4 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Petunia Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivision : Spermatophyta Division : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Subclass : Asteridae Order : Solanales Family : Solanaceae Genus : Petunia Juss.
(United States Department of Agriculture)
Petunia merupakan tanaman hias bunga yang berasal dari Amerika Selatan. Menurut Kessler (1998), bentuk bunga petunia sama dengan bunga terompet. Bunganya ada yang bermahkota ganda dan ada yang tunggal, akan tetapi kelopak bunganya sangat rentan rusak akibat air hujan. Tanaman petunia grandiflora memiliki bunga yang jauh lebih besar dibandingkan dengan jenis petunia multiflora. Tanaman petunia memiliki akar serabut maka dari itu akar petunia sangat rentan terhadap pembusukan akar. Daun tanaman petunia biasanya berbulu halus, berbentuk oval atau bulat telur dengan bagian tepinya halus, tangkai daun pendek, panjang daun 5 sampai 6 cm dan lebar daun 4 sampai 6 cm. Warna bunga bermacam-macam dari putih, ungu, merah, merah muda dan yang lainnya.
2.1.2. Syarat Tumbuh Tanaman Petunia
Agar tanaman petunia tumbuh dengan baik dan menghasilkan bunga yang berlimpah maka perlu diperhatikan faktor-faktor pendukung pertumbuhan sampai pembungaan. Menurut Kessler (1998) syarat tumbuh tanaman petunia sebagai berikut :
5 1. Suhu
Waktu berbunga, pertumbuhan tinggi tanaman dan percabangan membutuhkan suhu rata-rata harian antara 10oC hingga 25oC.
2. Lama Penyinaran
Petunia merupakan tanaman hari panjang dimana membutuhkan lama sinar matahari lebih dari 13 jam, jika lama penyinaran hanya 8 hingga 10 jam saja maka dapat menunda muculnya kuncup bunga.
3. Cahaya
Tanaman petunia membutuhkan cahaya banyak, semakin rendah cahaya yang tersedia maka menurunkan tanaman berkualitas tinggi.
4. Ketinggian tempat
Tanaman petunia lebih cocok jika ditanam di dataran tinggi, minimal 800 meter diatas permukaan laut.
2.1.3. Soilless Culture
Soilless culture nama lain yang digunakan untuk menjelaskan tentang bercocok tanam tanpa tanah atau juga disebut “berkebun tanpa tanah”, termasuk salah satunya yaitu bercocok tanam dalam wadah yang menggunakan larutan nutrisi untuk menunjang pertumbuhan. Media tersebut seperti rockwool, kerikil, pasir, pecahan batu-bata, gabus putih, spons, cocopeat dan lain-lain (Lingga, 2005).
Kelebihan dari soilless culture adalah nutrisi dan air dapat disalurkan lebih merata ke tanaman, oleh karena itu mengurangi pemborosan dan membuat kondisi pertumbuhan yang lebih ideal (Savvas et al., 2013).
Perbedaan bercocok tanam dengan tanah dan bercocok tanam tanpa tanah yaitu, apabila dengan tanah zat-zat makanan diperoleh dalam tanah sedangkan soilless culture , makanan diperoleh tanaman dari dalam air yang mengandung zat-zat anorganik (Akasiska et al, 2014).
2.1.4. Media Tanam
Media untuk tanaman secara umum berfungsi bukan hanya untuk menyediakan unsur hara yang dibutuhkan, tetapi lebih untuk tempat melekatnya
6 akar, mempertahankan kelembaban dan menyimpan air. Media tanam merupakan salah satu syarat penting dalam budidaya tanaman, karena media berfungsi sebagai tempat berpijaknya tanaman, tempat melekatnya akar, mempertahankan kelembaban udara dan sebagai tempat penyimpanan hara dan air untuk kebutuhan tanaman.
a. Sekam
Menurut Perwtasari dkk (2012), sekam sebagai media tanam yang mudah mengikat air, tidak mudah lapuk, merupakan sumber kalium (K) yang dibutuhkan tanaman, dan tidak mudah menggumpal atau memadat sehingga akar tanaman dapat tumbuh dengan sempurna dibandingkan dengan tanaman yang menggunakan media tanam kapas dan rockwool.
Kekurangan sekam mentah yaitu kurang bisa menopang tanaman karena media cenderung ringan dan sekam mentah cenderung miskin unsur hara maka harus dikombinasikan dengan media lain (Iqbal, 2016).
b. Arang Sekam
Arang sekam memiliki sifat mudah mengikat air, tidak mudah menyatu sama lain, bahan mudah didapat, harga relatif murah, ringan, steril dan mempunyai porositas yang baik (Prihmantoro dan Hety, 2005). Kandungan arang sekam yaitu N 0,32 % , P 15 % , K 31 % , Ca 0,95% , dan Fe 180 ppm, Mn 80 ppm , Zn 14,1 ppm (Fahmi, 2015).
Selain memiliki kelebihan, arang sekam juga memiliki kelamahan yakni dalam kondisi suhu diatas rata-rata arang sekam akan lebih cepat kering, serta terlalu ringan sehingga kurang kuat dalam menyokong tanaman. Kemampuan media dalam menyimpan hara akan sangat berpengaruh pada ketersediaan nutrisi dalam media. Aerasi media yang baik akan diperoleh jika media memiliki daya pegang air dan mampu melakukan pertukaran gas. Ketersediaan unsur hara yang rendah erat kaitannya dengan menghambatnya proses fisiologis tanaman (Junita, et al, 2002).
7 c. Cocopeat
Cocopeat memiliki kelebihan yaitu memiliki pori-pori yang dapat menyimpan air dalam jumlah banyak sehingga tidak memerlukan intensitas penyiraman yang tinggi. Pada umumnya cocopeat memiliki pori mikro yang mampu menghambat gerakan air lebih besar sehinga menyebabkan ketersediaan air lebih tinggi, cocopeat juga memiliki pori makro yang tidak terlalu padat sehingga sirkulasi udara sangat baik untuk akar tanaman (Irawan dan Kafiar, 2015).
Cocopeat mempunyai keunggulan sebagai media tanam, selain mudah didapat salah satunya yang paling sering dimanfaatkan adalah (water holding capacity) atau daya mengikat air. Kelebihan media cocopeat lebih dikarenakan karakteristiknya yang dapat mengikat dan menyimpan air yang lama dan kuat dan mengandung unsur-unsur hara seperti fosfor, kalium, natrium, magnesium, dan kalsium. Kekurangan media tanam cocopeat adalah banyak mengandung zat tanin. Zat tanin diketahui sebagai zat polifenol atau zat anti gizi penghambat pertumbuhan tanaman (Fahmi, 2015).
d. Rockwool
Rockwool merupakan hasil dari batuan basalt yang prosesnya melalui pamanasan dengan suhu yang sangat tinggi hingga meleleh dan ketika mencair rockwool berbentuk serat-serat halus. Rockwool memiliki kelebihan sebagai media tanam yaitu memiliki ruang pori sebesar 95% (Iqbal, 2016).
Media tanam rockwool terdiri dari substrat partikel yang halus, lembut dan mempunyai drainase yang baik sehingga akar lebih bebas menyerap air kedalam media tanam. Media tanam rockwool mengandung unsur hara penting seperti fosfor (P) dan kalium (K), selain itu media tanam rockwool juga memiliki daya simpan air lebih banyak dibandingkan dengan media tanam lainnya sehingga media menjadi lembab dan kebutuhan air untuk proses fotosintesis pada tanaman dapat terpenuhi. Pemilihan jenis media tanam juga tergantung pada ketersediaan dana, kualitas, dan jenis hidroponik yang akan dilakukan (Lingga, 2005).
8 e. Zeolit
Zeolit memiliki beberapa manfaat dalam berbagai aspek karena memiliki sifat kimia dan fisika yang unik, yaitu sebagai penyerap, penukar ion, penyaring molekul, dan sebagai katalisator yang bersifat lunak dan kering. Pemanfaatan zeolit dalam bidang industri dan pertanian yang akhir-akhir ini berkembang cukup cepat, dari bidang industri pemanfaatan batu zeolit dapat digunakan sebagai filterisasi air dalam menyerap logam-logam penyebab kesedahan air (Aidha, 2013).
Zeolit merupakan media yang terbentuk seperti pasir kasar dan berwarna biru atau semu abu-abu. Media zeolit mengandung kapur (Ca) terbanyak. Media ini dapa digunakan berulang-ulang, mempunyai porositas yang baik dan dapat menyerap nutrisi pupuk dan mengeluarkannya sesuai dengan kebutuhan tanaman (Prihmantoro dan Hety, 2005).
f. Batu-bata
Batu – bata memiliki keunggulan seperti media yang murah dan gampang dicari. Seperti halnya bahan organik lainnya, media jenis ini berfungsi untuk melekatnya dan berpijaknya akar. Ukuran batu-bata yang akan digunakan sebagai media tanam lebih baik dibuat kecil, seperti kerikil, dengan ukuran sekitar 2 sampai 3 cm. Semakin kecil, kemampuan daya serap batu - bata terhadap air maupun unsur hara akan semakin baik. Ukuran semakin kecil juga akan membuat sirkulasi udara dan kelembaban di sekitar akar tanaman berlangsung lebih baik. Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan media tanam ini adalah kondisinya yang miskin hara, unsur hara dapat dibantu dari air yang diberi nutrisi. Pecahan batu-bata cocok digunakan sebagai media tanam di dasar pot karena memiliki drainase dan aerasi yang baik (Azizah, 2009).
2.1.5. Sistem Sumbu
Sistem sumbu atau wick system suatu metode hidroponik sederhana yang menggunakan perantara sumbu antara larutan nutrisi dan media tanam. Cara ini mirip dengan mekanisme kompor, dimana sumbu berfungsi sebagai penyerap air. sumbu yang dipilih merupakan bahan yang memiliki daya kapilaritas tinggi dan
9 tidak cepat lapuk. Kain flanel merupakan bahan sumbu terbaik untuk wick system (Iqbal, 2016).
2.1.6. EC (Electro Conductivity)
Untuk mengukur daya hantar listrik pada unsur hara digunakan EC-meter atau electro-conductivity meter antara katoda positif dan anoda negatif. Setiap jenis tanaman membutuhkan larutan dengan EC yang berbeda-beda kandungannya (Sutiyoso, 2006). Pada tanaman petunia kadar EC yang cocok berkisar antara 0,8-1,2 mS (Anonim, 2009).
Kandungan EC tinggi menunjukan bahwa larutan nutrisi semakin pekat, sehingga ketersediaan unsur hara semakin bertambah. Begitu juga sebaliknya, EC rendah menunjukan konsentrasi larutan nutrisi rendah sehingga ketersediaan unsur hara lebih sedikit (Lingga, 2005). EC yang tinggi mengakibatkan tanaman tidak sanggup menyerap hara lagi karena terlalu jenuh. Bila EC jauh lebih tinggi lagi maka akan terjadi toksisitas atau keracunan pada tanaman (Sutiyoso, 2006).
2.2. Hipotesis Penelitian
1. Berbagai jenis media tanam selain tanah berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pembungaan tanaman petunia grandiflora.
2. Penggunaan jenis media tanam rockwool memberikan hasil akumulasi jumlah bunga pertanaman paling banyak selama penelitian pada tanaman petunia grandiflora.
2.3. Definisi Variabel Penelitian
1. Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang hingga ujung daun tertinggi. Pengukuran dilakukan setiap 7 hari sekali setelah pindah tanam sampai akhir penelitian yaitu 56 hari setelah transplanting menggunakan penggaris dengan satuan (cm).
2. Diameter batang utama tanaman petunia diukur menggunakan jangka sorong pada akhir penelitian dengan satuan (cm) pada bagian terbesarnya saat tanaman berumur 56 hari setelah transplanting.
10 3. Jumlah cabang dihitung dengan cara manual. Penghitungan dilakukan 7 hari sekali saat tanaman petunia berumur 0 - 56 hari setelah transplanting.
4. Jumlah daun dihitung dengan cara manual. Perhitungan dilakukan setiap 7 hari sekali sampai berumur 56 hari setelah transplanting. 5. Luas daun tanaman diukur pada akhir penelitian atau pada saat tanaman
berumur 56 hari setelah transplanting dengan metode gravimetri. Pengambilan daun pada daun ke 3 atau 4 dari bawah atau daun yang perumbuhannya sudah optimal.
6. Bobot segar tajuk adalah bobot segar bagian atas sampel tanaman petunia yang dipisahkan dari akar dan ditimbang pada tanaman berumur 56 hari dari pindah tanam.
7. Bobot kering tajuk diukur dengan cara ditimbang setelah dioven dengan suhu 65oC sampai konstan.
8. Bobot segar akar diukur dengan cara ditimbang pada saat akhir penelitian atau tanaman berumur 56 hari dari pindah tanam.
9. Bobot kering akar diukur dengan cara ditimbang setelah dioven dengan suhu 65oC sampai konstan.
10. Bobot segar bunga adalah bobot bunga yang mekar diakhir penelitian yang ditimbang dengan timbangan analitik.
11. Bobot kering bunga adalah bobot bunga kering diakhir penelitian yang di dapat setelah proses oven dengan suhu 65oC sampai konstan.
12. Akumulasi bunga pertanaman adalah jumlah bunga yang mekar pertanaman selama penelitian 0-56 hari setelah transplanting dan jadwal pengamatan tersedia pada Tabel 3.1.