• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGENDALIAN NEWCASTLE DISEASE (ND) PADA AYAM BURAS MELALUI VAKSINASI SERTA ANALISIS EFIKASI DALAM PENGEMBANGAN AYAM BURAS JAWA TENGAH DAN YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGENDALIAN NEWCASTLE DISEASE (ND) PADA AYAM BURAS MELALUI VAKSINASI SERTA ANALISIS EFIKASI DALAM PENGEMBANGAN AYAM BURAS JAWA TENGAH DAN YOGYAKARTA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-11 Th. 199912000

PENGENDALIAN NEWCASTLE DISEASE (ND) PADA AYAM BURAS

MELALUI VAKSINASI SERTA ANALISIS EFIKASI DALAM

PENGEMBANGAN AYAM BURAS JAWA TENGAH DAN

YOGYAKARTA

NL.P.I. DHARMAYANTI dan DARMINTO Balai Penelitian veteriner

Jalan R. E. Martadinata No. 30P.O. Box 151, Bogor, Indonesia

ABSTRAK

DHARMAYANn, NLP.I. dan DARMINTO. 1999/2000. PengendalianNewcastle disease (ND) pada ayam buras melalui vaksinasi serta analisis efikasi dalam pengembangan ayam buras Jawa Tengah dan Yogyakarta. Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-11:315-326.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode yang efektif pada pengendalian penyakit ND pada ayam buras dan memberikan rekomendasi pengendalian ND pada ayam buras melalui vaksinasi di kabupaten Temanggung, Jawa Tengah dan kabupaten Bantul, Yogyakarta. Vaksinasi dengan menggunakan vaksin aktif galur RIVS2 yang diaplikasikan secara tetes mata dan vaksin inaktif galur Ita yang diaplikasikan secara injekdi subkutan . Vaksin produksi Balitvet ini dibandingkan dengan vaksin aktif dan inaktif komersil asal impor. Vaksinasi pertama dilakukan pada ayam buras umur ± 2 bulan dan 4 minggu kemudian dilakukan vaksinasi kedua. Pengambilan sampel darah ayam buras dilakukan secara acak pada saat sebelum dilakukan vaksinasi pertama dan setelah vaksinasi kedua secara periodik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petemak di daerah Temanggung mempunyai partsipasi yang baik dan menunjukkan partisipasi yang tinggi terhadap program vaksinasi yang diberikan yang berbeda dengan peternak di daerah Bantul yang ddak menunjukkan partisipasi yang baik terhadap program vaksinasi yang diberikan. Analisa statistik menunjukkan bahwa setelah dilakukan vaksinasi terjadi peningkatan titer antibodi ND pada ayam buras. Vaksin inaktifproduksi Balitvet mempunyai kemampuan yang sama dengan vaksin inaktif komersil dalam meningkatkan titer antibodi dan vaksin aktif produksi Balitvet menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam meningkatkan titer antibodi dibandingkan dengan vaksin aktif komersil .

Kata kunci :Newcastle Disease,vaksin aktif, vaksin inaktif, ayam buras, peternak

ABSTRACT

DHARMAYANTI, NLP.I. and DARMINTo. 1999/2000. Newcastle disease (ND) control in village chickens to support the development of village chicken farm industry in Central Java and Yogyakarta . Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-11 :315-326.

The aims of these research are to obtain the most effective control measure for Newcastle disease (ND) and to provide recommendation for controlling ND in village chickens by the most effective vaccination programs in the district of Temanggung, Central Java and in the district of Bantul, Yogyakarta. Newcastle disease virus of RIVS2 strain was used as an active vaccine and administrated by eye drops route and ND virus ofIta strain was prepared for an inactive vaccine, which was given to chickens by subcutan injection . These vaccines were compared with commercial vaccines (import). Initial vaccination carried out at 2 month chicken and four weeks after first vaccination was done booster vaccination . To identify the antibody titers in chicken blood, blood samples were collected randomly on before vaccination and after vaccination periodically . Result indication that farmers were good participants and demonstrated high level of participation to vaccination programs in the district Temanggung but farmers in the district of Bantul was not good participant to the about vaccination programs. Analytic of Statistical showed that vaccination increased antibody titers of against ND virus and inactive vaccine which prepared by Balitvet showed a similar effectiveness compared to the commercial inactive vaccine. The active vaccine produced by Balitvet provided betterresponses than commercial active vaccine.

(2)

NLP .1 .DHARMAYANTI DAN DARNIINTO :Pengendalian Newcastle Disease (ND) pada Ayam Buras Melalui Vaksinasi PENDAHULUAN

Ayam buras merupakan komoditas peternakan yang memiliki arti strategis dalam pengembangan agribisnis peternakan di pedesaan. Jenis ayam ini tersebar hampir merata di seluruh wilayah Indonesia dan menyatu dalam kehidupan masyarakat pedesaan. Jenis ayam ini dikenal sebagai ayam yang mudah beradaptasi dengan lingkungan serta telah terbukti kemampuannya untuk berkembang pesat dalam kondisi investasi (input) minimal. Ayam buras merupakan tabungan hidup bagi penduduk pedesaan yang setiap saat dapat diuangkan. Oleh sebab itu jenis ayam ini memiliki peranan penting dalam perekonomian pedesaan. Disamping memiliki peranan sosial ekonomis yang sangat strategis tersebut, ayam buras juga merupakan sumber protein potensial yang memiliki kontribusi besar dalam menunjang peningkatan mutu pangan dan gizi, terutama bagi penduduk di pedesaan.

Dalam masa krisis ekonomi yang menyebabkan lumpuhnya peternakan unggas komersil, peternakan ayam buras justru tidak banyak berpengaruh oleh situasi yang tidak menguntungkan tersebut. Mudahnya ayam jenis ini beradaptasi dengan lingkungan, memudahkan pemberian pakan dari sumber lokal, sehingga peternakan ayam buras tetap dapat tumbuh berkembang. Karena keunggulannya itu, maka peternakan ayam buras sangat potensial untuk

dikembangkan, khususnya dalam rangka memacu produksi daging ayam dalam masa krisis ekonomi ini .

Salah satu yang menghambat pertumbuhan ayam buras ini adalah penyakit dan diantara penyakit ayam yang penting adalah Newcastle Disease (ND) (DARMINTO dnn RONOHARJO, 1995). ND disebabkan oleh virus yang termasuk dalam famili Paramyxoviridae (ALEXANDER, 1988a) yang dapat menimbulkan kematian tinggi pada ayam buras, sehingga menimbulkan banyak kerugian (DARMINTO et al, 1990). Oleh sebab itu dalam upaya pengembangan ayam buras dan peningkatan usaha taninya, pengendalian penyakit ND haruslah mendapatkan perhatian utama dengan menerapkan program pengendalian ND melalui vaksinasi sehingga kematian dan kerugian akibat penyakit tersebut dapat diminimalkan.

Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk menerapkan program pengendalian ND melalui vaksinasi dengan vaksin ND tahan panas (galur RIVS2) dan virus ND velogenik isolat lokal (galur Ita) dan mengevaluasi dampak penerapan teknologi tersebut terhadap kineda petemakan ayam buras sehingga diperoleh hasil berupa data efikasi vaksin dnn metoda vaksinasi ND yang bermutu tinggi dnn mudah diaplikasikan.

TINJAUAN PUSTAKA

Virus Newcastle disease galur V4 merupakan virus Newcastle disease apathogenik yang berhasil diisolasi oleh Simmons (1967) di Queensland, Australia. Penelitian yang dilakukan oleh SPRADBRoW et al, (1978) dan IBRAMM et al, (1980) menyatakan bahwa virus ND galur V4 ini potensial untuk pembuatan vaksin. Aplikasi ~:pemberian vaksin ini dilakukan dengan cara intranasal, aerosol, semprotan dan air minum (IBRAHIM-et al, 1981)

dam-AINI et al, (1987) menyatakan dalam penelitiannya bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara vaksin yang diberikan secara intranasal dan oral.

Peneliti di Malaysia dapat membuat suatu klon (UPM-V4) dari virus NDV4 yang tahan panas dan memakainya sebagai vaksin dalam pelet makanan ayam untuk ayam kampung (AINI et al, 1987; IBRAHiM et al, 1987) dnn di Indonesia Ronohardjo dan Abubnkar mempelajari daya tahan virus ini terhadap berbagai suhu dan berhasil memilih serta menciptakan varian virus NDV4 dan diberi kode (RIVS)V4 yang tahan terhadap suhu lingkungan. Virus ini kemudian digunakan untuk mengembangkan vaksin ND peroral yang diberikan melalui pakan (RONOHARDJO, 1986). Virus ini kemudian dipakai untuk mengebalkan ayam kampung yang dilaksanakan

dilaboratorium dengan hasil yang mengesankan (DARMINTO dan RONOHARDJO, 1987).

Hasil serangkaian penelitian di laboratorium memberikan data bahwa vaskin cukup stabil dilarutkan dalam air sumur dengan gabah (padi) dan untuk mendapatkan kekebalan optimal diperlukan minimal 2 knli vaksinasi (RONOHARDJO, 1986; DARMINTO et al, 1989). Penelitian di laboratorium membuktikan bahwa vaksin memberikan daya proteksi 60%-70% pnda ayam setelah ditantang dengan virus ND velogenik (RONOHARDJO, 1986; DARMINTO et al, 1989). Di lapangan, vaksin tersebut dapat memproteksi ayam'sebesar 70% terhadap virus ND velogenik yang digunakan dalam uji tantang, dan untuk wabah ND alami dilapangan, vaksin mermberikan perlindungan sebesar > 70% (RONOHARDJO et al, 1988).

Virus ND(RIVS)4 mempunyai kemampuan menyebar kepada ayam normal yang tidak divaksin yang dipelihara bersama-sama dengan kelompok ayam yang divaksin dalam satu ruangan dan dapat merangsang pembentukan antibodi walaupun lebih lambat daripada kelompok yang langsung divaksin (SAMUEL and SPRABBROW, 1986; DARMINTO et al, 1989).

Data-data penelitian yang dilakukan DARMINTO et al (1990) memperlihatkan bahwa vaksin RIVS2 memberikan daya proteksi 70%, vaskin RIVS3 memberikan kekebalan 62,5% dnn kelompok ayam yang 316

(3)

memperoleh vaksin pertama vaksin RIVS2 kemudian dibooster dengan vaksin RIVS4 memberikan kekebalan 58,6%. Dari penelitian ini diketahui bahwa vaksin RIVS2 mempunyai kemampuan datya proteksi paling tinggi dibandingkan dengan vaksin RIVS3 dan RIVS4.

Penelitian vaksin ND inaktif berasal dari isolat lokal Ita yang merupakan galur velogenik telah diteliti oleh DARMiNTo dan RoNoHARDio (1996). Dalam penelitiannya terdahulu dinyatakan bahwa perlu adanya pemanfaatan plasma nuftah virus ND yang ada di Indonesia yang umunya terdiri dari galur velogenik. Vaksin ND inaktif dengan menggunakan galur Ita telah dibuktikan mampu meningkatkan titer antibodi pada ayam petelur dengan daya proteksi 100% setelah diuji tantang dilaboratorium dengan menggunakan virus ND velogenik galur Ita (DARMiNTO dan RoNoHARDio, 1996).

Lokasi percobaan

Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-11 A. 199912000

MATERI DAN METODE

Lokasi percobaan terletak di kecamatan Kandangan, kabupaten Temanggung, Jawa Tengah dan kecamatan Bantul dan Jetis, kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan daerah pengembangan UPSUS (Upaya Khusus) ayam buras, yang merupakan proyek JPS (Jaringan Pengaman Sosial). Pengembangan ayam buras diwilayah ini cukup baik, ayam buras dikandangkan secara semi intensif dan beberapa peternak sudah mengandangkan ayamnya secara intensif. Pakan diberikan dengan formulasi 234 (2 = konsentrat; 3 = jagung; 4 = katul) untuk daerah Temanggung dan 721 (7 = katul; 2 = jagung; 1 = konsentrat) untuk daerah Bantul.

Kondisi peternak

Kabupaten Temanggung merupakan daerah pengembangan UPSUS (Upaya Khusus) ayam buras, yang merupakan proyek JPS (Jaringan Pengaman Sosial). Ada 8 kelompok UPSUS, masing-masing kelompok terdiri dari 25 kepala keluarga . Masing- masing kelompok diberi bantuan sebesar 1.800.000, untuk dibelikan sekitar 50 ekor induk ayam siap produksi, kandang, pejantan, pakan, mesin tetas mini dan lain-lain. Pengembangan ayam buras di lingkunag UPSUS cukup baik, ayam dikandangkan secara semi intensif bahkan ada yang sudah dalam bentuk baterai.

Arah dari pengembangan ayam buras di wilayah ini lebih diutamakan pada penjualan anak ayam umur sehari, ayam dara, atau telur untuk konsumsi sedangkan ke arah penggemukan ayam jarang dilakukan. Harga anak ayam umur sehari ini berkisar Rp. 1750 - 1800/ ekornya, sedangkan telur Rp. 500 - 600/ butir. Pola pengembalian pinjaman adalah-.berupa uang perbulannya bagi peternak yang dinilai sudah cukup mampu mengembalikan

pinjaman tersebut. .

Beberapa peternak tampak lebih maju dibandingkan dengan kelompok di kabupaten Bantul, itu dapat terlihat dari ayam yang sudah dalam kandang intensif, peralatan vaksinasi suntik yang memadai, kandang yang cukup bersih dan tidak lembab. Vaksinasi yang dilakukan pada umumnya adalah vaksin tetes untuk anak ayam umur sehari (strain LASOTA dari Dispet/ beli sendiri) dan injeksi intramuskular pada ayam dewasa. Pada saat awal penelitian, vaksin terakhir yang kelompok berikan adalah pada bulan Maret.

Secara umum, metode pembagian kelompok UPSUS ayam buras adalah sama denga kabupaten Temanggung. Tapi ada satu pola yang berbeda, yaitu jika peternak di Temanggung mengembalikan dana pinjaman dalam bentuk uang, para peternak di Bantul mengembalikan dana yang dipinjam dengan cara menyetor telur berembrio 3 butir/hari ke Dinas Peternakan. Mesin tetas tidak dikelola secara induvidual, tetapi disatukan dalam satu penetasan (hatchery) yang langsung ditangani oleh Dinas Peternakan. Semua suplai anak ayam umur sehari dari hatchery ini.

Pada saat pengambilan sampling darah prevaksinasi dan vaksinasi pertarna yang dilakukan setelahnya team Balitvet mendapat laporan dari peternak bahwa vaksinasi ND terakhir pada bulan Mei sudah pernah dilakukan dan banyak ayam yang mati setelah divaksin. Vaksin yang dipakai adalah vaksin dari Dispet produksi Pusvetma. Dugaan yang muncul di kalangan petemak adalah kematian disebabkan karena vaksin. Terutama kematian ayam tedadi cukup tinggi pada kelompok Akrap. Padahal jika ditelusuri dari sejarah datangnya ayam-ayam mereka adalah dari berbagai sumber. Ini disebabkan karena untuk memenuhi target populasi yang harus dibeli setelah dana pinjaman turun. Bahkan sebagian besar adalah ayam-ayam yang mereka beli dari pasar yang tentu saja sangat beresiko sekali, jika ayam yang dibeli adalah ayam sakit yang tidak tampak secara klinis, kemudian sesampai di rumah mereka campur dengan ayam sehat. Dan dari fokus inilah penyakit dapat tersebar dalam populasi.

(4)

Ayam buras di daerah ini sebagian besar dipelihara secara semi intensif hanya ada satu peternak yang-,, ayamnya dikandang intensif Kondisi kandang pada sebagian besar peternak tidak cukup memadai dan jika hujan .. turun maka kandang akan lembab. Peternak tampaknya diarahkan untuk tujuan menghasilkan telur berembrio.

Virus ND

Dalam penelitian ini digunakan virus ND galur lentogenik RIVS2 (DARMINTO

et al,

1990) untuk pembuatan vaksin ND aktif yang akan diaplikasikan melalui tetes mata dan virus ND velogen-k galur Ita yang dipersiapkan untuk pembuatan antigen inakif untuk pembuatan vaksin ND inaktif yang diaplikasikan melalui suntikan subkutan. (DARMINTO

et al,

1990; DARMINTo dan RONOHARDJO, 1996).

Telur ayam berembrio

Telur ayam berembrio bebas agen patogen tertentu (

Spesific Pathogen Free ,

SPF) umur sembilan hari diperoleh dari PT. Vaksindo Satwa Nusantara. Telur-telur ini digunakan untuk menumbuhkan virus ND galur RIVS2 dan Ita yang akan dipersiapkan untuk pembuatan pembuatan vaksin ND aktif dan inaktif Sedangkan untuk titrasi virus menggunakan telur ayam berembrio (non SPF) umur sembilan hari yang diperoleh dari perusahaan pembibitan ayam.

Perbanyakan Virus

Virus ND galur Ita diambil dari tempat penyimpanannya di freezer (-70° C) sebanyak satu ampul (2 ml) dan dibiarkan mencair pada suhu ruangan. Setelah mencair, virus dititrasi pada telur ayam berembrio umur 9 hari. Titer virus dinyatakan dalam 50% embrio lethal (ELDso) menurut cara REED and WENCH (1938). Setelah titer virus diketahui , virus ND stok tadi kemudian diencerkan dengan PBS steril yang mengandung penicillin 1 .000 iu dan Streptomycin 1 .000 pg per ml sehingga titernya mencapai 103 ELD50 per 0.1 ml. Virus kemudian diinkulasikan ke dalam 50 butir telur ayam berembrio SPF umur 9 hari dengan dosis 0.1 ml yang mengandung 103ELDSO. Setelah inokulasi , telur diinkubasi pada suhu 37°C dan setiap hari diamati kehidupannya selama 72 jam. Telur yang mati dalam waktu 24 jam dibuang. Telur yang mati setelah 24 jam paska inokulasi di simpan dalam refrigator selama 24 jam. Setelah itu cairan alantois dipanen dan dititrasi titer virusnya pada telur ayam berembrio. Cairan alantois tersebut kemudian disimpan dalam refrigator sebelum digunakan (DARMINTo dan RONOHARDio, 1996).

Satu ampul virus ND galur RIVS2 diambil dari freezer (-70°C), kemudian dibiarkan mencair pada suhu ruangan. Setelah cair, virus tersebut diencerkan 1 .000 kali dengan larutan

phosphate buffered saline

(PBS) pH 7.2 yang mengandung antibiotika 1 .000 iu dan 1000 ug steptomisin per ml . Enceran tersebut diinokulasikan pada 115 butir telur SPF dan sebagai kontrol menggunakan 5 butir telur SPF yang diinkubasi dengan PBS steril. Dua hari paska inokulasi cairan alantois telur-telur tersebut dipanen dan diukur titer virusnya. Setelah itu, cairan virus diencerkan dengan larutan PBS steril pH 7.2 yang mengandung antibiotika 1 .000 iu dan 1 .000 pg steptomisin per ml sehingga setiap dosis vaksin akan mengandung virus 107 EID50 dan vaksin siap dikemas.

Inaktivasi Virus

Cairan alantois yang akan diinaktivasi diputar dengan batang magnet

(magnetic stirer)

dan ditambahkan formalin sedikit demi sedikit sehingga mencapai konsentrasi akhir 1 :1 .000. Pemutaran ini dilakukan selama 16 jam pada suhu 4°C. Hasil inaktivasi ini disebut antigen inaktif Antigen inaktif ini kemudian disimpan dalam suhu refrigator sampai digunakan dalam penelitian (DARMINTo dan RONOHARDio, 1996).

Pengujian sisa virulensi pada telur

Pengujian dilakukan terhadap antigen inaktif dan dibandingkan dengan virus ND galur Ita yang dilakukan dengan menginokulasikannya pada cairan alantois 20 butir telur ayam berembrio. Sebagai kontrol 10 telur ayam ,berembrio .diinokulas4.dengan NaCl fisiologis. Telur diamati setiap hari. Terhadap embrio yang mati dilakukan uji Hemaglutinasi cepat, untuk menentukan penyebab kematiannya adalah virus. Jumlah telur yang mati dihitung dan dibandingkan.

318

(5)

Ajuvan

Dalam penelitian ini menggunakan ajuvan minyak yang terdiri atas parafin cair dan arlacel 80 (sorbitan monooleate) sebagai bahan surfactant yang berfungsi untuk menjaga terdispersinya partikel antigen virus dalam minyak dan mencegah bersatunya partikel virus dalam lapisan air yang mengakibatkan emulsi menjadi pecah (STONE, 1997). Semua bahan dipersiapkan secara steril. Adapun formula yang digunakan dalam vaksin ini adalah sebagai berikut, cairan virus 21 %, parafin cair 71 %, arlacel 80 8 % dan thiomersal 100 mg/liter. Keempat bahan

ini dicampur merata sampai terjadi emulsi yang baik dan stabil. Setelah itu baru dilakukan pengemasan vaksin. Pengemasan Vaksin Aktif dan Inaktif

Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-11 Th. 199912000

Vaksin aktif dikemas dalam botol plastik steril khusus untuk vaksin tetes dan setiap botol berisi 500 dosis. setiap ekor ayam akan mendapatkan satu tetes yang volumenya diperkirakan sekitar 0.03 ml.

Vaksin inaktif yang sudah dalam bentuk emulsi dimasukkan dalam botol-botol plastik steril. Setiap botol berisi 800 dosis yang nantinya setiap ayam akan mendapatkan 0.3 ml perdosisnya dan diaplikasikan secara injeksi subkutan.

Vaksin-vaksin yang sudah dikemas ini kemudian diberi label dan disimpan dalam refrigator sampai dipakai dalam penelitian.

Pembagian kelompok perlakuan

Aplikasi teknologi vaksinasi ND dalam kegiatan ini dilakukan dengan melibatkan langsung petemak. Di kecamatan Kandangan, kabupaten Temanggung dan kecamatan Bantul terdapat beberapa kelompok UPSUS ayam buras. Dari beberapa kelompok UPSUS tersebut dipilih delapan kelompok yang mempunyai respon baik etrhadap program vaksinasi yang akan dilakukan oleh tim Balitvet. Selanjutnya dari delapan kelompok tersebut dibagi menjadi empat kelompok perlakuan vaksinasi .

UPSUS ayam buras 1, ayamnya divaksinasi dengan vaksin ND aktif galur RIVS2 dan vaksin ND inaktif galur Ita untuk vaksinasi keduanya. Kelompok 2, menerima perlakuan vaksinasi aktif galur RIVS2 untuk vaksinasi pertama dan kedua. Kelompok 3, ayam buras peternak divaksin dengan vaksin ND aktif komersil sebagai vaksinasi pertama dan vaksin ND inaktif komersil sebagai vaksinasi kedua. Kelompok 4, divaksin dengan vaksin ND aktif komersil untuk vaksinasi pertama dan keduanya.

Uji Efikasi

Dalam uji efikasi ini menggunakan ayam buras dara (berumur ± 2 bulan) milik peternak dilokasi percobaan. Program vaksinasi yang diterapkan adalah vaksinasi tetes untuk untuk vaksin aktif yang digunakan dan vaksinasi injeksi subkutan untuk vaksin inaktif. Vaksinasi pertama yaitu vaksin tetes diberikan pada ayam buras dengan umur ± 2 bulan. Dan vaksinasi ulang (booster) diberikan empat minggu setelah vaksinasi pertama. Titer antibodi ND dari syam buras tersebut diperiksa sebelum dilakukan vaksinasi pertama, setelah vaksinasi pertama, enam minggu setelah vaksinasi kedua dan 13 minggu setelah vaksinasi kedua. Titer antibodi diperiksa dengan uji hemaglutinasi inhibisi (HI) menurut prosedur standar yang diuraikan oleh SHORTRiDGE et al (1982) dan ALEXANDER(1988b).

Analisa statistik

Data titer antibodi dianalisa dengan analysis of variance (ANOVA), jika didapatkan perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf signifikansi 5%. Uji statistik tersebut menggunakan program komputer SPSS for MS WINDOWS Release 6.1.

Pertumbuhan pupulasi ayam

Data populasi ayam buras diperoleh dari ketua kelompok masing-masing peternak UPSUS yang sudah dilaporkan kepada dinas peternakan kabupaten. Data dikumpulkan setiap kali kunjungan yaitu pada bulan Agustus,

September dan Oktober 1999.

(6)

NLP.I. DHARMAYANTI DAN DARMINTo : Pengendalian NewcastleDisease (ND) pads Ayam Buras Melalui Vaksinasi

Pengujian sisa virulensi

Telur yang diinokulasi dengan antigen inaktif tidak memperlihatkan aktivitas kehidupan virus ND velogenik yang ditunjukkan dengan tidak adanya kematian pada telur yang diinokulasi. (Tabel I). Hasil yang sama juga terlihat pada telur yang diinokulasi dengan virus larutan NaCl fisiologis. Sedangkan telur yang diinokulasi dengan virus ND galur Ita hidup, embrio mulai menunjukkan kematian pada hari kedua dan pada hari ketiga semua embrio mati .

Tabel h Hasil pengujian sisa virulensi pada telur ayam berembrio

320

HASIL

Pelaksanaan program vaksinasi di kabupaten Temanggung pada delapan kelompok disambut baik oleh peternak. Semuanya mempunyai respon yang cukup baik terhadap program vaksinasi yang dilakukan oleh tim Balitvet. Masyarakat mempunyai partisipasi yang positif, hal ini dapat dilihat dari antusias masyarakat yang meminta lebih banyak vaksin untuk kesehatan ayamnya, keingintahuan peternak terhadap keberhasilan program vaksinasi yang diberikan seperti pembacaan titer antibodi dan konsultasi peternak tentang manajemen kandang yang baik, penyakit yang ada di lapang, pengendaliannya dan lain sebagainya. Tidak ada permasalahan serius

seperti kematian setelah vaksinasi ataupun drastisnya penurunan produksi telur selama program ini berjalan.

Respon peternak di kabupaten Bantul pada awal kedatangan tim Balitvet cukup baik walaupun ada beberapa beternak yang terkesan menolak ataupun pasif. Kunjungan berikutnya sebagian petemak mulai menolak untuk melanjutkan program vaksinasi selanjutnya dengan berbagai alasan diantaranya adalah kebengkakan sekitar mata paska vaksinasi sampai pada kematian paska vaksinasi.

Pada saat kunjungan ke setiap kelompok, ketua kelompok peternak Bantul melaporkan bahwa setelah menerima vaksinasi tetes dari pihak Balitvet, terjadi kebengkakan disekitar mata, ngorok dan kematian pada ayam buras mereka. Bahkan kelompok Akrap terkesan menolak.vaksinasi kedua yang akan diberikan. Kematian ayam cukup tinggi pada dua orang peternak yang letak kandangnya satu lokasi pada kelompok ini. Melihat kondisi yang demikian team Balitvet melakukan pengamatan langsung pada dua peternak ini

Hasil pengamatan ditemukan, 1) ayam dengan gejala klinis ND yang sudah kronis (teloan) yang masih dipelihara bersama dengan ayam sehat lainnya, serta beberapa ayam yang tampaknya masih bertahan hidup dari serangan ND yang lalu (sebelum kedatangan tim Balitvet, kelompok ini melaporkan kematian ayam cukup tinggi setelah menerima vaksinasi dari Dispet pada bulan Mei `99). Kandang petemak satunya berhadapan dengan kandang ayam dimana ditemukan ayam dengan gejala ND kronis ini. Lalulalang manusia dari satu kandang ke kandang lainnya menyebabkan tertularnya ayam-ayam dikandang ini. 2) Ada peternak yang ayamnya tetap sehat atau tidak menunjukkan reaksi negatif setelah vaksinasi pertama walaupun terdapat dalam satu kelompok tetapi lokasi kandang cukup jauh dari lokasi wabah. Pihak Balitvet menyarankan kepada peternak yang terkena wabah agar menjual semua ayamnya sebagai ayam pedaging. Untuk itu ayam-ayam kelompok Akrap tidak kita lakukan vaksinasi kedua. Pengambilan sampling darah tetap kita lakukan pada kelompok lainnya dan dilanjutkan dengan vaksinasi kedua.

Kunjungan tahap tiga ini masalah-masalah yang timbul adalah tetap terkait pada masalah paska vaksinasi pertama, dimana yang ayamnya divaksin tetes ayamnya bengkak disekitar mata, sinus berair, ngorok dan lama-lama mati pada ayam yang masik kutuk. Sedangkan pada ayam dewasa mereka melaporkan terjadinya produksi telur bahkan tidak bertelur sama sekali.

Masalah-masalah yang terjadi dilapang, langsung diamatia~ieh team Balitvet dengan mendatangi petemak yang bermasalah paska vaksinasi yang dibandingkan dengan peternak yang tidak bermasalah paska vaksinasi dalam satu kelompok .

Bahan yang diinokulasikan

1

Jumlah

2 embrio ayam3 mati pada hari ke-4 5

Antigen Ita in aktif 0/10a 0/10 0/10 0/10 0/10

Virus Ita hidup 0/10 5/10 10/10 -

-NaCl fisiologis 0/10 0/10 0/10 0/10 0/10

(7)

Hasil pengamatan yaitu 1) keadaan kandang lembab dan becek, 2) kondisi ayam banyak ayam yang sudah selayaknya diafkir (tua) dan ayam yang masih dara yang masih belum dapat berproduksi, sedangkan ayam produksi hanya sebagian kecil dari populasi, 3) data populasi clan produksi telur terdapat keganjilan dan tampak rekayasa data. Hal ini dibuktikan dengan wawancara team Balitvet kepada peternak, di mana ayam mereka tidak bertelur/turun produksi telurnya setelah divaksin. Penilaian yang dilakukan oleh team Balitvet dari 30 ekor induk, hanya 5 ekor yang produktifjadi kecil sekali kemungkinan ayam akan beproduksi secara baik. Selain itu terjadi pergantian ayam dari ayam semula saat program UPSUS mulai dijalankan yang tidak dilaporkan . Karena ayam tidak menghasilkan telur sedangkan pinjaman harus dikembalikan dalam bentuk telur, maka peternak membeli telur untuk disetor dan dicantumkan dalam data populasi clan produksi telur sebagai produksi telur dari ayam mereka 4) Peternak mengatakan bahwa di STM Pertanian, Pandak, dengan bibit yang sama yaitu dari sentra penetasan yang dikejola Dispet di Bakulan, tetapi tidak menerima vaksinasi dari Balitvet, syamnya sehat dan tidak ada kematian. Untuk membuktikan ini team Balitvet berkunjung ke STM Pertanian clan langsung bertemu dengan guru peternakan yang mengurus ayam buras di STM ini . Ternyata kematian pada ayam buras yang dipelihara di sini mengalami kematian sekitar 30% sejak vaksinasi ND pertama pada bulan Agustus '99. Jadi informasi yang diberikan oleh peternak adalah tidak benar.

Pada kunjungan ketiga, sebagian peternak menolak dan tidak berespon terhadap program vaksinasi, sehingga pada saat kunjungan ini tepatnya bulan Oktober 1999, tidak dilakukan pengambilan sampling darah paska vaksinasi kedua.

Untuk mengantisipasi dampak selanjutnya diadakan pertemuan antara peternak dengan peneliti untuk menjelaskan semua permasalahan yang ada clan memecahkan kesulitan yang dihadapi. Pada akhirnya peternak mengerti dan mereka menanyakan tentang kelanjutan program.

Uji efikasi

Hasil uji efikasi keempat perlakuan program vaksinasi pada ayam buras dapat di lihat pada distribusi titer antibodi ayam buras pada Tabel 2, 3, 4 dan 5 untuk kabupaten Temanggung dan Tabel 6, 7 untuk kabupaten Bantul. Hasil pemantauan titer antibodi, tampak pada awal perlakuan sebelum dilakukan vaksinasi pertama, sebagian besar populasi ayam buras sudah mempunyai titer antibodi terhadap ND walaupun cukup rendah, ini disebabkan karena ayam dalam kehidupannya sudah ada yang pernah divaksin atau terkena paparan wabah ND secara alami. Empat minggu setelah vaksinasi pertama tampak terjadi peningkatan titer antibodi untuk ayam yang divaksin dengan vaksin produksi Balitvet maupun komersil . .

Vaksinasi kedua (booster) dilakukan 4 minggu setelah vaksinasi pertama di kabupaten Temanggung memperlihatkan titer antibodi tampak lebih meningkat pada 6 mlnggu setelah vaksinasi kedua pada kelompok perlakuan vaksinasi booster dengan vaksin inaktif yaitu mempunyai titer rata-rata 6 log2, sedangkan.-untuk kelompok perlakuan vaksinasi booster dengan vaksin tetes tidak menunjukkan peningkatan titer. Di Bantul tidak

dilakukan pengambilan sampling darah 4 minggu paska vaksinasi kedua dengan alasan yang dikemukakan di atas, Pemantauan titer antibodi 13 minggu setelah vaksinasi kedua (Temanggung) tidak ada ayam buras yang tidak mempunyai titer antibodi. Pada tabel 5, kelompok 1 dan 3 mempunyai titer minimal 3 log2.

Pertumbuhan populasi ayam

Laporan Bagian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-II Th. 199912000

Pertumbuhan populasi ayam sejak Agustus - Nopember 1999 di Temanggung atau kurang lebih selama 3 bulan dapat dilihat pada Gambar 1 sedangkan kabupaten Bantul pada Gambar 2.

(8)

NLP.I. DHARMAYANf1 DAN DARWIIM'p :Pengendalian Newcastle Disease (ND) pada Ayam Buras Melalui Paksinasi 3000 2500 2000 1500 1000 500 0

Agustus September Oktober

Bulan A _~.B -,b- C - -D - -E -F --~- G -.- H

Gambar 1. Pertumbuhan populasi ayam buras pada delapan kelompok di Kabupaten Temanggung pada bulan Agustus September dan Oktober

Gambar 2. Pertumbuhan populasi ayam buras pada delapan kelompok di Kabupaten Bantul pada bulan Agustus dan September

(9)

Laporan Bagian Proyek Rekaywa Teknologi Peternakan ARMP-II Th. 199912000

Tabel 2. Distribusi HI titer antibodi ayam buras sebelum dilakukan vaksinasi di kabupaten Temenggung Kelo

Pe

Tabel 3. Distribusi HI titer antibodi ayam buras 4 minggu setelah vaksinasi pertama di kabupaten Temanggung

Tabel 4. Distribusi HI titer antibodi ayam buras 6 minggu setelah vaksinasi keduadi kabupaten Temanggung

Tabel 5. Distribusi HI titer antibodi ayam buras 13 minggu setelah vaksinasi kedua di kabupaten Temanggung

Tabel 6. Distribusi HI titer antibodi ayam buras sebelum dilakukan vaksinasi di kabupaten Bantul

323

Kelompok Jumlah Distribusi HI (log2)

Petemak Sampel 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata GMT

1 79 24 7 9 4 3 10 8 6 2 2,4

2 82 21 5 10 4 5 7 7 9 14 3,8

3 8 8 3 9 2 5 12 11 8 4 4,2

4 24 24 4 5 7 3 2 6 5 2 2,6

Kelompok Jumlah Distribusi HI (log2)

Petemak Sampel 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata GMT

1 40 0 0 0 2 1 7 15 14 1 6

2 40 0 0 3 4 2 8 15 7 1 5,3

3 40 0 0 2 2 1 2 5 22 8 6,7

4 10 5 3 2 0 0 0 0 0 0 0,7

Kelompok Jumlah Distribusi HI (log2)

Petemak Sampel 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata GMT

1 100 0 0 0 5 5 17 28 22 23 6,3

2 104 2 1 6 9 13 24 15 10 24 5,4

3 80 0 0 4 4 6 1 7 15 45 6,8

4 35 1 0 6 4 10 4 3 4 3 4,4

Kelompok Jumlah Distribusi HI (log2)

Petemak Sampel 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata GMT

1 99 1 2 3 11 6 24 13 5 24 5,8

2 109 1 5 9 19 19 7 16 7 26 5

3 79 11 4 8 11 10 5 16 8 6 4

4 35 6 4 8 6 1 4 2 3 1 2,9

mpok

emak JumlahSampel 0 1 2 3Distribusi HI (log2)4 5 Rata-rata GMT

6 7 8

1 152 46 19 16 18 11 16 8 8 10 2,7

2 97 21 15 11 7 11 11 9 2 10 3,1

3 46 20 6 6 1 0 2 5 5 1 2,3

(10)

324

NLP.I. DHARMAYANn DAN DARmINTO :Pengendalian Newcastle Disease OIVDJ pada Ayam Buras Melalui Vaksinasi

Tabel 7. Distribusi HI titer antibodi ayam buras 4 minggu setelah vaksinasi pertama di kabupaten Bantul

PEMBAHASAN

Virus NDV4 yang ditemukan oleh Simmons (1967) di Australia banyak dipelajari dan diteliti oleh peneliti di Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia virus ini dipelajari di Balitvet, dan Ronohardjo dan Abubakar (unpublised data) telah berhasil menurunkan varian tahan panas dari galur V4 yang diberi nama ND(RIVS)4.

Virus ND(RIVS)4 ini kemudian dikembangkan menjadi vaksin ND tahan panas yang diberikan secara oral yaitu dengan mencampurnya dengan pakan ayam (gabah) (DARMINTO etal, 1989; DARMINTO dan RONOHARDJO,

1989; DARMINTO el al, 1990). Vaksin-vaksin yang pernah digunakan antara lain adalah vaksin ND tahan panas

RIVS2, RIVS3 dan RIVS4. Satu dosis vaskin mengandung 107 E11350 kecuali untuk vaksin RIVS4 hanya mengandung kurang lebih 105 EID5o. Dari ketiga jenis virus vaksin ini temyata RIVS2 mempunyai daya proteksi tertinggi yaitu 70% pada ayam dara yang memperoleh uji tantang 3 minggu setelah vaksinasi kedua dan sekitar 96% pada ayam buras paska wabah ND. Sernua vaksin ini diberikan secara per-oral (DARMINTOet al,1990).

Bardasarkan penelitian inilah, kemudian dipilih virus ND galur RIVS2 yang digunakan sebagai vaksin dalam penelitian ini. Berbeda dengan penelitian terdahulu, peternak ayam buras pada masa sekarang cukup maju sehingga vaksin RIVS2 tidak diberikan per-oral, karena di lokasi penelitian ayam buras tidak diberi makan gabah lagi melainkan menggunakan pakan yang terdiri dari formulasi (konsentrat, jagung dan katul). Beberapa kelompok UPSUS sudah memiliki perangkat vaksinasi suntik yaitu alat injeksi otomatis . Maka dari itu vaksin RIVS2 yang merupakan vaksin lentogenik diberikan secara tetes mata dan vaksin inaktif galur Ita diberikan secara injeksi subkutan.

Sebagian vaksin lentogenik mempunyai afinitas pada epitelium saluran pemapasan. Jadi vaksin dengan tetes mata mempunyai respon antibodi 4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan vaksinasi yang diberikan melalui air minum (ALLANet al, 1978). Aplikasi vaksinasi melalui tetes mata juga menghasilkan waktu kekebalan yang lebih

lama dan tingkat yang lebih tinggi untuk memproteksi agam. Vaksin aktif yang diaplikasikan melalui tetes mata dalam prosesnya akan bertemu dengan kelenjar Harderian di dekat mata sehingga kelenjar tersebut menghasilkan antibodi lokal yang berada pada mukosa saluran pernapasan. Sebagian virus menginfeksi tubuh ayam melalui laring dan setelah itu terjadi viremia. Pada saat inilah terjadi pertemuan antara virus dengan sel-sel yang berkompeten dalam sistem kekebalan sehingga menghasilkan respon kekebalan yang spesifik. Berbeda dengan vaksin inaktif yang diaplikasikan secara injeksi yang akan langsung berada dalam sirkulasi darah, tidak mengalami kontak dengan kelenjar Harderian sehingga antibodi lokal tidak terbentuk. Maka dari itu vaksin RIVS2 yang merupakan virus ND galur lentogenik diaplikasikan secara tetes mata karena vaksinasi dengan tetes mata merupakan metode yang cukup mudah untuk diaplikasikan, dan peternak dapat melakukannya sendiri. Di samping itu, jika satu botol vaksin tersebut sisa, peternak dapat memberikan vaksin tersebut kepada peternak lainnya yang ayamnya belum divaksinasi.

Pada Gamabar 1 dan 2 dapat dilihat bahwa terdapat variasi laju pertumbuhan untuk setiap kelompok. Ini dikarenakan sifat petemakan yang diterapkan adalah tidak berdasarkan pola manajemen petemakan yang baku, dan laju pertumbuhannya diserahkan kepada alam (RONOHARDJO er .al, 1989) Penggantian ayam dewasa afkir

seringkali tidak seiring dengan penambahan betina dara atau sebaliknya . Seiring dengan itu kutuk yang terjual terkadang tidak disertai dengan peremajaan ayam pada populasi tersebut sehingga terjadi fluktuasi populasi yang beragam.

Program vaksinasi untuk ayam buras memang tidak bisa disamakan dengan program vaksinasi untuk ayam ras karena tujuan pemeliharaan ayam buras -umumnya"=adalah=sebagai usaha sampingan yang tidak membutuhkan perhatian yang khusus. Maka dari itu program vaksinasi haruslah yang sederhana, tidak rumit, terjangkau dan cara aplikasinya mudah. Dari jumlah peternak yang kita wawancarai menunjukkan sebagian besar petemak meminta

Kelompok Jumlah Distribusi HI (log2)

Petemak Sampel 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Rata-rata GMT

1 60 5 2 7 6 4 6 8 9 13 4,9

2 45 2 0 0 1 4 8 5 11 14 6,2

3 60 2 0 6 8 8 4 11 16 5 5,1

(11)

ran Bngian Proyek Rekayasa Teknologi Peternakan ARMP-11 Th. 199912000

vaksin yang cara aplikasinya tidak sulit seperti vaksin tetes mata dan sisanya ingin vaksin dengan cara suntik karena dapat memberikan kekebalan yang cukup lama.

Peternak dapat memahami bahwa vaksinasi pertama adalah harus dilakukan dengan cara tetes mata. Selanjutnya untuk vaksinasi kedua diberikan sesuai dengan keinginan peternak. Petemak yang menunjukkan respon terhadap vaksin tetes, untuk vaksinasi keduanya akan diberikan vaksinasi tetes, sedangkan peternak yang menunjukkan respon tinggi terhadap vaksin injeksi, diberikan vaksinasi injeksi subkutan untuk program vaksinasi keduanya. Pada umumnya, petemak yang menginginkan vaksinasi injeksi mempunyai pengetahuan yang lebih baik tentang program vaksinasi dibandingkan peternak yang menginginkan vaksinasi tetes mata untuk program vaksinasi ayamnya.

MenurutALEXANDER (1988b), ayam yang mempunyai titer antibodi (5 - 6 log2), umumnya tahan terhadap serarigan ND, sehinggn dapat dikatakan bahwa kelompok 1,2 dnn 3 mempunyni titer yang cukup protektif dan berbeda dengan kelompok 4 yang mempunyai titer kurang protektif.

Analisa statistik dengan uji Duncan dengan taraf signifikansi 5%, menyatakan bahwa program vaksinasi RIVS2 - Ita tidak berbeda nyata dengan program vaksinasi dengan menggunakan vaksin aktif dan innktif komersil. Sehingga dapat dikatakan bahwa perpaduan vaksin produksi Balitvet mempunyai kemampuan yang sama dengan vaksin komersil dalam meningkatkan titer antibodi ND pnda tubuh ayam. Sebaliknya program vaksinasi dengan vaksin aktif - aktif ternyata vaksin RIVS2 mempunyai perbedaan yang nyata dalam meningkatkan titer antibodi dibandingkan dengan vaksin aktif komersil . Vaksin aktif RIVS2 mempunyai kemampuan lebih baik dalam meningkatkan titer antibodi pada paska vaksinasi pertama dibandingkan dengan vaksin aktifkomersil .

Program pengendalian ND melnlui vaksinasi, sebaiknya dilakukan pada peralihan musim sehingga ayam buras dapat terlindungi dari kemungkinan terjadinya wabah ND. Program vaksinasi dilakukan pada bulan Agustus yang merupakan bulan peralihan musim yaitu dari musim kemarau ke musim hujan. Musim peralihan inilah waktu yang paling rentan munculnya wabah ND. Maka dari itu, vaksinasi pertama dilakukan pada miggu ketiga bulan Agustus untuk mengantisipasi ayam buras terhadap serangan wabah. Empat minggu . setelah vaksinasi pertama yaitu pada akhir September dilakukan vaksinasi ulang (kedua) untuk meningkatkan titer antibodi ayam buras

sehingga dapat bertahan sampai perlu dilakukannya vaksinasi ulang kembali.

Pada pembacaan titer antibodi terhadap ND, 13 minggu setelah vaksinasi kedua, titer tampak masih cukup tinggi sehingga masih belum perlu dilakukan vaksinasi ulang kembali. Diperkirakan vaskinasi ulang akan dilakukan pada bulan Maret 2000 yang bertepatan dengan pergantian musim yaitu dari musim hujan ke musim kemarau.

Vaksin produksi Balitvet diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam program pengendalian ND ynitu sebagai vaksin yang digunakan, yang lebih murah sehingga dapat terjangkau oleh petemak ayam bums.

KESIMPULAN

Sosialisasi program vaksinasi yang baik akan membuat petemak memberikan respon yang positif terhadap program vaksinasi. Demonstrasi dan keterlibatan peneliti secara aktif bersama peternak dalam program ini akan mempermudah adopsi teknologi yang diberikan.

Vaksinasi dengan menggunakan vaksin produksi Balitvet yang mempunyai kemampuan tidak berbeda dalam meningkatkan titer antibodi terhadap ND dengnn vaksin komersil yang relatif lebih mahal harganya diharapkan dapat membantu peternak dalam meningkatkan kinerja peternak sehubungan dengan pencegahan terhadap penyakit ND sehinggn dapat menunjang pengembangan ayam buras yang menguntungkan.

PRAKIRAAN DAMPAK HASIL KEGIATAN

Sejauh ini hasil yang telah dicapai untuk daerah Temanggung cukup baik, sehingga program vaksinasi dapat dilakukan sebagai suatu usaha dalam mencegah datangnya penyakit ND dalam peternakan ayam buras. Sebagai tindak lanjut penyempunaannya diperlukan suatu penelitian yang lebih dari satu tahun untuk dapat memberikan rekomendasi suatu program vaksinasi yang lebih baik serta tersedianya vaksin produksi Balitvet sekiranya ada permintaan dari peternak yang menginginkan vaksin.

(12)

NLP.I. DHARMAYANTIDANDARMINTO :Pengendalian Newcastle Disease (ND) pada Ayam Buras Melalui Paksinasi

DAFTAR PUSTAKA

AINI,I., A.L.IBRAHIM and P.B.SPRADBROW. 1987 Efficacy of Food Pellet Newcastle Disease Vaccine : Laboratory and Simullated Village Experiment. In :Newcastle Disease in Poultry. A New Food Pelllet Vaccine. Ed. J.W. Copland. ACIAR. Canberra.pp. 29 - 32.

ALEXANDER,D .J. 1988a. Newcastle Disease Virus-An Avian Paramyxovirus. In :Newcastle Disesae. (ed. D.J. Alexander). pp 11-12. Kluwer Academic Publication. London.

ALEXANDER, D.J. 1988b. Newcastle Disease Diagnostic . In :Newcastle Disesae. (ed. D.J. Alexander ).pp. 147 - 160. Kluwer Academic Publication. London.

ALEXANDER, D.J. 1991. Newcastle Disease and Other Paramyxovirus Infections. In :Diseases ofPoultry.9* Ed. pp.511 - 513. (Ed's. B.W.Calnek, H.J.Barnes, C.W.Beard, W.M. Reid and H.W. Yolder Jr) Iowa State University Press. Iowa. USA. ALLAN,W.H., J.&LANCESTER, and B.ToTH.1978.Newcastle Disease Vaccine : Theirproduction anduse. Food and Agricultural

Organization . Rome.

DARMINTO, dan P.RONOHARDJO. 1987. Efficacy Test for Food Delkivered Newcastle Disease vaccine. SACC Report. Research Institute for veterinary Science . (unpublised) .

DARMINTO, P.RONOHARDJO, N.SURYANA, M.ABUBAKAR dan KUSMAEDI . 1989. Vaksinasi Melalui Makanan Pada Ayam Kampung : Studi Pendahuluan Pemakaian Virus Penyakit Newcastle Tahan Panas (RIVS)V4 Sebagai Vaksin di Laboratorium . Penyakit Hewan. 21 (37): 35 - 39.

DARMINTO, P.RONOHARDJO, N.SURYANA, B.MOERAD, WIDAYATI dan HARDIMAN. 1990. Penelitian Lapangan Vaksin ND per-oral di Propinsi Riau. Penyakit Hewan.22(39) : 1 - 9.

DARMINTO dan P.RONOHARDJO. 1995. Newcastle Disease pada Unggas di Indonesia : Situasi Terakhir dan Relevansinya terhadap Pngendalian Penyakit . Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan.

DARMINTO dan P. RONOHARDJO. 1996. Vaksin Newcastle Disease Inaktif Berasal Dari Virus Isolat Lokal Galur Velogenik.

Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner.2 (1): 42 - 49.

IBRAHIM,A.L., AINI, I., P.B.SPRADBRow and A. MUSTAFFA-BABJEE . 1987. Vaccination of Village Ckickens with Food Pellet Newcastle Disease Vaccine. In :Newcastle Disease in Poultry.A New Food Pelllet Vaccine. Ed. J.W. Copland. ACIAR. Canberra.pp. 24 - 25.

IBRAHIM,A.L., U.CHULAN and A.MUSTAFFA-BABJEE. 1980. The Immune Response of Chickens Vaccinated Against Newcastle Disease Virus With Live Newcastle Disease V4 Vaccine.Australia VeterinaryJournal.56 : 29.

IBRAHIM,A.L., U.CHULAN and A.MUSTAFFA-BABJEE. 1981. An Assessment of the Australia V4 Strain of Newcastle Disease Virus as aVaccine by spray, aerosol and drinking water administration .Australia Veterinary Journal.57"t-277 .

REED,L.V. and MUENCH, H.1938. A Simple Method of Estimating Fifty per cent Endpoints.American Journal ofHygiene.27. 493-497.

RONOHARDJO, P.1986. Studi Pendahuluan Pengembangan Vaksin ND Peroral Dengan Virus ND Tahan Panas (RIVS)V4. Bahan Untuk laporan SACC di Balitvet, Bogor. (tidak diterbitkan).

RONOHARDJO, P., DARMINTO dan M.I. Dirja. 1988. Oral vacciantion Against Newcastle Disesae in kampoong Chickens in Indonesia.Proceeding 112. Second Asia/Pacific PoultryHealth Conference, Surfers Paradise, Queensland, Australia. pp.

473-480.

RONOHARDJO, P., DARMINTO, ISA DiRJA dan N. SURYANA. 1989. Vaksinasi Peroral terhadap Penyakit Tetelo Pada Ayam Kampung dengan Vaksin (RIVS)4 di Kabupaten Bogor, Indonesia .Penyakit Hewan.21 (37) : 40 - 47.

SAMUEL,J.L and P.B.SPRADBROW. 1986. Newcastle Diseases Virus Strain V4 as an Oral vaccine for Village Chickens .

Prosseding of5`h Conference on Livestock Production and Disease in Tropic.Kuala Lumpur. Malaysia .

SHORTRIDGE,K.F., W.H. ALLAN and D.J. ALEXANDER. 1982. Newcastle Disease : Laboratory Diagnosis and Vaccine Evaluation. Hongkong University Pets pp. 53.

SPRADBROW, P.B., A.L. IBRAHIM, A.MUSTAFFA-BABJEE and S.J.KIM. 1978. Use of an avirulent Australia Strain of Newcastle Disease Virus as a Vaccine.Avian Disease.22 : 329.

STONE, H.D.1997. Newcastle Disease Oil Emulsion Vaccines Prepared With Animal, Vagetable and Syntetic Oils. Avian Diseases. 41 :591 - 597.

Gambar

Tabel h Hasil pengujian sisa virulensi pada telur ayam berembrio
Gambar 1. Pertumbuhan populasi ayam buras pada delapan kelompok di Kabupaten Temanggung pada bulan Agustus September dan Oktober
Tabel 4. Distribusi HI titer antibodi ayam buras 6 minggu setelah vaksinasi keduadi kabupaten Temanggung
Tabel 7. Distribusi HI titer antibodi ayam buras 4 minggu setelah vaksinasi pertama di kabupaten Bantul

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Key word: patchouli oil, patchouli alcohol, synthesis organonitrogen compound, Ritter 27.. reaction, toxicity

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan hasil belajar mahasiswa PGSD pada materi statistika

Proses selanjutnya adalah refleksi diri. Refleksi diri adalah kegiatan untuk merangsang pikiran pasien untuk dapat memikirkan hal-hal positif yang terkandung dalam buku

[r]

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar Natrium Benzoat pada jahe dan lengkuas giling yang beredar di beberapa pasar tradisional di Kota Padang.. BAHAN

Jika terdapat data sebaran V dalam sebuah bidang, maka gradient dari V dapat ditentukan dengan tool MATLAB gradient kemudian untuk menggambarkan hasil perhitungan gradient