• Tidak ada hasil yang ditemukan

MILIK UKDW. Bab 1. Pendahuluan. A. Latar Belakang Masalah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MILIK UKDW. Bab 1. Pendahuluan. A. Latar Belakang Masalah."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 1

Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah.

Spiritualitas adalah istilah baru yang menandakan ‘kerohanian’ atau ‘hidup rohani’. Dalam pengertian kuno, kata tersebut berarti ‘kesalehan’, yang menandakan hubungan secara personal dengan Tuhan. Namun kini, kata tersebut menekankan segi kebersamaan. Menurut Adolf Heuken, spiritualitas mencakup dua segi, yaitu askese atau usaha melatih diri secara teratur supaya terbuka dan peka terhadap sapaan Allah. Dan segi lain adalah mistik sebagai aneka bentuk dan tahap pertemuan pribadi dengan Allah.1

Secara etimologi, istilah spiritualitas merupakan pembendaan dari kata sifat “spiritual.” Kata dasarnya ialah “spirit” yang bisa diartikan dengan: jiwa, roh, sukma, budi dan lain sebagainya. Kata sifat spiritual berarti jiwani, rohani, sukmawi dan sebagainya. Kata bendanya berarti kerohanian, kejiwaan, kesukmawian dan sebagainya. Dalam bahasa Yunani, kata yang dipakai untuk kata spirit ialah kata ‘pneuma’, dan kata sifatnya ‘pneumatikos’. Kata ‘pneuma’ pertama-tama berarti angin, udara yang bergerak, nafas, roh.2 Sedangkan kata spiritual adalah merupakan pembentukan kata baru dari kata benda ‘spirit’ yang mendapat imbuhan ‘ualis’ sehingga menjadi sebuah kata sifat spirit(u)alis. Kata ini memiliki arti rohani, batin, kejiwaan, makna. Kata ini kemudian dipakai sebagai suatu istilah teknis untuk membentuk bagi sesuatu yang sifatnya eksistensial bagi kehidupan religius orang Kristen.3

Di dalam berbagai kalangan agama istilah itu dipakai dengan argumentasi yang berbeda. Pada umumnya istilah ini dipakai untuk menunjukkan sikap hidup masing-masing orang sesuai dengan ajaran yang dianutnya. Pada kalangan Pietisme, istilah ini dipakai untuk menyebut penganutnya, yakni orang-orang yang menekankan kesalehan hidupnya, demikian juga di kalangan mistikisme.4

Menurut Darmawijaya ada beberapa unsur-unsur pokok spiritualitas,5 yaitu:

      

1

Adolf Heuken, Spiritualitas Kristiani (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 2002), hal 11.

2

 Yusak Tridarmanto dalam makalah Lokakarya Teologi “Implementasi Spiritualitas Paulus Dalam Karya dan

Teologi”, yang disampaikan pada hari Rabu, 7 Oktober 2009 di Kaliurang.

3

Karl Rahner, Encyclopedia of Theology (Burn & Oates London, 1977), hal 1624.

4

Gordon’s Walkevield, A Dictionary of Christian Spirituality (London: SCM Press, 1986), hal 361.

5 Darmawijaya, Pengabdian Punakawan atau hamba Yahwe? (Yogyakarta: Kanisius, 1989), hal 112.

MILIK

(2)

1. Tujuan Spiritualitas. Yang hendak dituju dari spiritualitas adalah kesempurnaan hidup. Kesempurnaan hidup terwujud dalam penampilan yang dipengaruhi oleh sikap batin dan wujud lahiriah. Maka spiritualitas lalu berupa perjuangan mencapai kesempurnaan dengan usaha sikap batin.

2. Pola. Suatu spiritualitas membutuhkan pola dan teladan perjuangan. Setiap orang sebenarnya memiliki keunikan masing-masing, sehingga perjuangan perorangan mau tidak mau membawa keunikan itu. Namun keunikan itu bila dilihat secara menyeluruh menampilkan benang merah atau pola kerja yang berdekatan. Pola dan contoh justru memberikan kesempatan untuk mempermudah perjuangan itu sendiri.

3. Ungkapan atau rumusan. Spiritualitas merupakan gaya dan cara perjuangan, bukan soal batin saja, melainkan soal lahiriah juga. Spiritualitas terungkap pada hal-hal yang lahiriah, mempunyai rumusan, ungkapan maupun wujudnya. Baik ungkapan, rumusan maupun wujudnya mau tidak mau membatasi spiritualitas sendiri. Dan unsur ini, -keterbatasan rumus atau wujud-, sungguh menentukan nilai spiritualitas tersebut.

4. Pengalaman akan Allah. Spiritualitas tidak mungkin dipisahkan dari pengalaman dasar manusia, yaitu hubungan manusia dengan Allah mereka. Kendati setiap orang mengalami Allahnya secara berbeda, tetapi ternyata tidak semua orang dengan mudah merumuskan pengalaman tersebut. Rumusan atau ungkapan pengalaman itu kerap kali ‘meminjam rumusan’ atau ungkapan yang sudah ada.

Menurut Harun Hadiwiyono, beriman menurut tinjauan PL dan PB berarti mengamini bukan hanya dengan akal melainkan juga dengan kepribadian dan cara hidupnya.6

Sementara itu, definisi Choan Seng Song tentang spiritualitas adalah sebagai berikut:

Spirituality is the totality of being that expresses itself in way of life, modes of thinking, patterns of behavior and conduct, and attitudes toward the mystery that surrounds our immediate world and beckons us the heigh beyond heights to the depth below depth and light beyond lights.7

Mangunwijaya dalam bukunya Raga Widya mengungkapkan bahwa ekspresi dari tubuh manusia mengungkapkan keadaan keseluruhan dari manusia. Ditegaskannya bahwa tubuh

      

6

Harun Hadiwiyono, Iman Kristen (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986), hal 17.

7 Choan Seng Song, Third Eye Theology (Maryknoll: Orbis Books, 1979), hal 17 dalam terjemahan bahasa

Indonesia berarti “Spiritualitas adalah totalitas hidup yang diekspresikan dalam cara hidup, cara berfikir, pola perilaku, dan sikap terhadap misteri yang ada dalam hidup kita dan membawa kita melampaui ketinggian, kedalaman, dan cahaya.”

MILIK

(3)

manusia adalah bahasa yang mewartakan batin.8 Spiritualitas harus dipahami di dalam kehidupan orang per orang. Dengan kata lain setiap orang akan berbeda spiritualitasnya. Orang Kristen dilatarbelakangi keberadaanya sendiri. Spiritualitas adalah milik seseorang yang mewarnai kepribadiannya dan membentuk otentisitasnya. Sehingga spiritualitas dalam arti yang paling dalam bersifat pribadi, individual yang secara terus menerus akan mewarnai kehidupan seseorang.9 Setiap kondisi dan situasi lingkungan tertentu juga dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang.

Selain itu menurut Pdt Yusak Tridarmato, M.Th spiritualitas dapat juga dipahami sebagai “daya gerak kehidupan yang menjadi pendorong bagi seseorang dalam melakukan perilaku kehidupan sehari-hari.”10 Dengan demikian spiritualitas sebagai dasar dalam melakukan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan pengertian dari banyak sumber, penulis memahami spiritualitas sebagai kehidupan rohani yang dibangun oleh seseorang yang menjadi daya gerak pendorong seseorang untuk melakukan sesuatu dalam kehidupan keseharian. Jadi spiritualitas pelayanan yang dimaksud penulis adalah kehidupan rohani yang dibangun oleh seseorang yang menjadi daya gerak pendorong seseorang yang dinyatakan dalam aktifitas pelayanannya.

Proses spiritualitas seseorang berkembang, berhubungan dengan pengalaman hidupnya, ataupun lingkungan sosial yang mempengaruhinya. Demikian juga Rasul Paulus mengalami perjalanan hidup yang berkembang. Paulus mengalami transformasi dalam hidupnya, yang secara umum sering dikenal dengan pengalaman Damsyik. Dengan pengalaman Damsyik itu ia bertobat dari orang Farisi menjadi pengikut Kristus.11 Proses transformasi itu berlangsung dalam waktu yang tidak singkat, bukan seperti apa yang diceritakan oleh Lukas dalam Kisah Para Rasul. Dengan proses transformasi itu, maka Paulus menyadari dirinya sebagai Rasul Tuhan.

Di bagian awal suratnya kepada jemaat di Korintus, Rasul Paulus mengaku diri sebagai “rasul oleh kehendak Allah” (1 Kor 1:1) dan dipanggil menjadi rasul Yesus Kristus. Istilah “rasul” (apostolos) memiliki makna dasar “seorang yang diutus”. Bentuk genetif

Khristou menunjukkan bahwa yang menjadi pengutus adalah Kristus sendiri. Secara       

8

Mangunwijaya, Ragawidya (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hal 15.

9

Max Thurian, Modern Man and Spiritual Life (Lutterworth: United Society for Christian Literatur, 1963), hal 7.

10

 Yusak Tridarmanto dalam makalah Lokakarya Teologi “Implementasi Spiritualitas Paulus Dalam Karya dan

Teologi”, yang disampaikan pada hari Rabu, 7 Oktober 2009 di Kaliurang.

11 Tom Jacobs, Paulus, hidup, karya dan teologinya (Yogyakarta: Kanisius, 1983), hal 51.

MILIK

(4)

mendasar ini berarti sama dengan pemanggilan murid-murid Yesus yang dikisahkan dalam Markus 3:14, yang disebutkan disana, bahwa para murid dipilih untuk “menyertai Dia dan diutus-Nya memberitakan Injil”. Demikian juga Paulus menyadari dirinya sebagai utusan Allah untuk melayani dan memberitakan Injil. Paulus yang semula membenci Kristus beralih menjadi pelayan Kristus dan menjadi utusannya.12

Proses kehidupan kerohanian/spiritualitas yang mendasari di dalam pelayanan Paulus adalah terletak pada peristiwa transformasi kehidupannya melalui pengalamannya di Damsyik. Lukas menyebutkan bahwa Paulus dilahirkan di Tarsus dan dibesarkan di Yerusalem di bawah didikan Gamaliel serta berkewarganegaraan Romawi (Kis 22:3, 23:27).13 Sedangkan Rasul Paulus hanya mengatakan bahwa dirinya “disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku Benyamin, orang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang Farisi” (Filipi 3:5-6). Menurut F.F.Bruce, klaim ini menegaskan bahwa Rasul Paulus benar-benar orang Yahudi asli, dibesarkan dan hidup ditengah-tengah budaya Yahudi.14 Menurut Martin Hengel, Paulus tentunya juga mengikuti adat tradisi kala itu yakni ada sekolah-sekolah, dimana ada limaratus anak diajarkan Taurat dan limaratus anak diajarkan kebijaksanaan Yunani. 15 Paulus adalah seorang yang kental dalam memahami Yahudi. Paulus adalah termasuk golongan Farisi. Pemahaman mendalam, penyerahan dirinya sepenuhnya kepada keyahudian tersebut membawa Paulus kepada kesetiaan yang fanatik, yang membuat Paulus bersikap intoleran kepada orang Kristen. Dalam Filipi 3:6 Paulus berkata: “tentang kegiatan aku penganiaya jemaat, tentang kebenaran dalam mentaati hukum Taurat aku tidak bercacat.” Dengan demikian fanatisme Paulus sangat tinggi terhadap apa yang dia percaya. Demikian juga disebutkan dalam Galatia 1:13-14 dikatakan “Sebab kamu telah mendengar tentang hidupku dahulu dalam agama Yahudi: tanpa batas aku menganiaya jemaat Allah dan berusaha membinasakannya. Dan di dalam agama Yahudi aku jauh lebih maju dari banyak teman yang sebaya dengan aku di antara bangsaku, sebagai orang yang sangat rajin memelihara adat istiadat nenek moyangku.”

Namun demikian setelah perjumpaannya dengan Kristus terjadi transformasi yang luar biasa dalam hidup Paulus. Sehingga dalam Filipi 3:7 dikatakan: “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus.” Fanatisme Paulus terhadap hukum Taurat berubah menjadi kepercayaan keselamatan di dalam Kristus (Kisah

      

12

William Barclay, Ambasador for Christ (USA:Saint Andrew Press, 1973), hal 43-44.

13

 Seyoon Kim, The Origin of Paul’s Gospel (Tubingen: Mohr, 1984), hal 33.

14

F.F Bruce, Paul Apostel of the Free Spirit (Exeter: The Paternoster Press, 1977), hal 42.

15 Martin Hengel, Acts and the History of Earliest Christianity (London:SCM Press, 1980), hal 81.

MILIK

(5)

Rasul 16:31).16 Setelah masa pertobatannya Paulus mengakui Injil itu, melalui kematian Yesus di kayu salib. Mula-mula Paulus tidak meyakini itu, bahkan itu dianggapnya sebagai penghujatan kepada Allah,17 namun melalui perjumpaannya dengan Allah, Paulus menerima Injil.

Paulus melalui masa persiapan dalam melakukan pelayanannya tersebut. Dalam Galatia 1:16-17 disebutkan bahwa “berkenan menyatakan Anak-Nya di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan Yahudi, maka sesaat pun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia; juga aku tidak pergi ke Yerusalem mendapatkan mereka yang telah menjadi rasul sebelum aku, tetapi aku berangkat ke tanah Arab dan dari situ kembali lagi ke Damsyik.” Pengakuan Paulus bahwa setelah pengalaman perjumpaannya dalam perjalanan Damsyik, ia terlebih dahulu pergi ke Arab menjadi hal yang penting untuk dipahami, dalam rangka mengungkap proses transformasi Paulus.

Dalam proses transformasi inilah spiritualitas/kehidupan kerohanian rasul Paulus bergejolak, berkembang mengikuti pengalaman yang dialaminya. Proses pertobatan ini menjadi dasar dalam pembentukan spiritualitas Rasul Paulus. Paulus mengolah kehidupan kerohaniannya melalui perjumpaanya dengan Kristus. Pengalaman perjumpaannya dengan Kristus mengubah Paulus menjadi pengikut Kristus. Spiritualitas Paulus yang berproses dari masa pertobatannya membuat Paulus menjadi Rasul Kristus yang luar biasa.

Sementara itu, di kalangan Gereja Kristen Jawa, dalam Sidang Sinode GKJ ke XXV pada tanggal 23-27 November 2009, didapatkan data yang mencengangkan. Dari laporan gereja-gereja, didapatkan data bahwa sepanjang tahun 2006-2009, 38 calon Pendeta telah ditahbiskan menjadi Pendeta. Namun, bersamaan dengan masuknya tenaga Pendeta, 21 orang Pendeta memasuki masa emiritasi oleh karena usia telah mencapai 60 tahun. Sementara itu dalam kurun waktu 3 tahun ini, 9 orang telah ditanggalkan dari jabatan Pendeta.18 Jumlah Pendeta yang ditanggalkan dalam kurun waktu 2006-2009, mencapai 23,7% dibandingkan jumlah Pendeta yang ditahbiskan. Ini adalah rekor penanggalan Pendeta terbanyak sepanjang kurun waktu Sidang Sinode GKJ (3 tahun). Permasalahan yang terjadi pada para pendeta mengindikasikan adanya permasalahan spiritual yang dihadapi oleh para Pendeta yang melayani di GKJ.

      

16

Paul D Claster, New Life in Christ. A Study of Paul’s Theology for Today (London: Lutterworth Press, 1961), hal 14.

17

Seyoon Kim, The Origin of Paul’s Gospel, hal 44-50.

18

 Sinode GKJ, Akta Sinode Gereja Kristen Jawa ke XXV (Salatiga: Sinode GKJ, 2009), hal 84.

MILIK

(6)

B. Pokok Permasalahan.

Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah diperlukannya proses spiritualitas yang berkembang dalam diri seorang Pendeta. Dengan begitu banyaknya Pendeta GKJ yang ditanggalkan, mengindikasikan adanya permasalahan spiritual pada diri seorang Pendeta GKJ. Oleh karena itu penulis merasa perlu mengurai spiritualitas yang dimiliki oleh Rasul Paulus sehingga ia dapat melayani Kristus dengan sepenuh hati. Sehingga diharapkan spiritualitas Paulus dapat diterapkan bagi seorang Pendeta GKJ. Rasul Paulus dipilih karena dia adalah sosok yang unik, seorang Yahudi yang taat, namun akhirnya melayani dengan segenap hati. Maka spiritualitas Rasul Paulus patut untuk dijadikan contoh bagi seorang pelayan Jemaat. Spiritualitas yang dimiliki oleh Paulus dalam melakukan pelayanannya terjadi dengan proses yang panjang. Proses perkembangan spiritualitas Rasul Paulus dapat digali melalui sumber surat-surat yang ditulis oleh Paulus, dan sumber tulisan Lukas dalam Kisah Para Rasul. Paulus yang semula orang Farisi dengan pengetahuan tentang Yahudi yang mendalam, beralih menjadi rasul Kristus dan memberitakan tentang Kristus. Tentu ini bukanlah proses yang singkat dalam pergolakan batinnya, seperti yang dituliskan oleh Lukas dalam Kisah Para Rasul. Paulus adalah seorang Farisi yang fanatik dengan ajarannya, kemudian beralih menjadi pelayan Kristus yang sangat tulus. Oleh karena itu perlu untuk menggali spiritualitas rasul Paulus sehingga menjadi jelas bagaimana Paulus mampu untuk melayani dengan totalitas hidupnya.

C. Batasan Permasalahan.

Untuk menggali spiritualitas yang dimiliki oleh Paulus dalam proses transformasinya, penulis akan mencari sumber-sumber informasi dari surat-surat yang asli ditulis oleh Rasul Paulus. Dari begitu banyak surat-surat Paulus, penulis akan memusatkan studi pada surat Paulus kepada Jemaat di Galatia (Gal 1:11-17), surat Paulus kepada jemaat di Filipi (Filipi 3:2-11), dan surat Paulus kepada jemaat di Roma (Rom 7-8:17). Ketiga surat ini dipilih karena terdapat informasi yang relevan tentang transformasi spiritualitas Paulus. Selain ketiga surat diatas jika diperlukan penulis juga akan memperbandingkan dengan tulisan Lukas dalam Kisah Para Rasul. Spiritualitas yang dimiliki oleh Paulus memang bukan proses yang sekejap seperti yang digambarkan oleh Lukas, namun tidak berarti kita harus bersikap apatis dan menolak seluruh berita Lukas tentang Paulus.19

      

19 Alan F.Segal, Paul The Convert (New haven and London: Yale University Press, 1990), hal 6.

MILIK

(7)

Setelah menggali proses spiritualitas Rasul Paulus, penulis akan melihat bagaimana relevansi spiritualitas yang dimiliki Paulus dalam pelayanannya dengan pelayanan seorang Pendeta di masa kini. Seberapa relevan spiritualitas pelayanan Paulus untuk dilakukan bagi pelayanan Pendeta GKJ.

D. Judul dan Alasan Pemilihan Judul.

Berdasarkan permasalah diatas penulis memberikan judul skripsi ini:

Spiritualitas Rasul Paulus dan

Relevansinya dalam Pelayanan Pendeta GKJ

Spiritualitas menjadi daya gerak pendorong bagi sebuah pelayanan. Demikian juga Paulus dalam melakukan pelayanannya. Penulis melihat proses spiritualitas Paulus mengalami transformasi dalam masa pertobatannya. Paulus yang dahulu seorang Yahudi dengan fanatismenya berubah menjadi pelayan Yesus yang melayani dengan segenap hati. Demikian juga dalam diri seorang Pendeta, tentunya memiliki spiritualitas masing-masing dalam pelayanannya. Namun sampai sejauh mana proses spiritualitas itu disadari dan dihidupi dalam sepanjang proses pelayanannya?

Rasul Paulus adalah tokoh Kekristenan yang terkenal, oleh karena karyanya yang melakukan misi pekabaran Injil bagi orang-orang bukan Yahudi. Banyak jemaat didirikan Paulus oleh karena pelayanannya untuk memperkenalkan Kristus. Tentu proses peralihan ini bukanlah proses yang sekejap, namun sebuah proses yang panjang yang melibatkan pergolakan batinnya.

Demikian juga pelayanan Pendeta masa kini, diperlukan spiritualitas yang disadari dan dihidupi dalam sepanjang proses pelayanannya. Menurut Howard Rice, seorang Pendeta juga harus menjaga jiwa mereka tetap hidup, bukan saja melayani bagi orang lain dan menjaga jiwa orang lain, namun jiwa diri sendiri juga perlu diperhatikan.20 Proses spiritualitas seseorang berkembang, dan bukan sesuatu yang didapatkan dengan keajaiban. Demikian juga dengan proses spiritualitas Rasul Paulus.

Oleh karena itu penulis hendak menggali proses spiritualitas rasul Paulus dan melihat relevansinya dengan pelayanan Pendeta masa kini, khususnya di Gereja Kristen Jawa.

      

20

 Howard Rice, Managemen Umat, Pendeta sebagai pengayom, pemimpin, pembina (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2006), hal 150-162.

MILIK

(8)

E. Tujuan Penulisan.

Penulisan ini bertujuan mengungkap spiritualitas Rasul Paulus. Dengan mengerti spiritualitas Rasul Paulus yang berkembang dalam transformasi kehidupannya melalui pengalaman Damsyik, maka penulis dapat mengerti latar belakang dalam pelayanan Rasul Paulus yang dilakukan dengan totalitas hidupnya. Lukas hanya menggambarkan dengan singkat proses transformasi Paulus, dengan penulisan ini penulis bermaksud mengungkap data seputar proses transformasi Paulus yang terdapat dalam surat-suratnya. Dengan demikian, Paulus dapat dijadikan sebagai model dalam pembentukan spiritualitas sehingga kita dapat melakukan pelayanan yang dilakukan dengan segenap hati.

Setelah diketahui spiritualitas Rasul Paulus dalam proses transformasinya, penulis melihat relevansinya dengan spiritualititas pelayanan Pendeta GKJ. Sebagai seorang warga GKJ, penulis berharap bisa memberikan masukan yang berharga bagi peningkatan spiritualitas para Pendeta GKJ, sehingga di kemudian hari permasalahan seputar Pendeta dapat ditekan.

F. Metode Penulisan.

Dalam penulisan ini, penulis akan menggunakan metode penelitian pustaka. Penelitian pustaka dilakukan untuk mencari tahu sumber-sumber yang mengungkap spiritualitas Rasul Paulus. Dengan melakukan penelitian pustaka tentang spiritualitas Paulus, maka penulis diperkaya untuk merumuskan spiritualitas Rasul Paulus. Sumber-sumber pustaka dari banyak ahli akan dikaji dengan penelitian analitis sehingga dirumuskan spiritualitas Paulus. Sedangkan mengenai spiritualitas Pendeta GKJ akan dilakukan penggalian informasi dengan studi pustaka, pengolahan data dan wawancara kepada beberapa pihak yang kompeten.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan sistematika sebagai berikut: I. Pendahuluan

Di dalam pendahuluan penulis akan mengurai latar belakang masalah penulisan, yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan ini, batasan penulisan, judul dan alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

II. Rasul Paulus Sebelum Transformasi.

Dalam penguraian spiritualitas Paulus, penulis terlebih dahulu perlu mengurai latar belakang Paulus, berdasarkan informasi yang diungkapkan Paulus dalam suratnya dan

MILIK

(9)

berita yang relevan dengan hal tersebut. Latar belakang kehidupan Paulus sebelum pengalamannya di Damsyik penulis sebut dengan masa “sebelum transformasi”. Penulis akan mengungkap Paulus sebagai seorang Yahudi, Paulus golongan Farisi, dan Paulus sebagai penganiaya jemaat.

III. Rasul Paulus Setelah Transformasi.

Setelah penulis mengungkap kehidupan Paulus sebelum masa transformasi, yakni semasa sebagai seorang Yahudi, penulis akan mengungkap proses transformasi spiritualitas Paulus. Penulis akan mengungkap transformasi Paulus berdasarkan ketiga surat, yakni Galatia 1:11-17, Filipi 3:2-11, dan Roma 7:7-8:17

IV. Relevansi Spiritualitas Rasul Paulus bagi Pelayanan Pendeta GKJ

Setelah penulis mengurai spiritualitas Paulus dan mengetahui bagaimana proses pergolakan dalam diri Paulus, penulis melihat relevansi spiritualitas yang dihidupi Paulus dalam pelayanannya dengan spiritualitas yang dihidupi oleh Pendeta GKJ dalam pelayanannya.

V. Kesimpulan dan Saran.

Setelah penulis mengurai spiritualitas pelayanan Paulus, melihat relevansinya dalam pelayanan pendeta GKJ, penulis mengambil kesimpulan berdasarkan beberapa data yang didapatkan. Kesimpulan tersebut dipakai sebagai acuan untuk mengajukan beberapa saran yang disajikan bagi Sinode GKJ dalam proses pemeliharaan spiritualitas para Pendeta GKJ.

   

MILIK

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kualitas anggaran dan belanja daerah Kabupaten Lebak, target serta realisasi PAD dan belanja daerah tersebut dapat digunakan

Penelitian ini bertujuan mengkaji pemeliharaan gedung di Universitas lampung melalui mekanisme manajemen pemeliharaan yaitu : tinjauan kondisi eksisting mengenai

Lestari, Nia Rahayu, “Analisis Proses Penalaran Matematis Siswa SMP dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Ditinjau dari Adversity Quotient (AQ)”, Skripsi; Fakultas

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bawah kepemilikan saham oleh pihak manajerial tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan return on

Block cipher adalah bentuk algoritma enkripsi kunci simetri yang mentransformasikan satu blok data tertentu dari plaintext ke dalam satu blok data ciphertext

Apabila pengamatan tidak dapat dilakukan (sulit, memakan waktu lama, mahal, berbahaya), dapat digunakan simulasi komputer , atau menggunakan program komputer untuk meniru

Menurut pandangan teologia manusia pada hakekatnya diciptakan oleh Sang Kuasa dengan kemampuan yang baik. Manusia mampu membentuk berbagai struktur dunia yang diperlukan

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas / Semester : VIII/2 Standar Kompetensi : 12 Mengungkapkan informasi dalam bentuk rangkuman, teks berita, slogan/poster Kompetensi