• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ayat-ayat Kauniyyah Dalam Tafsir Imam Tantowi Dan Ar-Razi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ayat-ayat Kauniyyah Dalam Tafsir Imam Tantowi Dan Ar-Razi"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

AL-DZIKRA

Jurnal Studi Ilmu Al-Qur’an Dan Al-Hadits http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/al-dzikra Volume 11, No. 2, Desember Tahun 2017, Halaman 187 - 208

DOI://dx.doi.org/10.24042/al-dzikra.v11i2.4411

AYAT-AYAT KAUNIYYAH

DALAM TAFSIR IMAM TANTOWI DAN AL-RAZI

Maulidi Ardiyantama

UIN Raden Intan Lampung

[email protected]

Abstrak

Tulisan ini mengkaji dan meneliti penafsiran Tantawi Jauhari dan Fakhr al-Din al-Razi pada ayat-ayat yang berkaitan dengan fenomena laut dalam tafsîrnya. Fenomena yang sangat menarik ini mulai banyak temuan-temuan baru masa kini tentang lautan yang masih banyak menyimpan misteri. Dalam penelitian ini terdapat dua kajian fokus, yaitu mengenai penafsiran Tantawi Jauhari dan Fakhr al-Din al-Razi tentang fenomena laut, dengan menfokuskan pada QS. al-Rahman 19-20, QS. al-Furqan:53, QS. al-Thur: 6 serta mengkolerasikan dengan konteks masa kini. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-komparatif dengan kajian pustaka (library research) yang mengacu pada data primer Tafsîr al-Jawahir dan Tafsîr Mafatihul Ghaib. Berdasarkan ayat-ayat yang dikaji, menyatakan bahwa fenomena laut dalam penafsiran kedua tokoh sesuai dengan konteks masa kini diantaranya ialah ditemukannya perbedaan jenis flora dan fauna dan dari adanya bara api di dasar laut dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik masa depan dengan memanfaatkan perbedaan temperatur laut tersebut.

(2)

Ghaib.

A. Pendahuluan

Al-Qur’an adalah kalamullah yang telah diwahyukan kepada Muhammad saw., melalui perantara Malaikat Jibril. Hingga kini masih menyimpan berbagai rahasia-rahasia yang tersembunyi serta masih menantang para ilmuwan maupun para penentangnya untuk membuktikan kebenarannya. Umat muslim dituntut untuk tidak menitik beratkan pandangannya kepada kemukjizatan al-Qur’an itu sendiri. Tetapi lebih ditekankan pada hikmah yang

terkandung di dalam ayat-ayat al-Qur’an.1 Hikmah yang

terkandung didalamnya bisa berupa ilmu pengetahuan. Menurut al-Suyuti, al-Qur’an mencakup segala sesuatu. Adapun dibidang ilmu, tidak ada satu masalahpun yang tidak memiliki dasarnya di

dalam al-Qur’an.2

Al-Qur’an ketika pertama kali turun khususnya berbicara alam semesta tidak serta merta langsung dapat dibuktikan kebenarannya, akan tetapi manusia cukup dengan mengimaninya pada waktu itu. Bukti kebenaran al-Qur’an akan ditunjukkan kepada umat manusia setelah al-Qur’an lengkap diturunkan

sebagai kitab suci terakhir.3 Oleh karena itu al-Qur’an tidak hanya

berlaku pada satu zaman ketika Rasulullah saw. saja, tetapi sepanjang zaman selama manusia mengimani al-Qur’an, maka ia

akan selalu merasakan manfaat kebenaran berita al-Qur’an.4

Dapat disimpulkan bahwa al-Qur’an terus sejalan dengan perkembangan zaman sesuai pemahaman manusia terhadap alam semesta dan sesuai dengan perkembangn ilmu pengetahuan yang ada. Begitupun dengan penafsiran al-Qur’an yang terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman yang pada masa klasik menafsirkan ayat al-Qur’an masih terbatas karena belum adanya ilmu-ilmu lainnya yang mendukung penafsiran tersebut.

1

M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsîr: Syarat, Ketentuan dan Aturan

Yang Patut Anda Ketahui Dalam Memahami Ayat-Ayat al-Qur’an (Tanggerang:

Lentera Hati, 2013), hlm. 336 2

Jalal al-Din al-Suyuti, al-Itqan Fi Ulum al-Qur’an, Juz 5, (Madinah: Mujamma’ al-Malik Fahd Li Thiba’ah al-Mushaf al-Syarif, 1426), hlm. 1920

3

Lihat al-Qur’an, 38: 88 4

Agus S. Djamil, al-Qur’an Menyelami Rahasia Lautan, (Bandung: Misan, 2012), hlm. 59

(3)

kini perlahan namun pasti ilmu pengetahuan yang sekarang sedikit demi sedikit menguak tentang kebenaran al-Qur’an itu sendiri.

Ilmu kebumian atau eart science kini telah selangkah lebih

maju dalam mengungkap sekelumit misteri tentang bumi yang masih tersembunyi. Masih banyak yang belum diketahui mengenai lautan yang luas dan sangat dalam, lautan juga sebagai pemisah daratan sekaligus penghubungnya dengan perahu-perahu layar yang mengaruginya. Salah satu peran penting laut berperan dalam membentuk iklim, dengan perbandingan laut lebih luas (79%), sedangkan luas daratan (21%), maka penguapan lebih besar dari presipitasi hujan, sisanya jatuh didaratan yang kembali

ke laut melalui aliran sungai.5

Lautan dengan jumlah yang begitu luasnya, ternyata menyimpan rahasia, hikmah, manfaat dan mukjizat yang semuanya telah disinggung dalam al-Qur’an. Salah satu fenomena yang menarik untuk dikaji ialah fenomena laut, seperti dua lautan yang tidak bercampur, sungai dibawah laut yang airnya tetap tawar walaupun didalam air, dan lautan yang terpanaskan. Semua itu berawal dari surat al-Rahman ayat 19-20, Allah swt. berfirman:

نِا مَ نِ مَحلْ مَ نِ لْ مَزلْ مَ لْا مَ مَزمَ .

نِا مَ نِ لْ مَ خٌ مَسلْزمَ مَ هُ مَ لْ مَ

‚Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya Kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing‛.

Walaupun hasil penelitian ilmiah mampu menyingkap rahasia-rahasia alam yang tersembunyi, bukan berarti ia dijadikan pedoman sebagai sesuatu hasil akhir dalam suatu pengamataan. Bukankah banyak hasil penelitian yang akurat, keakuratan suatu penelitian berkembang sesuai berkembangnya zaman. Karena hal inilah, suatu hasil penelitian tidak dapat dijadikan landasan untuk menentang teori-teori ilmiah yang diisyaratkan al-Qur’an, akan tetapi keberadaan dari ilmu pengetahuan itu sendiri diperlukan

5

Suryono, Pengetahuan Hutan, Tanah, dan Air Dalam Perspektif al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka al-Husna Baru), hlm. 131

(4)

guna mengungkap atau membuktikan kebenaran dari isyarat

ilmiah yang diberitakan al-Qur’an.6

Sains yang dulu pernah menjadi sebab kedurhakaan terhadap Allah swt., menjadi suatu keotentikan dakwah. Kesaksiannya sungguh bisa dipercaya obyektif, rasional dan juga menjadi suatu keotentikan dakwah. Sains tidak pernah mengenal pura-pura. Seluruh dunia mengakui sains sebagai alat untuk menetapkan kebenaran atau kebathilan sesuatu. Sains ini telah menjadi saksi penting di hadapan peradilan sejarah bahwa

al-Qur’an adalah wahyu terakhir untuk manusia.7 Sebagaimana yang

dilakukan oleh salah seorang mufassir yakni Syaikh Tantawi Jauhari yang mencoba memahami ayat-ayat al-Qur’an dengan memadukan ilmu pengetahuan yang berkembang di masa sekarang ini.

Al-Qur’an tidak hanya bersifat ayat-ayat qauliyyah atau

ayat-ayat yang menerangkan seputar fiqih saja. Melainkan

al-Qur’an juga bersifat ayat-ayat kauniyyah yang menerangkan

berbagai persoalan yang ada di dalam kehidupan, antara lain

menyangkut alam semesta ini dan juga fenomena alam yang ada.8

Dari 6.236 ayat al-Qur’an yang di sepakati oleh jumhur ulama,

terdapat sekitar 750 ayat yang bersifat ayat-ayat kauiyyah.

Jumlah tersebut belum termasuk ayat-ayat yang menyinggungnya secara tersirat dan bahkan lebih banyak daripada ayat-ayat yang menerangkan seputar fiqih. Oleh karena itu, pembahasan

mengenai ayat-ayat kauniyyah, khususnya ayat-ayat yang

berkaitan dengan fenomena laut sangat penting untuk di kaji.

Peneliti mencoba membandingkan dan mencoba

memadukan antara penafsiran Syaikh Tantawi Jauhari (kontemporer) dan Muhammad Ibn Umar Fakhr al-Din ar-Razi (klasik) yang mana masing-masing dari mufassir ini memiliki latar belakang keilmuan yang berbeda sehingga penafsiran antara

6

Zaghlul Ragghib M. Al-Najjar, Mukjizat al-Qur’an dan as-Sunnah Tentang Iptek, (Jakarta: Gema Insane Press, 1995), hlm. 32

7

Ahmad as-Showway, Mukjizat al-Qur’an dan as-Sunnah Iptek, (Jakarta: Gema Insane Press, 1995), hlm. 32

8

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran

(5)

kedua mufassir ini bisa menambah wawasan keislaman bagi kita semua.

B. Analisis Penafsiran Tantawi Jauhari dan Fakhr al-Din al-Razi

Tentang Laut

Kata lautan dalam lisanul arab, diartikan dengan kata

al-Bahr adalah kumpulan air yang banyak, entah air itu air asin ataupun air tawar, dinamakan demikian karena keluasannya

tersebut, air yang dimaksud adalah air asin, dan al-Bahru dapat

diartikan dengan setiap sungai yang besar. Azhari menjelaskan

bahwa yang dimaksud dengan Bahrun adalah setiap sungai yang

airnya tidak putus-putus, contohnya sungai Nil atau sungai yang lainnya yang bersifat tawar dan besar. Sedangkan samudera yang luasnya melebihi sungai-sungai itu maka akan terasa asin airnya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud

lautan ialah kumpulan air asin (dalam jumlah yang banyak dan luas) yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau

pulau.9

Tafsîr al-Jawahir adalah kitab tafsir yang ditulis dari seorang ulama bernama Syaikh Tantawi Jauhari yang lahir didesa Kifr Iwadllah Mesir, pada tahun 1287H/1870M. Kitab tafsir ini diberi judul asli: al-Jawahir fi Tafsîr al-Qur’an al-Karim. Kitab ini terdiri dari 25 juz (13 jilid); dengan rata-rata perjilidnya berjumlah 200-300 halaman dengan cover berwarna merah. Kitab ini menggunakan pendekatan sains (Saintific Approach) yaitu pendekatan yang digunakan untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an

melalui perspektif sains atau ilmu pengetahuan.10

Adapun Tafsîr Mafatihul Ghaib ialah sebuah kitab klasik

Islam, yang ditulis oleh seorang teolog terkenal Islam Persia dan filusuf yang bernama Muhammad Ibn Umar Fakhr al-Din al-Razi

9

Depatermen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm. 795

10

Muhammad Yusuf, Skripsi: Hakikat Tafsir Ilmi didalam Tafsir

al-Jawahir Karya Tantawi Jauhari, (Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati

(6)

(1149-1209).11 Buku ini terdiri dari 16 jilid. Di terbitkan oleh Dar al-Kutub al-Ilhamiyah Beirut-Lebanon, Raml al-Zarif, Bohtory

Street Melkart Building 1st Floor.

Berbicara tentang laut, ada setidaknya 25 surat di dalam al-Qur’an yang berbicara tentang laut dan lautan dan ada 4 surat yang berbicara tentang kelautan. Setidaknya ada 48 ayat yang berbicara mengenai laut, lautan dan kelautan di dalam

al-Qur’an.12 Berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an yang telah peneliti

kemukakan diatas, peneliti akan memaparkan penafsiran laut dalam tafsir Tantawi Jauhari dan Fakhr al-Din al-Razi. Jika melihat penafsiran Tantawi Jauhari dan Fakhr al-Din al-Razi terhadap beberapa hal yang menarik untuk dianalisa lebih jauh diantaranya:

a. Pemahaman Tentang Pertemuan Dua Lautan

Berdasarkan penafsiran pada QS. al-Rahman: 19-20, maka

dapat dipahami bahwa makna Maraj al-Bahraîni jika di artikan

dalam bahasa Indonesia mempunyai makna dengan bertemunya

dua lautan. Menurut Tantawi Jauhari Maraj al-Bahraîni artinya

mengalirkan dan bertemu.13 Begitupun Fakhr al-Din al-Razi di

dalam tafsîrnya, beliau menjelaskan bahwa Maraj al-Bahraîni

mengalir dan bertemu, karena memang secara karakteristik dari air yang berdampingan tidak mungkin tidak bertemu dan tidak

bercampur, hanya saja di cegah oleh Allah swt.14 Banyak

penafsiran lain yang sejalan demikian. Salah satunya di dalam

tafsîr Departemen Agama RI juga dijelaskan makna Maraj pada

dasarnya bermakna ‚bercampur‛ yakni sebuah siklus yang berjalan terus menerus, datang dan pergi silih berganti. Misalnya ungkapan, ‚murajal-khatim fil-asabi‛ yang berarti cincin itu

11

http://makalahpendidikanislamlengkap.blogspot.co.id/2015/07/tafsir-al-kabir-mafatihul-ghaib-karya.html?m=1 (diakses pada 18 April 2018 pukul:19-17wib)

12

Agus S. Djamil, Al-Qur’an Menyelami Rahasia Lautan, (Bandung: Mizan, 2012), hlm. 17

13

Tantawi Jauhari, al-Jawahir Fi Tafsîr al-Qur’an al-Karim, Juz 24, (Mesir: Darul Ulum, 1351), hlm. 17

14

Fakhr al-Din al-Razi, Tafsîr Mafatihul Ghaib, Juz 29, (Beirut: Dar al-Fikr, 1990), hlm. 100-101

(7)

menyatu pada jari-jari.15 Mufassir dari Indonesia yakni M.Quraish

Shihab beliau berpendapat bahwa kata maraj diartikan dengan

melepas. Kata ini digunakan antara lain untuk menggambarkan

binatang yang dilepas untuk mencari makanan sendiri.16

Jadi menurut peneliti kurang tepat jika kata maraj jika

diartikan dengan bercampur atau bertemu karena jika di tinjau dari kata selanjutnya dalam surat al-Rahman ayat 20 yakni ada kata barzakh yang artinya sendiri adalah pemisah atau pembatas, jadi peneliti merasa kurang tepat jika diartikan kata maraj dengan arti bercampur atau bertemu.

Air yang dimaksud dalam surat al-Rahman: 19-20 ini menurut penafsiran Tantawi Jauhari dan Fakhr al-Din al-Razi adalah dua air laut yang asin dan air laut yang tawar rasanya. Keduanya tidak saling mempengaruhi satu sama lain.

Penyebab kedua, lautan tersebut tidak saling bercampur satu sama lain adalah, menurut Tantawi Jauhari yang menyebabkan kedua air laut yang bertemu mengalir berdampingan namun tidak saling bercampur satu sama lain dikarenakan adanya pembatas

yang bersifat illahiyah. Sedangkan menurut Fakhr al-Din al-Razi

adalah dikarenakan karakteristik dari air itu sendiri.

Karakteristik air laut satu dengan lainnya tidaklah sama. Karakteristik itu meliputi salinitas (kadar garam), suhu, massa, densitas, dan sebagainya. Penelitian ilmiah membuktikan bahwa setiap laut memiliki kadar garam yang sama setiap saat. Tidak berkurang dan tidak bertambah tinggi. Meskipun ia bertemu dengan laut yang lain. Setiap laut juga memiliki massa air tertentu yang tetap, tidak berkurang dan tidak bertambah, juga

suhu dan warna pun tidak berubah.17

Adapun jika merujuk kepada pendapat mayoritas ulama yang menafsirkan surat al-Rahman: 19-20 dengan surat al-Furqan: 53, maka pertemuan dua lautan tersebut terjadi dengan batas yang

dapat terlihat secara vertikal. Sehingga barzakh dalam al-Qur’an

15

Depatermen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsîrnya, (Edisi Yang Disempurnakan)Jilid XXVII, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), hlm. 599

16

M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’a, Vol. 13, (Tanggerang: Lentera Hati, 2006), hlm. 498

17

(8)

menurut ulama atau ilmuan yang berpendapat ini adalah muara sungai tersebut.

Dimuara-muara sungai, tempat pertemuan sungai dan laut, juga terdapat pembatas. Disitulah berlangsung perpindahan air sungai menjadi air laut, tetapi rasanya tidak tawar dan tidak pula asin. Jika terjadi banjir di sungai, pembatas ini akan bergerak masuk ke laut dan jika debit air berkurang pembatas akan kembali

ke sungai.18

Merujuk pendapat dari Tantawi Jauhari bahwa dua lautan yang di maksud adalah pada dasarnya berasal dari satu lautan yang membentuk satu siklus. Penguapan air laut yang kemudian ditangkap oleh awan sehingga pada akhirnya menjadi hujan, dari hujan tersebut kemudian membanjiri sungai-sungai yang

bermuara kembali menuju lautan.19 Pada dasarnya merupakan satu

lautan, tetapi pada uraiannya ada keterlibatan sungai yang pada

akhirnya menuju kembali kelautan sehingga digunakan kata

al-bahraîn (dua lautan) bukan sungai dan laut.20

Ungkapan tentang al-Bahraîn jika di lihat dalam al-Qur’an

tertulis pada surat al-Furqan: 53,

ًز لْج نِحمَو ًخ مَسلْزمَ مَ هُ مَ لْ مَ مَلمَع مَجمَو خٌ مَجأ خٌح لْل نِ هُ مَذمَهمَو خٌت مَزهُف خٌب لْذمَع مَذمَه نِ لْ مَزلْ مَ لْا مَ مَزمَ ينِذَّا مَىهُهمَو ًرى هُج لْح مَ

‚Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi‛.

Surat al-Rahman: 19-20;

نِا مَ نِ مَحلْ مَ نِ لْ مَزلْ مَ لْا مَ مَزمَ .

نِا مَ نِ لْ مَ خٌ مَسلْزمَ مَ هُ مَ لْ مَ

‚Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing‛.

Surat al-Fatir: 12;

18

M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Mishbah, hlm. 534 19

Tantawi Jawhari, al-Jawahir Fi Tafsîr al-Qur’an al-Karim, Juz 27, (Kairo: Mustafa al-Babi Wa Al-Halbi, 1351), hlm. 17-18

20

(9)

ً لْح مَل مَاىهُ هُكأمَث ٍّ للْ هُك لْ نِ مَو خٌ مَجهُأ خٌح لْلنِ مَذمَهمَو هُههُ مَز مَش خٌغنِئ مَس خٌت مَزهُف خٌبلْذمَع مَذمَه نِا مَزلْ مَ لْا ينِىمَح لْسمَي مَ مَو لْم هُكَّ مَعمَا مَو نِهنِ لْضمَف لْ نِ ىهُ مَحلْبمَحنِا مَز نِخ مَىمَ نِه نِف مَكلْ هُفلْا يمَزمَثمَو مَ مَنى هُسمَبلْ مَث ًةمَ لْ نِح مَاىهُجنِزلْخمَح لْسمَجمَو ًّ نِزمَط مَاوهُز هُك لْ مَج

‚Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan pada masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur‛.

dan surat al-Naml: 61;

ًش نِج مَح نِ لْ مَز لْ مَ لْا مَالْيمَ مَلمَعمَجمَو مَي نِ س مَومَر مَهمَا مَلمَعمَجمَو ًر مَ لْنمَأ مَهمَالا نِخ مَلمَعمَجمَو ًر مَزمَق مَضلْرالأ مَلمَعمَج َّ مَأ مَاى هُ مَ لْعمَي لْم هُههُ مَ لْ أ لْلمَ نِهمَ َّ ا مَ مَ خٌهمَانِ مَأ

‚Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengkokohkan)nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui‛.

Didalam al-Rahman: 22 dijelaskan bahwa dengan adanya batas antara dua laut itu, terdapat karunia al-lu’lu ‘wa al-marjan.

هُا مَجلْزمَا مَو هُ هُا لْ لُّ ا مَ هُ لْ نِ هُ هُز لْخمَ لْ

‚Dari keduanya keluar mutiara dan marjan‛.

Sesuatu perhiasan, sebuah karunia yang dalam penafsiran beberapa ahli tafsir berbeda-beda artinya. Satu lagi ayat tentang pertemuan dua laut, namun tanpa penjelasan tentang batasnya, pada al-Kahfi: 60 yaitu dalam konteks kisah perjalanan Nabi

Musa mencari Nabi Khidir.21

ً هُ هُح مَي نِ ض لْ أ لْومَ أ نِ لْ مَز لْ مَ مَ لْا مَ مَ لْجمَ مَغهُ لْ مَأ ىَّتمَح هُحمَزلْ مَأ هُه مَحمَفنِا ى مَ سىهُ مَل مَق لْذنِ مَو

‚Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun‛.

Dapat dipahami dari penjelasan ini bahwa kata maraja ada

unsur yang dinamis pada tempat bertemunya dua laut atau

al-bahraîn. Posisinya adalah bersebelahan (dibatasi secara vertikal)

21

(10)

atau bisa jadi bertumpang tindih (dibatasi secara horizontal), melibatkan suatu pergerakan, sesuatu yang dinamis. Tempat pertemuan yang dimaksud adalah suatu kawasan perbatasan yang menghalangi kedua laut tadi dari menjadi satu laut yang tanpa karakteristik fisika dan kimia yang khas. Karakteristik

masing-masing laut tetap dipertahankan.22 Contohya pertemuan antara

selat Giblartar, pertemuan antara samudra Hindia dengan samudra Atlantik yang terdapat aliran arus laut yang berlawanan arahnya. Indonesia pun ada, seperti danau Labuan Cermin di daerah Kalimantan Timur. Danau tersebut pada bagian permukaan airnya berasa tawar, namun beberapa meter di bawahnya terdapat aliran

air yang terasa asin.23

b. Pemahaman Sungai Bawah Laut

Kebanyakan para penafsir menafsirkan surat al-Furqan: 53, mengenai dinding batas (barzakh) dua laut (al-bahraîn) yang menghalangi dan tidak dilampaui, masing-masing memahaminya sebagai batas yang memisahkan dua laut secara vertikal.

Menurut Tantawi Jauhari yang menyebabkan air sungai di bawah laut yang tawar yang bisa menghilangkan dahaga lagi segar rasanya bisa tidak terpengaruh dengan air laut yang asin lagi pahit rasanya, ini disebabkan adanya batas yang mencegah

keduanya saling mempengaruhi.24

Fakhrudin al-Razi lebih spesifik lagi menjelaskan bertemunya dua lautan dapat di artikan dengan bertemunya ‚laut‛ dan ‚sungai‛. Kedua lautan yang dimaksud adalah yang berjumlah besar dan luas. Seperti yang diungkapkan dalam menjelaskan kata adzbun furat dalam surat al-Furqan: 53.

ًز لْج نِحمَو ًخ مَسلْزمَ مَ هُ مَ لْ مَ مَلمَع مَجمَو خٌ مَجأ خٌح لْل نِ هُ مَذمَهمَو خٌت مَزهُف خٌب لْذمَع مَذمَه نِ لْ مَزلْ مَ لْا مَ مَزمَ ينِذَّا مَىهُهمَو ًرى هُج لْح مَ

22

Agus S. Djamil, Al-Qur’an Menyelami Rahasia Lautan,hlm. 111 23

Indra setiawan, “danau Labuan cermin keajaiban dua rasa”, http://www.backpackerborneo.com/2013/08/danau-labuan-cermin-keajaiban-dua-rasa.html (jum’at, 20 juli 2018, 19:15)

24

Tantawi Jauhari, Al-Jawahir fi Tafsîr al-Qur’an al-Karim, Juz 24 (Mesir: Darul Ulum, 1351), hlm. 17

(11)

‚Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan) yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi‛. Fakhrudin al-Razi menjelaskan tentang adzbun furâtun maksud dari kata furâtun untuk menguatkan bahwa air yang tawar itu menyegarkan bahkan terkadang menjadi manis dan pahit adalah lawan dari manis, dan sesungguhnya Allah swt. kuasa mencegah dan memisah antara air tawar dan air asin tidak bercampur, dan antara keduanya terdapat dinding pemisah (dua

air laut).25 Beliau juga menqiyaskan bahwa air laut yang rasanya

asin bertemu dengan air sungai yang tawar, diumpamakan dengan keledai yang dilepaskan dipadang rumput yang luas lalu kemudian keduanya bertemu.

Air segar dapat diartikan adalah air yang tidak terlampau dingin dan tidak terlalu hangat, seperti air mineral sejuk yang kita ambil dari kulkas. Manfaat dari abzbun furât ataupun milhun ujaj

(asin lagi pahit) maupun keberadaan barzakh atau batas. Tidak

seperti dalam QS. al-Rahman: 19-20, yang dalam rangkaian

petunjuk keberadaan karunia berupa al-lu’lu’ wa al-marjan serta

tantangan untuk mensyukuri nikmat Allah swt. Seperti halnya QS. al-Naml: 61, meski secara spesifik tidak merujuk adanya karunia ayat-ayat tersebut memberikan petunjuk akan keberadaannya di muka bumi ini dan ayat ini merupakan pernyataan sekaligus menunjukkan keagungan Allah swt. melalui ciptaan-Nya di alam.

Pada surat al-Furqan: 53 dan al-Naml: 61 terdapat kata bahrayn (berdampingan). Pada surat al-Furqan bahraîn dikatakan berdampingan, maka kita dapat memahami dengan pengertian ‚ruang‛ dan bukannya pengertian ‚bidang‛. Dari ayat ini maka

semakin jelas maksud barzakh atau dinding, artinya kedua laut

tersebut tetap mempunyai dan mempertahankan karakter atau sifat-sifat fisika (suhu, tekanan, dll). Dan kimianya (senyawa, salinitas, dll) sendiri-sendiri sehingga antara kedua macam lautan tersebut akan mempunyai jenis ikan dan tumbuhan yang

berlainan.26

25

Fakhr al-Din al-Razi, Tafsîr Mafatihul Ghaib, Juz 24, hlm. 100 26

(12)

c. Pemahaman Laut yang Terpanaskan

Berdasarkan firman Allah swt. dalam surat al-Thur: 6 Allah swt. berfirman:

نِرى هُج لْ مَ لْا نِزلْ مَ لْا مَو

‚Demi lautan yang terbakar (terpanaskan)‛.

Pada ayat mulia tersebut Allah swt. telah bersumpah atas nama

laut yang masjûr. Kata masjûr dalam bahasa Arab berarti sesuau

yang dinyalakan sehingga menjadi panas. Namun, air berlawanan dengan api dimana air bisa memadamkannya.

Menurut Tantawi Jauhari menjelaskan walbahru al-Masjûr

yang terdapat dalam surat al-Thur: 6 bahwa ada suatu tempat di bawah dasar laut yang berisikan bara api, sehingga memunculkan gelombang api yang menyala-nyala. Sebagaimana yang

diungkapkan oleh Ibnu Abbas.27

Sedangkan menurut Fakhruddin al-Razi walbahru al masjûr

selain mengatakan hal serupa, tetapi beliau juga mengatakan dalam tafsirnya bahwa laut yang di maksud bukan laut di dunia melainkan lautan yang dikenal di langit, juga dinamakan walbahru al-masjûr yang dikutip dari pendapat ulama lainnya. Beliau juga berpendapat bahwa lautan ini pernah dijadikan oleh Nabi Yunus untuk berkholwat kepada Allah swt. guna lebih mendekatkan diri

kepada Allah swt.28

Berdasarkan redaksi diatas peneliti sependapat dengan yang diungkapkan oleh kedua mufassir tersebut dalam memahami kata masjûr diatas. Kata masjûr sendiri terambil dari kata as-sajar yang antara lain bermakna mengobarkan api atau penuh.

Dengan bersumpah sambil menyebut lima hal agung yang menunjuk kuasa dan kebesaran-Nya, Allah swt. menegaskan tentang keniscayaan siksa yang akan menimpa para pembangkang. Masyarakat Arab pada masa turunnya al-Qur’an menyadari sepenuhnya bahwa ucapan yang disertai sumpah adalah

27

Tantawi Jauhari, Al-Jawahir fi Tafsîr al-Qur’an al-Karim, Juz 12, hlm. 201-218

28

(13)

ucapan yang sangat penting dan menunjukkan kesungguhan atau

kemarahan pengucapnya.29

Frasa al-bahru al-mahjûr dalam ayat tersebut menunjukkan

suatu keajaiban. Karena tidak adanya oksigen di dasar lautan, tentu tidak memungkinkan lahar vulkanik yang ada di dasar laut menyeruak melewati lempengan di dasar samudra dan mencapai ketinggian garis lempengan tersebut. selain itu, lahar vulkanik biasanya berwarna kehitam-hitaman, sangat panas, dan tidak langsung bergejolak. Lempengan di dasar lautan menyerupai tempat pembakaran roti. Maka ia akan memanas dengan suhu tinggi sehingga roti bisa matang diatasnya. Inilah yang dimaksud

pada kata ‚masjûr‛.30

Secara ilmiah telah terbukti bahwa munculnya beberapa gunung berapi dari dasar laut dan memuntahkan lava. Palung-palung laut yang kedalamannya sekitar 65-150 kilometer dan pada umumnya berada di dasar laut dan samudra merupakan salah satu anugerah Allah swt. kepada kita. Palung-palung itu membuat seluruh dasar laut dan samudra terpanaskan karena bebatuan magma panas terdorong keluar dari perut bumi melalui palung-palung itu. Air yang sedemikian banyak di laut tidak mampu memadamkan bara dari bebatuan magma itu, sementara bara yang

sedemikian panas itu lebih dari 10000C pun tidak mampu

menguapkan air laut tersebut. Kondisi berimbang ini merupakan salah satu fenomena yang sangat mencengangkan bagi para ilmuan. Palung adalah semacam celah yang sangat dalam pada bebatuan yang menyelimuti bumi. Selimut bebatuan itu seluruhnya terbakar hingga hampir meleleh didalam perut bumi yang dinamai ‚zona lemah‛. Dari zona inilah bebatuan magma

yang panasnya lebih dari 10000C berasal. Bebatuan magma ini

bergerak keatas hingga mencapai dasar semua samudra dan sebagian laut. Jutaan ton bebatuan magma yang keluar dari perut bumi itupun memanaskan dasar laut dan samudra. Air laut dan

29

M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an (Bandung: Mizan, T.th), hlm. 371

30

Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Tafsîrnya, jilid 9, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), hlm. 84-85

(14)

samudra kemudian mendinginkan bebatuan tersebut, namun tidak

sampai mematikan baranya.31

Gunung api yang terdapat di dasar laut lebih aktif dan lebih banyak dibandingkan gunung api yang terdapat di atas daratan. Gunung-gunung yang berada di dasar laut memuntahkan jutaan ton bebatuan magma. Jika jutaan ton bebatuan magma itu berhasil naik melalui palung-palung itu dan sampai kepermukaan, maka akan mucul kepulauan vulkanik, seperti Jepang, Filipina, Indonesia dan kepulauan Hawai.

Sumpah versi al-Qur’an yang sangat mengagumkan karena pilihan kata ‚laut yang terbakar‛. Melihat bahwa didasar samudra tidak ada oksigen, maka tidak mungkin lava gunung berapi yang dilontarkan melalui palung didasar laut itu menyala sepanjang lubang palung. Namun, lava tersebut biasanya berwarna hitam pekat dan tidak menyala secara langsung. Lava menyerupai pelat pada tungku oven jika dipanaskan dari bawah, dengan bahan bakar apapun akan menghasilkan suhu panas yang sangat tinggi, sehingga dapat mengubah adonan kue menjadi roti. Inilah maksud

secara bahasa dari masjûr pada ayat di atas.32

Semua manusia akan terkagum dengan al-Qur’an, karena dalam pemilihan katanya pun menggunakan bahasa yang sangat tinggi. Memilih kata masjûr, sebuah kata yang tak mungkin dapat digantikan lagi dengan kata lainnya yang sepadan maknanya.

Nabi yang ummi dari mana beliau memiliki kemampuan ilmiah

dan bahasa yang sangat tinggi ini kalau bukan karena memperoleh wahyu dari Sang Pencipta langit dan bumi.

Secara ilmiah terbukti bahwa munculnya gunung-gunung berapi dari dasar laut dan mampu memuntahkan lava. Ini merupakan kekuasaan Allah swt. Fenomena ini baru diketahui 50 tahun terakhir. Tidak diragukan lagi bahwa tempat-tempat yang panas menyala-nyala di perut bumi di bawah samudra yang kedalamannya mencapai 3000 meter, menyebabkan air didasar samudra mendidih. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt. surat al-Thur: 6: ‚Demi lautan yang terbakar (terpanaskan)‛. Hal ini membenarkan adanya panas diperut bumi adalah galian-galian

31

Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur’an Mengerti Mukjizat Ilmiah Firman Allah, (Jakarta: Zaman 2014), hlm. 538

32

(15)

penambangan minyak. Melalui penggalian-penggalian minyak itu diketahui dengan jelas bahwa pada tiap kedalaman 10 meter panas

akan bertambah sebanyak 30C. Para ilmuan mengatakan,

keberadaan gunung-gunung berapi dipermukaan bumi dan di dasar lautan adalah bukti kuat dan jelas bahwa perut bumi masih menyala-nyala.

Dari analisis di atas, dapat terlihat persamaan dan perbedaan dari kedua penafsiran antara Tantowi dan al-Razi. Ketika berbicara QS. Al-Rahman: 19-20 yang membicarakan tentang dua laut yang mengalir berdampingan, maka persamaannya adalah bahwa air yang dimaksud adalah air laut dan air tawar. Dan perbedaannya Tantawi Jauhari berpendapat bahwa pembatas yang

dimaksud adalah pembatas yang bersifat illahiyah. Sedangkan

menurut imam al-Razi menjelaskan pembatas tersebut adalah karakteristik air itu sendiri.

Sedang dalam QS. Al-Furqan: 53 yang bertema sungai bawah laut, persamaannya adalah sama-sama membicarakan karakteristik air tersebut, sedangkan perbedaannya Tantawi Jauhari membicarakan karakteristik air tersebut. Sedangkan imam al-Razi selain membicarakan karakteristik air, beliau juga membicarakan besarnya lautan tersebut. Sedangkan pada QS. Al-Thur: 6 dengan tema lautan terpanaskan, maka ditemukan persamaan dari kedua mufassir tersebut mengatakan bahwa ada sebuah tempat di dasar laut yang berisi bara api, sehingga laut tersebut terpanaskan. Sedangkan perbedaannya adalah Tantawi Jauhari membicarakan tempat bara api yang panas sehingga muncul gelombang api yang menyala-nyala. Sedangkan imam al-Razi selain mengatakan hal yang serupa, beliau juga berpendapat bahwa laut tersebut pernah dijadikan oleh Nabi Yunus untuk berkholwat kepada Allah swt. Beliau juga berpendapat bahwa laut yang dimaksud dalam ayat ini bukan laut dunia saja, melainkan laut yang terkenal di langit juga dinamakan walbahru al-masjûr.

C. Kontekstualisasi Penafsiran Kedua Tokoh dalam Konteks

Kekinian

Setiap segala sesuatu yang tertuang di dalam al-Qur’an, pasti terdapat hikmah yang dapat diambil, baik sebagai pelajaran maupun anjuran. Masih banyak tema-tema di dalam al-Qur’an

(16)

yang terdapat di surat-surat lain yang membahas tentang fenomena laut.

Akibat adanya fenomena-fenomena laut yang banyak dibicarakan oleh ulama-ulama terdahulu, yang diantaranya dibicarakan oleh kedua tokoh mufassir yakni Tantawi Jauhari dan Fakhr al-Din al-Razi. Berdasarkan penafsiran kedua tokoh tentang QS. al-Rahman: 19-20, QS. al-Furqan: 53, dan QS. al-Thur: 6 membuat para ilmuan masa kini ikut menggali guna mencari dan

membenarkan apa yang dibicarakan dalam al-Qur’an.33

Terkait fenomena laut dapat diuraikan beberapa hubungannya dengan penemuan masa kini yang dapat diambil hikmahnya sebagai berikut:

1. Perbedaan jenis flora dan fauna

Berdasarkan penafsiran kedua tokoh diatas tentang QS. al-Rahman: 19-20 dan al-Furqan: 53, kedua tokoh menjelaskan bahwa adanya pembatas diantara kedua laut tersebut yang menyebabkan kedua air laut tersebut tidak saling mempengaruhi satu sama lain. Sehingga kedua laut tersebut tetap bisa mempertahankan karakteristik dari masing-masing jenis laut itu sendiri.

Seperti penjelasan Sayyid Quthub yang dikutip oleh Quraish Shihab dalam tafsirnya. Allah telah menetapkan hukum-hukum yang mengatur alam raya ini, sehingga air laut tidak mengalahkan air sungai, tidak juga daratan walaupun dalam keadaan pasang naik dan turun yang terjadi akibat pengaruh daya tarik bulan terhadap air dipermukaan bumi dan pada saat air membumbung

tinggi.34

Sementara pakar yang berkecimpung dibidang kemukjizatan al-Qur’an, menjadikan ayat ini sebagai salah satu mukjizat ilmiah al-Qur’an. Mereka tidak memahami penghalang itu dengan penciptaan posisi sungai lebih tinggi dari lautan. Tetapi lebih dari itu, pendapat mereka dikemukakan setelah kemajuan-kemajuan yang dicapai manusia dalam bidang ilmu kelautan. Pendapat ini bermula dari penemuan yang tercapai melalui perjalanan ilmiah sebuah kapal berkebangsaan Inggris ‚Challenger‛ (1872-18876)

33

Agus S. Djamil, Al-Qur’an Menyelami Rahasia Lautan, hlm. 121 34

(17)

hingga penggunaan alat-alat canggih diangkasa guna penelitian

dan pemotretan jarak jauh ke dasar laut.35 Menemukan perbedaan

ciri-ciri laut dari segi kadar garam, temperatur, jenis ikan/binatang, dan sebagainya. Penelitian lebih lanjut dilakukan pada tahun 1948. Perbedaan mendasar yang disebutkan di atas menjadikan setiap jenis air berkelompok dengan sendirinya dalam bentuk tertentu, terpisah dari jenis air yang lain betapapun ia mengalir jauh.

Contohnya ketika air sungai Amazon yang mengalir deras ke laut Atlantik sampai batas dua ratus mil, masih tetap tawar. Demikian juga mata air di Teluk Pesria, ikan-ikannya sangat khas

dimana mereka tidak dapat hidup kecuali dilokasinya.36

Khusus daerah Asia Tenggara dikenal kaya akan sumber daya laut berupa ikan-ikan segar paling tinggi di dunia. Sedangkan diperairan dingin sangat sedikit ditemukan ekosistem lautnya. Kebanyakan jenis makhluk hidup yang ada pada perairan

dingin adalah alga coklat dan bintang laut.37

Dari segi manfaat yang diperoleh seperti ikan air tawar dan air asin yang segar untuk dimakan. Ikan yang hidup dibagian laut sebelah dalam yang bersuhu rendah dan bertekanan tinggi terbatasi habitat hidupnya disitu dan tidak akan melampaui batas ke kawasan laut dangkal yang bersuhu hangat dan bertekanan rendah. Ikan tersebut mempunyai pertumbuhan organ tubuh yang khas untuk mendukung hidupnya. Organ tubuh ikan dan komposisinya yang khas tersebut menjadikan kita pun dapat

memperoleh manfaat yang banyak dari mereka.38

Salah satu ikan yang memiliki bentuk fisik dan perilaku yang unik yakni ikan kebeku. Masih termasuk kerabat erat dengan

ikan butal (marga Tetraodontiformes). Ikan kebeku (mola-mola

atau sufish) adalah ikan dengan bentuk tubuh yang sangat unik.

Hampir menyerupai setengah lingkaran dengan sirip punggung dan sirip dubur sangat berdekatan dengan ekornya yang sangat pendek dan melebar. Kebeku tinggal di daerah perairan terbuka

35

M. Qurais Shihab, Tafsir al-Misbah, hlm. 500-501

36

M. Qurais Shihab, Tafsir al-Misbah, hlm. 502

37

Rokhimin Dahuri, Keanekaragaman Hayati Laut, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 9

38

(18)

(samudra) dengan iklim tropis. Kebeku dapat mencapai ukuran yang sangat besar (sekitar 4 meter dengan berat 1,5 ton).

Ikan ini dikenal lamban dan sering dijumpai mengambang secara nonaktif dipermukaan laut. Karena sifatnya itu, ikan kebeku relative mudah untuk ditangkap atau tertabrak kapal. Karena dianggap gemar berjemur di bawah teriknya sinar matahari. Dalam literatur berbahasa Inggris, ikan ini sering

dijuluki ‚sunfish‛ atau ‚ikan matahari‛.39

Sementara dari tumbuh-tumbuhan (flora) jenisnya lebih sedikit daripada yang ada di daratan. Tumbuhan tingkat tinggi dilautan didominasi oleh jenis ganggang laut atau yang lebih dikenal dengan rumput laut. Ada 4 jenis ganggang laut yang bisa dijumpai, yaitu ganggang biru-hijau, ganggang hijau, ganggang coklat, ganggang merah. Dikelompokkan berdasarkan warna

tersebut, habitatnya pun tidak seragam.40

Ada banyak manfaat yang bisa diambil dari ganggang laut, misalnya dimanfaatkan untuk berbagai macam kebutuhan antara lain, dapat dimanfaatkan untuk makanan dan sayuran. Bisa digunakan untuk bahan mentah industri yang digunakan sebagai bahan tambahan dalam pengolahan makanan, minuman, farmasi,

kosmetik, dan tekstil.41

2. Sumber Pembangkit Listrik

Berdasarkan penafsiran QS. al-Thur: 6 di atas, kedua tokoh berpendapat bahwa adanya suatu tempat di bawah laut yang berisikan bara api. Sehingga temperatur dari air di laut menjadi berbeda dari laut lainnya. Sebagian ulama berpendapat dan menetapkan bahwa bumi itu seluruhnya seperti semangka, dan kulitnya seperti kulit semangka. Artinya bahwa perbandingan kulit bumi dan api yang ada di dalam kulitnya itu seperti kulit semangka dengan isinya. Sebab itu, sekarang kita sebenarnya berada di atas api yang besar, yakni di atas laut yang dibawahnya

39

Susilo Soekardi, Tauhid Nur Azhar, Air Dan Samudra: Mengurai

Tanda-Tanda Kebesaran Allah di Lautan, (Solo: Tinta Medina, 2012), hlm. 118

40

Susilo Soekardi, Tauhid Nur Azhar, Air Dan Samudra, hlm. 86

41

(19)

penuh dengan api dan laut itu tertutup kulit dengan kulit bumi

dari segala penjurunya.42

Dari waktu kewaktu, api itu naik ke atas laut yang sangat tampak pada waktu gempa dan pada waktu gunung berapi meletus. Seperti gunung berapi Visofius yang meletus di Italia pada tahun 1909 M. yang telah menelan kota Mozaina, dan gempa yang telah terjadi di Jepang pada tahun 1952 M. yang memusnahkan kota-kotanya sekaligus.

Peneliti Steven R. Ramp dan Ching-Sang Chiu tahun 2001 yang mengamati kondisi dilautan sebelah timur Jepang mencatat suatu keadaan yang mereka anggap sangat dramatic, yaitu pada

tempat bertemunya dua macam arus laut: East Korean Warm

Current (EKWC) yang hangat dan mengalir ke utara dengan North Korea Cold Current (NKCC) yang dingin dan mengalir ke

selatan. NKCC mempunyai temperatur kurang dari 40C sedangkan

EKWC bersuhu lebih dari 160 C. Perbatasan dua macam laut ini

mengakibatkan terjadinya salah satu pertemuan yang paling kuat. NKCC pada lokasi itu menghujam masuk (bersubduksi) kebawah EKWC diselatan titik pertemuan. Akibatnya, pada bagian ini

terjadi thermocline atau perbedaan tempetarur yang mencolok

pada kedalaman yang sangat dangkal, yaitu suhu permukaan air

laut yang lebih besar dari 200C dan suhu yang kurang dari 40C

pada kedalaman hanya 40 meter. Padahal thermocline umumnya

terjadi di laut dalam pada kedalaman sekitar 200-500 meter. Pada

tempat yang mempunyai perbedaan suhu air laut sekitar 200C dan

sangat dangkal seperti ini, sangat ideal dibuat pembangkit listrik tenaga konversi panas atau OTEC yang juga menghasilkan air

tawar dari sistem deselinatasi OTEC ini.43

Jadi lautan yang mempunyai volume air kurang lebih dari 1.370.323 kilometer kubik adalah batrai raksasa yang menyimpan tenaga listrik tak terbatas. Insya Allah dimasa depan dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi manusia akan mampu menghidupkan

42

Depatermen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang

Disempurnakan),(Jakarta: Depatermen Agama RI, 2010), hlm. 496-497

43

(20)

seluruh lampu dimuka bumi sehingga dapat mencukupi kebutuhan

listrik manusia saat ini.44

D. Kesimpulan

Penafsiran tentang laut menurut Tantawi Jauhari dan Fakhr

al-Din al-Razi yaitu meliputi pertama, yang menyebabkan kedua

jenis lautan tersebut tidak saling mempengaruhi satu sama lain dikarenakan adanya pembatas, baik itu pembatas yang bersifat Ilahiyah ataupun dikarenakan oleh karakteristik airnya

masing-masing. Kedua Fenomena berikutnya yakni adanya lautan yang

terpanaskan. Di dalam lautan terdapat sebuah ruang yang berisikan bara api. Tetapi ada juga yang memahami lautan tersebut pernah dijadikan Nabi Yunus untuk berkholwat kepada Allah swt. Dan ada pendapat juga yang mengatakan lautan di langit juga ada yang dinamakan demikian.

Kontekstualisasi penafsiran kedua tokoh dengan konteks kekinian, diantaranya terdapat perbedaan jenis flora dan fauna dan ditemukannya sumber energi baru yakni pembangkit listrik yang mengandalkan dari perbedaan temperatur dari fenomena lautan itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Haryono Sudarmojo, Menyibak Rahasia Sains Bumi Dalam

Al-Qur’an, (Bandung: Mizania, 2008)

Agus S. Djamil, al-Qur’an Menyelami Rahasia Lautan, (Bandung: Misan, 2012)

Ahmad As-Showway, Mukjizat al-Qur’an dan as-Sunnah Iptek,

(Jakarta: Gema Insane Press, 1995)

44

Agus Haryono Sudarmojo, Menyibak Rahasia Sains Bumi Dalam Al-Qur’an,(Bandung: Mizania, 2008), hlm. 83

(21)

Depatermen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsîrnya, (Edisi Yang Disempurnakan), (Jakarta: Lentera Abadi, 2010)

Depatermen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005) Fakhr al-Din al-Razi, Tafsîr Mafatihul Ghaib, (Beirut: Dar al-Fikr,

1990)

Jalal al-Din al-Suyuti, al-Itqan Fi Ulum al-Qur’an, (Madinah: Mujamma‛ Malik Fahd Li Thiba’ah Mushaf al-Syarif, 1426)

Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Tafsîrnya, (Jakarta: Lentera

Abadi, 2010)

Muhammad Yusuf, Skripsi: Hakikat Tafsir Ilmi didalam Tafsir al-Jawahir Karya Tantawi Jauhari, (Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2000)

M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsîr: Syarat, Ketentuan dan Aturan Yang Patut Anda Ketahui Dalam Memahami Ayat-Ayat al-Qur’an, (Tanggerang: Lentera Hati, 2013)

---, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran

Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1998)

---, Mukjizat al-Qur’an, (Bandung: Mizan, t.th)

---, Tafsîr al-Mishbah: Pesan, Kesan dan

Keserasian al-Qur’a, (Tanggerang: Lentera Hati, 2006) Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur’an Mengerti

Mukjizat Ilmiah Firman Allah, (Jakarta: Zaman 2014)

Rokhimin Dahuri, Keanekaragaman Hayati Laut, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2003)

Suryono, Pengetahuan Hutan, Tanah, dan Air Dalam Perspektif

al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, t.th)

Susilo Soekardi, Tauhid Nur Azhar, Air Dan Samudra: Mengurai

Tanda-Tanda Kebesaran Allah di Lautan, (Solo: Tinta Medina, 2012)

Tantawi Jauhari, al-Jawahir Fi Tafsîr al-Qur’an al-Karim, (Kairo: Mustafa al-Babi Wa Al-Halbi,1351)

(22)

---, Al-Jawahir fi Tafsîr al-Qur’an al-Karim, (Mesir: Darul Ulum, 1351)

Zaghlul Ragghib M. Al-Najjar, Mukjizat al-Qur’an dan as-Sunnah Tentang Iptek, (Jakarta: Gema Insane Press, 1995)

http://makalahpendidikanislamlengkap.blogspot.co.id/2015/07/taf

sir-al-kabir-mafatihul-ghaib-karya.html?m=1 (diakses

pada 18 April 2018 pukul:19-17wib)

Indra Setiawan, ‚Danau Labuan Cermin Keajaiban Dua Rasa‛, http://www.backpackerborneo.com/2013/08/danau-labuan-cermin-keajaiban-dua-rasa.html (Jum’at, 20 Juli 2018, 19:15)

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan pandangan kedua mufassir dalam menafsirkan surat al-Isra ayat 24 ini menurut penulis sangat menarik untuk dikaji dan diteliti lebih lanjut, adapun alasan

Persamaan dari kedua penafsiran adalah; kedua mufassir memiliki pandangan yang sama dalam merumuskan konsep pendidikan anak yang terangkum dalam surat Luqman ayat

Setelah melakukan kajian pustaka, penulis menyimpulkan bahwa belum ada karya yang secara khusus membandingkan pendekatan sastra yang digunakan oleh kedua tokoh ini untuk

Berbasis pada makna teks, kedua ayat di atas setelah penetepan nut}fah di dalam rahim maka terjadilah proses pembentukan janin di dalamnya yakni, fase ‘alaqoh, fase mudghah

Secara garis besar dapat disimpulkan terdapat 8 indikator nilai-nilai pendidikan multikultural yang telah dikaji dalam surat ar-rum ayat 22 dan surat al-Hujurat ayat 13, yakni perbedaan