• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA

2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Definisi Film

Film merupakan sebuah karya cipta seni yang merupakan salah satu media komunikasi massa yang terdiri dari elemen audio dan visual yang dibuat sesuai dengan asas sinematografi. Saat ini film berkembang dan terbagi menjadi beberapa jenis antara lain: film drama, komedi, horor,dokumenter dan lainnya.

2.1.2. Tahap-tahap Produksi Film

Dibutuhkan 3 tahap dalam meproduksi sebuah film. Tahap-tahap pembuatan film antara lain praproduksi (pre-production), produksi (production) dan pascaproduksi (post-production). Tahap praproduksi merupakan sebuah tahap persiapan dalam pembuatan film, tetapi dalam tahap ini sebaiknya pembuat film harus dapat memikirkan hal-hal apa saja yang nantinya dibutuhkan dalam proses pascaproduksi. Dan hal yang perlu diperhatikan adalah, bahwa proses praproduksi merupakan 70 persen dari keseluruhan proses syuting, jadi sejumlah rencana yang disusun harus dapat disusun dengan benar-benar rinci, sehingga hal-hal yang diluar prediksi awal masih dapat di antisipasi dengan baik (Effendy 6).

2.1.2.1.Tahap Pra Produksi a. Menyusun Skenario

Sebuah film secara utuhnya semuanya pasti berawal dari sebuah ide cerita atau topik yang ingin diangkat menjadi sebuah film. Dan semua hal tersebut harus diwujudkan dalam bentuk sebuah skenario yang nantinya berfungsi sebagai panduan atau tulang punggung dalam pembuatan sebuah film. Ruang, waktu, peran dan aksi semua dibungkus dalam dalam sebuah skenario.

b. Format Film atau Video

Ada dua buah format syuting yang dapat dipilih yakni film atau video. Film pertama kali lahir di paruh kedua abad 19, dibuat dengan bahan dasar seluloid yang sangat mudah terbakar, bahkan oleh percikan abu rokok sekalipun.

(2)

Saat ini ada tiga macam ukuran film yang diproduksi secara massal, yakni 35mm, 16mm dan 8mm. Angka dalam millimeter tersebut menunjukkan ukuran lebar pita seluloid. Semakin lebar ukuran pita seluloid, semakin baik pula kualitas gambar yang dihasilkan. Untuk keperluan khusus, film 65 mm dan 70 mm bias digunakan. Film yang ditayangkan di teater IMAX Taman Mini Indonesia Indah (TMII) adalah contoh film yang diproduksi dan ditayangkan dalam format 65 mm, kualitas gambar yang dihasilkan lebih baik ketimbang format 35 mm yang lazim ditayangkan di gedung bioskop. (Effendy 21) Video, format berbahan dasar pita magnetic ini mulai dikenal luas di seluruh dunia pada paruh kedua periode 1970-an, baik untuk kerpeluan profesional seperti stasiun televisi maupun keperluan pribadi. Pita magnetic yang terdapat dalam kaset video bias merekam gambar dan suara dengan baik, sementara film hanya dapat merekam gambar. Untuk suara digunakan medium / alat rekam lain seperti DAT (Digital Audio Tape). Tetapi jika dilihat dari segi kualitas gambar yang direkam, film dapat merekam gambar lebih baik dibanding rata-rata format video. Jika dilihat dari segi biaya, format video lebih unggul dibandingkan dengan format film. Baik bahan baku kaset maupun kamera video harganya lebih murah. Satu can (satuan bahan baku film, dikemas dalam kaleng) film 16 mm merekam gambar selama maksimal 10 menit. Sementara satu kaset video profesional, contohnya kaset format Betacam SP dapat merekam gambar dan suara hingga dalam jangka waktu yang cukup lama yaitu 30 menit. Dan sebagai perbandingan dalam segi harganya, harga satu can film 16 mm sekitar 10 kali lipat harga kaset video professional. Dari segi waktu, format video memiliki kelebihan yang unggul dibandingkan film. Apabila ingin melihat hasil syuting dalam format video, dapat lebih cepat dilakukan dengan playback. Sementara untuk format film, harus terlebih dulu memproses film yang dipakai untuk merekam gambar tersebut di laboratorium untuk dibuatkan positif filmny agar bias ditonton di ruang proyeksi. Untuk melihat hasil syuting, format film membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan format video. Dengan perkembangan teknologi, maka sekarang tidak perlu lagi membuat rush copy untuk bisa melihat hasil syuting format film. Setelah melalui proses negative development, exposed film bisa ditransfer ke format video (telecine) seperti Betacam SP, Digital Betacam atau VHS untuk bisa ditonton lewat pesawat

(3)

televisi. Artinya, dari segi kepraktisan format v ideo jauh lebih unggul dibandingkan dengan format film (Effendy 22).

c. Menyusun Tim Produksi

Dalam proses produksi pembuatan sebuah film, tim kerja film tersebut dibagi-bagi dalam beberapa departemen. Tiap kepala departemen bertanggung jawab atas semua hasil kerja yang dilakukan oleh anak buah yang tergabung dalam departemennya. Untuk itu, komunikasi antar departemen dan atar kru sangat dibutuhkan agar dapat terjalin sebuah komunikasi yang tepat. Dari sekian banyak kru yang terlibat, ada yang disebut sebagai tim inti (mereka yang sejak awal terlibat dalam produksi film dan kerjanya menjadi acuan rekan kerja yang lainnya). Setidaknya ada enam peran yang dibutuhkan dalam tim inti pembuatan sebuah film, dimana setiap peran dalam tim tersebut memiliki fungsi kerja yang berbeda dan saling berkaitan. Tim inti tersebut terdiri dari produser, sutradara (director), manajer produksi, art director, director of photography dan asst. director. Seorang produser harus memimpin seluruh tim produksi sesuai dengan tujuan yang ditetapkan bersama, baik dalam aspek kreatif maupun manajemen produksi sesuai dengan anggaran yang telah disepakati bersama. Seorang sutradara membuat sebuah director’s treatment yang dibuat berdasarkan dengan skenario yang telah dibuat. Director’s treatment adalah sebuah konsep kreatif sutradara tentang arahan gaya pengambilan gambar. Selanjutnya seorang sutradara menguraikan setiap adegan ke dalam sejumlah shot dan membuat shot list, yakni uraian arah pengambilan gambar pada tiap adegannya. Selanjutnya, shot list tersebut dterjemahkan ke dalam bentuk story board, yakni rangkaian gambar seperti komik yang membuat informasi tentang ruang dan blocking yang nantinya akan direkam menjadi sebuah film. Setelah membuat sebuah director’s treatment, shot list dan story board, maka script breakdown dapat dikerjakan. Sutradara juga harus terus berkomunikasi dengan desainer produksi, asisten sutradara, penata fotografi, penata artistik, penata suara dan editor untuk memberikan pengarah tentang film apa yang akan dibuat. Manajer produksi bertugas untuk harus memaksimalkan potensi seluruh departemen yang ada dalam sebuah produksi film. Manajer produksi juga harus bertanggung jawab dalam

(4)

operasional produksi mulai dari tahap praproduksi hingga produksi film tersebut selesai, baik dari urusan administrasi, anggaran, perlengkapan syuting, logistik, transportasi maupun akomodasi. Tugas utama seorang desainer produksi adalah membantu seorang sutradara untuk menentukan suasana dan warna apa yang aka tampil di dalam film yang akan dibuat. Seorang desainer produksi menerjemahkan apa yang jadi keinginan kreatif seorang sutradara dan merancangnya. Selanjutnya, desainer produksi berhubungan langsung dengan seorang story board artist untuk dapat menghasilkan sebuah story board yang sesuai. Setelah story board disepakati, kini giliran penata fotografi yang bekerja. Dengan melakukan sebuah diskusi dengan desainer produksi, sutradara, asisten sutradara dan penata artistik, penata fotografi mendapatkan gambaran lengkap tentang hal-hal apa saja yang akan berlangsung di dalam set, bagaimana sebuah adegan yang telah dirancang akan berlangsung dan efek apa saja yang ingin dicapai. Lalu penata fotografi membuat rancangan yang berhubungan dengan penataan cahaya dan tata kamera yang sesuai. Secara teknis, penata fotografi bertugas untuk mengambil gambar dan menentukan kualitas gambar yang terekam dalam film yang akan dibuat. Asisten sutradara membantu tugas seorang sutradara menerjemahkan hasil director’s treatment ke dalam bentuk script breakdown dan shooting schedule. Asisten sutradara ini juga yang mendiskusikan segala keperluan shooting dengan manajer produksi. Dalam menentukan siapa saja kru produksi yang ikut bergabung, tidak ada Patokan tersendiri jumlah kru produksi yang mutlak. Sebuah film documenter bias diproduksi dengan tiga orang saja, seorang produser yang juga merangkap sutradara sekaligus penulis skenario, dan dibantu dengan seorang operator kamera dan penata suara yang juga berfungsi sebagai asisten sutradara. Sementara, sebuah film cerita panjang di Indonesia dapat melibatkan kru antara 30 – 100 orang bahkan lebih.

(5)

d. Menyusun Script Breakdown

Dengan menyusun Script Breakdown maka dalam proses pembuatan film dapat diketahui rincian kebutuhan syuting dan biaya yang dibutuhkan serta memungkinkan mengatur jadwal syuting. Untuk menyusunnya, dibutuhkan script breakdown sheet, yakni lembaran berisi informasi tentang setiap adegan yang ada di film. Tiap lembar dari script breakdown berisi tentang setiap adegan yang ada di film. Berikut penjelasan informasi yang dimuat pada tiap lembarnya:

1. Date

2. Script Version Date (versi skenario yang dipakai untuk menyiapkan syuting) 3. Production Company (nama dan nomer telepon rumah produksi)

4. Breakdown Page No (nomer halaman dari lembar breakdown yang dibuat) 5. Title / No of Episodes (judul film yang diproduksi)

6. Page Count (panjang atau porsi dari adegan dalam sebuah skenario) 7. Location or Set (lokasi sesuai dengan skenario)

8. Scene No. (nomer adegan sesuai yang tercantum dalam skenario)

9. Int. / Ext. (di mana suatu adegan terjadi, di dalam ruangan ataukah di luar ruangan)

10. Day / Night (waktu adegan)

11. Description (kejadian spesifik yang ada di dalam adegan untuk mempermudah ingatan sehingga tidak membolak-balik skenario)

12. Cast (semua pemeran yang melakukan dialog termasuk peran pendukung, diurutkan berdasarkan pentingnya peran)

13. Wardrobe (catatan pakaian yang akan digunakan oleh cast ataupun crowd) 14. Extras / Atmosphere (jumlah orang-orang yang dibutuhkan untuk mendukung suasana dalam sebuah adegan)

15. Make Up / Hair Do (catatan khusus tentang tata rias dan tata rambut untuk tiap peran dan crowd)

16. Extras / Silent Bits (para pemeran yang tidak melakukan dialog yang tidak tergabung dalam crowd)

17. Stunt / Stand Ins (pemeran pengganti untuk adegan berbahaya atau untuk mempertahankan wajah si pemeran utama)

(6)

19. Props, Set Dressing, Greenery (props = semua benda yang diapakai atau dibawa oleh cast dan extras. Set dressing = tata lokasi dimana lokasi syuting diatur dan dihias. Greenery = semua tanaman yang dipinjam, disewa atau dibeli) 20. Sound Effects / Music (beberapa adegan mungkin membutuhkan efek suara tertentu untuk membangun suasana yang diinginkan)

21. Security (petugas keamanan untuk memastikan kelancaran syuting untuk adegan atau lokasi tertentu)

22. Special Effect (semua kebutuhan efek khusus seperti ledakan, penghancuran, pembakaran, tat arias khusus dan sebagainya)

23. Estimated No. of Set Ups (perkiraan berapa sudut pengambilan gambar untuk sebuah adegan)

24. Estimated Production Time (waktu yang diperlukan untuk menyiapkan set up dan merekam gambar setiap set up)

25. Special Equipment (peralatan syuting khusus yang dibutuhkan, seperti steadycam, under water camera, car mounting dan lainnya)

26. Production Notes (semua keperluan yang belum tersebut di bagianbagian sebelumnya yang membutuhkan waktu, tenaga dan biaya khusus)

• Menyusun Shooting Schedule dan Call Sheet

Jadwal syuting disusun seuai dengan pengelompokan sejumlah informasi yang diperoleh dari script breakdown. Jadwal ini berfungsi sebagai patokan / pedoman kerja semua pihak yang terlibat dalam proses produksi. Jika ada sebuah jadwal yang tidak diprediksi sebelumnya, maka keputusan diambil oleh asisten sutradara bersama-sama dengan manajer produksi. Setelah shooting schedule sudah ditetapkan, maka call sheet bias segera dibuat. Call sheet adalah lembaran yang memuat informasi harian tentang adegan yang akan diambil / direkam pada hari tersebut. Setiap syuting selesai, call sheet untuk hari berikutnya diedarkan ke semua orang yang diperlukan untuk syuting berikutnya.

2.1.2.2. Tahap Produksi

Dalam tahap produksi, tiap kru yang andil dalam proses pembuatan film, harus bertindak sesuai dengan apa yang sudah disepakati sebelumnya pada tahap

(7)

pra produksi. Selama syuting berlangsung, ada beberapa laporan yang harus dikerjakan. Laporan-laporan tersebut sangat berperan penting dalam tahap pascaproduksi.

1. Script continuity report – pedoman untuk mengetahui shot mana yang dipilih oleh sutradara

2. Camera report – acuan untuk mencari shot yang telah direkam dan dianggap baik untuk keperluan editing

3. Sound sheet report – acuan dalam mengedit suara dalam tahap pasca produksi 4. Daily production report – sebagai alat control dan informasi untuk mengambil keputusan tentang pelaksanaan syuting pada hari-hari berikutnya

2.1.2.3. Tahap Pascaproduksi

Dalam tahap pascaproduksi, ada beberapa hal penting yang harus dilakukan, antara lain:

1. Menentukan urutan proses editing 2. Memilih tempat editing

3. Mengumpulkan report 2.1.3. Film Dokumenter

Film dokumenter adalah film yang mendokumentasikan hal-hal yang terjadi secara nyata. Tema yang diangkat dalam film dokumenter menyajikan fakta mengenai tokoh atau peristiwa, sosial maupun budaya. Istilah “dokumenter” pertama digunakan dalam resensi film Moana (1926) oleh Robert Flaherty, ditulis oleh The Moviegoer, nama samaran John Grierson, di New York Sun pada tanggal 8 Februari 1926. Pendapat lain tentang film dokumenter adalah sebagai rekaman adegan nyata dan factual (tidak boleh merekayasa sedikitpun) untuk kemudian dibentuk menjadi sefiksi mungkin menjadi sebuah cerita yang menarik (Nugroho 36). Dalam istilah perfilman di Perancis, istilah dokumenter digunakan untuk semua film non-fiksi, termasuk film-film mengenai sebuah perjalanan dan film tentang pendidikan. Berdasarkan definisi ini, film-film pertama semua adalah film dokumenter. Mereka merekam hal sehari-hari, misalnya aktifitas kereta api saat masuk ke dalam stasiun. Pada dasarnya, film dokumenter mempresentasikan kenyataan. Artinya film dokumenter menampilkan kembali fakta yang ada dalam kehidupan. Di Indonesia, produksi film dokumenter awalnya dipelopori oleh

(8)

stasiun televisi pertama di Indonesia yaitu TVRI. TVRI telah menghasilkan beragam film dokumenter dengan tema-tema yang berbeda seperti flora fauna dan kebudayaan. Pada awal tahun 1990, stasiun televise swasta sudah mulai berdiri dan pembuatan film dokumenter televise tidak lagi dimonopoli oleh TVRI. Saat itu semua televisi swasta menayangkan program film dokumenter, baik yang mereka produksi sendiri maupun yang mereka beli dari rumah-rumah produksi film. Salah satu film dokumenter yang banyak dikenal orang salah satunya karena ditayangkan secara serentak oleh lima stasiun televisi swasta dan TVRI adalah Anak Seribu Pulau (Miles Production, 1995). Dokudrama ini ternyata disukai oleh banyak kalangan sehingga sekitar enam tahun kemudian program yang hampir sama dengan judul Pustaka Anak Nusantara (Yayasan SET, 2001) diproduksi untuk konsumsi televisi.

2.1.3.1. Tahap Produksi Film Dokumenter

Berikut tahap-tahap dalam proses produksi film documenter : a. Tahap Pra Produksi

• Menentukan tema dan objek yang akan kita angkat

• Melakukan riset terhadap tema yang sudah terpilih. Riset yang dilakukan dapat berupa riset lapangan maupun riset kepustakaan. Sekalipun kalau perlu juga dapat menghubungi narasumber – narasumber yang berhubungan dengan objek agar mendapatkan data yang lebih valid.

• Menulis sinopsis dalam bentuk sebuah kerangka pemikiran.

• Membuat treatment yang di dalamnya berisi seluruh perencanaan dan rincian setiap scene ditulis dengan jelas. Yang nantinya akan dipakai sebagai pegangan dalam pengambilan gambar di lapangan dan mempersiapkan semua hal-hal yang berhubungan dengan proses produksi.

b. Tahap Produksi

• Pengambilan gambar sangat berhubungan dengan treatment yang sudah dibuat. c. Tahap Pasca Produksi

Setelah semua gambar telah di dapatkan, maka dilakukanlah tahap seleksi gambar dan dimulai offline editing.

(9)

itu juga ditulis dalam naskah. Naskah lengkap yang berisi susunan gambar dan narasi disebut script editing.

• Berdasarkan editing script kemudian dibuat editing online. Dalam editing ini semuanya harus sudah pasti.

• Setelah editing online prose’s berikutnya adalah mixing. Di dalam mixing, narasi dan musik ilustrasi dimasukkan dan dicampur dengan gambar yang sudah diambil.

• Setelah mixing selesai, siaplah sebuah film dokumenter. Dalam film dokumenter ada tiga cara untuk meyakinkan penonton bahwa apa yang mereka lihat adalah nyata. Berikut caranya:

a. Re – enacment. Film dokumenter jenis ini meminta orang-orang / pemeran lain untuk memerankan kembali sesuai dengan kejadian sesungguhnya di depan kamera.

b. Rekonstruksi sosial. Bentuk dokumenter ini umumnya dipakai dalam berita televisi, termasuk di dalamnya wawancara dengan orang-orang yang berhubungan langsung dengan kejadian asli. Pihak yang berwenang ditampilkan untuk memberi informasi langsung kepada penonton. Materi pendukung visual banyak dipakai, seperti peta, bagan dan grafik. Umumnya film jenis ini menampilkan data-data untuk mengarah kepada sebuah kesimpulan sosial yang jelas.

c. Cinema truth. Proses dimana seseorang benar-benar menyuting peristiwa yang sedang terjadi. Berikut beberapa teknik untuk cinema truth meliputi:

• Penggunaan hand-held camera yang menghasilkan gambar tidak terlalu stabil. • Penggunan zoom.

• Gambar yang kasar dan berbintik-bintik sebagai hasil dari level pencahayaan rendah yang menuntut film dengan kecepatan lebih besar.

• Suara lokasi, yang mana suara tidak selalu sempurna dan ucapan-ucapan tidak selalu dapat terdengar dengan jelas.

2.1.4. Genre Pada Film Dokumenter

Genre berarti jenis atau ragam, merupakan istilah yang berasal dari bahasa Perancis. Kategorisasi ini terjadi dalam bidang seni-budaya seperti musik, film serta sastra. Genre dibentuk oleh konvensi yang berubah dari waktu ke

(10)

waktu. Dalam kenyataannya bahwa setiap genre berfluktuasi dalam popularitasnya dan akan selalu terikat erat pada faktor-faktor budaya. Menurut banyak cendekiawan film adalah bahwa genre merupakan drama ritual kehidupan manusia yang menyerupai perayaan hari besar atau upacara yang dapat memuaskan hasrat mereka karena unsur-unsurnya dapat menegaskan kembali nilai-nilai budaya dengan sedikit variasi. Dalam film, terutama film cerita banyak sekali genre yang sudah dikenal oleh masyarakat seperti melodrama, western, gangster, horor, science fiction (sci-fi),komedi,action,perang,detektif dan sebagainya.Namun dalam perjalanannya,genre-genre film tersebut sering dicampur satu sama lain (mix genre) seperti horor-komedi, western-komedi, horror-science fiction dan sebagainya. Selain itu genre juga bisa masuk ke dalam bagian dirinya yang lebih spesifik yang kemudian dikenal dengan sub-genre, contohnya dalam genre komedi dikenal sub-genre seperti screwball comedy, situation comedy (sit-com), slapstick, black comedy atau komedi satir dan sebagainya. Gerzon R. Ayawaila membagi genre film dokumenter menjadi dua belas jenis, yaitu:

1. Laporan Perjalanan

Jenis ini awalnya adalah dokumentasi antropologi dari para ahli etnolog atau etnografi. Namun dalam perkembangannya bisa membahas banyak hal dari yang paling penting hingga yang remeh-temeh, sesuai dengan pesan dan gaya yang dibuat. Istilah lain yang sering digunakan untuk jenis dokumenter ini adalah travelogue, travel film, travel documentary dan adventures film. Sekarang ini banyak televisi yang membuat program dengan pendekatan dokumenter perjalanan, misalnya Jelajah (Trans TV), Jejak Petualang (TV7/Trans7), BackPacker (TVOne) dan sebagainya, bahkan di beberapa televisi berbayar membuat saluran televisi khusus laporan perjalanan seperti Travel and Living.Dikarenakan penayangannya di televisi,maka kedalaman permasalahannya sangat disesuaikan dengan kebutuhan televisi.

2. Sejarah

Dalam film fiksi, tema sejarah pernah menjadi sebuah pencapaian estetika yang tinggi ketika Sergei Eisenstein dan Alexandre Dovzhenko membuat film– film yang banyak mengangkat latar belakang cerita dari tirani kekuasaan Tsar

(11)

Nicholas II serta perebutan kekuasaan dari status quo oleh kaum komunis. Pada tahun 1976, Alan J. Pakula juga pernah mengangkat penyelidikan (investigasi) skandal Watergate di Amerika Serikat oleh dua orang wartawan Washington Post, Carl Bernstein dan Bob Woodward.

Dalam film dokumenter, genre sejarah menjadi salah satu yang sangat kental aspek referential meaning-nya (makna yang sangat bergantung pada referensi peristiwanya) sebab keakuratan data sangat dijaga dan hampir tidak boleh ada yang salah baik pemaparan datanya maupun penafsirannya. Tidak diketahui sejak kapan dokumenter sejarah ini digunakan, namun pada tahun 1930-an Rezim Adolf Hitler telah menyisipk1930-an unsur sejarah ke dalam film-filmnya yang memang lebih banyak bertipe dokumenter.

Pada masa sekarang, film sejarah sudah banyak diproduksi karena terutama karena kebutuhan masyarakat akan pengetahuan dari masa lalu. Tingkat pekerjaan masyarakat yang tinggi sangat membatasi mereka untuk mendalami pengetahuan tentang sejarah, hal inilah yang ditangkap oleh televisi untuk memproduksi film-film sejarah. Sekarang ini di Metro TV sering ditayangkan Metro Files, program dokumenter yang mengupas sejarah yang tidak terungkap di Indonesia. Dalam beberapa tayangannya sempat membahas tentang budaya Tionghoa di Jakarta (Batavia) dalam judul Merah Hitam di Batavia, pengupasan kepahlawanan Dr. Johannes Leimena, seorang negarawan yang gigih dan memberi kontribusi terhadap berdirinya puskesmas dalam judul Mutiara dari Timur, serta tentang tokoh pergerakan bangsa yang berjuang melalui pendidikan dalam Lentera Bangsa.

3. Potret/ Biografi

Sesuai dengan namanya, jenis ini lebih berkaitan dengan sosok seseorang. Mereka yang diangkat menjadi tema utama biasanya seseorang yang dikenal luas – di dunia atau masyarakat tertentu – atau seseorang yang biasa namun memiliki kehebatan, keunikan ataupun aspek lain yang menarik. Ada beberapa istilah yang merujuk kepada hal yang sama untuk menggolongkannya. Pertama, potret yaitu film dokumenter yang mengupas aspek human interest dari seseorang. Plot yang diambil biasanya adalah hanya peristiwa–peristiwa yang dianggap penting dan krusial dari orang tersebut. Isinya bisa berupa sanjungan, simpati, krtitik pedas

(12)

atau bahkan pemikiran sang tokoh. Misalnya saja film Fog of War (2003) karya Errol Morris yang menggambarkan pemikiran strategi hidup dari Robert S. McNamara, mantan Menteri Pertahanan di masa pemerintahan Presiden John. F Kennedy dan Presiden Lyndon Johnson.

Kedua, biografi yang cenderung mengupas secara kronologis dari yang secara garis penceritaan bisa dari awal tokoh dilahirkan hingga saat tertentu (masa sekarang, saat meninggal atau saat kesuksesan sang tokoh) yang diinginkan oleh pembuat filmnya. Film The Day After Trinity (1981) karya Jon Else adalah salah satunya. Film ini berkisah tentang seputar bom atom yang diciptakan oleh Robert Oppenheimer dan penyesalannya terhadap penyalahgunaan teknologi itu untuk membombardir Hiroshima dan Nagasaki tahun 1945. Metro TV dalam Metro Files-nya pernah mengulas tentang perjuangan Laksamana Muda John Lie yang memperjuangkan Indonesia dari laut di mana pada saat itu banyak orang masih bergunjing tentang pribumi dan keturunan.

Ketiga, profil, sub-genre ini walaupun banyak persamaannya namun memiliki perbedaan dengan dua di atas terutama karena adanya unsur pariwara (iklan/promosi) dari tokoh tersebut. Pembagian sequence-nya hampir tidak pernah membahas secara kronologis dan walaupun misalnya diceritakan tentang kelahiran dan tempat ia berkiprah, biasanya tidak pernah mendalam atau terkadang hanya untuk awalan saja. Profil umumnya lebih banyak membahas aspek–aspek ‘positif ’ tokoh seperti keberhasilan ataupun kebaikan yang dilakukan. Film–film seperti ini dibuat oleh banyak orang di Indonesia terutama saat kampanye pemilu legeslatif ataupun pemilukada (pemilihan umum kepala daerah). Akan tetapi sub-genre profil ini tidak berhenti pada orang / masuia namun bisa juga sebuah badan (institusi) seperti perusahaan, lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, organisasi politik dan sebagainya yang lebih dikenal dengan sitilah profil niaga atau company profile.

4. Nostalgia.

Film–film jenis ini sebenarnya dekat dengan jenis sejarah, namun biasanya banyak mengetengahkan kilas balik atau napak tilas dari kejadian–kejadian dari seseorang atau satu kelompok. Pada tahun 2003, Rithy Panh membuat S21: The Khmer Rouge Death Machine di mana ia mendatangkan beberapa orang yang

(13)

merupakan dua pihak dari kekejaman Khmer Merah, baik dari pihak korban maupun para penyiksa di masa lalu.

5. Rekontruksi

Dokumenter jenis ini mencoba memberi gambaran ulang terhadap peristiwa yang terjadi secara utuh. Biasanya ada kesulitan tersendiri dalam mempresentasikannya kepada penonton sehingga harus dibantu rekonstruksi peristiwanya. Perisitiwa yang memungkinkan direkonstruksi dalam film-film jenis ini adalah peristiwa kriminal (pembunuhan atau perampokan), bencana (jatuhnya pesawat dan tabrakan kendaraan), dan lain sebagainya. Contoh film jenis ini adalah Jejak Kasus, Derap Hukum dan Fokus.

Rekonstruksi yang dilakukan tidak membutuhkan mise en scene (pemain, lokasi, kostum, make-up dan lighting) yang persis dengan kejadiannya, sehingga sangat berbeda doku-drama yang memang membutuhkan keotentikan yang tinggi. Yang hendak dicapai dari rekonstruksi di sini adalah sekedar proses terjadinya peristiwanya itu. Dalam membuat rekonstruksi, bisa dilakukan dengan shoot live action atau bisa juga dibantu dengan animasi.

National Geographic Channel dalam seri televisinya pernah membuat Locked-Up Abroad yang umumnya bercerita penangkapan yang berlatar belakang narkoba, terorisme hingga permasalah lain. Permasalahannya penangkapan tersebut dilakukan di luar negara tokoh dalam film tersebut sehingga membuat persoalannya menjadi semakin rumit.Dalam tayangan tersebut, konstruksi biasanya digunakan untuk menggambarkan kejadian–kejadian yang dialami tokoh yang bercerita dalam tayangan tersebut.

6. Investigasi

Jenis dokumenter ini memang kepanjangan dari investigasi jurnalistik. Biasanya aspek visualnya yang tetap ditonjolkan. Peristiwa yang diangkat merupakan peristiwa yang ingin diketahui lebih mendalam, baik diketahui oleh publik ataupun tidak. Umpamanya korupsi dalam penanganan bencana, jaringan kartel atau mafia di sebuah negara, tabir dibalik sebuah peristiwa pembunuhan, ketenaran instan sebuah band dan sebagainya. Peristiwa seperti itu ada yang sudah terpublikasikan dan ada pula yan belum, namun persisnya seperti apa bisa jadi tidak banyak orang yang mengetahui.

(14)

Terkadang, dokumenter seperti ini membutuhkan rekonstruksi untuk membantu memperjelas proses terjadinya peristiwa. Bahkan di beberapa film aspek rekonstruksinya digunakan untuk menggambarkan dugaan-dugaan para subjek di dalamnya. Misalnya yang dilakukan oleh Errol Morris dalam filmnya The Thin Blue Line, rekonstruksi digunakan untuk memperlihatkan seluruh kemungkinan dan detil peristiwa yang terjadi saat itu, misalnya merk mobil, bentuk lampu, jarak pandang dan sebagainya.

7. Perbandingan dan Kontradiksi

Dokumenter ini mentengahkan sebuah perbandingan, bisa dari seseorang atau sesuatu seperti film Hoop Dreams (1994) yang dibuat oleh Steve James. Selama empat tahun, ia mengikuti perjalanan dua remaja Chicago keturunan Afro-America, William Gates dan Arthur Agee untuk menjadi atlit basket profesional.

Michael Moore dalam Sicko (2007) membandingkan kebijakan dan pelayanan kesehatan di Amerika Kesehatan dengan tiga negara maju lainnya, yaitu Kanada, Inggris dan Perancis serta satu negara berkembang yang justru tetangga Amerika Serikat sendiri yaitu Kuba. Hasilnya ternyata Amerika Serikat sangat jauh tertinggal dalam pelayanan kesehatan bahkan antara orang yang punya asuransi dan yang tidak memiliki asuransi hampir tidak ada bedanya sebab pada akhirnya uang asuransi mereka juga sulit keluar sehingga mereka harus membayar sendiri biaya dokter atau rumah sakitnya. Negara pembandingnya sangat-sangat menyejahterakan penduduknya, bahkan di Kuba, orang yang sakit hanya ditanya nama dan usia – sama sekali tidak ditanya warga negara atau bukan – saat mendaftar ke klinik atau rumah sakit yang kemudian setelah itu pada pasien tersebut ditunjuk seorang dokter dan seorang perawat yang akan mengurusnya. Sedangkan di Amerika Serikat sendiri seorang pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan di rumah sakit atau klinik harus menunggu hingga belasan jam bahkan sampai berhari–hari.

8. Ilmu Pengetahuan

Film dokumenter genre ini sesungguhnya yang paling dekat dengan masyarakat Indonesia, misalnya saja pada masa Orde Baru, TVRI sering memutar program berjudul Dari Desa Ke Desa ataupun film luar yang banyak dikenal dengan nama Flora dan Fauna. Tapi sebenarnya film ilmu pengetahuan sangat

(15)

banyak variasinya lihat saja akhir tahun 1980-an ketika RCTI (pada masa itu masih menjadi televisi berbayar) memutar program Beyond 2000, yaitu film ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan teknologi masa depan. Saat itu beberapa kalangan cukup terkejut sebab pengetahuan yang mereka dapatkan berbeda dari dokumenter yang mereka lihat di TVRI. Jenis ini bisa terbagai menjadi 2 sub-genre:

A. Film Dokumenter Sains

Film ini biasanya ditujukan untuk publik umum yang menjelaskan tentang suatu ilmu pengetahuan tertentu misalnya dunia binatang, dunia teknologi, dunia kebudayaan, dunia tata kota, dunia lingkungan, dunia kuliner dan sebagainya. Pada beberapa televisi berbayar bahkan beberapa dari yang sudah tersebut di atas telah dibuatkan saluran khusus seperti National Geographic Wild atau Animal Planet yang tentu saja membahas tentang dunia binatang; Asian Food Channel yang banyak mengetengahkan film instruksional dan dokumenter tentang makanan serta dunia di sekitarnya; Home and Health yang membahas masalah kesehatan dalam kehidupan kita; bahkan ada saluran khusus yang membahas tentang dunia mobil, kapal dan pesawat yaitu Discovery Turbo.

B. Film Instruksional

Film ini dirancang khusus untuk mengajari pemirsanya bagaimana melakukan berbagai macam hal mereka ingin lakukan, mulai dari bermain gitar akustik atau gitar blues pada tingkat awal, memasang instalasi listrik, penanaman bungan yang dijamin tumbuh, menari perut untuk menurunkan berat badan, bermain rafting untuk mengarungi arung jeram dan sebagainya. Bahkan ada beberapa film instruksional yang bertujuan lebih serius, seperti bagaimana menjaga pola untuk hidup lebih lama dan lebih kuat dari HIV / AIDS atau seperti yang banyak berkembang saat ini video motivasi tentang meningkatkan kualitas hidup.

9. Buku Harian (Diary)

Seperti halnya sebuah buku harian, maka film ber–genre ini juga mengacu pada catatan perjalanan kehidupan seseorang yang diceritakan kepada orang lain. Tentu saja sudut pandang dari tema–temanya menjadi sangat subjektif sebab sangat berkaitan dengan apa yang dirasakan subjek pada lingkungan tempat dia

(16)

tinggal, peristiwa yang dialami atau bahkan perlakuan kawan–kawannya terhadap dirinya. Dari segi pendekatan film jenis memiliki beberapa ciri, yang pada akhirnya banyak yang menganggap gayanya konvensional. Struktur ceritanya cenderung linear serta kronologis, narasi menjadi unsur suara lebih banyak digunakan serta seringkali mencantumkan ruang dan waktu kejadian yang cukup detil, misalnya Rumah Dadang, Jakarta. Tanggal 7 Agustus 2011, Pukul 13.19 WIB. Pada beberapa film, jenis diary ini oleh pembuatnya digabungkan dengan jenis lain seperti laporan perjalanan (travel-doc) ataupun nostalgia.

10. Musik

Genre musik memang tidak setua genre yang lain, namun pada masa 1980 hingga sekarang, dokumenter jenis ini sangat banyak diproduksi. Memang salah satu awalnya muncul ketika Donn Alan Pannebaker membuat film – film yang sebenarnya hanya mendokumentasikan pertunjukkan musik. Misalnya ketika membuat Don’t Look Back yang menggambarkan seorang seniman muda berusia 23 tahun bernama Bob Dylan. Sekarang ini ia lebih dikenal sebagai penyanyi lagu–lagu balada. Pada musim semi 1965 , Bob Dylan menghabiskan tiga minggu di Inggris. Dengan kameranya, Don Pennebaker mengikuti seniman tersebut dari bandara ke tempat ia menyanyi, dari hotel ke balai rakyat, dari sebuah obrolan ke salah satu konsernya. Ini adalah masa di mana Dylan beralih dari peralatan musik akustik ke peralatan musik elektrik, sebuah transisi yang tidak semua penggemarnya suka, bahkan termasuk pacarnya Joan Baez yang juga seorang penyanyi.

Setelah itu beberapa sutradara melakukan hal yang sama seperti Michael Wadleigh yang mengabadikan pagelaran musik Woodstock dengan membuat dokumenternya dengan judul yang sama pada tahun 1970. Hampir bersamaan waktunya konser musik Rolling Stones juga dibuatkan dokumenternya yang berjudul Gimme Shelter yang disutradarai oleh Albert Maysles, David Maysles dan Charlotte Zwerin. Peristiwanya berlangsung pada bulan Desember 1969, empat bulan setelah Woodstock di mana Rolling Stones dan Jefferson Airplane menggelar konser gratis di California Utara (di sebelah timur Oakland, tepatnya di Altamont Speedway) yang dihadiri oleh sekitar 300,000 orang. Pihak penyelenggaranya menyewa genk motor yang terkenal di Amerika bernama Hell’s

(17)

Angels yang didapuk sebagai keamanan. Masalahnya para anggota genk tersebut membawa senjata api dan senjata tajam sehingga selama konser berlangsung anggota Hell’s Angels menghabiskan waktunya untuk memukuli para penonton hingga akhirnya satu orang dinyatakan tewas. Film ini menggunakan teknik paralel editing yang disambung berselang-seling antara konser, kekerasan yang terjadi, Grace Slick dan Mick Jagger yang sedang berusaha menenangkan keadaan, close-up para penonton remaja (mereka berjoget, memakai narkoba atau sedang trauma pada perlakuan Hell’s Angel) serta pihak Rolling Stones yang sedang menonton footage konser dan merasa prihatin.

Sejak itu banyak sekali film dokumenter bergenre musik dibuat, namun tidak semuanya merupakan dokumentasi konser musik ataupun perjalanan tur keliling untuk mempromosikan sebuah album. Banyak sutradara yang membuatnya lebih dekat dengan genre lain seperti biografi, sejarah, diary dan sebagainya. Penelope Spheeris membuat dwilogi dokumenter musik yaitu The Decline of Western Civilization : Punk Years (1981) yang membahas terbentuk subkultur dalam musik rock yang dikenal dengan Musik Punk. Banyak band yang terlibat dalam film ini seperti Black Flag, Germs, X, The Bags, Circle Jerks, Catholic Discipline, Fear dan sebagainya. Sedangkan pada tahun 1988, Spheeris meneruskan filmnya dengan membuat yang kedua The Decline of Western Civilization II : Metal Years yang cara penceritaannya hampir sama, hanya saja aliran musik yang diangkat dan tentu saja pemusik serta bandnya juga berbeda. Dalam film kedua ini ia memasukkan band ataupun penyanyi seperti Ozzy Osbourne, Aerosmith, Kiss, Poison, Vixen, Faster Pussycat, Megadeth dan sebagainya.

11. Association Picture Story

Jenis dokumenter ini dipengaruhi oleh film eksperimental. Sesuai dengan namanya, film ini mengandalkan gambar–gambar yang tidak berhubungan namun ketika disatukan dengan editing, maka makna yang muncul dapat ditangkap penonton melalui asosiasi yang terbentuk di benak mereka. Film yang sangat berpengaruh dalam genre ini adalah A Man With The Movie Camera karya Dziga Vertov.

(18)

Film yang cukup terkenal dari genre ini adalah Baraka (1992) yang dibuat oleh Ron Fricke yang tidak lain adalah sinematografer Geodfrey Reggio pada film Koyanisqqatsi. Dalam Baraka, Fricke mencoba mengangkat aspek kebudayaan manusia dari bentuk primitif hingga modern, bahkan hingga saat manusia merusak alamnya sendiri.

12. Dokudrama

Selain menjadi sub-tipe film, dokudrama juga merupakan salah satu dari jenis dokumenter. Film jenis ini merupakan penafsiran ulang terhadap kejadian nyata, bahkan selain peristiwanya hampir seluruh aspek filmnya (tokoh, ruang dan waktu) cenderung untuk direkonstruksi. Ruang (tempat) akan dicari yang mirip dengan tempat aslinya bahkan kalau memungkinkan dibangun lagi hanya untuk keperluan film tersebut. Begitu pula dengan tokoh, pastinya akan dimainkan oleh aktor yang sebisa mungkin dibuat mirip dengan tokoh aslinya. Contoh dari film dokudrama adalah ini adalah JFK (Oliver Stone), G30S/PKI (Arifin C. Noer), All The President’s Men (Alan J. Pakula) dsb. Uniknya, di Indonesia malah pernah ada dokudrama yang tokoh utamanya dimainkan oleh pelakunya sendiri yaitu Johny Indo karya Franky Rorimpandey. Pada waktu itu sangat menghebohkan karena Johny Indo juga dikenal sebagai pemain film sebelum kejadian perampokan toko emas.

Pada masa sekarang ini perkembangan genre sangatlah cepat. Seperti yang sudah disinggung pada awal pembahasan ini bahwa genre mengalami metamorfosis dengan ‘membelah-diri’ dan membentuk sub-genre, seperti genre Ilmu Pengetahuan kemudian diketahui banyak sekali pecahannya dari mulai dunia hewan, dunia tumbuhan, instruksional dan sebagainya. Bahkan pada beberapa sumber di internet, bisa juga terbentuk genre baru seperti yang terjadi pada film dokumenter yang membahas dunia hewan sering disebut dengan Animal Documentary.

Genre di dalam film dokumenter juga bisa saling bercampur, biasanya sering disebut dengan istilah mix-genre. Saluran MTV pernah membuat program yang berjudul Biorythm yang menggabungkan antara genre biografi, musik dan association picture story. Sekarang ini sangat sulit membendung terbentuknya

(19)

genre–genre baru yang muncul dari genre yang sudah ada atau karena kebutuhan lain untuk hanya untuk membedakan saja.

2.1.5. Sejarah Lombok

Pulau Lombok (jumlah penduduk pada tahun 2001: 2.722.123 jiwa) adalah sebuah pulau di kepulauan Sunda Kecil atau Nusa Tenggara yang terpisahkan oleh Selat Lombok dari Bali di sebelah barat dan Selat Alas di sebelah timur dari Sumbawa. Pulau ini kurang lebih berbentuk bulat dengan semacam "ekor" di sisi barat daya yang panjangnya kurang lebih 70 km. Luas pulau ini mencapai 5.435 km², menempatkannya pada peringkat 108 dari daftar pulau berdasarkan luasnya di dunia. Kota utama di pulau ini adalah Kota Mataram.

Jika dilihat dari segi geografis dan demografisnya. Selat Lombok menandai batas flora dan fauna Asia. Mulai dari pulau Lombok ke arah timur, flora dan fauna lebih menunjukkan kemiripan dengan flora dan fauna yang dijumpai di Australia daripada Asia. Ilmuwan yang pertama kali menyatakan hal ini adalah Alfred Russel Wallace, seorang Inggris di abad ke-19. Untuk menghormatinya maka batas ini disebut Garis Wallace.

Topografi pulau ini didominasi oleh gunung berapi Rinjani yang ketinggiannya mencapai 3.726 meter di atas permukaan laut dan menjadikannya yang ketiga tertinggi di Indonesia. Gunung ini terakhir meletus pada bulan Juni-Juli 1994. Pada tahun 1997kawasan gunung dan danau Segara Anak ditengahnya dinyatakan dilindungi oleh pemerintah. Daerah selatan pulau ini sebagian besar terdiri atas tanah subur yang dimanfaatkan untuk pertanian, komoditas yang biasanya ditanam di daerah ini antara lain jagung, padi, kopi, tembakau dan kapas. Sekitar 80% penduduk pulau ini adalah suku Sasak, sebuah suku bangsa yang masih dekat dengan suku bangsa Bali, tetapi sebagian besar memeluk agama Islam. Sisa penduduk adalah orang Bali, Jawa, Tionghoa dan Arab.

Disamping bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, penduduk pulau Lombok (terutama suku Sasak), menggunakan bahasa Sasak sebagai bahasa utama dalam percakapan sehari-hari. Di seluruh Lombok sendiri bahasa Sasak dapat dijumpai dalam empat macam dialek yang berbeda yakni dialek Lombok utara , tengah, timur laut dan tenggara. Selain itu dengan banyaknya penduduk

(20)

suku Bali yang berdiam di Lombok (sebagian besar berasal dari eks Kerajaan Karangasem), di beberapa tempat terutama di Lombok Barat dan Kotamadya Mataram dapat dijumpai perkampungan yang menggunakan bahasa Bali sebagai bahasa percakapan sehari-hari.

2.1.6. Arsitektur Adat

Arsitektur adat adalah tempat aktivitas manusia yang berhubungan dengan bangunan atau wadah aktivitas dan lingkungan yang diwarnai oleh budaya dan adat istiadat setempat. Setiap suku bangsa di Indonesia mempunyai jenis arsitektur tradisional yang berbeda. Rumah tradisional Indonesia tidak didesain oleh arsiktek. Orang desa membuat rumahnya sendiri, atau desanya menyatukan sumber untuk membangun struktur dibawah bimbingan pemimpin tukang kayu.

2.1.6. Sejarah Desa Sade

Menurut buku, Gumi Sasak Dalam Sejarah karya H. Sudirman, S.Pd (10,11), Sasak dan Lombok memiliki arti yang beraneka ragam. Adapun arti Sasak dan Lombok dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Dari sumber lisan :

Sasak karena zaman dahulu ditumbuhi hutan belantara yang sangat rapat. 2. Tim penyusun kamus pusat pembinaan dan pengembangan bahasa :

Sasak diartikan buluh bambu atau kayu yang dirakit menjadi satu. 3. Kitab Negarakertagama (Decawanana) :

Sasak dan Lombok dijelaskan bahwa Lombok Barat disebut Lombok Mirah dan Lombok Timur disebut Sasak Adi.

4. Dr.C.H.Goris :

Sasak berasal dari bahasa Sansekerta (Sak = pergi dan Saka = Asal). Jadi orang Sasak adalah orang yang meninggalkan negrinya dengan menggunakan rakit sebagai kendaraannya. Orang yang pergi tersebut dimaksudkan adalah orang Jawa. Hal ini dibuktikan dengan adanya silsilah para bangsawan dan juga hasil sastra di gubah dalam bahasa Jawa Madya dan berhuruf Jejawan (huruf Sasak)

(21)

5. Dr Van Teeuw dan P.De Roo De La Faille :

Sasak berasal dari pengulangan tembasaq (kain putih)yaitu saqsaq sehingga menjadi Sasak dan kerajaan Sasak berada di sebelah barat daya.

6. Ditjen Kebudayaan propinsi Bali :

Di Pujungan Tabanan Bali terdapat sebuah tongtong perunggu yang dikeramatkan bertuliskan “Sasak dana prihan, srih javanira”. Tongtong itu ditulis setelah Anak Wungsu (sekitar abad ke-12).

7. Dalam babad Sangopati,

Lombok terkenal dengan nama Pulau Meneng (sepi). 8. Steven van der Hagen :

Pada tahun 1603 di Labuan Lombok banyak beras yang murah dan hamper setiap hari dikirim ke Bali sehingga pelabuhan Lombok dipopulerkan menjadi Lombok.

Sampai akhir abad ke – 19, pulau Lombok terkenal dengan nama Selaparang. Kerajaan ini semua bernama Watu Parang kemudian berubah menjadi Selaparang. Dalam suatu memori tentang kedatangan Gajah Mada di Lombok, waktu itu pulau Lombok disebut Selapawis (bahasa kawi : sela berarti batu dan pawis berarti ditaklukan). Jadi Selapawis berarti batu yang ditaklukan.

Sasak dan Lombok mempunyai kaitan yang erat sehingga tidak dapat dipisahkan. Ia terjalin menjadi satu yang berasal dari kata “ Sa’sa’Loombo”. Kata sa’ = satu dan lombo’ = lurus. Dengan demikian, Sasak Lombok berarti satunya lurus atau “satu – satunya kelurusan”. Selanjutnya dijelaskan arti dan makna Sasak Lombok ditinjau dari beberapa segi, antara lain :

1. Segi Bahasa

Bahasa Sasak sangta sederhana, paling banyak hanya terdiri dari dua suku kata. Cukup dengan menambahkan kata “Timur atau Barat”, dan “Utara atau Selatan”. Contoh Mamben Lauq, Mamben Daye. Kemudian apabila di tempat berdiri sebuah pohon, misalnya pohon asam maka dusun yang dicarikan nama itu, cukup dinamakan dengan “Dasan Bagik” (bagik = asam).

(22)

Suku Sasak bersandar pada Sa’sa’ Lombo’, sebagai sesuatu yang diyakini. Hal ini berpengaruh positife dalam hidup dan kehidupannya. Adapun sikap – sikap yang di maksudkan dalam hidup beragama yaitu :

a. Penyerahan diri kepada Tuhan (Tauhid). b. Taat kepada Tuhan

c. Taat kepada pemerintah d. Taat kepada orang tua

Suku Sasak sangat teguh memegang apa yang diajarkan sebelumnya begitupula dalam hidup bermasyarakat seperti :

a. Penyebaran Islam pada tingkatan permulaan, yang shalat hanya para mubalig, karena mereka sangat taat dengan ajaran yang sudah diterimanya dari guru yang pertama tadi. Hal ini terbukti pada masyarakat yang dinamakan “ Islam Wetu Telu”.

b. Penduduk Lombok sangat taat kepada orang tua (ibu bapak atau orang yang lebih dewasa). Jika orang tua telah memiliki pendapat atau saran, maka yang lainnya harus ikut pendapat atau saran tersebut.

Kejujuran atau kesederhanaan mereka beranggapan bahwa orang yang lebih tua dan patut lebih dihormati itu tidak akan membohonginya. Itulah yang menjadi dasar bagi masyarakat “Wetu Telu” pada masa transisinya, bahwa untuk menjalankan syari’at agama, lebih banyak diserahkan kepada para Kyai dan Pemangkunya.

3. Segi Ketaatan Kepada Pemerintah

Orang sasak sangat taat dalam menjalankan ajaran agamanya. Adanya ajran – ajaran “Taat kepada Tuhan, Taat kepada Rasul dan Taat kepada Pemerintah”, merupakan ajaran yang harus dijalankan secara murni dan apa adanya. Dalam hal ini Nampak kelemahan bagi mereka yang bulat – bulat menyerahkan persoalannya kepada seorang pemimpin. Kalaupun ada yang kemudian ternyata menipunya, mereka juga tidak akan memberikan reaksi yang berlebih – lebihan. Paling – paling emreka akan menggerutu dalam bahasa Sasak mengatakan : “ia penje ia penjahit, ia pete ia dait, bagus pete bagus tedait, lenge pete lenge tedait”.

Dari penjelasan tersebut diatas maka dapat disimpulkan nama suku dan pulau ini berasal dari “Sa’sa’Lombo”, menjadi Sasak Lombok yang artinya satu –

(23)

satunya kelurusan. Dengan demikian Orang Sasak Lombok adalah orang – orang yang menjungjung tinggi nilai – nilai kejujuran (kelurusan).

2.1.7. Dusun Sade

Dusun Sade terletak di Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat, berjarak kurang lebih 30 kilometer dari kota Mataram. Untuk menemukan dusun ini tidak lah sulit karena berada tepat di tepi jalan raya Praya – Kuta pada bagian luar dusun terdapat papan nama besar bertulisan dusun Sade.

Dusun Sade merupakan salah satu perkampungan suku sasak yang merupakan suku asli masyarakat Lombok, bangunan di dusun Sade ini masih sangat tradisional setiap bangunan terbuat dari kayu dan bilik bambu pada dindingnya serta beratapkan ijuk jerami. Bentuk rumah penduduk sangat unik yaitu terdiri dari 2 ruang, ruang pertama bagian depan ruang yang terdapat setelah kita memasuki pintu utama rumah setelah itu terdapat ruang dalam yang letak lantainya lebih tinggi 2 anak tangga dari lantai ruang depan, untuk memasuki ruang dalam kita harus melewati pintu kayu yang berukuran kecil dengan tinggi sekitar 150 cm dan berbentuk oval. Di ruang dalam ini terdapat 2 tungku untuk memasak yang terbuat dari tanah dan menyatu dengan lantainya. Masyarakat Sade memasak menggunakan kayu sebagai bahan bakarnya, tidak jauh dari tungku terdapat ruang dengan dinding bilik bambu yang merupakan ruang tidur. Jarak antara lantai dengan atap sangat tinggi sehingga udara di dalamnya terasa sejuk. Rumah-rumah berjajar rapi dengan tinggi yang hampir sama antara satu rumah dengan rumah yang lainnya sehingga terkesan sangat rapih. Pada bagian luar rumah tepatnya di depan rumah terdapat bagunan lumbung padi yang bentuknya sangat khas, pada bagian bawah lumbung terdapat bale-bale tempat penduduk berinteraksi sekaligus menjaga lumbung. Jalan penghubung antara rumah masih terbuat dari tanah tetapi ada beberapa bagian jalan yang sudah dibuat dengan semen dan ubin.

Mata pencarian penduduk adalah bertani sementara para wanitanya bertenun membuat kain sendiri dengan motif khas cicak, hasil tenun di pasarkan pada art shop dan juga di sekitar rumah dengan harga bervariasi tergantung

(24)

ukuran dan tingkat kerumitan proses pembuatan kain tenun. Selama di dalam dusun ini sangat terasa kenyamanan dan kedamaian lingkungan, kenyamanan yang sangat sulit didapat di kota besar, walaupun dusun Sade berada di tempat keramaian tepi jalan raya sungguh terasa sekali petualangan saat berada di dalamnya.

Dusun Sade merupakan salah satu dusun tradisional yang masih bertahan diantara ratusan dusun tradisional yang ada di Indonesia dan merupakan kekayaan budaya negara kita. Semoga tetap bertahan di tengah derasnya arus modern.

2.1.8. Bentuk, fungsi dan makna rumah Sasak

Bagi masyarakat Sasak tradisional, rumah bukan sekadar tempat hunian yang multifungsi, melainkan juga punya nilai estetika dan pesan-pesan filosofi bagi penghuninya, baik arsitektur maupun tata ruangnya.

Rumah adat Sasak pada bagian atapnya berbentuk seperti gunungan, menukik ke bawah dengan jarak sekitar 1,5-2 meter dari permukaan tanah. Atap dan bubungannya (bungus) terbuat dari alang-alang, dindingnya dari anyaman bambu, hanya mempunyai satu berukuran kecil dan tidak ada jendelanya. Ruangannya (rong) dibagi menjadi inan bale (ruang induk) yang meliputi bale luar (ruang tidur) dan bale dalem berupa tempat menyimpan harta benda, ruang ibu melahirkan sekaligus ruang disemayamkannya jenazah sebelum dimakamkan.

Ruangan bale dalem dilengkapi amben, dapur, dan sempare (tempat menyimpan makanan dan peralatan rumah tangga lainnya) terbuat dari bambu ukuran 2 x 2 meter persegi atau bisa empat persegi panjang. Selain itu ada sesangkok (ruang tamu) dan pintu masuk dengan sistem geser. Di antara bale luar dan bale dalem ada pintu dan tangga (tiga anak tangga) dan lantainya berupa campuran tanah dengan kotoran kerbau atau kuda, getah, dan abu jerami. Undak-undak (tangga), digunakan sebagai penghubung antara bale luar dan bale dalem.

Hal lain yang cukup menarik diperhatikan dari rumah adat Sasak adalah pola pembangunannya. Dalam membangun rumah, orang Sasak menyesuaikan dengan kebutuhan keluarga maupun kelompoknya. Artinya, pembangunan tidak semata-mata untuk mememenuhi kebutuhan keluarga tetapi juga kebutuhan

(25)

kelompok. Karena konsep itulah, maka komplek perumahan adat Sasak tampak teratur seperti menggambarkan kehidupan harmoni penduduk setempat.

Bentuk rumah tradisional Lombok berkembang saat pemerintahan Kerajaan Karang Asem (abad 17), di mana arsitektur Lombok dikawinkan dengan arsitektur Bali. Selain tempat berlindung, rumah juga memiliki nilai estetika, filosofi, dan kehidupan sederhana para penduduk di masa lampau yang mengandalkan sumber daya alam sebagai tambang nafkah harian, sekaligus sebagai bahan pembangunan rumah. Lantai rumah itu adalah campuran dari tanah, getah pohon kayu banten dan bajur (istilah lokal), dicampur batu bara yang ada dalam batu bateri, abu jerami yang dibakar, kemudian diolesi dengan kotoran kerbau atau kuda di bagian permukaan lantai. Materi membuat lantai rumah itu berfungsi sebagai zat perekat, juga guna menghindari lantai tidak lembab. Bahan lantai itu digunakan, oleh warga di Dusun Sade, mengingat kotoran kerbau atau sapi tidak bisa bersenyawa dengan tanah liat yang merupakan jenis tanah di dusun itu.

Konstruksi rumah tradisional Sasak agaknya terkait pula dengan perspektif Islam. Anak tangga sebanyak tiga buah tadi adalah simbol daur hidup manusia: lahir, berkembang, dan mati. Juga sebagai keluarga batih (ayah, ibu, dan anak), atau berugak bertiang empat simbol syariat Islam: Al Quran, Hadis, Ijma’, Qiyas). Anak yang yunior dan senior dalam usia ditentukan lokasi rumahnya. Rumah orangtua berada di tingkat paling tinggi, disusul anak sulung dan anak bungsu berada di tingkat paling bawah. Ini sebuah ajaran budi pekerti bahwa kakak dalam bersikap dan berperilaku hendaknya menjadi panutan sang adik.

Rumah yang menghadap timur secara simbolis bermakna bahwa yang tua lebih dulu menerima/menikmati kehangatan matahari pagi ketimbang yang muda yang secara fisik lebih kuat. Juga bisa berarti, begitu keluar rumah untuk bekerja dan mencari nafkah, manusia berharap mendapat rida Allah di antaranya melalui shalat, dan hal itu sudah diingatkan bahwa pintu rumahnya menghadap timur atau berlawanan dengan arah matahari terbenam (barat/kiblat). Tamu pun harus merunduk bila memasuki pintu rumah yang relatif pendek. Mungkin posisi membungkuk itu secara tidak langsung mengisyaratkan sebuah etika atau wujud penghormatan kepada tuan rumah dari sang tamu.

(26)

Kemudian lumbung, kecuali mengajarkan warganya untuk hidup hemat dan tidak boros sebab stok logistik yang disimpan di dalamnya, hanya bisa diambil pada waktu tertentu, misalnya sekali sebulan. Bahan logistik (padi dan palawija) itu tidak boleh dikuras habis, melainkan disisakan untuk keperluan mendadak, seperti mengantisipasi gagal panen akibat cuaca dan serangan binatang yang merusak tanaman atau bahan untuk mengadakan syukuran jika ada salah satu anggota keluarga meninggal.

Berugak yang ada di depan rumah, di samping merupakan penghormatan terhadap rezeki yang diberikan Tuhan, juga berfungsi sebagai ruang keluarga, menerima tamu, juga menjadi alat kontrol bagi warga sekitar. Misalnya, kalau sampai pukul sembilan pagi masih ada yang duduk di berugak dan tidak keluar rumah untuk bekerja di sawah, ladang, dan kebun, mungkin dia sakit. Sejak proses perencanaan rumah didirikan, peran perempuan atau istri diutamakan. Umpamanya, jarak usuk bambu rangka atap selebar kepala istri, tinggi penyimpanan alat dapur (sempare) harus bisa dicapai lengan istri, bahkan lebar pintu rumah seukuran tubuh istri. Membangun dan merehabilitasi rumah dilakukan secara gotong-royong meski makan-minum, berikut bahan bangunan, disediakan tuan rumah.

Dalam masyarakat Sasak, rumah berada dalam dimensi sakral (suci) dan profan duniawi) secara bersamaan. Artinya, rumah adat Sasak disamping sebagai tempat berlindung dan berkumpulnya anggota keluarga juga menjadi tempat dilaksanakannya ritual-ritual sakral yang merupakan manifestasi dari keyakinan kepada Tuhan, arwah nenek moyang (papuk baluk) bale (penunggu rumah), dan sebaginya. Perubahan pengetahuan masyarakat, bertambahnya jumlah penghuni dan berubahnya faktor-faktor eksternal lainya (seperti faktor keamanan, geografis, dan topografis) menyebabkan perubahan terhadap fungsi dan bentuk fisik rumah adat. Hanya saja, konsep pembangunannya seperti arsitektur, tata ruang, dan polanya tetap menampilkan karakteristik tradisionalnya yang dilandasi oleh nilai-nilai filosofis yang ditransmisikan secara turun temurun.

Untuk memulai membangun rumah, dicari waktu yang tepat, berpedoman pada papan warige yang berasal dari Primbon Tapel Adam dan Tajul Muluq. Tidak semua orang mempunyai kemampuan untuk menentukan hari baik,

(27)

biasanya orang yang hendak membangun rumah bertanya kepada pemimpin adat. Orang Sasak di Lombok meyakini bahwa waktu yang baik untuk memulai membangun rumah adalah pada bulan ketiga dan bulan kedua belas penanggalan Sasak, yaitu bulan Rabiul Awal dan Zulhijjah pada kalender Islam. Ada juga yang menentukan hari baik berdasarkan nama orang yang akan membangun rumah. Sedangkan bulan yang paling dihindari (pantangan) untuk membangun rumah adalah pada bulan Muharram dan Ramadlan. Pada kedua bulan ini, menurut kepercayaan masyarakat setempat, rumah yang dibangun cenderung mengundang malapetaka, seperti penyakit, kebakaran, sulit rizqi, dan sebagainya. Selain persoalan waktu baik untuk memulai pembangunan, orang Sasak juga selektif dalam menentukan lokasi tempat pendirian rumah. Mereka meyakini bahwa lokasi yang tidak tepat dapat berakibat kurang baik kepada yang menempatinya. Misalnya, mereka tidak akan membangun tumah di atas bekas perapian, bekas tempat pembuangan sampah, bekas sumur, dan pada posisi jalan tusuk sate atau susur gubug. Selain itu, orang Sasak tidak akan membangun rumah berlawanan arah dan ukurannya berbeda dengan rumah yang lebih dahulu ada. Menurut mereka, melanggar konsep tersebut merupakan perbuatan melawan tabu (maliq-lenget). Sementara material yang dibutuhkan untuk membangun rumah antara lain: kayu-kayu penyangga, bambu, anyaman dari bambu untuk dinding, jerami dan alang-alang digunakan untuk membuat atap, kotaran kerbau atau kuda sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai, getah pohon kayu banten dan bajur, abu jerami, digunakan sebagai bahan campuran untuk mengeraskan lantai.

2.1.9. Penataan dan ragam rumah suku Sasak

Bangunan rumah dalam komplek perumahan Sasak terdiri dari beberapa macam, diantaranya adalah: Bale Tani, Bale Jajar, Berugaq/Sekepat, Sekenam, Bale Bonter, Bale Beleq Bencingah, dan Bale Tajuk, (Gumi Sasak Dalam Sejarah, 93-94)

Nama bangunan tersebut disesuaikan dengan fungsi dari masing-masing tempat. a. Bale Tani

Bale Tani adalah bangunan rumah untuk tempat tinggal masyarakat Sasak yang berprofesi sebagai petani. Bale Tani berlantaikan tanah dan terdiri dari satu

(28)

ruang untuk serambi (sesangkok) dan satu ruang untuk kamar (dalem bale). Walaupun dalem bale merupakan ruangan untuk tempat tidur, tetapi kamar tersebut tidak digunakan sebagai tempat tidur. Dalem bale digunakan sebagai tempat menyimpan barang (harta benda) yang dimilikinya atau tempat tidur anak perempuannya, sedangkan anggota keluarga yang lain tidur di serambi. Untuk keperluan memasak (dapur), keluarga Sasak membuat tempat khusus yang disebut pawon.

Pondasi bale tani terbuat dari tanah, desain atapnya dengan sistem jurai yang terbuat dari alang-alang di mana ujung atap bagian serambi (sesangkok) sangat rendah, tingginya sekitar kening orang dewasa. Dinding rumah bale tani pada bagian dalem bale terbuat dari bedek, sedangkan pada sesangkok tidak menggunakan dinding. Posisi dalem bale lebih tinggi dari pada sesangkok oleh karena itu untuk masuk dalem bale dibuatkan tangga (undak-undak) yang biasanya dibuat tiga trap dengan pintu yang dinamakan lawang kuri.

b. Bale Jajar

Bale jajar merupakan bangunan rumah tinggal orang Sasak golongan ekonomi menengah ke atas. Bentuk bale jajar hampir sama dengan bale tani, yang membedakan adalah jumlah dalem balenya. Bale jajar mempunyai dua kamar (dalem bale) dan satu serambi (sesangkok), kedua kamar tersebut dipisah oleh lorong/koridor dari sesangkok menuju dapur di bagian belakang. Ukuran kedua dalem bale tersebut tidak sama, posisi tangga/pintu koridornya terletak pada sepertiga dari panjang bangunan bale jajar.

Bahan yang dibutuhkan untuk membuat bale jajar adalah tiang kayu, dinding bedek dan alang-alang untuk membuat atap. Penggunaan alang-alang saat ini, sudah mulai diganti dengan menggunakan genteng tetapi dengan tidak merubah tata ruang dan ornamennya. Bangunan bale jajar biasanya berada dikomplek pemukiman yang luas dan ditandai oleh keberadaan sambi yang menjulang tinggi sebagai tempat penyimpanan kebutuhan rumah tangga atau keluarga lainnya. Bagian depan bale jajar ini bertengger sebuah bangunan kecil (disebut berugaq atau sekepat) dan pada bagian belakangnya terdapat sebuah bangunan yang dinamakan sekenam, bangunan seperti berugaq dengan tiang berjumlah enam.

(29)

c. Berugaq / Sekepat

Berugaq/sekepat mempunyai bentuk bujur sangkar tanpa dinding, penyangganya terbuat dari kayu, bambu dan alang-alang sebagai atapnya. Berugaq atau sekepat biasanya terdapat di depan samping kiri atau kanan bale jajar atau bale tani. Berugaq/sekepat ini didirikan setelah dibuatkan pondasi terlebih dahulu kemudian didirikan tiangnya. Di antara keempat tiang tersebut, dibuat lantai dari papan kayu atau bilah bambu yang dianyam dengan tali pintal (Peppit) dengan ketinggian 40-50 cm di atas permukaan tanah.

Fungsi dan kegunaan berugaq/sekepat adalah sebagai tempat menerima tamu, karena menurut kebiasaan orang Sasak, tidak semua orang boleh masuk rumah. Berugaq/sekepat juga digunakan pemilik rumah yang memiliki gadis untuk menerima pemuda yang datang midang (melamar).

d. Sekenam

Sekenam bentuknya sama dengan berugaq/sekepat, hanya saja sekenam mempunyai mempunyai tiang sebanyak enam buah dan berada di bagian belakang rumah. Sekenam biasanya digunakan sebagai tempat kegiatan belajar mengajar tata krama, penanaman nilai-nilai budaya dan sebagai tempat pertemuan internal keluarga.

e. Bale Bonter

Bale bonter merupakan bangunan tradisional Sasak yang umumnya dimiliki oleh para perkanggo/pejabat desa, dusun/kampong. Bale bonter biasanya dibangun di tengah-tengah pemukiman dan atau di pusat pemerintahan desa/kampung. Bale bonter dipergunakan sebagai temopat pesangkepan/persidangan adat, seperti tempat penyelesaian masalah pelanggaran hukum adat dan sebagainya.

Bale bonter juga disebut gedeng pengukuhan dan tempat menyimpanan benda-benda bersejarah atau pusaka warisan keluarga. Bale bonter berbentuk segi empat bujur sangkar, memiliki tiang paling sedikit 9 buah dan paling banyak 18 buah. Bangunan ini dikelilingi dinding bedek sehingga jika masuk ke dalamnya seperti aula, atapnya tidak memakai nock/sun, hanya pada puncak atapnya menggunakan tutup berbentuk kopyah berwarna hitam.

(30)

f. Bale Beleq Bencingah

Bale beleq adalah salah satu sarana penting bagi sebuah Kerajaan. Bale beleq diperuntukkan sebagai tempat kegiatan besar Kerajaan sehingga sering juga disebut “Bencingah.” Adapun upacara kerajaan yang biasa dilakukan di bale beleq diantaranya adalah:

- Pelantikan pejabat kerajaan

- Penobatan Putra Mahkota Kerajaan

- Pengukuhan/penobatan para Kiai Penghulu (Pendita) Kerajaan

- Sebagai tempat penyimpanan benda-benda Pusaka Kerajaan seperti persenjataan dan benda pusaka lainnya seperti pustaka/dokumen-dokumen Kerajaan

g. Bale Tajuk

Bale tajuk merupakan salah satu sarana pendukung bagi bangunan rumah tinggal yang memiliki keluarga besar. Bale tajuk berbentuk segi lima dengan tiang berjumlah lima buah dan biasanya berada di tengah lingkungan keluarga Santana. Tempat ini dipergunakan sebagai tempat pertemuan keluarga besar dan pelatihan macapat takepan, untuk menambah wawasan dan tata krama.

h. Bale Gunung Rate dan Bale Balaq

Selain jenis bangunan yang telah disebut di atas, jenis bangunan lain dibangun berdasarkan kondisi-kondisi khusus, seperti bale gunung rate dan bale balaq. Bale gunung rate biasanya dibangun oleh masyarakat yang tinggal di lereng pegunungan, sedangkan bale balaq dibangun dengan tujuan untuk menghindari bencana banjir, oleh karena itu biasanya berbentuk rumah panggung.

Bangunan Pendukung

Selain bangunan-bangunan yang telah disebut di atas, masyarakat Sasak membuat bangunan-bangunan pendukung lainnya seperti sambi, alang, dan lombung.

a. Sambi

Sambi merupakan tempat menyimpan hasil pertanian masyarakat. Ada beberapa macam bentuk sambi, antara lain sambi sejenis lumbung berbentuk rumah panggung. Bagian atas sambi ini dipergunakan sebagai tempat menyimpan hasil pertanian, sedangkan bagian bawahnya dipergunakan sebagai tempat tidur atau tempat menerima tamu. Ada juga sambi yang atapnya diperlebar sehingga

(31)

pada bagian bawahnya dapat digunakan sebagai tempat menumbuk padi (lilih) dan juga tempat duduk-duduk, berupa bale-bale yang alas duduknya dibuat dari bilah bambu dan papan kayu.

Pada umumnya, sambi mempunyai empat, enam atau delapan tiang kayu. Sambi dengan enam tiang seringkali disebut ayung, karena pada bagian atasnya sering digunakan untuk tempat tidur. Bangunan sambi yang bertiang delapan terkadang disebut sambi jajar karena berbentuk memanjang. Semua sambi selalu dilengkapi dengan tangga untuk naik dan didalamnya juga memiliki tangga untuk turun ke dalam.

b. Alang

Alang sama dengan lumbung, berfungsi untuk menyimpan hasil pertanian. Hanya saja alang mempunyai bentuk yang khas, yaitu beratapkan alang-alang dengan lengkungan kira-kira ¾ lingkaran namun lonjong dan ujungnya tajam ke atas. Konstruksi bawahnya menggunakan empat tiang yang ujung tiang bagian atasnya dipadu dengan jelepeng (diikat menjadi satu). Bagian bawah bangunan alang biasanya digunakan sebagai tempat beristirahat baik siang atau malam hari. Alang biasanya diletakkan di halaman belakang rumah atau dekat dengan kandang hewan.

c. Lumbung

Lumbung adalah tempat untuk menyimpan segala kebutuhan. Lumbung tidak sama dengan sambi dan alang, karena lumbung biasanya diletakkan di dalam rumah/kamar atau di tempat khusus diluar bangunan rumah. Lumbung berbentuk bulat, dibuat dari gulungan bedek kulitan dengan diameter 1,5 meter untuk lumbung yang ditempatkan di dalam rumah dan berdiameter 3 meter jika diletakkan di luar rumah.

Bahan untuk membuat lumbung adalah bambu, bedek, dan papan kayu sebagai lantai. Di bawah papan lantainya dibuatkan pondasi dari tanah dan batu pada empat sudutnya. Atapnya disangga dengan tiang kayu atau bambu berbentuk seperti atap rumah tinggal.

Di samping adanya bangunan pendukung, orang Sasak sangat memperhatikan tanaman yang ada di sekitarnya, karena mereka meyakini bahwa ada beberapa tanaman yang jika ditanam dapat mengundang malapetaka.

(32)

Tanaman yang tidak boleh ditanam di sekitar rumah adat, antara lain pohon nangka, pohon sawo, pohon jambu air, pohon kelor, pohon kedondong, pohon ceremai, pohon johar, dan pohon maja.  

2.2. Tinjauan Permasalahan Tentang Obyek dan Subyek Perancangan 2.2.1. Tinjauan Permasalahan

Suku Sasak mempunyai budaya yang menarik, akan tetapi yang lebih menarik perhatian adalah dari segi Rumah Adat Suku Sasak itu sendiri. Bagi suku Sasak, rumah bukan hanya sebagian hunian belaka, namun juga memiliki estetika serta pesan - pesan filosofis.Baik dari segi arsitektur maupun tata ruangnya. Bagian atam rumah adat Lumbung Sasak berbentuk gunungan, landai ke bawah berjarak 1,5 hingga 2 meter dari permukaan tanah. Atap dan bubungan (bungus) terbuat dari alang-alang.Dinding atap dan plafon tersusun dari anyaman bambu dan tanpa jendela.Bagian ruangan (rong) pada rumah adat suku Sasak dibagi menjadi tiga.Ketiganya adalah ruang induk (inan bale), ruang tidur (bale luar), dan tempat penyimpanan harta benda, tempat ibu melahirkan serta ruang persemayaman jenazah sebelum dimakamkan yakni bale dalam.Bagian pondasi terdiri dari dua bagian, yakni tangga (undak - undak) dan lantainya. Undak - undak berfungsi menghubungkan antara bale luar dan bale dalam. Undak - undak tersusun atas tiga anak tangga.Uniknya pada arsitektur suku Sasak ini adalah lantainya berupa campuran antara abu jerami, tanah serta kotoran kerbau / kuda, dan getah.Yang semua dicampur dan dijadikan sebagai pondasi lantainya tempat bangunan rumah adat itu berdiri.Didalam membangun rumah adat Lumbung Sasak harus sesuai dengan tata cara adat.Membangun rumah tidak dilakukan begitu saja secara asal - asalan.Karena rumah bukan hanya berfungsi sebagai tempat tinggal tapi juga memiliki fungsi sosial kemasyarakatan.Banyak pertimbangan sebelum membangun rumah adat Lumbung Sasak.Pertimbangan tersebut berhubungan dengan material, waktu pembangunan, lokasi bangunan, arah hadap, tata ruang serta filosofi.

Banyak manfaat yang didapat saat mempelajari bangunan - bangunan yang bersifat budaya.Untuk itu disetiap lapisan masyarakat harus melestarikan bangunan - bangunan tersebut agar keberadaannya masi terus terjaga dengan

Gambar

Gambar 2.1 Lumbung
Gambar 2.3 Bale Gunung Rate
Gambar 2.5 Brugaq Sekepat (dalam proses pembangunan)

Referensi

Dokumen terkait

Bulletin board yang digunakan untuk media pembelajaran memiliki kelebihan dan kelemahan. Menurut Susilana Buletin board memiliki banyak kelebihan sebagai berikut a) Dapat

Analisis peningkatan senyawa rhodinol dari proses redistilasi dapat dilihat pada (Tabel 4), pengambilan senyawa rhodinol dari bahan minyak sereh wangi memiliki hasil

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 174 mahasiswa Prodi Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi, menunjukkan bahwa pengetahuan calon guru

Penelitian ini menghasilkan peta tematik dengan judul Persebaran Keramba Budidaya Ikan Apung Berbasis Android Smart phone Di Sepanjang Sungai Martapura Kota

Dari berbagai pengertian mengenai disiplin kerja di atas, maka dapat kita ketahui bahwa disiplin kerja adalah perilaku seseorang dalam bekerja dan melaksanakan setiap aturan yang

Namun penelitian Vu yang dilakukan di Vietnam menemukan hal lain, yaitu wanita yang mempunyai pekerjaaan cenderung untuk menikah lebih lambat dibandingkan wanita

Usaha ternak itik petelur menggunakan lahan yang relatif kecil, yaitu masing- masing hanya sekitar 212 m 2 untuk peternak di Jakarta Timur dan 364 m 2 di Jakarta Utara,

Data reliabilitas ini diperoleh dari data hasil tes ulangan harian siswa menggunakan wondershare quiz creator pada materi statistika (Lampiran 16). Data tersebut