• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi fatis dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Komunikasi fatis dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap"

Copied!
230
0
0

Teks penuh

(1)PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. KOMUNIKASI FATIS DALAM WACANA KONSULTATIF PEMBIMBINGAN SKRIPSI PADA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA SEMESTER GENAP SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Oleh: Citra Astutiningsih NIM. 121224102. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 i.

(2) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ii.

(3) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. iii.

(4) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. HALAMAN PERSEMBAHAN. Karya ini saya persembahkan kepada Allah SWT yang selalu memberikan limpahan anugerah dan nikmat-Nya sehingga segala yang menjadi harapan saya dan kelancaraan menyelesaikan skripsi ini dapat terwujud sesuai dengan kehendak-Nya. Kedua orang tua saya, yaitu Samiyo dan Tutik Supriyati yang telah tiada henti mendukung, mendoakan saya dalam sholatnya, mencurahkan kasih sayang, dan memahami segala usaha dan keputusan terbaik saya. Kakak saya Ari Ambarwati yang telah mendukung saya dan turut membahagiakan kedua orang tua kami. Teman sepayung dalam kasih sayang, Alfonsus Novendi Laksana, Dewi Yulianti, Agnes Wiga Rimawati, dan Markus Jalu Vianugraha yang selalu memberikan semangat, kritikan, kerjasama dan solusi dalam setiap diskusi yang luar biasa. Sahabat dan saudara saya yang selalu memberikan semangat, doa, dan tuntunan yang menjadikan saya menjadi seseorang yang bersikap lebih dewasa Terakhir, para dosen dan teman-teman PBSI 2012 yang juga selalu membimbing, mendukung, menemani, memahami dan menghibur saya dalam perjuangan saya di Universitas Sanata Dharma.. iv.

(5) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. MOTTO. “Allah mencintai pekerjaan yang apabila bekerja ia menyelesaikannya dengan baik “. (HR. Thabrani) “Waktu itu bagaikan pedang, jika kamu tidak memanfaatkannya menggunakan untuk memotong, ia akan memotongmu (menggilasmu)”. (H. R. Muslim) “Sungguh bersama kesukaran dan keinginan. Karna itu bila kau telah selesai (mengerjakan yang lain). Dan kepada Tuhan, berharaplah”. (Q.S Al Insyirah : 6-8) “Pendidikan bukanlah suatu proses untuk mengisi wadah yang kosong, akan tetapi pendidikan adalah suatu proses menyalakan api pikiran”. (W. B. Yeats) “Barang siapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan jalan keluar baginya. Dan dia memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu”. (Q. S. At-Talaq : 2-3). v.

(6) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA. Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.. Yogyakarta, 28 Juli 2016 Penulis. Citra Astutiningsih. vi.

(7) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS. Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama. : Citra Astutiningsih. Nomor Mahasiswa. : 121224102. Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: KOMUNIKASI FATIS DALAM WACANA KONSULTATIF PEMBIMBINGAN SKRIPSI PADA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA SEMESTER GENAP Dengan demikian saya memberikan hak kepada Perpustakaan Univeritas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam. bentuk. pangkalan. data,. mendistribusikan. secara. terbatas,. dan. mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta, pada tanggal: 28 Juli 2016 Yang menyatakan,. Citra Astutiningsih. vii.

(8) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ABSTRAK Astutiningsih, Citra. 2016. Komunikasi Fatis dalam Wacana Konsultatif Pembimbingan Skripsi pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Semester Genap. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD. Penelitian ini membahas komunikasi fatis dalam wacana konsultatif pemnimbingan skripsi pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Semester Genap. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan wujud kefatisan dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi, dan (2) mendeskripsikan makna pragmatik kefatisan dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah dosen dan mahasiswa pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Univeritas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap, dengan data berupa tuturan yang di dalamnya terdapat kefatisan. Metode pengumpulan data menggunakan metode simak dengan teknik sadap dan diikuti dengan teknik lanjutan yang berupa teknik catat, dan metode cakap dengan teknik pancing. Analisis data menggunakan metode padan ekstralingual untuk menganalisis unsur yang bersifat ekstralingual, yaitu menghubungkan masalah bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa. Simpulan dari penelitian ini adalah (1) wujud kefatisan dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi Pada Program studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap yang didasarkan pada subkategori acknowledgements terbagi atas tuturan fatis murni, basa-basi murni, dan basa-basi polar. Tuturan yang termasuk ke dalam fatis murni 26 tuturan, tuturan yang termasuk kedalam basa-basi murni 3 tuturan, dan tuturan yang termasuk ke dalam basa-basi polar 1 tuturan, (2) Makna pragmatik di dalam tuturan fatis murni yang dihasilkan dari penelitian ini terbagi dalam 6 subkategori acknowledgements yaitu menerima, menolak, mengundang, salam, terima kasih dan meminta maaf. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan pengetahuan mengenai komunikasi fatis antara dosen dan mahasiswa. Komunikasi fatis yang digunakan oleh dosen dan mahasiswa pada pembimbingan skripsi untuk memulai pembicaraan, mempertahankan komunikasi, dan menyampaikan informasi dengan melibatkan fungsi sosialnya. Kata kunci: komunikasi fatis, acknowledgements, basa-basi.. viii.

(9) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ABSTRACT Astutiningsih, citra. 2016. The Phatic Communication in Thesis Mentoring Consultative Discourse of Sanata Dharma University Yogyakarta Economy Study Program on Second Semester. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD. This research discusses the phatic communication in thesis mentoring consultative discourse of Sanata Dharma University Yogyakarta Economy Study Program on Second Semester. The purposes of this research are (1) describe the form of the phaticness in thesis mentoring consultative discourse, and (2) describe the meaning of the phaticness in thesis mentoring consultative discourse. The type of this research is descriptive-qualitative. The sources of this research are lecturers and students of Sanata Dharma University Yogyakarta Economy Study Program on Second Semester, with the data in form of speech that consist the phaticness. The data gathering methods uses listening method and tapping techinque and followed by continous technique which is taking-notes technique, and conversation method with stimulus technique. The data analysis uses extralingual unified method to analyze the extralingual elements, which connects the language matter with things that are beyond language. The conclusion of this research are (1) the phaticness form on second semester academic year of Sanata Dharma University Yogyakarta Indonesian Language and Liteature Education Study Program which based on acknowledgements subcategory are divided into pure phatic speech, pure preamble, and polar preamble. Speech that is included in a pure phatic are 26 utterances, speech that is included in a pure preamble are 3 utterances, and speech that is included in a polar preamble is 1 utterance, (2) The pure phatic speech pragmatic meaning that which generated from this reseach are divided into 6 acknowledgements subcategory, such as accepting, rejecting, inviting, greeting, thanking, and apologize. This research is expected to contributes and gives knowledge of phatic communication between lecturers and students. The phatic communication that used by lecturers and students in thesis mentoring to starting the conversation, keeping the communication, and deliver informations by involving the social functions. Keywords: phatic communication, acknowledgements, preamble.. ix.

(10) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. KATA PENGANTAR. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Komunikasi Fatis dalam Wacana Konsultatif Pembimbingan Skripsi pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Semester Genap”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan studi dalam kurikulum Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI), Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni (JPBS), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini berhasil diselesaikan karena bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Rohandi, Ph.D selaku Dekan FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Dr. Yuliana Setyaningsih, M.Pd. selaku Ketua Program Studi PBSI beserta semua dosen PBSI yang telah memberikan ilmunya kepada penulis. 3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M. Hum. sebagai dosen pembimbing yang dengan penuh perhatian, kesabaran, dan ketelitian membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 4. Dosen-dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia lain yang telah membekali ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma. 5. Orang tua saya Samiyo dan Tutik Supriyati. 6. Kakak saya Ari Ambarwati. 7. Teman-teman sepayung dan teman-teman lain yang telah mendukung dan selalu memberi semangat dan doa kepada saya yaitu: Alfonsus Novendi Laksana, Dewi Yuianti, Agnes Wiga Rimawati, Markus Jalu Vianugraha, Maria Oki Marlina Sinaga, Erlita Mega Ananta, Theresia Novita Dwi Puspita Sari, Elicha Bonita Turnip, Rahmad Dwi Basuki, Dwi Yuniarti, x.

(11) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Mega Rumpaka, Nindya Deni Pratiwi, Nur Dian Utaminingsih, Mar Atul Azizah, Firma Anggilia, Yanuar Adi Tristanto, Christina Puspitanigtyas, Dhara Rima, Ilham Suseno, Yohanes Wien Febri. 8. Seluruh teman-teman PBSI 2012 kelas A, B, dan C. 9. Semua pihak yang belum disebutkan yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan memberikan inspirasi bagi penelitian selanjutnya. Yogyakarta, 28 Juli 2016 Penulis. Citra Astutiningsih. xi.

(12) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. iv HALAMAN MOTTO ............................................................................................ v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................. vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.................................................... vii ABSTRAK ............................................................................................................ viii ABSTRACT ............................................................................................................ ix KATA PENGANTAR ........................................................................................... x DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 5 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 5 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 6 1.5 Batasan Istilah.................................................................................................. 7 1.6 Sistematika Penyajian ...................................................................................... 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................... 9 2.1 Penelitian yang Relevan ................................................................................... 9 2.2 Landasan Teori ................................................................................................ 15 2.2.1 Pragmatik ................................................................................................ 15 2.2.2 Fenomena Pragmatik ............................................................................... 16 2.2.2.1 Deiksis............................................................................................ 17 2.2.2.2 Praanggapan ................................................................................... 19 2.2.2.3 Implikatur ....................................................................................... 20 2.2.2.4 Kesantunan Berbahasa .................................................................... 22 xii.

(13) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 2.2.2.5 Ketidaksantunan Berbahasa ............................................................ 25 2.2.2.6 Kefatisan dalam Berbahasa ............................................................. 27 2.2.3 Konteks sebagai Penentu Makna Pragmatik ............................................. 33 2.3 Kerangka Berpikir............................................................................................ 38 BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................... 45 3.1 Jenis Penelitian ................................................................................................ 45 3.2 Data dan Sumber Data ..................................................................................... 46 3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 47 3.4 Metode dan Teknik Analisis Data .................................................................... 48 3.5 Triangulasi Data ............................................................................................... 51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................................... 53 4.1 Deskripsi Data ................................................................................................. 53 4.2 Analisis Data.................................................................................................... 62 4.2.1 Wujud Tuturan Fatis ................................................................................ 62 4.2.1.1 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Menerima ................................... 64 4.2.1.2 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Menolak ..................................... 89 4.2.1.3 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Mengundang .............................. 109 4.2.1.4 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Salam ......................................... 122 4.2.1.5 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Terima Kasih.............................. 124 4.2.1.6 Wujud Tuturan Fatis Subkategori Meminta Maaf............................ 128 4.2.2 Makna Pragmatik Tuturan Fatis ............................................................... 130 4.2.2.1 Maksud Tuturan Fatis Subkategori Menerima ................................. 132 4.2.2.2 Maksud Tuturan Fatis Subkategori Menolak ................................... 143 4.2.2.3 Maksud Tuturan Fatis Subkategori Mengundang ............................ 153 4.2.2.4 Maksud Tuturan Fatis Subkategori Salam ....................................... 165 4.2.2.5 Maksud Tuturan Fatis Subkategori Terima Kasih............................ 166 4.2.2.6 Maksud Tuturan Fatis Subaktegori Meminta maaf .......................... 169 4.3 Pembahasan ..................................................................................................... 170. xiii.

(14) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB V PENUTUP ............................................................................................... 183 5.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 183 5.2 Saran................................................................................................................ 186 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 187 LAMPIRAN ......................................................................................................... 189 DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. 214. xiv.

(15) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi satu sama lain. Sebagai makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan masyarakat lainnya. Manusia dituntut dapat berkomunikasi dengan orang lain agar hubungan sosial mereka dapat terjaga baik dengan masyarakat sekitarnya, hal tersebut yang menjadikan komunikasi sangat penting bagi mereka. Komunikasi merupakan hal yang fundamental ketika seseorang berada di dalam masyarakat. Menurut KBBI edisi keempat (2008:720) komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami, hubungan dan kontak. Saat pengiriman pesan kepada mitra tutur (lawan bicara), penutur biasanya memberikan sapaan terlebih dahulu berupa salam atau menanyakan kabar. Hal ini merupakan tindakan kesantunan dalam berkomunikasi antara manusia yang biasa dikenal dengan istilah basa-basi. Komunikasi dianggap baik apabila pesan yang disampaikan oleh pembicara dapat diterima dengan baik oleh lawan bicara. Pembicaraan biasanya dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Namun, terkadang pembicaraan yang kurang sopan dengan lawan bicara menjadi salah penafsiran atau bahkan menyinggung lawan bicara yang akhirnya akan menjadi miskonsepsi dan menyakiti hati lawan bicara. Oleh karena itu, ketika orang berbicara hendaklah menggunakan awalan yang dapat mempertahankan topik pembicaraan atau. 1.

(16) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. mengawali pembicaraan menuju kearah topik pembicaraan yang kompleks atau sering disebut sebagai kategori fatis. Menurut Kridalaksana (1990:111-113) kategori fatis bertugas memulai, mempertahankan, mengukuhkan, atau mengakhiri pembicaraan antara pembicara dan lawan bicara. Kategori fatis tidak dapat diucapkan dengan monolog. Kategori fatis biasanya terdapat dalam dialog atau wacana bersambutan, yaitu kalimatkalimat yang diucapkan oleh pembicara dan lawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan. Oleh karena ragam lisan pada umumnya merupakan ragam tidak baku, kategori fatis sangat lazim dalam kalimat-kalimat tidak baku yang banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialeg regional. Sudaryanto (1990:12) menjelaskan bahwa fungsi fatis berarti bahasa sebagai pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan, atau kontak antara pembicara dengan penyimak. Fungsi ini disejajarkan dengan faktor kontak yang terjadi dalam awal komunikasi. Thomas dan Waraeign (2006:13-14) juga menjelaskan dan memberikan contoh tentang fungsi fatik sebagai berikut : “.....kemudian ada orang yang bertamu dan berkomentar. “bunga yang indah”, dan Anda berkata “Terimakasih”. Maka itu adalah contoh aspek fatik dari bahasa. Ini adalah penggunaan bahasa dalam kehidupan sehari-hari untuk melancarkan kehidupan sosial”. Berdasarkan teori-teori di atas maka penulis menyimpulkan komunikasi fatis adalah pembicaraan yang digunakan untuk mengawali dan mempertahankan percakapan ke topik pembicaraan yang kompleks antara pembicara dan lawan.

(17) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. bicara untuk menghindari miskonsepsi pada saat berkomunikasi sehingga komunikasi dapat terjalin dengan baik. Fungsi fatis atau basa-basi merupakan salah satu unsur yang dapat menentukan berhasil tidaknya sebuah komunikasi. Pesan hendaknya dikemas sedemikian rupa dengan fungsi basa-basi, sehingga penyampaian fakta, gagasan, dan pemberian latar belakang dapat tersampaikan dengan baik dan benar kepada lawan bicara. Basa-basi dalam berkomunikasi sehari-hari di masyarakat dapat ditemui di mana saja, seperti sekolah, kantor, dan tempat lainnya. Pada penelitian ini peneliti mengambil topik tentang basa-basi berbahasa antara dosen dan mahasiswa Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma. Fungsi fatis di kalangan Universitas merupakan salah satu bentuk komunikasi yang banyak digunakan diantaranya di kalangan mahasiswa dan dosen. Fungsi fatis dalam Universitas ini menjadi kebiasaan dalam berbahasa untuk menjaga sebuah kesantunan berbahasa ketika melakukan konsultatif antara mahasiswa dan dosen di Universitas pada proses pembimbingan skripsi. Peneliti melihat penelitian mengenai basa-basi terutama penggunaan basa-basi pada lingkungan tertentu seperti di lingkungan Universitas belum banyak yang meneliti terutama dalam kajian pragmatik, sehingga membuat penelitian ini sangat menarik untuk diteliti guna menambah wawasan kita terkait kegiatan komunikasi konsultatif yang terjadi di Universitas khususnya antara dosen dan mahasiswa pada saat melakukan bimbingan karya ilmiah. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai sebuah teori generalisasi di bidang pragmatik mengenai komunikasi fatis yang berwujud fatis murni. Untuk menyelesaikan tugas akhir program studi S1,.

(18) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4. mahasiswa harus menyelesaikan skripsinya. Saat penyelesaian skripsi itulah mahasiswa akan berkomunikasi dengan dosen untuk mendapatkan bimbingan skripsi. Secara tidak langsung fungsi fatis atau basa-basi menjadi bagian yang sangat penting dalam hal berkomunikasi. Dalam hal ini maka dapat dikatakan ketika mahasiswa berkomunikasi dengan dosen akan terdapat tuturan fatis di dalamnya. Tuturan fatis yang diucapkan oleh penutur kepada lawan tutur tentu memiliki wujud dan maksud tertentu ketika diucapkan. Dalam hal ini peneliti tertarik untuk meneliti komunikasi fatis yang terjadi antara dosen dan mahasiswa ketika berkonsultasi skripsi, karena menurut peneliti belum banyak yang meneliti komunikasi fatis di bidang tersebut. Percakapan fatis atau basa-basi digunakan untuk memulai komunikasi dan kemudian akan merujuk kepada komunikasi yang lebih kompleks dengan suasana yang nyaman. Komunikasi fatis atau basa-basi secara tidak langsung dapat membawa percakapan yang dilakukan pembicara dan lawan bicara kearah suasana yang lebih baik sehingga menjadikan eratnya hubungan sosial antara pembicara dan lawan bicara. Penelitian skripsi yang akan peneliti lakukan dibatasi pada basabasi. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul “Komunikasi Fatis dalam Wacana Konsultatif Pembimbingan Skripsi pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Semester Genap”..

(19) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti menyusun rumusan masalah sebagai berikut : a. Apa sajakah wujud Komunikasi fatis dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap? b. Apa sajakah makna pragmatik kefatisan dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap?. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut : a. Mendeskripsikan wujud Komunikasi fatis dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap. b. Mendeskripsikan makna pragmatik kefatisan dalam wacana konsultatif pembimbingan skripsi pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta semester genap..

(20) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian komunikasi fatis dalam wacana konsultatif antara dosen dan mahasiswa ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak yang memerlukan. Terdapat dua manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini, yaitu: a. Manfaat teoretis Penelitian ini diharapkan dapat mendalami pengembangan pragmatik khususnya komunikasi fatis atau basa-basi berbahasa sebagai fenomena pragmatik. Penelitian ini dapat dikatakan memiliki kegunaan teoritis karena dengan memahami teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam berkomunikasi untuk membuka serta mempererat hubungan sosial yang baik antara pembicara dan lawan bicara. Penelitian ini menghasilkan sebuah teori generalisasi di bidang pragmatik yaitu komunikasi fatis yang disebbut sebagai fatis murni. b. Manfaat praktis Penelitian komunikasi fatis atau basa-basi berbahasa ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi Universitas terutama antara mahasiswa dan dosen untuk membuka serta mempererat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur dalam berkomunikasi. Demikian pula penelitian ini akan memberikan masukan kepada praktisi di bidang pendidikan Dosen, Mahaiswa dan ketenaga pendidikan yang lain untuk mengetahui pentingnya komunikasi fatis atau basa-basi di dalam berkomunikasi lingkungan sosial..

(21) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7. 1.5 Batasan Istilah Batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini tidak lepas dari teori basa-basi dan teori-teori yang mendukung penelitian ini, maka peneliti memberikan batasan istilah sebagai berikut : a. Pragmatik Pragmatik adalah cabang linguistik yang mempelajari dan mendalami apa saja yang termasuk di dalam struktur bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi antara si penutur dengan sang lawan tutur, serta sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa yang sifatnya ekstralinguistik atau luar bahasa (Verhaar dalam Rahardi, 2007 : 10). b. Konteks Huang (2007:14) memaknai konteks pragmatic sebagai “seperangkat latar belakang asumsi yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitratutur.” c. Fatis Kategori fatis menurut Harimurti Kridalaksana (1986) adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. d. Basa Basi Basa-basi adalah kata-kata dipakai untuk mempertahankan suasana baik, dan sebagainya. Penggunaan bahasa untuk keperluan seperti ini dapat disebut penggunaan basa basi (Arimi, 1998)..

(22) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8. e. Komunikasi Menurut KBBI edisi keempat (2008:720) komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. 1.6 Sistematika Penyajian Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I adalah bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah dan sistematika penyajian. Bab II berisi penelitian yang relevan dan landasan teori yang akan digunakan untuk menganalisis masalahmasalah yang akan diteliti, yaitu tentang komunikasi fatis. Teori-teori yang dikemukakan dalam bab II ini tentang (1) penelitian yang relevan, (2) teori pragmatik, (3) fenomena-fenomena pragmatik, (4) kategori fatis,(5) kesantunan berbahasa, (6) ketidaksatunan berbahasa, (7) konteks sebagai penentu makna pragmatik. Bab III berisi metodologi penelitian yang memuat tentang cara dan prosedur yang akan digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data. Dalam bab III akan diuraikan (1) jenis penelitian, (2) data dan sumber data, (4) metode dan teknik pengumpulan data, (5) metode dan teknik analisis data, (6) triangulasi data. Bab IV berisi tentang (1) deskripsi data, (2) analisis data, dan (3) pembahasan. Bab V berisi tentang kesimpulan penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya berkaitan dengan komunikasi fatis berbahasa..

(23) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bab ini akan menguraikan penelitian yang relevan, landasan teori dan kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang tinjauan terhadap topiktopik sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti yang lain. Landasan teori berisi tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dari penelitian ini, yang terdiri atas teori pragmatik, fenomena-fenomena pragmatik, kesantunan berbahasa, ketidaksantunan berbahasa, kefatisan dalam berbahasa, dan konteks sebagai penentu makna pragmatik. 2.1 Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan ini akan menguraikan mengenai tinjauan terhadap topik-topik sejenis yaitu basa-basi yang dilakukan oleh penelitipeneliti yang lain. Penelitian Dani Hartanto (2011) berjudul Basa-Basi dalam Berbahasa Antaranggota Keluarga Kasultanan Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan wujud basa-basi dalam berbahasa antaranggota Kasultanan Yogyakarta, (2) mendeskripsikan penanda linguistik dan non linguistik basa-basi dalam berbahasa antaranggota Kasultanan Yogyakarta, (3) mendeskripsikan maksud basa-basi dalam berbahasa antaranggota keluarga Kasultanan Yogyakarta. Berdasarkan tujuan penelitian yang dilakukan oleh Dani Hartanto, menghasilkan beberapa kesimpulan yang dapat dikemukakan sebagai berikut: Wujud basa-basi yang ditemukan antaranggota keluarga Kasultanan. 9.

(24) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10. Yogyakarta. dapat. dilihat. dari. wujud. tuturan. basa-basi. kategori. Acknowledgment. Wujud basi-basi kategori Acknowledgment sendiri terdiri dari delapan unsur subkategori. Kedelapan subkategori tuturan fatis dalam kategori Acknowledgment tersebut adalah 1) subkategori salam atau greet 2) subkategori terimakasih atau thank 3) subkategori menolak atau reject 4) subkategori menerima atau accept 5) subkategori belasungkawa atau condole 6) subkategori meminta maaf atau appologize 7) subkategori selamat atau congratulate 8) subkategori meminta/mengundang atau bid. Wujud tuturan basa-basi yang termasuk ke dalam kedelapan kategori tersebut dipengaruhi oleh konteks. Selain itu, wujud basa-basi tersebut juga dilihat dari kategori kandungan partikel dan kata fatisnya. Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan lawan bicara. Penanda basa-basi berbahasa dalam aspek linguistik yang ditemukan berupa diksi, penggunaan kata fatis, nada, tekanan, dan intonasi yang dapat diuraikan dalam masing-masing subkategori basa-basi sedangkan penanda basa-basi non linguistik dapat dilihat berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan. Konteks tersebut melingkupi penutur dan mitra tutur, tujuan penutur, situasi dan suasana, dan tindak verbal. Selanjutnya diuraikan dalam masingmasing subkategori 1) salam ditandai dengan intonasi berita kata fatis kok dan frasa fatis sugeng enjang, 2) subkategori terima kasih ditandai dengan intonasi berita kata frasa fatis matur nuwun, 3) subkategori menolak ditandai dengan intonasi berita kata frasa fatis nyuwun pangapunten, 4) subkategori menerima.

(25) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11. ditandai dengan intonasi berita kata frasa fatis mangga, 5) subkategori belasungkawa ditandai dengan intonasi berita kata frasa fatis ngaturaken bela sungkawa, 6) subkategori meminta maaf ditandai dengan intonasi berita kata frasa fatis nyuwun sewu, nyuwun pangapunten, 7) subkategori selamat ditandai dengan intonasi berita kata frasa fatis ngaturaken pambagya harjo, nderek syukur lan mangayu bagyo, 8) subkategori meminta/mengundang ditandai dengan intonasi berita kata frasa fatis nyuwun tulung. Maksud dalam tuturan basa-basi berbahasa akan dipahami apabila konteks yang melingkupi tuturan dipahami terlebih dahulu. Penelitian inimenunjukkan setiap tuturan yang menjadi data dianalisis maksudnya melalui kategori tuturan basa-basi Acknowledgement. Maksud tuturan hanya diketahui oleh penutur maupun mitra tutur yang melakukan tuturan basa-basi. Penutur maupun mitra tutur yang melakukan tuturan yang termasuk dalam subkategori basa-basi tertentu akan memiliki maksud yang sama dengan subkategorinya. Berikut ini adalah maksud penutur dari. setiap. tuturan. dalam. kedelapan. subkategori. tuturan. basa-basi. Acknowledgment antaranggota keluarga Kasultanan Yogyakarta. 1) penutur maupun mitra tutur dalam tuturan basa-basi subkategori salam atau greet memiliki maksud untuk mengucapkan salam, 2) penutur atau mitra tutur dalam tuturan basa-basi subkategori terima kasih atau thank memiliki maksud untuk mengucapkan terima kasih, 3) penutur atau mitra tutur dalam tuturan fatis subkategori menolak atau reject memiliki maksud untuk menyampaikann penolakan, 4) penutur atau mitra tutur dalam tuturan fatis subkategori.

(26) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12. menerima atau accept memiliki maksud penerimaan atas acknowledgement yang dilakukan seseorang, 5) penutur atau mitra tutur dalam tuturan fatis subkategori belasungkawa atau condole memiliki maksud untuk mengucapkan rasa iba atau belasungkawa karena musibah yang dialami seseorang, 6) penutur atau mitra tutur dalam tuturan fatis subkategori meminta maaf atau apollogize memiliki maksud meminta maaf, 7) penutur atau mitra tutur dalam tuturan fatis subkategori ucapan selamat atau congratulate memiliki maksud untuk mengucapkan selamat, 8) penutur atau mitra tutur dalam tuturan fatis subkategoribidmemiliki. maksud. untuk. mengucapkan. penawaran. a ta u. mengharapkan seseorang mengerti dengan maksud penawaran pembicara atau lawan bicara. Penelitian relevan yang kedua dilakukan oleh Garudea Prabawati (2010) berjudul Basa-Basi dalam Berbahasa Antara Siswa dan Siswa di SMP Negeri 12 Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014. Penelitian ini memiliki tujuan mendeskripsikan bentuk atau wujud basa-basi dalam berbahasa antara siswa dan siswa di SMP Negeri 12 Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014. Mendeskripsikan maksud basa-basi dalam berbahasa antara siswa dan siswa di SMP Negeri 12 Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014. Berdasarkan tujuan penelitian yang dilakukan oleh Dani Hartanto, menghasilkan beberapa kesimpulan yang dapat dikemukakan sebagai berikut: Wujud tuturan basa-basi, wujud tuturan fatis atau basa-basi berbahasa yang ditemukan dalam komunikasi antara anggota siswa di SMP Negeri 12 Yogyakarta dapat dilihat dari konteks yang melingkupi wujud tuturannya..

(27) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13. Peneliti membahas wujud tuturan basa-basi berbahasa antara siswa dan siswa ditinjau dari wujud tuturan basa-basi murni dan wujud tuturan basa-basi polar. Basa-basi murni merupakan sebuah tuturan yang diungkapkan sesuai dengan peristiwa dan kenyataan. Sedangkan basa-basi polar merupakan sebuah tuturan yang lebih mementingkan nilai kesopanan. Peneliti membahas wujud tuturan basa-basi ditinjau dari adanya partikel fatis yang terkandung dalam tuturan basa-basi. Partikel fatis dalam tuturan berfungsi untuk memperkuat dan mengukuhkan suatu maksud pembicaraan. Wujud basa-basi dapat dilihat dari partikel Acknowledgement. Kategori Acknowledgement sendiri secara harafiah didefinisikan sebagai sebuah pernyataan, pengantar, ataupun pengakuan.. Kedelapan. subkategori. tuturan. fatis. dalam. kategori. Acknowledgement tersebut adalah 1) subkategpri apologize atau meminta maaf 2) subkategori condole atau ucapan belasungkawa 3) subkategori congratulate atau ucapan selamat 4) subkategori greet atau ucapan salam atau sambutan 5) subkategori thank atau ucapan terimakasih 6) subkategori bid atau menawarkan atau mengundang 7) subkategori accept atau menerima 8) subkategori reject atau menolak. Maksud tuturan basa-basi hanya akan diketahui oleh penutur atau mitra tutur yang melakukan tuturan fatis atau basa-basi. Penutur maupun mitra tutur yang melakukan tuturan yang termasuk dalam subkategori tuturan fatis tertentu akan memiliki maksud yang sama dengan subkategorinya. Berikut ini adalah maksud penutur dari setiap tuturan dalam kedelapan subkategori tuturan fatis kategori acknowlegtments: 1) penutur maupun mitra tutur dalam.

(28) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14. tuturan fatis subkategori accept atau menerima memiliki maksud untuk mengucapkan penerimaan atas acknowlegment yang dilakukan seseorang, 2) penutur maupun mitra tutur dalam tuturan fatis subkategori bid atau mengundang memiliki maksd tuturan untuk mengekspresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi, 3) penutur maupun mitra tutur dalam tuturan fatis subkategori reject atau menolak memiliki maksud untuk menyampaikan penolakan, 4) penutur maupun mitra tutur dalam tuturan fatis subkategori thank atau ucapan terimakasih memiliki maksud untuk mengucapkan terimakasih, 5) penutur maupun mitra tutur dalam tuturan fatis subkategori greet atau ucapan salam meiliki maksud untuk mengucapkan salam, 6) penutur maupun mitra tutur dalam tuturan fatis subkategori congratulate atau ucapan selamat memiliki maksud untuk mengucapkan selamat, 7) penutur maupun mitra tutur dalam tuturan fatis subkategori appologize atau meminta maaf memiliki maksud meminta maaf, 8) penutur maupun mitra tutur dalam tuturan fatis subkategori condole atau belasungkawa memiliki maksud untuk mengucapkan rasa iba atau belasungkawa karena musibah yang dialami seseorang. Kedua penelitian yang relevan tersebut terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan diteliti oleh peneliti. Pada penelitianpenelitian yang relevan sebelumnya mengkaji tentang objek yang sama yaitu basa-basi berbahasa atau komunikasi fatis, akan tetapi pada subjek penelitian terdapat perbedaan dengan penelitian-penelitian relevan sebelumnya. Pada penelitian kali ini subjek yang akan diteliti yaitu komunikasi fatis antara.

(29) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15. Mahasiswa dan Dosen, sehingga peneliti akan melakukan penelitian di ranah pendidikan dan yang lebih tinggi tarafnya yaitu taraf Universitas dengan judul penelitian Komunikasi Fatis dalam Wacana Konsultatif Pembimbingan Skripsi pada Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Semester Genap. Oleh karena itu, kedua penelitian basa-basi tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk mengkaji fenomena basa-basi berbahasa khususnya dalam ranah pendidikan yang sebelumnya baru di teliti di tingkat Sekolah sekarang akan dilakukan penelitian di tingkat Universitas. 2.2 Landasan Teori Landasan teori ini berisi tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dari penelitian ini, yang terdiri atas teori pragmatik, fenomena-fenomena pragmatik, kesantunan berbahasa, ketidaksantunan berbahasa, kefatisan dalam berbahasa, dan konteks sebagai penentu makna pragmatik. 2.2.1 Pragmatik Pragmatik mengkaji kemampuan pemakai bahasa dalam mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks yang sesuai bagi kalimat-kalimat itu (Nababan, 1987:2). Pragmatik merupakan telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi cara seseorang menfsirkan kalimat (Tarigan, 1985:34). Pendapat lainnya disampaikan (Leech, 1993:1) bahwa seseorang tidak dapat mengerti benar-benar sifat bahasa bila tidak mengerti pragmatik, yaitu bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi. Pernyataan ini menunjukkan bahwa pragmatik tidak lepas dari.

(30) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16. penggunaan bahasa. Pragmatik adalah kajian mengenai penggunaan bahasa atau kajian bahasa dan perspektif fungsional. Artinya, kajian ini mencoba menjelaskan aspek-aspek struktur bahasa dengan mengacu ke pengaruhpengaruh dan sebab-sebab nonbahasa (Levinson, 1987:5 dan 7). Pragmatik merupakan cabang linguistik yang mempelajari hubungan antara konteks dan makna. Ilmu pragmatik mempelajari bagaimana sebuah tuturan akan tersampaikan maknanya tidak hanya ditinjau dari pengetahuan linguistik yang dimiliki pembicara dan pendengar, tetapi juga konteks yang melingkupi tuturan, pengetahuan tentang status para pihak yang terlihat dalam pembicaraan dan maksud tersirat dari penutur. Pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dan pemakai-pemakai bentuk itu, sehingga melalui pragmatik seseorang dapat bertukar kata tentang makna yang dimaksudkan orang, asumsi mereka, maksud dan tujuan mereka, dan jenis-jenis tindakan (sebagai contoh permohonan) yang mereka perlihatkan ketika mereka sedang berbicara (Yule, 2006:5). Berdasarkan pendapat para ahli di atas, menurut penulis pargmatik adalah bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi yang berkaitan dengan konteks untuk menafsirkan maksud yang diucapkan pembicara kepada lawan bicara. 2.2.2 Fenomena-Fenomena Pragmatik Sebagai salah satu cabang ilmu bahasa, pragmatik memiliki kajian atau bidang telaah tertentu. Ada empat kajian pragmatik yaitu: 1) deiksis, 2) praanggapan (presupposition), 3) tindak tutur (speech act), 4).

(31) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17. implikatur (implicature), 5) konteks. Di bawah ini akan disajikan kelima penjelasan mengenai bidang kajian pragmatik tersebut. 2.2.2.1 Deiksis Melalui ilmu linguistik telah kita temui istilah rujukan atau sering disebut referensi, yaitu kata atau frase yang merujuk kepada kata, frasa atau ungkapan yang telah dipakai atau yang akan diberikan. Kajian pragmatik menyebut rujukan seperti itu deiksis. Kajian pragmatik mengenal 5 macam deiksis yakni 1) deiksis orang, 2) deiksis tempat, 3) deiksis waktu, 4) deiksis wacana, 5) deiksis sosial (Nababan, 1987:41). Penjelasan mengenai lima macam deiksis tersebut adalah : 1) Deiksis orang yaitu dalam kategori deiksis orang yang menjadi kriteria ialah peran pemeran/peserta dalam peristiwa bahasa itu. Ketiga macam peran dalam kegiatan berbahasa itu, yakni kategoti “orang pertama”, “orang kedua”, dan “orang ketiga”. 2) Deiksis tempat adalah pemberian bentuk kepada lokasi pemeran dalam peristiwa berbahasa. 3) Deiksis waktu adalah pengungkapan (pemberian bentuk) kepada titik atau jarak waktu dipandang dari waktu sesuatu ungkapan dibuat kemarin, bulan ini, dan sebagainya. 4) Deiksis wacana adalah rujukan bagian-bagian tertentu dalam wacana yang telah diberikan dan/atau yang sedang dikembangkan. Melalui tata bahasa gejala ini disebut anafora (merujuk kepada yang sudah disebut) dan katafora (merujuk kepada yang akan disebut – contoh nomor 4)..

(32) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18. Bentuk-bentuk yang dipakai mengungkapkan deiksis wacana itu ialah kata/frase ini, itu, yang terdahulu, yang berikut, yang pertama disebut, begitulah, dan sebagainya. 5) Deiksis sosial, adalah deiksis yang menunjukkan atau mengugkapkan perbedaan-perbedaan kemasyarakatan yang terdapat antara pesertapeserta (Inggris: participants-role), terutama aspek peran sosial antara pembicara dan lawan bicara dan antara pembicara dengan rujukan/ topik yang lain. Perbedaan tingkat sosial antara pembicara dengan si pendengar diwujudkan dalam seleksi kata/sistem morfologi kata-kata tertentu. Bahasa Jawa umpamanya, memakai kata neda dan kata dhahar (makan); menunjukkan perbedaan sikap atau kedudukan sosial antara pembicara, pendengar dan/atau orang yang dibicarakan/ bersangkutan. Secara tradisional perbedaan bahasa (variasi bahasa) seperti itu disebut “tingkat bahahasa”, dalam bahasa jawa, ngoko dan kromo dalam sistem pembagian-dua, atau ngoko, madyo dan kromo dalam sistem bahasa tersebut dibagi menjadi tiga, dan ngoko, madyo, kromo dan kromo inggil dalam sistem dibagi tempatnya. Aspek bahasa seperti ini disebut “kesopanan. berbahasa”,. “unda-usuk”. atau. “etiket. berbahasa”. (Greetz,1960). Sistem penggunaan bahasa yang mendasari berbahasa seperti ini dapat disebut “sopan santun berbahasa” atau honoristics. Bahasa-bahasa berbeda dalam kompleksitas sistem sopan santun dengan kata ganti, sistem sapaan, dan penggunaan gelar, seperti:.

(33) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19. engkau; kamu; Tuan; Saudara; Bapak; Ibu Tuti; Nyonya Hendro; Drs Max Renyaan; Prof. Dr. Sadtono; dan sebagainya. 2.2.2.2 Praanggapan Praanggapan sebagai dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa (menggunakan bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau ungkapan) mempunyai makna bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan sebaliknya, membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud (Nababan, 1987:46). Praanggapan atau presupposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan (Yule, 2006:43). Beberapa definisi praanggapan tersebut dapat disimpulkan bahwa praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh mitra tutur. Untuk memperjelas hal ini, perhatikan contoh berikut : (1) a : “Aku sudah membeli bukunya Pak Pranowo kemarin” b : “Dapat potongan 30 persen kan?” Contoh percakapan di atas menunjukkan bahwa sebelum bertutur (1a) memiliki praanggapan bahwa (b) mengetahui maksudnya yaitu terdapat sebuah buku yang ditulis oleh pengarang yang disebutkan di dalam pertuturan. Praanggapan yang tepat dapat mempertinggi nilai komunikatif sebuah ujaran yang diungkapkan. Makin tepat praanggapan yang dihpotesiskan, makin tinggi nilai komunikatif sebuah ujaran yang.

(34) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20. diungkapkan. Sebuah tuturan dapat dikatakan mempsepsuposisikan atau mempraanggapkan tutuan yang lainnya apabila ketidakbenaran tuturan yang dipraanggapkan itu mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenaran tuturan dapat dikatakan sama sekali. Tuturan yang berbunyi Mahasiswa tercantik di kelas itu pandai sekali, mempraanggapkan adanya mahasiswi yang benar-benar cantik di dalam kelas tertentu. Apabila pada kenyataanya memang ada mahasiswa berparas sangat cantik di kelas itu maka tuturan di atas dapat dinilai benar atau salahnya. Sebaliknya apabila di dalam kelas itu tidak ada sama sekali mahasiswi yang berparas cantik tuturan tersebut tidak dapat dikatakan benar atau salahnya sama sekali (Rahardi, 2003:83). 2.2.2.3 Implikatur Konsep implikatur dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara “apa yang diucapkan” dengan “apa yang diimplikasikan” (atau implicatum). Levinson 1993 (melalui Nababan, 1987:28) melihat kegunaan konsep implikatur terdiri dari 4 kegunaan. Pertama ialah bahwa konsep implikatur memungkinkan penjelasan fungsional yang bermakna atas fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori linguistik. Kedua ialah bahwa konsep implikatur memberikan suatu penjelasan yang tegas/eksplisit tentang bagaimana mungkinnya bahwa apa yang diucapkannya secara lahiriah berbeda dari apa yang dimaksud dan bahwa pemakai bahasa itu mengerti (dapat menangkap) pesan yang dimaksud. C ont oh : (2) P : jam berapa sekarang?.

(35) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21. Q : kereta api belum lewat. Secara konvensional struktural kedua kalimat itu tidak berkaitan. Tetapi bagi orang yang mengerti penggunaan bahasa dalam situasi berbicara itu, terdapat juga faktor-faktor dalam bagian yang dalam kurung di bawah : (3) P : sanggupkah Anda memberitahukan kepada saya jam berapa sekarang (sebagaimana biasanya dinyatakan dalam penunjuk jam, dan kalau sanggup, harap diberitahukan kepada saya). Q : (saya tidak tahu secara tepat jam berapa sekarang, tetapi dapat saya beritahukan kepada Anda suatu kejadian dari mana Anda menduga kirakira jam berapa sekarang, yaitu) kereta api (yang biasa) belum lewat. Hal yang terpenting diperhatikan dalam percakapan ini ialah bahwa informasi jawaban yang diperlukan tidak secara langsung/lengkap diberikan dalam (2), namun keterangan yang disampaikan dalam (3) dapat diketahaui oleh yang bertanya itu. Perbedaan antara (2) dan (3) cukup besar, dan tidak dapat dijelaskan oleh teori semantik konvesional. Untuk menanggulangi permasalahan seperti ini, diperlukan suatu sistem yang lain dan konsep pragmatik. Kegunaan yang ketiga ialah bahwa konsep implikatur ini kelihatannya dapat menyederhanakan pemerian semantik dari perbedaan hubungan antara klausa, walaupun klausa-klausa itu dihubungkan dengan kata-kata struktur yang sama. C ont oh : (4) “ anak itu menaiki sepedanya dan dia pergi ke sekolah”. Klausa-klausa kalimat itu tidak dapat ditukar tempatnya menjadi : “ anak itu pergi ke sekolah dan dia menaiki sepedanya.” Tetapi dalam kalimat berikut : (5) Jakarta ibu kota Indonesia dan Manila ibukota Filifina”. Dapat dibalik keduanya menjadi :.

(36) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22. “ manila ibukota Filifina dan Jakarta ibukota Indonesia.” Dari kedua contoh di atas dapat dilihat sulitnya membedakan hubungan kedua klausa bagian kalimat itu secara struktural dan semantik konvesional. Dalam hal ini, kita dapat mengatasi kesulitan dengan menerima kalimat tersebut (4) dan (5), didasari oleh dua pola pragmatik atau dua perangkat implikatur yang berbeda; dalam (4) terdapat hubungan “lalu” dan dalam (5) “demikian juga.” Kegunaan keempat dari konsep implikatur ialah bahwa hanya beberapa butir saja dasar-dasar implikatur dapat menerangkan berbagai macam fakta/gejala yang secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan dan/atau berlawanan, seperti : cara bekerjanya metafora; mengapa “tautologi” seperti “ War is war” dapat mempunyai makna : mengapa kalimat “The are men and men” bisa berarti kebalikannya; bagaimana kalimat pertanyaan “Siapa bilang?” bisa berarti suatu pernyataan sikap/pendapat, dan lain sebagainya. 2.2.2.4 Kesantunan Berbahasa Istilah kesantunan (politeness) berasal dari adjektiva ‘santun’ (polite). CALD (Cambridge Advanced Learners Dictionary dalam Wajdi, 2013) melalui Ida Bagus (2015:107-109) memberikan definisi secara singkat bahwa kesantunan itu adalah berperilaku sedemikian rupa yang sesuai dengan kaidah sosial yang berlaku dalam masyarakat dan dengan menunjukkan kepedulian dan kepekaan terhadap perasaan orang lain. Menurut Thomas (dalam Wajdi, 2013) melalui Ida Bagus (2015:107-109), menunjukkan bahwa kesantunan adalah sebuah sistem, yakni rangkaian.

(37) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23. item (bentuk ujaran, konteks, partisipan, dan efek ujaran) yang saling berkaitan antara satu dan lainnya serta beroperasi bersama-sama. Menurut Fater (dalam Wajdi, 2013) melalui Ida Bagus (2015:107109). kesantunan. dapat. dikatakan. sebagai. kontrak. sosial. yang. dioperasionalkan dalam kontrak komunikasi atau kontrak percakapan yang menggunakan. variasi. a ta u. kode. bahasa. yang. sesuai. serta. mempertimbangkan skala status dan skala keakraban penutur dan lawan atau mitra tutur atas dasar hak dan kewajiban masing-masing partisipan dengan tujuan memelihara hubungan yang harmonis. Berdasarkan pendapat para ahli di atas penulis menyimpulkan kesantunan berbahasa adalah komunikasi yang dilakukan antara penutur dan lawan tutur dengan memperhatikan bentuk ujaran, konteks, partisipan yang sesuai dengan aturan yang berlaku di masyarakat sehingga perilaku santun dapat tercipta antara penutur lawan tutur. Tarigan (1990) melalui Rahardi (2003:40-56) menerjemahkan maksim-maksim dalam prinsip kesantunan berbahasa yang disampaikan Leech (1983). Berikut ini penjelasan mengenai maksim kesantunan yang diterjemahkan Tarigan (1990) dalam Leech (1983). Maksim kesantunan yang pertama adalah maksim kebijakanaan. Gagasan dasar dari maksim kebijaksanaan di dalam prinsip kesantunan berbahasa adalah penutur harus mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi pihak yang lain di dalam keseluruhan proses kegiatan bertutur..

(38) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24. Maksim kesantunan yang kedua adalah maksim kedermawanan. Maksim kemurah hati terjadi apabila orang dapat mengurangi kadar keuntungan bagi dirinya sendiri, dan memaksimalkan kadar keuntungan bagi pihak yang lainnya. Melalui sikap dermawan atau murah hati kepada pihak lainnya dengan cara-cara mengutamakan dan mendahulukan kepentingan bagi orang lain akan dipandang sebagai orang yang benarbenar sopan atau santun di dalam suatu masyarakat tutur. Maksim kesantunan yang ketiga adalah maksim penghargaan. Maksim penghargaan mempunyai prinsip seseorang dianggap santun dalam masyarakat apabila di dalam praktik bertutur selalu berusaha untuk memberikan penghargaan dan penghormatan kepada pihak lain secara optimal.. Maksim. kesantunan. yang. keempat. adalah. maksim. kesederhanaan. Maksim kesederhanaan adalah bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian atau penghormatan terhadap dirinya sendiri dan memaksimalkan penghormatan atau pujian terhadap orang lain. Maksim yang kelima adalah maksim pemufakatan. Maksim pemufakatan sering kali disebut juga dengan maksim kecocokan. Maksim pemufakatan menekankan agar peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan dan bertutur agar dapat dikatakan sebagai pribadi yang bersikap santun. Maksim kesantunan yang keenam adalah maksim kesimpatian. Maksim kesimpatian yaitu peserta tutur selalu memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Dari uraian di atas penulis.

(39) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25. menyimpulkan bahwa seseorang dapat dianggap santun apabila menaati keenam maksim kesantunan yang disampaikan Geoffrey N. Leech (1993) yakni menaati maksim kebijaksanaan, kedermawanan, penghargaan, kesederhaaan, kemufakatan, dan kesimpatian. 2.2.2.5 Ketidaksantunan Berbahasa Terkourafi (2008:3-4) memandang ketidaksantunan berbahasa sebagai berikut, “impoliteness occurs when the expression used is not conventionalized relative to the contex of occurrence; it threatens the addressee’s face but no face-threatening intention is attributed to the speaker by the hearer.” Perilaku berbahasa tidak santundalam pandangan Terkourafi terjadi jika mitra tutur (addressee) merasakan adanya ancaman terhadap kehilangan muka (face threaten), dan penutur (speaker) tidak mendapatkan maksud ancaman muka itu dari mitra tuturnya. Berbeda dengan pandangan itu, di dalam pandangan Miriam A Locher (2008:3), ketidaksantunan dalam berbahasa dipahami sebagai berikut, ‘impoliteness behaviour that is face-aggravating in a particular context’. Menurut pandangan Locher, ketidaksantunan berbahasa merupakan perilaku berbahasa yang memperburuk ‘muka’ mitra tutur pada konteks kebahasaan tertentu. Pemahaman Culpeper (2008:3) tentang ketidaksantunan berbahasa dapat disebutkan sebagai berikut, “impoliteness, as i would define it, involves communicate behavior intending to cause the “faceloss” of a target or perceived by the target to be so.” Culpeper memberikan.

(40) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26. penekanan pada fakta “face loss” atau“kehilangan muka”. Sebuah tuturan dianggap tidak santun jika tuturan itu menjadikan seseorang kehilangan muka. Jadi, ketidaksantunan berbahasa merupakan perilaku komunikatif yang diperantikan secara intensional untuk membuat orang benar-benar kehilangan muka (face loss), atau setidaknya orang tersebut “merasa” kehilangan muka. Bousfield. (2008:3). mengemukakan. bahwa. ketidaksantunan. berbahasa dipahami sebagai berikut: “ ... the issuing of intentionally gratuitous and conflicitive face-threatening acts (FTAs) that are purposefully perfomed”. Bousfield memberikan penekanan pada dimensi ‘kesembronoan’ dan dimensi konfliktif (conflictive) dalam praktik berbahasa yang tidak santun. Jadi, apabila perilaku berbahasa seseorang itu mengancam muka dan dilakukan secara sembrono (gratuitous) yang mengakibatkan konflik atau bahkan pertengkaran yang dilakukan dengan kesengajaan (purposeful), tindakan berbahasa seperti itu merupakan realitas ketidaksantunan dalam praktik berbahasa. Ketidaksantunan berbahasa menurut penulis adalah tindakan yang tidak sesuai dengan norma sosial yang berlaku di masyarakat yang mengancam muka lawan tutur atau mengakibatkan lawan tutur kehilangan muka dengan sengaja. Ketidaksantunan berbahasa dapat dicermati melalui penanda ketidaksantunan berbahasa yang terdapat dalam konteks dengan mengenli penada-penanda ketidaksantunan berbahasa, seseorang dapat.

(41) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27. mempertimbangkan betuk-bentuk lain agar komunikasi dapat berjalan dengan baik sehingga komunikasi terjalin dengan santun. 2.2.2.6 Kefatisan dalam Berbahasa Basa-basi adalah kata yang dipakai untuk mempertahankan suasana baik dan sebagainya. Penggunaan bahasa untuk keperluan seperti ini dapat disebut penggunaan basa-basi (Arimi,1998). Penggunaan basabasi digunakan untuk memecahkan kesunyian, mempertahankan suasana baik pada saat penutur berbicara atau berkomunikasi dengan mitra tutur. Malinowski. (1923:315). dalam. thesis. Waridin. (2008:13). mendefinisikan istilah tersebut sebagai “a type of speech in which ties of union are created by a more exchange of word”. Basa-basi memiliki fungsi sosial yang digunakan dalam situasi ramah tamah dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan oleh peserta komunikasi dengan saling bertutur kata-kata dalam pembicaraan ringan dan perasaan gembira untuk membentuk hidup yang menyenangkan. Malinowski dalam tesis Arimi (1998) mengatakan basa-basi digunakan sebagai kata antonim berarti bahwa kata ini bukanlah jenis kata contrived yaitu dibuat-buat atau yang tidak alamiah. Istilah basa-basi mengacu pada pemakaian bahasa yang benar-benar alamiah (naturally occurring language) yang meresap pada konteks sosial-budaya Indonesia. Malinowski mempertegas fungsi basa-basi (phatic comunion) untuk mengikat antara pembaca dan pendegar. Dikatakannya fungsi tersebut.

(42) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28. bukanlah merupakan alat pencermin bahasa tetapi sebagai modus tindakan (antarpenutur). Lengkapnya ia mengatakan sebagai berikut : “it consists in just this atmosphereof sociability and in the fact personal communion of these people.But this is in fact achieved by speech, and the situation in all such cases is created by the exchanged of word, by the specifics feelings whichs form convivial gregariousness, by the give and take of utterances whichs make up ordinary gossip. Each utterances is an acts serving the dirrect aim of binding hearer to speaker sentiment or other. Once more, language appearer to us in this function not as instrument of a reflection but a mode of actions”. Jakobson (1980) mendefinisikan bahwa basa-basi adalah tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau memutuskan komunikasi untuk memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan untuk menarik perhatian lawan bicara atau menjaga agar lawan bicara tetap memperhatikan. Menurut Jakobson (1980:81), terdapat enam faktor yang berkaitan dengan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi verbal.Keenam faktor tersebut adalah addresse (pengirim pesan), message (pesan), addresses (penerima pesan), context (konteks), contact (kontak), dan code (kode). Basa-basi merupakan tindakan memperhalus bahasa dengan simbol atau secara tidak langsung, yang terpenting dalam penggunaan basa-basi adalah bukan pembicara tetapi sikap yang diperhatikan oleh pembicara..

(43) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29. Ibrahim. (1993:16). mengkalsifikasikan. tindak. tutur. ilokusi. komunikatif didasarkan atas maksud ilokusi yang diidentifikasi oleh maksud yang ada dalam tindak itu (pengenalan mitra tutur terhadap sikap yang diekspresikan penutur). Basa-basi sebagai pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara pembicara dengan penyimak masuk dalam klasifikasi acknowlegement. Acknowlegement merupakan tuturan yang digunakan untuk mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur atau dalam kasus-kasus dimana ujaran berfungsi secara formal, memenuhi kehendak penutur yaitu ujarannya memenuhi kriteria harapan sosial untuk mengekspresikan perasaan dan kepercayaan tertentu kepada lawan bicara. Ibrahim. (1993:37). menjelaskan. acknowledgement. itu. sering. disampaikan bukan karena perasaan yang benar-benar murni tetapi karena ingin memenuhi harapan sosial sehingga perasaan itu perlu diekspresikan. Berikut tuturan yang termasuk Acknowlegement : a) Apologize (meminta maaf) Apologize (meminta maaf) yaitu apabila seseorang mengekspresikan penyesalan karena telah melakukan sesuatu yang bisa disesalkan, atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan meminta maaf..

(44) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30. b) Condole (berduka cita) Condole (berduka cita) yaitu apabila seseorang mengekspresikan simpati musibah, atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan berduka cita. c) Congratulate (mengucapkan selamat) Congratulate. (mengucapkan. selamat). yaitu. apabila. seseorang. mengekspresikan kegembiraan karena adanya kabar baik, atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan mengucapkan selamat. d) Great (memberi salam) Great (memberi salam) yaitu apabila seseorang mengekspresikan rasa senang karena bertemu seseorang, atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan salam. e) Thanks (berterima kasih) Thanks (berterima kasih) yaitu fungsi tuturan untuk menyatakan terimakasih karena mendapat bantuan. f) Bid (mengundang) Bid (mengundang) yaitu apabila seseorang mengekpresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan seseorang akan terjadi atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan mengundang..

(45) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31. g) Accept (menerima) Accept (menerima) yaitu apabila seseorang mengekspresikan penghargaan menerima atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan menerima. h) Reject (menolak) Reject (menolak) yaitu apabila seseorang mengekspresikan penghargaan menolak atau lawan tutur menyikapi ujaran penutur untuk memenuhi harapan sosial berupa tuturan menolak. Wujud tuturan basa-basi yang termasuk ke dalam delapan kategori tersebut dipengaruhi oleh konteks. Selain itu, wujud basa-basi tersebut juga dilihat dari kategori kandungan partikel dan kata fatisnya. Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan lawan bicara. Arimi (1998:171) dalam tesisnya membagi tuturan basa-basi mejadi dua yaitu basa-basi murni dan polar. Basa-basi murni yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan penutur selaras dengan kenyataan. Kata-kata yang dipakai hampir sama misalnya: selamat siang, selamat datang, mengucapkan terima kasih dan lain-lain. Sedangkan basabasi polar yaitu tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, di mana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Penelitian ini menemukan sendiri jenis basa-basi baru yaitu fatis murni yang merupakan temuan baru yang di dalamnya.

(46) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32. terdapat kategori kata fatis namun bukan basa-basi. Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan lawan bicara (Kridalaksana, 1986:111). Kridalaksana mengatakan bahwa sebagian besar basa-basi merupakan ragam bahasa fatis yang merupakan ciri ragam bahasa lisan. Karena ragam bahasa lisan merupakan ciri ragam bahasa non standar maka kebanyakan kategori fatis terdapat pada ragam bahasa non sandar. Kategori fatis menurut Kridalalaksana (1986:113-116) dapat meliputi kata-kata berikut: (1) ah menekankan rasa penolakan acuh tak acuh, (2) ayo menekankan ajakan, (3) deh menekankan pemaksaan dengan membujuk,pemberian, persetujuan, pemberian garansi, sekadar penekanan, (4) dong digunakan untuk menghaluskan perintah, menekankan kesalahan lawan bicara, (5) ding digunakan untuk menekankan kesalahan pembicara, (6) halo digunakan untuk memulai dan mengukuhkan pembicaraan di telepon, serta menyalami lawan bicara yang dianggap akrab, (7) kan apabila terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat, merupakan kependekan dari kata bukan atau bukanlah, dan tugasnya ialah menekankan pembuktian. Apabila kan terletak di tengah kalimat, kan juga bersifat menekankan pembuktian atau bantahan, (8) kek mempunyai tugas menekankan perincian, menekankan perintah, dan menggantikan kata saja, (9) kok menekankan alasan dan pengingkaran. Kok dapat juga bertugas sebagai pengganti kata tanya mengapa atau kenapa bila diletakkan di awal kalimat, (10) –lah menekankan kalimat imperatif dan penguat sebutan.

(47) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33. dalam kalimat, (11) lho bila terletak di awal kalimat, bersifat seperti interjeksi yang menyatakan kekagetan. Bila terletak di tenagh atau di akhir kalimat, maka lho bertugas menkankan kepastian, (12) mari menekankan ajakan, (13) nah selalu terletak pada awal kalimat dan bertugas untuk minta supaya kawan bicara mengalihkan perhatian ke hal lain, (14) pun selalu terletak pada ujung konstituen pertama kalimat dan bertugas menonjolkan bagian tersebut, (15) selamat diucapkan kepada kawan bicara yang mendapatkan atau mengalami sesuatu yang baik, (16) sih memiliki tugas menggantikan tugas –tah dan –kah, sebagai makna ‘memang’ atau ‘sebenarya’, dan menekankan alasan, (17) toh bertugas menguatkan maksud; adakalanya memiliki arti yang sama dengan tetapi, (18) ya bertugas mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan lawan bicara bila dipakai pada awal ujaran dan meminta persetujuan atau pendapat lawan bicara bila dipakai pada akhir ujaran, (19) yah digunakan pada awal atau di tengah-tengah ujaran, tetapi tidak pernah pada akhir ujaran. Untuk mengungkapkan keragu-raguan atau ketidakpastian terhadap apa yang diungkapkan oleh lawan biacara atau yang tersebut dalam kalimat sebelumnya. Bila dipakai pada awaal ujaran; atau keragu-raguan atau ketidakpastian atas isi konstituen ujaran yang mendahuluinya bila di tengah ujaran. Teori kefatisan berbahasa yang digunakan untuk menganalisis data tuturan penelitian penulis disesuaikan dengan data yang akan dianalisis..

(48) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34. 2.2.3Konteks sebagai Penentu Makna Pragmatik Konteks memiliki peran yang sangat penting dalam penentuan maksud/makna dari suatu tuturan. Konteks merupakan bagian dari studi pragmatik yang tidak pernah bisa dipisahkan. Tanpa konteks, kajian pragmatik tidak akan berjalan sebagai mana mestinya, karena kajian pragmatik akan selalu mengamati konteks sebagai sarana pencapaian hasil penelitian pragmatik. Dari pernyataan itu, tampak bahwa konteks sangat menentukan hasil dari kajian pragmatik yang dalam penelitian ini ingin menggali maksud/makna tuturan dalam komunikasi fatis. Huang. (2007:14). memaknai. konteks. pragmatik. sebagai. “seperangkat latar belakang asumsi yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur.” Melalui pandangan Stalnaker (1974), kata-kata ini disebut dengan ‘common ground’ atau latar belakang pengetahuan yang sama. Gagasan Stalnaker (1974) konteks pragmatik dimaknai sebagai ‘common ground’ diperinci lebih lanjut oleh Clark (1996), yang membaginya menjadi dua kategori, yakni (1) communal common ground dan (2) personal common ground. Latar belakang pengetahauan yang pertama menunjukkan pada seperangkat asumsi pengetahuan yang samasama dimiliki oleh komunitas tertentu, sedangkan latar belakang pengetahuan yang kedua menunjukkan pada seperangkat asumsi pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh individu-individu yang menjadi warga komunitas tertentu..

(49) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35. Rahardi memberikan penegasan pada frasa ‘general knowledge shared’atau ‘a set of assumption shared’, yang berarti bahwa pengetahuan bersama atau seperangkat asumsi itu harus dimiliki bersama-sama baik oleh penutur maupun mitra tutur, tidak boleh dimiliki oleh satu pihak saja. Asumsi yang hanya dimiliki satu pihak saja sama sekali tidak membentuk konteks dan tidak berkontribusi apapun dalam proses pemaksudan. Dikatakan demikian karena asumsi yang hanya dimiliki sepihak itu justru dapat menghadirkan kesenjangan (discrepancy) yang menghasilkan kesalahpahaman. Sebaliknya asumsi-asumsi yang dimiliki secara bersama dapat menjamin interaksi berkat adanya semacam peririsan yang samasama dikontribusikan baik oleh penutur maupun mitra tutur dalam komunikasi. Asumsi-asumsi yang hadir dalam peririsan sebagai hakikat konteks pragmatik itu dapat mencakup dua kategori yakni asumsi berkategori komunal dan asumsi berkategori personal. Kedua manifestasi asumsi dalam berkomunikasi itulah yang dapat dimaknai sebagai hakikat konteks pragmatik. Edward T. Hall (1974) dalam kaitan dengan konteks menegaskan bahwa ‘information taken out of context is meaningless and cannot reliably intepreted’. Hall (1974) menunjukkan bahwa dalam sebuah tuturan itu selalu terkandung tiga buah entitas yang selalu bersam-sama, yakni (1) informasi, (2) konteks, dan (3) makna. Ketiga entitas itu tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya, dan masing-masing saling memiliki hubungan yang sangat dinamis. Ditegaskan bahwa informasi.

(50) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36. yang berkaitan dengan ihwal tertentu sudah barang tentu tidak akan pernah memiliki makna nonkonseptual, khususnya makna pragmatik, tanpa ada kejelasan dari identitas konteks itu. Parera (2004:227) menegaskan bahwa konteks hakikatnya adalah situasi (situation) yang dibentuk oleh komponen-komponen berikut ini: (1) seting, (2) kegiatan, dan (3) relasi. Ditegaskan bahwa syarat dari hadirnya konteks adalah adanya interaksi dinamis di antara ketiga entitas pembentuk konteks itu. Dengan demikian dapat ditegaskan pula bahwa konteks akan muncul hanya kalau terpenuhi tiga hal berikut, (1) adanya seting yang mencakup unsur waktu, tempat dan unsur-unsur material di sekelilingnya, (2) adanya kegiatan yang dapat berupa tindakan yang bersifat verbal maupun non verbal, (3) adanya relasi antara mitra tutur dan penutur yang dapat dipengruhi oleh jenis kelamin, umur, status, peran, prestasi, prestise, hubungan kekeluargaan, kedinasan, pendidikan, dan lain-lain. Keith Allan (1986)secara tegas membedakan tiga kategori konteks, yakni (1) the physical context or setting of the utterance ‘konteks fisik atau seting tuturan’, (2) the world spoken of in an utterance ‘sesuatu yang sedang dibicarakan’, dan (3) the textual environment ‘lingkungan tekstual’. Keith Allan (1986) pandangannya tentang konteks dalam kategori kedua, yakni ‘the worls spoken of’ yang dapat dimaknai sebagai ‘ihwal yang sedang diperbincangkan’. Berkaitan dengan asumsi-asumsi sebagai substansi dasar konteks, maka sesungguhnya adanya sesuatu yang sedang diperbincangkan (the world spoken of) itu mutlak karena hadirnya.

(51) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37. sumsi-asumsi yang berupa latar belakang pengetahuan yang sama (the same background konwledge), baik yang bersifat personal maupun yang bersifat komunal, seperti yang ditegaskan Stalnaker dan diperinci oleh Clark di depan tadi. Lebih tegas lagi Allan (1986) menyatakan bahwa hakikat konteks itu sesungguhnya bukan sekadar ‘the world spoken of’ , melainkan ‘the real-worls spoken of’. Jadi, latar belakang pemahaman yang sama dan dimiliki oleh penutur dan mitra tutur itu bukan saja pada tataran konsep, filosofis, tetapi justru tataran yang hadir dalam realita, ‘the real-world’. Rahardi menegaskan bahwa dari runutan pandangan Keith Allan (1986) di atas, asumsi-asumsi sebagai hakikat konteks pragmatik itu hendaknya bukan berupa asumsi dalam tataran yang abstrak dan samarsamar, melainkan asumsi yang harus hadir nyata sebagai ‘the real world’, entah itu ‘the real-world asuumptions’ yang dimensinya personal maupun komunal. Pandangan Goffrey N. Leech (1983) dalam paparannya tentang situasi ujar berbicara tentang ‘sentence-intence’ atau ‘contoh kalimat’, dan ‘sentence-token’ atau ‘penanda kalimat’. Konsep pertama ‘sentenceintence’,dijangkau dengan dukungan pengetahuan tentang gramatika. Adapun konsep kedua, ‘sentence-token’, pemaknaannya harus didukung dengan pemahaman tentang seluk-beluk konteks. Penanda kalimat itu dimaknai bukan dengan pemerantian pengetahuan tentang kalimat itu.

(52) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38. sendiri, tetapi pengetahuan-pengetahuan tentang asumsi-asumsi yang terdapat dalam konteks. Ron Scollo and Wong Scollon (1995:17-18) menegaskan perbedaan mendasar antara ‘sentence meaning’ dan ‘speakers meaning’. Konsep pertama pemaknaannya tegantung pada ‘knowledge of grammar’, sedangkan konsep tergantung pada ‘knowledge of context’. Berkaitan dengan ini, mereka menegaskan sebagai berikut: ‘understanding both sentence meaning and the speaker’s meanig requaire two kinds of knowledge.Sentence meaning depends on knowledge of grammar, speaker’s meaning depends on knowledge of context’ (Scollon and Scollon, 1995:17-18). Scollon and Scollon (1995) mengatakan bahwa pengetahuan tentang konteks menuntut dua macam pengetahuan yang sama (shared knowledge), yakni (1) shared knowledge of actions and situations dan (2) shared knowledge of relationship and identities’. Pandangan ‘common ground’ yang disampaikan Stalnaker dan Clark, yakni (1) communal common ground dan (2) personal common ground. Pandangan tentang ‘shared knowledge of relationship and identities’ gayut dengan pandangan ‘communal common ground’ sedangkan ‘shared knowledge of actions and situations’ gayut sekali dengan pandangan tentang ‘personal common ground’. Konteks tersebut melingkupi penutur dan mitra tutur, tujuan penutur, situasi dan suasana, dan tindak verbal..

(53) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39. 2.3 Kerangka Berpikir Basa-basi berbahasa muncul dari perkembangan penggunaan bahasa yang digunakan antara penutur dan lawan tutur untuk memulai atau mempertahankan hubungan sosial dalam kehidupan sehari-hari. Basa-basi berbahasa biasanya muncul di dalam masyarakat, bahkan di ranah pendidikan. Basa-basi ini berkembang di ranah pendidikan karena berbagai faktor, kini di ranah pendidikanbasa-basi digunakan untuk memperkokoh dan mempertahankan hubungan sosial antara pembicara dan lawan bicara di ranah pendidikan. Hal inilah yang menjadi fenomena baru dalam studi pragmatik yang menjadi kajian dalam penelitian ini, yaitu basa basi berbahasa dalam ranah pendidikan khususnya basa-basi berbahasa antara mahasiswa dan dosen Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini menggunakan beberapa teori komunikasi fatis, tuturan basa-basi dan beberapa teori yang mendukung untuk menguraikan tuturan antara mahasiswa dan dosen. Pertama basa-basi adalah kata-kata dipakai untuk mempertahankan suasana baik, dan sebagainya. Penggunaan bahasa untuk keperluan seperti ini dapat disebut penggunaan basa-basi (Arimi,1998). Arimi (1998:171) dalam tesisnya membagi tuturan basa-basi menjadi dua, yaitu basa-basi murni dan polar. Basa-basi murni yaitu uangkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul. Dengan kata lain apa yang diucapkan penutur selaras dengan kenyataan. Kata-kata yang dipakai dalam basa-basi murni seperti: selamat siang, selamat datang,.

Referensi

Dokumen terkait