• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. samudera, yaitu samudera Pasifik dan Samudera Hindia, sehingga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. samudera, yaitu samudera Pasifik dan Samudera Hindia, sehingga"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang

Secara geografis wilayah Indonesia berada pada posisi yang amat strategis karena terletak di antara 2 (dua) benua yaitu Benua Asia dan Australia serta 2 (dua) samudera, yaitu samudera Pasifik dan Samudera Hindia, sehingga posisi silang ini berpengaruh besar terhadap kepadatan arus transportasi baik laut maupun tranportasi udara. Meningkatnya kepadatan arus tranportasi tersebut akan berdampak meningkatnya kemungkinan terjadinya musibah baik pelayaran maupun penerbangan. Dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya musibah-musibah tersebut, maka diperlukan kesiapan di bidang pencarian dan pertolongan (Search and Rescue/ SAR) baik dari segi sarana, peralatan SAR maupun sumber daya manusia. Pelayanan SAR dalam musibah pelayaran dan/ atau penerbangan, dan/ atau bencana dan/ atau musibah lainnya yang memerlukan penanganan secara cepat, tepat dan andal merupakan kewajiban negara. Hal ini sesuai dengan ketentuan organisasi internasional khususnya yang ditetapkan oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization-ICAO) dan Organisasi Pelayaran Internasional (International Maritime Organization-IMO).

(2)

Kegiatan SAR pada dasarnya adalah usaha berupa kegiatan mencari, menolong, menyelamatkan jiwa manusia yang hilang atau dikhawatirkan hilang atau menghadapi bahaya dan atau musibah, baik dalam pelayaran dan/atau penerbangan maupun bencana dan atau musibah lainnya. Kegiatan ini bersifat represif dan dilakukan segera pada saat musibah terjadi.

Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terletak dalam jalur transportasi antar benua dan samudera yang sangat vital dan strategis, baik bagi kegiatan penerbangan maupun pelayaran internasional, bertanggung jawab dalam upaya keselamatan serta penyelamatan tanpa memandang bendera kebangsaan, jenis kegiatan maupun kepentingannya.

Adanya organisasi SAR akan memberikan rasa aman dalam penerbangan dan pelayaran. Seiring dengan perkembangan ekonomi dan kecenderungan globalisasi, arus penerbangan dan pelayaran nasional maupun internasional semakin meningkat. Pelayaran dan Penerbangan internasional yang melintas wilayah Indonesia membutuhkan jaminan tersedianya penyelenggaraan SAR apabila mengalami musibah di wilayah Indonesia, tanpa adanya hal itu maka Indonesia akan dikategorikan sebagai ”black area” untuk pelayaran dan penerbangan. Status ”black area” dapat berpengaruh negatif dalam hubungan ekonomi dan politik Indonesia secara internasional.

Pentingnya penyelenggaraan SAR tidak terbatas pada kepentingan nasional, tetapi juga internasional. Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa,

(3)

Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (International Civil Aviation Organization-ICAO) dan Organisasi Pelayaran Internasional (International Maritime Organization-IMO) diwajibkan membentuk organisasi SAR yang memiliki kemampuan dan kesiapan melaksanakan koordinasi serta kegiatan operasi SAR di dalam wilayah tanggung jawabnya sebagaimana yang diamanatkan oleh Konvensi Internasional tentang Penerbangan Sipil Internasional dan Konvensi Internasional tentang Hukum Laut.

Dalam ketentuan Konvensi tentang Penerbangan Sipil Internasional tahun 1944, Bagian Kedua ditentukan bahwa :

“Contracting States shall, individually or incooperation with other States, arrange for the establishmentand prompt provision of search and rescue services within their territories to ensure that assistance is rendered to persons in distress. Such services shall be provided on a 24-hour basis.”

Selain itu, dalam ketentuan Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982, Pasal 98 ayat 2 ditentukan bahwa :

“Every coastal State shall promote the establishment, operation and maintenance of an adequate and effective search and rescue service regarding safety on and over the sea, where circumstances so require, by way of mutual regional arrangements cooperate with neighbouring States for this purpose”.

Dari ketentuan kedua konvensi tersebut, maka Indonesia diwajibkan untuk membentuk organisasi dan sistem SAR dalam rangka memberikan pelayanan SAR apabila terjadi musibah penerbangan dan pelayaran. Sebagai tindak lanjutnya, dalam

(4)

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Pasal 352 mengatur bahwa :

“(1) Pemerintah bertanggung jawab melaksanakan pencarian dan pertolongan terhadap kecelakaan kapal dan/atau orang yang mengalami musibah di perairan Indonesia.

(2) Kapal atau pesawat udara yang berada di dekat atau melintasi lokasi kecelakaan, wajib membantu usaha pencarian dan pertolongan terhadap setiap kapal dan/atau orang yang mengalami musibah di perairan Indonesia.

(3) Setiap orang yang memiliki atau mengoperasikan kapal yang mengalami kecelakaan kapal, bertanggung jawab melaksanakan pencarian dan pertolongan terhadap kecelakaan kapalnya.”

Selanjutnya dalam Pasal 353 menentukan bahwa :

“Tanggung jawab pelaksanaan pencarian dan pertolongan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 352 ayat (1) dikoordinasikan dan dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang pencarian dan pertolongan.”

Selain dari Undang-undang tersebut, dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, Pasal 258 ditentukan bahwa :

“(1) Pemerintah bertanggung jawab melaksanakan pencarian dan pertolongan terhadap kecelakaan kapal dan/atau orang yang mengalami musibah di perairan Indonesia.

(2) Kapal atau pesawat udara yang berada di dekat atau melintasi lokasi kecelakaan, wajib membantu usaha pencarian dan pertolongan terhadap setiap kapal dan/atau orang yang mengalami musibah di perairan Indonesia.

(3) Setiap orang yang memiliki atau mengoperasikan kapal yang mengalami kecelakaan kapal, bertanggung jawab melaksanakan pencarian dan pertolongan terhadap kecelakaan kapalnya.”

(5)

Selanjutnya dalam Pasal 259 ditentukan bahwa :

“Tanggung jawab pelaksanaan pencarian dan pertolongan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 258 ayat (1) dikoordinasikan dan dilakukan oleh institusi yang bertanggung jawab di bidang pencarian dan pertolongan.”

Dari kedua Undang-undang tersebut jelas dinyatakan bahwa apabila terjadi musibah penerbangan dan pelayaran di wilayah Indonesia, maka Pemerintah bertanggung jawab untuk melaksanakan pencarian dan pertolongan (SAR) yang dilaksanakan oleh Instansi yang bertanggung jawab di bidang pencarian dan pertolongan.

Instansi yang dimaksud dalam Undang-undang tersebut, dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2006 Tentang Pencarian dan Pertolongan Pasal 2 yang menentukan bahwa :

“(1) ‘Pencarian dan pertolongan (Search and Rescue) atau disingkat SAR meliputi usaha & kegiatan mencari, menolong, dan menyelamatkan jiwa manusia yang hilang atau dikhawatirkan hilang atau menghadapi bahaya dalam musibah pelayaran dan/atau penerbangan, atau bencana atau musibah lainnya.

(2) Pelaksanaan SAR dikoordinasikan oleh Badan Search and Rescue Nasional atau disingkat Badan SAR Nasional yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.”

Dari Peraturan Pemerintah tersebut jelas diamanatkan kepada Badan SAR Nasional (Basarnas) untuk melaksanakan tugas pencarian dan pertolongan terhadap musibah penerbangan dan pelayaran apabila terjadi di wilayah Indonesia

(6)

sebagaimana diatur dalam Perarturan Presiden Nomor 99 Tahun 2007 tentang Badan SAR Nasional, Pasal 2 yang menentukan bahwa :

“BASARNAS mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pencarian dan pertolongan (search and rescue/SAR) yang selanjutnya disebut SAR, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Selain membentuk institusi yang bertanggung jawab di bidang SAR, Pemerintah juga melaksanakan kerjasama internasional sebagai bagian dari kewajiban Indonesia sebagai anggota ICAO dan IMO. Kerjasama internasional merupakan salah satu upaya meningkatkan kemampuan pelaksanaan kegiatan SAR nasional. Perjanjian bilateral di bidang SAR dengan negara-negara tetangga dan negara-negara yang berbatasan wilayah tanggung jawab dengan Indonesia, dilakukan dalam rangka penanganan SAR di daerah-daerah tersebut.

Perjanjian bilateral yang telah dilakukan antara lain dengan Malaysia, Singapura, Australia dan West Pasific RCC (USA), sedangkan perjanjian dengan Papua Nugini, dan Philipina, masih dalam tahap penjajakan. Selain menjalin hubungan kerjasama internasional, Indonesia juga berusaha turut menjadi anggota Cospas SAR Sattelite, agar dapat menggunakan jasa satelit tersebut. Hal ini sehubungan dengan dimilikinya Local User Terminal (LUT) yang ditempatkan di Jakarta, yang pengoperasiannya memanfaatkan jasa satelit tersebut.

(7)

Tabel 1

Kerjasama Bilateral di Bidang SAR

NO. NEGARA TGL PERJANJIAN

1. Singapura 10-07-1985 2. Malaysia 26-08-1986 3. Filipina 01-11-1980 4. Australia 05-04-2004 5. Papua Nugini 16-09-1989 6. Amerika Serikat 05-07-1988

Berakhirnya Perang Dingin menciptakan ketidakpastian di kawasan Asia Pasifik, yang sangat berkaitan dengan pola hubungan antar negara serta peran dan intensi mereka di masa depan. Hal tersebut menimbulkan potensi konflik antar negara serta konflik SARA, separatisme dan radikalisme. Indonesia dapat terkena dampak dari konflik-konflik tersebut dengan timbulnya gelombang pengungsian dan pelintasan perbatasan secara ilegal. Setiap tahun Indonesia selalu dibanjiri imigran dari sejumlah negara. Mereka hidup di sejumlah penampungan selama bertahun-tahun, sehingga tidak jarang diantara mereka ada yang menikah dengan penduduk setempat.

(8)

Indonesia bukanlah negara yang menjadi tujuan para imigran ini. Tujuan mereka Australia, dimana mereka bisa mendapatkan kehidupan baru. Australia selama ini menjadi tujuan utama pengungsi dari negara-negara konflik. Menurut Farmer1, hal itu ternyata karena Australia telah memiliki hukum yang mengatur soal pengungsi dan menandatangai Konvensi Pengungsi pada tahun 1951. Konvensi itu membuat Australia harus mengurus pengungsi yang datang ke wilayahnya. Sebagian besar imigran ini melarikan diri dari Pakistan dan Afghanistan, sisanya adalah dari Myanmar, Iran dan Srilanka. Mereka umumnya lari dari tekanan politik dan ekonomi. Kendati tujuan mereka ke Australia, Indonesia setiap tahun harus menampung para imigran ini. Selama di Indonesia, para imigran berusaha untuk dapat memperoleh akses atau jaringan yang dapat membawa mereka ke Australia. Larangan dan sanksi keras yang diterapkan Australia sebagai negara tujuan dan Indonesia sebagai transit seperti tak diindahkan. Mereka sukses ‘kucing-kucingan’ dengan petugas lintas sektoral. Ini terbukti dengan jumlah eksodan dari Timur Tengah ke Australia melalui Indonesia yang terus meningkat setiap tahunnya. Merunut dari latar belakang, tujuan utama eksodus mereka adalah ingin mencari kehidupan yang lebih baik. Mereka mencari suaka, karena di negaranya sudah tidak ada impian atau pengharapan akan kehidupan yang layak. Mereka ingin membuka lembaran baru untuk generasinya. Tak heran jika para eksodan itu masih ada pertalian saudara atau famili. Ada anak, sepupu, saudara sekandung, paman dan serumpun lainnya. Mereka menganggap

1 Farmer, “Ini alasan Australia menjadi tujuan pengungsi dunia”, Okezone.com, diakses tanggal 1 April

(9)

bahwa Australia adalah tempat yang paling tepat atau semacam dreamsland bagi mereka.

Selain itu, mereka juga memiliki jaringan yang cukup kuat. Kalau kita gambarkan, jaringan mereka seperti trilogy link2. Yang pertama, orang Timur Tengah yang sudah berhasil dan tinggal di Australia. Mereka menjadi founding father komunitas Timur Tengah di Australia. Mereka sudah memiliki pekerjaan yang mapan, bahkan memiliki posisi atau jabatan strategis di negeri Kanguru tersebut. Jumlah mereka cukup banyak. Mereka jugalah donatur atau penyuplai financial bagi komunitasnya yang akan menyusul ke Australia. Yang kedua, mereka yang sudah keluar dari Timur Tengah dan saat ini menetap di wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Jumlah mereka juga cukup besar. Solidaritas mereka sangat kuat. Mereka memiliki pekerjaan dan tempat tinggal yang cukup nyaman, bahkan memiliki semacam perkampungan khusus untuk komunitas mereka. Tempat mereka inilah yang digunakan untuk menampung para eksodan dari Timur Tengah atau transit sebelum ke Australia. Sedangkan yang ketiga adalah eksodan yang masih tinggal di Timur Tengah. Mereka masih standby di Timur Tengah, menunggu momen yang tepat untuk bergerak ke Australia. Jaringan ini sudah ada sejak puluhan tahun silam sebelum ada proteksi maupun aturan-aturan yang fundamental dari negara-ngera yang bersangkutan.

(10)

Akan tetapi, seringkali para imigran gelap berbuat nekad untuk dapat menyebrang ke Australia. Mereka menumpangi kapal yang tidak layak dan kelebihan muatan untuk melintasi Samudera Hindia dengan tujuan terdekatnya adalah Kepulauan Christmas, Kepulauan Ashmore dan Kepulauan Cocos yang merupakan teritorial Australia. Dengan menumpangi perahu yang tidak layak, kebanyakan dari mereka mengalami musibah diterjang ombak Samudera Hindia sehingga menimbulkan korban jiwa yang tidak sedikit. Menurut data dari Basarnas, selama tahun 2013 telah terjadi 80 kali musibah di laut yang terkait dengan imigran gelap yang mencoba ke Australia.

Sesuai dengan ketentuan Konvensi Hukum Laut Internasional, Indonesia sebagai negara pantai harus memberikan layanan pencarian dan pertolongan yang memadai dan efektif terhadap keselamatan di laut, siapapun yang membutuhkannya. Akan tetapi untuk melaksanakan pencarian dan pertolongan terhadap imigran gelap tersebut, Basarnas memiliki keterbatasan sumber daya dan biaya untuk terus menerus melaksanakan operasi SAR terhadap imigran gelap tersebut sehingga membutuhkan dukungan dari instansi lain seperti TNI dan Polri. Selain hal tersebut, persoalan imigran gelap tidak hanya sebatas pelaksanaan operasi SAR semata, karena terkait juga dengan hubungan internasional, khususnya hubungan bilateral dengan Australia. Jadi persoalan imigran gelap tidak hanya persoalan pelaksanaan SAR tapi juga terkait dengan faktor lain seperti politik, kedaulatan negara, imigrasi, koordinasi antar instansi dan lainnya.

(11)

Hal tersebut diperparah dengan kebijakan Perdana Menteri Australia yang baru, yaitu Tony Abbot yang mengeluarkan kebijakan untuk menolak kedatangan para imigran ke Australia. Kebijakan baru pemerintah di bawah komando Abbot antara lain meliputi penggiringan perahu pembawa pencari suaka yang hendak ke Australia kembali masuk ke perairan Indonesia. Angkatan Laut akan dikerahkan untuk memaksa perahu-perahu kembali ke wilayah perairan Indonesia3. Hal ini menyebabkan hubungan antara Indonesia dan Australia menjadi tidak harmonis.

Berdasarkan uraian di atas, maka sangat penting diteliti mengenai Peranan

Badan Search & Rescue Nasional (Basarnas) Dalam Penanganan Imigran Gelap Ke Australia Yang Mengalami Kecelakaan Di Perairan Indonesia.

B. Perumusan masalah

Berikut ini merupakan beberapa masalah yang dapat diidentifikasi berkaitan dengan peranan Basarnas sebagai institusi yang bertanggung jawab dalam memberikan layanan SAR kepada imigran gelap yang mengalami musibah di perairan Indonesia. Beberapa masalah yang dapat penulis identifikasi adalah :

1. Bagaimana peranan Basarnas dalam melaksanakan dan mengkoordinasikan pencarian dan pertolongan terhadap imigran gelap yang mengalami kecelakaan di wilayah perairan Indonesia terkait dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran?

(12)

2. Bagaimana penerapan Arrangement between Indonesia and Australia for the

coordination of Search & Rescue Services terkait dengan penanganan

imigran gelap yang mengalami kecelakaan di wilayah perbatasan?

C. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian harus memiliki tujuan yang jelas dan tepat. Tujuan dalam suatu penelitian menunjukkan suatu kualitas dan nilai penelitian tersebut. Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan dan menganalisa peranan Badan Search & Rescue Nasional (Basarnas) dalam melaksanakan dan mengkoordinasikan kegiatan SAR terhadap imigran gelap yang mengalami kecelakaan di wilayah Indonesia. 2. Mendeskripsikan dan menganalisa hubungan koordinasi antara Indonesia

dengan Australia dalam kegiatan SAR terhadap imigran gelap yang hendak ke Australia dari wilayah Indonesia.

3. Menggali peraturan-peraturan yang sudah ada untuk mengoptimalkan peran Basarnas dalam penanganan imigran gelap yang mengalami kecelakaan di wilayah perairan Indonesia.

(13)

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis

Sebagai pengembangan studi ilmiah dan memberikan kontribusi pemikiran terhadap khasanah ilmu pengetahuan pada umumnya dab bagi kepustakaan ilmu hukum khususnya dengan mencoba memberikan gambaran mengenai : a. Perkembangan ilmu hukum khususnya Hukum Pengangkutan dan Hukum

Internasional.

b. Memberikan gambaran mengenai apa yang harus dilakukan untuk 2. Manfaat Praktis

a. Untuk mengembangkan pola pikir dan pemahaman serta mengetahui kemampuan penulis menerapkan ilmu yang diperoleh.

b. Untuk mengetahui permasalahan yang timbul serta berusaha untuk dapat memberikan sumbangan pemikiran bagaimana cara mengatasi permasalahan tersebut.

E. Keaslian penelitian

Penelitian mengenai penanganan imigran gelap memang telah banyak dilakukan seperti penelitian yang dilaksanakan oleh Hendiarto Wibowo dengan judul upaya pemerintah Indonesia dalam menangani imigran ilegal Afghanistan menuju Australia, juga yang dilaksanakan oleh Novianti mengenai Analisis mengenai protokol menentang penyelundupan migran melalui darat, laut dan udara dari perspektif hukum internasional. Selain penelitian, beberapa seminar juga telah dilaksanakan

(14)

untuk membahas mengenai penanganan imigran gelap yang hendak ke Australia melalui Indonesia seperti yang dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 2014 di Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada dengan tema “Australian Refugee Policy and the Indonesia/Australia Relationship” . Akan tetapi, penelitian-penelitian dan seminar-seminar tersebut belum meneliti secara mendalam mengenai peranan Basarnas yang telah dimandatkan untuk mengkoordinir dan melaksanakan pencarian dan pertolongan (search and rescue/SAR) apabila terjadi kecelakaan kapal di wilayah perairan Indonesia sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 258 dan Pasal 259 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran dan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2006 Tentang Pencarian dan Pertolongan. Selain itu, Basarnas juga telah melaksanakan Arrangement antara Basarnas dengan Australian Maritime Safety Authority mengenai “Arrangement between Indonesia and Australia for the coordination of Search & Rescue Services” yang telah ditanda tangani pada tanggal 5 April 2004. Arrangement ini disepakati sebagai tindak lanjut dari rekomendasi Konvensi Chicago tentang Penerbangan Sipil Internasional Annex 12 mengenai SAR serta Konvensi PBB Tahun 1982 tentang Hukum Laut yang telah diratifikasi oleh Indonesia dan Australia. Kedua konvensi tersebut merekomendasikan agar negara-negara yang berbatasan langsung agar membuat kerjasama baik bilateral maupun regional dalam pelaksanaan SAR apabila terjadi musibah pelayaran dan penerbangan di wilayah perbatasan. Untuk itu, penelitian ini dilaksanakan dengan lebih fokus mengenai peranan Basarnas dalam melaksanakan SAR terhadap imigran gelap yang mengalami kecelakaan di wilayah

(15)

perairan Indonesia serta kaitannya dengan koordinasi pelaksanaan SAR dengan Australia seperti yang tertuang dalam Arrangement yang telah disepakati oleh kedua negara.

Referensi

Dokumen terkait

Institut Pertanian Bogor, saya menyampaikan selamat datang kepada seluruh undangan dan terima kasih atas kehadirannya pada acara Orasi Ilmiah Guru Besar ini.

Selanjutnya Pasal 67 ayat (3) menyatakan “urutan nama calon dalam daftar calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap daerah pemilihan disusun

Teknik pengambilan data menggunakan informasi yang dikumpulkan yaitu informasi dan data yang berkaitan dengan fungsi sosial Taman Kota sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH). Informasi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa logam Mn yang dihasilkan dari proses pelapisan pada baja AISI 1020 secara elektrolisis tanpa dan dengan penambahan zat aditif Cu 2+

Kandou Manado tahun 2020 dalam meningkatkan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas-tugas teknis dapat dilihat melalui hasil pengukuran pencapaian target tiap-tiap

Rencana Kerja (Renja) Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2021 dimaksudkan untuk menetapkan dokumen perencanaan yang memuat program dan kegiatan

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, dengan limpah karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir

Angka infeksi terkait pelayanan kesehatan dibandingkan dengan angka- angka di rumah sakit lain melalui komparasi data dasar (lihat juga PMKP.4.2, EP 2 dan