• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI.docx"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI

Penyelidikan Epidemiologi merupakan suatu kegiatan penyelidikan atau survey yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran terhadap masalah kesehatan atau penyakit secara lebih menyeluruh.

Tujuan dalam Penyelidikan Epidemiologi : Mendapatkan besaran masalah yang sesunguhnya, Mendapatkan gambaran klinis dari suatu penyakit, Mendapatkan gambaran kasus menurut variabel Epidemiology, Mendapatkan informasi tentang faktor risiko (lingkungan, vektor, perilaku, dll) dan etiologi, Dari ke empat tujuan di tersebut dapat dianalisis sehingga dapat memberikan suatu penanggulangan atau pencegahan dari penyakit itu.

Hal-hal yang penting untuk diketahui: Konsep terjadinya penyakit, Natural history of disease, Dinamika penularan atau mekanisme penularan, Aspek lingkungan, Aspek administratif dan manajerial, Informasi yang dibutuhkan dalam PE berbeda untuk setiap penyakit, Aktifitas / kegiatan PE secara spesifik berbeda untuk tiap penyakit.

Contoh Penyelidikan Epidemiologi. Penyakit Malaria

Malaria ditularkan secara eksklusif melalui gigitan nyamuk Anopheles. Intensitas penularan bergantung pada faktor-faktor yang berhubungan dengan parasit, vektor, tuan rumah manusia, dan lingkungan.

Sekitar 20 spesies Anopheles yang berbeda secara lokal penting di seluruh dunia. Semua gigitan spesies vektor penting di malam hari. Mereka berkembang biak di air tawar dangkal seperti genangan air, sawah, dll. Penyebaran penyakit lebih sering di tempat-tempat dimana nyamuk mempunyai panjang hidup relatif (sehingga parasit memiliki waktu untuk berkembang di dalam tubuh nyamuk) dan lebih memilih untuk menggigit manusia daripada hewan.

Kekebalan manusia merupakan faktor penting, terutama di kalangan orang dewasa di daerah kondisi penyebaran yang tinggi. Hal ini mengurangi risiko bahwa infeksi malaria akan menyebabkan penyakit yang parah.

Penularan juga tergantung pada kondisi iklim yang dapat mempengaruhi kelimpahan dan kelangsungan hidup nyamuk, seperti curah hujan, pola suhu dan kelembaban. Di banyak tempat, penyebaran penyakit bersifat musiman, dengan puncak selama dan sesudah musim hujan. Epidemi malaria dapat terjadi jika iklim dan kondisi tiba-tiba mendukung penyebaran di daerah-daerah dimana orang memiliki kekebalan sedikit atau tidak ada untuk malaria. Mereka juga dapat terjadi ketika orang-orang dengan kekebalan rendah pindah ke area dengan penyebaran malaria yang tinggi, misalnya untuk mencari pekerjaan, atau sebagai pengungsi. (Sumber: WHO)

Dari konsep terjadinya penyakit malaria dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kita dapat melakukan suatu kegiatan Penyelidikan Epidemiologi. Penyelidikan epidemiologi penyakit malaria dapat dilakukan dengan:

 Menentukan apakah peristiwa itu suatu letusan/wabah atau bukan.

Apakah peristiwa itu termasuk Kejadian Luar Biasa (KLB) di daerah itu. Suatu wabah yang dianggap sebagai KLB dimana separoh daerah itu terkena Malaria. Dan membandingkan dengan insiden penyakit Malaria itu pada minggu/bulan/tahun sebelumnya.

 Mengidentifikasi hubungan adanya letusan/wabah dengan faktor-faktor waktu, tempat dan orang. Kapan penderita mulai merasa sakit malaria (waktu), dimana mereka mendapat infeksi penyakit itu (tempat), siapa yang terkena (Gender, Umur, imunisasi, dll).

 Pemeriksaan sampel darah penderita.

Bertujuan untuk mengetahui jenis plasmodium penyebab penyakit malaria, dilakukan dengan melakukan pengambilan darah terhadap masyarakat yang mengalami gejala klinis.

(2)

 Wawancara dengan penderita

Bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyakit malaria, seperti status gizi sebelum terkena penyakit itu, apakah gizi tercukupi sehingga imunitas berpengaruh terhadap terjangkitnya penyakit.

 Pemerikasaan Lingkungan sekitar

– Pemeriksaan nyamuk dewasa dan jentik nyamuk.

Kegiatan ini dilakukan di daerah tempat penderita tinggal. Bertujuan untuk mengetahui nyamuk apa yang hidup di lingkungan tersebut.

– Pemeriksaan habitat nyamuk.

Bertujuan untuk mencari tempat Anopheles sp. bertelur dan berkembang sampai menjadi dewasa.

 Melakukan hipotesa (dugaan sementara) atas data yang didapatkan. Hipotesis itu dapat menerangkan pola penyakit malaria yang sesuai dengan sifat penyakit, sumber infeksi malaria, cara penularan serta faktor yang berperan.

 Melakukan tindakan penanggulangan

Menentukan cara penanggulangan yang paling efektif untuk penyakit malaria. Melakukan surveilence terhadap penyakit malaria dan faktor lain yang berhubungan dengan malaria. Dan menentukan cara pencegahan penyakit malaria dimasa akan datang.

Penyakit Tuberkulosis Paru

Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Infeksi primer terjadi setelah seseorang menghirup Myobacterium tuberculosis.

Pada sebagian besar kasus, respon imun tubuh dapat menghentikan multiplikasi kuman, sebagian kecil kuman dorman. Pada penderita dengan daya tahan tubuh buruk, respon imun tidak dapat menghentikan multiplikasi kuman sehingga host akan sakit beberapa bulan kemudian.

Keluhan yang dirasakan oleh pasien TB dapat bervariasi atau terkadang ditemukan banyak pasien dengan TB paru tanpa keluhan sama sekali. Keluhan yang biasa ditemukan pada pasien dengan TB paru adalah diantaranya demam, batuk dengan atau tanpa darah, sesak napas, nyeri dada, malaise. Gejala batuk pada pasien dengan TB banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama maka mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yaitu setelah setelah berminggu-minggu atau berbulan-bilan peradangan dimulai. Sifat batuk dapat dimulai dari batuk kering dan setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif yang menghasilkan sputum. Keadaan lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapatnya pembuluh darah yang pecah.

Dalam penularan infeksi Mycobacterium tuberculosis hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: 1. Reservour, sumber dan penularan

Manusia adalah reservoar paling umum, sekret saluran pernafasan dari orang dengan lesi aktif terbuka memindahkan infeksi langsung melalui droplet.

2. Masa inkubasi

Yaitu sejak masuknya sampai timbulnya lesi primer umumnya memerlukan waktu empat sampai enam minggu, interfal antara infeksi primer dengan reinfeksi bisa beberapa tahun.

3. Masa dapat menular

Selama yang bersangkutan mengeluarkan bacil Turbekel terutama yang dibatukkan atau dibersinkan. 4. Immunitas

Anak dibawah tiga tahun paling rentan, karena sejak lahir sampai satu bulan bayi diberi vaksinasi BCG yang meningkatkan tubuh terhadap TBC.

(3)

Dari konsep terjadinya penyakit TB paru dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kita dapat melakukan suatu kegiatan Penyelidikan Epidemiologi. Penyelidikan epidemiologi penyakit TB Paru dapat dilakukan dengan:

 Menentukan apakah peristiwa itu suatu letusan/wabah atau bukan.

Apakah peristiwa itu termasuk Kejadian Luar Biasa (KLB) di daerah itu. Suatu wabah yang dianggap sebagai KLB dimana separoh daerah itu terkena TB Paru. Dan membandingkan dengan insiden penyakit TB paru itu pada minggu/bulan/tahun sebelumnya.

 Mengidentifikasi hubungan adanya letusan/wabah dengan faktor-faktor waktu, tempat dan orang. Kapan penderita mulai merasa sakit TB paru (waktu), dimana mereka mendapat infeksi penyakit itu (tempat), siapa yang terkena (Gender, Umur, imunisasi, dll).

 Pemeriksaan sampel darah dan dahak penderita

Pemeriksaan dengan mengambil sampel dan di uji di laboratorium. Kegiatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pasien positif menderita TB paru.

 Wawancara dengan penderita

Bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyakit TB paru, seperti status gizi sebelum terkena penyakit itu, apakah gizi tercukupi sehingga imunitas berpengaruh terhadap terjangkitnya penyakit.

 Wawancara dengan orang yang mempunyai pengalaman yang sama baik waktu/tempat terjadinya penyakit TB paru, tetapi mereka tidak sakit atau dapat terkontrol. Hal ini bertujuan untuk melakukan pencegahan seperti apa yang akan dilakukan.

 Pemerikasaan Lingkungan sekitar

Pemeriksaan lingkungan dilakukan dengan tujuan agar bakteri penyebab TB paru tidak dapat tumbuh dan berkembang di lingkungan itu.

 Melakukan hipotesa (dugaan sementara) atas data yang didapatkan. Hipotesis itu dapat menerangkan pola penyakit TB paru yang sesuai dengan sifat penyakit, sumber infeksi TB paru, cara penularan serta faktor yang berperan.

 Melakukan tindakan penanggulangan

Menentukan cara penanggulangan yang paling efektif untuk penyakit TB paru. Melakukan surveilence terhadap penyakit TB paru dan faktor lain yang berhubungan dengan TB paru. Menentukan cara pencegahan penyakit TB paru dimasa akan datang.

Penyakit Campak

Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat menginfeksi anak-anak pada usia dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja dan kadang kala orang dewasa. Campak endemis di masyarakat metropolitan dan mencapai proporsi untuk menjadi epidemi setiap 2-4 tahun ketika terdapat 30-40% anak yang rentan atau belum mendapat vaksinasi. Penyakit campak dapat terjadi dimana saja kecuali di daerah yang sangat terpencil.

Virus penyebab campak mengalami keadaan yang paling stabil pada kelembaban dibawah 40%. Udara yang kering menimbulkan efek yang positif pada virus dan meningkatkan penyebaran di rumah yang memiliki alat penghangat ruangan seperti pada musim dingin di daerah utara.

Kejadian kematian karena campak lebih tinggi pada kondisi malnutrisi, tetapi belum dapat dibedakan antara efek malnutrisi terhadap kegawatan penyakit campak dan efek yang ditimbulkan penyakit campak terhadap nutrisi yang dikarenakan penurunan selera makan dan kemampuan untuk mencerna makanan.

Epidemi campak dapat terjadi setiap 2 tahun di negara berkembang dengan cakupan vaksinasi yang rendah. Status imunitas populasi merupakan faktor penentu. Penyakit akan meledak jika terdapat akumulasi anak-anak yang suseptibel. Ketika penyakit ini masuk ke dalam komunitas tertutup yang belum pernah mengalami endemi, suatu epidemi akan terjadi dengan cepat dan angka serangan mendekati 100%. Pada tempat

(4)

dimana jarang terjangkit penyakit, angka kematian bisa setinggi 25%. (Sumber:repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20116/4/Chapter%20II.pdf)

Dari konsep penyakit campak dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kita dapat melakukan suatu kegiatan Penyelidikan Epidemiologi. Penyelidikan epidemiologi penyakit campak dapat dilakukan dengan:

 Menentukan apakah peristiwa itu suatu letusan/wabah atau bukan.

Apakah peristiwa itu termasuk Kejadian Luar Biasa (KLB) di daerah itu. Suatu wabah yang dianggap sebagai KLB dimana separoh daerah itu terkena campak. Dan membandingkan dengan insiden penyakit campak itu pada minggu/bulan/tahun sebelumnya.

 Mengidentifikasi hubungan adanya letusan/wabah dengan faktor-faktor waktu, tempat dan orang. Kapan penderita mulai merasa gejala-gejala sakit campak (waktu), dimana mereka mendapat infeksi penyakit itu (tempat), siapa yang terkena (Gender, Umur, imunisasi, dll).

 Pemeriksaan sampel darah penderita

Pemeriksaan dengan mengambil sampel dan di uji di laboratorium. Kegiatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pasien positif menderita campak.

 Wawancara dengan penderita

Bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyakit campak, seperti status gizi sebelum terkena penyakit itu, apakah gizi tercukupi sehingga imunitas berpengaruh terhadap terjangkitnya penyakit dan status vaksin, apakah sudah mendapatkan vaksin apa belum. Dengan siapa penderita sebelum terjangkit penyakit campak melakukan kontak langsung dengan penderita campak yang lain.

 Wawancara dengan orang yang mempunyai pengalaman yang sama baik waktu/tempat terjadinya penyakit campak, tetapi mereka tidak sakit atau dapat terkontrol atau mempunyai imunitas yang tinggi. Hal ini bertujuan untuk melakukan pencegahan seperti apa yang akan dilakukan.

 Pemeriksaan lingkungan sekitar

Bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi lingkungan sekitar yang dapat mengakibatkan berkembangnya virus penyebab penyakit campak. Seperti pemeriksaan suhu dan kelembaban lingkungan.

 Melakukan hipotesa (dugaan sementara) atas data yang didapatkan. Hipotesis itu dapat menerangkan pola penyakit campak yang sesuai dengan sifat penyakit, sumber infeksi campak, cara penularan serta faktor yang berperan.

 Melakukan tindakan penanggulangan

Menentukan cara penanggulangan yang paling efektif untuk penyakit campak. Melakukan surveilence terhadap penyakit campak dan faktor lain yang berhubungan dengan campak. Dan menentukan cara pencegahan penyakit campak dimasa akan datang.

PENGERTIAN SCREENING DALAM EPIDEMIOLOGI

Penyaringan atau screening adalah upaya mendeteksi/mencari penderita dengan penyakit tertentu

dalam masyarakat dengan melaksanakan pemisahan berdasarkan gejala yang ada atau pemeriksaan laboratorium untuk memisahkan yang sehat dan yang kemungkinan sakit, selanjutnya diproses melalui diagnosis dan pengobatan.

Contoh Screening :

1. Mammografi untuk mendeteksi Ca Mammae

2. Pap smear untuk mendeteksi Ca Cervix

(5)

4. Pemeriksaan reduksi untuk mendeteksi deabetes mellitus

5. Pemeriksaan urine untuk mendeteksi kehamilan

6. Pemeriksaan EKG untuk mendeteksi Penyakit Jantung Koroner

Tujuan Screening Dalam Epidemiologi.

Tujuan screening adalah untuk :

1. Deteksidinipenyakittanpagejalaataudengangejalatidakkhasterhadap orang- orang yang tampaksehat,

tetapimungkinmenderitapenyakit, yaitu orang yang mempunyairesikotinggiterkenapenyakit (Population at risk).

2. Dengan ditemukan penderita tanpa gejala dapat dilakukan pengobatan secara tuntas sehingga tidak

membahayakan dirinya atau lingkungan dan tidak menjadi sumber penularan penyakit.

Proses uji tapi terdiri dari dua tahap :

1. Melakukan pemeriksaan terhadap kelompok penduduk yang dianggap mempunyai resiko tinggi menderita penyakit dan bila hasil test negative maka dianggap orang tersebut tidak menderita penyakit.

 Bila hasil test positif maka dilakukan test/pemeriksaan diagnostik. Test skrening dapat dilakukan dengan

menggunakan : 1. Pertanyaan / kuisioner 2. pemeriksaan fisik

3. pemeriksaan laboratorium

4. X Ray termasuk diagnostik imaging

Jenis penyakit yang tepat untuk screening

 Merupakan penyakit yang serius

 Pengobatan sebelum gejala muncul harus lebih untung dibandingkan setelah gejala muncul

 Prevalensi penyakit preklinik harus tinggi pada populasi yang discreening.

KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DAN WABAH

Kejadian luar biasa (KLB) masih sering terjadi di Indonesia. KLB ini mempunyai makna social dan politik tersendiri oleh karena peristiwanya yang demikian mendadak, mengenai banyak orang dan dapat menimbulkan banyak kematian.

Pengertian kejadian luar biasa (KLB) adalh timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologi dalam kurun waktu dan daerah tertentu.

Batasan KLB meliputi arti yang luas, yang dapat diuraikan sebagai berikut : Meliputi semua kejadian penyakit, dapat suatu penyakit infeksi akut kronis ataupun penyakit non infeksi.

Tidak ada batasan yang dapat dipakai secara umum untuk menentukan jumlah penderita yang dapat dikatakan sebagai KLB. Hal ini selain karena jumlah kasus sangat tergantung dari jenis dan agen penyebabnya, juga karena keadaan penyakit akan bervariasi menurut tempat (tempat tinggal, pekerjaan) dan waktu (yang berhubungan dengan keadaan iklim) dan pengalaman keadaan penyakit tersebut sebelumnya.

Tidak ada batasan yang spesifik mengenai luas daerah yang dapat dipakai untuk menentukan KLB, apakah dusun desa, kecamatan, kabupaten atau meluas satu propinsi dan Negara. Luasnya daerah sangat tergantung dari cara penularan penyakit tersebut.

Waktu yang digunakan untuk menentukan KLB juga bervariasi. KLB dapat terjadi dalam beberapa jam, beberapa hari atau minggu atau beberapa bulan maupun tahun.

Undang-Undang Wabah , 1969:

Wabah : adalah peningkatan kejadian kesakitan/kematian,yang meluas secara cepat baik dalam jumlah kasus maupun luas daerah penyakit, dan dapat menimbulkan malapetaka.

(6)

Kejadian Luar Biasa (KLB) : adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis padasuatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu (Undang-undang Wabah, 1969).

Peraturan Menteri Kesehatan RI No . 949/ MENKES/SK/VII/2004.

Kejadian Luar Biasa (KLB) : timbulnya atau meningkatnya kejadianKesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.

A. Kriteria kerja KLB

Suatu kejadian penyakit atau keracunan dpt dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria sbb: 1. Timbulnya suatu penyakit/kesakitan yang sebelumnya tidak ada/tdk diketahui.

2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam,hari,minggu…….).

3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali atau lebih dibandingkan periode sebelumnya (jam,hari,minggu,bulan,tahun).

4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila dibandingkan dgn angka rata2 per bulan dlm tahun sebelumnya.

5. Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dgn angka rata2 perbulan dalam tahun sebelumnya.

6. Case fatality rate dari suatu penyakit dalam kurun waktu tertentu menunjukkan 50% atau lebih dibandingkan CFR dari periode sebelumnya.

7. Proporsional rate (PR) penderita baru dari periode tertentu menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih dibandingkan periode yg sama dlm kurun waktu/tahun sebelumnya.

8. Beberapa penyakit khusus :kholera,DHF/DSS,SARS,avian flu,tetanus neonatorum.

9. Beberapa penyakit yg dialami 1 (satu) atau lebih penderita : keracunan makanan dan keracunan pestisida. B. PENYAKIT TERTENTU YG MENIMBULKAN WABAH

Berdasarkan Permenkes RI No.560/Menkes/Per/VIII/1989 Bab II pasal 2 penyakit tertentu yg menimbulkn wabah : a. Kholera b. Pertusis c. Pes d. Rabies e. Demam f. Malaria g. Influenza h. Tifus i. Hepatitis j. DBD k. Tifus l. Campak m. Meningitis n. Polio o. Ensefalitis p. Difteri q. Antraks

C. PROSEDUR PENANGGULANGAN KLB/WABAH 1. Masa pra KLB

(7)

Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan Sistem Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu melakukakukan langkah-langkh lainnya :

1. Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan logistik. 2. Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.

3. Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat 4. Memperbaiki kerja laboratorium

5. Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain Tim Gerak Cepat (TGC) :

Sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan pengamatan dan penanggulangan wabah di lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data penyelidikan epideomologis. Tugas /kegiatan : Pengamatan :

Pencarian penderita lain yang tidak datang berobat.

Pengambilan usap dubur terhadap orang yang dicurigai terutama anggota keluarga Pengambilan contoh air sumur, sungai, air pabrik dll yang diduga tercemari dan sebagai sumber penularan.

Pelacakan kasus untuk mencari asal usul penularan dan mengantisipasi penyebarannya Pencegahan dehidrasi dengan pemberian oralit bagi setiap penderita yang ditemukan di lapangan. Penyuluhan baik perorang maupun keluarga

Membuat laporan tentang kejadian wabah dan cara penanggulangan secara lengkap. 2. Pembentukan Pusat Rehidrasi

Untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan pengobatan. Tugas pusat rehidrasi :

Merawat dan memberikan pengobatan penderita diare yang berkunjung.

Melakukan pencatatan nama , umur, alamat lengkap, masa inkubasi, gejala diagnosa dsb. Memberikan data penderita ke Petugas TGC

Mengatur logistik

Mengambil usap dubur penderita sebelum diterapi. Penyuluhan bagi penderita dan keluarga

Menjaga pusat rehidrasi tidak menjadi sumber penularan (lisolisasi).

Membuat laporan harian, mingguan penderita diare yang dirawat.(yang diinfus, tdk diinfus, rawat jalan, obat yang digunakan dsb.

D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA WABAH 1. Herd Immunity yang rendah

Yang mempengaruhi rendahnya faktor itu, sebagian masyarakat sudah tidak kebal lagi, atau antara yang kebal dan tidak mengelompok tersendiri.

2. Patogenesiti

Kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada pejamu sehingga timbul sakit. 3. Lingkungan Yang Buruk

Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organisme tetapi mempengaruhi kehidupan ataupun perkembangan organisme tersebut.

SURVEILANS EPIDEMIOLOGI 1. Definisi dari Surveilans Epidemiologi

Surveilans adalah upaya/ sistem/ mekanisme yang dilakukan secara terus menerus dari suatu kegiatan pengumpulan, analisi, interpretasi,dari suatu data spesifik yang digunakan untuk perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program ( Manajemen program kesehatan)

(8)

Pertama, surveilans dapat diartikan sebagai pengawasan secara terus-menerus terhadap faktor penyebab kejadian dan sebaran penyakit, dan yang berkaitan dengan keadaan sehat atau sakit. Surveilans ini meliputi pengumpulan, analisis, penafsiran, dan penyebaran data yang terkait, dan dianggap sangat berguna untuk penanggulangan dan pencegahan secara efektif. Definisi yang demikian luas itu mirip dengan surveilans pada sistem informasi kesehatan rutin, dan karena itu keduanya dapat dianggap berperan bersama-sama.

Kedua yaitu menyangkut sistem pelaporan khusus yang diadakan untuk menanggulangi masalah kesehatan utama atau penyakit, misalnya penyebaran penyakit menahun suatu bencana alam. Sistem surveilans ini sering dikelola dalam jangka waktu yang terbatas dan terintegrasi secara erat dengan pengelolaan program intervensi kesehatan. Bila informasi tentang insidens sangat dibutuhkan dengan segera, sedangkan sistem informasi rutin tidak dapat diandalkan maka sistem ini dapat digunakan. (Vaughan, 1993).

a. Menurut WHO :

Surveilans adalah : Pengumpulan, pengolahan, analisis data kesehatan secara sistematis dan terus menerus, serta desiminasi informasi tepat waktu kepada pihak – pihak yang perlu mengetahui sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.(Last, 2001 dalam Bhisma Murti, 2003 )

b. Menurut Centers for Disease Control ( CDC ), 1996.

Surveilans adalah : Pengumpulan, analisis dan interpretasi data kesehatan secara sistematis dan terus menerus, yang diperlukan untuk perencanaan, implementasi dan evaluasi upaya kesehatan masyarakat, dipadukan dengan desiminasi data secara tepat waktu kepada pihak – pihak yang perlu mengetahuinya.

Defenisi Surveilans epidemiologi adalah pengumpulan dan pengamatan secara sistematik berkesinambungan, analisa dan interprestasi data kesehatan dalam proses menjelaskan dan memonitoring kesehatan dengan kata lain surveilans epidemiologi merupakan kegiatan pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek kejadian penyakit dan kematian akibat penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan. (Noor,1997). Surveilans epidemiologi adalah pengamatan yang terus menerus atas distribusi, dan kecenderungan suatu penyakit melalui pengumpulan data yang sistematis agar dapat ditentukan penanggulangannya yang secepat-cepatnya (Gunawan, 2000).

Surveilans Epidemiologi adalah pengumpulan dan analisa data epidemiologi yang akan digunakan sebagai dasar dari kegiatan-kegiatan dalam bidang pencegahan dan penanggulangan penyakit yang meliputi kegiatan :

1) Perencanaan Program Pemberantasan Penyakit.

Mengenal Epidemiologi Penyakit berarti mengenal apa yang kita hadapi dan mengenal perencanaan program yang baik.

2) Evaluasi Program Pemberantasan Penyakit.

Bagaimana keadaan sebelum dan sesudah dan sesudah program dilaksanakan sehingga dapat diukur keberhasilannya menggunakan data sueveilans epidemiologi.

3) Penanggulangan wabah Kejadian Luar Biasa.

Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Kesehatan wajib dilakukan oleh setiap instansi kesehatan Pemerintah, instansi Kesehatan Propinsi, instansi kesehatan kabupaten/kota dan lembaga masyarakat dan swasta baik secara fungsional atau struktural. Mekanisme kegiatan Surveilans epidemiologi Kesehatan merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis dan terus menerus. Surveilans beralasan untuk dilakukan jika dilatari oleh kondisi – kondisi berikut ( WHO, 2002 ) :

a. Beban Penyakit ( Burden of Disease ) tinggi, sehingga merupakan masalah penting kesehatan masyarakat. b. Terdapat tindakan masyarakat yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.

c. Data yang relevan mudah diperoleh.

(9)

Dengan system surveilans yang peka terhadap perubahan-perubahan pola penayakit di suatu daerah tertentu dapat mengantisipasi kecenderungan penyakit di suatu daerah.

2. Prinsip Surveilans Epidemiologi

a. Pengumpulan data Pencatatan insidensi terhadap population at risk.

Pencatatan insidensi berdasarkan laporan rumah sakit, puskesmas, dan sarana pelayanan kesehatan lain, laporan petugas surveilans di lapangan, laporan masyarakat, dan petugas kesehatan lain; Survei khusus; dan pencatatan jumlah populasi berisiko terhadap penyakit yang sedang diamati. Tehnik pengumpulan data dapat dilakukan dengan wawancara dan pemeriksaan. Tujuan pengumpulan data adalah menentukan kelompok high risk; Menentukan jenis dan karakteristik (penyebabnya); Menentukan reservoir; Transmisi; Pencatatan kejadian penyakit; dan KLB.

b. Pengelolaan data

Data yang diperoleh biasanya masih dalam bentuk data mentah (row data) yang masih perlu disusun sedemikian rupa sehingga mudah dianalisis. Data yang terkumpul dapat diolah dalam bentuk tabel, bentuk grafik maupun bentuk peta atau bentuk lainnya. Kompilasi data tersebut harus dapat memberikan keterangan yang berarti.

c. Analisis dan interpretasi data untuk keperluan kegiatan

Data yang telah disusun dan dikompilasi, selanjutnya dianalisis dan dilakukan interpretasi untuk memberikan arti dan memberikan kejelasan tentang situasi yang ada dalam masyarakat.

d. Penyebarluasan data dan keterangan termasuk umpan balik

Setelah analisis dan interpretasi data serta telah memiliki keterangan yang cukup jelas dan sudah disimpulkan dalam suatu kesimpulan, selanjutnya dapat disebarluaskan kepada semua pihak yang berkepentingan, agar informasi ini dapat dimanfaatkan sebagai mana mestinya.

e. Evaluasi

Hasil evaluasi terhadap data sistem surveilans selanjutnya dapat digunakan untuk perencanaan, penanggulangan khusus serta program pelaksanaannya, untuk kegiatan tindak lanjut (follow up), untuk melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan program dan pelaksanaan program, serta untuk kepentingan evaluasi maupun penilaian hasil kegiatan.

3. Hambatan yang terjadi dalam surveilans epidemiologi Ada beberapa hambatan surveillans epidemiologi, dintaranya: 1) Kerjasama lintas sektoral

Surveillens epidemiologi harus bekerjasama dengan berbagai sektor yang berkaitan dengan kesehatan, kerjasama tersebut membutuhkan partisipasi yang penuh untuk tecapainya pemecahan masalah kesehatan, kadang kala sektor yang lain mempunyai pertisipasi yang rendah dalam kerjasama lintas sektoral tersebut. 2) Partisipasi masyarkat rendah

Surveillens epidemiologi yang memang menangani masalah kesehatan masyrakat eharusnya benar-benar menggali informasi dari masyarakat dan penanganannyapun hasrus dengan masyarakat, sering dijumpai partsipasi masyarakat dalam pengambilan informasi dari petugas kesehatan berbelitbelit dan cenderung enutup-nutupi.

3) Sumber daya

Hambatan yang paling menonjol dari hasil penelitian ini adalah sumber daya manusia. Hambatan yang berhasil di identifikasi berdasarkan persepsi renponden adlah sebagai berikut ;

- Jumlah tenaga yang kurang untuk mengcover kegiatan PE - Banyaknya tugas rangkap.

- Sarana Komputer, biasanya komputer bergantian untuk menyelesaikan tugas lain. 4) Ilmu pengetahuan dan teknologi

(10)

Surveillans epidemiologi membutuhkan teknologi teknologi untuk mempercepat deteksi din, analisis penanggulangan dan penanggulangan masalah kesehaatan, kondisi di lapangan seringkali tenologi di laboratorium sering lambat sehingga mengganggu tahap deteksi dini dan penanganan kasus akan terlambat. 5) Kebijakan

Seringkali kebijakan dari pemerintah dirasa masih menghambat dalam pelaksanaan surveilans. Contohnya saja baru ditangani apabila memang sudah menjadi KLB. Birokrasi pemerintahan yang rumit sering menjadi kendala dalam melakukan surveilans. Kebijakan yang belum dipahami petugas juga menjadi kendala dalam pelaksanaan surveilans.

6) Dana

Kegiatan surveilans ini tidak membutuhkan dana yang sedikit juga. Sering kali permasalahan dana menjadi penghambat dalam melakukan surveilans.

7) Jarak dan Transportasi

Lokasi yang jauh dari perkotaan dan minimnya transportasi membuat kegiatan surveilans terhambat. Sering kali jarak membuat kegiatan surveilans berlangsung berhari-hari karena transportasi yang minim dan jarak yang jauh. Kondisi jalan juga mempengaruhi.

4. Surveilans Penyakit DHF/DBD.

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia. Penyakit ini mempunyai perjalanan penyakit yang cepat, mudah menyebar dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Prediksi kejadian demam berdarah dengue di suatu wilayah, selama ini dilakukan berdasarkan stratifikasi endemisitas, pola maksimal−minimal dan siklus 3−5 tahun sesuai dari data Surveilans epidemiologi. Cara prediksi ini terdapat kelemahan karena berubahnya data menjelang musim penularan DBD dan belum adanya data faktor risiko terkini, sehingga prediksi sering tidak tepat. Data faktor risiko DBD dapat digunakan untuk menentukan jenis intervensi, sehingga kejadian DBD dapat dicegah sesuai konsep kewaspadaan dini.

Data surveilans epidemiologi yang dihasilkan, sebagian masih diolah secara manual dan semi otomatis dengan penyajian masih terbatas dalam bentuk tabel dan grafik, sedangkan penyajian dalam bentuk peta belum dilakukan. Berdasarkan kenyataan tersebut, dikembangkan sistem surveilans epidemiologi DBD untuk kewaspadaan dini berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG).

Pada sistem ini, dilakukan pendataan faktor risiko DBD melalui Rapid Survey pada saat menjelang musim penularan untuk mendapatkan data terbaru untuk menentukan jenis intervensi. Dengan SIG, dapat dihasilkan peta faktor risiko, peta kasus dan peta kegiatan lain, dan dengan teknik overlayer dapat dilakukan perencanaan maupun evaluasi program pemberantasan DBD.

Dalam masalah penyakit DBD, surveilans penyakit mencakup empat aspek yaitu (1)surveilans kasus, (2) vektor (termasuk ekologinya), (3) peran serta masyarakat dan (4) tindakan pengendalian. Program surveilans epidemiologi DBD meliputi surveilans penyakit yang dilakukan dengan cara meminta laporan kasus dari rumah sakit dan sarana kesehatan serta surveilans vektor yang dilakukan dengan melakukan penelitian epidemiologi di daerah yang terjangkit DBD. Pelaksanaan surveilans epidemiologi vektor DBD untuk deteksi dini biasanya dilakukan penelitian di tempat-tempat umum; sarana air bersih; pemukiman dan lingkungan perumahan; dan limbah industri, RS serta kegiatan lain. Kegiatan di atas dilakukan oleh petugas kesehatan, juru pemantau jentik dan tim pemberantasan nyamuk di sekolah dan masyarakat. Sebagai indikator keberhasilan program tersebut adalah Angka Bebas Jentik (ABJ). Surveilans epidemiologi penyakit DBD memegang peranan penting dalam upaya memutus mata rantai penyakit DBD. Namun, pada kenyataanya belum berjalan dengan baik disebabkan karena faktor eksternal dan internal, misalnya petugas puskesmas tidak menjalankan tugas dengan sebagaimana mestinya dalam melakukan Pemantauan Jentik Berkala (PJB).

Berdasarkan surveilans epidemiologi DBD yang telah dilakukan peningkatan dan penyebaran jumlah kejadian penyakit DBD ada kaitannya dengan beberapa hal berikut:

(11)

1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi

2. Urbanisasi yang tidak terencana & tidak terkendali

3. Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis 4. Peningkatan sarana transportasi

System surveilans penyakit DBD adalah pengamatan penyakit DBD di Puskesmas meliputi kegiatan pencatatan , pengolahan dan penyajian data penderita DBD untuk pemantauan mingguan , laporan mingguan wabah,laporan bulanan program P2DBD, penentuan desa atau kelurahan rawan , mengetahui distribusi kasus DBD/ kasus tersangka DBD per RW/ dusun, menentukan musim penularan dan mengetahui kecenderungan penyakit. (ditjen P2M dan PLP.1992).

Kegiatan surveilans sangat dibutuhkan dalam menunjang aspek manajerial program penyakit DBD, dimana berperan dalam proses perencanaan, monitoring dan evaluasi dari program kesehatan yang ada.

Pengumpulan data merupakan tahap awal dari rangkaian kegiatan surveilans yang paling penting untuk proses selanjutnya. Dalam pengumpulan data surveilans dapat dilakukan melalui surveilans aktif dan pasif. Pengumpulan data tersebut harus mengumpulkan data-data dari bebagai sumber data. Sumber data dalam surveilans epidemologi merupakan sumber data/ subyek dari mana data dapat diperoleh yang digunakan untuk kegiatan surveilans epidemologi.

Macam-macam sumber data dalam surveilans epidemiologi (Kepmenkes RI No.1116/Menkes/SK/VIII/2003) : 1. Data kesakitan yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.

2. Data kematian yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan serta laporan kantor pemerintah dan masyarakat.

3. Data demografi yang dapat diperoleh dari unit statistik kependudukan dan masyarakat 4. Data geografi yang dapat diperoleh dari unit unit meteorologi dan geofisika

5. Data laboratorium yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat. 6. Data kondisi lingkungan

7. Laporan wabah

8. Laporan penyelidikan wabah/KLB

9. Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan 10. Studi epidemiology dan hasil penelitian lainnya

11. Data hewan dan vektor sumber penular penyakit yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.

12. Laporan kondisi pangan

Metode pengumpulan data penyelidikan wabah / KLB (Contoh Wabah DBD) :

1. Pengamatan / Observasi : mengamati dan mencatat fenomena social dan gejala fisik secara disengaja dan sistematik

Alat observasi : • check list • skala penilaian

• alat-alat mekanik / elektronik

Contoh : observasi mengenai keadaan tempat-tempat genangan air, tempat penampungan air, kebersihan lingkungan, timbunan sampah dan barang-barang bekas, dan lain-lain.

2. Wawancara / Interview : kegiatan tanya jawab guna memperoleh informasi secara lisan dari sasaran penelitian (responden) untuk memperoleh kesan langsung dari responden dan menilai kebenaran yang dikatakan responden Alat wawancara :

• alat catat • daftar pertanyaan • recording

(12)

Contoh : wawancara kepada kepala dinas setempat mengenai angka kejadian penyakit DBD, wawancara dengan tokoh masyarakat mengenai kondisi social budaya masyarakat, wawancara dengan penderita atau anggota keluarga penderita mengenai kebiasaan penderita sebelm terserang DBD, dan lain-lain.

3. Angket : cara pengumpulan data mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut kepentingan umum dengan mengedarkan suatu daftar pertanyaan berupa formulir-formulir.

Alat : • alat catat • daftar pertanyaan

Contoh : angket yang ditujukan kepada tiap kepala keluarga mengenai perilaku hidup bersih dan sehat yang diterapkan keluarga, angket yang ditujukan kepada penderita / anggota keluarga penderita mengenai kebiasaan penderita sebelum terserang DBD, dan lain-lain.

4. Dokumentasi: cara pengumpulan data dengan melihat/mengacu pada dokumentasi atau catatan masalah kesehatan serta data hasil penelitian.

Alat: • Alat catatan

• Pustaka atau referensi

Contoh: dokumen dari pusat pelayanan kesehatan tentang kejadian suatu masalah kesehatan yang terjadi diwilayahnya.

Analisis data yang biasa digunakan dalam surveilans DBD meliputi langkah langkah sebagai berikut: 1) Survey,

2) analisa system,

3) desain , mengimlementasikan model yang diinginkan pemakai 4) Implementasi , mempresentasikan hasil desain kedalam pemograman 5) Uji coba desain

6) Testing akhir

7) Deskripsi pengoprasian 8) Konversi database 9) Instalasi

Kendala yang dialami selama ini dalam analisis data adalah penyampaian informasi hasil PE oleh Puskesmas ke DKK. Kendala tersebut yaitu keterlambatan penyampaian hasil PE (lebih dari satu minggu). Tindak lanjut dari PE yang dilakukan oleh DKK , yaitu fogging atau pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Laporan kasus DBD seharusnya dilakukan dalam kurun waktu 1x 24 jam, namun pada kenyataannya lebih dari itu. alur pelaporan kasus DBD dimulai dari masyarakat dan dari petugas kesehatan / RS ataupun klinik lainnya kemudian dilanjutkan pelaporan ke puskesmas , dari puskesmas akan diteruskan laporannya ke Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota.

Berdasarkan survey kebutuhan dan analisis system terhadap system surveilans dan cara pencatatan dan pelaporan penyakit demam berdarah mulai dari masyarakat , Puskesmas dan kemudian ke Dinas Kesehatan maka sitem yang dikembangkan adalah suatu system informasi surveilans epidemiologi yang bersifat multi user dengan model modular. Adapun model tersebut mencakup modul pemasukan kasus, modul pemasukan pengamatan, modul masukan pengamatan jentik berkala, modul penyelidikan Epidemiologi (PE), modul pencatatan fogging, modul Pokja DBD, modul pemasukan data jumlah penduduk dan modul pelaporan.

Hasil pemasukan data dari modul modul diatas akan menghasilkan laporan laporan yaitu: angka bebas jentik(ABJ), proporsi penyakit DBD per jenis kelamin, proporsi penyakit DBD per golongan umur, laporan House indek, laporan incidency rate DBD, laporan case fatality rate, laporan pelaksanaan PSN, laporan hasil PE dan laporan pelaksanaan fogging.

(13)

LATAR BELAKANG

Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus melalui proses pengumpulan, pengolahan, serta diseminasi/penyebaran informasi kepada unit pengguna yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan (SK)

Penyelenggaraan P2 Surveilans harus sejalan dengan visi dan misi Puskesmas, dengan menyelenggarakan kegiatan yang berkaitan dengan pencegahan penyakit yang berpotensi mewabah/KLB. Dengan adanya KAK tersebut, Pengelolah P2 Surveilans akan mengetahui bagaimana kegiatan P2 Surveilans berjalan efisien dan efektif, terlebih penting adalah secara sistematis dapat mengetahui tahapan kegiatan P2 Surveilans dan mengetahui skala prioritas apa yang harus dilakukan

TUJUAN

KAK ini akan menjadi acuan kinerja penyelenggara P2 Surveilans Puskesmas

Malili dengan harapan pelaksanaan kegiatan program P2 Surveilans dapat dilaksanakan secara efisien serta dapat meningkatkan kinerja yang tinggi dan bersinergi dengan program-program lain. C. SASARANN Sasaran KAK :

TIM P2

Surveilans

Masyaraka

Dengan mengacu kepada KAK, seluruh kegiatan P2 Surveilans dapat

diselenggarakan secara efektif dan efisien oleh TIM penyelenggara P2 Surveilans Puskesmas Malili.

E. HASIL (OUT-COME) KUANTITATIF YANG DIHARAPKAN

(14)

diharapkan dapat meningkatkan kinerja yang tinggi, serta dapat terus bersinergi dengan program - program lain di Puskesmas Malili yang pada akhirnya dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dan mengurangi angka kesakitan penyakit menular yang berpotensial mewabah/KLB

LOKASI PELAKSANAAN PEKERJAAN Desa dalam lingkup kerja Puskesmas Malili. G. RENCANA RINCI PEKERJAAN

Secara rinci program kerja Surveilans Puskesmas Malili adalah sebagai berikut :

 Penyusunan KAK dan RAB

 Penyusunan jadwal kegiatan P2 Surveilans

 Pelaksanaan kegiatan P2 Surveilans

 Pencatatan dan pelaporan

 Penyelidikan Epidemiologi kasus penyakit yang berpotensial mewabah / KLB.

H. DURASI DAN WAKTU

 Durasi : 12 bulan selama tahun anggaran 2015

 Jadwal : diselenggarakan setiap minggu, bulan dan PE bila ada kasus selama

anggaran 2015

I. FAKTOR HAMBATAN PELAKSANAAN KEGIATAN

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK)

PROGRAM PEMBINAAN PENGELOLA UPAYA KESEHATAN

MASYARAKKAT PUSKESMAS ...

A. Pendahuluan

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/ atau

serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi

dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan

penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan

pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/ atau masyarakat.

Puskesmas mempunyai hubungan koordinatif, kooperatif dan

fungsional dengan sarana pelayanan kesehatan lain. Puskesmas

wajib berpartisipasi dalam penanggulangan bencana, wabah

penyakit, pelaporan penyakit menular dan penyakit lain yang

ditetapkan oleh tingkat nasional dan daerah serta dalam

melaksanakan program prioritas pemerintah. Lingkup upaya

kesehatan Puskesmas meliputi Upaya Kesehatan Masyarakat

(UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) yang saling

berkaitan.

Dalam merencanakan, melaksanakan, dan memonitoring

serta mengevaluasi program kegiatan, penanggungjawab Upaya

Kesehatan Masyarakat menjadi bagian terpenting keberhasilan

program kegiatan yang telah dijalankan. Sehingga pembinaan

kepada pengelola program yang ada dibawahnya menjadi sangat

penting, karena pengelola program yang langsung menangani

kegiatan dilapangan harus senantiasa dikontrol pola kerjanya agar

selalu sesuai dengan aturan-aturan yang melekat padanya

sebagai pengelola program.

B. Latar belakang

Program pembinaan dilaksanakan untuk memenuhi

kompetensi, evaluasi kesadaran dan keahlian untuk memenuhi

kualifikasi yang dipersyaratkan bagi pengelola UKM sehingga

(15)

dapat melaksanakan tugasnya dengan efektif dan efisien.

Kesadaran mencakup tentang mutu pelayanan kesehatan dan

keselamatan kerja.

Kesadaran adalah tingkat perilaku pengelola UKM didalam

memandang dan melaksanakan mutu layanan kesehatan.Materi

pembinaan diberikan sesuai tuntutan tugas dan pekerjaan.

Pengembangan kompetensi, kesadaran, dan pelaksanaan

pembinaan untuk tingkat pengelola program dikendalikan oleh

penanggungjawab UKM.Penanggungjawab UKM Puskesmas

bertanggungjawab terhadap pencapaian tujuan, pencapaian

kinerja, pelaksanaan, dan penggunaan sumber daya, melalui

komunikasi dan koordinasi yang efektif.

Penanggungjawab UKM Puskesmas mempunyai kewajiban

untuk memberikan arahan dan dukungan bagi pelaksana dalam

melaksanakan tugas dan tanggungjawab. Arahan dapat dilakukan

dalam bentuk pembinaan, pendampingan, pertemuan-pertemuan,

maupun konsultasi dalam pelaksanaankegiatan.

C. Tujuan umum dan tujuan khusus

a. Tujuan umum

Tercapainya tujuan, pencapaian kinerja, pelaksanaan, dan

penggunaan sumber daya UKM melalui komunikasi dan

koordinasi yang efektif antara penanggungjawab UKM

dengan pengelola program yang ada dibawahnya.

b. TujuanKhusus

Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam program orientasi

adalah :

a) Pengelola program dapat melaksanakan program kegiatan

yang telah ditetapkan dimasing-masing UKM sesuai

dengan tujuan dan pencapaian kinerja yang ditetapkan.

b) Penanggungjawab UKM bertanggungjawab atas

terlaksananya program kegiatan ditingkatan pengelola

program, sehingga penanggungjawab UKM melaksanakan

fungsinya sebagai penanggungjawab, pembina, serta

pengontrol bagi bawahannya.

c) Terjalinnya komunikasi yang efektif antara

penanggungjawab UKM dengan pengelola program.

D. Kegiatan

pokok

dan

rincian

kegiatan

Kegiatan pembinaan penanggungjawab UKM kepada pengelola

program meliputi:

a. Penanggungjawab UKM mengidentifikasi program pembinaan

bagi pengelola program yang ada dibawahnya,

program pembinaan bisa berupa pelatihan, pendampingan,

pertemuan-pertemuan, maupun konsultasi dalam pelaksanaan

kegiatan

(16)

b Untuk program pembinaan dalam bentuk pelatihan,

penanggungjawab UKM perlu mengevaluasi pemenuhan

persyaratan kompetensi bagi pengelola UKM di bawah

kendalinya berdasarkan standar persyaratan kompetensi bagi

pengelola program UKM yang telah ditetapkan oleh kepala

puskesmas

c. Setelah melakukan evaluasi pelatihan, Penanggungjawab UKM

Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan bagi pengelola UKM,

khususnya bagi yang belum memenuhi persyaratan.

d. Penanggungjawab UKM Mengajukan kebutuhan pelatihan,

termasuk usulan pelatihan tambahan kepada Kepala

Puskesmas.

e. Penanggungjawab UKM Menerima program pelatihan dari

Kepala Puskesmas.

f. Penanggungjawab UKM Menyeleksi dan menetapkan

pengelola UKM yang akan mengikuti pelatihan.

g. Penanggungjawab UKM melakukan pembinaan dan atau

pengarahan kepada pengelola program yang ada dibawahnya

dalam bentuk konsultasi, pengajuan pelatihan, lokakarya mini,

pertemuan lintas program, dan pengarahan pelaksanaan

kegiatan.

h. Pengelola program menindaklanjuti hasil pembinaan yang

diberikan kepada penanggungjawab UKM

i. Pengelola program melaporkan hasil tindaklanjut kepada

penanggungjawab UKM

j. Penangggungjawab UKM Melaporkan hasil pembinaan internal

kepada Kepala Puskesmas.

k. Penangggungjawab UKM Mengarsipkan data hasil pembinaan

internal di bidangnya.

E. Cara Melaksanakan Kegiatan

Cara melaksanakan program pembinaan UKM adalah

dengan pengajuan pelatihan bagi pengelola program yang belum

memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan oleh kepala

puskesmas, pendampingan, pertemuan-pertemuan, maupun

konsultasi dalam pelaksanaan kegiatan

F. Sasaran

Pengelola program dapat melaksanakan program kegiatan

sesuai dengan tujuan dan pencapaian kinerja yang telah

ditetapkan.

G. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan

Untuk pembinaan yang bersifat pelatihan, evaluasi

persyaratan kompetensi pengelola UKM ditinjau kembali

(17)

sekurang-kurangnya

3

tahunsekali. Evaluasi pemenuhan persyaratan

kompetensi

dilaksanakan setiap 1 tahun sekali (1 periode

pelayanan). Pembinaan dapat dilaksanakan secara Internal dan

Eksternal.

Sedangkan pembinaan yang bersifat pendampingan,

pertemuan-pertemuuan dan konsultasi kegiatan dilakukan

menyesuaikan dengan kondisi yang dibutuhkan.

H. Evaluasi pelaksanaan kegiatan

Program pembinaan dilakukan sesuai dengan kondisi yang

dibutuhkan, penanggungjawab UKM senantiasa harus memahami

kelebihan dan kekurangan tim pengelola program yang menjadi

tanggungjawabnya. Indikator keberhasilan pembinaan dapat

diukur dari ketercapaian kinerja pengelola program dalam

melaksanakan kegiatan.

I. Pencatatandan Pelaporan

Pencatatan perkembangan pelaksanaan program kegiatan

dilakukan oleh Penanggungjawab UKM sebagai indikasi

keberhasilan program pembinaan yang telah dilakukan.

Pencatatan dilakukan setiap akhir pelaksanaan program kegiatan

yang dilakukan oleh pengelola program. Pelaporan kepada kepala

puskesmas dilakukan sesuai dengan program koordinasi yang

telah ditentukan.

Dalam rangka mewujudkan keadaan sehat tersebut banyak cara yang harus

diupayakan. Salah satu diantaranya adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Jika

pelayanan kesehatan tidak tersedia, tidak tercapai, tidak terjangkau, tidak

berkesinambungan, tidak terpadu dan atau tidak bermutu akan sulit terwujud keadaan

sehat tersebut. Puskesmas sebagai salah satu pemberi pelayanan kesehatan dasar

memegang peranan yang penting dalam konsep ini untuk mewujudkan kesehatan

masyarakat dengan biaya yang terjangkau. Selain melaksanakan upaya kuratif berupa

pengobatan, puskesmas juga melaksanakan upaya promotif serta preventif atau

pencegahan terjadinya suatu penyakit dalam kelompok atau masyarakat.

Puskesmas Banguntapan II sebagai salah satu Puskesmas di Kabupaten Bantul dengan

tiada henti berusaha memegang peranan dalam meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat di wilayah kerjanya. Berbagai kiat telah dilaksanakan bukan hanya

meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut bertanggungjawab atas kesehatan

lingkungan serta perilaku hidup sehat secara mandiri tetapi meningkatkan kualitas

pelayanan puskesmas sehingga masyarakat mendapatkan pelayanan sesuai dengan

apa yang diharapkannya.

(18)

Berdasarkan hasil keluhan pelanggan, baik internal maupun eksternal, Pendaftaran

Pasien merupakan salah satu bagian yang banyak dikeluhkan oleh pelanggan. Oleh

karena itu, puskesmas melakukan upaya perbaikan mutu dengan melaksanakan

perubahan sistem di pendaftaran. Dengan adanya perubahan sistem, akan dilihat

seberapa layaknya, dan seberapa tepatnya untuk meminimalisir keluhan yang ada

dengan mengukur tingkat kepuasan pelanggan berdasarkan Dimensi Pelayanan di

Bagian Pendaftraan Pasien Puskesmas Banguntapan II.

Survey ini dilakukan pada bulan April 2016, dengan jumlah responden sebanyak 35

responden (pasien) yang datang ke Puskesmas Banguntapan II. Penilaian meliputi

aspek Dimensi Pelayanan di bagian Pendaftaran Pasien Puskesmas Banguntapan II.

Hasil dari survey ini dilaporkan kepada Tim Manajemen Mutu yang selanjutnya akan

diteruskan kepada Kepala Puskesmas Banguntapan II. Sehingga melalui survey

kepuasan pelanggan ini, dapat diketahui persepsi pelanggan terhadap mutu pelayanan

berdasarkan dimensi pelayanan sehingga dapat diketahui dan dievaluasi serta

ditindaklanjuti sebagai upaya peningkatan mutu di bagian Pendaftaran Pasien

Puskesmas Banguntapan II.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner secara acak kepada

responden sejumlah 35 responden. Responden yang dimaksud disini adalah pasien baik

laki-laki maupun perempuan yang berkunjung ke Puskesmas Banguntapan II. Kuesioner

dibagikan di bagian pendaftaran pasien.

HASIL DAN PEMBAHASAN KUISIONER

Data hasil kuesioner di rekapitulasi berdasarkan identitas responden, meliputi nama,

jenis kelamamin, alamat, dan nomor telepfon. Sedangkan pengolahan data survey

dilakukan dengan menghitung berapa banyak pasien yang menjawab “Ya” dan “Tidak”

sesuai dengan jumlah kuisioner

Dari data responden yang di survey dapat diinformasikan bahwa responden dengan

jenis kelamin perempuan lebih banyak (60%) dari responden berjenis kelamin laki-laki

yang berjumlah (40%). Hal ini disebabkan oleh jumlah kunjungan pasien yang

didominasi oleh perempuan serta kemauan mengisi kuisioner laki-laki yang relatif lebih

rendah dibandingkan perempuan.

Dari tabel hasil Survey Kepuasan Pelanggan Berdasarkan pada Dimensi Mutu

Pelayanan Kesehatan yang dilakukan di bagian Pendaftaran Pasien, dihasilkan bahwa :

1.

Kompetensi Teknis

Kompetensi Teknis Petugas Pendaftaran yang dimaksud disini adalah kemampuan

petugas untuk melakukan kegiatan pendaftaran sesuai dengan prosedur yang ada. SOP

(19)

pendaftaran pasien merupakan pedoman bagi petugas untuk melakukan kegiatan

pendaftaran pasien, sedangkan bagan alur adalah tata cara melakukan proses

pendaftaran pasien baik dilihat dari pasien maupun petugas itu sendiri.

Dari 35 responden, terdapat 25 responden yang mengetahui bahwa di bagian

pendaftaran terdapat bagan alur pendaftaran pasien. Namun demikian, semua

responden yang mengetahui bagan alur tersebut tidak dapat membaca langkah-langkah

nya karena bagan terlalu kecil. Sedangkan 10 responden yang lain, tidak mengetahui

adanya bagan alur pendaftran tersebut. Hal ini dikarenakan bentuk dan ukuran bagan

tidak informatif.

Dari 35 responden, terdapat 30 responden yang mengetahui alur pendaftaran pasien,

dan 5 lainnya tidak mengetahui alur pendaftaran pasien. 30 responden tersebut

sebagian adalah pasien lama sehingga sudah mengetahui alur pendaftaran pasien,

sebagian yang lain karena melihat tata cara mendaftar dari pasien lainnya, yang lainnya

karena bertanya kepada pengunjung puskesmas maupun petugas yang ada. Tidak ada

infomasi yang jelas tentang tata cara mendaftar sehingga masih ada responden yang

mengetahui alur pendaftaran.

Dari 35 responden, dapat diinformasikan bahwa semua responden mengetahui bahwa

petugas pendaftaran sudah melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan alur

pendaftaran pasien.

2.

Akses Pelayanan

Akses Pelayanan di bagian pendaftaran yang dimaksud disini adalah bagaimana

pelanggan mengetahui informasi tempat pendaftaran pasien, baik melalui denah, leaflet,

maupun letak pendaftaran pasien itu sendiri.

Dari 35 responden, terdapat 34 responden yang mengetahui tempat pendaftaran pasien

karena letak tempat pendaftaran pasien berhadapan langsung dengan pintu masuk

puskesmas, namun ada 1 responden yang tidak mengetahui tempat pendaftaran pasien.

Hal ini dimungkinkan karena walaupaun secara fisik bentuk layout pendaftaran sudah

menunjukkan bahwa tempat tersebut merupakan tempat pendaftaran pasien tetapi tidak

terpampang tulisan “Pendaftaran Pasien” yang bisa dibaca setiap kali pengunjung

puskesmas datang, terutama bagi pasien baru.

Dari 35 responden, terdapat 33 responden yang mengatakan tempat pendaftaran pasien

mudah dijangkau, sedangkan 2 responden lain mengatakan bahwa tempat pendaftaran

pasien tidak mudah dijangkau. Hal ini kemungkinan dikarenakan pasien harus menulis

formulir pendaftaran, dan bagi pasien lansia maupun yang tidak bisa menulis akan

merasa kesulitan untuk mengakses pendaftaran pasien.

(20)

3.

Kesinambungan Pelayanan Kesehatan Dasar

Kesinambungan Pelayanan Kesehatan Dasar yang dimaksud adalah konsistensi

database yang ada di komputer sehingga riwayat pasien tetap berada dalam 1 rekam

medis.

Dari 35 responden, terdapat 11 responden yang merupakan pasienbaru, sedangkan 24

lainnya merupakan pasien lama. Namun semua responden mengatakan bahwa

petuugas pendaftaran telah melakukan identifikasi data pasien pada saat mendaftar

pasien. Dan hanya ada 1 responden yang tidak mengetahui bahwa identifikasi data

pasien dilakukan setiap kali mendaftar.

Hal ini menunjukkan adanya kesinambungan identitas pasien dengan berkas rekam

medis. Pasien akan diidentifikasi datanya guna untuk menemukan nomor rekam medis

yang akurat, sehingga berkas yang digunakan tidak salah, dan riwayat pasien akan tetap

berkesinambungan.

Meliputi pelayanan yang berkesinambungan, seperti imunisasi, kunjungan bayi, dan

rekam medis harus tercatat dengan lengkap dan berkesinambungan.

4.

Efektivitas Pelayanan Kesehatan Dasar

Efektivitas Pelayanan Kesehatan Dasar merupakan pencapaian tujuan dari kegiatan

pendaftaran. Sistem pendaftaran mengalami perubahan dikarenakan banyak nya pasien

yang komplain bahwa berkas rekam medis belum sampai ke pelayanan, padahal jika

ditelusur hal ini dikarenakan data identitas pasien tidak ditulis dengan lengkap sehingga

petugas kesulitan dalam mengidentifikasi data pasien.

Dari 35 responden, 34 responden mengatakan perubahan sistem pendaftaran yang baru

yaitu berkomunikasi langusng dengan petugas sangat efektif karena identifikasi data

lebih lengkap, akurat, dan jelas, dibandingkan dengan sistem pendaftaran pasien yang

lama. Pada sistem yang baru pasien dapat bertanya dan diidentifikasi banyak hal

sehingga cukup dengan sekali berkomunikasi diharapkan sudah menjawab pertanyaan

pasien. Pada sistem yang lama, pasien hanya menuliskan formulir, kemudian

menumpuk formulir dipendaftaran dan menunggu panggilan di ruang tunggu pelayanan.

Namun yang terjadi justru pasien akan dipanggil beberapa kali untuk memenuhi data

yang belum diisi lengkap, hal ini justru menghampat pelayanan. Tidak hanya itu, pasien

yang sudah lama menunggu di ruang tunggu pelayanan merasa sudah mendaftar tetapi

belum dipanggil sehingga pasien protes padahal proses pendaftaran pasien tersebut

baru dilaksanakan.

(21)

Banyak nya pasien yang merasa bahwa pendaftaran dengan sistem yang baru ini justru

lebih efeltif dibuktikan melalui turunnya jumlah komplainan pasien terkait berkas rekam

medis pasien yang belum sampai ke pelayanan.

5.

Efisiensi Pelayanan Kesehatan Dasar

Pelayanan yang terpusat pada intinya, dan tidak berbelit-belit merupakan pelayanan

yang efisien. Di bagian pendaftaran diharapkan, proses pendaftaran yang cepat dan

tepat serta tidak berbelit-belit.

Dari 35 responden, terdapat 31 responden yang mengerti dan memahami sistem

pendaftaran yang baru, 4 diantaranya tidak mengetahui perubahan sistemnya. Artinya,

31 responden mengetahui perubahan sistem lama ke sistem baru, dimana semua bisa

menilai apakah pelayanan di pendaftaran yang sekarang berbelit-belit atau tidak. Data

responden mengatakan bahwa 9 orang berpendapat bahwa pelayanan di bagaian

pendaftaran berbelit-belit, hal ini dikarenakan pasien harus menunggu petugas

memanggil nomr antrian di pendaftaran, dan melakukan identifikasi data yang memakan

banyak waktu dibandingkan sisitem lama dengan pasien hanya menulis, menumpuk,

dan langsung menunggu di ruang tunggu pelayanan.

Menulis formulir pasien merupakan kebijakan kepala puskesmas mulai dari tahun 2011.

Namun kebijakan tersebut tidak mewajibkan pasien yang menuliskan. Terdapat

kemudahan dalam pengisian formulir bagi lansia, pasien difable, maupun pasine yang

buta huruf.

Dari 35 responden, terdapat 18 responden yang mengetahui bahwa ada kemudahan

tersebut, sedangkan 17 responden tidak mengetahui adanya kemudahan itu, Hal ini

disebabkan oleh tidak ada nya infomasi tentang kemudahan tersebut sehingga paien

tidak mengetahui informasi nya.

6.

Kenyamanan Pelayanan

Kenyamanan Pelayanan berhubungan dengan pasien yang merasa nyaman dengan

kondisi yang ada di bagian pendaftaran pasien, misal : ruang tunggu bersih, ventilasi

dan cahaya cukup, sesuai antrian, dll

Dari 35 responden, dapat dihasilkan bahwa semua responden menyatakan bahwa

ruang tunggu pendaftaran pasien bersih, 34 diantaranya menyatakan bahwa tempat

pendaftaran juga bersih, rapi dan indah, hanya ada 1 responden yang berpendapat

bahwa ruang pendaftaran tidak bersih, rapi, dan indah. Hal ini disebabkan karena pada

saat melakukan pendaftaran, biasanya semua sarana dan prasarana memang tidak

pada tempatnya, mengingat bahwa petugas pendaftaran dituntut untuk melakukan

pelayanan yang cepat dan tepat. Tidak hanya itu, tidak adanya loker tas mengakibatkan

(22)

petugas meletakkan tas pada loker papan puskesmas yang menyebabkan menjadi

kurang rapi dan indah.

Ventilasi dan pencahayaan sudah cukup, terbukti dari 35 responden, ada 32 responden

yang menyatakan bahwa tempat pendaftaran mempunyai ventilasi dan pencahayaan

yang cukup. 3 sisanya menyatakan kurang terang mungkin disebabkan oleh pasien

tersebut datang dari luar puskesmas sehingga ketika masuk ruangan, terkesan

pencahayaannya kurang. Letak pendaftaran tepat didepan pintu masuk, sehingga

cahaya dari luar sebagian besar membantu pencahayaan di ruang pendaftaran,

ditambah 2 lampu yang ada di ruang tersebut.

Antri adalah salah satu perubahan sistem dibagian pendaftaran pasien. Dengan adanya

sistem antrian, pasien mengetahui kapan mereka akan dilayani, dan berapa lama waktu

mereka menunggu di pendaftaran. Hal ini mengurangi tingkat ketidakadilan dalam

pemberian pelayanan di bagian pendaftaran, Pasien dilayani sesuai dengan nomor

antrian yang ada. Dari 35 responden yang dilakukan survey, semua responden

menyatakan bahwa semua pasien dilayani sesuai dengan nomor antrian.

7.

Keamanan Pelayanan

Keamanan Pelayanan berhubungan dengan tingkat resiko yang dialami pasien di bagian

pendaftaran pasien, sehingga pasien merasa aman.

Resiko yang mungkin terjadi di bagian pendaftran pasien meliputi : salah nama, salah

nama KK, salah alamat, dan yang paling vatal adalah salah nomor rekam medis pasien.

Dari 35 responden, terdapat 34 responden yang mengetahui bahwa petugas

pendaftaran harus melakukan identifikasi data pasien, 1 responden menyatakan tidak

mengetahui akan hal tersebut. Sulit untuk dianalisa, mengapa responden tidak

mengetahui bahwa petugas melakukan identifikasi data. Kemungkinan yang terjadi

adalah pasien merupakan pasien lama dan rutin, database sudah ada dan lengkap,

sehingga petugas tidak melakukan identifikasi data. Namun hal ini sangat kecil sekali

karena setiap kali mendaftar, jika data tidak diidentifikasi maka petugas tidak akan dapat

melakukan pendaftaran pasien. Kemungkinan lain adalah pertanyaan survey yang sulit

untuk dipahami oleh pelanggan.

Dari 35 responden, 34 diantaranya mengetahui bahwa setiap kali mendaftar petugas

akan melakukan kroscek data, namun 1 responden menyatakan petugas tidak

melakukan kroscek data. Data responden ini sulit untuk dipahami, karena jika petugas

pendaftaran tidak melakukan kroscek data, petugas pendaftaran tidak akan bisa

melakukan pendafatran ke pelayanan mana yang dituju pasien.

(23)

Dari 35 responden, 34 diantaranya menyatakan bahwa petugas selalu memberitahukan

nomor antrian pasien tersebut dan mengarahkan pasien untuk menunggu di ruang

tunggu pelayanan. Namun, 1 responden mneyatakan bahwa petugas tidak

memberitahukan nomor antrian dan tidak mengarahkan pasien tersebut untuk

menunggu di ruang tunggu antrian. Data responden ini sama dengan responden yang

menyatakan bahwa petugas tidak melakukan kroscek data, dan tidak mengetahui bahwa

petugas selalu melakukan identifikasi data pasien setiap mendaftar. Hal yang sama, ada

kesulitan dalam menganalisa hal tersebut. Tetapi ada kemungkinan petugas pendaftaran

lupa atau pertanyaan survey yang kurang dapat dipahami responden.

8.

Hubungan Antar Manusia

Berhubungan dengan petugas. Muka berseri, ras simpatik dan ramah. Hubungan antar

manusia bisa dilakukan antar petugas, bisa dilakukan antara petugas dengan pasien.

Dari 35 responden, 34 diantaranya menyatakan bahwa petugas pendafatran ramah,

melakukan pelayanan dengan cepat dan tepat, selalu memberikan tanggapan terhadap

keluhan pasien. 1 responden yang tidak setuju dengan pernyataan tersebut.

Dilihat dari jam pelayanan di bagian pendaftaran yang dimulai jam 07.30, Ada 2 dari 35

responden yang menyatakan bahwa petugas pendaftaran tidak tepat waktu.

9.

Petunjuk yang Jelas

Berhubungan dengan papan petunjuk, atau denah, dan atau informasi yang tersedia.

Dari 35 responden yang di survey, 13 responden menyatakan bahwa mereka

mengetahui jam pelayanan di pendaftaran, 22 diantarannya tidak mengetahui karena

tidak ada informasi yang mudah dibaca oleh pasien di tempat pendaftaran pasien. Sama

hal nya dengan denah tempat pendaftaran. 13 responden dari 35, menyatakan bahwa

pernah melihat denah ruang pendaftaran pasien, namun pada saat ditinjau kembali

denah tersebut sudah tidak ada.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil survey kepauasan pelanggan berdasarkan dimensi mutu pelayanan

yang dilakukan, masih terdapat ketidakpuasan pelanggan terhadap mutu pelayanan

kesehatan di bagian pendaftaran pasien. Dapat disimpulkan bahwa 15,4 % dari dimensi

mutu pelayanan dinyatakan masih terdapat ketidakpuasan pelanggan, sedangkan 84,6

% dari dimensi mutu pelayanan yang disurvey dinyatakan puas dengan pelayanan

bagian pendaftaran pasien

SARAN

1. Membuat bagan alur pendaftaran pasien dengan sistem baru, dengan

format yang lebih besar sehingga pasien bisa membaca dengan jelas

(24)

2. Membuat papan petunjuk tempat pendafatarn yang digantung pada

langit-langit sehingga letak pendaftaran pasien nampak jelas dan

informatif

3. Membuatkan informasi yang mudah terbaca pasien tentang

kemudahan pengisian formulir bagi difable, lansia, buta huruf, dan

pasien lain yang tidak bisa mengisi formulir

4. Menempelkan jadwal pendaftaran pasien, berikut dengan jenis

pelayanan nya

5. Memasang denah ruang pendaftaran (kembali)

DENTIFIKASI KEBUTUHAN DAN HARAPAN MASYARAKAT

TERHADAP PROGRAM PUSKESMAS

I.

PENDAHULUAN

Puskesmas merupakan Pusat Kesehatan Masyarakat yang juga

membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan

secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya

dalam bentuk kegiatan pokok. Puskesmas mempunyai wewenang dan

tanggungjawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah

kerjanya.

Kegiatan-kegiatan dalam setiap program Puskesmas disusun oleh

Kepala Puskesmas dan penanggungjawab program tidak hanya mengacu

pedoman atau acuan yang sudah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan,

Dinas Kesehatan Provinsi, maupun Dinas Kesehatan Kota tapi juga perlu

memperhatikan kebutuhan dan harapan masyarakat terutama sasaran

program.

Kebutuhan dan harapan masyarakat maupun sasaran progran

dapat diidentifikasi melalui survey, kotak saran, maupun temu muka

dengan tokoh masyarakat. Komunikasi perlu dilakukan untuk

menyampaikan informasi tentang program kepada masyarakat, kelompok

masyarakat maupun individu yang menjadi sasaran program.

II.

LATAR BELAKANG

Kebutuhan masyarakat akan program kesehatan yang baik

cenderung mengalami perubahan seiring dengan perubahan pola hidup

dan kejadian penyakit. Seiring dengan perbaikan derajat kesehatan dan

lingkungan, telah terjadi pergeseran penyebab kesakitan terbesar di

banyak daerah dari penyakit infeksi menjadi penyakit degeneratif.

Perubahan permintaan tersebut memiliki dampak yang cukup besar

terhadap manajemen Puskesmas..

Puskesmas harus memiliki suatu mekanisme untuk memantau

permintaan masyarakat secara teratur karena perubahan permintaan

masyarakat akan berdampak terhadap pelayanan yang diberikan oleh

Puskesmas. Puskesmas harus tanggap terhadap perubahan lingkungan

yang cepat dan terbuka terhadap perubahan kebutuhan dan harapan

masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Perbedaaan penelitian ini dengan penelitian Achchuthan dan Kajananthan (2012) adalah variabel dependen yaitu kinerja perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan

Konstitusionalitas Bersyarat ( conditionally constitutional ) dalam putusan MK adalah putusan yang menyatakan bahwa suatu ketentuan UU tidak bertentangan dengan konstitusi dengan

[r]

Untuk perencanaan yaitu tentang menentukan target cakupan imunisasi, menetapkan jumlah sasaran bayi, menetapkan jadual melibatkan lintas program dan lintas sektor, dan

Meningkatkan kemampuan pemahaman, penalaran, dan disposisi matematik siswa SMA melalui pembelajaran generatif .Tesis pada Pascasarjana UPI, tidak dipublikasikan Yuniarti,

Untuk mengkaji kendala yang dihadapi siswa dalam pemanfaatan perpustakaan sekolah sebagai sumber belajar siswa kelas VII SMP Negeri 1 Susukanlebak..b.

Sehingga dapat dikatakan bahwa program bank sampah yang dilakukan oleh BLH Kota Yogyakarta sudah cukup berhasil dalam mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif