
- Pada pewarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang
Cara lain untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian preparat besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya ADB subklinis dengan melihat respons hemoglobin terhadap pemberian preparat besi. Bila dengan pemberian preparat besi dosis 6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu terjadi peningkatan kadar Hb 1-2 g/dl maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan menderita ADB.
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W. A. 2010. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 31. Jakarta: EGC. Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC.
Hillman RS, Ault KA. Iron Deficiency Anemia. Hematology in Clinical
Practice. A Guide to Diagnosis and Management. New York; McGraw Hill, 1995 : 72-85.
Hoffbrand AV, Petit TE, Moss PAH. Essential Haematology 4th ed. London :
Blackwell Scientific Publication. 2001; 1-97.
Lanzkowsky P. Iron Deficiency Anemia. Pediatric Hematology and Oncology.
Edisi ke-2. New York; Churchill Livingstone Inc, 1995 : 35-50.
Lee GR, Iron Deficiency and Iron-Deficiency Anemia. In: Lee GR et al. (eds).
Wintrobe’s clinical hematology. Philadelphia : Lee&Febiger. 1999: 979
-1010 Nathan DG, Oski FA. Iron Deficiency Anemia. Hematology of Infancy and
Childhood. Edisi ke-1. Philadelphia; Saunders, 1974 : 103-25.
Recht M, Pearson HA. Iron Deficiency Anemia. Dalam : McMillan JA,
DeAngelis CD, Feigin RD, Warshaw JB, penyunting. Oski’s Pediatrics :
Principles and Practice. Edisi ke-3. Philadelphia; Lippincott William & Wilkins, 1999 : 1447-8.
Sadikin Muhamad, 2002, Biokimia Darah, Jakarta: Widia Medika.
Schwart E. Iron Deficiency Anemia. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB, Penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-16. Philadelphia ; Saunders, 2000 : 1469-71.
Sudoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi
V.Jakarta: Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Sylvia A. Price Lorraine M. Wilson, 2002, Patofisiologi, Jilid1, EGC, Jakarta