PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI
Penyelidikan Epidemiologi merupakan suatu kegiatan penyelidikan atau survey yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran terhadap masalah kesehatan atau penyakit secara lebih menyeluruh.
Tujuan dalam Penyelidikan Epidemiologi : Mendapatkan besaran masalah yang sesunguhnya, Mendapatkan gambaran klinis dari suatu penyakit, Mendapatkan gambaran kasus menurut variabel Epidemiology, Mendapatkan informasi tentang faktor risiko (lingkungan, vektor, perilaku, dll) dan etiologi, Dari ke empat tujuan di tersebut dapat dianalisis sehingga dapat memberikan suatu penanggulangan atau pencegahan dari penyakit itu.
Hal-hal yang penting untuk diketahui: Konsep terjadinya penyakit, Natural history of disease, Dinamika penularan atau mekanisme penularan, Aspek lingkungan, Aspek administratif dan manajerial, Informasi yang dibutuhkan dalam PE berbeda untuk setiap penyakit, Aktifitas / kegiatan PE secara spesifik berbeda untuk tiap penyakit.
Contoh Penyelidikan Epidemiologi. Penyakit Malaria
Malaria ditularkan secara eksklusif melalui gigitan nyamuk Anopheles. Intensitas penularan bergantung pada faktor-faktor yang berhubungan dengan parasit, vektor, tuan rumah manusia, dan lingkungan.
Sekitar 20 spesies Anopheles yang berbeda secara lokal penting di seluruh dunia. Semua gigitan spesies vektor penting di malam hari. Mereka berkembang biak di air tawar dangkal seperti genangan air, sawah, dll. Penyebaran penyakit lebih sering di tempat-tempat dimana nyamuk mempunyai panjang hidup relatif (sehingga parasit memiliki waktu untuk berkembang di dalam tubuh nyamuk) dan lebih memilih untuk menggigit manusia daripada hewan.
Kekebalan manusia merupakan faktor penting, terutama di kalangan orang dewasa di daerah kondisi penyebaran yang tinggi. Hal ini mengurangi risiko bahwa infeksi malaria akan menyebabkan penyakit yang parah.
Penularan juga tergantung pada kondisi iklim yang dapat mempengaruhi kelimpahan dan kelangsungan hidup nyamuk, seperti curah hujan, pola suhu dan kelembaban. Di banyak tempat, penyebaran penyakit bersifat musiman, dengan puncak selama dan sesudah musim hujan. Epidemi malaria dapat terjadi jika iklim dan kondisi tiba-tiba mendukung penyebaran di daerah-daerah dimana orang memiliki kekebalan sedikit atau tidak ada untuk malaria. Mereka juga dapat terjadi ketika orang-orang dengan kekebalan rendah pindah ke area dengan penyebaran malaria yang tinggi, misalnya untuk mencari pekerjaan, atau sebagai pengungsi. (Sumber: WHO)
Dari konsep terjadinya penyakit malaria dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kita dapat melakukan suatu kegiatan Penyelidikan Epidemiologi. Penyelidikan epidemiologi penyakit malaria dapat dilakukan dengan:
Menentukan apakah peristiwa itu suatu letusan/wabah atau bukan.
Apakah peristiwa itu termasuk Kejadian Luar Biasa (KLB) di daerah itu. Suatu wabah yang dianggap sebagai KLB dimana separoh daerah itu terkena Malaria. Dan membandingkan dengan insiden penyakit Malaria itu pada minggu/bulan/tahun sebelumnya.
Mengidentifikasi hubungan adanya letusan/wabah dengan faktor-faktor waktu, tempat dan orang. Kapan penderita mulai merasa sakit malaria (waktu), dimana mereka mendapat infeksi penyakit itu (tempat), siapa yang terkena (Gender, Umur, imunisasi, dll).
Pemeriksaan sampel darah penderita.
Bertujuan untuk mengetahui jenis plasmodium penyebab penyakit malaria, dilakukan dengan melakukan pengambilan darah terhadap masyarakat yang mengalami gejala klinis.
Wawancara dengan penderita
Bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyakit malaria, seperti status gizi sebelum terkena penyakit itu, apakah gizi tercukupi sehingga imunitas berpengaruh terhadap terjangkitnya penyakit.
Pemerikasaan Lingkungan sekitar
– Pemeriksaan nyamuk dewasa dan jentik nyamuk.
Kegiatan ini dilakukan di daerah tempat penderita tinggal. Bertujuan untuk mengetahui nyamuk apa yang hidup di lingkungan tersebut.
– Pemeriksaan habitat nyamuk.
Bertujuan untuk mencari tempat Anopheles sp. bertelur dan berkembang sampai menjadi dewasa.
Melakukan hipotesa (dugaan sementara) atas data yang didapatkan. Hipotesis itu dapat menerangkan pola penyakit malaria yang sesuai dengan sifat penyakit, sumber infeksi malaria, cara penularan serta faktor yang berperan.
Melakukan tindakan penanggulangan
Menentukan cara penanggulangan yang paling efektif untuk penyakit malaria. Melakukan surveilence terhadap penyakit malaria dan faktor lain yang berhubungan dengan malaria. Dan menentukan cara pencegahan penyakit malaria dimasa akan datang.
Penyakit Tuberkulosis Paru
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Infeksi primer terjadi setelah seseorang menghirup Myobacterium tuberculosis.
Pada sebagian besar kasus, respon imun tubuh dapat menghentikan multiplikasi kuman, sebagian kecil kuman dorman. Pada penderita dengan daya tahan tubuh buruk, respon imun tidak dapat menghentikan multiplikasi kuman sehingga host akan sakit beberapa bulan kemudian.
Keluhan yang dirasakan oleh pasien TB dapat bervariasi atau terkadang ditemukan banyak pasien dengan TB paru tanpa keluhan sama sekali. Keluhan yang biasa ditemukan pada pasien dengan TB paru adalah diantaranya demam, batuk dengan atau tanpa darah, sesak napas, nyeri dada, malaise. Gejala batuk pada pasien dengan TB banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama maka mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yaitu setelah setelah berminggu-minggu atau berbulan-bilan peradangan dimulai. Sifat batuk dapat dimulai dari batuk kering dan setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif yang menghasilkan sputum. Keadaan lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapatnya pembuluh darah yang pecah.
Dalam penularan infeksi Mycobacterium tuberculosis hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: 1. Reservour, sumber dan penularan
Manusia adalah reservoar paling umum, sekret saluran pernafasan dari orang dengan lesi aktif terbuka memindahkan infeksi langsung melalui droplet.
2. Masa inkubasi
Yaitu sejak masuknya sampai timbulnya lesi primer umumnya memerlukan waktu empat sampai enam minggu, interfal antara infeksi primer dengan reinfeksi bisa beberapa tahun.
3. Masa dapat menular
Selama yang bersangkutan mengeluarkan bacil Turbekel terutama yang dibatukkan atau dibersinkan. 4. Immunitas
Anak dibawah tiga tahun paling rentan, karena sejak lahir sampai satu bulan bayi diberi vaksinasi BCG yang meningkatkan tubuh terhadap TBC.
Dari konsep terjadinya penyakit TB paru dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kita dapat melakukan suatu kegiatan Penyelidikan Epidemiologi. Penyelidikan epidemiologi penyakit TB Paru dapat dilakukan dengan:
Menentukan apakah peristiwa itu suatu letusan/wabah atau bukan.
Apakah peristiwa itu termasuk Kejadian Luar Biasa (KLB) di daerah itu. Suatu wabah yang dianggap sebagai KLB dimana separoh daerah itu terkena TB Paru. Dan membandingkan dengan insiden penyakit TB paru itu pada minggu/bulan/tahun sebelumnya.
Mengidentifikasi hubungan adanya letusan/wabah dengan faktor-faktor waktu, tempat dan orang. Kapan penderita mulai merasa sakit TB paru (waktu), dimana mereka mendapat infeksi penyakit itu (tempat), siapa yang terkena (Gender, Umur, imunisasi, dll).
Pemeriksaan sampel darah dan dahak penderita
Pemeriksaan dengan mengambil sampel dan di uji di laboratorium. Kegiatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pasien positif menderita TB paru.
Wawancara dengan penderita
Bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyakit TB paru, seperti status gizi sebelum terkena penyakit itu, apakah gizi tercukupi sehingga imunitas berpengaruh terhadap terjangkitnya penyakit.
Wawancara dengan orang yang mempunyai pengalaman yang sama baik waktu/tempat terjadinya penyakit TB paru, tetapi mereka tidak sakit atau dapat terkontrol. Hal ini bertujuan untuk melakukan pencegahan seperti apa yang akan dilakukan.
Pemerikasaan Lingkungan sekitar
Pemeriksaan lingkungan dilakukan dengan tujuan agar bakteri penyebab TB paru tidak dapat tumbuh dan berkembang di lingkungan itu.
Melakukan hipotesa (dugaan sementara) atas data yang didapatkan. Hipotesis itu dapat menerangkan pola penyakit TB paru yang sesuai dengan sifat penyakit, sumber infeksi TB paru, cara penularan serta faktor yang berperan.
Melakukan tindakan penanggulangan
Menentukan cara penanggulangan yang paling efektif untuk penyakit TB paru. Melakukan surveilence terhadap penyakit TB paru dan faktor lain yang berhubungan dengan TB paru. Menentukan cara pencegahan penyakit TB paru dimasa akan datang.
Penyakit Campak
Campak adalah penyakit yang sangat menular yang dapat menginfeksi anak-anak pada usia dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja dan kadang kala orang dewasa. Campak endemis di masyarakat metropolitan dan mencapai proporsi untuk menjadi epidemi setiap 2-4 tahun ketika terdapat 30-40% anak yang rentan atau belum mendapat vaksinasi. Penyakit campak dapat terjadi dimana saja kecuali di daerah yang sangat terpencil.
Virus penyebab campak mengalami keadaan yang paling stabil pada kelembaban dibawah 40%. Udara yang kering menimbulkan efek yang positif pada virus dan meningkatkan penyebaran di rumah yang memiliki alat penghangat ruangan seperti pada musim dingin di daerah utara.
Kejadian kematian karena campak lebih tinggi pada kondisi malnutrisi, tetapi belum dapat dibedakan antara efek malnutrisi terhadap kegawatan penyakit campak dan efek yang ditimbulkan penyakit campak terhadap nutrisi yang dikarenakan penurunan selera makan dan kemampuan untuk mencerna makanan.
Epidemi campak dapat terjadi setiap 2 tahun di negara berkembang dengan cakupan vaksinasi yang rendah. Status imunitas populasi merupakan faktor penentu. Penyakit akan meledak jika terdapat akumulasi anak-anak yang suseptibel. Ketika penyakit ini masuk ke dalam komunitas tertutup yang belum pernah mengalami endemi, suatu epidemi akan terjadi dengan cepat dan angka serangan mendekati 100%. Pada tempat
dimana jarang terjangkit penyakit, angka kematian bisa setinggi 25%. (Sumber:repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20116/4/Chapter%20II.pdf)
Dari konsep penyakit campak dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, kita dapat melakukan suatu kegiatan Penyelidikan Epidemiologi. Penyelidikan epidemiologi penyakit campak dapat dilakukan dengan:
Menentukan apakah peristiwa itu suatu letusan/wabah atau bukan.
Apakah peristiwa itu termasuk Kejadian Luar Biasa (KLB) di daerah itu. Suatu wabah yang dianggap sebagai KLB dimana separoh daerah itu terkena campak. Dan membandingkan dengan insiden penyakit campak itu pada minggu/bulan/tahun sebelumnya.
Mengidentifikasi hubungan adanya letusan/wabah dengan faktor-faktor waktu, tempat dan orang. Kapan penderita mulai merasa gejala-gejala sakit campak (waktu), dimana mereka mendapat infeksi penyakit itu (tempat), siapa yang terkena (Gender, Umur, imunisasi, dll).
Pemeriksaan sampel darah penderita
Pemeriksaan dengan mengambil sampel dan di uji di laboratorium. Kegiatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa pasien positif menderita campak.
Wawancara dengan penderita
Bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan terjadinya penyakit campak, seperti status gizi sebelum terkena penyakit itu, apakah gizi tercukupi sehingga imunitas berpengaruh terhadap terjangkitnya penyakit dan status vaksin, apakah sudah mendapatkan vaksin apa belum. Dengan siapa penderita sebelum terjangkit penyakit campak melakukan kontak langsung dengan penderita campak yang lain.
Wawancara dengan orang yang mempunyai pengalaman yang sama baik waktu/tempat terjadinya penyakit campak, tetapi mereka tidak sakit atau dapat terkontrol atau mempunyai imunitas yang tinggi. Hal ini bertujuan untuk melakukan pencegahan seperti apa yang akan dilakukan.
Pemeriksaan lingkungan sekitar
Bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi lingkungan sekitar yang dapat mengakibatkan berkembangnya virus penyebab penyakit campak. Seperti pemeriksaan suhu dan kelembaban lingkungan.
Melakukan hipotesa (dugaan sementara) atas data yang didapatkan. Hipotesis itu dapat menerangkan pola penyakit campak yang sesuai dengan sifat penyakit, sumber infeksi campak, cara penularan serta faktor yang berperan.
Melakukan tindakan penanggulangan
Menentukan cara penanggulangan yang paling efektif untuk penyakit campak. Melakukan surveilence terhadap penyakit campak dan faktor lain yang berhubungan dengan campak. Dan menentukan cara pencegahan penyakit campak dimasa akan datang.
PENGERTIAN SCREENING DALAM EPIDEMIOLOGI
Penyaringan atau screening adalah upaya mendeteksi/mencari penderita dengan penyakit tertentu
dalam masyarakat dengan melaksanakan pemisahan berdasarkan gejala yang ada atau pemeriksaan laboratorium untuk memisahkan yang sehat dan yang kemungkinan sakit, selanjutnya diproses melalui diagnosis dan pengobatan.
Contoh Screening :
1. Mammografi untuk mendeteksi Ca Mammae
2. Pap smear untuk mendeteksi Ca Cervix
4. Pemeriksaan reduksi untuk mendeteksi deabetes mellitus
5. Pemeriksaan urine untuk mendeteksi kehamilan
6. Pemeriksaan EKG untuk mendeteksi Penyakit Jantung Koroner
Tujuan Screening Dalam Epidemiologi.
Tujuan screening adalah untuk :
1. Deteksidinipenyakittanpagejalaataudengangejalatidakkhasterhadap orang- orang yang tampaksehat,
tetapimungkinmenderitapenyakit, yaitu orang yang mempunyairesikotinggiterkenapenyakit (Population at risk).
2. Dengan ditemukan penderita tanpa gejala dapat dilakukan pengobatan secara tuntas sehingga tidak
membahayakan dirinya atau lingkungan dan tidak menjadi sumber penularan penyakit.
Proses uji tapi terdiri dari dua tahap :
1. Melakukan pemeriksaan terhadap kelompok penduduk yang dianggap mempunyai resiko tinggi menderita penyakit dan bila hasil test negative maka dianggap orang tersebut tidak menderita penyakit.
Bila hasil test positif maka dilakukan test/pemeriksaan diagnostik. Test skrening dapat dilakukan dengan
menggunakan : 1. Pertanyaan / kuisioner 2. pemeriksaan fisik
3. pemeriksaan laboratorium
4. X Ray termasuk diagnostik imaging
Jenis penyakit yang tepat untuk screening
Merupakan penyakit yang serius
Pengobatan sebelum gejala muncul harus lebih untung dibandingkan setelah gejala muncul
Prevalensi penyakit preklinik harus tinggi pada populasi yang discreening.
KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DAN WABAH
Kejadian luar biasa (KLB) masih sering terjadi di Indonesia. KLB ini mempunyai makna social dan politik tersendiri oleh karena peristiwanya yang demikian mendadak, mengenai banyak orang dan dapat menimbulkan banyak kematian.
Pengertian kejadian luar biasa (KLB) adalh timbulnya atau meningkatnya kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologi dalam kurun waktu dan daerah tertentu.
Batasan KLB meliputi arti yang luas, yang dapat diuraikan sebagai berikut : Meliputi semua kejadian penyakit, dapat suatu penyakit infeksi akut kronis ataupun penyakit non infeksi.
Tidak ada batasan yang dapat dipakai secara umum untuk menentukan jumlah penderita yang dapat dikatakan sebagai KLB. Hal ini selain karena jumlah kasus sangat tergantung dari jenis dan agen penyebabnya, juga karena keadaan penyakit akan bervariasi menurut tempat (tempat tinggal, pekerjaan) dan waktu (yang berhubungan dengan keadaan iklim) dan pengalaman keadaan penyakit tersebut sebelumnya.
Tidak ada batasan yang spesifik mengenai luas daerah yang dapat dipakai untuk menentukan KLB, apakah dusun desa, kecamatan, kabupaten atau meluas satu propinsi dan Negara. Luasnya daerah sangat tergantung dari cara penularan penyakit tersebut.
Waktu yang digunakan untuk menentukan KLB juga bervariasi. KLB dapat terjadi dalam beberapa jam, beberapa hari atau minggu atau beberapa bulan maupun tahun.
Undang-Undang Wabah , 1969:
Wabah : adalah peningkatan kejadian kesakitan/kematian,yang meluas secara cepat baik dalam jumlah kasus maupun luas daerah penyakit, dan dapat menimbulkan malapetaka.
Kejadian Luar Biasa (KLB) : adalah timbulnya suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau meningkatnya suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis padasuatu kelompok penduduk dalam kurun waktu tertentu (Undang-undang Wabah, 1969).
Peraturan Menteri Kesehatan RI No . 949/ MENKES/SK/VII/2004.
Kejadian Luar Biasa (KLB) : timbulnya atau meningkatnya kejadianKesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
A. Kriteria kerja KLB
Suatu kejadian penyakit atau keracunan dpt dikatakan KLB apabila memenuhi kriteria sbb: 1. Timbulnya suatu penyakit/kesakitan yang sebelumnya tidak ada/tdk diketahui.
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam,hari,minggu…….).
3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali atau lebih dibandingkan periode sebelumnya (jam,hari,minggu,bulan,tahun).
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila dibandingkan dgn angka rata2 per bulan dlm tahun sebelumnya.
5. Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dgn angka rata2 perbulan dalam tahun sebelumnya.
6. Case fatality rate dari suatu penyakit dalam kurun waktu tertentu menunjukkan 50% atau lebih dibandingkan CFR dari periode sebelumnya.
7. Proporsional rate (PR) penderita baru dari periode tertentu menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih dibandingkan periode yg sama dlm kurun waktu/tahun sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus :kholera,DHF/DSS,SARS,avian flu,tetanus neonatorum.
9. Beberapa penyakit yg dialami 1 (satu) atau lebih penderita : keracunan makanan dan keracunan pestisida. B. PENYAKIT TERTENTU YG MENIMBULKAN WABAH
Berdasarkan Permenkes RI No.560/Menkes/Per/VIII/1989 Bab II pasal 2 penyakit tertentu yg menimbulkn wabah : a. Kholera b. Pertusis c. Pes d. Rabies e. Demam f. Malaria g. Influenza h. Tifus i. Hepatitis j. DBD k. Tifus l. Campak m. Meningitis n. Polio o. Ensefalitis p. Difteri q. Antraks
C. PROSEDUR PENANGGULANGAN KLB/WABAH 1. Masa pra KLB
Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan Sistem Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu melakukakukan langkah-langkh lainnya :
1. Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan logistik. 2. Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.
3. Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat 4. Memperbaiki kerja laboratorium
5. Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain Tim Gerak Cepat (TGC) :
Sekelompok tenaga kesehatan yang bertugas menyelesaikan pengamatan dan penanggulangan wabah di lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data penyelidikan epideomologis. Tugas /kegiatan : Pengamatan :
Pencarian penderita lain yang tidak datang berobat.
Pengambilan usap dubur terhadap orang yang dicurigai terutama anggota keluarga Pengambilan contoh air sumur, sungai, air pabrik dll yang diduga tercemari dan sebagai sumber penularan.
Pelacakan kasus untuk mencari asal usul penularan dan mengantisipasi penyebarannya Pencegahan dehidrasi dengan pemberian oralit bagi setiap penderita yang ditemukan di lapangan. Penyuluhan baik perorang maupun keluarga
Membuat laporan tentang kejadian wabah dan cara penanggulangan secara lengkap. 2. Pembentukan Pusat Rehidrasi
Untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan dan pengobatan. Tugas pusat rehidrasi :
Merawat dan memberikan pengobatan penderita diare yang berkunjung.
Melakukan pencatatan nama , umur, alamat lengkap, masa inkubasi, gejala diagnosa dsb. Memberikan data penderita ke Petugas TGC
Mengatur logistik
Mengambil usap dubur penderita sebelum diterapi. Penyuluhan bagi penderita dan keluarga
Menjaga pusat rehidrasi tidak menjadi sumber penularan (lisolisasi).
Membuat laporan harian, mingguan penderita diare yang dirawat.(yang diinfus, tdk diinfus, rawat jalan, obat yang digunakan dsb.
D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA WABAH 1. Herd Immunity yang rendah
Yang mempengaruhi rendahnya faktor itu, sebagian masyarakat sudah tidak kebal lagi, atau antara yang kebal dan tidak mengelompok tersendiri.
2. Patogenesiti
Kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada pejamu sehingga timbul sakit. 3. Lingkungan Yang Buruk
Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organisme tetapi mempengaruhi kehidupan ataupun perkembangan organisme tersebut.
SURVEILANS EPIDEMIOLOGI 1. Definisi dari Surveilans Epidemiologi
Surveilans adalah upaya/ sistem/ mekanisme yang dilakukan secara terus menerus dari suatu kegiatan pengumpulan, analisi, interpretasi,dari suatu data spesifik yang digunakan untuk perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program ( Manajemen program kesehatan)
Pertama, surveilans dapat diartikan sebagai pengawasan secara terus-menerus terhadap faktor penyebab kejadian dan sebaran penyakit, dan yang berkaitan dengan keadaan sehat atau sakit. Surveilans ini meliputi pengumpulan, analisis, penafsiran, dan penyebaran data yang terkait, dan dianggap sangat berguna untuk penanggulangan dan pencegahan secara efektif. Definisi yang demikian luas itu mirip dengan surveilans pada sistem informasi kesehatan rutin, dan karena itu keduanya dapat dianggap berperan bersama-sama.
Kedua yaitu menyangkut sistem pelaporan khusus yang diadakan untuk menanggulangi masalah kesehatan utama atau penyakit, misalnya penyebaran penyakit menahun suatu bencana alam. Sistem surveilans ini sering dikelola dalam jangka waktu yang terbatas dan terintegrasi secara erat dengan pengelolaan program intervensi kesehatan. Bila informasi tentang insidens sangat dibutuhkan dengan segera, sedangkan sistem informasi rutin tidak dapat diandalkan maka sistem ini dapat digunakan. (Vaughan, 1993).
a. Menurut WHO :
Surveilans adalah : Pengumpulan, pengolahan, analisis data kesehatan secara sistematis dan terus menerus, serta desiminasi informasi tepat waktu kepada pihak – pihak yang perlu mengetahui sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.(Last, 2001 dalam Bhisma Murti, 2003 )
b. Menurut Centers for Disease Control ( CDC ), 1996.
Surveilans adalah : Pengumpulan, analisis dan interpretasi data kesehatan secara sistematis dan terus menerus, yang diperlukan untuk perencanaan, implementasi dan evaluasi upaya kesehatan masyarakat, dipadukan dengan desiminasi data secara tepat waktu kepada pihak – pihak yang perlu mengetahuinya.
Defenisi Surveilans epidemiologi adalah pengumpulan dan pengamatan secara sistematik berkesinambungan, analisa dan interprestasi data kesehatan dalam proses menjelaskan dan memonitoring kesehatan dengan kata lain surveilans epidemiologi merupakan kegiatan pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek kejadian penyakit dan kematian akibat penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan. (Noor,1997). Surveilans epidemiologi adalah pengamatan yang terus menerus atas distribusi, dan kecenderungan suatu penyakit melalui pengumpulan data yang sistematis agar dapat ditentukan penanggulangannya yang secepat-cepatnya (Gunawan, 2000).
Surveilans Epidemiologi adalah pengumpulan dan analisa data epidemiologi yang akan digunakan sebagai dasar dari kegiatan-kegiatan dalam bidang pencegahan dan penanggulangan penyakit yang meliputi kegiatan :
1) Perencanaan Program Pemberantasan Penyakit.
Mengenal Epidemiologi Penyakit berarti mengenal apa yang kita hadapi dan mengenal perencanaan program yang baik.
2) Evaluasi Program Pemberantasan Penyakit.
Bagaimana keadaan sebelum dan sesudah dan sesudah program dilaksanakan sehingga dapat diukur keberhasilannya menggunakan data sueveilans epidemiologi.
3) Penanggulangan wabah Kejadian Luar Biasa.
Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Kesehatan wajib dilakukan oleh setiap instansi kesehatan Pemerintah, instansi Kesehatan Propinsi, instansi kesehatan kabupaten/kota dan lembaga masyarakat dan swasta baik secara fungsional atau struktural. Mekanisme kegiatan Surveilans epidemiologi Kesehatan merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis dan terus menerus. Surveilans beralasan untuk dilakukan jika dilatari oleh kondisi – kondisi berikut ( WHO, 2002 ) :
a. Beban Penyakit ( Burden of Disease ) tinggi, sehingga merupakan masalah penting kesehatan masyarakat. b. Terdapat tindakan masyarakat yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.
c. Data yang relevan mudah diperoleh.
Dengan system surveilans yang peka terhadap perubahan-perubahan pola penayakit di suatu daerah tertentu dapat mengantisipasi kecenderungan penyakit di suatu daerah.
2. Prinsip Surveilans Epidemiologi
a. Pengumpulan data Pencatatan insidensi terhadap population at risk.
Pencatatan insidensi berdasarkan laporan rumah sakit, puskesmas, dan sarana pelayanan kesehatan lain, laporan petugas surveilans di lapangan, laporan masyarakat, dan petugas kesehatan lain; Survei khusus; dan pencatatan jumlah populasi berisiko terhadap penyakit yang sedang diamati. Tehnik pengumpulan data dapat dilakukan dengan wawancara dan pemeriksaan. Tujuan pengumpulan data adalah menentukan kelompok high risk; Menentukan jenis dan karakteristik (penyebabnya); Menentukan reservoir; Transmisi; Pencatatan kejadian penyakit; dan KLB.
b. Pengelolaan data
Data yang diperoleh biasanya masih dalam bentuk data mentah (row data) yang masih perlu disusun sedemikian rupa sehingga mudah dianalisis. Data yang terkumpul dapat diolah dalam bentuk tabel, bentuk grafik maupun bentuk peta atau bentuk lainnya. Kompilasi data tersebut harus dapat memberikan keterangan yang berarti.
c. Analisis dan interpretasi data untuk keperluan kegiatan
Data yang telah disusun dan dikompilasi, selanjutnya dianalisis dan dilakukan interpretasi untuk memberikan arti dan memberikan kejelasan tentang situasi yang ada dalam masyarakat.
d. Penyebarluasan data dan keterangan termasuk umpan balik
Setelah analisis dan interpretasi data serta telah memiliki keterangan yang cukup jelas dan sudah disimpulkan dalam suatu kesimpulan, selanjutnya dapat disebarluaskan kepada semua pihak yang berkepentingan, agar informasi ini dapat dimanfaatkan sebagai mana mestinya.
e. Evaluasi
Hasil evaluasi terhadap data sistem surveilans selanjutnya dapat digunakan untuk perencanaan, penanggulangan khusus serta program pelaksanaannya, untuk kegiatan tindak lanjut (follow up), untuk melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan program dan pelaksanaan program, serta untuk kepentingan evaluasi maupun penilaian hasil kegiatan.
3. Hambatan yang terjadi dalam surveilans epidemiologi Ada beberapa hambatan surveillans epidemiologi, dintaranya: 1) Kerjasama lintas sektoral
Surveillens epidemiologi harus bekerjasama dengan berbagai sektor yang berkaitan dengan kesehatan, kerjasama tersebut membutuhkan partisipasi yang penuh untuk tecapainya pemecahan masalah kesehatan, kadang kala sektor yang lain mempunyai pertisipasi yang rendah dalam kerjasama lintas sektoral tersebut. 2) Partisipasi masyarkat rendah
Surveillens epidemiologi yang memang menangani masalah kesehatan masyrakat eharusnya benar-benar menggali informasi dari masyarakat dan penanganannyapun hasrus dengan masyarakat, sering dijumpai partsipasi masyarakat dalam pengambilan informasi dari petugas kesehatan berbelitbelit dan cenderung enutup-nutupi.
3) Sumber daya
Hambatan yang paling menonjol dari hasil penelitian ini adalah sumber daya manusia. Hambatan yang berhasil di identifikasi berdasarkan persepsi renponden adlah sebagai berikut ;
- Jumlah tenaga yang kurang untuk mengcover kegiatan PE - Banyaknya tugas rangkap.
- Sarana Komputer, biasanya komputer bergantian untuk menyelesaikan tugas lain. 4) Ilmu pengetahuan dan teknologi
Surveillans epidemiologi membutuhkan teknologi teknologi untuk mempercepat deteksi din, analisis penanggulangan dan penanggulangan masalah kesehaatan, kondisi di lapangan seringkali tenologi di laboratorium sering lambat sehingga mengganggu tahap deteksi dini dan penanganan kasus akan terlambat. 5) Kebijakan
Seringkali kebijakan dari pemerintah dirasa masih menghambat dalam pelaksanaan surveilans. Contohnya saja baru ditangani apabila memang sudah menjadi KLB. Birokrasi pemerintahan yang rumit sering menjadi kendala dalam melakukan surveilans. Kebijakan yang belum dipahami petugas juga menjadi kendala dalam pelaksanaan surveilans.
6) Dana
Kegiatan surveilans ini tidak membutuhkan dana yang sedikit juga. Sering kali permasalahan dana menjadi penghambat dalam melakukan surveilans.
7) Jarak dan Transportasi
Lokasi yang jauh dari perkotaan dan minimnya transportasi membuat kegiatan surveilans terhambat. Sering kali jarak membuat kegiatan surveilans berlangsung berhari-hari karena transportasi yang minim dan jarak yang jauh. Kondisi jalan juga mempengaruhi.
4. Surveilans Penyakit DHF/DBD.
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sering menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia. Penyakit ini mempunyai perjalanan penyakit yang cepat, mudah menyebar dan dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Prediksi kejadian demam berdarah dengue di suatu wilayah, selama ini dilakukan berdasarkan stratifikasi endemisitas, pola maksimal−minimal dan siklus 3−5 tahun sesuai dari data Surveilans epidemiologi. Cara prediksi ini terdapat kelemahan karena berubahnya data menjelang musim penularan DBD dan belum adanya data faktor risiko terkini, sehingga prediksi sering tidak tepat. Data faktor risiko DBD dapat digunakan untuk menentukan jenis intervensi, sehingga kejadian DBD dapat dicegah sesuai konsep kewaspadaan dini.
Data surveilans epidemiologi yang dihasilkan, sebagian masih diolah secara manual dan semi otomatis dengan penyajian masih terbatas dalam bentuk tabel dan grafik, sedangkan penyajian dalam bentuk peta belum dilakukan. Berdasarkan kenyataan tersebut, dikembangkan sistem surveilans epidemiologi DBD untuk kewaspadaan dini berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG).
Pada sistem ini, dilakukan pendataan faktor risiko DBD melalui Rapid Survey pada saat menjelang musim penularan untuk mendapatkan data terbaru untuk menentukan jenis intervensi. Dengan SIG, dapat dihasilkan peta faktor risiko, peta kasus dan peta kegiatan lain, dan dengan teknik overlayer dapat dilakukan perencanaan maupun evaluasi program pemberantasan DBD.
Dalam masalah penyakit DBD, surveilans penyakit mencakup empat aspek yaitu (1)surveilans kasus, (2) vektor (termasuk ekologinya), (3) peran serta masyarakat dan (4) tindakan pengendalian. Program surveilans epidemiologi DBD meliputi surveilans penyakit yang dilakukan dengan cara meminta laporan kasus dari rumah sakit dan sarana kesehatan serta surveilans vektor yang dilakukan dengan melakukan penelitian epidemiologi di daerah yang terjangkit DBD. Pelaksanaan surveilans epidemiologi vektor DBD untuk deteksi dini biasanya dilakukan penelitian di tempat-tempat umum; sarana air bersih; pemukiman dan lingkungan perumahan; dan limbah industri, RS serta kegiatan lain. Kegiatan di atas dilakukan oleh petugas kesehatan, juru pemantau jentik dan tim pemberantasan nyamuk di sekolah dan masyarakat. Sebagai indikator keberhasilan program tersebut adalah Angka Bebas Jentik (ABJ). Surveilans epidemiologi penyakit DBD memegang peranan penting dalam upaya memutus mata rantai penyakit DBD. Namun, pada kenyataanya belum berjalan dengan baik disebabkan karena faktor eksternal dan internal, misalnya petugas puskesmas tidak menjalankan tugas dengan sebagaimana mestinya dalam melakukan Pemantauan Jentik Berkala (PJB).
Berdasarkan surveilans epidemiologi DBD yang telah dilakukan peningkatan dan penyebaran jumlah kejadian penyakit DBD ada kaitannya dengan beberapa hal berikut:
1. Pertumbuhan penduduk yang tinggi
2. Urbanisasi yang tidak terencana & tidak terkendali
3. Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis 4. Peningkatan sarana transportasi
System surveilans penyakit DBD adalah pengamatan penyakit DBD di Puskesmas meliputi kegiatan pencatatan , pengolahan dan penyajian data penderita DBD untuk pemantauan mingguan , laporan mingguan wabah,laporan bulanan program P2DBD, penentuan desa atau kelurahan rawan , mengetahui distribusi kasus DBD/ kasus tersangka DBD per RW/ dusun, menentukan musim penularan dan mengetahui kecenderungan penyakit. (ditjen P2M dan PLP.1992).
Kegiatan surveilans sangat dibutuhkan dalam menunjang aspek manajerial program penyakit DBD, dimana berperan dalam proses perencanaan, monitoring dan evaluasi dari program kesehatan yang ada.
Pengumpulan data merupakan tahap awal dari rangkaian kegiatan surveilans yang paling penting untuk proses selanjutnya. Dalam pengumpulan data surveilans dapat dilakukan melalui surveilans aktif dan pasif. Pengumpulan data tersebut harus mengumpulkan data-data dari bebagai sumber data. Sumber data dalam surveilans epidemologi merupakan sumber data/ subyek dari mana data dapat diperoleh yang digunakan untuk kegiatan surveilans epidemologi.
Macam-macam sumber data dalam surveilans epidemiologi (Kepmenkes RI No.1116/Menkes/SK/VIII/2003) : 1. Data kesakitan yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.
2. Data kematian yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan serta laporan kantor pemerintah dan masyarakat.
3. Data demografi yang dapat diperoleh dari unit statistik kependudukan dan masyarakat 4. Data geografi yang dapat diperoleh dari unit unit meteorologi dan geofisika
5. Data laboratorium yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat. 6. Data kondisi lingkungan
7. Laporan wabah
8. Laporan penyelidikan wabah/KLB
9. Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan 10. Studi epidemiology dan hasil penelitian lainnya
11. Data hewan dan vektor sumber penular penyakit yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.
12. Laporan kondisi pangan
Metode pengumpulan data penyelidikan wabah / KLB (Contoh Wabah DBD) :
1. Pengamatan / Observasi : mengamati dan mencatat fenomena social dan gejala fisik secara disengaja dan sistematik
Alat observasi : • check list • skala penilaian
• alat-alat mekanik / elektronik
Contoh : observasi mengenai keadaan tempat-tempat genangan air, tempat penampungan air, kebersihan lingkungan, timbunan sampah dan barang-barang bekas, dan lain-lain.
2. Wawancara / Interview : kegiatan tanya jawab guna memperoleh informasi secara lisan dari sasaran penelitian (responden) untuk memperoleh kesan langsung dari responden dan menilai kebenaran yang dikatakan responden Alat wawancara :
• alat catat • daftar pertanyaan • recording
Contoh : wawancara kepada kepala dinas setempat mengenai angka kejadian penyakit DBD, wawancara dengan tokoh masyarakat mengenai kondisi social budaya masyarakat, wawancara dengan penderita atau anggota keluarga penderita mengenai kebiasaan penderita sebelm terserang DBD, dan lain-lain.
3. Angket : cara pengumpulan data mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut kepentingan umum dengan mengedarkan suatu daftar pertanyaan berupa formulir-formulir.
Alat : • alat catat • daftar pertanyaan
Contoh : angket yang ditujukan kepada tiap kepala keluarga mengenai perilaku hidup bersih dan sehat yang diterapkan keluarga, angket yang ditujukan kepada penderita / anggota keluarga penderita mengenai kebiasaan penderita sebelum terserang DBD, dan lain-lain.
4. Dokumentasi: cara pengumpulan data dengan melihat/mengacu pada dokumentasi atau catatan masalah kesehatan serta data hasil penelitian.
Alat: • Alat catatan
• Pustaka atau referensi
Contoh: dokumen dari pusat pelayanan kesehatan tentang kejadian suatu masalah kesehatan yang terjadi diwilayahnya.
Analisis data yang biasa digunakan dalam surveilans DBD meliputi langkah langkah sebagai berikut: 1) Survey,
2) analisa system,
3) desain , mengimlementasikan model yang diinginkan pemakai 4) Implementasi , mempresentasikan hasil desain kedalam pemograman 5) Uji coba desain
6) Testing akhir
7) Deskripsi pengoprasian 8) Konversi database 9) Instalasi
Kendala yang dialami selama ini dalam analisis data adalah penyampaian informasi hasil PE oleh Puskesmas ke DKK. Kendala tersebut yaitu keterlambatan penyampaian hasil PE (lebih dari satu minggu). Tindak lanjut dari PE yang dilakukan oleh DKK , yaitu fogging atau pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Laporan kasus DBD seharusnya dilakukan dalam kurun waktu 1x 24 jam, namun pada kenyataannya lebih dari itu. alur pelaporan kasus DBD dimulai dari masyarakat dan dari petugas kesehatan / RS ataupun klinik lainnya kemudian dilanjutkan pelaporan ke puskesmas , dari puskesmas akan diteruskan laporannya ke Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota.
Berdasarkan survey kebutuhan dan analisis system terhadap system surveilans dan cara pencatatan dan pelaporan penyakit demam berdarah mulai dari masyarakat , Puskesmas dan kemudian ke Dinas Kesehatan maka sitem yang dikembangkan adalah suatu system informasi surveilans epidemiologi yang bersifat multi user dengan model modular. Adapun model tersebut mencakup modul pemasukan kasus, modul pemasukan pengamatan, modul masukan pengamatan jentik berkala, modul penyelidikan Epidemiologi (PE), modul pencatatan fogging, modul Pokja DBD, modul pemasukan data jumlah penduduk dan modul pelaporan.
Hasil pemasukan data dari modul modul diatas akan menghasilkan laporan laporan yaitu: angka bebas jentik(ABJ), proporsi penyakit DBD per jenis kelamin, proporsi penyakit DBD per golongan umur, laporan House indek, laporan incidency rate DBD, laporan case fatality rate, laporan pelaksanaan PSN, laporan hasil PE dan laporan pelaksanaan fogging.
LATAR BELAKANG
Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus melalui proses pengumpulan, pengolahan, serta diseminasi/penyebaran informasi kepada unit pengguna yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan (SK)
Penyelenggaraan P2 Surveilans harus sejalan dengan visi dan misi Puskesmas, dengan menyelenggarakan kegiatan yang berkaitan dengan pencegahan penyakit yang berpotensi mewabah/KLB. Dengan adanya KAK tersebut, Pengelolah P2 Surveilans akan mengetahui bagaimana kegiatan P2 Surveilans berjalan efisien dan efektif, terlebih penting adalah secara sistematis dapat mengetahui tahapan kegiatan P2 Surveilans dan mengetahui skala prioritas apa yang harus dilakukan
TUJUAN
KAK ini akan menjadi acuan kinerja penyelenggara P2 Surveilans Puskesmas
Malili dengan harapan pelaksanaan kegiatan program P2 Surveilans dapat dilaksanakan secara efisien serta dapat meningkatkan kinerja yang tinggi dan bersinergi dengan program-program lain. C. SASARANN Sasaran KAK :
TIM P2
Surveilans
Masyaraka
Dengan mengacu kepada KAK, seluruh kegiatan P2 Surveilans dapat
diselenggarakan secara efektif dan efisien oleh TIM penyelenggara P2 Surveilans Puskesmas Malili.
E. HASIL (OUT-COME) KUANTITATIF YANG DIHARAPKAN
diharapkan dapat meningkatkan kinerja yang tinggi, serta dapat terus bersinergi dengan program - program lain di Puskesmas Malili yang pada akhirnya dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dan mengurangi angka kesakitan penyakit menular yang berpotensial mewabah/KLB
LOKASI PELAKSANAAN PEKERJAAN Desa dalam lingkup kerja Puskesmas Malili. G. RENCANA RINCI PEKERJAAN
Secara rinci program kerja Surveilans Puskesmas Malili adalah sebagai berikut :
Penyusunan KAK dan RAB
Penyusunan jadwal kegiatan P2 Surveilans
Pelaksanaan kegiatan P2 Surveilans
Pencatatan dan pelaporan
Penyelidikan Epidemiologi kasus penyakit yang berpotensial mewabah / KLB.
H. DURASI DAN WAKTU
Durasi : 12 bulan selama tahun anggaran 2015
Jadwal : diselenggarakan setiap minggu, bulan dan PE bila ada kasus selama
anggaran 2015
I. FAKTOR HAMBATAN PELAKSANAAN KEGIATAN