1
Produksi dan Konsumsi Oksigen serta Pertumbuhan
Ceratophyllum demersum
L. pada Kerapatan yang Berbeda dalam
Mendukung Potensinya
sebagai Bioaerator
Muhammad Khusni Hidayat*, Munifatul Izzati**, Nintya Setiari*** Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Tumbuhan
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro, Semarang *hidayatkhusni@yahoo.com, **Munifatul_Izzati@yahoo.com, ***nintyasetiari@yahoo.uk
ABSTRACT
Aquaculture is one of important economic activity in Indonesia. The main problem in aquaculture is the low water quality such lower oxygen level . Ceratophyllum demersum is one of aquatic plants that is hypothesized capable in increasing oxygen level through photosynthesis. However the growth of C. demersum it self will consume oxygen from the water through respiration. The aim of this study is to measure oxygen production and consumption by C. demersum at different density level. From this data, we will understand the potency of C.demersum as bioaerator to supplay oxygen in the water. This experiment was designed using Completed Randomized Designed (CRD). Three density level of C. demersum was apllied as treatment. They were 100g/100L, 200g/100L dan 300g/100L. Each treatment was replicated by 4 times. Results indicated that in density of 300g/100L produced the highest oxygen level ( 1,65 ppm). The highest growth rate of C. demersum was resulted by density level of 200g/100L.
Keyword : Ceratophyllum demersum, oksigen, growth, density
ABSTRAK
Salah satu potensi perairan Indonesia adalah untuk budidaya berbasis akuakultur. Dewasa ini budidaya akuakultur terkendala penurunan kualitas air seperti rendahnya kadar oksigen terlarut. Tumbuhan air Ceratophyllum demersum merupakan salah satu tumbuhan yang dapat menghasilkan oksigen dengan memanfaatkan nutrisi yang berasal dari lingkungannya sehingga dapat mensuplai oksigen terlarut dalam air. Pertumbuhan C. demersum dalam perairan juga memerlukan oksigen untuk proses respirasi, sehingga perlu diketahui nilai produksi dan konsumsi oksigennya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepadatan C. demersum
terhadap produksi dan konsumsi oksigen serta pertumbuhannya. Rancangan percobaan yang digunakan berupa Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan kepadatan C. demersum, yaitu 100g/100L, 200g/100L dan 300g/100L. Masing-masing perlakuan dilakukan 4 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa oksigen tertinggi (1,65 ppm) dihasilkan dari kepadatan 300 g/100 L, pertumbuhan tertinggi dihasilkan dari kepadatan 200 g/100 L
2
PENDAHULUAN
Budidaya perairan merupakan usaha membudidayakan organisme akuatik seperti ikan, Mollusca, Crustacea, dan sebagainya yang bernilai ekonomi untuk pemenuhan hajat hidup. Usaha ini dapat mendatangkan keuntungan yang sangat besar. Keberhasilan dari kegiatan ini tentu saja sangat dipengaruhi oleh kualitas perairan
Dewasa ini, budidaya organisme perairan berbenturan dengan masalah penurunan kualitas air seperti kekeruhan, pengkayaan nutrisi (eutrofikasi), dan polusi. Kondisi ini akan dapat menghambat pertumbuhan dan menurunkan sistem imunitas organisme perairan. Akibatnya, kondisi perairan menjadi kurang layak untuk dijadikan sebagai lahan budidaya.
Solusi dari permasalahan ini adalah dengan mengembalikan keseimbangan ekosistem perairan, diantaranya dengan menambahkan komponen yang sangat penting dalam sistem perairan, yaitu tumbuhan air. Sebagai produsen utama dalam perairan, tumbuhan air dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan bagi organisme perairan. Fungsi penting lainnya adalah sebagai bioaerator atau pemasok oksigen utama yang nantinya
dapat menjamin kehidupann ekosistem di dalamnya.
Salah satu tumbuhan air yang mempunyai potensi untuk digunakan sebagai bioaerator adalah C. demersum.
Izzati (2008) menyatakan bahwa tumbuhan air C. demersum memiliki kemampuan mensuplai oksigen yang tinggi.
Banyak-sedikitnya oksigen yang diproduksi dan dikonsumsi oleh tumbuhan air dipengaruhi oleh kepadatan. Semakin tinggi kepadatan tumbuhan mengakibatkan produksi oksigen tinggi, namun konsumsi oksigen juga tinggi. Produksi oksigen memiliki laju yang lebih tinggi dibandingkan konsumsi oksigen (Kremer, 1981 dalam
Izzati, 2004), sehingga dimungkinkan adanya surplus produksi oksigen yang akan dilepaskan ke dalam perairan.
Kepadatan tanam juga akan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Jika tanaman terlalu padat, maka pertumbuhan tanaman menurun (Gardner dkk, 1991 dalam Mursito dan Kawiji, 2008).
Berdasarkan konsep di atas, maka perlu diketahui tingkat produksi dan konsumsi oksigen serta
3 pertumbuhan C. demersum yang ditanam
pada kepadatan yang berbeda. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memperkirakan kepadatan C. demersum yang tepat sebagai bioaerator perairan sehingga dapat mensuplai oksigen yang optimal ke dalam perairan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Tumbuhan Jurusan Biologi Universitas Diponegoro.
Sebelum C. demersum ditanam ke dalam akuarium, DO awal air akuarium diukur terlebih dahulu. Kemudian C. demersum dimasukkan seluruh bagian tanaman ke dalam air. Berat C. demersum yang ditanam sesuai perlakuan yaitu 100 g, 200 g dan 300 g dalam 100 L air, kemudian didedahkan sinar matahari selama 1 jam. Selanjutnya DO air dalam akuarium diukur kembali sebagai DO akhir. Produksi oksigen bersih merupakan selisih DO akhir dan DO awal. Pengukuran produksi oksigen dilakukan pada siang hari pada pukul 11.00
Pengukuran konsumsi oksigen dilakukan dengan cara mengukur DO
awal air dalam akuarium, kemudian C.
demersum dimasukan ke dalam akuariun
dan ditutup terpal hitam dengan rapat sehingga tidak ada sinar matahari dan dibiarkan selama 1 jam. Setelah 1 jam diukur DO air sebagai DO akhir. Pengukuran konsumsi oksigen dilakukan pada pukul 15.00.
Penelitian dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan, yaitu 100g/100L, 200g/100L dan 300g/100L. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Variabel yang diamati pada penelitian ini meliputi: produksi oksigen, konsumsi oksigen, pertumbuhan C. Demersum.
Rumus perhitungan produksi dan konsumsi oksigen oleh C. demersum
menurut Wetzel dan Likens (1991), adalah sebagai berikut:
Produksi oksigen bersih = DO sesudah penambahan C. demersum - DO awal
Konsumsi oksigen = DO awal – DO sesudah penambahan C. demersum
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA (analisis of
varian) pada signifikasi 95% untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh antar perlakuan. Dilanjutkan dengan uji
4 Duncan dengan signifikasi 95%
(Hanafiah, 2001). Analisis Varian dan uji Duncan dilakukan dengan program SPSS v 14.00 for Windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi Oksigen Bersih
Hasil pengamatan terhadap konsentrasi oksigen sebelum ditambahkan tumbuhan air
Ceratophyllum demersum menunjukkan
bahwa konsentrasi oksigen berada pada kisaran antara 5,72 mg/L sampai 6,89 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum diberi tumbuhan air C.
demersum, konsentrasi oksigen berada
pada kisaran yang cukup untuk mendukung pertumbuhan udang maupun ikan. Menurut Hedley (1998) ikan dapat hidup dengan baik pada kondisi oksigen terlarut sebesar 5 mg/L. Konsentrasi oksigen 1-5 mg/L dapat digunakan oleh ikan untuk hidup (Boyd, 1990).
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Anova) dan hasil uji Duncan pada taraf signifikasi 95% menunjukkan bahwa kepadatan C. demersum
mempengaruhi produksi oksigen di dalam air (Gambar 1)
0,52 0,96 1,65 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 100 200 300 p ro d u ks i o ks ig en (m g/ L) kepadatan C. demersum (g/100L)
Gambar 1. Histogram produksi oksigen oleh C.
demersum pada kepadatan yang berbeda
Produksi oksigen dalam penelitian ini cenderung meningkat sejalan dengan bertambahnya kepadatan
C. demersum. Semakin meningkat
kepadatan, biomasa tumbuhan ini juga meningkat sehingga meningkatkan produksi oksigen. Vymazal (1995) menyatakan bahwa peningkatan produksi oksigen akan mencapai optimum pada kepadatan tertentu, setelah melampui kepadatan tersebut, produksi oksigen bersih akan menurun kembali. Hal ini disebabkan karena adanya bagian yang saling menutupi
(self shading), sehingga cahaya matahari
tidak dapat ditangkap secara optimal. Menurut Djukri dan Purwoko (2003), distribusi spektrum cahaya matahari yang diterima pada bagian yang terkena sinar matahari langsung, lebih besar dibanding dengan di bawah naungan.
a
5 Pada kondisi ternaungi, cahaya yang
dapat dimanfaatkan untuk proses fotosintesis sangat sedikit. Cruz, (1997)
dalam Djukri dan Purwoko, 2003
menyatakan naungan dapat mengurangi enzim fotosintetik yang berfungsi sebagai katalisator dalam fiksasi CO
2
dan menurunkan titik kompensasi cahaya.
Banyaknya oksigen yang dihasilkan dari fotosintesis juga dipengaruhi oleh morfologi tumbuhan.
C. demersum memiliki bentuk daun yang
kecil sehingga total luas permukaan daun lebih besar. Hal ini menyebabkan tingginya laju fotosintesis sehingga menghasilkan oksigen yang tinggi. Morfologi yang kecil juga menjadikan setiap bagian dari rumput laut dapat terkena sinar matahari shingga hampir seluruh bagian tanaman mampu melakukan fotosintesis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sampai dengan kepadatan 300 g/100L, oksigen bersih yang dihasilkan masih meningkat. Tingginya produksi oksigen bersih ini, menunjukkan bahwa
C. demersum adalah termasuk jenis
tumbuhan air yang efektif untuk mensuplai oksigen dalam perairan.
Produksi oksigen dipengaruhi oleh faktor cahaya. Pada pengamatan ini, intensitas cahaya yang terukur sebesar 57.200 Lux – 57.300 Lux. Intensitas cahaya ini akan mengalami penurunan setelah masuk ke dalam air dikarenakan air akan memantulkan dan menyerap sebagian cahaya yang masuk. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Nybakken (1992), bahwa akan terjadi pemantulan kembali maupun penyerapan cahaya yang masuk dalam air.
Oksigen yang dilepaskan dalam perairan, merupakan hasil fotosintesis, meskipun demikian, kadar oksigen perairan juga dipengaruhi oleh adanya kegiatan respirasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan oksigen yang dilepaskan oleh C. demersum pada kepadatan 300 g/100L masih cukup tinggi, sehingga dapat digunakan untuk menambah konsentrasi oksigen dalam perairan.
Konsumsi Oksigen
Hasil analisis sidik ragam (Anova) menunjukkan bahwa kepadatan tanam C. demersum tidak mempengaruhi konsumsi oksigen (Gambar 2).
6 1,1 1,11 1,38 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 100 200 300 ko n su m si o ks ig e n (m g/ L)
kepadatan Ceratophyllum demersum (g/100L)
Gambar 2. Histogram konsumsi oksigen oleh C.
demersum pada kepadatan yang berbeda
Hal ini membuktikan bahwa pada penelitian ini kepadatan tidak berpengaruh terhadap konsumsi oksigen oleh C. demersum atau dengan kata lain konsumsi oksigen masing masing kepadatan cenderung sama. Kemungkinan hal ini disebabkan karena morfologi C. demersum yang berukuran kecil menyebabkan proses respirasi yang dilakukan cenderung lambat sehingga waktu perlakuan 1 jam belum cukup untuk menunjukkan perbedaan kecepatan reaksi respirasi yang nyata antar kepadatan yang berbeda.
Rata-rata konsentrasi oksigen akhir setelah 1 jam respirasi pada seluruh kepadatan C. demersum adalah sejumlah 5,67 mg/L. Konsentrasi ini baik digunakan untuk budidaya perairan, karena ikan maupun udang dapat hidup dengan baik pada kondisi ini. Menurut
Hedley (1998), ikan dapat hidup dengan baik pada kondisi oksigen terlarut minimal sebesar 5 mg/L, bahkan menurut Boyd (1990) konsentrasi oksigen dalam air sebesar 1-5 mg/L dapat digunakan ikan untuk hidup.
Pada penelitian ini dapat terlihat adanya perbandingan antara produksi dan konsumsi oksigen oleh C. demersum
pada berbagai tingkat kepadatan. Perbandingan antara oksigen yang dihasilkan dan oksigen yang dikonsumsi
oleh C. demersum yang ditanam pada
kepadatan yang berbeada dapat dilihat pada gambar 3. 0,52 0,96 1,65 1,1 1,11 1,38 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 100 200 300 ko n se n tr as i o ks ig en (m g/ L) kepadatan C. demersum produksi oksigen konsumsi oksigen
Gambar 3. Histogram produksi dan konsumsi
oksigen C. demersum pada kepadatan
yang berbeda
Pengamatan terhadap produksi dan konsumsi oksigen (Gambar 3) menunjukkan bahwa kepadatan C.
demersum yang paling optimal
mensuplai oksigen untuk lingkungan perairan adalah kepadatan 300 g/100 L karena pada kepadatan tersebut terjadi
a b c
7 surplus oksigen sebanyak 0,27 mg/L.
Pada kepadatan C. demersum 100 g/100 L dan 200 g/100 L, oksigen yang dikonsumsi cenderung lebih banyak daripada oksigen yang diproduksi.
Pertumbuhan
Data pertumbuhan C. demersum
diperoleh dengan cara mengurangkan berat akhir dengan berat awal C.
demersum. Berat awal adalah berat C.
demersum sebelum ditumbuhkan pada
akuarim, sedangkan berat akhir adalah berat setelah tumbuhan tersebut ditumbuhkan selama satu bulan. Hasil pengamatan pertumbuhan C. demersum
pada kepadatan yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik pertumbuhan C. demersum
yang ditanam pada kepadatan berbeda.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Anova) terhadap kepadatan
tanam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pertumbuhan yang nyata antar kepadatan C. demersum. Hal ini membuktikan bahwa pada penelitian ini kepadatan berpengaruh terhadap pertumbuhan C. demersum. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2008) bahwa kepadatan merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Hasil uji Duncan pada taraf signifikasi 95% untuk perlakuan kepadatan menunjukkan adanya perbedaan nyata antara kepadatan 100 g/100L dengan kepadatan 200 g/100L. Kepadatan 300 g/100L berbeda tidak nyata, baik dengan kepadatan100 g/100L maupun 200 g/100L. Perlakuan kepadatan 100 g/100L memberikan pengaruh yang berbeda dengan perlakuan kepadatan 200 g/100L terhadap pertumbuhan tanaman, sedangkan perlakuan kepadatan 300 g/100L tidak memberikan pengaruh yang berbeda dengan kepadatan 100 g/100L maupun 200 g/100L. .
Berdasarkan hasil uji Duncan tersebut dapat dijelaskan bahwa tanaman yang mengalami pertumbuhan paling cepat adalah pada kepadatan 200 g/100L. Pada kepadatan ini kemungkinan belum terjadi kompetisi
8 yang signifikan dalam memperoleh
cahaya dan nutrisi. Sedangkan pada kepadatan 300 g/100L, tanaman mulai mengalami kompetisi dalam mendapatkan cahaya dan nutrisi sehingga pertumbuhan tanaman menurun. Hal ini sesuai dengan penadapat Gardner dkk, 1991 (dalam
Mursito dan Kawiji, 2008) yang menyatakan bahwa jika tanaman terlalu padat maka pertumbuhan tanaman menurun. Kepadatan tanam sangat mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan tingkat produksi suatu tanaman.
Pertumbuhan terendah terjadi pada kepadatan C. demersum 100 g/100L dengan rata-rata pertambahan berat 4,5 g. Penyebab dari rendahnya pertumbuhan pada kepadatan ini kemungkinan adalah karena kalah berkompetisi dalam penyerapan nutrisi dan cahaya dengan mikro alga. Hal ini dapat dilihat dari warna air yang hijau. Kondisi ini menyebabkan terjadinya kematian pada C. demersum pada kepadatan 100 g/100L sehingga terjadi penurunan berat basah setelah memasuki minggu kedua.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu: Produksi oksigen bersih paling tinggi diperoleh dari Ceratophyllum demersum pada kepadatan 300 g/100L, yaitu rata-rata sebesar 1,65 mg/L. Konsumsi oksigen yang paling tinggi diperoleh dari
C. demersum pada kepadatan 300
g/100L, yaitu rata-rata sebesar 1,38 mg/L. Pertumbuhan paling tinggi terjadi pada C. demersum dengan kepadatan 200 g/100L, yaitu dengan penambahan berat rata-rata sebesar 71.25 g. Kepadatan C. Demersum 300 g/100 L merupakan kepadatan yang paling optimal dalam mensuplai oksigen ke lingkungan perairan
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neill A., JB. Reece dan LG. Mitchell. Biologi Jilid 1. Erlangga. Jakarta
Djukri dan B. P. Purwoko. 2003. Pengaruh Naungan Paranet Terhadap Sifat Toleransi Tanaman Talas (Colocasia
esculenta (L.) Schott. Ilmu
Pertanian.10 (2): 17-25.
Gardner, F. P. dan R. B. Pearce. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Hanafiah, K. A. 2001. Rancangan Percobaan, Teori dan Aplikasi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
9 Hedley, D. 1998. Water Turn Over,
Winter Kill and Low Dissolved Oxygen (DO) Concentration in Ponds Without Increasing or Mechanical Oxygenated Water. http://www.hedley.on.ca/index. html. 30 September 2007. Izzati, M. 2004. Peranan Rumput Laut
Dalam Mengendalikan Kualitas Air Tambak Pada Model Budidaya Ganda Udang Windu-Rumput Laut. Disertasi. Institut Teknologi Bandung.
Izzati, M., Ratnawati, Nintya Setiari. 2008. Karakterisasi dan Uji Potensi Makroalga Sebagai Agen Pemicu (Forcing Function) Untuk Rehabilitasi Ekosistem Tambak Udang.
www.lemlit.undip.ac.id/abstrak/c ontent/view/467/277/. 17 Agustus 2010
Mursito, J. dan Kawiji. 2008. Pengaruh Kerapatan Tanam dan Kedalaman Olah Tanah Terhadap Hasil Umbi Lobak
(Raphanus sativus L.). Fakultas
Pertanian UNS. Surakarta. Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut,
Suatu Pendekatan Ekologis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wetzel, R. G. dan G. E. Likens. 1991. Lymnological Analyses Second Edition. Spriner-Verlag. New York.