• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PROGRAM PENDAMPINGAN SKB DI PKBM DALAM MENGEMBANGKAN KEWIRAUSAHAAN BERBASIS POTENSI LOKAL KABUPATEN BANTUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PROGRAM PENDAMPINGAN SKB DI PKBM DALAM MENGEMBANGKAN KEWIRAUSAHAAN BERBASIS POTENSI LOKAL KABUPATEN BANTUL"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PROGRAM PENDAMPINGAN SKB DI PKBM DALAM MENGEMBANGKAN KEWIRAUSAHAAN

BERBASIS POTENSI LOKAL KABUPATEN BANTUL

ARTIKEL JURNAL

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Luar Sekolah

Oleh: Ervin Bramantyo NIM 10102241024

PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

Jurnal Pendidikan Luar Sekolah Edisi ... Tahun ..ke.. 2015 1

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PROGRAM PENDAMPINGAN

SKB DI PKBM DALAM MENGEMBANGKAN KEWIRAUSAHAAN BERBASIS

POTENSI LOKAL KABUPATEN BANTUL

WOMEN EMPOWERMENT THROUGH SKB MENTORING PROGRAM IN PKBM TO DEVELOP ENTREPRENEURSHIP BASED ON BANTUL’S LOCAL POTENTIAL

Oleh: Ervin Bramantyo, UNY

Alamat email: ervinbramantyo72@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) implementasi pemberdayaan perempuan melalui Program Pendampingan SKB di PKBM (2) hasil pemberdayaan, (3) faktor pendukung dan penghambat pemberdayaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan subjek penelitian kepala SKB, ketua PKBM, pendamping, dan perempuan peserta program. Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) implementasi program sudah sesuai dengan panduan, terdiri dari tahap persiapan, pelaksanaan dan evaluasi (2) program belum mampu memberdayakan perempuan dan belum dapat membentuk PKBM tematik. Program pemberdayaan ini menghasilkan usaha produktif yang mudah dipasarkan dan dapat mengembangkan potensi dan unggulan lokal yakni rempeyek, adrem, putu ayu dan olahan ubi ungu, (3) faktor yang mendukung program adalah pengelola PKBM yang selalu memonitoring dan adanya pendamping pada kelompok usaha. Faktor penghambat program adalah kurangnya komitmen dari beberapa anggota dan kurangnya monitoring dari SKB.

Kata kunci: pemberdayaan perempuan, program SKB, PKBM, kewirausahaan, potensi lokal

Abstract

This research aimed to describe (1) the implementation of women empowerment through SKB mentoring program in PKBM (2) the result of empowerment (3) the supporting factors and obstacle factors of empowerment. Qualitative descriptive used in this research with the research subjects are SKB chief, PKBM chief, colleagues, and the women who joining in the program. The data collected by interviewing, observing, and documentating. The results of the research show that 1) implementation of program is consist of preparation, implementation, and evaluation. 2) the program is not capable to empowering the women and compose tematik PKBM. This empowerment program produces productive work that easy to selling and it can develop potential and the local superior, such as rempeyek, adrem, putu ayu and ubi ungu. 3) the factors that support program are PKBM manager who always monitors and there are colleagues at the work groups. The obstacle factor of that program are the lack of commitment from some members and less monitoring from SKB.

Keywords: entrepreneurship, local potential, PKBM, SKB program, women empowerment

PENDAHULUAN

Salah satu masalah yang harus dihadapi oleh negara‐negara sedang berkembang adalah banyaknya penduduk yang hidup dalam kemiskinan. Menurut BPS (2013: 8) di Indonesia jumlah penduduk miskin pada Maret 2013 sebanyak 28,07 juta orang turun 0,52 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2012 yang sebesar 28,59 juta. Penduduk miskin tersebut sebagaian besar berada

di daerah pedesaan yakni sebanyak 63,21 persen. Penduduk tuna aksara yang tinggal di daerah perdesaan seperti petani kecil, buruh, dan nelayan tertinggal dalam hal pengetahuan, keterampilan, teknologi serta sikap mental berwirausaha. Perempuan khususnya dipedesaan tidak memperoleh kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang memadai sehingga menyebabkan mereka tidak dapat berbuat banyak dalam memilih pekerjaan dan menuntut haknya sebagai pekerja.

(6)

Jurnal Pendidikan Luar Sekolah Edisi ... Tahun ..ke.. 2015 2

Berdasarkan International Labour Organization (2013: 9) perbedaan gender dalam partisipasi angkatan kerja menunjukkan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja untuk laki-laki berkisar antara 84 dan 85 persen, dan tingkat angkatan kerja bagi perempuan berkisar antara 52 dan 53 persen selama tahun 2012 dan 2013. Dalam hal pekerjaan, pada tahun 2013 sekitar 62 persen laki-laki bekerja, sementara perempuan sekitar 38 persen yang bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi kerja perempuan di Indonesia masih rendah dibanding tingkat partisipasi kerja laki-laki.

Rendahnya tingkat partisipasi tersebut dapat disebabkan oleh budaya patriakhi yang sudah mengakar. Budaya bahwa yang mencari nafkah atau bekerja adalah laki-laki. Hal ini membuat perempuan hanya sebagai buruh rumah tangga dan bergantung pada pendapatan suami. Padahal di lain sisi pendapatan suami mereka yang bekerja sebagai buruh tani maupun buruh bangunan belum dapat mencukupi kebutuhan keluarga. Banyak perempuan yang belum paham bahwa mereka mempunyai potensi untuk turut serta membantu ekonomi keluarga. Oleh karena pemberian pemahaman dan keterampilan agar perempuan turut serta membantu suami untuk mencukupi kebutuhan keluarga sangatlah diperlukan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan pemberdayaan perempuan.

Oleh karena itu agar dapat melibatkan perempuan yang secara kualitas masih rendah dan tidak berdaya diperlukan upaya yang berkesinambungan, salah satunya yaitu dengan melakukan pemberdayaan perempuan, mengingat banyak program peningkatan keterampilan dan

pengembangan ekonomi yang lebih mementingkan laki-laki.

Menurut Edi Suharto (2005: 60) tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal maupun kondisi eksternal. Memberi kesempatan kepada kaum perempuan untuk berpartisipasi dalam usaha ekonomi produktif dan berwirausaha merupakan solusi dari dilema perempuan yang ingin bekerja guna memenuhi kehidupan keluarga dan tugas mereka sebagai ibu rumah tangga.

Harapan terhadap munculnya entrepreneur dan perbaikan pendidikan bagi perempuan merupakan suatu hal yang relevan untuk diwujudkan melalui program pemberdayaan perempuan. Salah satu program pemberdayaan perempuan adalah melalui kegiatan pendampingan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).

Menurut Ditjen PUDNI (2013: 6) hasil yang diharapkan dari program pendampingan SKB di PKBM ini dapat dilihat dari 1) tercapainya pemberdayaan perempuan melalui ketahanan ekonomi keluarga peserta didik; 2) meningkatnya rintisan PKBM tematik dalam mengembangkan kewirausahaan sesuai potensi lokal; 3) terbentuknya usaha produktif yang mudah dipasarkan 4) adanya potensi unggulan lokal yang dapat dikembangkan

SKB Bantul dalam program ini memfasilitasi dan mendampingi 3 (tiga) PKBM diwilayah kerja SKB. Ke tiga PKBM di kabupaten Bantul yang mendapatkan program ini adalah PKBM Sari Ilmu di Sanden, PKBM Taruna Mukti di Srandakan dan PKBM Candirejo di Patalan Jetis. Melalui program

(7)

Jurnal Pendidikan Luar Sekolah Edisi ... Tahun ..ke.. 2015 3 ini diharapkan peserta didik di PKBM memperoleh

layanan pendidikan kewirausahaan dan membuat usaha berdasarkan potensi lokal. PKBM Sari Ilmu mengembangkan usaha oleh-oleh yakni rempeyek, PKBM Taruna Mukti membuat adrem dan PKBM Candi Rejo membuka usaha aneka snack.

Pada kenyataannya banyak program pemberdayaan perempuan yang belum efektif membantu perempuan dalam mengembangkan ekonomi. Program kewirausahaan yang dilakukan selama ini dinilai kurang menekankan pemberdayaan, bermotif belas kasihan sehingga dampaknya justru membuat masyarakat menjadi manja, malas dan selalu mengharapkan bantuan belas kasihan dari pihak lain. Penelitian ini lebih menekankan pada subjek perempuan, karena dalam kenyataannya perempuan selalu dalam kondisi tidak berdaya khususnya dari segi ekonomi. Hal di ataslah yang kemudian menjadi daya dorong untuk melakukan penelitian dengan judul Pemberdayaan Perempuan melalui Program Pendampingan SKB di PKBM dalam Mengembangkan Kewirausahaan Berbasis Potensi dan Unggulan Lokal di Kabupaten Bantul.

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif karena dalam penelitian ini mempunyai tujuan untuk menggambarkan suatu status atau fenomena. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui informasi umum mengenai sebuah topik atau masalah yang belum diketahui maupun dipahami oleh seorang peneliti untuk kemudian mendeskripsikan apa adanya suatu variabel bukan untuk menguji hipotesis.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SKB Bantul yang dalam program ini mendampingi PKBM Sari Ilmu di Sanden, Taruna Mukti di Srandakan, dan PKBM Candirejo di Patalan Jetis. Adapun waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September 2014-Januari 2015

Target/Subjek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah kepala SKB, ketua dan pendamping kelompok usaha dari ketiga PKBM, serta perempuan peserta program.

Prosedur

Desain penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Teknik analisis data diawali dengan pengumpulan Data (Data Collection), Reduksi Data (Data Reduction), Display Data, dan Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan. Pengukuran keabsahan data menggunakan triangulasi sumber seperti yang dijelaskan oleh Lexy J. Moleong (2004: 330) bahwa triangulasi sumber digunakan untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh dari beberapa sumber. Hasil dari perbandingan tersebut yang diharapkan adalah berupa kesamaan atau apabila berbeda dapat ditemukan alasan-alasan terjadinya perbedaan.

Data, Intrumen, dan Teknik Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Pedoman Observasi 2. Pedoman Wawancara Teknik Analisis Data

(8)

Jurnal Pendidikan Luar Sekolah Edisi ... Tahun ..ke.. 2015 4

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Burhan Bungin (2003:70), yaitu sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data (Data Collection) 2. Reduksi Data (Data Reduction) 3. Display Data

4. Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

1. Implementasi Program Pemberdayaan Perempuan

Implementasi pemberdayaan perempuan melalui program pendampingan SKB di PKBM dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah tahap persiapan yang meliputi identifikasi dan pendataan perempuan yang akan diikutkan dalam program, identifikasi peluang usaha, serta melaksanakan kegiatan pelatihan dan pendampingan untuk mengembangkan usaha berbasis potensi dan unggulan lokal. Implementasi program tahap kedua adalah tahap pelaksanaan, yakni meliputi pembekalan kewirausahaan, pelatihan keterampilan memasak dan pembentukan kelompok usaha serta pengembangan usaha. Semua kegiatan pada tahap pelaksanan tersebut didampingi oleh PKBM. Implementasi Program pada tahap ketiga adalah evaluasi program. Tahap evaluasi dilaksanakan oleh PKBM minimal satu bulan sekali sedangkan oleh SKB baru dilaksanakan 2 kali di PKBM Taruna Murti, 1 kali di PKBM Sari Ilmu dan 1 kali di PKBM Candi Rejo.

2. Hasil Program Pemberdayaan Perempuan Berdasarkan hasil wawancara dengan perempuan peserta program dan panitia PKBM,

program ini belum sepenuhnya dapat memberdayakan peserta program karena omsetnya belum begitu besar. Berdasarkan hasil observasi terhadap laporan keuangan, program ini juga belum dapat meningkatkan pendapatan peserta. Hal ini dapat dilihat dari omset tiap kelompok yang belum begitu besar. Peserta program di PKBM Taruna Murti mendapat pembagian hasil usaha sebesar Rp20.000,00 setiap produksi, dan jumlah itu juga tidak tetap tergantung dari omset yang mereka dapat. Selain itu pendapatan yang mereka dapat juga tidak semua dibagi namun sebagian dijadikan kas. PKBM Candi Rejo mendapatkan omset yang tidak tetap, berkisar Rp25.000 setiap minggunya. Sedangkan di PKBM Sari Ilmu perempuan peserta program mendapat sekitar Rp25.000,00-Rp45.000,00 setiap kali produksi. Namun pendapatan ini masih bisa bertambah apabila mereka mampu memproduksi sendiri di rumah dan dititipkan di toko kelompok, karena keuntungannya yang didapat akan diterima individu tersebut. Oleh karena itu, meskipun hasil dari program ini belum dapat dikatakan berhasil namun dengan adanya toko di PKBM Sari Ilmu ini diharapkan dapat memotivasi perempuan peserta program agar berwirausaha dan memanfaatkan sarana tersebut untuk meningkatkan pendapatan. Adanya program ini mampu memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada perempuan peserta program untuk ikut berperan membantu suami dalam perekonomian keluarga dengan memanfaatkan keterampilan memasak yang mereka peroleh dari pelatihan.

Berdasarkan wawancara, jika dilihat dari indikator keberhasilan untuk menjadi PKBM

(9)

Jurnal Pendidikan Luar Sekolah Edisi ... Tahun ..ke.. 2015 5 tematik, maka ketiga PKBM peserta program

baru dapat memenuhi 2 point indikator keberhasilan yakni PKBM sebagai pendamping kelompok usaha masyarakat dan memproduksi produk sesuai potensi dan unggulan lokal. Indikator lain seperti memiliki MOU dengan dunia usaha dalam memasarkan produk usaha, memiliki pembukuan keuangan yang tertib, dan PKBM menjadi rujukan bagi lembaga lainnya khususnya aspek pengembangan kewirausahaan berbasis potensi lokal belum terpenuhi.

Meskipun program ini belum sepenuhnya berhasil memberdayakan perempuan dan membentuk PKBM tematik tetapi program ini telah mampu menghasilkan usaha produktif yang mudah dipasarkan. Hal ini terlihat dari mudahnya PKBM memasarkan produk yang merupakan makanan asli daerah yang diminati masyarakat. Selain itu program ini juga dapat mengembangkan potensi dan unggulan lokal dari wilayah masing-masing. Produk dari ketiga PKBM antara lain aneka variasi rempeyek, adrem, putu ayu dan olahan dari ubi ungu. 3. Faktor Pendukung dan Penghambat

Pemberdayaan Perempuan

Faktor yang mendukung program adalah pengelola PKBM yang selalu memonitoring dan adanya pendamping pada setiap kelompok usaha. Dukungan dari SKB dan PKBM menjadi modal bagi kelompok perempuan miskin untuk melakukan pengembangan usaha. Hal ini menunjukkan adanya sinkronisasi antara instansi, di mana satu sama lain bisa saling mendukung untuk kesuksesan program.

Faktor yang menghambat program dapat diklasifikasikan menjadi dua faktor internal dari

diri peserta dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi kurangnya komitmen dari beberapa anggota untuk berwirausaha, selain itu juga masih banyak SDM yang berpendidikan rendah yang memerlukan pembekalan lebih lanjut, baik keterampilan memasak maupun keterampilann pembukuan. Faktor eksternal yang menghambat program adalah kurangnya monitoring dari SKB dan kurangnya modal.

Pembahasan

1. Implementasi Program Pemberdayaan Perempuan

Berdasarkan buku panduan program pedampingan SKB di PKBM 2013, tahap implementasi program dibedakan menjadi empat, yakni tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap pelaporan dan pemantauan serta tahap pengawasan dan pemeriksaan. SKB Bantul dalam mengimplementasikan program di PKBM sudah sesuai dengan intruksi pada buku panduan tersebut. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan kepala SKB maupun ketua-ketua PKBM semuanya menyatakan bahwa proses implementasi program sudah dilaksanakan dengan baik dan benar sesuai mekanisme alur kegiatan yang sudah ditetapkan baik pada tahap perencanaan, tahap pelaksanaan program maupun pada tahap evaluasi.

Implementasi program pemberdayaan perempuan melalui program pendampingan SKB di PKBM diawali dengan melakukan identifikasi dan pendataan perempuan yang akan diikutkan dalam program dengan mengutamakan aksi sosial karena segmentasi peserta pada tahap ini diarahkan pada

(10)

Jurnal Pendidikan Luar Sekolah Edisi ... Tahun ..ke.. 2015 6

perempuan pengangguran, baik dari perempuan putus sekolah dan/atau perempuan dari keluarga miskin. Perempauan peserta program dijadikan subyek dan kedudukan dari masing-masing peserta adalah sama. Berdasarkan penjelasan di atas terlihat bahwa program ini dalam implementasinya menerapkan prinsip yang sama dengan prinsip dari Sunit Agus Tri Cahyono (2008: 11-12) yakni 1) pembangunan yang dilaksanakan harus bersifat lokal. 2) lebih mengutamakan aksi sosial, 3) menggunakan pendekatan organisasi komunitas atau kemasyarakatan lokal, 4) adanya kesamaan kedudukan dalam hubungan kerja, dan 5) menggunakan pendekatan partisipasi para anggota kelompok sebagai subjek bukan objek.

Implementasi program pemberdayaan perempuan melalui program ini sesuai dengan tahapan program pemberdayaan menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2004: 83-84) yakni sebagai berikut:

1. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.

Pada tahap ini pihak SKB dan PKBM sebagai pihak pemberdaya berusaha merangsang kesadaran perempuan peserta program akan perlunya memperbaiki kondisi agar tercipta masa depan yang lebih baik melalui kegiatan pembekalan kewirausaan dan pemberian motivasi.

2. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan keterampilan.

Pada tahap ini transformasi kemampuan dilakukan SKB dan PKBM dengan

mengadakan pembekalan kewirausahaan yang kemudian dilanjutkan dengan pelatihan memasak sesuai dengan potensi daerah yang dikembangkan. Pelatihan Kewirausahaan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan kelompok sasaran tentang permasalahan perempuan, keluarga dan kewirausahaan. Pada tahap pelatihan dikembangkan aspek keterampilan teknis sesuai dengan potensi sumber daya lokal dan bidang minat wirausaha sesuai dengan kelompok usaha. 3. Tahap peningkatan kemampuan intelektual

dan keterampilan yang mengantarkan pada kemandirian.

Pada tahap ini perempuan peserta program di ketiga PKBM juga sudah mampu mengelola usahanya secara mandiri. SKB dan PKBM hanya bertugas memantau dan mengevaluasi. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang pembuatan adrem, putu ayu dan roti kukus, namun demikian masih memerlukan bimbingan lebih lanjut dari pihak-pihak terkait untuk pengembangan usaha dan pemasaran.

2. Hasil Program Pemberdayaan

Menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2004: 80) hasil dari program pemberdayaan harus membentuk individu atau masyarakat menjadi mandiri. Program pemberdayaan melalui kewirausahaan seharusnya dapat membuat perempuan peserta program yang awalnya hanya menjadi ibu rumah tangga dan buruh dapat berwirausaha dan menambah pendapatan keluarga. Namun fakta dilapangan, hasil dari program pendampingan SKB di PKBM ini belum sesuai yang diharapkan.

(11)

Jurnal Pendidikan Luar Sekolah Edisi ... Tahun ..ke.. 2015 7 Kegiatan pada program ini belum sepenuhnya

dapat memberdayakan peserta program, baru pada tahap pemberian pengetahuan, belum mampu memberdayakan perempuan secara maksimal, mengingat omset yang didapat belum terlalu besar, sehingga belum mampu menambah pendapatan keluarga. Dengan demikian, kebijakan dan program yang dilakukan baru menempatan perempuan sebagai obyek kegiatan dan sebatas menyediakan modal.

Program pendampingan SKB di PKBM Bantul dalam mengembangkan kewirausahaan perempuan berbasis potensi lokal dilakukan melalui berbagai macam kegiatan seperti peningkatan akses perempuan terhadap pengetahuan dan ketrampilan tentang kewirausahaan dan pembentukan kelompok usaha. Salah satu hasil yang diharapkan dari program ini adalah terbentuknya PKBM tematik. Indikator PKBM berkembang menjadi PKBM tematik menurut petunjuk teknis pengembangan PKBM Tematik dari ditjen PAUDNI (2013: 8) adalah a) PKBM sebagai pendamping kelompok usaha masyarakat, b) Memproduksi “barang” sesuai potensi dan unggulan lokal, c) memiliki pemasaran produk yang berkelanjutan dan memiliki Mou dengan dunia usaha untuk memasarkan produk usaha, d) Memiliki pembukuan keuangan yang tertib dan e) PKBM menjadi rujukan atau percontohan bagi lembaga lainnya dari berbagai aspek terlebih lagi aspek pengembangan kewirausahaan berbasis potensi lokal.

Berdasarkan hasil wawancara dan perbandingan dengan indikator dari buku

panduan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa program ini belum mampu menjadikan PKBM peserta program menjadi PKBM Tematik. Hal ini karena agar menadi PKBM Tematik harus mampu membentuk kelompok usaha baru yang tertata dan berfokus pada potensi dan unggulan lokal, memiliki analisis usaha dan pemasaran produk unggulan, dan memiliki instruktur yang kompeten sehingga paska pelaksanaan program ini, kegiatan usaha melalui kelompok usaha tersebut terus berlanjut. Namun pada faktanya, kegiatan usaha kelompok di PKBM Taruna Murti belum dapat berjalan secara rutin, belum memiliki MOU, dan memiliki analisis usaha. Oleh karena itu jika dianalisis dari indikator PKBM dapat berkembang menjadi PKBM Tematik menurut panduan dari dikti maka baru terpenuhi dua poin yakni PKBM sebagai pendamping kelompok usaha masyarakat dan memproduksi “barang” sesuai potensi dan unggulan lokal. Begitu juga dengan PKBM Sari Ilmu, dengan adanya program ini seharusnya dapat membentuk PKBM Tematik, yakni pengembangan PKBM yang disiapkan untuk menjadi PKBM rujukan. Namun melihat faktanya PKBM baru pada tahap proses kearah tersebut dan masih harus mendapatkan bimbingan.

Pemberdayaan perempuan melalui program pendampingan SKB di PKBM Bantul mampu membentuk usaha produktif yang mudah dipasarkan. Kelompok usaha PKBM Taruna Murti memproduksi arem-arem, putu ayu dan roti kukus dengan alasan banyak anak muda yang tidak mengetahui makanan ini,

(12)

Jurnal Pendidikan Luar Sekolah Edisi ... Tahun ..ke.. 2015 8

sehingga kelompok ini ingin mempertahankan adrem sebagai makanan daerah dan memperkenalkannya kepada anak-anak muda. Kelompok usaha ini merasa bahwa produknya mudah dipasarkan.

PKBM Sari Ilmu dengan produk rempeyeknya juga merasa mudah untuk memasarkannya. Bahkan terkadang kelompok usaha ini sampai kewalahan. Setiap selesai produksi peyeknya langsung habis terjual, namun saat ini kelompoknya belum bisa menambah jumlah produksinya karena tenaganya masih kurang. PKBM Candi Rejo memasarkan produknya dengan bantuan kelurahan dan SKB. Kelurahan menggunakan produk dari PKBM Candi Rejo ketika ada acara rapat sekaligus mempromosikan produk tersebut. PKBM Sari Ilmu dalam memasarkan produknya dengan membuka kios di Jl arah Pantai Gua Cemara. Kelompok usaha ini mengiklankan produknya melalui brosur atau pamflet. Kemasan yang dipergunakan oleh PKBM Sari Ilmu juga dibuat dengan menarik dan tidak kalah dengan minimarket modern. Untuk menjamin cita rasa, setiap produk dilengkapi dengan expired sehingga dengan adanya ijin dinkes dan masa kadaluarsa konsumen lebih merasa terjamin akan kualitas produk selain itu kemasan yang kreatif dan menggunakan nama yang mudah diingat akan membuat konsumen lebih tertarik.

Produk dari ketiga PKBM merupakan potensi unggulan lokal yang memang mudah untuk dipasarkan. Hal ini sebenarnya dapat mendorong pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat guna menunjang pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan warga

masyarakat. Namun pada faktanya, program ini belum mampu meningkatkan penghasilan keluarga karena meskipun produknya mudah dipasarkan kegiatan produksinya tidak dilakukan secara rutin sehingga pendapatannya pun tidak banyak.

Berdasarkan hasil penelitian dari ketiga PKBM yang paling mampu mengembangkan potensi unggulan lokal adalah PKBM Sari Ilmu. PKBM Sari Ilmu dengan kreativitas kaum perempuannya mampu menghasilkan aneka rempeyek sampai lebih dari 10 varian. Kelompok usaha ini mengembangkan potensi unggulan khususnya di derah Noroto yang mayoritas petani, yang ketika musim kemarau menanam kacang sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku peyek, selain itu karena dekat dengan pantai dan sungai kelompok ini juga mampu mengolah welut, rebon dan wader menjadi rempeyek untuk oleh-oleh khas Pantai Goa Cemara.

Perempuan peserta progrom di ketiga

PKBM mempunyai peluang untuk

mengembangkan produk usahanya yang berbasis potensi dan unggulan lokal daerahnya. Peluang-peluang tersebut antara lain: 1) daerah PKBM Sari Ilmu dan Candirejo merupakan wilayah pertanian sehingga mudah untuk mendapatkan bahan baku, 2) wilayah PKBM Sari Ilmu merupakan daerah wisata, sehingga sering dikunjungi banyak wisatawan dari berbagai daerah. Hal ini menjadi nilai tambah untuk lebih mudah dalam memperkenalkan produknya

3. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pemberdayaan Perempuan

(13)

Jurnal Pendidikan Luar Sekolah Edisi ... Tahun ..ke.. 2015 9 Pemberdayaan Perempuan melalui

Program Pendampingan SKB di PKBM Bantul merupakan hasil koordinasi dari SKB Bantul dengan setiap PKBM Implementasi program pemberdayaan ini menggunakan pendekatan positive-sum sebagaimana yang dikemukakan oleh Ambar Teguh Sulistiyani (2004: 90-91) yakni pendekatan dapat memfasilitasi proses pemberdayaan yang hakiki dengan adanya iktikad baik untuk mengubah keadaan yang tidak berdaya menjadi berdaya. Ketika terjadi proses pemberdayaan dari pihak yang berkuasa kepada pihak yang lemah justru akan memperkuat daya pihak pertama. Dukungan dari SKB dan PKBM menjadi modal bagi kelompok perempuan miskin untuk melakukan pengembangan usaha. Hal ini menunjukkan adanya sinkronisasi antara instansi, di mana satu sama lain bisa saling mendukung untuk kesuksesan program. Dengan adanya faktor-faktor yang mendukung baik internal maupun eksternal menjadi kunci keberhasilan SKB dan PKBM dalam melaksanakan pemberdayaan perempuan.

Faktor yang mendukung program adalah adanya keterlibatan masyarakat khususnya kaum perempuan yang aktif dalam setiap kegiatan pelatihan terkait dengan pembinaan dan keterampilan yang dilakukan oleh SKB. Latar belakang ekonomi yang hampir sama memunculkan antusiasme perempuan peserta program, sehingga dari pelatihan tersebut telah terbangun iklim kebersamaan dalam bekerja, sehingga muncul motivasi bersama untuk mengembangkan usaha.

Faktor lain yang mendukung program adalah adanya monitoring rutin dari pengelola masing-masing PKBM demi bertahan dan berkembangnya kelompok usaha. Adanya kepedulian pengelola terhadap kelompok usaha memberikan arti yang positif, dimana dengan adanya monitoring akan membuat peserta benar-benar menjalankan program. Dengan adanya pertemuan rutin dapat menjadi wahana sharing peserta dengan pengelola terkait dengan perkembangan usaha maupun kendala yang mereka hadapi sehingga dapat dicarikan solusi bersama.

Faktor penghambat menurut Ricky W Griffin & Ronald yang mempengaruhi kegagalan bsnis kecil yaitu manajerial yang tidak kompeten atau tidak berpengalaman, wirausahawan yang kurang memberi perhatian, sistem kontrol yang lemah dan kurangnya modal. Kelemahan manajerial pada umumnya berupa tidak jelasnya struktur organisasi, pembagian tugas dan wewenang, status karyawan, serta sistem penggajian. Dibidang keuangan, pemilik usaha lemah dalam membuat anggaran, tidak adanya pencatatan dan pembukuan secara baik, serta tidak adanya batasan tegas antara harta milik pribadi dengan milik perusahaan.

Hambatan program yang disebabkan oleh faktor internal yakni adanya anggota kelompok yang kurang berminat untuk berwirausaha. Kurangnya komitmen dari peserta program untuk menjalankan usaha secara rutin menyebabkan kegiatan usaha di PKBM Taruna Murti dan PKBM Candi Rejo tidak dilakukan setiap hari, namun hanya pada

(14)

Jurnal Pendidikan Luar Sekolah Edisi ... Tahun ..ke.. 2015 10

saat banyak pesanan. akhirnya dikelola tidak secara berkelompok. Berdasarkan temuan di lapangan, terkadang sulit untuk menentukan waktu kumpul. Adanya beban ganda yang dipikul perempuan menjadi alasan yang mengakibatkan beberapa kadang tidak ikut berpartisipasi, Tapi dari perempuan yang hadir menurutnya sudah lumayan, kehadiran mereka juga memberikan kontribusi.

Faktor penghambat yang muncul dari dalam diri peserta adalah dari sisi pendidikan atau intelektual peserta yang rata-rata lulusan SD. Pendidikan yang kurang menyebabkan mindset yang salah dalam memandang kehidupan, terkadang anggota berpikir yang cenderung pasrah pada nasib dan tak mau berusaha sehingga hal ini membuat para pendamping kelompok usaha berjuang ekstra untuk harus selalu memotivasi perempuan peserta program. Selain itu pendidikan yang rendah menyebabkan masih terbatasnya pengetahuan pada sebagian besar perempuan miskin pelaku usaha tentang bagaimana melakukan pembukuan sehingga pembukuan yang dilakukan pun masih sangat sederhana dan membutuhkan bimbingan yang ekstra. Kemudian dari segi teknologi dan informasi masih dirasa kurang, tidak adanya pemanfaatan teknologi secara benar dan masyarakat masih sangat tradisional. Hambatan eksternal yang ditemui adalah kuranya monitoring dari SKB. Peran dari TIM SKB dan PKBM dalam pengawasan dan monitoring ada, namun baru dilaksanakan 2 kali di PKBM Taruna Murti dan 1 kali di PKBM Sari Ilmu bisnis sehingga sering terjadi miss communication antara Tim SKB dengan PKBM serta peserta terkait

pelaporan hasil usaha. Tim SKB memberikan kelonggaran untuk mengembangkan usahanya namun hal ini sering disalahartikan oleh Tim PKBM dengan tidak membuat laporan dan pembukuan.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Implementasi program sudah sesuai dengan panduan, terdiri dari tahap persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. Hasil dari program ini jika dilihat dari indikator keberhasilan program baru terpenuhi dua point saja, namun program tidak bisa dikatakan gagal mengingat program baru berjalan satu tahun dan masih berproses. Selain itu meskipun program ini belum dapat dikatakan berhasil memberdayakan perempuan dan membentuk PKBM tematik tetapi melalui program ini sudah memberikan pemahaman dan keterampilan kepada perempuan peserta program agar ikut membantu perekonomian keluarga. Selain itu program sudah mampu menghasilkan usaha produktif yang mudah dipasarkan. Hal ini terlihat dari mudahnya PKBM memasarkan produk yang merupakan makanan asli daerah yang diminati masyarakat. Selain itu program ini juga dapat mengembangkan potensi dan unggulan lokal dari wilayah masing-masing. Produk dari ketiga PKBM antara lain aneka variasi rempeyek, adrem, putu ayu dan olahan dari ubi ungu

Saran

1. Implementasi program pada pelatihan keterampilan lebih baik jika dilakukan tidak hanya satu kali, sehingga perempuan peserta

(15)

Jurnal Pendidikan Luar Sekolah Edisi ... Tahun ..ke.. 2015 11 program benar-benar dapat terasah kemampuan

memasaknya.

2. Belum mampunya program membentuk rintisan PKBM tematik menjadi catatan penting bagi SKB untuk ke depannya agar merancang program yang sesuai dengan indikator PKBM tematik.

3. Mengatasi faktor penghambat internal dari diri peserta adalah pemberian motivasi mengadakan pelatihan tentang internet dasar dan pembukuan keuangan. Adanya anggota yang kurang berkomitmen dapat diatasi dengan pembentukan kelompok dengan jumlah yang lebih sedikit sehingga peserta akan lebih bertanggungjawab untuk mengembangkan usaha kelompoknya. DAFTAR PUSTAKA

Ambar Teguh Sulistiyani. (2004). Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Yogyakarta: Gava Media.

BPS. (2013). Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Edisi Agustus 39.

Burhan Bungin. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif. Surabaya: PT. Pustaka Pelajar. Ditjen PAUDNI. (2013). NSPK Pendampingan

Sanggar Kegiatan Belajar di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat. Jakarta: Ditjen PAUDNI.

Ditjen PAUDNI. (2013). Petunjuk Teknis

Perluasan Akses PKBM di Kecamatan dan Pengembangan PKBM Tematik.

Jakarta:Ditjen PAUDNI.

Edi Suharto. (2005). Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat. Bandung: PT Refika Aditama.

Lexy J. Moleong. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mansour Fakih. (2006). Analisis Gender dan

Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ricky W. Griffin & Ronald J. Ebert.2006. Bisnis. Jakarta: Erlangga.

Sunit Agus Tricahyono. (2008). Pemberdayaan Komunitas Terpencil di Provinsi NTT. Yogyakarta:B2P3KS

Referensi

Dokumen terkait

3 Harianto dodik S.N., “ Penerapan Prinsip Proposionallitas dalam Penggunaan Peswat Terbang Tanpa Awak dalam Konflik Bersenjata”, dalam Denny Rahmadhani et all Konteks

Pseudomonas kelompok fluorescens merupakan bakteri antagonis yang banyak dimanfaatkan sebagai agensia hayati baik untuk jamur maupun bakteri

Berdasarkan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode campuran (mixed methodology), yaitu metode kuantitatif yang menghasilkan

Lebih lanjut dikemukakan bahwa keterbatasan-keterbatasan yang ada mungkin terjadi sebagai hasil dari penetapan tujuan-tujuan yang menjadi prasyarat untuk pengendalian

Dalam melakukan kegiatan promosi di awal berdirinya perusahaan, pengusaha melakukannya dengan cara lisan atau langsung terjun dalam masyarakat untuk memasarkan

Hasil assessement merupakan langkah untuk penyusunan manual atau pedoman implementasi Corporate Social Responsibility Upaya yang harus dilakukan antara lain, melalui

Pengukuran Topografi Adalah Sebagai Proses Pengumpulan Data Koordinat dan Ketinggian Permukaan Bumi Sepanjang Rencana Trase Jalan dan Trotoar Yang Selanjutnya Data Hasil