commit to user
8 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Belajar Konsep
a. Belajar
Dalam bukunya Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Muhibbin Syah (1995: 1-2) menuliskan pengertian belajar dari beberapa ahli, di antaranya:
1) Caplin membatasi belajar dengan dua macam rumusan. Rumusan pertama berbunyi: “...acquisition of any relatively permanent change in behavior as a result of practice and experience”. “Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman”. Rumusan keduanya: “process of acquiring responses as a result of special
practice”, “belajar adalah proses memperoleh respon-respon
sebagai akibat dari latihan khusus”.
2) Hintzman berpendapat: “Learning is a change in organism due to
experience which can affect the organism’s behavior”. Artinya, “belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut”.
3) Pengertian belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) yang didefinisikan oleh Biggs, yaitu “proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa”.
Burton (Aunurrahman, 2009: 35) merumuskan pengertian belajar sebagai“perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkunganya sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungannya”.
Senada dengan pengertian belajar yang telah disebutkan, HC. Witherington mengemukakan bahwa “belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyertakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian”(Aunurrahman, 2009: 35)
commit to user
Dari beberapa pandangan dan definisi tentang belajar, peneliti dapat menyimpulkan bahwa “belajar merupakan perubahan tingkah laku pada individu sebagai akibat dari aktivitas yang dilakukan secara sadar, dimana dalam aktivitas tersebut terjadi pola interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya”. Aktivitas belajar ini nantinya akan membawa perubahan, baik dalam tingkah laku maupun kecakapan individu.
b. Konsep
Setiap objek dalam lingkungan manusia memiliki banyak bentuk, ukuran, dan ciri-ciri yang berbeda-beda. Misalnya “kursi”, ada yang berbentuk persegi panjang, segitiga ataupun bundar. Warna, bahan dan ukurannya pun bermacam-macam. Namun semuanya disebut kursi. Kata “kursi” adalah suatu abstraksi yang menunjukkan kesamaan semua kursi. Kursi adalah simbol yang dipakai oleh manusia untuk berkomunikasi mengenai suatu jenis benda dengan ciri-ciri tertentu.
“Konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan manusia berfikir”(Van den Berg, 1991: 8).
Suparno (2005: 94) menuliskan dalam bukunya bahwa Vygotsky membedakan konsep menjadi konsep spontan dan konsep sainstifik. “Konsep spontan adalah konsep yang dipunyai siswa karena pergaulannya setiap hari dalam situasi tertentu tanpa struktur yang sistematik”. Sedangkan “konsep sainstifik merupakan konsep yang didapat siswa di bangku sekolah secara sistematik struktural”.
Setiap konsep tidak berdiri sendiri, melainkan saling berhubungan dengan konsep-konsep yang lain. Maka setiap konsep dapat dihubungkan dengan banyak konsep lain dan memiliki arti dalam hubungan dengan konsep-konsep lain. Semua konsep bersama membentuk suatu jaringan pengetahuan di dalam kepala manusia. Semakin lengkap, terpadu, tepat dan kuat hubungan antara konsep-konsep dalam kepala seseorang, semakin pandai orang itu. Keahlian seseorang dalam suatu bidang studi tergantung lengkapnya jaringan konsep di dalam kepalanya (Van den Berg, 1991: 8).
commit to user
Dari penjelasan tentang konsep, penulis dapat menyimpulkan bahwa “konsep adalah suatu abstraksi dari ciri-ciri sesuatu hal yang dipunyai dari pengalaman hidup, untuk mempermudah manusia dalam berkomunikasi dan berfikir”. Konsep tidak dapat berdiri sendiri, melainkan memiliki hubungan dengan konsep-konsep yang lain.
c. Belajar Konsep
Siswa seringkali hanya menghafalkan definisi konsep tanpa memperhatikan hubungan antara konsep dengan konsep-konsep lainnya (Van den Berg, 1991: 9). Dengan demikian konsep baru tidak masuk jaringan konsep yang telah ada dalam kepala siswa, tetapi konsepnya berdiri sendiri tanpa hubungan dengan konsep lainnya. Padahal sebenarnya arti konsep berasal dari hubungan dengan konsep-konsep lain.
Menurut Van den Berg (1991: 11), tujuan mengajar konsep agar siswa dapat:
1. Mendefinisikan konsep yang bersangkutan.
2. Menjelaskan perbedaan antara konsep yang bersangkutan dengan konsep-konsep yang lain.
3. Menjelaskan hubungan dengan konsep-konsep yang lain.
4. Menjelaskan arti konsep dalam kehidupan sehari-hari dan menerapkannya dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Dari pendapat Van den Berg tentang tujuan dari mengajar konsep dapat disimpulkan bahwa belajar konsep bukanlah menghafal konsep tetapi memperhatikan konsep-konsep awal (pengetahuan awal) yang dihubungkan dengan konsep baru atau konsep-konsep lain sehingga diperoleh konsep akhir yang diharapkan. Dengan demikian konsep baru yang masuk dalam struktur kognitif tidak berdiri sendiri melainkan satu kesatuan dan memiliki arti atau bermakna.
2. Miskonsepsi a. Konsepsi
Van den Berg (1991: 10) mengartikan bahwa “konsepsi merupakan tafsiran perorangan dari suatu konsep”. Setiap siswa
commit to user
membangun konsepsi tersendiri, sehingga tafsiran dari suatu konsep dapat berbeda untuk siswa satu dengan siswa yang lain. Misal, ada dua balok yang ukurannya sama tetapi jenisnya berbeda. Balok 1 terbuat dari alumunium dan balok 2 terbuat dari besi. Jika dua balok tersebut dijatuhkan ke tanah secara bersamaan dan dari ketinggian yang sama, maka kedua balok akan tiba di tanah dalam waktu yang sama jika gaya gesekan udara diabaikan. Namun, beberapa siswa ada yang berpendapat bahwa balok besi akan tiba di tanah lebih awal karena balok besi lebih berat daripada balok alumunium.
b. Prakonsep
Dalam bukunya Pengantar Miskonsepsi dan Remidiasi, Van den Berg (1991: 10) menuliskan (dirangkum dari Osborne, 1982; Minstrell, 1982) bahwa ternyata siswa sudah mempunyai konsepsi mengenai konsep-konsep Fisika sebelum mereka mengikuti pelajaran Fisika. Konsepsi tersebut mereka dapatkan dari pengalaman dan peristiwa-peristiwa tertentu. Misalnya peristiwa mekanika (benda yang jatuh, benda yang bergerak, gaya, kecepatan), mereka sudah banyak berpengalaman dan karena itu mereka mengembangkan banyak konsepsi yang belum tentu sama dengan konsepsi Fisikawan. Konsepsi awal yang dimiliki siswa sebelum mengikuti pelajaran Fisika disebut prakonsepsi.
c. Miskonsepsi
1) Pengertian Miskonsepsi
“Konsepsi merupakan tafsiran perorangan dari suatu konsep” (Van den Berg, 1991). Konsepsi dari suatu konsep untuk tiap siswa tentunya dapat berbeda-beda, umumnya konsepsi siswa berbeda dengan konsepsi Fisikawan, bahkan dapat bertentangan. Konsepsi yang bertentangan ini disebut miskonsepsi.
commit to user
Tabel 2.1 Pengertian Miskonsepsi dari Beberapa Ahli (Suparno, 2005: 4-5)
No Oleh Pengertian Miskonsepsi Sebab Miskonsepsi
1. Suparno
(2005: 4)
Miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar dalam bidang itu. Bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep awal, kesalahan,
hubungan yang tidak benar antar konsep-konsep, gagasan intuitif atau pandangan yang naif.
a. Siswa (Prakonsepsi siswa, Pemikiran asosiatif, Pemikiran humanistik, Reasoning yang tidak lengkap/salah, Intuisi yang salah, Tahap perkembangan kognitif siswa, Kemampuan siswa, Minat belajar siswa) b. Guru c. Buku teks d. Konteks e. Metode Mengajar 2. Novak (1984)
Miskonsepsi sebagai suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima.
3. Brown
(1989; 1992)
Miskonsepsi sebagai suatu pandangan yang naif dan didefinisikan sebagai suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang sekarang diterima.
4. Feldsine
(1987)
Miskonsepsi sebagai suatu kesalahan dan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep.
5. Fowler
(1987)
Miskonsepsi merupakan pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan hubungan hirarkis konsep-konsep yang tidak benar.
Dari beberapa pengertian miskonsepsi, penulis menyimpulkan bahwa miskonsepsi adalah suatu penafsiran konsep yang tidak sesuai
commit to user
dengan konsep ilmiah yang diterima dan diyakini pada masa sekarang. Penafsiran konsep ini meliputi pengertian, hubungan antar konsep, penggunaan konsep, dan contoh-contoh. Bentuk penafsiran konsep yang mengalami miskonsepsi dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Bentuk Miskonsepsi dan Indikator Miskonsepsi
No Bentuk
Miskonsepsi Indikator Miskonsepsi 1. Miskonsepsi
Pengertian
1) Siswa salah dalam memahami informasi dari suatu konsep.
2) Siswa tidak memahami simbol-simbol yang digunakan pada soal
2. Miskonsepsi Hubungan Antar Konsep
3) Siswa tidak tahu hubungan antara satu konsep dengan konsep lain.
4) Siswa tidak memahami istilah“sebanding” dan “berbanding terbalik”
3. Miskonsepsi Penggunaan Konsep
5) Konsep yang dimiliki siswa tidak lengkap. 6) Siswa tidak menggunakan perumusan
yang benar dalam melakukan perhitungan. 4. Miskonsepsi
Contoh-contoh Konsep
7) Siswa salah/tidak tahu dalam mengaplikasikan konsep pada kehidupan sehari-hari.
Bentuk miskonsepsi yang disajikan dalam Tabel 2.2 dapat dijelaskan melalui contoh-contoh pada beberapa soal berikut:
1) Miskonsepsi Pengertian dan Miskonsepsi Penggunaan Konsep Soal nomor 2 (Soal Tipe III)
Pilihan jawaban:
(A) jika pernyataan 1,2 dan 3 benar (B) jika pernyataan 1 dan 3 benar (C) jika pernyataan 2 dan 4 benar (D) jika pernyataan 4 saja yang benar
commit to user
(E) jika semua pernyataan benar
Jika momen gaya suatu benda yang diputar dengan sumbu tetap diperbesar, manakah pernyataan yang benar?
(1) Percepatan tangensial tetap (2) Percepatan sudut semakin besar (3) Momen inersia semakin besar (4) Momen inersia tetap
Jawab : C
a) Jika siswa memilih jawaban A (menganggap benar pilihan jawaban (1), (2) dan (3)) maka siswa mengalami miskonsepsi pengertian. Pada jawaban ini siswa menganggap bahwa semakin besar momen gaya maka momen inersiannya juga semakin besar, percepatan sudut semakin besar dan percepatan tangensialnya tetap. Siswa mengartikan bahwa momen gaya dan momen inersia adalah besaran yang sama.
b) Jika siswa memilih jawaban B (menganggap benar pilihan jawaban (1) dan (3)) maka siswa mengalami miskonsepsi pengertian. Pada jawaban ini siswa menganggap bahwa semakin besar momen gaya maka momen inersiannya juga semakin besar dan percepatan tangensialnya tetap. Siswa mengartikan bahwa momen gaya dan momen inersia adalah besaran yang sama. Siswa juga menganggap bahwa momen gaya tidak mempengaruhi besar percepatan sudut.
c) Jika siswa memilih jawaban D (menganggap benar pilihan jawaban (4) saja) maka siswa mengalami miskonsepsi penggunaan konsep. Pada pilihan jawaban ini konsep yang dimiliki siswa tidak lengkap. Siswa mengetahui bahwa momen inersia tetap karena benda dirotasikan pada sumbu yang tetap sehingga tidak terpengeruh oleh besarnya momen gaya, tetapi siswa tidak mengetahui hubungan antara momen gaya dengan
commit to user
percepatan sudut sehingga menganggap pilihan jawaban (2) salah.
d) Jika siswa memilih jawaban E (semua pilihan jawaban benar) maka siswa dianggap tidak paham karena siswa hanya asal menjawab.
2) Miskonsepsi Hubungan Antar Konsep dan Miskonsepsi Contoh-contoh Konsep
Soal nomor 20 (Soal Tipe II) Pilihan jawaban:
(A) jika pernyataan benar, alasan benar dan keduanya menunjukkan hubungan sebab akibat.
(B) jika pernyataan benar, alasan benar tetapi keduanya tidak menunjukkan hubungan sebab akibat.
(C) jika pernyataan benar dan alasan salah. (D) jika pernyataan salah dan alasan benar.
(E) jika baik pernyataan maupun alasan kedua-duanya salah.
Penari balet yang berputar dengan tangan didekapkan pada kedua bahu akan bergerak lebih cepat.
SEBAB
Momen inersia penari balet semakin besar, sehingga kecepatan sudut juga semakin besar.
Jawab : C
a) Siswa mengalami miskonsepsi hubungan antar konsep jika siswa memilih jawaban A atau B. Pernyataan dan sebab dianggap benar oleh siswa. Siswa menganggap bahwa besar momen inersia sebanding dengan kecepatan sudut.
b) Jika siswa memilih jawaban D atau E (pernyataan salah) maka siswa mengalami miskonsepsi contoh konsep karena siswa tidak tahu tentang contoh konsep hukum kekekalan momentum.
commit to user
2) Sebab-sebab Miskonsepsi
Suparno (2005: 34-53) dalam bukunya Miskonsepsi dan
Perubahan konsep Pendidikan Fisika meringkas penyebab miskonsepsi
menjadi lima kelompok, yaitu siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar. Adapun penjelasan rincinya sebagai berikut:
a) Siswa
Miskonsepsi dalam bidang Fisika umumnya berasal dari diri siswa sendiri. Miskonsepsi dari siswa dapat dikelompokkan dalam beberapa hal, antara lain:
(1) Prakonsepsi siswa
Prakonsepsi merupakan konsep awal yang dimiliki siswa sebelum ia mengikuti pelajaran formal di bawah bimbingan guru. Miskonsepsi akan terus terbawa saat mengikuti pelajaran Fisika sampai kesalahan konsep awal diperbaiki. Menurut Piaget: “pikiran anak terus menyesuaikan diri dengan situasi yang dialami sehingga dapat mengerti apa yang dialami dalam hidup”. Miskonsepsi siswa akan lebih banyak lagi jika yang mempengaruhi pembentukan konsep pada siswa tersebut banyak mempunyai miskonsepsi, seperti orang tua, tetangga atau teman.
(2) Pemikiran asosiatif
Asosiasi merupakan suatu hubungan antara dua hal atau lebih. Siswa mengasosiasikan istilah-istilah sehari-hari yang kadang menimbulkan miskonsepsi. Misalnya, siswa mengasosiasikan antara gerak dan gaya. Banyak siswa menganggap bahwa benda yang tidak bergerak atau diam tidak memiliki gaya. Anggapan tersebut tentu salah, karena benda tersebut tetap mengalami gaya, tetapi gayanya tidak cukup kuat untuk menggerakkan benda tersebut.
Marshall dan Gilmour (1990) dalam Suparno (2005: 36), melaporkan bahwa pengertian yang berbeda dari kata-kata
commit to user
siswa dan guru dapat menyebabkan miskonsepsi. Misalnya, guru menjelaskan tentang atom sebagian dari molekul. Kata atom ini, diasosiasikan oleh siswa dengan “plastik”, karena dalam kehidupan mereka atom digunakan untuk menyebut “plastik”.
(3) Pemikiran humanistik
Siswa kerap kali memandang semua benda dari pandangan manusiawi (Gilbert, Watts, Osborne dalam Suparno (2005: 36)). Benda-benda dan situasi dipikirkan dalam term pengalaman orang dan secara manusiawi. Tingkah laku benda dipahami seperti tingkah laku manusia yang hidup, sehingga tidak cocok. Misalnya miskonsepsi pada hukum kekekalan energi. Dalam melakukan suatu kegiatan, jika dilakukan terus menerus orang akan merasa lelah dan lapar. Perasaan lapar dipandang oleh siswa bahwa orang tersebut energinya berkurang dan hilang, sehingga tidak mungkin bahwa kekekalan energi terjadi, dan sulit bagi siswa keluar dari pemikiran yang manusiawi.
(4) Reasoning yang tidak lengkap/salah
Informasi yang tidak lengkap menyebabkan siswa menarik kesimpulan secara salah dan menimbulkan terjadinya miskonsepsi. Misalnya, siswa tahu bahwa Kesetimbangan statis terjadi saat benda diam, sehingga mereka menyimpulkan bahwa benda seimbang pasti dalam keadaan diam.
(5) Intuisi yang salah
Intuisi adalah suatu perasaan dalam diri seseorang. Intuisi yang salah dapat menyebabkan miskonsepsi, yang muncul dari pengamatan benda atau kejadian yang terus-menerus yang menimbulkan persoalan Fisika. Misalnya, siswa mempunyai intuisi bahwa benda yang besar jika dijatuhkan akan sampai di tanah lebih cepat daripada benda yang kecil.
commit to user
(6) Tahap perkembangan kognitif siswa
Perkembangan kognitif siswa dapat menyebabkan adanya miskonsepsi apabila bahan yang diberikan tidak sesuai dengan bahan yang digeluti oleh siswa. Siswa yang masih dalam tahap opertiaonal concrete, baru dapat berpikir berdasarkan hal-hal yang konkret, yang nyata dapat dilihat dengan indra, sehingga siswa tersebut akan sulit menerima pelajaran yang bersifat abstrak, seperti Fisika modern.
(7) Kemampuan siswa
Kemampuan siswa juga mempunyai pengaruh pada miskonsepsi siswa. Siswa yang kurang berbakat atau kurang mampu mempelajari Fisika, sering mengalami kesulitan menangkap konsep yang benar dalam proses belajar. Meskipun guru telah mengkomunikasikan bahan secara benar dan pelan-pelan, meskipun buku teks ditulis dengan benar sesuai dengan pengertian para ahli, pengertian yang mereka tangkap dapat tidak lengkap dan bahkan salah. Seperti siswa yang mempunya IQ rendah, juga mudah melakukan miskonsepsi, karena mereka dalam mengkonstruksi pengetahuan Fisika, tidak dapat mengkonstruksi secara lengkap dan utuh.
(8) Minat belajar siswa
Berbagai studi menunjukkan bahwa minat siswa terhadap Fisika juga berpengaruh pada miskonsepsi. Secara umum dapat dikatakan, siswa yang berminat Fisika cenderung mempunyai miskonsepsi lebih rendah daripada siswa yang tidak berminat pada Fisika. Siswa yang tidak tertarik atau benci pada Fisika akan kurang memberi perhatian pada pelajaran Fisika yang diberikan. Mereka juga tidak mau mempelajari bahan-bahan Fisika dengan sungguh-sungguh, sehingga mereka akan lebih mudah menangkap dan membentuk miskonsepsi. Mereka biasanya juga tidak berminat
commit to user
untuk mengubah konsep yang salah dan mencari konsep yang benar, sehingga kesalahan mereka akan semakin menumpuk. b) Guru
Miskonsepsi siswa dapat terjadi karena guru. Guru yang tidak menguasai bahan, tidak berkompeten, bukan lulusan dari bidang Fisika sering membawa miskonsepsi yang bisa ditularkan pada siswanya. Guru menerapkan metode yang salah dalam proses pembelajaran, tidak membiarkan siswa mengungkap ide/gagasan, juga sering menimbulkan miskonsepsi. Miskonsepsi siswa juga bisa disebabkan karena relasi antara guru dan siswa tidak baik, yang dapat mempengaruhi minat belajar siswa pada pelajaran yang diampunya.
c) Buku Teks
Miskonsepsi siswa dari faktor buku teks dapat disebabkan oleh penjelasan yang keliru, salah tulis (terutama dalam rumus), tingkat kesulitan penulisan buku terlalu tinggi bagi siswa, siswa tidak tahu membaca buku teks, konsep yang menyimpang dari buku fiksi sains guna menarik pembaca, dan kartun yang sering memuat miskonsepsi.
d) Konteks
Pengalaman siswa, bahasa sehari-hari yang berbeda, teman diskusi yang salah, keyakinan dan agama, penjelasan orangtua/oranglain yang keliru, konteks hidup siswa (TV, radio, film yang keliru), perasaan senang/tidak senang, bebas dan tertekan merupakan konteks yang dapat menimbulkan miskonsepsi siswa. e) Metode Mengajar
Cara mengajar guru pada siswanya yang salah/tidak sesuai dengan materi yang diajarkan juga berpengaruh pada miskonsepsi siswa. Seperti, metode mengajar yang hanya berisi ceramah dan menulis; dalam menjelaskan langsung ke dalam bentuk matematika, tanpa menjelaskan konsepnya; tidak mengungkapkan
commit to user
miskonsepsi siswa; tidak mengoreksi PR yang salah; model analogi, model praktikum, dan model diskusi yang kurang jelas; model demonstrasi yang sempit dan non-multiple intelligences. 3) Beberapa Fakta Mengenai Miskonsepsi
Dalam bukunya Pengantar Miskonsepsi dan Remidiasi, Van den Berg (1991: 17) meringkas dari beberapa literatur, ciri-ciri miskonsepsi sebagai berikut:
a) Miskonsepsi sulit sekali diperbaiki
b) Seringkali “sisa” miskonsepsi terus menerus mengganggu. Soal yang sedehana dapat dikerjakan, tetapi dengan soal yang sedikit lebih sulit, miskonsepsi muncul lagi
c) Seringkali terjadi regresi, yaitu mahasiswa yang sudah pernah mengatasi miskonsepsi, beberapa bulan kemudian salah lagi d) Dengan ceramah yang bagus, miskonsepsi tidak dapat
dihilangkan atau dihindari
e) Siswa, mahasiswa, guru, dosen maupun peneliti dapat kena miskonsepsi
f) Guru dan dosen pada umumnya tidak mengetahui miskonsepsi yang lazim antara (maha)siswanya dan tidak menyesuaikan proses belajar mengajar dengan miskonsepsi (maha)siswanya g) (Maha)siswa yang pandai dan yang lemah dua-duanya punya
miskonsepsi. Misalnya, seorang mahasiswa yang termasuk yang terpandai dari angkatannya, dapat skor di tengah pada tes miskonsepsi
h) Kebanyakan cara remidiasi yang dicoba, belum berhasil 4) Saran untuk Mengatasi Miskonsepsi
Berikut merupakan saran untuk mengatasi miskonsepsi yang dirangkum dari Van den Berg (1991: 22) dan Suparno (2005: 55):
a) Mencari dan mengungkap miskonsepsi yang terjadi (dari literatur dan pekerjaan siswa)
b) Mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut c) Menyadari miskonsepsi dalam dirinya (guru dan dosen)
d) Menentukan prioritas dan menyiapkan pelajaran remidial dan demonstrasi khusus untuk bagian materi yang dianggap sangat dasar dan prasyarat untuk yang lain (misalnya gaya pada benda diam)
commit to user
e) Mencoba menggunakan demonstrasi dengan hasil yang tak cocok dengan intuisi
f) Menggunakan banyak interaksi agar dapat menemukan apa yang ada dalam kepala siswa dan agar mereka terpaksa berfikir
g) Mencoba merangsang siswa mengemukakan konsep dari dirinya sendiri menggunakan metode diskusi
h) Mencari soal-soal konsep tanpa mengabaikan perhitungan
3. Profil Miskonsepsi
Profil menurut Sri Mulyani (1983: 1) adalah “pandangan sisi, garis besar, atau biografi dari diri seseorang atau kelompok yang memiliki usia yang sama”. Victoria Neufeld (1996) menyebutkan “profil merupakan grafik, diagram atau tulisan yang menjelaskan suatu keadaan yang mengacu pada data seseorang atau sesuatu”. Menurut Hasan Alwi (2005: 40)“profil adalah pandangan mengenai seseorang” (Anonim, 2011: 7).
Sedangkan dalam Makalah Pengantar Pendidikan Peran, Profil dan Kode Etik Guru (2013)“profil adalah sekumpulan data yang menjelaskan sesuatu dalam bentuk grafik atau tabel”.
Dari beberapa pengertian tentang profil, penulis menyimpulkan bahwa “profil adalah gambaran dari seseorang atau sesuatu hal, tergantung dari segimana memandangnya”. Dalam penelitian yang dilakukan, profil miskonsepsi dimaksudkan untuk mengetahui persentase miskonsepsi yang dialami oleh siswa kelas XI dan untuk mengetahui konsep Dinamika Rotasi dan Kesetimbangan Benda Tegar; apa saja yang sering terjadi miskonsepsi pada siswa. Untuk mengungkap adanya miskonsepsi pada siswa diperlukan alat identifikasi miskonsepsi.
4. Identifikasi Miskonsepsi
“Identifikasi miskonsepsi adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengidentifikasi belajar siswa yang mengalami kesalahan dalam memahami konsep, yang merupakan konsep siswa yang berbeda dengan konsep para ahli”. Suparno (2005: 121-129) menyebutkan beberapa alat untuk
commit to user
mengidentifikasi miskonsepsi yang sering digunakan para peneliti dan guru, antara lain seperti tampak pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Beberapa Alat untuk Mengidentifikasi Miskonsepsi (Suparno, 2005: 121-129)
No. Alat Identifikasi Penjelasan
a. Peta konsep
(Concept Maps)
Mengungkapkan hubungan berarti antara konsep-konsep dan menekankan gagasan-gagasan pokok, yang disusun hirarkis, dengan jelas dapat mengungkap miskonsepsi siswa yang digambarkan dalam peta konsep.
b. Tes Multiple
Choice dengan Reasoning terbuka
Tes pilihan ganda dengan pernyataan terbuka di mana pada bagian alasan siswa harus menuliskan alasan dari jawaban yang ia pilih
c. Tes esai tertulis Dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi dan mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang sudah diajarkan oleh guru
d. Wawancara
diagnosis
Siswa diajak untuk mengekspresikan gagasan mereka mengenai konsep-konsep Fisika yang diperkirakan sulit dimengerti siswa, atau beberapa konsep Fisika yang pokok dari bahan yang hendak diajarkan
e. Diskusi dalam
kelas
Gagasan tentang konsep Fisika yang diungkapkan oleh siswa dapat digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi siswa, hal yang perlu diperhatikan adalah membantu agar semua siswa berani mengungkapkan pikiran mereka tentang persoalan yang dibahas
f. Praktikum
dengan tanya jawab
Selama praktikum guru selalu bertanya bagaimana konsep siswa dan bagaimana siswa menjelaskan persoalan dalam praktikum yang sedang berlangsung
Beberapa peneliti menggunakan beberapa alat untuk mengidentifikasi miskonsepsi secara bersama-sama untuk melengkapi, seperti tes esai dengan wawancara, yang kiranya perlu ditekankan adalah bahwa siswa diberi kesempatan mengungkapkan gagasan mereka sehingga dapat dimengerti miskonsepsi yang dipunyai.
Bentuk Tes yang Digunakan Dalam Penelitian
Dalam penelitian digunakan tes diagnosis berbentuk soal pilihan ganda tipe II (analisis hubungan antar hal) dan soal tipe III (tes assosiasi pilihan ganda) untuk mengidentifikasi beberapa miskonsepsi pada materi Dinamika Rotasi dan Kesetimbangan Benda Tegar.
commit to user
Bentuk soal hubungan antar hal, terdiri dari pernyataan pertama (pernyataan akibat) dan pernyataan kedua (pernyataan sebab) yang dihubungkan dengan kata “sebab”. Siswa dituntut untuk mengidentifikasi kedua pernyataan tersebut yang mana dapat benar, salah, atau dapat juga pernyataan yang satu benar, yang lain salah. Jika kedua pernyataan benar harus diperhatikan apakah kedua pernyataan tersebut mempunyai hubungan sebab-akibat (anonim, 2012: 1). Bentuk soal assosiasi pilihan ganda terdiri dari empat pilihan jawaban, dimana tiap alternatif pilihan jawaban dapat dikombinasikan satu dengan yang lain. Kombinasi pilihan jawaban tersebut dapat membentuk satu pengertian/jawaban, dan apabila salah mengkombinasikannya akan dapat mengubah pengertian dan jawaban siswa menjadi salah. Jenis soal assosiasi memerlukan ingatan fakta dari para siswa dengan cara yang tepat, jenis tes assosiasi sangat cocok untuk mengungkap kemampuan siswa dalam menentukan konsep yang memiliki hubungan sebab dan akibat (Slamet & Samsul M., 2014: 98).
Pemilihan bentuk tes pilihan ganda tipe II dan tipe III didasarkan pada berbagai pertimbangan peneliti, di antanya:
a. Memudahkan peneliti dalam menganalisis data yang diperoleh. b. Dapat mengidentifikasi pemahaman konsep siswa dengan mudah. c. Memiliki 4 indikator yang saling berhubungan.
commit to user
5. Materi Dinamika Rotasi dan Kesetimbangan Benda Tegar Peta Konsep
*tidak masuk dalam pembahasan
Gambar 2.1 Peta Konsep Materi Dinamika Rotasi dan Kesetimbangan Benda Tegar a. Gerak Rotasi
1) Kecepatan Sudut
Kecepatan sudut (ω) adalah laju perubahan sudut terhadap waktu (d dt). Secara matematis ditulis:
dt d (2-1) Komponen Vektor Persamaan Rotasi Momen Gaya Momen Inersia Percepatan Sudut Gerak Menggelinding Kecepatan Sudut Gerak Rotasi Kesetimbangan Analogi Besaran Linier dan Besaran
Sudut Syarat Kesetimbanga n Titik Berat Momentum Sudut Kekekalan Momentum Sudut Energi Kinetik Rotasi Energi Kinetik Translasi Momen Kopel* Jenis-jenis Kesetimbanga n
commit to user
Kecepatan sudut bernilai positif untuk rotasi yang berlawanan dengan arah jarum jam, sehingga θbertambah, dan negatif untuk rotasi yang searah dengan perputaran jarum jam, sehingga θ berkurang. Satuan kecepatan sudut adalah radian per sekon. Karena radian adalah satuan tak berdimensi, dimensi kecepatan sudut adalah satuan kebalikan waktu. Besarnya kecepatan sudut dinamakan kelajuan sudut. Gerakan sudut sebuah benda yang berotasi seringkali digambarkan dengan menggunakan satuan lain, seperti putaran per menit. Tetapi kebanyakan persamaan yang digunakan yang mengandung kecepatan sudut hanya berlaku jika sudut dinyatakan dalam radian dan kecepatan sudut dalam radian per sekon. Untuk mengubah dari putaran ke radian, digunakan: 1 putaran = 2π rad
Hubungan kecepatan tangensial dengan kecepatan sudut:
dt d r dt ds v r v (2-2) (Paul A Tipler, 1998: 262-263) 2) Percepatan Sudut
Percepatan sudut (α) adalah laju perubahan kecepatan sudut terhadap waktu. 2 2 dt d dt d (2-3)
Satuan percepatan sudut adalah radian per sekon per sekon (rad/s2). Percepatan sudut disebut positif jika kecepatan sudut ω bertambah, dan negatif bila ω berkurang. Hubungan percepatan tangensial dengan kecepatan sudut dituliskan dengan:
dt d r dt dv a r a (2-4) (Paul A Tipler, 1998: 263)
commit to user
Gambar 2.3 Kunci Inggris yang
Berpusat pada Sumbu
O. Gaya F yang
Diberikan Berada pada
Sudut φ Terhadap Horisontal.
Gambar 2.2 Diberikan Gaya yang Sama Besar dengan Lengan Gaya yang Berbeda, Maka Efek Gaya Bebeda.
F1
F2
r1
r2
3) Momen Gaya
Untuk membuat sebuah benda mulai berotasi sekitar sumbu jelas diperlukan gaya. Penting untuk menentukan arah dan letak gaya tersebut. Misalkan, gaya yang diberikan pada pintu (lihat Gambar 2.2, dilihat dari atas). Jika diberikan gaya F1 tegak lurus terhadap pintu,
semakin besar nilai F1, semakin cepat pintu terbuka (gaya gesekan pada engsel diabaikan). Tetapi, jika gaya dengan besar yang sama diberikan pada titik lebih dekat dengan engsel, gaya F2, pintu tidak akan terbuka sedemikian cepat. Efek gaya
lebih kecil. Dengan demikian, percepatan sudut berbending lurus dengan hasil kali gaya dengan lengan gaya (). Lengan gaya (r) adalah jarak tegak lurus dari sumbu rotasi ke garis kerja gaya. Hasil kali gaya dengan lengan gaya disebut torsi atau momen gaya, dan
dinyatakan dengan τ (baca = tau) (Giancoli, 2001: 256-257). Secara matematis dapat dituliskan:
τ =r F (2-5)
Contoh lain gaya torsi adalah saat mengendurkan baut yang kencang dengan kunci baut. Pada Gambar 2.3 menunjukkan kunci
commit to user
inggris yang berpusat pada sumbu O, diberikan gaya F yang berada pada sudut ϕ terhadap horisontal. Komponen gaya yang dapat menyebabkan rotasi adalah gaya yang tegak lurus dengan lengan gaya, sehingga dalam kasus kunci baut, satu-satunya komponen F yang menyebabkan rotasi adalah F sin ϕ, yaitu komponen yang tegak lurus dengan garis yang ditarik dari sumbu rotasi ke garis aksi dari gaya F. Sedangkan F cos ϕ tidak menghasilkan rotasi. Sehingga besar torsi dapat dituliskan:
τ = rF sinϕ = F d (2-6)
(Serway & Jewett, 2009: 465) 4) Momen Inersia
Dari hukum kedua Newton menyatakan bahwa:
F = m a (2-7)
dimana telah digunakan hubungan a = rα antara percepatan tangensial dan percepatan anguler benda. Jika tiap ruas dikalikan dengan r, didapatkan:
r F = m r2α (2-8)
Ruas kiri persamaan (2-8) adalah torsi τ = r F yang dilakukan gaya F tehadap sumbu O. Sehingga diperoleh:
τ = mr2α (2-9)
Besaran mr2 adalah sifat benda dan sumbu rotasi yang dinamakan momen inersia (I).
Momen inersia adalah ukuran resistansi/kelembaman sebuah benda terhadap perubahan dalam gerak rotasi. Momen inersia ini tergantung pada distribusi massa benda relatif terhadap sumbu rotasi benda. Momen inersia adalah sifat benda (dan sumbu rutasi), seperti massa (m) yang merupakan sifat benda yang mengukur kelembamannya terhadap perubahan dalam gerak translasi. (Paul A. Tipler, 1998: 267)
Momen inersia dari sebuah benda tegar yang besar dapat dihitung dengan membayangkan bahwa benda tersebut terbagi ke dalam
commit to user
banyak elemen volume yang kecil, di mana masing-masing elemen volume memiliki massa∆mi. Digunakan definisi
i i 2 i m r Idan menghitung limit dari jumlah ini seiring mi0. Dengan limit ini, jumlahnya menjadi suatu integral dari volume benda:
dm r m r lim I 2 i i 2 i 0 mi
(2-10)Tabel 2.4 Momen Inersia Benda Tegar yang Homogen dengan Bentuk Geometris yang Berbeda-beda (Serway & Jewett, 2009: 304)
Lebih mudah untuk menghitung momen inersia volume elemen daripada massanya, dan dapat dengan mudah mengubahnya menggunakan m V, dimana kerapatan benda (ρ) dan volume (V). Dari persamaan ini, massa dari sebuah elemen kecil adalah dm dV. Dengan menyubstitusikan hasil ini ke dalam persamaan 2-10, dihasilkan:
commit to user z y dm x y x r
Gambar 2.4 Sebuah Gambar
Bidang dengan Sumbu z Tegak Lurus Bidang Tersebut. dV r I
2 (2-11)Jika benda tersebut homogen, maka ρ konstan dan integralnya dapat dihitung untuk suatu bentuk geometri tertentu. Jika ρ tidak konstan, maka variasinya terhadap posisinya harus diketahui untuk menyelesaikan perhitungan tersebut. (Serway & Jewett, 2009: 459-460) Teorema Sumbu Sejajar
Teorema sumbu sejajar menghubungkan momen inersia terhadap sumbu yang melalui pusat massa benda dengan momen inersia terhadap sumbu kedua yang sejajar. Misalkan momen inersia terhadap sebuah sumbu yang lewat pusat massa benda (Icm) dan momen inersia
(I) terhadap sumbu yang sejajar pada jarak h. Teorema sumbu sejajar menyatakan bahwa:
I = Icm+ Mh2 (2-12)
dengan M adalah massa total benda. (Paul A. Tipler, 1998: 276) Teorema Sumbu Tegak Lurus
Teorema sumbu tegak lurus hanya berlaku untuk gambar-gambar bidang datar. Teorema ini menghubungkan momen inersia terhadap dua sumbu tegak lurus
dalam bidang gambar terhadap momen inersia terhadap sumbu ketiga yang tegak lurus pada bidang gambar. Jika x, y dan z adalah sumbu-sumbu yang tegak lurus untuk gambar yang terletak pada bidang xy (Gambar 2.4), teorema sumbu tegak lurus menyatakan bahwa momen inersia terhadap sumbu z sama dengan
commit to user
Jarak suatu elemen massa dm dari sumbu x adalah y. Jadi momen inersia terhadap sumbu x:
dm y Ix
2Dengan cara sama, momen inersia terhadap sumbu y: dm
x Iy
2Momen inersia terhadap sumbu z yang tegak lurus gambar: dm
r Iz
2Akan tetapi, untuk tiap elemen, r2= x2+ y2. Jadi,
x y
dm x dm y dm dm r Iz
2
2 2
2
2 y x x I I I (2-13) 5) Momentum SudutMomentum sudut sebuah partikel didefinisikan sebagai berikut. Untuk sebuah partikel yang bergerak dalam lingkaran yang berjari-jari r dengan kecepatan sudut ω (Gambar 2.5), momentum sudut L relatif terhadap pusat lingkaran didefinisikan sebagai hasil kali besarnya momentum linier (mv) dan jari-jari (r):
L = m v r = m (rω)r
= m r2ω = I ω (2-15)
dengan I = mr2 adalah momen inersia partikel terhadap sumbu yang melalui pusat lingkaran dan tegak lurus bidang gerakan. Arah L sama dengan arah ω.Untuk gerakan yang berlawanan dengan arah jarum jam, ω dan L biasanya diambil nilai positif; sehingga untuk gerakan searah
Gambar 2.5 Momentum Sudut Sebuah Partikel yang Bergerak dalam Sebuah Lingkaran Adalah L =mvr = mr2ω m
v r
commit to user
jarum jam, nilai besaran itu adalah negatif. (Paul A. Tipler, 1998: 278-279)
Momentum sudut pada sistem partikel
Pada Hukum II Newton, untuk sebuah partikel dapat diperluas untuk sistem banyak partikel. Seperti halnya pada gerak linier, momentum sudut total dalam sistem partikel pada beberepa titik didefinisikan sebagai jumlah vektor momentum-momentum sudut dari masing-masing partikel:
Ltot= L1+ L2+... Ln=
ii
L
di mana jumlah vektor di atas semua partikel berjumlah n sistem. (Serway & Jewett, 2009: 517)
Hukum kedua Newton untuk rotasi dapat dinyatakan dalam sebuah bentuk yang analog dengan persamaan momentum linier
dt p d Fneto , sehingga
dt I d dt L d neto (2-16)“Torsi eksternal neto (neto) yang bekerja pada sebuah sistem sama dengan laju perubahan momentum sudut sistem.”
Untuk benda tegar, momen inersia adalah konstan dan persamaan (2-16) menjadi:
I dt d I dt I d neto (2-17)Namun untuk sistem partikel yang umum, momen inersia tidak perlu tetap konstan. Persamaan (2-17) berlaku baik momen inersianya konstan maupun tidak. (Tipler, 1998: 280)
Kekekalan Momentum Sudut
Momentum sudut merupakan konsep yang penting dalam Fisika karena, pada kondisi tertentu, momentum ini merupakan besaran yang kekal. Dari persamaan 2-16 jika neto pada benda bernilai nol,
commit to user
maka dt
L d
sama dengan nol. Yaitu, tida ada perubahan momentum sudut (L). Dengan demikian, hal ini merupakan hukum kekekalan momentum sudut untuk benda yang berotasi: “Momentum sudut total pada benda yang berotasi tetap konstan jika torsi total yang bekerja padanya sama dengan nol.”(Giancoli, 2001: 269)
b. Gerak Menggelinding
Sebuah bola yang menggelinding, maka bola tersebut mengalami gerak rotasi dan gerak translasi. Bila bola menggelinding tanpa selip, gerakan rotasi dan translasinya dapat dihubungkan dengan mudah. Bila bola berputar membentuk sudutϕ seperti yang ditunjukkan di Gambar 2.6, titik kontak antara bola dan bidang bergerak sejauh s yang dihubungkan denganϕoleh
S = Rϕ (2-13)
Karena pusat bola berada tepat di atas titik kontak, pusat massa bola juga bergerak sejauh s. Karena itu kecepatan pusat massa dan kecepatan sudut rotasi dihubungkan oleh
dt d R dt ds Vcm atau Vcm R (2-18)
Persamaan 2-18 dinamakan kondisi menggelinding. Kondisi menggelinding juga dapat dinyatakan dalam percepatan linier dan sudut:
dt d R dt dVcm atau Acm R (2-19)
Ketika sebuah bola berputar dengan kelajuan sudut ω, sebuah titik di tepi bola mempunyai kelajuan Rω relatif terhadap pusat bola. Karena pusat bola bergerak dengan kelajuan Rω relatif terhadap permukaan, dan karena titik bola yang kontak dengan permukaan bergerak mundur dengan kelajuan yang sama ini relatif terhadap pusat bola, titik singgung itu diam sesaat relatif terhadap permukaan. Jika pada permukaan bekerja gaya gesekan, maka gesekan itu adalah gesekan statis, karena titik kontak benda
commit to user
yang menggelinding dengan lantai berada dalam keadaan diam pada setiap saat, dan tidak ada energi yang hilang. (Paul A. Tipler, 1998: 287)
c. Energi dan Usaha dalam Gerak Menggelinding
Bila sebuah benda yang berotasi menempuh suatu perpindahan sudut yang kecil dθ, partikel ke-i bergerak menempuh jarak dsi = ri dθ.
Jika sebuah gaya Fibekerja pada partikel ke-i, gaya melakukan kerja
dWi= Fitdsi= Fitridθ= τidθ
Secara umum, kerja yang dilakukan oleh torsi τ ketika sebuah benda menempuh suatu sudut kecil dθadalah
dW = τdθ (2-20)
Persamaan (2-20) analog dengan hasil yang serupa untuk gerak linier dalam satu dimensi, dW = Fs ds. Laju kerja yang dilakukan torsi
adalah daya masukan torsi itu:
dt d dt dW
P atau P (2-21)
Usaha total yang dilakukan pada sistem sama dengan perubahan energi kinetik sistem (jika sistem tidak mengalami perubahan energi potensial dan tidak ada energi yang hilang). Untuk benda yang berputar terhadap sumbu yang melalui pusat massanya, energi kinetik benda adalah energi kinetik relatif terhadap pusat massa, Krel. Energi kinetik ini adalah
jumlah energi kinetik masing-masing partikel dalam benda:
i i 2 2 i i 2 i i i 2 i i m r 2 1 r m 2 1 v m 2 1 K atau 2 I 2 1 K (2-22)Gambar 2.6 Bola Menggelinding Tanpa Selip, Berputar Melalui Sudutϕ s s R φ
commit to user
K adalah energi kinetik rotasi. Persamaan (2-22) adalah analogi rotasional dari mv2
2 1
K untuk gerak linier. (Paul A. Tipler, 1998: 271-272)
Sebuah benda yang berotasi sementara pusat massanya (pm) mengalami translasi akan memiliki baik K translasi maupun rotasi. Persamaan (2-22) memberikan K rotasi pada sumbu tetap. Jika benda tersebut bergerak (misalnya roda yang menggelinding menuruni bukit), persamaan ini tetap valid selama sumbu rotasi tetap arahnya. Dengan demikian energi kinetik total adalah
2 pm 2 pm tot I 2 1 V M 2 1 K (2-23)
dimana vpm adalah kecepatan linier dari pusat massa., Ipm adalah momen inersia di sekitar sumbu yang melalui pusat massa, ω adalah kecepatan sudut di sekitar sumbu ini, dan M adalah massa total benda. (Giancoli, 2001: 266)
d. Kesetimbangan Benda Tegar
Suatu benda tegar berada dalam Kesetimbangan statis bila mula-mula benda dalam keadaan diam dan resultan gaya pada benda sama dengan nol, serta torsi terhadap titik sembarang yang dipilih sebagai poros sama dengan nol.
1) Syarat Kesetimbangan Benda Tegar
Secara matematis, syarat Kesetimbangan benda tegar yang terletak pada suatu bidang datar (misal bidang xy) dinyatakan sebagai berikut :
a) Resultan gaya harus nol ƩF = 0 ; ƩFx= 0
ƩFy= 0 (2-24)
b) Resultan torsi harus nol
commit to user
2) Titik Berat
Setiap partikel dalam suatu benda tegar memiliki berat. Berat keseluruhan benda adalah resultan dari semua gaya gravitasi berarah vertikal ke bawah dari semua partikel ini, dan resultan ini bekerja melalui suatu titik tunggal, yang disebut titik berat (atau pusat gravitasi). Perhatikan Gambar 2.7 tentang konsep titik berat.
Gambar 2.7 Konsep Titik Berat
Titik berat merupakan suatu titik dimana resultan gaya gravitasi partikel-partikel terkonsentrasi pada titik ini. Karena itu, resultan torsi dari gravitasi partikel-partikel pada titik beratnya haruslah nol. Saat menumpu benda tegar pada titik beratnya, maka benda ada dalam kondisi Kesetimbangan statis dan tidak akan mudah jatuh.
Menentukan letak titik berat benda homogen yang memiliki sumbu simetris misalnya seperti mistar kayu sangatlah mudah. Sumbu simetri dari mistar kayu dapat melalui titik tengah mistar. Ini berarti titik berat mistar kayu ada di titik tengah mistar. Karena itulah mistar seimbang ketika ditumpu oleh jari telunjuk tepat di titik tengah mistar.
Titik berat dari berbagai benda ditunjukkan Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Letak Titik Berat Berbagai Benda.
Sedangkan cara menentukan letak titik berat secara kuantitatif melalui perhitungan sebagai berikut. Pertimbangan suatu benda tegar
commit to user
dengan bentuk tak beraturan terletak pada bidang XY, seperti pada Gambar 2.9. Benda dapat kita bagi atas sejumlah besar partikel-partikel kecil, dengan berat masing-masing partikel adalah w1, w2, w ,...3 memiliki koordinat (x1,y1) (x2,y2) (x3,y3),... Tiap partikel menyumbang torsi terhadap titik pusat koordinat O sebagai poros, yaitu hasil kali antara gaya gravitasi dengan panjang lengan torsinya. Misalnya torsi dari gaya gravitasi w1 adalah w1x1, w2 adalah w2x2
dan seterusnya.
Gambar 2.9 Berat w Adalah Resultan Gaya Berat Partikel-Partikelnya.
Untuk menentukan satu posisi dari gaya tunggal w, yaitu berat total benda, yang efek rotasinya sama dengan efek rotasi dari masing-masing gaya gravitasi partikel. Titik tunggal ini disebut titik berat benda. Misalkan absis dari gaya tunggal w adalah xG, maka torsinya
adalah wxG. Tentu saja torsi ini sama dengan jumlah torsi dari
masing-masing partikel. Dengan demikian wxG w1x1 w2x2 w3x3... w ... x w x w x w x 1 1 2 2 3 3 G i i i 3 2 1 3 3 2 2 1 1 G w x w ... w w w ... x w x w x w x (2-26) w x w2 x2,y 2 G (titik berat) x2 xG x1 x1,y 1 w1 O y
commit to user
Dengan cara yang sama, koordinat y dari titik berat sistem bisa di dapatkan yaitu: i i i 3 2 1 3 3 2 2 1 1 G w y w ... w w w ... y w y w y w y (2-27)
Mengapa titik berat sering diidentikkan dengan pusat massa? Benda tegar yang umum kita jumpai dalam keseharian ukarannya tidaklah terlalu besar, sehingga percepatan gravitasi g yang dialami oleh setiap partikel dalam benda dapat dianggap sama. Dalam persamaan (2-26) dan (2-27) percepatan gravitasi dapat ditiadakan. Muncullah notasi massa pada persamaan untuk menentukan koordinat xg dan yg. Titik koordinat (xg, yg) dalam kasus ini kita sebut sebagai
pusat massa. Jadi secara umum titik berat sama dengan pusat massa. Rumus pusat massa dapat diturunkan dari persamaan (2-26) dan (2-27). Dan subtitusikan w1 = m1 g, w2 = m2 g, w3 = m3 g, … ke dalam
persamaan (2-26), sehingga diperoleh
... g m g m g m ... gx m gx m gx m x 2 2 1 3 3 2 2 1 1 G
m m m ...
g ... x m x m x m g x 2 2 1 3 3 2 2 1 1 G i i i 2 2 1 3 3 2 2 1 1 G m x m ... m m m ... x m x m x m x (2-28)Dengan cara yang sama koordinat y dari pusat massa sistem bisa didapatkan yaitu: i i i 2 2 1 3 3 2 2 1 1 G m y m ... m m m ... y m y m y m y (2-29)
Untuk benda homogen berbentuk luasan (dua dimensi), massa tiap partikel dalam benda dapat dinyatakan dalam luas partikel sebagai berikut :
commit to user
sehingga persamaan (2-28) dapat ditulis
i i i i i i i i i G A t x A t t A x t A m x m x ... A A A ... x A x A x A A x A x 3 2 1 3 3 2 2 1 1 i i i G (2-30) ... A A A ... y A y A y A A y A y 3 2 1 3 3 2 2 1 1 i i i G (2-31)Untuk benda homogen berbentuk kurva (suatu dimensi), luas tiap partikel (Ai) dapat diganti dengan panjang tiap partikel (i), sehingga persamaan 2-30 dan 2-31 dapat ditulis,
... ... x x x x x 3 2 1 3 3 2 2 1 1 i i i G (2-32) ... ... y y y y y 3 2 1 3 3 2 2 1 1 i i i G (2-33)
Untuk benda homogen mempunyai volume (3 dimensi), maka :
... V V V ... x V x V x V V x V x 3 2 1 3 3 2 2 1 1 i i i G (2-34) ... V V V ... y V y V y V V y V y 3 2 1 3 3 2 2 1 1 i i i G (2-35)
Penerapan Konsep Titik Berat dalam Kehidupan Sehari-hari Salah satu penerapan konsep titik berat adalah pada desain kendaraan. Sepeda memiliki titik berat yang tinggi dan dasar tumpuan yang tipis (dasar tumpuan adalah lebar ban). Desain seperti ini tidak stabil, sehingga sepeda sangat mudah jatuh. Bagaimana dengan desain truk dan mobil balap, mobil balap lebih stabil daripada truk. Mengapa? Hal ini karena mobil balap memiliki titik berat yang lebih rendah dan alas yang lebih lebar. Desain seperti ini menyebabkan mobil balap
commit to user
sukar terguling sewaktu menempuh belokan dengan kelajuan tinggi (sesuai dengan spesifikasinya).
3) Jenis-jenis Kesetimbangan
Ada tiga jenis Kesetimbangan, yaitu : a) Kesetimbangan stabil
Kesetimbangan stabil adalah Kesetimbangan yang dialami benda di mana sesaat setelah gangguan kecil dihilangkan, benda akan kembali ke kedudukan Kesetimbangan semula.
b) Kesetimbangan labil
Kesetimbangan labil adalah Kesetimbangan yang dialami benda di mana sesaat setelah gangguan kecil dihilangkan, benda tidak akan kembali ke kedudukan Kesetimbangan semula, bahkan gangguan tersebut makin meningkat.
c) Kesetimbangan netral (indiferen)
Kesetimbangan netral adalah Kesetimbangan di mana gangguan kecil yang diberikan tidak akan mempengaruhi Kesetimbangan benda.
B. Penelitian yang Relevan
Sebelum penelitian miskonsepsi siswa dilakukan, sudah ada beberapa penelitian lain yang dilakukan mengenai miskonsepsi siswa dalam Fisika. Penelitian-penelitian tentang miskonsepsi sebelumnya dijadikan referensi dalam penelitian mengenai miskonsepsi siswa tentang materi Dinamika Rotasi dan Kesetimbangan Benda Tegar pada siswa SMA kelas XI. Setiap penelitian yang dicantumkan saling melengkapi dan memperbanyak pengetahuan tentang miskonsepsi yang mungkin terjadi pada materi Dinamika Rotasi dan Kesetimbangan Benda Tegar. Seringkali salah satu hasil penelitian mengungkapkan miskonsepsi yang tidak diungkapkan oleh peneliti lain.
Suparno (2005: 9-28) dalam bukunya yang berjudul Miskonsepsi dan
Perubahan Konsep Pendidikan Fisika, menyebutkan beberapa miskonsepsi dalam
commit to user
seperti Mekanika; Optika dan Gelombang; Panas dan Termodinamika; Listrik dan Magnet; Fisika Modern; dan Tata Surya. Dari beberapa miskonsepsi pada subbidang tersebut, miskonsepsi dalam bidang mekanika adalah yang terbanyak.
Miskonsepsi siswa tentang materi kinematika, khususnya pada konsep Gerak dilakukan oleh Ika Pratiwi (2012). Dalam Skripsinya, Ika menyimpulkan bahwa miskonsepsi terjadi pada beberap sub materi dengan tingkatan yang berbeda-beda, yaitu antara 4,55 % sampai dengan 90,91 %. Untuk yang persentasenya lebih dari 30 %, miskonsepsi siswa, antara lain: kelajuan sama dengan besarnya kecepatan; gradien yang bernilai positif dari grafik kecepatan selalu menunjukkan benda dipercepat; kecepatan dan percepatan selalu memiliki arah yang sama; jika kecepatan sesaat benda nol, maka percepatan benda tersebut juga nol; jika kelajuan sebuah benda adalah tetap (konstan) maka percepatan tersebut adalah nol; arah percepatan dan arah gerak selalu sama; massa lebih besar akan jatuh lebih cepat dibanding massa yang lebih ringan; kelajuan sama besarnya dengan percepatan. Sedangkan miskonsepsi pada materi Dinamika Partikel, yang diteliti oleh Fita Maftuhah (2011) pada siswa SMA. Dalam Skripsinya, Fita mempersentasekan miskonsepsi siswa pada tiap kategori miskonsepsi yang diujikan, diantaranya: gaya selalu menyebabkan benda bergerak (30,97 %); gerak benda akan mengikuti arah gaya terbesar yang bekerja pada benda (39,82 %); harus ada gaya yang bekerja searah gerak benda (72,57 %); tidak ada gaya yang bekerja pada benda diam (29,20 %); sebuah benda akan melambat jika tidak ada gaya total yang bekerja pada benda (78,76 %); resultan gaya sebanding dengan kecepatan (52,21 %); gaya konstan akan mempercepat benda, sampai benda menggunakan semua kekuatan dari gaya tersebut (47,79 %); percepatan sebanding dengan perubahan gaya (53,1 %); besarnya gaya normal sama dengan gaya berat (35,84 %); persamaan gaya gesek (91,15 %); gaya berat dan gaya normal adalah pasangan gaya aksi dan reaksi (72,13 %).
Halimatus pada jurnalnya tentang remidiasi kesulitan belajar siswa SMA pada materi Dinamika Rotasi menyebutkan bahwa 94,17 % dari 36 siswa kelas XI IPA SMA Negeri 3 Pontianak mengalami miskonsepsi siswa tentang materi Dinamika Rotasi. Hasil tersebut Halimatus kutip dari Skripsi Juniardi pada tahun
commit to user
2009. Sedangkan pada materi Kesetimbangan Benda Tegar, dalam Skripsi Novia Dyah (2011) tentang analisis kesalahan dalam menyelesaikan soal Fisika, disebutkan bahwa ada kesalahan konsep yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal Kesetimbangan Benda Tegar. Kesalahan konsep yang dicatat sebesar 78,13 %. Adanya kesalahan konsep yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal Kesetimbangan Benda Tegar, memungkinkan adanya miskonsepsi siswa pada materi tersebut.
C. Kerangka Pemikiran
Dalam pendidikan Fisika, siswa akan banyak belajar tentang kejadian alam. Berinteraksi dengan lingkungan untuk menguasai sesuatu sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku atau kepribadian. Pengetahuan awal yang dimiliki siswa mengenai Fisika bersifat individu.
Pemahaman siswa mengenai suatu materi atau pokok bahasan berbeda-beda. Siswa dapat memahami materi tersebut atau mengalami miskonsepsi, dan bisa juga siswa tidak memahami sama sekali. Miskonsepsi pada siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari guru, buku teks, maupun dari siswa sendiri. Jika siswa mengalami miskonsepsi pada suatu materi, maka hal tersebut dapat mempengaruhi pemahaman siswa mengenai materi yang lain karena konsep-konsep yang dipelajari saling berhubungan.
Berdasarkan pemikiran tentang pemahaman siswa dapat dimungkinkan setiap siswa kelas XI di SMA memiliki miskonsepsi tentang konsep Dinamika Rotasi dan Kesetimbangan Benda Tegar. Oleh karena itu dirancanglah sebuah penelitian mengenai miskonsepsi siswa tentang konsep Dinamika Rotasi dan Kesetimbangan Benda Tegar. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat ditunjukkan dalam Gambar 2.11.
commit to user
Gambar 2.10 Skema Kerangka Pemikiran
D. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dituliskan rumusan hipotesis penelitian, sebagai berikut:
1. Ada miskonsepsi siswa SMA kelas XI Tahun Ajaran 2013/2014 tentang materi Dinamika Rotasi dan Kesetimbangan Benda Tegar.
2. Ada profil miskonsepsi siswa SMA kelas XI Tahun Ajaran 2013/2014 tentang materi Dinamika Rotasi dan Kesetimbangan Benda Tegar.
Pemahaman siswa mengenai suatu materi berbeda-beda. Siswa dapat memahami materi tersebut atau mengalami miskonsepsi, dan bisa juga siswa tidak
memahami sama sekali
Miskonsepsi pada siswa dapat
mempengaruhi pemahaman siswa mengenai materi yang lain karena konsep-konsep yang
dipelajari saling berhubungan
Ada profil miskonsepsi siswa kelas XI SMA pada konsep Dinamika Rotasi dan
Kesetimbangan Benda Tegar
Memahami Miskonsepsi Tidak Memahami
Dapat dimungkinkan setiap siswa kelas XI di SMA memiliki miskonsepsi pada konsep Dinamika