• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Nyeri Neuropatik (Tara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Nyeri Neuropatik (Tara)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

NYERI NEUROPATIK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

Pembimbing : dr. Ananda Setiabudi, SpS

Oleh :

Tara Wandhita Usman 030.09.250

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang atas rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan referat dengan judul “NYERI NEUROPATIK”. Referat ini disusun seagai salah satu syarat untuk mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf di Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih.

Saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dokter pembimbing, dr. Ananda Setiabudi, SpS yang telah memberikan bimbingannya dalam proses penyelesaian referat ini, juga untuk segala dukungan dalam penyusunan referat ini sehingga menjadi lebih baik.

Saya menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, dimana kurangnya pengetahuan dan pengalaman penulislah yang membuat referat ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu saya terbuka untuk segala bentuk kritik dan saran yang disampaikan guna kesempurnaan referat ini. Saya berharap dengan referat ini bisa bermanfaat dan memberi sumbangan ilmu pengetahuan bagi pihak yang memerlukanm khususnya bagi kami sendiri.

Jakarta, 12 Mei 2014 Penyusun

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR BAB I : PENDAHULUAN BAB II: PEMBAHASAN

I. DEFINISI

II. EPIDEMIOLOGI III. ETIOLOGI

IV. MEKANISME NYERI V. DIAGNOSIS

VI. PENATALSANAAN VII. PROGNOSIS

BAB III : KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA

(4)

BAB I PENDAHULUAN

Nyeri sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keadaan fisiologik maupun patologik. Sering nyeri merupakan gejala dan tanda dari suatu kelainan, tetapi dapat pula nyeri tersebut merupakan penyakit yang berdiri sendiri. Apabila nyeri telah mengganggu, maka penderita akan cenderung mengobati sendiri atau pergi ke pelayanan medis susuai dengan pengetahuan dan kemampuannya.

Pengelolaan nyeri, khususnya tipe kronik, sampai sekarang dapat dikatakan belum memuaskan. Hal tersebut akibat fenomena nyeri itu sendiri yang begitu kompleks. Nyeri timbul sebagai akibat serangkaian peristiwa yang terjadi di nosiseptor (nyeri inflamasi = nyeri nosiseptif) atau di serabut saraf perifer maupun sentral (neuropatik).

(5)

BAB II PEMBAHASAN

I. DEFINISI

Pengertian nyeri neuropatik menurut International Association for The Study of Pain (IASP) adalah “nyeri yang dipicu atau disebabkan oleh lesi primer atau disfungsi dari sistem saraf” dan dapat disebabkan oleh kompresi atau infiltrasi dari nervus oleh suatu tumor, tergantung di mana lesi atau disfungsi terjadi.

Nyeri neuropatik pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua yaitu berdasarkan asalnya yaitu perifer dan sentral, juga berdasarkan waktunya, yakni nyeri neuropatik akut dan kronik. Ada beberapa masalah dalam bidang kedokteran paliatif yang menyulitkan dalam mendiagnosis dan menangani nyeri neuropatik, dan tak ada satupun hasil yang memuaskan yang dapat menyebabkan hilangnya nyeri. Dalam membuat suatu diagnosa adanya nyeri neuropatik diperlukan anamnesis yang tepat tentang apa yang sedang dirasakan pasien, baik tipenya maupun derajat dari nyeri tersebut. 1, 2

II. EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi nyeri neuropatik belum cukup banyak dipelajari, sebagian besar karena keragaman dari kondisi nyeri ini. Estimasi saat ini, nyeri neuropatik mungkin menyerang 3% dari populasi umum.Dari 6000 sampel keluarga yang tinggal di tiga kota di Inggris, didapatkan prevalensi nyeri kronis adalah 48% dan prevalensi nyeri neuropatik adalah 8%. Responden dengan nyeri neuropatik kronis lebih banyak perempuan, dengan usia yang cukup tua, belum menikah, tidak memiliki kualifikasi pendidikan, dan merupakan perokok. 3, 4

III. ETIOLOGI

Nyeri neuropatik dapat terjadi akibat lesi di susunan saraf pusat (nyeri sentral) atau kerusakan saraf perifer (nyeri perifer). Nyeri neuropatik berasal dari saraf perifer di sepanjang perjalanannya atau dari SSP karena gangguan fungsi, tanpa melibatkan eksitasi reseptor nyeri spesifik (nosiseptor). Gangguan ini dapat disebabkan oleh

(6)

kompresi, transeksi, infiltrasi, iskemik, dan gangguan metabolik pada badan sel neuron. 5, 6

Nyeri sentral neuropatik adalah suatu konsep yang berkembang akibat bertambahnya bukti bahwa kerusakan ujung-ujung saraf nosiseptif perifer di jaringan lunak, pleksus saraf, dan saraf itu sendiri juga dapat menyebabkan nyeri sentral nosiseptif melalui proses sensitasi. Sindrom nyeri thalamus adalah salah satu nyeri neuropatik sentral. Nyeri sentral neuropatik juga dapat ditemukan pada pasien post-strok, multiple sklerosis,spinal cord injury, dan penyakit Parkinson. 5, 6, 7

Nyeri neuropatik perifer terjadi akibat kerusakan saraf perifer. Kerusakan yang berasal dari perifer menyebabkan tidak saja pelepasan muatan spontan serat saraf perifer yang terkena tetapi juga lepasnya muatan spontan sel-sel ganglion akar dorsal saraf yang rusak. Contoh-contoh sindrom yang mungkin dijumpai adalah neuralgia pascaherpes, neuropati diabetes, neuralgia trigeminus, kausalgi, phantom-limb pain, kompresi akibat tumor, dan post operasi. 5, 7

Penyebab Tersering Nyeri Neuropatik

Nyeri Neuropatik Sentral Nyeri Neuropatik Perifer • Mielopati kompresif dengan stenosis

spinalis

• Mielopati HIV • Multiple sclerosis • Penyakit Parkinson • Mielopati post iskemik • Mielopati post radiasi • Nyeri post stroke

• Nyeri post trauma korda spinalis • Siringomielia

• Poliradikuloneuropati demielinasi inflamasi akut dan kronik

• Polineuropati alkoholik

• Polineuropati oleh karena kemoterapi • Sindrom nyeri regional kompleks

(complex regional pain syndrome)

• Neuropati jebakan (misalnya, carpal tunnel syndrome)

• Neuropati sensoris oleh karena HIV • Neuralgia iatrogenik (misalnya, nyeri

post mastektomi atau nyeri post thorakotomi)

• Neuropati sensoris idiopatik

• Kompresi atau infiltrasi saraf oleh tumor • Neuropati oleh karena defisiensi

(7)

nutrisional

• Neuropati diabetik • Phantom limb pain • Neuralgia post herpetic • Pleksopati post radiasi

• Radikulopati (servikal, thorakal, atau lumbosakral)

• Neuropatik oleh karena paparan toksik • Neuralgia trigeminus (Tic Doulorex) • Neuralgia post trauma

(Tabel 1: Dikutip dari kepustakaan 8)

Nyeri neuropatik juga dapat dihubungkan dengan penyakit infeksi, yang paling sering adalah HIV. Cytomegalovirus, yang sering ada pada penderita HIV, juga dapat menyebabkan

low back pain, radicular pain, dan mielopati. Nyeri neuropatik adalah hal yang paling sering dan penting dalam morbiditas pasien kanker. Nyeri pada pasien kanker dapat timbul dari kompresi tumor pada jaringan saraf atau kerusakan sistem saraf karena radiasi atau kemoterapi. 8

IV. MEKANISME NYERI

Mekanisme Nyeri

Proses terjadinya nyeri secara umum dapat dibagi menjadi 3 jenis : 1. Jenis I : proses stimulasi singkat

2. Jenis II : proses stimulasi yang berkepanjangan, yang menyebabkan lesi atau inflamasi jaringan

3. Jenis III : proses yang terjadi akibat lesi dari system saraf (nyeri neuropatik)

Jenis-jenis tersebut digunakan untuk menerangkan proses terjadinya nyeri nosiseptif (inflamasi) dan nyeri neuropatik, dan bukan untuk menerangkan nyeri idiopatik, sebab pada nyeri idiopatik tidak ditemukan kelainan patologis.

(8)

Jenis I

Pukulan, cubitan, aliran listrik dan lain sebagainya, yang mengenai bagian tubuh tertentu akan menyebabkan timbulnya persepsi nyeri. Bila stimulasi tersebut tidak begitu kuat dan tidak menimbulkan lesi, maka persepsi nyeri yang timbul akan terjadi dalam waktu singkat. Proses kejadian nyeri di sini sebenarnya, yaitu : stimuli mengenai reseptor, dan reseptor mengeluarkan potensial aksi yang dijalarkan ke kornu dorsalis, kemudian diteruskan ke otak, sehingga timbul persepsi nyeri.

Ciri khas dari nyeri jenis I ini ialah adanya korelasi yang erat antara kekuatan stimuli, yang dapat diukur dari discharge yang dijalarkan oleh nosiseptor dengan persepsi nyeri atau ekspresi subyektif nyeri.

Jenis II : Nyeri inflamasi

Nyeri yang terjadi pada jenis II, stimuli yang mengenai jaringan cukup kuat sehingga jaringan mengalami lesi atau inflamasi. Inflamasi jaringan akan menyebabkan fungsi berbagai komponen sistem nosiseptif berubah. Disebabakan jaringan yang mengalami inflamasi mengeluarkan berbagai mediator inflamasi, seperti : bradikinin, prostaglandin, leukotriene,amin, purin, sitokin dan lain sebagainya yang mengaktifasi atau mensensitisasi nosiseptor secara langsung maupun tidak langsung.

Jenis III : Nyeri neuropatik

Lesi saraf tepi ataupun sentral pada umumnya akan berakibat hilangnya fungsi seluruh atau sebagian dari system saraf tersebut. Ini sering disebut sebagai gejala negatif. Akan tetapi pada sebagian kecil penderita dengan lesi saraf tepi, seperti misalnya pada penderita neuropatia diabetika atau lesi saraf senytral seperti pada penderita stroke, akan menunjukkan gejala positif berupa disestesia, parastesia atau nyeri. Nyeri yang terjadi akibat lesi system saraf uni dinamakan nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik adalah nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer pada system saraf.

(9)

Berbagai keadaan seperti trauma, iskemia, keracunan zat toksik, infeksi dan gangguan metabolic dapat menyebabkan lesi serabut saraf aferen (SSA). Lesi tersebut dapat merubah fungsi neuron sensorik yang dalam keadaan normal dipertahankan secara aktif oleh keseimbangan antara neuron dengan lingkungannya. Gangguan yang terjadi dapat berupa gangguan keseimbangan neuron sensorik, melalui perubahan molekuler, sehingga aktivitas SSA menjadi abnormal (mekanisme perifer) yang selanjutnya menyebabkan gangguan nosiseptif sentral (sensitisasi sentral, yang sama dengan sensitisasi sentral jenis II) 9

Sampai saat ini ada 4 mekanisme penyebab timbulnya aktivitas abnormal SSA akibat lesi, yaitu :

1. Aktivitas ektopik 2. Sensitisasi nosiseptor

3. Interaksi abnormal antar serabut saraf 4. Hipersensitivitas terhadap katekolamin9

V. DIAGNOSIS

Pasien dengan nyeri neuropatik biasanya akan mengeluh sensasi positif dan sensasi negative. Keluhan sensasi positif seperti rasa terbakar, rasa tertusuk, rasa tertikam, rasa teriris, rasa tersetrum, rasa dingin dan kesemutan sering dijumpai. Kadang disertai hiperpatia (adanya sumasi dan nyeri setelah sensasi).

Nyeri spontan tanpa adanya stimulus tersebut dapat menetap dengan intesitas nyeri yang berfluktuasi, dapat pula berupa variasi serangan paroksismal dan eksaserbasi. Nyeri dapat pula dikeluhkan setelah adanya stimulus eksternal seperti saat teraba, disentuh, suhu panas atau dingin bahkan saat ansietas dan excitement. Nyeri dapat pula terasa berlebihan saat menerima rangsangan nyeri. Sesasi negatif dikeluhkan berupa baal atau hipestesi bahkan anestesi.

Pada pemeriksaan sensibilitas, dicari nyeri yang dibangkitkan stimulus yaitu alodinia (stimulus bukan noksius akan terasa nyeri) atau hiperalgesia (sensitivitas meningkat terhadap stimulus noksius) dan adanya hipestesi (berkurangnya sensasi) dan diperlihatkan apakah sesuai dengan area anatomi persarafannya.10

(10)

Penilaian pasien yang diduga menderita nyeri neuropatik ditujukan untuk hal-hal berikut: (1) menentukan apakah benar suatu nyeri neuropatik, (2) memastikan lokasi lesi saraf, (3) menentukan kausa, (4) menentukan dampak nyeri pada status fungsional, dan (5) menentukan dampak nyeri pada kondisi depresi, kecemasan, dan gangguan tidur.10

Neuropati, hal yang mendasar pada nyeri neuropatik perifer, dapat bersifat fokal, multifokal atau distribusi yang difuse, yang bersifat fokal dapat berasal dari saraf, akar saraf atau kadang-kadang dari plexus. Adakalanya, nyeri neuropatik sentral (medula spinalis maupun otak) juga dapat menyebabkan nyeri yang bersifat fokal. Di negara berkembang, kebanyakan kasus yang dijumpai adalah demyelisasi. Neuralgia atau yang berasal dari radiks saraf cenderung untuk mengikuti distribusi dari dermatom dan memiliki ciri tertentu dari distribusinya, distribusi nyeri bagaimanapun juga, tidak selalu merupakan indikator dalam menunjukkan asal dari nyeri tersebut. Distribusi dari parestesia dapat menjadi indikator yang efektif dalam menunjukkan asal dari suatu lesi nyeri neuropatik11

(11)

Diabetic Peripheral Neuropathy (DPN) diklasifikasikan sebagai akut atau kronik, DPN akut merupakan kondisi yang jarang dan dapat mempengaruhi tungkai bagian bawah dan penyakit ini menyusahkan dan adakalanya menyebabkan ketidakmampuan pada penderita. Kondisi akut ini terjadi oleh karena kontrol glukosa darah yang kurang baik atau perbaikan kontrol yang cepat. DPN kronik didefinisikan sebagai gejala yang telah tejadi minimal 6 bulan.8

DPN telah digunakan untuk menggambarkan besarnya penyebaran dan sindrom neuropatik fokal yang menyebabkan kerusakan dari serat saraf autonom dan somatik perifer. Sindrom ini temasuk bagian distal, polineuropatik sensorimotorik yang simetris, neuropatik autonom, neuropatik motorik tungkai bagian proksimal yang simetris (amyotrophy), neuropatik kranial, radikulopatik, neuropatik entrapment, dan neuropatik motorik tungkai yang asimetris. Gejala pada pasien dengan polineuropatik sensorimotorik simetris mungkin digambarkan sebagai salah satu yang negatif ( kehilangan rasa) atau positif (rasa nyeri terbakar atau kelemahan otot). Kehilangan serat kecil yang tak bermielin pada pasien ini mungkin mempengaruhi untuk terjadinya cedera atau ulkus pada kaki. Pasien dengan DPN mungkin juga mengalami carpal tunnel syndrome atau meralgia paresthetica dan atau rasa nyeri yang tersebar pada saraf lateral femoral cutaneus. Gejala dari DPN mungkin akan memburuk pada malam hari, dan akan menggangu tidur pasien yang menyebabkan rasa lelah, mudah marah, dan disfungsi otot wajah.8

Diagnosis klinik pada DPN, terutama sekali pada pasien dengan polineuropatik sensorimotorik mungkin akan sulit, karena gejala yang ada sangat bervariasi, mulai dari nyeri yang tidak ada dengan penyakit yang mungkin digambarkan hanya oleh ulkus kaki yang tidak berasa sampai nyeri yang sangat berat. Tanda dan gejala sensori dari DPN sering kali muncul daripada gejala motorik. Akan tetapi belakangan terakhir mungkin terdapat penurunan refleks pergelangan kaki (Achilles) dan atau sedikit kelemahan otot bagian distal.8

Post Herpetic Neuralgia merupakan nyeri yang menetap untuk jangka waktu yang lama

setelah muncul ruam pada penyakit herpes zoster. Meskipun definisi yang ada bervariasi, American Academy of Neurology memberikan definisi PHN adalah rasa nyeri yang menetap lebih dari 3 bulan setelah penyembuhan ruam pada penyakit herpes zoster. Etiologi dari PHN belum diketahui secara pasti, akan tetapi, pada pasien dengan PHN telah mengalami kerusakan dari saraf sensori, dorsal root ganglia (DRG), dan kornu posterior spinalis. Diperkirakan telah terjadi penyebaran partikel-partikel dari virus di tempat-tempat ini setelah tereaktivasi dan ini

(12)

disertai oleh inflamasi, repon imun, perdarahan, dan kerusakan pada saraf sensori perifer dan prosesnya. Diketahui juga bahwa infeksi VZV ini dapat menyerang korda spinalis dan SSP disertai pembuluh darah menyebabkan gejala neurologik yang meluas.8

Gejala akut herpes zoster secara khas timbul dengan gejala prodromal selama 3-4 hari dan mungkin terdapat hyperesthesia, paresthesias, dan atau burning dysesthesias dan gatal sepanjang dermatom yang terinfeksi. Rasa nyeri merupakan alasan tersering yang dirasakan pasien hingga mencari pengobatan. Rasa nyeri ini seringkali digambarkan seperti rasa terbakar atau rasa tersengat dan umumnya berat. Dermatom yang seringkali terkena adalah bagian toraks, tetapi dapat juga terjadi pada dermatom lain. Nervus trigeminus bagian ophtalmicus adalah saraf kranialis yang sering terkena pada pasien infeksi ini. Pada kebanyakan pasien, gejala akut ini akan membaik sendiri setelah ruam yang timbul mengalami penyembuhan. Tetapi sebagian kecil pasien (terutama pada usia lanjut), berkembang menjadi gejala-gejala PHN. 8

Pasien dengan PHN mungkin datang dengan gejala yang mirip nyeri neuropatik. Gejala ini dirasakan sebagai nyeri yang terus menerus yang muncul dengan adanya stimulus dari luar, dimana pasien mungkin merasakannya sering kali pada malam hari atau ketika perhatian pasien tidak terfokus pada suatu aktivitas. Pasien dengan PHN juga merasakan nyeri pada sentuhan yang ringan, walaupun hanya dengan pakaian (allodynia). Beberapa pasien dengan PHN mungkin juga mengeluhkan nyeri lancinating (nyeri hebat karena sentakan yang cepat). Gejala motorik dan autonom jarang ditemukan PHN, tetapi ada kalanya pada pasien dapat muncul nyeri tulang atau nyeri pleura atau neurogenic bladder or rectum setelahinfeksi herpes zoster. 8

VIII. PENATALAKSANAAN

Dalam penanganan nyeri neuropatik perlu disadari bahwa masih saka kurang memuaskan dan diusahakan agar disesuaikan dengan mekanisme yang mendasarinya yang tercermin dalam gejala dan tanda nyeri neuropatik. Biasanya sebagai target keberhasilan adalah penurunan intensitas nyeri setengah dari intensitas sebelumnya atau menjadi nyeri ringan (visual analig scale ≤ 3). Hal ini perlu disadari pasien sehingga tidak selalu berharap nyeri menghilang. Keadaan yang dapat menyertai nyeri neuropatik seperti adanya gangguan tidur, ansietas, depresi perlu diperhatikan dalam pemilihan obat.

Penanganan dapat dibagi atas terpai farmaka dan terapi non-farmaka. Terapi farmaka dengan pemberian analgetik seperti asetaminofen atau obat anti inflamasi nonsteroid berguna

(13)

untuk nyeri inflamasi pada nyeri campuran. Untuk pengobatan nyeri neuropatik dapat diberikan antara laun antidepresan, antikonvulsan, anti aritmik dan anestesi lokal

Sedangkan terapi non farmaka antara lain pemasangan splint, pemakaian transducutaneus electrical nerve stimulation (TENS), terapi kognitif perilaku, biofeedback. Terapi invasif dilakukan dengan blok saraf bahkan kadang diperlukan tindakan bedah yang bertujuan antara lain untuk memutuskan jaras nyeri, untuk memodulasi input sensorik atau dekompresi.10

Banyak jenis obat obat yang telah digunakan dalam mengobati nyeri neuropatik, termasuk diantaranya antiepilepsi spektrum luas (AEDs), misalnya karbamazepin, fenitoin, okskarbazepin, gabapentin, pregabalin, lamotrigin, penobarbital, fenitoin, topiramate, dan valproic bekerja dengan mengurangi loncatan listrik pada neuron melalui blokade dari voltage dependent sodium dan kalsium channel. Obat lainnya (mis, penobarbital, tiagabine, topiramate, vigabatrine, valproat) bekerja dengan meningkatkan inhibisi neurotransmitter atau secara langsung turut campur dalam transmisi eksitatorik.12

Duloxetine

Duloxetine diindikasikan untuk penanganan nyeri neuropatik yang berhubungan dengan dpn, walaupun mekanisme kerjanya dalam mengurangi nyeri belum sepenuhnya dipahami. Hal ini mungkin berhubungan dengan kemampuannya untuk meningkatkan aktivitas norepinephrin dan 5-HT pada sistem saraf pusat, duloxetine umumnya dapat ditoleransi dengan baik, dosis yang dianjurkan yaitu duloxetine diberikan sekali sehari dengan dosis 60 mg, walaupun pada dosis 120 mg/hari menunjukkan keamanan dan keefektifannya, tapi tidak ada bukti yang nyata bahwa dosis yang lebih dari 60 mg/hari memiliki keuntungan yang signifikan, dan pada dosis yang lebih tinggi kurang dapat ditoleransi dengan baik

Gabapentin

Gabapentine diindikasikan untuk penanganan PHN pada orang dewasa, molekulnya secara struktural berhubungan dengan neurotransmitter gamma-amino butyric acid, namun

gabapentin tidak berinteraksi secara signifikan dengan neurotransmitter yang lainnya, walaupun mekanisme kerja gabapentin dalam mengurangi nyeri pada PHN belum dipahami dengan baik, namun salah satu sumber menyebutkan bahwa gabapentin mengikat reseptor α2δ subunit dari

voltage-activated calsium channels, pengikatan ini menyebabkan pengurangan influks ca2+ ke dalam ujung saraf dan mengurangi pelepasan neurotransmitter, termasuk glutamat dan norepinephrin.14

(14)

Pada orang dewasa yang menderita PHN, terapi gabapentin dimulai dengan dosis tunggal 300 mg pada hari pertama, 600 mg pada hari kedua (dibagi dalam dua dosis), dan 900 mg pada hari yang ketiga(dibagi dalam 3 dosis). Dosis ini dapat dititrasi sesuai kebutuhan untuk mengurangi nyeri sampai dosis maksimum 1800 hingga 3600 mg(dibagi dalam 3 dosis). Pada penderita gangguan fungsi ginjal dan usia lanjut dosisnya dikurangi.12

Pregabalin

Pregabalin diindikasikan pada penanganan nyeri neuropatik untuk DPN dan juga PHN. Mekanisme kerja dari pregabalin sejauh ini belum dimengerti, namun diyakini sama dengan gabapentin. Pregabalin mengikat reseptor α2δ subunits dari voltage activated calsium channels,

memblok ca2+ masuk pada ujung saraf dan mengurangi pelepasan neurotransmitter. Pada penderita DPN yang nyeri, dosis maksimum yang direkomendasikan dari pregabalin adalah 100 mg tiga kali sehari (300mg/hari). Pada pasien dengan creatinin clearance ≥ 60 ml/min, dosis

seharusnya mulai pada 50 mg tiga kali sehari (150mg/hari) dan dapat ditingkatkan hingga 300mg/hari dalam 1 minggu berdasarkan keampuhan dan daya toleransi dari penderita. Dosis pregabalin sebaiknya diatur pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Pada penderita PHN, dosis yang direkomendasikan dari pregabalin adalah 75 hingga 150 mg 2 kali sehari atau 50 hingga 100 mg 3 kali sehari (150-300 mg/hari). Pada pasien dengan creatinin clearance ≥ 60 ml/min, dosis mulai pada 75 mg 2 kali sehari, atau 50 mg 3 kali sehari (150 mg/hari) dan dapat ditingkatkan hingga 300 mg/hari dalam 1 minggu berdasarkan keampuhan dan daya toleransi penderita, jika nyerinya tidak berkurang pada dosis 300 mg/hari, pregabalin dapat ditingkatkan hingga 600 mg/hari.12

(15)

BAB III KESIMPULAN

Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang dipicu atau disebabkan oleh lesi primer atau disfungsi dari sistem saraf. Nyeri neuropatik pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua yaitu berdasarkan asalnya yaitu perifer dan sentral, juga berdasarkan waktunya, yakni nyeri neuropatik akut dan kronik.

Nyeri neuropatik dapat terjadi akibat lesi di susunan saraf pusat (nyeri sentral) atau kerusakan saraf perifer (nyeri perifer). Nyeri neuropatik berasal dari saraf perifer di sepanjang perjalanannya atau dari SSP karena gangguan fungsi, tanpa melibatkan eksitasi reseptor nyeri spesifik (nosiseptor).Gangguan ini dapat disebabkan oleh kompresi, transeksi, infiltrasi, iskemik, dan gangguan metabolik pada badan sel neuron. Nyeri neuropatik juga dapat dihubungkan dengan penyakit infeksi, yang paling sering adalah HIV. Nyeri pada pasien kanker dapat timbul dari kompresi tumor pada jaringan saraf atau kerusakan sistem saraf karena radiasi atau kemoterapi.

Penatalaksanaan yang sistematik bergantung kepada diagnosis yang tepat. Diagnosis dari nyeri neuropatik mengutamakan anamnesis riwayat penyakit yang tepat dan pemeriksaan fisis yang sesuai alat diagnostik seperti DN4 atau LANSS scoring mungkin berguna. Banyak jenis obat obat yang telah digunakan dalam mengobati neuropatik pain, termasuk diantaranya antiepilepsi spektrum luas (AEDs), opioid dan antidepresant trisiklik.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

1. Lovel and Hassan. Clinicians Guide to Pain. New York: Oxford University; 1996.

2. Dwordkin RH. An Overview of Neuropathic Pain:Syndrom, Symptom, Sign and Several Mechanism. The Clinical Jornal of Pain 2002; 18: p343-349.

3. Gilron I, Watson CPN, Cahill CM, Moulin DE. Neuropathic Pain: A Practical Guide For The Clinician. CMAJ August 2006; 175: p.1-13.

4. Torrance N, Smith BH, Bannet MI, Lee AJ. The Epedimiology of Chronic Pain of Predominantly Neuropathic Origin. J Pain April 2006; 7(4): 281-9.

5. Mary SH, Lorraine MW. Nyeri. In: Sylvia AP, Lorraine MW, editors. Patofisiologi Volume 2. 6th edition. Jakarta: EGC; 2003. p.1063-1101.

6. Galuzzi KE. Management of Neuropathic Pain. JAOA September 2005; 105: 12-19.

7. Dupere D. Neuropathic Pain: An Option Overview. The Canadian Journal of CME February 2006; 79: 90-92.

8. Nicholson B. Differential Diagnosis: Nociceptive and Neuropathic Pain. The American Journal

of Managed Care June 2006; 12: S256-S262.

9. Meliala L. Patofisiologi Nyeri. In: Suryamiharja A, Purba JS, Sadeli HA, editors. Nyeri Neuropatik Patofisiologi dan Penatalaksanaan. Jakarta: PERDOSSI; 2001. P.11-20.

10. Sadeli HA. Nyeri Neuropatik dalam Penatalaksanaan Nyeri. In:Basuki A, Dian S, editors. Kegawatdaruratan Neurologi. 2nd edition. Bandung; 2009. p.103-8.

11. Vranken J.H et al. Pregabalin in Patients With Central Neuropathic Pain. J Pain Juni 2007; 7(4): 281-9

12. Gidal B, Billington R. New and Emerging Treatment Option for Neuropatic Pain. The American

Referensi

Dokumen terkait

Langkah-langkah yang dilakukan dalam membahas penelitian ini adalah sebagai berikut: a Menggambar graf tangga dimulai dari L1 sampai dengan L5 , b Menentukan semua kemungkinan

1) Perbandingan hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan alat tangkap cantrang berturut – turut adalah 51% dan 49%. Total hasil tangkapan pada penelititan

Lintas Pasar Senin, Kadindi, Pekat, Dompu - Bahasa Indonesia.. - MA As-Shaf

Oleh karena itu, individu dengan gangguan avoidance biasanya tidak memiliki teman dekat.Secara umum dapat dikatakan bahwa sifat yang dominan pada individu ini adalah

Adapun indikator keberhasilan yang dipergunakan oleh peneliti dalam siklus I dan siklus II yaitu nilai keterlaksanaan aktivitas guru dalam pembelajaran tematik

a) Dari hasil pengolahan data kuesioner yang di sebar di Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali didapatkan 17 unit kebutuhan rumah dengan 4 tipe rumah yang berbeda.

Berdasarkan Undang-Undang No.21 Tahun 2008, tabungan merupakan simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang

Realitanya adalah bahwa Lembaga Keuangan Islam umumnya masih menggunakan tingkat suku bunga sebagai tolok ukur (Ayub, 2009:678-680) 2. Tingkat suku bunga masih dijadikan rujukan