APAKAH VERTIGO HILANG HANYA DENGAN
BERGULING? REHABILITASI UNTUK BENIGNA POSISIONAL PAROKSISMAL VERTIGO
AKEMI SUGITA-KITAJIMA, SHIGEKI SATO, KOSHI MIKAMI, MITSUHIRO MUKAIDE & IZUMI KOIZUKA
Departemen THT, Universitas Marianna, Sekolah Kedokteran, Kawasaki, Kanagawa, Jepang ABSTRAK
Kesimpulan. Kami mengusulkan bahwa manuver berguling (Latihan rehabilitasi vestibuler/ROM) adalah sama efektifnya dengan manuver reposisi canalith (Manuver reposisi partikel/CRP) untuk pengobatan benigna posisional paroksismal vertigo (BPPV). ROM melibatkan gerakan yang mudah dengan beban yang ringan. Terapi ini cocok untuk pasien BPPV pada umumnya, bahkan bagi penderita yang tidak diindikasikan untuk melakukan CRP. Tujuan. BPPV
merupakan kelainan vestibular umum. CRP diketahui menjadi terapi yang efektif untuk pengobatan BPPV. Karena CRP membutuhkan berbagai gerakan kepala dan tubuh, tidak mungkin untuk melakukan CRP pada pasien BPPV dengan cacat ortopedi atau pasien lanjut usia. Oleh karena itu, kami melakukan manuver yang disebut ROM yang melibatkan gerakan mudah. Dalam studi ini, kami membandingkan keberhasilan ROM dengan CRP pada pasien dengan BPPV tipe posterior semisirkular kanal. Pasien dan metode. Studi ini dilakukan terhadap 22 pasien dengan BPPV dan dibagi secara acak ke dalam 2 kelompok berikut: 1) Pasien menerima perawatan dengan manuver Epley sebagai CRP, dan 2) Pasein yang menerima perawatan dengan ROM. Hasil. Kami tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok dalam lamanya hari untuk keringanan nystagmus maupun vertigo.
Kata kunci: BPPV, prosedur reposisi canalith, manuver Epley, rehabilitasi vestibular, pelatihan habituasi.
Benigna posisional paroksismal vertigo (BPPV) merupakan kelainan vestibular umum, dicirikan oleh episode singkat dari vertigo yang dipicu oleh perubahan posisi kepala dan dalam kebanyakan kasus, terapi fisik merupakan terapi yang efektif. Penyebab vertigo jenis ini adalah cupulolithiasis atau canalolithiasis. Atas dasar hipotesis canalolithiasis, debris yang melayang bebas di semisirkular kanal menjadi pemicu, dan menyebabkan gerakan lanjutan dari cairan endolimpa bahkan setelah gerakan kepala telah berakhir. Hal ini menyebabkan kupula menekuk dan membangkitkan nystagmus dan vertigo. Oleh karena itu manuver reposisi canalith (CRP) diduga efektif sebagai penatalaksanaan BPPV. Baru-baru ini, manuver Epley sebagai CRP semakin sering dilakukan untuk pengobatan pasien dengan BPPV tipe semisirkular canal. Karena CRP membutuhkan berbagai gerakan kepala dan tubuh, tidak mungkin untuk melakukannya pada pasien BPPV dengan cacat gerakan atau pada penderita lanjut usia. Banfield dkk melaporkan bahwa pelatihan habituasi juga efektif untuk BPPV. Manuver Brandt-Daroff merupakan terapi untuk pasien BPPV tetapi manuver ini tidak dapat dilakukan pada pasien dengan gangguan leher atau tulang belakang. Untuk pasien ini, kelompok kami melakukan terapi yang disebut rolling-over manuver (ROM), yang hanya memerlukan gerakan yang sangat sederhana. Sato dan Koizuka melaporkan bahwa ketika mereka melakuan tindakan ROM untuk pasien BPPV, nystagmus dan vertigo menghilang dalam waktu satu minggu pada 90% pasien, dan semua sembuh dalam waktu 2 minggu. Dalam studi ini, kami membandingkan efektivitas ROM dan CRP pada pasien dengan BPPV tipe posterior semisirkular canal.
Pasien dan Metode
Penelitian ini terdiri dari 22 pasien dengan BPPV tipe posterio semisirkular canal dengan diagnosa sesuai dengan kriteria berikut:
1. Tidak terdapat gangguan sistem saraf pusat yang dapat diidentifikasi sebagai vertigo posisional pada pemeriksaan neurologis dan dalam studi neurofisiologis.
3. Sejarah singkat episode vertigo posisional.
4. Para pasien menunjukkan nystagmus karena perpindahan posisi yang dipicu oleh manuver Dix-Hallpike.
Gerakan mata dari subyek menunjukkan posisi nystagmus yang jelas dan khas dianalisa dari video inframerah Frenzel. Ini merupakan penelitian prospektif pada pasien yang dilakuakn secara acak dan dibagi menjadi dua kelompok: 1. Pasien yang diberikan perawatan berupa manuver Epley sebagai
CRP. Manuver ini dilakukan pada kunjungan pertama ke rumah sakit.
2. Pasien yang diberikan perawatan berupa ROM. ROM dilakukan di rumah setiap hari.
Dalam manuver Epley yang telah dimodifikasi ini, kepala pasien difleksikan 450 terhadap sisi yang terkena dalam posisi duduk. Pasien kemudian
pindah dari posisi duduk ke posisi kepala yang menggantung. Setelah resolusi nystagmus, kepala itu diarahkan ke sisi yang berlawanan. Selanjutnya, kepala dan tubuhnya diputar 1350 dari posisi terlentang sampai pasien itu menghadap ke
bawah. Kemudian pasien duduk secara perlahan.
ROM akan ditampilkan dalam Gambar 1. Terapi ini terdiri dari beberapa posisi. Pasien merubah posisi dari terlentang menjadi memiringkan kepala ke kanan dengan posisi telinga kanan berada di bawah (Gambar 1A), pasien mempertahankan posisi ini selama 10 detik sebelum kemudian kepala kembali ke posisi terlentang, yang kemudian dipertahankan selama 10 detik (Gambar 1B). Kepala pasien kemudian miring ke kiri dengan posisi telinga kiri dibawah, yang dipertahankan selama 10 detik (Gambar 1C) sebelum kembali ke posisi terlentang lagi. Letak dan posisi kepala yang miring kiri dilakukan dengan gerakan kepala hanya dengan gerakan leher atau dengan disertai gerakan seluruh tubuh tanpa gerakan leher, tergantung pada kemampuan pasien (Gambar 1A' dan C'). Pasien mengulangi maneuver ini sebanyak 10 kali dalam 1 set, dan 2 set sehari (sebelum bangun di pagi hari dan sebelum tidur di malam hari).
Semua pasien diminta untuk ke rumah sakit setiap minggu setelah kunjungan awal. Pada setiap kunjungan, mereka diwawancarai dan diuji
menggunakan tes nystagmus Dix-Hallpike. Setelah hilangnya nystagmus, pasien diminta untuk memberitahu kapan gejala vertigo posisional menghilang. Karakteristik pasien dianalisis secara statistik dengan uji Mann-Whitney U dan p < 0.05 dianggap signifikan. Tingkat kekambuhan dari nystagmus dan gejala dihitung setelah kunjungan pertama ke rumah sakit kami dengan metode Kaplan-Meier. Perbedaan antara kedua kelompok pasien dalam kurva kekambuhan dianalisis dengan uji log-rank, dan nilai-nilai p <0,05 dianggap signifikan.
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan Deklarasi Helsinki tahun 1975, sebagaimana telah diubah pada tahun 1983, dan semua prosedur dilakukan dengan pemahaman yang memadai dan persetujuan tertulis dari subyek, dan disetujui oleh dewan review St Marianna University School of Medicine.
Gambar 1. Terapi ini terdiri dari beberapa posisi. Pasien merubah posisi dari terlentang menjadi memiringkan kepala ke kanan dengan posisi telinga kanan berada di bawah (Gambar 1A), pasien mempertahankan posisi ini selama 10 detik sebelum kemudian kepala kembali ke posisi terlentang, yang kemudian dipertahankan selama 10 detik (Gambar 1B). Kepala pasien kemudian miring ke kiri dengan posisi telinga kiri dibawah, yang dipertahankan selama 10 detik (Gambar 1C) sebelum kembali ke posisi terlentang lagi. Letak dan posisi kepala yang miring kiri dilakukan dengan gerakan kepala hanya dengan gerakan leher atau dengan disertai gerakan seluruh tubuh tanpa gerakan leher, tergantung pada
kemampuan pasien (Gambar 1A' dan C'). Gerakan seluruh tubuh tanpa pergerakan leher cocok untuk pasien dengan cacat pada tulang leher. Gerakan leher dalam posisi terlentang yang untuk pasien dengan gangguan pergerakan badan. Pasien dapat memilih (A') dan bukan (A), atau (C') dan bukan (C). Pasien harus mengulangi manuver ini sebanyak 10 kali dalam 1 set, dan 2 set per hari di rumah. (Pasien dalam foto-foto ini memberi kami informed consent tertulis untuk publikasi.)
Hasil
Dua belas pasien dengan BPPV (enam pria dan enam wanita; rentang usia 28-77 tahun, rata-rata usia 53,6 + 17,7 tahun) diberi perawatan dengan CRP. Sebagian besar (n=10) adalah pasien dengan BPPV idiopatik tanpa gangguan vestibular. Dua dari pasien memiliki sejarah masa lalu tuli tiba-tiba atau neuritis vestibular. Tiga dari 12 peserta merupakan pasien dengan BPPV berulang. Sepuluh pasien dengan BPPV (dua laki-laki dan delapan perempuan; rentang usia 54-77 tahun, rata-rata usia 63,6 + 8,5 tahun) diberi perawatan dengan ROM. Pada 10 pasien, 1 pasien mengalami menopause yang diketahui sebagai penyebab BPPV. Dua dari 10 peserta merupakan pasien dengan BPPV berulang. Tidak ada pasien dalam studi ini yang memiliki masalah tulang belakang leher atau dada. Tidak ada perbedaan distribusi usia antara kedua kelompok. Lamanya hari untuk keringanan nystagmus adalah 16.1+12.8 pada kelompok CRP dan 12.0 + 6.6 dalam kelompok ROM (Gambar 2A). Lamanya hari untuk keringanan vertigo adalah 13.8 + 13.4 pada kelompok CRP dan 7.6+2.6 dalam kelompok ROM (Gambar 2B). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok dalam lamanya hari untuk keringanan nystagmus maupun vertigo (Gambar 2 dan 3). Selama periode 1 tahun pengamatan, kekambuhan BPPV tercatat hanya 1 pasien dalam kelompok CRP.
Gamba Gambar 2. Perbandingan jumlah hari keringanan nystagmus (A) dan vertigo (B). Tidak ada perbedaan yang signifikan antara keberhasilan dalam kelompok CRP dan kelompok ROM. CRP, prosedur reposisi canalith; ROM, berguling-selama maneuver.
PEMBAHASAN
Periode pemulihan pada pasien dengan BPPV yang diberi perawatan dengan CRP (Epley maneuver yang telah dimodifikasi) dan ROM sekitar 2 minggu dalam penelitian ini. Telah diketahui bahwa BPPV pulih secara spontan dalam waktu sekitar 2-6 minggu. Imai dkk menyelidiki kekambuhan vertigo adalah hal alami pada pasien BPPV, dan dilaporkan bahwa BVVP tipe posterior semisirkular kanal memerlukan rata-rata selama 39 hari (n = 69). Studi kontrol acak telah menunjukkan efektivitas dari manuver Epley. Sekine dkk membandingkan efektivitas manuver Epley terhadap tingkat kekambuhan alami pada pasien BPPV. Mereka melaporkan tingkat kekambuhan antara pasien vertigo posisional yang tidak diobati dengan pasien vertigo posisional yang mendapat perawatan maneuver Epley yang telah dimodifikasi: 51% dari pasien yang tidak diberikan perawatan dan 22% dari pasien yang mendapat perawatan dalam waktu 1 minggu, dan 20% dari pasien yang tidak diberikan perawatan dan 9% dari pasien yang mendapat perawatan dalam waktu 1 bulan. Setelah manuver
Epley dimodifikasi, lama kekambuhan vertigo posisional pada pasien BPPV secara signifikan lebih cepat dari pada pasien yang tidak diobati. Dalam penelitian ini, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam keberhasilan antara CRP dan kelompok ROM, menunjukkan ROM sama efektifnya dengan CRP untuk penatalaksanaan BPPV.
CRP adalah perawatan standar untuk BPPV, namun ada beberapa pasien BPPV yang tidak cocok dengan prosedur ini. Karena CRP membutuhkan banyak pergerakan pada bagian kepala dan perubahan posisi tubuh, sehingga tidak cocok untuk pasien dengan gangguan pergerakan atau pasien lanjut usia. Ada beberapa laporan sebelumnya dari pelatihan habituasi sebagai terapi untuk BPPV. Norre' menyatakan bahwa terdapat spekulasi pelatihan habituasi vestibular dan rehabilitasi dapat merangsang mekanisme pusat adaptasi. Hipotesis kami bahwa mekanis ROM dapat mengurangi debris otolithic dari cupula dan dispersi debris ke kanal. Pusing berputar pada pasien BPPV selama sesi individu terlalu cepat untuk mekanisme sentral habituative dan diperlukan ratusan pengulangan dalam jangka waktu yang panjang. Menggunakan model labirin membran katak banteng, Otsuka dan Suzuki mencatat bahwa otoconia tersebut dipisahkan menjadi beberapa bagian kecil dalam kanal setelah mengubah posisi canalolithiasis. Temuan mereka mendukung hipotesis kami tentang dispersi dari debris di kanal ketika pasien mengubah posisi kepala mereka. Mereka juga mengamati bahwa otoconia menempel pada dasar crista atau otoconia yang menutup jalan kanal, yang dapat menjadi penyebab dari BPPV yang sulit dipecahkan. Dalam manuver Brandt-Daroff, pasien diinstruksikan untuk duduk di sisi sofa untuk diperiksa dan kemudian berbaring bergantian miring pada sisi yang berpengaruh dan tidak berpengaruh. Brandt dan Daroff melaporkan bahwa vertigo posisional selesai dalam waktu 14 hari, dan dianggap mekanisme untuk mengurangi mekanisme dan dispersi debris otolithic dari cupula. Perbandingan manuver Epley dengan pelatihan habituasi vestibular yang melibatkan 60 pasien menemukan 2 metode yang memiliki efektivitas yang sama. Sebaliknya, Sato dkk memeriksa pasien BPPV dengan gangguan ortopedi, dan dinilai apakah ROM dan manuver Brandt-Daroff dapat digunakan sebagai terapi fisik untuk pasien
ini. Mereka menemukan bahwa manuver Brandt-Daroff tidak dapat dilakukan pada pasien tersebut karena masalah servikal atau toraks tulang belakang mereka, meskipun terdapat tanda-tanda perbaikan dalam waktu 14 hari dengan perawatan ROM.
Bahkan pasien tanpa gangguan pergerakan terkadang cemas ketika melakukan manuver Brandt-Daroff di rumah karena terdapat banyak pergerakan dari tubuh bagian atas, dan pasien cenderung berhenti melakukan latihan di rumah. Di sisi lain, ROM hanya melibatkan gerakan mudah, yaitu berguling di tempat tidur, karena itu, tingkat kepatuhan relatif baik bagi pasien dan pasien dapat melanjutkan latihan ini setiap hari di rumah.
Gambar 3. Sisa laju nystagmus (A) dan vertigo (B). garis padat, pasien yang dirawat dengan CRP, garis putus-putus, pasien yang diobati dengan ROM.
Tingkat kekambuhan nystagmus dan vertigo sedikit lebih tinggi pada pasien yang diobati dengan CRP pada penelitian ini (Gambar 3). Hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh kepatuhan pasien dalam melakukan terapi ini secara teratur. Artinya, terapis harus melakukan CRP di rumah sakit, sedangkan ROM
dapat dilakukan pasien sendiri di rumah setiap hari. Review menemukan bahwa manuver Epley efektif untuk BPPV tetapi tidak menghasilkan resolusi gejala jangka panjang. Sekine dkk melaporkan bahwa manuver Epley efektif dalam waktu satu bulan, tetapi keberhasilan secara bertahap menurun. Laporan-laporan sebelumnya yang mendukung hasil kami. BPPV diakui sebagai gangguan dengan tingkat kekambuhan tinggi, meskipun kami tidak bisa mengobservasi pasien selama lebih dari setahun dalam penelitian ini. Sato dan Koizuka melakukan penelitian terhadap 12 pasien dengan BPPV setelah resolusi dari gangguan yang ada. Mereka melaporkan tingkat kekambuhan 50% pada semua pasien yang berhenti melakukan ROM. Separuh dari jumlah yang tersisa tidak menunjukkan kekambuhan selama lebih dari setahun dengan melanjutkan ROM setiap hari. Oleh karena itu, kami sarankan untuk terus melakukan ROM secara teratur walaupun terbukti bahwa ROM dapat menurunkan tingkat kekambuhan. Dengan terus memberikan ROM dapat menurunkan tingkat kekambuhan BPPV, mencegah debris otolithic yang kembali muncul di kanal dan terakumulasi. Sebagai kesimpulan, kami mengusulkan bahwa ROM mempunyai efektivitas yang sama dengan CRP dalam perawatan BPPV. ROM melibatkan gerakan sangat mudah dengan beban yang ringan, dibandingkan dengan terapi fisik lainnya. Oleh karena itu, pendekatan ini cocok untuk pasien BPPV pada umumnya, bahkan bagi pasien yang tidak diindikasikan untuk melakukan CRP, seperti pasien dengan gangguan ortopedi atau pada pasien lanjut usia.
Deklarasi kepentingan: Para penulis melaporkan tidak ada konflik kepentingan. Para penulis sendiri bertanggung jawab atas isi dan penulisan kertas.