• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASKEP KLIEN ANEMIA THALASEMIA DAN SICLE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASKEP KLIEN ANEMIA THALASEMIA DAN SICLE"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang bersangkutan. Diketahui bahwa hemoglobin merupakan protein berpigmen merah yang terdapat dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkat oksigen dari paru-paru dan dalam peredaran darah untuk dibawah ke jaringan.

Thalassemia merupakan salah satu penyakit yang membutuhkan perhatian serius. Selain mematikan dan biaya pengobatan tiap bulannya yang sangat mahal, juga karena banyak orang yang tidak sadar bahwa mereka merupakan carrier atau pembawa. Saat ini tercatat penderita thalassemia mayor di Indonesia mencapai 5.000 orang dengan 200.000 orang sebagai carrier.

Thalassemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk hemoglobin.

Penyakit sel sabit adalah hemoglobinopati herediter dimana sel-sel darah merah (SDM) mengandung hemoglobin abnormal.Anemia sel sabit (atau penyakit Hemoglobin S) adalah salah satu hemoglobinopati yang paling umum terlihat dan berat. Gambaran menonjol dari hemoglobinopati adalah timbulnya sabit pada SDM. Semua

hemoglobinopati menghasilkan manifestasi yang sama; namun, anemia sel sabit di mana tegangan oksigen dari darah menurun, Hb berpolimer, Hb rusak, dan SDM menjadi berbentuk sabit. Saat jaringan menjadi lebih hipoksik, makin terjadi bentuk sabit dan terjadi sabit. Sel-sel sabit dirusak oleh limpa dan lebih rapuh daripada SDM normal. Lama hidup SDM juga menurun dari normalnya 120 hari menjadi 17 hari (Martinelli, 1991). Perkembangan ini menyebabkan anemia. Sel sabit menghalangi aliran darah yang menyebabkan hipoksia lanjut, yang sebaliknya menyebabkan pembentukan sabit lanjut. 1.2 Rumusan Masalah

(2)

2. Bagaimana Manifestasi Anemia, Thalasemia, dan iiklle sell anemia?

3. Bagaimana etiologi dari Anemia, Thalasemia, dan iiklle sell anemia?

4. Bagiaman Patofisiologi Dari Anemia, Thalasemia, dan iiklle sell anemia?

5. Bagaimana penatalalsanaan penunjang dari Anemia, Thalasemia, dan iiklle sell anemia?

6. Bagiamana penatalalsanaan dari Anemia, Thalasemia, dan iiklle sell anemia?

7. Bagaimana membuat asuhan leperawatan pada llien dengan lelainan sel darah merah: Anemia, Thalasemia, dan iiklle sell anemia?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa dapat memahami dan meneraplan perannya sebagai perawat dalam penkegahan dan penanganan masalah Anemia, Thalasemia, dan iiklle sell anemia.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.Mahasiswa dapat memahami definisi dari Anemia, Thalasemia, dan siklle sell anemia.

2.Mahasiswa dapat memahami manifestasi llinis Anemia, Thalasemia, dan iiklle sel anemia.

3.Mahasiswa dapat memahami patofisiologi Anemia, Thalasemia, dan iiklle sel anemia.

4.Mahasiswa mampu melalulan penatalalsanaan penunjang pada masalah Anemia, Thalasemia, dan iiklle sell anemia.

5.Mahasiswa mampu melalulan penatalalsanaan pada masalah Anemia, Thalasemia,dan siklle sell anemia.

(3)

BAB II Tinjauan pustaka 2.1 Pengertian Anemia

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang bersangkutan. Diketahui bahwa hemoglobin merupakan protein berpigmen merah yang terdapat dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkat oksigen dari paru-paru dan dalam peredaran darah untuk dibawah ke jaringan. Disamping oksigen, hemoglobin juga membawa karbondioksida membentuk ikatan karbonmonoksi haemoglobin yang juga berperan dalam keseimbangan pH darah (WHO, 2002).

2.1.2 Klasifikasi anemia

Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran sel darah merah, sedangkan kromik menujukkan warnanya. Sudah dikenal klasifikasi besar yaitu:

1. Anemia normositik normokrom.

Dimana ukuran dan bertuk sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal. (MCV dan MCHC normal atau normal rendah) tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemai jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum tulang, dan penyakit-penyakit infiltrat metastatik pada susum tulang. 2. Anemia makrositik normokrom

Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal (MCV meningkat; MCHC normal). Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat B12 dan/atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme sel.

3. Mikrositik hipokrom.

(4)

sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital).

2.1.2 Etiologi

Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena: (Bakta,2009)

1. Penurunan produksi eritrosit disebabkan peningkatan sintesis hemoglobin seperti defisiensi zat besi dan thalasemia, rusaknya sintesis DNA karena penurunan vitamin B12 (cobalamin) dan defisiensi asam folat, dan pencetus terhadap penurunan jumlah eritrosit seperti anemia aplastik, anemia dari leukimia, dan penyakit kronik.

2. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan). Akut, bisa disebabkan karena trauma dan rupturnya pembuluh darah. Kronik, seperti gastritis, menstruasi, dan hemoroid.

3. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis). Intrinsik, hemoglobin yang tidak normal, defiensi enzim (G6PD). Ekstrinsik, trauma fisik, antibodi, infeksi, dan toksik (malaria).

4. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang. 5. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah. 6. Perubahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma. 7. Kurangnya zat besi dalam makanan.

8. Kebutuhan zat besi meningkat. 2.1.3 Patofisiologi

(5)

-Kekurangan nutrisi -pajanan toksik -invasi tumor

Kegagalan sumsum tulang

Eritropoesis

Anemia

Perdarahan

Hemolisis

Destruksi sel Eritrosit berkurang

-kekurangan bilirubin -kekurangan Hb plasma

Hemoglobinuria

Anemia timbul bisa karena dua hal antara lain, anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah ke jaringan dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.

WOC Anemia.

2.1.4 Manifestasi klinis

Gejala klinis yang muncul merefleksikan gangguan dari berbagai system dalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan neurologic (syaraf) yang di manifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia (badan kurus kerempeng), perkembangan kognitif yang abnormal pada anak. Sering juga terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguan fungsi epitel, dan berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia yaitu: lemah, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini bisa dipastikan seseorang terkena anemia. Gejala lainnya adalah munculnya sclera ( warna pucat pada bagian kelopak mata bagian bawah).

Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang tenaga, dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung. ( Sjaifoellah, 1998).

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang

(6)

dilakukan antara lain:

A. Pemeriksaan Laboratorium 1. Hemoglobin (Hb)

Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III.

2. Penentuan Indeks Eritrosit

Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau menggunakan rumus:

a. Mean Corpusculer Volume (MCV)

MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi matokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.

b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)

MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.

c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)

MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan hipokrom < 30%.

3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer

(7)

morfology flag. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW) Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merahyang masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15 %.

5. Eritrosit Protoporfirin (EP)

EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu

dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang.

6. Besi Serum (Serum Iron = SI)

Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik. Serum Transferin (Tf) Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan.

8. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin)

(8)

transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi.Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh plasma.

9. Serum Feritin

Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi.Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari serum feritin terletak pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik untuk usia dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naiksecara lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita hamil serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/l selama trimester II dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi.Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada inflamasi kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur dengan mudah memakai Essay immunoradiometris (IRMA),Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa).

B. Pemeriksaan Sumsum Tulang

(9)

subjektifnya sehingga tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yang dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum.

2.1.6 Penatalaksanaan Anemia Tindakan umum :

Penatalaksanaan anemia ditunjukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang. 1. Transpalasi sel darah merah.

2. Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi.

3. Suplemen asam folat dapat merangsang pembentukan sel darah merah.

4. Menghindari situasi kekurangan oksigen atau aktivitas yang membutuhkan oksigen 5. Obati penyebab perdarahan abnormal bila ada.

(10)

2.1.7 ASUHAN KEPERAWATAN ANEMIA A. PENGKAJIAN

1) Aktivitas / istirahat

Gejala :keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas; penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.

Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.

2) Sirkulasi

Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok (koilonikia) (DB). Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara premature (AP).

3) Integritas ego

Gejala : Keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan transfusi darah.

Tanda : Depresi.

4) Eleminasi

Gejala : Riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.

(11)

Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/ muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB).

Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).

6) Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.

Tanda : Peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).

7) Nyeri/kenyamanan

Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB) 8) Pernapasan

Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas. Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.

9) Keamanan

Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.

Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan ekimosis (aplastik).

(12)

1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.

2. Kelemahan berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat.

4. Kecemasan berhubungandengan perubahan status kesehatan

C. Intervensi/Implementasi keperawatan

1) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.

Tujuan : peningkatan perfusi jaringan.

Kriteria hasil : – menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil. INTERVENSI

Mandiri

- Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku. Rasional : memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.

- Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.

Rasional : meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi.

- Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius. Rasional : dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jantung karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.

- Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.

Rasional : iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark. - Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi

dengan thermometer.

Rasional : termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen. Kolaborasi

- awasi hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.

(13)

- Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.

Rasional : memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.

2) Kelemahan berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.

Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas. Kriteria hasil :

- Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)

- Menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal.

INTERVENSI Mandiri

– Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.

– Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot.

Rasional : menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.

– Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.

Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.

– Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan.

Rasional : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.

– Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).

Rasional : meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.

3). Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat.

(14)

Kriteria hasil :

– Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.

- Meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam. INTERVENSI

Mandiri

– Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien.

Rasional : mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit.

– Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka. Rasional : menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.

– Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat. Rasional : menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.

– Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam. Rasional : meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.

– Tingkatkan masukkan cairan adekuat.

Rasional : membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh misalnya pernapasan dan ginjal

– Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan.

Rasional : membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia aplastik, bila respons imun sangat terganggu.

– Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam. Rasional : adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.

– Amati eritema/cairan luka.

Rasional : indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit tertekan.

Kolaborasi

– Ambil specimen untuk kultur/sensitivitas sesuai indikasi.

Rasional : membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen khusus dan mempengaruhi pilihan pengobatan.

– Berikan antiseptic topical ; antibiotic sistemik.

Rasional : mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi local.

(15)

Tujuan : Kecemasan berkurang

Kriteria hasil : Tampak rileks dan tidur / istirahat tidur *Mandiri

– Kaji tingkat kecemasan klien.

Rasional : Untuk mengetahui faktor predis-posisi yang menimbulkan kece-masan sehingga memudahkan mengantisipasi rasa cemasnya.

– Dorong klien dapat mengekspresikan pera-saannya.

Rasional dengan mengungkapkan perasaannya maka kecemasannya berkurang. – Beri informasi yang jelas proses penyakitnya.

Rasional : Memudahkan klien dalam memahami dan mengerti tentang proses penyakitnya.

– Beri dorongan spiritual

Rasional : Kesembuhan bukan hanya dipe-roleh dari pengobatan atau pera-watan tetapi yang menentukan adalah Tuhan.

D. EVALUASI

Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Lynda Juall Capenito, 1999:28)

Evaluasi pada pasien dengan anemia adalah : 1) Infeksi tidak terjadi.

2) Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

3) Pasien dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas. 4) Peningkatan perfusi jaringan.

5) Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.

2.2.1 Pengertian Thalasemia

(16)

dinamakan anemia splenic atau erittroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya (weatheral, 1965 dalam Ganie, 2005).

Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produk rantai globulin pada hemoglobin (Suriadi 2010). Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin. Ketidakseimbangan rantai globin pada thalassemia akan mempengaruhi kegagalan eritropoeisis dan mempercepat pengrusakan eritrosit. Kelainan ini diderita sepanjang hidup dan diklasifikasikan sebagai thalasemia alpha dan beta tergantung dari rantai globin yang mengalami kerusakan pada sintesis hemoglobin. Penyakit thalassemia meliputi suatu keadaan penyakit dari gejala klinis yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut thalassemia minor atau thalassemia trait, hingga yang paling berat (bentuk homozigot) yang disebut thalassemia mayor.

2.2.2 Klasifikasi Thalasemia 1. Talasemia alpha

Anak-anak dengan sifat alfa-thalassemia tidak memiliki penyakit talasemia. Orang-orang biasanya memiliki empat gen globin untuk alfa, dua diwariskan dari setiap Orang-orangtua. Jika satu atau dua dari empat gen yang terpengaruh, anak dikatakan telah mendapatkan alfa-thalassemia. Sebuah tes darah tertentu yang disebut elektroforesis hemoglobin dapat digunakan untuk melihat sifat alfa-thalassemia dan dapat dilakukan pada masa bayi. Kadang-kadang, sifat alfa-thalassemia dapat dideteksi melalui pemeriksaan darah rutin ketika baru lahir. Penyakit ini kadang lebih sulit untuk dideteksi pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa.

Anak-anak yang memiliki sifat alfa-thalassemia biasanya tidak memiliki masalah kesehatan yang signifikan, kecuali anemia ringan, yang dapat menyebabkan kelelahan sedikit.

Sifat Alfa-thalassemia sering terdiagnosis keliru untuk anemia defisiensi besi karena sel darah merah akan terlihat kecil bila dilihat di bawah mikroskop. Kasus lain dapat menyebabkan anemia berat di mana tiga gen yang terpengaruh. Orang dengan bentuk alfa-thalassemia memerlukan transfusi darah sesekali selama masa stres fisik, seperti demam atau penyakit lain, atau bila anemia cukup parah untuk menyebabkan gejala seperti kelelahan. Bentuk paling parah dari gangguan yang disebut alpha-talasemia mayor. Tipe ini sangat langka, dan wanita yang membawa janin dengan bentuk thalassemia memiliki insiden yang tinggi untuk keguguran karena janin tidak dapat bertahan hidup.

(17)

Beta-thalassemia, bentuk paling umum, dikelompokkan menjadi tiga kategori: beta-thalassemia minor (sifat), intermedia, dan utama (anemia Cooley). Seseorang yang membawa gen beta-thalassemia memiliki kesempatan 25% (1 banding 4) memiliki anak dengan penyakit jika pasangan nya juga membawa sifat tersebut.

 Beta-thalassemia minor (sifat)

Beta-thalassemia minor sering kali tidak terdiagnosis karena anak-anak dengan kondisi ini tidak memiliki gejala yang nyata selain anemia ringan dan sel darah merah yang kecil. Hal ini sering dicurigai berdasarkan pada tes darah rutin seperti hitung darah lengkap (CBC) dan dapat dikonfirmasi dengan elektroforesis hemoglobin. Tidak ada perawatan yang diperlukan.Seperti sifat alfa-thalassemia, anemia dengan kondisi ini mungkin salah didiagnosa sebagai kekurangan zat besi.

 Beta-Thalassemia Intermedia

Anak-anak dengan beta-thalassemia intermedia memiliki berbagai efek dari penyakit ini - anemia ringan mungkin satu-satunya gejala mereka atau mereka mungkin memerlukan

transfusi darah secara teratur.

Keluhan yang paling umum adalah kelelahan atau sesak napas. Beberapa anak juga mengalami palpitasi jantung, juga karena anemia, dan ikterus ringan, yang disebabkan oleh penghancuran sel darah merah yang abnormal yang dihasilkan dari penyakit. Hati dan limpa dapat diperbesar, yang dapat membuat tidak nyaman bagi seorang anak. Anemia berat juga dapat mempengaruhi pertumbuhan.

Gejala lain beta-thalassemia intermedia adalah kelainan tulang. Karena sumsum tulang bekerja keras untuk membuat sel darah merah lebih banyak untuk melawan anemia, anak-anak mengalami pembesaran tulang pipi mereka, dahi, dan tulang lainnya. Batu empedu adalah komplikasi yang sering karena kelainan dalam produksi empedu yang melibatkan hati dan kantong empedu.

Beberapa anak dengan beta thalassemia intermedia mungkin memerlukan transfusi darah hanya sesekali. Mereka akan selalu memiliki anemia, tetapi tidak perlu transfusi darah kecuali selama sakit, komplikasi medis, atau di kemudian hari selama kehamilan.

(18)

meminta untuk menguji ketika seorang anak mengalami anemia kronis atau kondisi riwayat keluarga. Selama didiagnosis dengan baik dan belum mengalami komplikasi yang serius, maka dapat diobati dan ditangani.

 Beta-Thalassemia Mayor

Beta-thalassemia mayor, juga disebut anemia Cooley, adalah kondisi yang parah di mana transfusi darah secara teratur diperlukan bagi anak untuk bertahan hidup. Meskipun transfusi seumur hidup beberapa dapat menyelamatkan nyawa mereka, tapi juga menimbulkan efek samping yang serius: kelebihan beban besi dalam tubuh pasien talasemia. Seiring waktu, orang-orang dengan talasemia mengumpulkan deposito dari besi, terutama di hati, jantung, dan endokrin (hormon yang memproduksi) kelenjar. Deposito akhirnya dapat mempengaruhi fungsi normal jantung, dan hati, di samping pertumbuhan dan menunda pematangan seksual. Untuk meminimalkan deposito besi, anak-anak harus menjalani terapi khelasi (penghapusan zat besi). Pengobatan dilakukan dengan meminum obat setiap hari melalui mulut atau

subkutan atau administrasi intravena.

Terapi khelasi diberikan 5 sampai 7 hari seminggu dan telah terbukti dapat mencegah kerusakan hati dan jantung dari kelebihan zat besi, memungkinkan untuk mengalami pertumbuhan normal dan perkembangan seksual, dan meningkatkan rentang hidup. Konsentrasi besi dipantau setiap beberapa bulan sekali. Kadang-kadang biopsi hati diperlukan untuk mendapatkan gambaran yang lebih akurat dari beban besi tubuh. Anak-anak dengan transfusi yang teratur harus dipantau secara ketat untuk tingkat zat besi dan

komplikasi kelebihan zat besi pada obat khelasi.

Risiko lain yang terkait dengan transfusi darah kronis adalah anak-anak akan memiliki reaksi alergi yang dapat mencegah transfusi lebih lanjut dan menyebabkan penyakit yang serius.

Baru-baru ini, beberapa anak telah berhasil menjalani transplantasi sumsum tulang untuk mengobati thalassemia mayor. Namun, ini hanya dalam kasus-kasus penyakit talasemia sangat melumpuhkan. Ada resiko yang cukup besar untuk transplantasi sumsum tulang: prosedurnya melibatkan kehancuran dari semua sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan repopulating ruang sumsum dengan sel donor yang harus cocok sempurna (perbandingan

terdekat biasanya dari saudara kandung).

(19)

Darah membentuk sel-sel induk yang diambil dari darah tali pusat juga telah berhasil ditransplantasikan, dan penelitian menggunakan teknik ini diharapkan meningkat. Saat ini pengobatan sumsum tulang adalah satu-satunya obat yang diketahui untuk penyakit ini.

2.2.3 Etiologi

Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta. Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.

Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.

Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal.

(20)

menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.

Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor.

Skema Penurunan Gen Thalasemia Mendel

2.2.4 Patofisiologi Thalasemia

(21)

Gangguan sintesis Hemoglobin

Talasemia Alfa

Eritosit pecah Talasemia Beta

Mayor, Minor, Intermedia

TALASEMIA

Pengurangan rantai alfa atau rantai beta

Penimbunan besi

Komplikasi

Transfusi darah rutin Absorbsi besi di usus menurun

Hati, limpa, ginjal, jantung, paru, tulang Gangguan endokrin

Gangguan tumbuh kembang

Talasemia dapat menyebabkan beberapa komplikasi antara lain, gangguan tumbuh kembang, gangguan endokrin, dan gangguan pada hati, limpa, jantung, paru serta tulang.

WOC THALASEMIA

2.2.5 Manifestasi Klinis 1. Letergi

2. Pucat 3. Kelemahan 4. Anorexia 5. Diare 6. Sesak nafas

(22)

8. Ikterik ringan

9. Penipisan kortex tulang panjang, tangan, dan kaki 10. Penebalan tulang krania

2.2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis thalassemia ialah: 1. Darah

Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita thalasemia adalah : - Darah rutin

Kadar hemoglobin menurun. Dapat ditemukan penurunan jumlah eritrosit, peningkatan jumlah lekosit, ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah trombosit.

- Hitung retikulosit

Hitung retikulosit meningkat antara 2-8 %. - Gambaran darah tepi

Anemia pada thalassemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada gambaran sediaan darah tepi akan ditemukan retikulosit, poikilositosis, tear drops sel dan target sel. Pada pemeriksaan hapusan darah tepi (talasemia mayor): terdapat anemia mikrositik hipokrom berat dengan presentase retikulosit yang tinggi disertai normoblas (eritrosit berinti), sel target, dan titik basofilik (bashopilic stipling). Banyak ditemui Heinz bodies pada β-thalassemia.

- Serum Iron & Total Iron Binding Capacity

Kedua pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun, sedangkan TIBC akan meningkat. Pengukuran feritin serum dan feritin plasma sebelum dilakukan transfusi.

(23)

Kadar unconjugated bilirubin akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga terjadi kelainan dalam faktor pembekuan darah.

2. Elektroforesis Hb

Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis hemoglobin. Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita thalassemia saja, namun juga pada orang tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar HbA2. Petunjuk adanya thalassemia α adalah ditemukannya Hb Barts dan Hb H. Pada thalassemia β kadar Hb F bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.

3. Pemeriksaan sumsum tulang

Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8. pada keadaan normal biasanya nilai perbandingannya 10 : 3. Eritropoesis inefektif menyebabkan hiperplasia eritroid yang ditandai dengan peningkatan cadangan Fe.

4. Pemeriksaan rontgen

Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak mendapat tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi berkurang, dan dapat diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala. Apabila tranfusi tidak optimal terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari korteknya. Trabekulasi memberi gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak memberikan gambaran yang khas, disebut dengan “hair on end” yaitu menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.

5. EKG dan echocardiography untuk mengetahui dan memonitor keadaan jantungnya. Kadang ditemukan jantung yang kardiomegali akibat anemianya.

6. HLA typing untuk pasien yang akan di transplantasi sumsum tulang.

(24)

menunjukkan pelebaran nyata rongga diploe, dengan gambaran “hair-on-end” yang disebabkan oleh trabekula vertikal.

8.Pemeriksaan pedigree untuk mengetahui apakah orang tua atau saudara pasien merupakan trait.

9. Pemeriksaan molekuler:

 Analisis DNA (Southern blot)  Deteksi direct gen mutan

 Deteksi mutasi dengan probe oligonukleotida sintetik  ARMS (mengamplifikasi segmen target mutan)

 Analisis “globin chain synthesis” dalam retikulosit akan dijumpai sintesis rantai beta menurun dengan rasio α/β meningkat.

2.2.7 Penatalaksanaan Thalasemia A. Medikamentosa

 Iron chelating agent (desferoxamine) : diberikan setelah kadar feritin serum mencapai 1000 µg/l atau 10-20 kali tranfusi (250 ml mengandung 200-250 mg besi).

 Desferoxamine , dosis 25-50 mg/kgBB/hari SC melalui pompa infus dalam watu 8-12 jam minimal 5 hari berturut2 tiap tranfusi

 Vitamin C 100-250mg/hari untuk meningkatkan efek pemberian kelasi  Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat  Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai anti oksidan

B. Bedah

• Splenektomi : limpa menghambat pergerakan pasien. Limpa yang terlalu besar sehingga membatasi gerak penderita,menimbulkan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadi rupture. Jika disetujui pasien hal ini sebaiknya dilakukan setelah anak berumur di atas 5 tahun sehingga tidak terjadi penurunan drastic imunitas tubuuh akibat spelektomi.

(25)

 Tranfusi darah: Untuk mempertahankan kadar hb di atas 10 g/dl. Sebelum melakukan perlu dilakukan pemeriksaan genotif pasien untuk mencegah terjadi antibody eritrosit. Transfuse PRC (packed red cell) dengan dosis 3 ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.

 Diberikan bila Hb < 6 g/dl dan anak tidak mau makan  Hb penderita dipertahankan 8-9,5 g/dl

 Mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan pasien  PRC 3 ml/kgBB untuk setiap kenaikan Hb 1g/dl

 PRC diberikan 4-5 minggu sekali (umur SDM 10-39 hari)  Antibiotik : untuk melawan mikroorganisme pada infeksi  Imunisasi : untuk mencegah infeksi oleh organism

2.2.8 ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN THALASEMIA

Kasus:

Anak B laki-laki (10 tahun) MRS 5 Juni 2014, pasien datang dengan kondisi pucat dan lemah. Diagnosa dokter Talasemia sejak 2 tahun yang lalu. Pernah dirawat di Rumah sakit terakhir bulan oktober 2012. Orang tua mengaku anak telah mendapatkan imunisasi lengkap. TB : 125 cm, BB : 23 kg. Dokter menyarankan untuk transfusi.

I. Identitas Klien Nama : An.B

TTL : 10 Juni 2004 Usia : 10 tahun

Nama Ayah : Tn. S Pekerjaan : Guru Pendidikan : Sarjana Nama ibu : Ny. R

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SMA

(26)

Alamat : Perumahan Miranti 53 Purworejo Jateng Tanggal masuk : 5 Juni 2014

Tanggal pengkajian: 7 Juni 2014

II. Keluhan Utama

Muka pucat dan badan terasa lemah, tidak bisa beraktifitas dengan normal

III. Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit sekarang

Klien datang ke Poliklinik anak RS. Dr Sardjito dengan keluhan muka pucat dan badan terasa lemah. Klien adalah penderita Talasemia, terdiagnosis 2 tahun yang lalu. Hasil pemeriksaan laboratorium Hb 5,2 gr/dl,leuko 9200/mmk,Trombosit 284.000,segmen 49 %,Limfosit 49%,batang 1%. Atas keputusan dokter akhirnya klien dianjurkan rawat inap di Ruang B4 untuk mendapatkan tranfusi.

IV. Riwayat Kehamilan Dan Kelahiran

1. Prenatal : Selama hamil ibu klien memeriksakan kehamilannya secara teratur di RS Islam Jakarta sebanyak 15 kali,Ibu mendapat multivitamin dan zat besi,Imunisasi TT 1x dan selama kehamilan tidak ada keluhan.

2. Intra natal : Anak lahir pada umur kehamilan cukup bulan,lahir di puskesmas setempat secara spontan, pervaginam letak sungsang,lahir langsung menangis BBL 2900 gram dan PB 51 cm dan kondisi saat lahir sehat.

3. Post natal : Pemeriksaan bayi dan masa nifas dilakukan di RS Puskesmas setempat. Kondisi klien pada masa itu sehat .

V. Riwayat Masa Lampau.

1. Penyakit waktu kecil : Pada waktu kecil klien jarang sakit dan setelah berumur 2 tahun ketahuan anak menderita Talasemia.

(27)

3. Obat-obatan yang digunakan : Anak belum pernah diberikan obat sendiri selain dari petugas kesehatan

4. Tindakan (operasi) : Belum pernah pernah dilakukan operasi pada An. B 5. Alergi : Tidak ada riwayat alergi makanan maupun obat 6. Kecelakaan : Anak belum pernah mengalami kecelakaan 7. Imunisasi : Lengkap

Hepatitis B I,II,III umur 12 bulan,14 bulan dan 20 bulan BCG 1 Kali umur 1 bulan

DPT I,II,III umur 2,3,4 bulan Polio I,II,III,IV umur 2,3,4,5 bulan Campak 1 kali umur 9 bulan

VII. Kesehatan Fungsiolnal.

1. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan :

Orang tua klien bila anaknya sakit selalu memeriksakan kesehatan anaknya pada petugas kesehatan di Rumah Sakit.

2. Nutrisi :

Makanan yang disukai : Anak suka makan nasi dengan daging ayam Alat makan yang dipakai : Sendok dan piring

Pola makan : Selama di RS anak makan 3 kali sehari masing-masing habis setengah porsi

Jenis makanan : Nasi TKTP

Aktivitas klien di RS terbatas di tempat tidur, berbaring, duduk dan membaca buku di tempat tidur.

3. Tidur dan istirahat

Pola tidur : Anak tidur cukup 8-9 jam Kebiasaan sebelum tidur : Tidak ada kebiasaan khusus Tidur siang : Anak tidur siang 1-2 jam

4. Eliminasi :

BAB : Anak BAB 1 kali sehari konsistensi lembek warna kecoklatan BAK : Anak BAK 6-8 kali sehari warna kuning.

(28)

Pendengaran : Anak tidak mengalami gangguan pendengaran Penglihatan : Penglihatan anak normal

Penciuman : Penciuman anak baik

Taktil dan pengecapan : Anak dapat membedakan halus dan kasar.

VIII. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : KU lemah,kesadaran CM. TB/ BB : 125 Cm/23 Kg

Lingkar kepala : 54 Cm

Mata : Conjuctiva anemis,Sklera ikterus Hidung : Tidak ada kelainan,Discharge (-)

Mulut : Mukosa mulut pucat ,mulut bersih.gigi caries (+) Telinga : Tidak ada kelainan,discharge (-)

Tengkuk : Tidak ada kaku kuduk dan tidak ada pembesaran kel.limfe Dada : Bentuk simetris, Ictus cordis tak tampak

Jantung : Bunyi Jantung I S1 tunggal, S2 split tak konstan,bising jantung (-) Paru-paru : Suara nafas vesikuler,Wheezing tidak ada

Perut : Pembesaran Hepar tak teraba, Pembesaran Lien : (+) Distensi abdomen(-),kembung(-), peristaltic usus (+) Genetalia : Genetalia tak ada kelainan

Ekstremitas : Tangan kanan terpasang infus, gerakan ekstemitas bebas, tonus otot normal, tidak ada edema,akral agak dingin

Kulit : Kulit bersih,turgor kulit normal,hiperpigmentasi (-) Tanda vital : Suhu 36,4°C, Nadi 94x/mnt, Respirasi 24 x/mnt IX. Keadaan Kesehatan Saat Ini.

1. Diagnosa medis : Talasemia 2. Tindakan operasi :

-3. Aktivitas : Berbaring dan duduk serta membaca buku di tempat tidur 4. Hasil laboratorium :

HGB = 5,2 gr/dl AL = 9200/mmk Trombosit = 284.000 Segmen = 49%,Limfosit 49%,batang 1%, Normoblast 25/100 leuko.

(29)

NO

DATA FOKUS ETIOLOGI

MASALAH

1

Data Subyektif

Ibu mengatakan badan anaknya terasa lemah

XIII. Diagnosa Keperawatan yang muncul:

(30)

2. Fatique/Kelemahan berhubungan dengan ketidakseimbangan kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen/penurunan intake nutrisi

3. Risiko Infeksi berhubungan dengan prosedur/tindakan invasive/penurunan status imunitas klien Fe total dan nilai feritin total

(31)

mental, gelisah ahli gizi jumlah kalori dan tipe nutrisi yang

(32)

makanan kesukaan dan cuci tangan ketika kontak dengan klien

(33)

aseptic dalam perawatan klien

Monitor Vital Sign  Pantau suhu tubuh setiap 8 jam

Enviroment management  Batasi pengunjung yang sedang

demam/influensa/sakit infeksi

Health education

 Jelaskan mengapa sakit dan pengobatan meningkatkan resiko infeksi

 Anjurkan untuk menjaga kesehatan

personal untuk melindungi dari infeksi

 Ajarkan metode aman untuk

pengamanan/penyiapan makanan

 Pengendalian infeksi : Ajarkan tekhnik cuci tangan

 Ajarkan tanda2 infeksi

 Anjurkan untuk lapor perawat/dokter bila dirasakan muncul tanda2 infeksi

(34)

 Kelola Therapi sesuai advis

 Pantau efektifitas, keluhan yang muncul pasca pemberian antibiotik

2.3.1 Pengertian sickle cell anemia

Anemia sel sabit adalah sejenis anemia kongenital dimana sel darah merah berbentuk menyerupai sabit, karena adanya hemoglobin abnormal.(Noer Sjaifullah,1999)

Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya defek pada molekul hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri.(Suzanne C. Smeltzer, 2002) Anemia Sel Sabit (Sickle cell anemia).Disebut jugaanemia drepanositik, meniskositosis, penyakit hemoglobin S.

Penyakit Sel Sabit (sickle cell disease) adalah suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik kronik. Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit. Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut. Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah, menyebabkan anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ dan mungkin kematian.

2.3.2 Etiologi

(35)

sehingga kebanyakan orang mempunyai genotip HbAHbA. Di samping itu dikenal pula hemoglobin lain yang terdapat di dalam eritrosit orang yang menderita anemia. Karena bentuk eritrositnya pada penderita ini menyerupai sabit (dalam bahasa Inggris disebut ”sickle-cell”), maka anemianya dinamakan anemia sel sabit (”sickle-cell anemia”) dan hemoglobinnya disebut hemoglobin S. Terbentuknya hemoglobin S ini ditentukan oleh gen HbS, sehingga orang yang menderita penyakit anemia sel sabit mempunyai genotip HbSHbS. Orang heterozigotik HbAHbS memiliki dua macam sel darah merah, yaitu yang mengandung hemoglobin A dan ada yang mengandung hemoglobin S. Oleh karena membentuk dua macam hemoglobin, maka gen HbA dan HbS merupakan gen-gen kodominan. Orang heterozigotik HbAHbS biasanya tidak menderita anemia separah yang homozigotik untuk alel S yang menyebabkan anemia sel sabit.

Faktor lain yang dapat menjadi penyebab anemia sel sabit adalah : (Price A Sylvia, 1995, hal : 239)

a. Infeksi

b. Disfungsi jantung c. Disfungsi paru d. Anastesi umum e. Dataran tinggi f. Menyelam 2.3.3 Patofisiologi

(36)

Perubahan rantai protein globin β (asam glutamat menjadi valin)

Terjadi perubahan morfologi sel darah merah

Bentuk sel darah merah berubah dari bikonkaf menjadi sabit

Terjadi proses prolimerasi sehingga darah menjadi kental

Hb sulit mengangkut oksigen dari darah

Pasokan oksigen dalam organ berkurang Menyumbat dan merusak pembuluh darah

Bentuk Hb abnormal (menjadi bentuk sabit)

konsentrasi HbS darah dan suhu. Pada akhirnya sel darah merah yang mengalami polimerasi tidak dapat kembali ke bentuk normal, disebabkan oleh perubahan bentuk Hb menjadi sabit yang mengubah membran sel darah merah. Bentuk Hb yang abnormal dapat mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi sabit. Sel berbentuk sabit akan menyumbat dan merusak pembuluh darah kecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang, dan organ lainnya, dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut (Citrakesumasari, 2012).

WOC SICKLE CELL ANEMIA

(37)

2.3.4 Manifestasi Klinik

No. Sistem Komplikasi Tanda dan Gejala

1. Jantung Gagal jantung kongestif Kardiomegali, takikardi, napas pendek, dispnea sewaktu kerja fisik, gelisah

2. Pernapasan Infark paru, pneumonia Nyeri dada, batuk, sesak napas, demam, gelisah

3. Saraf Pusat Trombosis serebral Afasia, pusing, kejang, sakit kepala, disfungsi usus dan kandung kemih

4. Genitourinaria Disfungsi ginjal Nyeri pinggang, hematuria 5. Gastrointestinal Kolesistitis, fibrosis hati,

abses hati

Nyeri perut, hepatomegali, demam

6. Okular Ablasio retina, penyakit pembuluh darah perifer, perdarahan

Nyeri, perubahan penglihatan, buta

7. Skeletal Nekrosis aseptik kaput femoris dan kaput humeri

Nyeri, mobilitas berkurang, nyeri dan bengkak pada lengan dan kaki

8. Kulit Ulkus tungkai kronis Nyeri, ulkus terbuka dan mengering

2.3.5 Pemeriksaan Penunjang pada Sickle cell

1. Pemeriksaan darah lengkap : retikulosit (jumlah darah bervariasi dari 30% – 50%), leukositos (khususnya pada krisis vaso oklusit) penurunan Hb/Ht dan total SDM.

2. Pemeriksaan pewarnaan SDM : menunjukkan sabit sebagian atau lengkap, sel bentuk bulan sabit.

3. Tes tabung turbiditas sabit : pemeriksaan rutin yang menentukan adanya hemoglobin S, tetapi tidak membedakan antara anemia sel sabit dan sifat yang diwariskan (trait).

(38)

5. LED : meningkat.

6. GDA : dapat menunjukkan penurunan PO2. 7. Bilirubin serum : meningkat.

8. LDH : meningkat.

9. IVP : mungkin dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan ginjal. 10. Radiografik tulang : mungkin menunjukkan perubahan tulang. 11. Rontgen : mungkin menunjukkan penipisan tulang

2.3.7 Penatalaksanaan Sickle Cell Anemia

Sekitar 60% pasien anemia sel sabit mendapat serangan nyeri yang berat hamper terus-menerus dan terjadinya anemia sel sabit selain disebabkan karena infeksi dapat juga disebabkan oleh beberapa faktor misalnya perubahan suhu yang ekstrim, stress fisis atau emosionnal lebih sering serangan ini terjadi secara mendadak.

Orang dewasa dengan anemia sel sabit sebaiknya diimunisasi terhadap pneumonia yang disebabkan pneumokokus.

 infeksi harus diobati dengan antibiotic yang sesuai.

 Transfusi sel darah merah hanya diberikan bila terjadi anemia berat atau krisis aplastik.  Pada kehamilan usahakan agara Hb sekitar 10-12 g/dl pada trimester ketiga. Kadar Hb

perlu dinaikkan hingga 12-14 g/dl sebelum operasi.

 Penyuluhan sebelum memilih teman hidup adalah penting untuk mencegah keturunan homozigot dan mengurangi kemungkinan heterogizot. (Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal: 534)

2.3.8 ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN SICKLE CELL ANEMIA Pengkajian Keperawatan

Data-data yang perlu dikaji dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang menderita anemia sel sabit yaitu :

(39)

a. Identifikasi Pasien : nama pasien, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.

b. Identitas penanggung

c. Keluhan utama dan riwayat kesehatan masa lalu

Keluhan utama: pada keluhan utama akan nampak semua apa yang dirasakan pasien pada saat itu seperti kelemahan, nafsu makan menurun dan pucat.

Riwayat kesehatan masa lalu: riwayat kesehatan masa lalu akan memberikan informasi kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Penyakit anemia sel sabit dapat disebabkan oleh kelainan/kegagalan genetik yang berasal dari orang tua yang sama-sama trait sel sabit

e. Riwayat kesehatan sekarang - Klien terlihat keletihan dan lemah

- Muka klien pucat dan klien mengalami palpitasi - Mengeluh nyeri mulut dan lidah

f. Pemeriksaan fisik

 Aktivitas/ istirahat

Gejala: Keletihan/ kelemahan terus-menerus sepanjang hari, kehilangan produktivitas, kebutuhan tidur lebih besar dan istirahat

Tanda: Tidak bergairah, gangguan gaya berjalan (nyeri)

 Sirkulasi

(40)

Tanda: Takikardi, disritmia (hipoksia), tekanan darah menurun, nadi lemah, pernapasan lambat, warna kulit pucat atau sianosis, konjungtiva pucat.

 Eliminasi

Gejala: Sering berkemih, nokturia ( berkemih malam hari)

Tanda: Nyeri tekan pada abdomen, hepatomegali, asites, urine encer, kuning pucat, hematuria, berat jenis urine menurun

 Integritas ego

Gejala: Mudah marah, kuatir, takut Tanda: Ansietas, gelisah

 Makanan/ cairan

Gejala: Haus, anoreksia, mual/ muntah

Tanda: Penurunan berat badan, turgor kulit buruk dengan bekas cubitan, tampak kulit dan membran mukosa kering.

 Hygiene

Gejala: Keletihan/ kelemahan, kesulitan mempertahankan nyeri Tanda: Ceroboh, penampilan tidak rapi

 Neurosensori

Gejala: Sakit kepala/ pusing, gangguan penglihatan, kesemutan pada ekstremitas Tanda: Kelemahan otot, penurunan kekuatan otot, ataksia, kejang

 Nyeri/ kenyamanan

(41)

Tanda: Penurunana rentang gerak, gelisah

 Pernapasan

Gejala: Dispnea saat bekerja/ istirahat

Tanda: Distres pernapasan akut, bunyi bronkial, bunyi napas menurun, mengi

 Keamanan

Gejala: Riwayat transfusi

Tanda: Demam ringan, gangguan penglihatan, gangguan ketajaman penglihatan

 Seksualitas

Gejala: Kehilangan libido, amenorea, priapisme

Tanda: Maturitas seksual terlambat, serviks dan dinding vagina (anemia) 2. Pemeriksaan Penunjang

a. Jumlah Darah Lengkap ( JDL): Leukosit dan trombosit menurun b. Retikulosit: jumlah dapat bervariasi dari 30% – 50%

c. Pewarnaan SDM: menunjukkan sebagian sabit atau lengkap d. LED: meningkat

e. Eritrosit: menurun

f. GDA: dapat menunjukkan penurunan PO2 g. Billirubin serum: meningkat

h. LDH: meningkat

(42)

j. IVP: mungkin dilakukan untuk mengevaluasi kerusakan ginjal k. Radiografik tulang: mungkin menunjukkan perubahan tulang l. Rontgen: mungkin menunjukkan penipisan tulang, osteoporosis 3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah.

2. Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan fungsi/ kerusakan miokardial akibat infark kecil, deposit besi, dan fibrosis.

3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan cairan.

4. Nyeri yang berhubungan dengan aglutinasi sel sabit dalam pembuluh darah.

5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi.

6. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya.

3.3 Tindakan/ Intervensi Keperawatan

Diagnosa keperawatan: Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah, yang ditandai oleh: dispnea, gelisah, takikardia, dan sianosis (hipoksia).

Tujuan Umum: Tidak terdapatnya sekret

Tujuan Khusus: Menunjukkan perbaikan ventilasi/ oksigenasi dan bunyi napas normal.

Intervensi Rasional

Mandiri

Awasi frekuensi/ kedalaman pernapasan,

(43)

area sianosis.

Tingkatkan masukan cairan yang adekuat. Batasi pengunjung/ staf.

Kolaborasi

Berikan suplemen O2 sesuai indikasi. Lakukan/ bantu fisioterapi dada.

Berikan pak SDM atau transfusi tukar sesuai indikasi.

kebutuhan/keefektifan terapi.

Terjadinya atelektasis dan stasis sekret dapat mengganggu pertukaran gas. Menggambarkan terjadinya infeksi paru, yang meningkatkankerja jantung dan kebuttuhan oksigen.

Meningkatkan ekspansi dada optimal, memobilisasikan sekresi, dan menurunkan stasis sekret.

Jaringan otak sangat sensitif pada penurunan oksigen dan merupakan indikator dini terjadinya hipoksia.

Penurunan kebutuhan metabolik tubuh menurunkan kebutuhan O2.

Melindungi dari kelelahan berlebihan. Relaksasi menurunkan teganagn otot dan ansietas.

Masukan yang mencukupi perlu untuk mobilisasi sekret.

Melindungi dari potensial sumber infeksi pernapasan.

Memaksimalkan transpor O2 ke jaringan, khususnya pada adanya gangguan paru/ pneumonia.

(44)

dan meningkatkan pengisian udara area paru.

Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen, melarutkan persentase hemoglobin S (untuk mencegah sabit) dan merusak sel sabit.

Diagnosa keperawatan: Perubahan perfusi jaringan yang berhubungan dengan penurunan fungsi/ kerusakan miokardial akibat infark kecil, deposit besi, dan fibrosis, yang ditandai oleh: penurunan tanda vital, pucat, gelisah, nyeri tulang, angina, dan gangguan penglihatan.

Tujuan Umum: Perfusi jaringan adekuat

Tujuan Khusus: Menunjukkan perbaikan perfusi jaringan yang dibuktikan oleh tanda vital yang stabil.

Intervensi Rasional

Mandiri

Awasi tanda vital dengan cermat. Kaji nadi untuk frekuensi, irama, dan volume.

Pengendapan dan sabit pembuluh perifer dapat menimbulkan obliterasi lengkap/ terjadi penurunan perfusi jaringan pada sekitar pembuluh darah.

Kaji kulit untuk rasa dingin, pucat, sianosis, diaforesis, pelambatan pengisian kapiler.

Perubahan menunjukkan penurunan sirkulasi/ hipoksia yang meningkatkan oklusi kapiler.

Catat perubahan dalam tingkat kesadaran. Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi SSP akibat iskemia atau infark. Pertahankan pemasukkan cairan adekuat. Dehidrasi tidak hanya menyebabkan

(45)

Awasi pemeriksaan laboratorium, mis. Darah lenkap, BUN

menimbulkan infark organ jaringan seperti otak, hati, limpa, ginjal dsb.

Berikan cairan hipo-osmolar (mis. Cairan garam faal 0,45) melalui pompa infus.

Hidrasi menurunkan konsentrasi Hb S dalam SDM, yang menurunkan kecenderungan sabit, dan juga menurunkan viskositas darah yang membantu untuk

Diagnosa keperawatan: Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan cairan, yang ditandai oleh: anoreksia, dehidrasi (muntah, diare, demam).

Tujuan Umum: Intake cairan terpenuhi

Tujuan Khusus: Mempertahankan keseimbangan cairan adekuat.

Intervensi Rasional

Mandiri

Pertahankan pemasukan dan pengeluaran akurat. Timbang tiap hari.

Pasien dapat menurunkan pemasukan cairan selama periode krisis karena malaise, anoreksia dsb.

Perhatikan karakteristik urine dan berat jenis.

Ginjal dapat kehilangannya untuk mengkonsentrasikan urine, mengakibatkan kehilangan banyak urine encer.

Awasi tanda vital. Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi dari peningkatan kehilangan cairan mengakibatkan hipotensi dan takikardia. Observasi demam, perubahan tingkat

kesadaran, turgor kulit buruk, nyeri.

Gejala yang menunjukkan dehidrasi.

Awasi tanda vital dengan ketat selama transfusi darah dan catat adanya dispnea,

(46)

ronki, mengi, batuk, dan sianosis.

Kolaborasi

Berikan cairan sesuai indikasi.

Penggantian atas kehilangan/ defisit: dapat memperbaiki ginjal pada SDM.

Awasi pemeriksaan laboratorium, mis. Hb/ Ht, elektrolir serum dan urine.

Peningkatan menunjukkan

hemokonsentrasi. Kehilangan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urine dapat mengakibatkan penurunan Na+, K+, dan Cl+ serum.

Diagnosa keperawatan: Nyeri yang berhubungan dengan aglutinasi sel sabit dalam pembuluh darah, yang ditandai oleh: nyeri lokal, menyebar, berdenyut, perih, sakit kepala.

Tujuan Umum: Mengurangi nyeri

Tujuan Khusus: Menyatakan nyaeri berkurang; menunjukkan postur badan rileks, bebas bergerak; meningkatkan asupan cairan.

Intervensi Rasional

Kaji berat dan lokasi nyeri. Tempat nyeri yang sering adalah sendi dan ekstremitas, dada, dan abdomen.

Jaringan dan organ sangat peka terhadap trombosis mikrosirkulasi dengan akibat kerusakan hipoksik; hipoksia menyebabkan nyeri.

Berikan analgetik sesuai rsesp. Perhitungkan pemakaian anagelsik yang dikontrol pasien.

Anageltik oploid penting untuk mengurangi nyeri yang berat.

Dukung asupan cairan peroral dan berikan cairan IV sesuai resep; memantau asupan dan haluaran cairan.

Cairan akan memperbaiki hemodilusi dan menguraiakn algutinasi sel sabit dalam pembuluh darah kecil.

Posisikan pasien dengan hati-hati dan sangga daerah nyeri; dukung penggunaan teknik relaksasi dan latihan pernapasan.

(47)

Diagnosa keperawatan: Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi, yang ditandai oleh: turgor kulit buruk, kulit kering, pucat.

Tujuan Umum: Mempertahankan integritas kulit dengan kriteria: kulit segar, sirkulasi darah lancar.

Tujuan Khusus: Mencegah cedera; berpartisipasi dalam perilaku untuk menurunkan faktor resiko/kerusakan kuilt.

Intervensi Rasional

Mandiri

Sering ubah posisi, bahkan bila duduk di kursi.

Mencegah tekanan jaringan lama dimana sirkulasi telah terganggu, menurunkan resiko trauma jaringan/ iskemia.

Inspeksi kulit/ titik tekanan secara teratur untuk kemerahan, beriakan pijatan lembut.

Sirkulasi buruk pada jaringan, mencegah kerusakan kulit.

Pertahankan permukaan kulit kering dan bersih; linen kering/ bebas kerutan.

Lembab, area terkontaminasi memberikan media yang baik untuk pertumbuhan patogen. Pda adnya gangguan sistem imun, ini meningkatkanresiko infeksi/ pelambatan penyembuhan.

Tinggikan ekstremitas bawah bila duduk. Meningkatkan aliran balik vena menurunkan stasis vena/ pembentukan edema.

Kolaborasi

Berikan kasur air atau tekanan udara.

Menurunkan tekanan jaringan dan membantu dalam memaksimalkan perfusi seluler untuk mencegah cedera.

Awasi status area iskemik, ulkus. Perhatikan distribusi, ukuran, kedalaman, karakter, dan drainase.

Perbaikan atau lambanya penyembuhan menunjukkan status perfusi jaringan dan keefektifan intervensi.

Siapkan untuk/ bantu oksigenasi pada ulkus.

(48)

Diagnosa keperawatan: Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakitnya, yang ditandai oleh: pertanyaan; meminta informasi; tidak akurat mengikuti intruksi; dan ansietas.

Tujuan Umum: Memahami tentang penyakitnya

Tujuan Khusus: Menyatakan pemahaman proses penyakit, termasuk gejala krisis; melakukan perilaku yang perlu/perubahan pola hidup untuk mencegah komplikasi.

Intervensi Rasional

Berikan informasi tentang penyakitnya. Memberikan dasar pengethuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat, menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi.

Kaji pengetahuan pasien tentang penyakitnya.

Menberi pengetahuan berdasarkan pola kemampuan pasien untuk memilih informasi.

Dorong mengkonsumsi sedikitnya 4-6 liter cairan perhari.

Mencegah dehidrasi dan konsekuensi hiperviskositas yang dapat membuat sabit/ krisis.

Dorongb latihan rentang gerak dan aktivitas fisik teratur dengan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.

Mencegah demineralisasi tulang dan dapat menurunkan resiko fraktur.

3.4 Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan adalah pengobatan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan yang direncanakan oleh perawat, melaksanakan anjuran dokter dan menjalankan ketentuan dari rumah sakit. Sebelum pelaksanaan terlebih dahulu harus mengecek kembali data yang ada, karena kemungkinan ada perubahan data bila terjadi demikian kemungkinan rencana haurs direvisi sesuai kebutuhan pasien.

(49)

Evaluasi adalah pengukuran dari keberhasilan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Tahap evaluasi merupakan kunci keberhasilan dalam menggunakan proses keperawatan.

Hasil evaluasi yang diharapkan/ kriteria: evaluasi pada pasien dengan anemia sel sabit adalah sebagai berikut:

Mengatakan pemahaman situasi/ faktor resiko dan program pengobatan individu dengan kriteria:

1. Menunjukkan teknik/ perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitas. 2. Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas.

Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan pengobatan dengan kriteria: c. Mengidentifikasikan hubungan tanda/ gejala penyebab.

d. Melakukan perubahan perilaku dan berpartisipasi pada pengobatan.

Mengidentifikasikan perasaan dan metode untuk koping terhadap persepsi dengan kriteria:

f. Menyatakan penerimaan diri dan lamanya penyembuhan. g. Menyukai diri sebagai orang yang berguna.

Mempertahankan hidrasi adekuat dengan kriteria:

h. Tanda-tanda vital stabil, turgor kulit normal, masukan dan keluaran seimbang.

Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan/ mempertahankan berat badan yang sesuai dengan kriteria:

(50)

BAB III KESIMPULAN

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang bersangkutan. Diketahui bahwa hemoglobin merupakan protein berpigmen merah yang terdapat dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkat oksigen dari paru-paru dan dalam peredaran darah untuk dibawah ke jaringan. Disamping oksigen, hemoglobin juga membawa karbondioksida membentuk ikatan karbonmonoksi haemoglobin yang juga berperan dalam keseimbangan pH darah. Anemia diklasifikasikan menjadi anemia normositik normokrom, anemia makrositik normokrom, dan anemia mikrositik hipokrom.

Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produk rantai globulin pada hemoglobin (Suriadi 2010). Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan produksi rantai globin. Ketidakseimbangan rantai globin pada thalassemia akan mempengaruhi kegagalan eritropoeisis dan mempercepat pengrusakan eritrosit.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian di lapangan, peneliti menemukan hasil bahwa semua kegiatan yang dilakukan sudah berjalan dengan cukup baik dan kerja sama yang dibangun antara pihak

Kitin mempunyai reaktivitas kimia yang lebih rendah dibandingkan dengan selulosa dan kitosan sehingga dalam pemanfaatannya kitin biasanya terlebih dahulu dilakukan modifikasi

Respon masyarakat.. Hasil pengamatan yaitu 1) keadaan kandang lembab dan becek, 2) kondisi ayam banyak ayam yang sudah selayaknya diafkir (tua) dan ayam yang masih dara yang masih

Satu pemecahan untuk membatasi social discount rate adalah dengan menggunakan proses pendiskontoan, artinya biaya dan manfaat diharapkan berubah pada tingkat

Adapun metode yang dipakai untuk pendeteksian adalah dengan memakai metode Roberts. Sebenarnya ada beberapa metode lain yang dapat dipakai yaitu Canny, Prewitt, Sobel,

menggali dan memaparkan masalah-masalah yang berkaitan dengan fasilitas tempat tinggal sementara selama bertugas di Kota Semarang untuk Anggota DPRD Propinsi Jawa Tengah

closing program dan tampilan credit title, Background music yang dipilih adalah lagu Iggy Azelea – Black Window yang bertempo sedang pada awal lagu, kemudian