• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTITAS DOKUMEN (Preview)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTITAS DOKUMEN (Preview)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTITAS DOKUMEN (Preview)

Judul : PERSEPSI AKUNTAN DAN MAHASISWA YOGYAKARTA TERHADAP ETIKA BISNIS

Nama Jurnal : Jurnal Fenomena

Edisi : Volume 6-Nomor 1-Maret 2008 Penulis : Rifqi Muhammad

Abstrak : This research attempts to examine the difference perception of accountant scholars and students to business ethics in the Private University in Jogjakarta. Beside, this research also to examine the ethics contents in the accounting education based on the accountant scholars and students. Data of this research is collected by distributing questioner as much 128 students and 33 accountant scholars in the Private University in Jogjakarta. The result of this research shows that there is a significant difference perception to the business ethics between the new students and the old one. According to the mean examine, the accountant scholars perception to business ethics are better than students. Beside, most of the ethics content in the accounting curriculum is not enough to give the student’s ethics. The respondents suggest integrating the business ethics to any course (43%).

keywords : business ethics, difference perception, contents of ethics

Kesimpulan : Berdasarkan hasil analisis data dan diskribsi jajag pendapat, maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut:

1. Kesimpulan yang dapat diambil dari pengujian hipotesis 1 yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan dengan mahasiswa terhadap etika bisnis tidak dapat diterima (ditolak). Hasil pengujian hipotesis 1 dilakukan dengan independent sample t test menghasilkan t value sebesar 0.016 (signifikan), karena nilai t value < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan dengan mahasiswa. Berdasarkan nilai mean pada independen sample t test diperoleh nilai mean untuk akuntan sebesar 46.00 sedangkan mean untuk mahasiswa adalah sebesar 47.40, karena nilai mean akuntan pendidik lebih kecil dibandingkan dengan nilai mean pada mahasiswa, maka dapat disimpulkan bahwa akuntan memiliki persepsi yang lebih baik terhadap etika bisnis daripada mahasiswa. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Steven (1993), Ludigdo dan Machfoedz (1999) serta Ekayani dan Putra (2003)

2. Kesimpulan yang dapat diambil dari pengujian hipotesis 2 yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara akuntan, mahasiswa tingkat pertama dan mahasiswa tingkat akhir tidak dapat diterima (hipotesis 2 ditolak). Hsil pengujian dengan mann willis diperolih nilai asym sig sebesar 0.023 (signifikan), karena nilai asym sig < 0.05, maka dapat disimpulkn bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara akuntan, mahasiswa tingkat pertama, dan mahasiswa tingkat akhir terhadap etika bisnis. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Steven (1993), Ludigdo dan Machfoedz (1999) serta Ekayani dan Putra (2003).

3. Kesimpulan yang dapat diambil dari diskribsi jajag pendapat adalah bahwa cakupan muatan etika dalam perguruan tinggi pada Mata Kuliah Keahlian (MKK), mata kuliah Auditing menempati urutan tertinggi, disusul dengan mata kuliah Akuntansi Keuangan dan Perpajakan.

Penerbit : Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DPPM) Univervitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta

Bahasa : Indonesia

Format : PDF

Web : http://www.uii.ac.id ; http://dppm.uii.ac.id

(2)

PERSEPSI AKUNTAN DAN MAHASISWA YOGYAKARTA TERHADAP ETIKA BISNIS

Rifqi Muhammad Universitas Islam Indonesia

ABSTRACT

This research attempts to examine the difference perception of accountant scholars and students to business ethics in the Private University in Jogjakarta. Beside, this research also to examine the ethics contents in the accounting education based on the accountant scholars and students. Data of this research is collected by distributing questioner as much 128 students and 33 accountant scholars in the Private University in Jogjakarta. The result of this research shows that there is a significant difference perception to the business ethics between the new students and the old one. According to the mean examine, the accountant scholars perception to business ethics are better than students. Beside, most of the ethics content in the accounting curriculum is not enough to give the student’s ethics. The respondents suggest integrating the business ethics to any course (43%). Keywords: business ethics, difference perception, contents of ethics

PENDAHULUAN

Profesi akuntan Indonesia di abad 21 menghadapi tantangan yang semakin berat, diantaranya adanya tiga tantangan antara lain: Pertama, WTO/GATT/GATS, sebagaimana dalam putaran Uruguay (Uruguay Round) tidak saja dirundingkan perdagangan komoditi riil (goods) tetapi juga sektor jasa (service). Adapun tujuan dan semangat hasil perundingan tersebut ialah pada akhirnya semua jenis jasa dibuka bagi perdagangan dunia (broadening) dengan tingkat liberalisasi (deepening) 100%. Kedua, akan diberlakukannya perdagangan bebas diantara negara-negara di kawasan Asia-Pasific dalam kerangka kerjasama ekonomi APEC (Asia Pasific Economic Cooperation) pada tahun 2000 untuk negaara berkembang seperti Indonesia. Ketiga, diberlakukannya perdagangan bebas diantara negara-negara di kawasan ASEAN yaitu AFTA (Asean Free Trade Area). Di dalam negeri sendiri paradigma peran profesi akuntan indonesia berkaitan dengan Otonomi Daerah dan Good Corporate Governance. Untuk itu kesiapan yang menyangkut profesionalisme profesi mutlak diperlukan. Profesionalisme suatu profesi yang mensyaratkan tiga hal utama yang harus dimiliki oleh setiap anggota profesi tersebut yaitu berkeahlian, berpengetahuan dan berkarakter. Karakter menunjukkan personality seorang profesionalisme, yang diantaranya diwujudkan dalam sikap dan pemakai jasa profesionalismenya yang lain, akan menentukan keberadaannya dalam peta persainjgan diantara rekan profesi dari negara lainnya.

Etika akuntan telah menjadi isu yang menarik. Di Indonesia isu ini berkembang seiring dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika yang terjadi baik yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern, maupun akuntan pemerintah. Untuk kasus akuntan publik, beberapa etika ini dapat ditelusuri dari laporan Dewan Kehormatan IAI dalam laporan pertanggungjawaban pengurus IAI periode 1990-1994 yang menyebutkan adanya 21 kasus yang melibatkan 53 KAP dan dari hasil penelitian BPKP terhadap 83 KAP tidak memenuhi Standar Profesional Akuntan Publik, 82,39% tidak menerapkan sistem Pengendalian Mutu, 9,93% tidak memenuhi kode etik dan 5,26% tidak memenuhi peraturan perundang-undangan. Dan terdapat data yang menunjukkan (Media Akuntansi, Edisi 27, 2002,5) ada 10 KAP yang melakukan pelanggaran saat mengaudit bank-bank yang dilikuidasi tahun 1998.

Ini seharusnya tidak terjadi apabila setiap akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman dan menerapkan etika secara memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya. Pekerjaan seorang profesional harus dikerjakan dengan sikap profesional pula, dengan sepenuhnya

(3)

melandaskan pada standar moral dan etika tertentu. Kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan peka terhadap persoalan etika juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana dia berada. Dalam hal ini Sudibyo dalam Ludigdo dan Machfoedz (1992:2) menyatakan bahwa dunia pendidikan juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku etika akuntan.

Oleh karena itu sekaligus sebagai implementasi dari harapan yang semakin meluas di kalangan praktisi dan akademisi terhadap pendidikan akuntansi, terdapatnya mata kuliah-mata kuliah yang bermuatan ajaran moral dan etika sangat relevan untuk disampaikan kepada peserta didik. Terlepas dari bagaimana wujudnya, pendidikan etika telah diakui mempunyai peranan yang sangat penting dalam pengembangan profesi dibidang akuntansi. Pada tahun 1986 The American Accounting Association’s (AAA) melalui Bedford Committee telah menekankan perlunya memasukkan studi mengenai persoalan-persoalan etis (Ethical Issue) dalam pendidikan Akuntansi (Mc. Nair & Milam, 1993). Selain itu Huss & Patterson juga mengungkapkan bahwa the National Commition on fraudulent Financial Reporting melalui Treadway Commision (1987) merekomendasikan untuk lebih diperluasnya cakupan etika dalam pendidikan akuntansi. Di Indonesia keberadaan mata kuliah yang mengandung muatan etika tidak terlepas dari misi yang di emban oleh pendidikan tinggi akuntansi sebagai subsistem pendidikan tinggi, yang tidak saja bertanggungjawab terhadap pengajaran ilmu pengetahuan bisnis dan akuntansi (Transformasi ilmu pengetahuan) semata kepada mahasiswanya tetapi juga bertanggungjawab mendidik mahasiswanya agar mempunyai kepribadian (personality) yang utuh sebagai manusia. Pernyataan ini selaras dengan tujuan Pendidikan Nasional (Pasal 2 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989), yaitu menusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,. Memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Mencermati hal diatas perlu kiranya untuk mengetahui bagaimana pemahaman akuntan dan calon akuntan Yogyakarta terhadap persoalan-persoalan etika yang dalam hal ini berupa etika bisnis yang mungkin telah atau mereka hadapi. Untuk itu dalam studi ini akan dilakukan observasi terhadap persepsi mereka. Observasi terhadap persepsi dilakukan, selain karena alasan kemudahan dalam proses pengumpulan data, juga berdasarkan suatu alasan bahwa persepsi merupakan tanggapan langsung atas sesuatu atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca Inderanya. Sedangkan observasi mengenai persepsi terhadap etika bisnis dilakukan karena profesi akuntan merupakan profesi yang dalam aktivitasnya tidak terpisahkan dengan aktivitas bisnis, sehingga selain harus memahami dan menerapkan etika profesinya (Kode Etik Akuntan) seorang akuntan juga harus memahami dan menerapkan etika bisnis. Penelitian ini perlu diangkat kembali dengan obyek penelitian di Yogyakarta dengan mengadakan penggantian dari populasi dimana penelitian sebelumnya hanya mengambil sampel dari mahasiswa perguruan tinggi negeri dan akuntan pendidiksedangkan penelitian ini mengambil sampel dari mahasiswa perguruan tinggi swasta dan akuntan pendidik. Alasannya walaupun kurikulumnya sama, namun proses belajar mengajar boleh dikatakan berbeda baik dalam sarana dan prasarana, mutu dosen, peserta didik dan juga pengaruh diluar akademik yang pada umumnya kebanyakan mahasiswanya sudah bekerja.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka yang menjadi pokok permasalahan antara lain: Pertama, apakah ada perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan dan mahasiswa Yogyakarta terhadap etika bisnis. Kedua, apakah ada perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan, mahasiswa tingkat pertama dan mahasiswa tingkat akhir terhadap etika bisnis. Ketiga, bagaimana cakupan muatan etika dalam kurikulum akuntansi pada perguruan tinggi di Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk: Pertama, mengetahui tingkat signifikansi perbedaan persepsi antara akuntan dan mahasiswa Yogyakarta terhadap etika bisnis. Kedua, mengetahui tingkat signifikansi perbedaan antara akuntan, mahasiwa tingkat pertama, mahasiswa tingkat akhir di Yogyakarta terhadap etika bisnis. Ketiga, mengetahui cakupan muatan etika dalam kurikulum akuntansi pada perguruan tinggi di Yogyakarta.

(4)

TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS Landasan Teori

Studi tentang etika danpendidikan etika merupakan hal penting dalam rangka pengembangan dan peningkatan peran profesi akuntan, terutama bila dikaitkan dengan rawannya profesi ini terhadap perilaku tidak etis dalam bisnis. Pendidikan etika yang antara lain bertujuan untuk mengenalkan persoalan-persoalan etika kepada peserta didik dan menimbulkan sense of moral obligation kepada mereka (Callahan, 1980 dalam Ludigdo dan Machfoedz, 1999) diharapkan dapat menumbuhkan karakter pribadi manusia seutuhnya sebagaimana yang dikehendaki oleh masyarakat.

Dalam konteks pendidikan tinggi akuntansi, dilaksanakannya pendidikan etika diharapkan dapat menumbuhkan pemahaman etika pada mahasiswa akuntansi sebagai calon sarjana dan akuntan. Dengan demikian kelak juka mereka menekuni profesinya sebagai profesional di bidang akuntansi, mereka dapat mengembangkan perilaku etisnya dalam rangka memelihara integritas pribadi dan profesinya (Ludigdo dan Machfoedz, 1999).

Pengertian Persepsi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) mendefinisikan sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Sedangkan Menurut Rakhmat (1993) disebutkan bahwa persepsi merupakan pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Amun demikian karena persepsi tentang obyek atau peristiwa tersebut tergantung pada suatu kerangka, ruang dan waktu, maka persepsi etika seorang akuntan atau mahasiswa akuntansi juga akan sangat subyektif dan situasional (Ludigdo dan Machfoedz, 1999). Selain secara implisit, sudah terlihat pada definisi diatas, argumentasi ini juga selaras dengan yang dikemukakan oleh Rachmat (1993) dalam Ludigdo dan Machfoedz (1999) bahwa persepsi ditentukan oleh faktor personal dan situasional yang disebut dengan faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-hal lain yang termasuk dalam apa yang disebut sebagai faktor personal. Oleh karena itu yang menentukan persepsii bukan jenis atau bentuk stimuli tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli tersebut. Sedangkan faktor situasional atau struktural berasal semata-mata dari sifat fisik dan efek saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu.

Pengertian Etika

Dalam banyak hal pembahasan mengenai etika tidak terlepas dari pembahasan mengenai moral. Suseno (1987) mengungkapkan bahwa etika merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Menurut Theodorus M. Tuanakotta (1997) menyatakan bahwa etik merupakan sifat-sifat manusia yang ideal atau disiplin atas diri sendiri diatas atau melebihi persyaratan atau kewajiban menurut Undang-undang. Sedangkan Menurut S. Munawir (1987), etik merupakan suatu prinsip moral dan perbuatan yang menjadi landasan bertindak seseorang sehingga apa yang dilakukannya dipandang oleh masyarakat umum sebagai perbuatan terpuji dan meningkatkan martabat dan kehormatan seseorang. Etik yang disepakati bersama oleh anggota suatu profesi disebut kode etik profesi. Kode etik yang disepakati oleh anggota se profesi akuntan disebut kode etik akuntan. Kode etik akuntan dimaksudkan untuk membantu para anggotanya dalam mencapai mutu pekerjaan yang sebaik-baiknya.

Menurut Madjid (1992) dalam Ludigdo dan Machfoedz (1999) etika (etos) adalah sebanding dengan moral (mos) dimana keduanya merupakan filsafat tentang adat kebiasaan (sitten). Site dalam perkataan jerman menunjukkan arti moda (mode) tingkah laku manusia. Oleh karenanya secara umum etika atau moral adalah filsafat ilmu atau disiplin tentang tingkah laku manusia atau tindakan manusia. Ward (1993) dalam Ludigdo dan Machfoedz (1999) mengungkapkan bahwa etika tidak hanya perkataan benar atau salah, baik atau buruk, lebih jauh etika merupakan suatu proses penentuan yang komplek tentang apa yang harus dilakukan

(5)

seseorang dalam situasi tertentu, dimana proses itu meliputi penyeimbangan pertimbangan sisi dalam dan luar yang disifati oleh kombinasi unik dari pengalaman dan pembelajaran masing-masing individu.

Pengertian Etika Bisnis

Sedangkan etika bisnis merupakan bagian dari etika sosial yang tumbuh dari etika pada umumnya. Menurut Raharjo, Etika bisnis beroperasi pada tingkat individual, organisasi dan sistem. (Ludigdo dan Machfoedz, 1999). Beberapa prinsip etika bisnis antara lain adalah: (Keraf, 1998)

a. Prinsip otonomi yang merupakan sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.

b. Prinsip kejujuran. c. Prinsip keadilan.

d. Prinsip saling menguntungkan. e. Prinsip integrasi moral.

Pendidikan Etika

Selanjutnya pada tahun 1986 dalam konteks pendidikan akuntansi, maraknya kajian tentang pentingnya pendidikan etika bermula dari penekanan American Accounting Associations (AAA) tentang perlunya memasukkan studipersoalan-persoalan etika dalam pendidikan akuntansi. Kemudian pada tahun 1987 National Commission on Fraudulent Financial reporting melalui treadway commission merekomendasikan untuk lebih memperluas cakupan etika dalam pendidikan akuntansi. Menurut Grandz dan Hayes (1988) dalam Ludigdo dan Machfoedz (1999) sebenarnya ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dari dilaksanakannya pendidikan etika, tujuan tersebut adalah:

a. Memupuk kesadaran terhadap komponen etis dalam pengambilan keputusan manajerial b. Melegitimasi komponen etis sebagai bagian integral dari pengambilan keputusan

manajerial

c. Menentukan rerangka konseptual untuk menganalisa komponen-kpmponen dan membantu individu menjadi yakin dalam menggunakannya

d. Membantu mahasiswa dalam menerapkan analisis etis untuk efektifitas bisnis

Sedangkan tujuan dilaksanakan pendidikan etika menurut Callahan (1980) dalam Ludigdo dan Machfoedz (1999) yaitu:

a. Menstimulir imajinasi moral

b. Mengenal persoalan-persoalan etis

c. Menimbulkan suatu sense of moral obligation d. Mengembangkan keahlian analitis

e. Menahan dan mengurangi disagreement dan ambiguity

Karena masing-masing profesi mensyaratkan perilaku etis tertentu bagi anggotanya, yang mungkin hal itu berbeda dengan perilaku yang dikehendaki oleh profesi lainnya, maka tujuan pendidikan etika di pendidikan akuntansipun seharusnya mempunyai komponen yang spesifik pula. Oleh karena itu Loeb (1988) dalam Heltebeitel (1992) dalam Ludigdo dan Machfoedz (1999) mengungkapkan beberapa tujuan pendidikan etika di pendidikan akuntansi yaitu:

b. Menghubungkan pendidikan akuntansi kepada persoalan-persoalan moral c. Mengenalkan persoalan-persoalan dalam akuntansi yang memiliki implikasi etis d. Mengembangkan suatu perasaan bertanggung jawab moral

e. Mengembangkan kemampuan yang berkaitan dengan konflik etis f. Belajar menghubungkan dengan ketidakpastian profesi akuntansi g. Menyusun tahapan untuk suatu perubahan dalam perilaku etis

(6)

h. Mengapresiasikan dan memahami sejarah dan komposisi seluruh aspek etika akuntansi dan hubungannya terhadap bidang umum dari etika

Menyimak uraian diatas sebenarnya di Indonesia dalam dimensi etika yang lebih luas secara formal telah memasukkan komponen pendidikan etika ke dalam kurikulum pendidikannya. Tidak hanya terbatasdi pendidikantinggi akuntansi tetapi bahkan untuk keseluruhan program studi di perguruan tinggi. Hal ini tentunya menjukkan kesadaran tentang pentingnya pendidikan etika di kalangan akademisi dan praktisi di Indonesia.

Penelitian Sebelumnya

O’Clock & Okleshen (1993) mengadakan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis, membandingkan dan membedakan persepsi dan perilaku etis mahasiswa bisnis dan teknik di tingkat sarjana dan pasca sarjana. Penelitian ini menggunakan survei dengan memodifikasikan instrumen penelitian yang dikembangkan oleh Ruch & Newstrom (1975). Modifikasi instrumen ini didesain untuk mengukur bagaimana mahasiswa bisnis dan teknik merasakan keyakinan etis dan tindakan diri mereka dan bagaimana mereka merasakan keyakinan (beliefs) etis dan tindakan kawan sebayanya. Dari hasil analisis disimpulkan bahwa jebakan perseptual atau disparitas diri (self) versus yang lain (others) ada untuk seluruh sampel. Kecuali dalam hal “Whistle Blowing’ dimana mahasiswa teknik lebih sensitif dibandingkan dengan mahasiswa bisnis, kedua kelompok mahasiswa merasakan diri mereka menjadi lebih etis dibandingkan kelompok lainnya dalam keyakinan (beliefs) dan tindakan.

Stevens dkk. (1993) melakukan penelitian tentang perbandingan evaluasi etis dari staf pengajar dan mahasiswa sekolah bisnis (School of Business). Juga dengan menggunkan instrumen yang dikembangkan oleh Ruch & Newstrom yang berisi 30 pertanyaan situasi pengambilan keputusan etis, hasil analisis baik untuk perbandingan rata-rata sampel masing-masing item pertanyaan maupun untuk rata-rata sampel dari kombinasi ketiga puluh pertanyaan menunjukkan bahwa terdapat perbedaaan yang signifikan antara freshman dan faculty di 7 dari 30 pertanyaan, dan 4 dari 30 pertanyaan anatara seniors dan faculty. Namun demikian secara keseluruhan tidak ada perbedaan signifikan diantara ketiga kelompok itu, walaupun ada kecenderungan bahwa anggota faculty lebih berorientasi pada etis dibandingkan seniors dan freshman. Hasil dalam penelitian ini juga menunjukkan adanya kecenderungan bahwa mahasiswa senior lebih berorientasi etis dari pada freshman.

Glenn & Van loo (1993) melakukan penelitian untuk membandingkan keputusan dan sikap etis mahasiswa bisnis dengan keputusan dan sikap etis praktisi, selain juga menguji tentang sikap dan keputusan etis mahasiswa dan praktisi antar waktu (over time). Instrumen yang digunakan adalah 13 pertanyaan yang berisi tentang informasi masalah sikap dan etis. Secara umum hasil analisisnya menunjukkan bahwa mahasiswa membuat pilihan yang kurang etis dibandingkan praktisi bisnis. Sedangkan berkaitan dengan analisis antar waktu (Over time) di dapatkan suatu indikasi banwa mahasiswa pada tahun 1980-an membuat keputusan yang kurang etis dibandingkan pada tahun 1960-an.

Mc. Nair & Milam (1993) meneliti tentang persepsi para pengajar akuntansi (dalam hal ini meliputi profesor, Asosiasi Profesor dan Asisten Profesor) terhadap cakupan etika dalam kurikulum akuntansi menghasilkan bahwa 202 profesor yang menjadi respondennya, mayoritas cenderung untuk memasukkan materi etika ke dalam mata kuliah akuntansi pokok. Bahkan lebih dari 77% dari mereka telah memasukkan materi kuliah tersebut ke dalam mata kuliah yang diajarkan.

Ludigdo (1999) dari Universitas Brawijaya meneliti tentang persepsi akuntan dan mahasiswa terhadap etika bisnis dengan menggunakan instrumen sebanyak 32 pertanyaan. Dari hasil penelitian ini diperoleh suatu kesimpulan bahwa terdapat perbedaan signifikan yang marjinal antara persepsi akuntan dan mahasiswa terhadap etika bisnis, tidak adanya perbedaan yang signifikan antara mahasiswa tingkat awal dan persepsi mahasiswa tingkat akhir, dan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara persepsi ketiga kelompok akuntan. Dan ironisnya akuntan pendidik ternyata cenderung mempunyai persepsi terhadap etika bisnis paling rendah dibandingkan dengan rekannya yang berpraktik di akuntan publik.

(7)

Tentang muatan etika dalam kurikulum pendidikan tinggi akuntansi, dari hasil penelitian disimpulkan bahwa pendidikan etika yang lebih mendalam disarankan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi profesi akuntan dan diusulkan diintegrasikan ke mata kuliah lainnya.

Ekayani dan Putra (2003), meneliti persepsi akuntan dan mahasiswa di Bali terhadap etika bisnis dengan hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi mahasiswa dengan akuntan di Bali, dimana mahasiswa mempunyai persepsi yang lebih baik dibandingkan dengan akuntan. Dan ada perbedaan persepsi antara mahasiswa tingkat pertama dengan mahasiswa tingkat akhir di bali dimana mahasiswa tingkat akhir memiliki persepsi yang lebih baik dibandingkan mahasiswa tingkat pertama. Hasil lain dari penelitian ini menunjukkan bahwa cakupan muatan etika dalam kurikulum perguruan tinggi akuntansi masih belum cukup memberikan bekal bagi mahasiswa untuk terjun ke dunia kerja.

Berdasarkan pada latar belakang yang disebut diatas serta mengacu pada beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka diajukan dua hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini yaitu:

Ho1 : Tidak ada perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan dan mahasiswa terhadap etika bisnis

Ho2 : Tidak ada perbedaan persepsi yang signifikan antara akuntan, mahasiswa tingkat pertama dan mahasiswa tingkat akhir terhadap etika bisnis.

METODOLOGI PENELITIAN Populasi Penelitian

Populasi merupakan sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang memiliki karakteristik tertentu (Supomo dan Indriantoro, 1999). Populasi dalam penelitian ini meliputi akuntan baik akuntan yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (KAP), Akuntan Manajemen pada perusahaan, maupun Akuntan pendidik dan mahasiswanya adalah mahasiswa Yogyakarta dari perguruan tinggi swasta. Metode penentuan sampel menggunakan purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan menggunakan pertimbangan berdasarkan kriteria tertentu (supomo dan Indriantoro, 1999) Kriteria yang dimaksud adalah akuntan profesional, akuntan manajemen maupun pendidik pada jurusan akuntansi yang memiliki gelar akuntan (Ak). Sedangkan untuk mahasiswa yang dipilih adalah mahasiswa tahun pertama (semester awal) dan mahasiswa tahun ke empat (semester akhir). Penggolongan mahasiswa menjadi dua kelompok yaitu semester awal dan semester akhir dimaksudkan untuk membedakan persepsi mereka antara mahasiswa semester aal yang belum menempuh mata kuliah etika bisnis dengan mahasiswa semester akhir yang telah menempuh mata kuliah etika bisnis.

Dari masing-masing kelompok responden ini mereka yang mengembalikan kuesioner yang telah diisi dengan benar akan dijadikan sampel penelitian. Oleh karena itu kuesioner dari responden ini diseleksi terlebih dahulu untuk mendapatkan kuesioner yang terisi secara lengkap sebagaimana dikehendaki peneliti untuk kepentingan analisis. Target minimal sampel diharapkan didapat dan digunakan dalam analisis untuk masing-masing kelompok responden adalah 40 orang responden.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang diberikan langsung kepada calon responden. Penyebaran kuisioner dilakukan melalui ketua jurusan akuntansi di perguruan tinggi swasta.

Pengembangan Instrumen

(8)

tentang prinsip kejujuran, kelompok III tentang prinsip keadilan, kelompok IV tentang prinsip saling menguntungkan, dan kelompok V yaitu tentang prinsip integritas moral yang masing-masing terdiri dari 5 pertanyaan. Kuesioner diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Unti Ludigdo dan Mas’ud Machfoez namun disesuaikan dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam etika bisnis tersebut sehingga dari 32 pertanyaan disederhanakan menjadi 25 pertanyaan.

Pengujian Instrumen Uji Validitas

Uji validitas dilakukan dengan maksud untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2002). Uji validitas dilakukan dengan pearson correlation, yaitu dengan melihat p value masing-masing skor butir pertanyaan, jika p value masing-masing butir pertanyaan < 0.05 (signifikan), maka dapat disimpulkan bahwa butir pertanyaan adalah valid (Ghozali, 2002)

Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengukur suatu kuisioner yang merupakan indikator variabel. Kuisioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan tersebut adalah konsisten dari waktu ke waktu (Ghozali,2002). Uji reliabilitas dilakukan dengan menghitung cronbach alpha dari masing masing instrumen dalam satu variabel. Apabila nilai cronbach alpha masing-masing instrumen > 0.6, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen adalah reliabel, (Ghozali, 2002).

Teknik Analisis Data Pengujian Normalitas Data

Pengujian normalitas data digunakan untuk menguji apakah data yang digunakan dalam penelitian berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas data menggunakan uji kolmogorov smirnov, hasil pengujian akan menunjukkan tingkat signifikansi pada p value. Apabila p value > 0.05 (tidak signifikan), maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal (Ghozali, 2002). Apabila hasil pengujian menunjukkan bahwa data terdistribusi normal, maka pengujian hipotesis akan menggunakan independent sample t test. Sedangkan apabila hasil pengujian menunjukkan data yang tidak normal, maka pengujian hipotesis akan menggunakan mann whitney.

Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis 1 dan 2 dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya pebedaan rata-rata diantara dua kelompok sampel yaitu antara akuntan dengan mahasiswa. Karena diantara masing-masing kelompok sampel yang diuji saling independen maka pengujiannya dilakukan dengan alat analisis independen sampel t-test atau menggunakan mann whitney. Selain itu pengujian dengan Mann Willis (H-test) dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rata-rata di antara tiga kelompok yang diuji yaitu antara akuntan, mahasiswa tingkat pertama serta mahasiswa tingkat akhir.

Sedangkan berkaitan dengan cakupan etika dalam kurikulum, analisis dilakukan secara deskriptif yang meliputi pemeringkatan berdasarkan pendapat terbanyak dari responden mengenai mata kuliah yang mencakup muatan etika. Selain itu adalah dengan mentabulasi pendapat tentang kecukupan muatan etika yang telah ada dalam kurikulum, serta bagaimana solusinya jika ternyata dianggap belum.

Terakhir dilakukan adalah dengan mendiskribsikan berbagai pendapat responden tentang pendidikan etika yang peneliti ajukan. Pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner bersifat terbuka dan hanya sebagai jajag pendapat bagi responden. Oleh karena itu peneliti akan mendiskribsikan pendapat tersebut secara singkat berdasarkan arahnya. Dengan menganalisis arah pendapat yang ada peneliti akan mencoba monggolongkan arah pendapat tersebut.

(9)

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Demografi Responden

Berdasarkan hasil survey, peneliti berhasil membagikan 33 kuesioner untuk responden akuntan pendidik, sedangkan untuk golongan mahasiswa peneliti membagikan 150 kuesioner. Dari 150 kuesioner yang dibagikan kepada mahasiswa, hanya 128 kuesioner yang dikembalikan, sehingga untuk mempermudah analisis data, kuesioner dari mahasiswa yang diolah adalah 128, dari 128 kuesioner tersebut 80 kuesioner adalah mahasiwa semester awal dan sisanya 48 kuesioner adalah mahasiswa semester akhir. Data demografi responden dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Berdasarkan hasil analisis data diatas dapat dijelaskan bahwa dari 33 responden akuntan yang digunakan sebagai sampel penelitian 45 % adalah berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 15 orang, sedangkan responden akuntan yang berpartisipasi adalah sebesar 55 % atau berjumlah 18 orang. Sedangkan untuk kelompok mahasiswa, jumlah responden yang paling banyak berpartisipasi adalah wanita yaitu sebesar 67 % atau sejumlah 86 responden, untuk mahasiswa laki-laki yang berpartisipasi adalah berjumlah 42 orang atau sebesar 33 %.

Berdasarkan hasil analisis data untuk tingkat pendidikan bagi akuntan pendidik adalah seperti pada Tabel 4.2.

Berdasarkan tabel diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa prosentase terbanyak responden yang berpartisipasi dalam pengisian kuesioner adalah akuntan yang memiliki tingkat pendidikan S-2 dengan prosentase sebesar 85 %. Responden akuntan yang memiliki gelar S-1 yang berpartisipasi adalah sebesar 15 % atau sebanyak 5 orang responden. Responden yang memiliki tingkat pendidikan S-3 yang berpartisipasi adalah sebanyak 3 orang atau sebesar 10 %.

B. Pengujian Instrumen 1. Pengujian Validitas.

Hasil pengujian validitas intrumen dilakukan dengan alat uji SPSS 12.0 for windows. Hasil analisis ditunjukkan dengan nilai p value pada pearson correlation. Apabila nilai p value < 0.05 (signifikan), maka dapat disimpulkan bahwa intrumen adalah valid. Apabila nilai p value pada pearson correlation > 0.05 (tidak signifikan), maka dapat disimpulkan bahwa instrumen tidak valid. Hasil pengujian validitas instrumen ditunjukkan dengan Tabel 4.3.

Hasil pengujian validitas instrumen menunjukkan bahwa semua nilai p value < 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa semua instrumen yang digunakan adalah valid

2. Pengujian Reliabilitas

Pengujian Reliabilitas dilakukan dengan alat uji SPSS 12.0 for windows. Hasil pengujian reliabilitas akan ditunjukkan dengan besarnya nilai cronbach alpha seperti pada Tabel 4.4.

Hasil pengujian reliabilitas untuk pertanyaan kelompok 1 (otonomi) ditunjukkan dengan nilai cronbach alpha sebesar 0.621, karena nilai cronbach alpha lebih besar dari batas minimum yang disyaratkan yaitu 0.60, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen kelompok 1 (otonomi) adalah valid. Pengujian reliabilitas untuk pertanyaan kelompok II (Kejujuran) ditunjukkan dengan nilai cronbach alpha sebesar 0.752, karena nilai cronbach alpha lebih besar daripada batas minimum yang disyaratkan, maka dapat disimpulkan bahwa intrumen kelompok II (Kejujuran) adalah valid. Pengujian reliabilitas untuk pertanyaan kelompok III (Keadilan) ditunjukkan dengan nilai cronbach alpha sebesar 0.732, karena nilai cronbach alpha lebih besar daripada batas minimum yang disyaratkan, maka dapat disimpulkan bahwa intrumen kelompok III (Keadilan) adalah valid. Pengujian reliabilitas untuk pertanyaan kelompok IV (Saling Menguntungkan) ditunjukkan dengan nilai cronbach alpha sebesar 0.666, karena nilai cronbach alpha lebih besar daripada batas minimum yang disyaratkan, maka dapat disimpulkan bahwa intrumen kelompok IV (Saling Menguntungkan) adalah valid. Pengujian reliabilitas untuk pertanyaan kelompok V (Integritas Moral) ditunjukkan dengan nilai cronbach alpha sebesar 0.734, karena nilai cronbach alpha lebih besar daripada batas minimum yang disyaratkan, maka dapat disimpulkan bahwa intrumen kelompok V (Integritas Moral) adalah valid.

(10)

C. Pengujian Normalitas Data

Pengujian normalitas data dilakukn dengan uji kolmogorov smirnov, alat uji yang dugunakan adalah SPSS 12.0 for windows. Kesimpulan dari pengujian ini dapat diambil berdasarkan nilai pada asymp sig (2-tailed), apabila nilai pada asymp sig (2-tailed) lebih besar daripada 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi secara normal. Apabila nilai asymp sig (2-tailed) kurang dari 0.05 (signifikan), maka dapat disimpulkan bahwa data tidak terdistribusi secara normal.

Pengujian normalitas data ini dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis akan diuji dengan independent sample t test atau dengan mann whitney test. Apabila data terdistribusi secara normal, maka pengujian hipotesis dilakukan dengan independent sample t test, sedangkan apabila data tidak terdistribusi secara normal, maka pengujian akan dilakukan dengan mann whitney test. Hasil pengujian normalitas data ditunjukkan pada Tabel 4.5.

Hasil pengujian data dengan kolmogorov smirnov menunjukkan bahwa nilai asymp sig (2-tailed) adalah sebesar 0.391 (tidak signifikan), karena nilai asymp sig (2-tailed) lebih besar daripada 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi secara normal.

B. Pengujian Hipotesis

Berdasarkan hasil uji normalitas data yang menyimpulkan bahwa data adalah terdistribusi secara normal, maka pengujian hipotesis selanjutnya digunakan pengujian independent sample t test.

1. Pengujian hipotesis 1

Pengujian hipotesis 1 dilakukan untuk menguji ada atau tidaknya perbedaan antara persepsi akuntan dengan mahasiswa tentang etika bisnis. Pengujian dilakukan dengan alat uji SPSS 12.0 for windows. Pengujian dilakukan dengan independent sample t test, sedangkan kesimpulan dapat diambil dengan melihat nilai t value pada output independent sample t test. Apabila nilai t value kurang dari 0.05 (signifikan), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata antara kedua sampel tersebut. Hasil pengujian independen sample t test dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Hasil pengujian independent sample t test menunjukkan bahwa nilai p value sebesar 0.016 (signifikan), karena nilai t value < 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara kedua sampel yang diuji. Hal ini berarti terdapat perbedaan persepsi antara akuntan dengan mahasiswa terhadap etika bisnis. (hipotesis 1 diterima). Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh steven (1993), Ludigdo dan Machfoedz (1999), Ekayani dan Putra (2003) yang menyatakan bahwa persepsi antara akuntan pendidik dengan mahasiswa adalah berbeda.

Selanjutnya untuk mengetahui apakah persepsi akuntan lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan dengan persepsi mahasiswa, dapat dilakukan dengan melihat hasil mean output pada independent sample t test. Apabila mean output lebih rendah, berarti persepsi mereka terhadap letika bisnis adalah lebih tinggi. Apabila nilai mean output lebih tinggi hal ini berarti bahwa persepsi mereka terjadap etika bisnis lebih rendah. Hasil pengujian mean dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Dari hasil pengujian seperti pada tabel tersebut diatas terlihat bahwa nilai mean pada akuntan adalah sebesar 46.06, sedangkan nilai mean pada mahasiswa adalah sebesar 47.69, karena nilai mean pada akuntan lebih kecil daripada nilai mean pada mahasiswa, maka dapat disimpulkan bahwa akuntan memiliki persepsi yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa. Hal ini sudah sewajarnya terjadi karena akuntan adalah contoh yang paling mudah dan nyata yang dapat dilihat langsung oleh mahasiswa. Sebagai panutan mahasiswa, akuntan pendidik akan selaku mengedepankan moralitas dan etika dalam melakukan pekerjaannya.

Dari segi prinsip otonomi dapat dijelaskan bahwa akuntan lebih mudah memisahkan antara jasa untuk kantor dengan jasa yang harus diterima untuk kepentingan pribadi, hal ini terjadi karena akuntan telah memiliki pengalaman dalam pekerjaannya. Berdasarkan pengalaman yang telah dilakukan, akuntan lebih realistis dalam pengambilan kebijakan, hal ini tercermin dalam setiap pengambilan keputusan, meskipun akuntan pendidik memiliki kewenangan untuk pengambilan

(11)

keputusan, namun segala keputusan tetap dikoordinasikan dengan atasan. Dalam hal pengambilan keputusan ini persepsi akuntan lebih tinggi dibandingkan dengan persepsi mahasiswa.

Dalam hal pemecahan masalah, akuntan memiliki persepsi yang lebih baik dibandingkan dengn mahasiswa, hal ini terjadi karena akuntan lebih berpengalaman dalam menghadapi masalah dan menemukan solusi permasalahan tersebut. Setiap permasalahan akan dikonsultasikan dengan atasan untuk mencari solusi yang terbaik. Persepsi akuntan dalam hal pemecahan masalah lebih tinggi dibandingkan persepsi mahasiswa , hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa semua permasalahan yang terjadi pada pekerjaan, hanya akuntan yang pernah mengalami, sedangkan mahasiswa belum berpengalaman. Perbedaan persepsi juga terdadi dalam penentuan fee dalam pekerjaan. Akuntan memiliki persepsi yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa. Dalam menentukan fee akuntan akan selalu menyerahkan kepada atasan atau seniornya, berbeda dengan persepsi mahasiswa yang tidak menyerahkan keputusan kepada seniornya.

Perbedaan persepsi juga terjadi pada prinsip kejujuran, dimana akuntan memiliki persepsi kejujuran yang lebih baik dibandingkan dengan persepsi mahasiswa. Tingkat kejujuran dalam penelitian ini diukur dengan kejujuran dalam hal pelanggaran hukum. Apabila terjadi pelangaran hukum yang dilakukan oleh perusahaan tempat mereka bekerja, akuntan akan memberikan persepsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa yang ditujukkan dengan melaporkan segala kecurangan atau pelanggaran yang terjadi. Kemudian dalam hal pelaporan hasil audit, dalam batas tertentu dan dangan konsekuensi tertentu mahasiswa masih masih bersedia untuk mengatur hasil laporan keuangan auditan, sedangkan akuntan tidak setuju untuk mengatur hasil laporan keuangan auditan., sehingga dalam hal ini akuntan memiliki persepsi terhadap kejujuran yang lebih tinggi. Lebih lanjut dalam hal kepentingan pribadi, mahasiswa masih memiliki keinginan untuk mengkopy software perusahaan untuk keperluan pribadinya, dalam hal ini akuntan memuliki persepsi yang lebih baik. Kemudian akuntan juga akan lebih jujur untuk mengatakan ada apabila mereka memang berar-benar berada dikantor, hal ini menunjukkan bahwa akuntan memiliki persepsi yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa dalam hal etika kejujuran.

Akuntan memiliki persepsi terhadap keadilan yang lebih baik dibandingkan dengan persepsi mahasiswa. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perasaan yang prihatin apabila kesalahan yang dilakukan ternyata dihadapi atau ditanggung oleh orang lain. Kemudian berhubungan dengan kesempatan, akuntan meliliki persepsi yang lebih baik dengan memberikan kesempatan berprestasi kepada semua karyawan tidak hanya pada karyawan tertentu saja. Hal ini menunjukkan bahwa akuntan pendidik memiliki persepsi terhadap keadilan yang lebih baik. Dalam hal tender, akuntan juga memiliki persepsi yang lebih baik, hal ini ditunjukkan dengan persepsi mereka bahwa mereka tidak akan menghalalkan segala cara untik memenangkan tender.

Akuntan memiliki persepsi terhadap prinsip yang saling menguntungkan lebih baik dibandingkan dengan persepsi mahasiswa. Akuntan tidak akan mengulur-ulur waktu dalam pekerjaan dengan harapan untuk memperoleh uang lembur. Berbeda dengan persepsi mahasiswa yang memiliki persepsi untuk memperpanjang waktu mereka dalam pekerjaan, hal ini menunjukkan bahwa akuntan pendidik memiliki persepsi yang lebih baik terhadap etika. Lebih lanjut dapat dijelaskan mengenai persepsi terhadap penggunaan fasilitas kantor, akuntan memiliki persepsi yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa, hal ini ditunjukkan dengan menghindari pemakaian fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi.

Akuntan memiliki persepsi yang lebih baik pada prinsip moralitas, hal ini ditunjukkan dengan sikap yang sangat tidak setuju apabila ada karyawan yang sering datang terlambat masuk kerja. Akuntan memiliki ersepsi yang tidak setuju apabila tidak mengungkapkan temuan-temuan atas penyimpangan laporan auditan. Akuntan juga memiliki perhatian atas perngatan atau teguran yang diberikan oleh atasan karena adanya kesalahan atau kekeliruan dalam pekerjaan, hal ini membuktikan bahwa akuntan memiliki persepsi terhadap prinsip moralitas yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa.

(12)

2. Pengujian Hipotesis 2

Pengujian hipotesis 2 dilakukan untuk menguji apakah terdapat perbedaan persepsi etika bisnis antara akuntan, mahasiswa tingkat pertama serta mahasiswa tingkat akhir. Pengujian hipotesis 2 dilakukan dengan bantuan program SPSS 12.0 for windows. Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan persepsi ketiga sampel tersebut, pengujian dilakukan dengan uji mann willis. Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada nilai asym sig, apabila nilai asiym sig < 0.05 (signifikan), hal ini berarti bahwa terdapat berbedaan yang signifikan diantara ketiga sampel tersebut. Sedangkan apabila nilai asym sig > 0.05 (tidak signifikan), hal ini berarti bahwa tidak terdapat berbedaan yang signifikan antara ketiga sampel tersebut. Hasil pengujian mann willis dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Berdasarkan hasil pengujian mann willis diperoleh nilai asym sig sebesar 0.31 (signifikan), hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara akuntan, mahasiswa tingkat pertama dan mahasiswa tingkat akhir dalam persepsi terhadap etika bisnis. Pengujian hipotesis secara bersama-sama tersebut menunjukkan bahwa antara akuntan, mahasiswa tingkat pertama dan mahasiswa tingkat akhir memiliki perbedaan persepsi tentang prisip otonomi, prinsip kejujuran, prinsip kadilan, prinsip saling menguntungkan, serta prinsip moralitas dalam etika bisnis.

Prinsip otonomi yang diantaranya adalah tentang wewenang dan pengambilan keputusan, serta pemecahan suatu masalah, dipersepsikan berbeda baik oleh akuntan, mahasiswa tingkat pertama dan mahasiswa tingkat akhir. Dalam hal ini baik akuntan pendidik, maupun mahasiswa tingkat pertama dan tingkat akhir memiliki pedapat yang berbeda terhadap segala permasalahan dan pengambilan keputusan kepada atasan langsung.

Prinsip kejujuran yang diantaranya adalah adanya tindakan yang tidak melaporkan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh perusahaan juga dipersepsikan berbeda baik oleh akuntan, mahasiswa tingkat pertama, maupun mahasiswa tingkat akhir. Dalam hal ini baik akuntan maupun mahasiswa tingkat pertama dan tingkat akhir memiliki pendapat yang berbeda yaitu tidak setuju apabila tidak melaporkan kecurangan yang dilakukan perusahaan.

Prinsip keadilan yang diantaranya adalah sikap keprihatinan apabila kesalahan dilimpahkan kepada orang lain, baik akuntan, mahasiswa tingkat pertama maupun mahasiswa tingkat akhir memiliki persepsi yang berbeda. Dalam hal ini, akuntan, mahasiswa tingkat pertama, mahasiswa tingkat akhir memiliki persepsi yang berbeda yaitu mereka sangat sangat tidak setuju apabila kesalahan yang dilakukan ditanggung oleh orang lain.

Prinsip saling menguntungkan yang diantaranya adalah persepsi tentang pemanfaatan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi. Dalam hal ini baik akuntan, mahasiswa tingkat pertama, maupun mahasiswa tingkat akhir memiliki persepsi yang berbeda yaitu mereka tidak akan memanfaatkan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi.

Prinsip integritas moral yang diantaranya adalah tidak mengungkapkan temuan-temuan atas penyimpangan laporan audit dipersepsikan berbeda oleh akuntan, mahasiswa tingkat pertama, mahasiswa tingkat akhir. Dalam hal ini baik akuntan pendidik, mahasiswa tingkat pertama, mahasiswa tingkat akhir memiliki persepsi yang berbeda yaitu akan mengungkapkan temuan-temuan atas penyimpangan laporan auditan.

E. Diskripsi Jajak Pendapat

Dalam hal jajak pendapat mengenai cakupan muatan etika dalam kurikulum pendidikan tinggi akuntansi, terdapat 4 pertanyaan yang diajukan pada responden. Pertanyaan pertama tentang cakupan muatan etika pada mata kuliah yang disebutkan, dimana untuk pertanyaan ini responden dimungkinkan untuk lebih memilih lebih dari satu jawaban. Berdasarkan banyaknya pendapat responden urutan mata kuliah yang dianggap telah mencakup muatan etika adalah sesuai dengan Tabel 4.9.

Berdasarkan tabel diatas, 6 urutan mata kuliah yang menurut mahasiswa telah mencakup etika adalah Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, Auditing, Akuntansi Keuangan, Ilmu Budaya Dasar, dan Teori Akuntansi. Hasil ini merupakan suatu yang semestinya mengingat Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) yang antara lain terdiri dari mata kuliah Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, dan Ilmu Budaya Dasar memang dimaksudkan untuk membekali

(13)

mahasiswa dengan ajaran moral dan etika.

Demikian halnya dengan mata kuliah Auditing yang menempati urutan teratas untuk mata kuliah keahlian (MKK) akuntansi, karena memang didalamnya ada bagian yang secara khusus membahas masalah etika profesi. Hasil selanjutnya diikuti oleh mata kuliah Akuntansi Keuangan dan Perpajakan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Ludigdo dan Machfoedz (1999) Ekayani dan Putra (2003) yang menempatkan mata kuliah auditing sebagai mata kuliah yang menempati urutan pertama dalam hal cakupan muatan etika.

Pertanyaan kedua adalah tentang apakah kurikulum pendidikan tinggi akuntansi yang ada sekarang sudah cukup mampu memberikan bekal etika bagi mahasiswa untuk terjun ke dunia kerja. Untuk pertanyaan ini ada dua alternatif jawaban yaitu sudah atau belum. Dari 128 responden, 40 responden atau 30 % menjawab sudah, sedangkan sisanya 88 responden atau 70 % menjawab belum.

Pada pertanyaan ketiga, responden yang menjawab belum untuk pertanyaan kedua, diminta untuk memberikan alternatif pemecahan yaitu dengan memilih 4 alternatif yang ditawarkan peneliti. Keempat alternatif tersebut meliputi:

1) Diperluas dengan mengintegrasikan dengan mata kuliah-mata kuliah tertentu. 2) Diperluas dengan mengintegrasikan ke semua mata kuliah yang diajarkan 3) Diperluas dengan menyajikan secara terpisah sebagai mata kuliah tersendiri 4) Pendapat lainnya yang mungkin tidak tercover dalam pertanyaan sebelumnya

Jawaban dari 88 responden atas pertanyaan nomor 3 dijelaskan dalam Tabel 4.10.

Dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa menurut pendapat responden memperluas cakupan dengan mengintegrasikan ke mata kuliah tertentu merupakan alternatif terbaik jawaban ini dipilih oleh 38 responden atau sekitar 43 %, berikutnya adalah alternatif jawaban diperluas dengan menyajikan secara terpisah sebagai mata kuliah tersendiri sebanyak 27 responden atau sebesar 30 %. Alternatif jawaban terakhir adalah diperluas dengan mengintegrasikan ke semua mata kuliah yang diajarkan sebanyak 23 responden atau 27 %.

Jawaban diatas konsisten dengan pendapat yang mereka berikan pada pertanyaan keempat ketika peneliti meminta mereka untuk memaparkan secara singkat pendapat tentang pendidikan etika di pendidikan tinggi akuntansi. Dari pendapat responden yang berhasil peneliti rangkum, setidaknya ada lima hal yang mereka sampaikan yaitu:

1) Sebagian besar responden 40% menekankan pentingnya memperhatikan pendidikan etika secara multidimensional dan perlunya mengintegrasikan pendidikan etika ke mata kuliah yang diajarkan.

2) Sebagian responden 30 % menyatakan bahwa pendidikan etika sangat penting untuk diterapkan, karena hal tersebut merupakan bekal yang sangat mendasar untuk melaksanakan kerja sebagai profesional.

3) Sebagian responden 15 % menyatakan bahwa keberhasilan pendidikan etika sangat tergantung pada dimensi-dmensi lingkungan yang melingkaridunia pendidikan itu sendiri. 4) Sebagian responden 10 % menyatakan bahwa pendidikan etika yang ada sekarang masih

terbatas hanya pada mata kuliah Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila yang pengajarannya terlalu normatif dan tidak mengarah pada substansi cara berpikir dan berperilaku yang diharapkan.

5) Sebagian responden 5 % menyatakan bahwa pendidikan etika perlu dilaksanakan dengan pendekatan khusus, yaitu dosen memberikan kasus pelanggaran etika dan membahas dampak pelanggaran tersebut terhadap profesi.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan diskribsi jajag pendapat, maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut:

1. Kesimpulan yang dapat diambil dari pengujian hipotesis 1 yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan dengan mahasiswa terhadap etika

(14)

bisnis tidak dapat diterima (ditolak). Hasil pengujian hipotesis 1 dilakukan dengan independent sample t test menghasilkan t value sebesar 0.016 (signifikan), karena nilai t value < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi akuntan dengan mahasiswa. Berdasarkan nilai mean pada independen sample t test diperoleh nilai mean untuk akuntan sebesar 46.00 sedangkan mean untuk mahasiswa adalah sebesar 47.40, karena nilai mean akuntan pendidik lebih kecil dibandingkan dengan nilai mean pada mahasiswa, maka dapat disimpulkan bahwa akuntan memiliki persepsi yang lebih baik terhadap etika bisnis daripada mahasiswa. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Steven (1993), Ludigdo dan Machfoedz (1999) serta Ekayani dan Putra (2003)

2. Kesimpulan yang dapat diambil dari pengujian hipotesis 2 yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara akuntan, mahasiswa tingkat pertama dan mahasiswa tingkat akhir tidak dapat diterima (hipotesis 2 ditolak). Hsil pengujian dengan mann willis diperolih nilai asym sig sebesar 0.023 (signifikan), karena nilai asym sig < 0.05, maka dapat disimpulkn bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara akuntan, mahasiswa tingkat pertama, dan mahasiswa tingkat akhir terhadap etika bisnis. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Steven (1993), Ludigdo dan Machfoedz (1999) serta Ekayani dan Putra (2003).

3. Kesimpulan yang dapat diambil dari diskribsi jajag pendapat adalah bahwa cakupan muatan etika dalam perguruan tinggi pada Mata Kuliah Keahlian (MKK), mata kuliah Auditing menempati urutan tertinggi, disusul dengan mata kuliah Akuntansi Keuangan dan Perpajakan.

B. Saran

Berdasarkan beberapa kesimpulan diatas dapat disarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Dalam menghadapi tantangan dimasa depan dan guna memperbaiki citra akuntan maka dapat disarankan bahwa sebaiknya praktisi akuntan menambah pengetahuannya tentang etika bisnis, baik melalui seminar-seminar, atau melaui pendidikan profesi berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas akuntan kepada pihak lain.

2. Kepada perguruan tinggi disarankan agar cakupan muatan etika dalam kurikulum diperluas dengan mengintegrasikan ke semua mata kuliah yang diajarkan, atau ditawarkan khusus mata kuliah etika, mengingat perilaku etika mahasiswa umumnya sudah menurun.

Daftar Pustaka

Bertens, K., 2002, Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta: Penerbit Kanisius

Supomo Indriantoro (1999) Metodologi Penelitian Untuk Akuntansi dan Manajemen, BPFE, UGM Djarwanto, Ps, 2001, Statistik non Parametrik, Edisi Ketiga, Cetakan Keempat, Yogyakarta:

Penerbit BPFE

Ekayani, dan Putra, 2003, Persepsi Akuntan dan Mahasiswa Bali Terhadap Etika Bisnis, Makalah Simposium Nasional Akuntansi VI.

Winarno. Edi, 2002, Kartu Merah Buat 10 KAP Papan Atas, Media Akuntansi, Edisi 27, Jakarta, Jakarta.

Glen. Jr, James R., dan M.F Van Loo, 1993, Business Student and Practitioner’s Ethical Decision Over time, Journal of Business Erthic’s.

(15)

Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada.

Umar, Husein. Riset Akuntansi. 1997. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umar.

Imam Ghozali dan N,John Castellan, Jr., 2002, Statistik Non-Parametrik, teori dan aplikasi dengan program SPSS, Semarang: badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Keraf, A. Sony dan RH Imam, 1995, Etika Bisnis, Edisi Ketiga dengan Revisi, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Kanter, E.Y., 2002. Etika Profesi Hukum: Sebuah Pendekatan Sosio Religius, Cetakan Kesatu, Jakarta: Storia Grafika.

Mulyadi, 2002, Auditing pokok Auditing. Edisi Enam, Cetakan Kesatu, Jakarta: Salemba. Munawir, 1987, Auditing: Pokok-Pokok Pemeriksaan Akuntan. Yogyakarta: Liberty

Mc. Nair, Frances dan E.E. Milan, 1993, Ethics and Accounting Education: What is reallyBeing Done, Journal of business Ethichs.

O’Clock, Priscilla dan M. Okleshen. 1993. A Comparison of Ethical Perception of Business and Engineering Majors, Journal of Business Ethics.

Peter Pratly, The Essence of Business Ethics-Etika Bisnis, Penterjemah Gunawan, Yogyakarta: Andy.

Jalaluddin, Rahmat. 1993, Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sumanto, 2002, Pembahasan Terpadu Statistika & Metodologi Riset, Buku 1, Edisi Pertama,

cetakan Pertama, Yogyakarta: Andi.

Suyonosalamun. 1999. Tantangan Profesi Akuntan Indonesia Menghadapi Abad 21. Media Akuntansi, Edisi Perdana, Jakarta.

Suseno, Franz Magnis, 1997, Auditing, Etika Dasar, Yogyakarta: Kanisius.

Steven, Robert E., O.J. Harris, dan Williamson, 1993, A Comparison of Ethical Evaluations Of Business School Faculty And Students: A Pilot Study, Journal of Business Ethics.

Tuanakotta, Theodorus. M. 1997, Auditing: Petunjuk Pemeriksaan Akuntan Publik, Jakarta. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Blahasa, 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta: Balai Pustaka.

Unti Ludigdo dan Mas’ud Machfoedz, 1999, Persepsi Akuntan dan Mahasiswa terhadap Etika Bisnis, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Volume 2, No.1.

Wuryan Andayani, 2002, Etika Profesi, Tanggungjawab Auditor dan Pencegahan Kecurangan dengan Teknologi Baru, Media Akuntansi, Edisi, 23, 2003, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Bab VI berisi uraian tentang hasil kajian dan analisis proses perpindahan massa, momentum dan energi secara simultan pada penguapan air produk (gabah), serta uraian tentang

Menurut Siregar (2014:335) “analisis hubungan (korelasi) adalah suatu bentuk analisis data dalam penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kekuatan atau bentuk arah

tipe TAI menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Melihat hasil ketiga penelitian tersebut menjadi

Berdasarkan telaah atau penelusuran terdahulu diketahui bahwa penelitian yang diteliti oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa belum ada pembahasan mengenai “

Posisi pengelolaan sanitasi komponen air limbah domestik Kota Padang Panjang berada pada kuadran II, pada sumbu -12, 2 (-12 merupakan selisih skor kekuatan dan kelemahan

Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kota Bandar Lampung.. Perceived Family Support, Depression, and Suicidal Ideation among

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat- Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pengar uh Aset Pajak Tangguhan,

Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan model persamaan struktural berbasis pada partial leas square (PLS), menggunakan PLS adalah data