Jurnal Peternakan Indonesia., I 2(2) : I 42- I 49,2007 ISSN:1907-1760
Pembiakan Cacing Tanah Perionyx Excavatus Dengan
Teknik
Vermikultur Limbah
Peternakan Dan Pengaruhnya
TerhadapPupuk Kandang Yang Dihasilkan
Yumaihana
Jurusan Nutrisi Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang
Abstract
The life cycle of earthworm Perionyx excsvatus in the foces of livestock animals hss been studied
and
had potency to depredate the animal wastes through vermiculture process. Optimallive
environmental conditions were needed to achieve the optimal vermiculture process. Therate of
growth and reproductionof
the worm depended mainlyon
theavailability of
nutition
in
the medium.In
this experiment,four dffirent
animal feces were used as vermiculture media, e.g. cattle, horse, rabbit and chicken. The increaseof
body length was measured as the growth rate function of the worm P. excavagatus. The changeof
temperature,pH
and humidityof
medium were meesuredas
the factors affecting the growthrate.
Thesefactors
were importantin
research obiectives, i.e.production of eartlworm biomass for poultry feedstuff and of high quality biofertilizer by using animal wastes as vermiculture medium. Feces of cattle and rabbit were found the best medium of vermiculture. P.excavagus cultivated in the feces of both animals showed the
fast
similar growth rate. The growth rale of P.excavagus infour dffirent
medium could be ordered as follows: cattle feces> rabbit feces>horse feces. Feces of chicken wasfound not
suitablefor
earthworm media becauseof
lowpH.
Biofertilizerfrom
the vermiculture could be producedin
relatively short timeperiod with
better physical characteristic in compare to the normal biofertilizer.Key words: earthworm P. excavagatus, biofertilizer, vermiculture process.
Pendahuluan
Cacing
tanah
merupakanorganisme
yang
memiliki
potensisangat
besar dalam
kehidupannya.Pada
studi literatur telah
diketahuimanfaat cacing tanah dalam ilmu
pengobatan dan pangan. Masyarakatcina telah lama menggunakan cacing
tanah
sebagai
obat
tradisional, sementaradi
Indonesia
juga
telahdimanfaatkan
untuk
mengobatidemam
tifoid
dan stroke. Bahkan diJepang, Hongaria, Thailand,
Filipina
dan Amerika
Serikat
selain
untukpengobatan
dan
bahan
kosmetik,sebagian masyarakatnya menjadikan
tepung cacing tanah
sebagai bahanmakanan
manusia..
Protein
yang
terdapat
dalam cacing
tanahmengandung
asam amino
esensialyang
kualitasnyamelebihi
ikan
dandaging
(Sajuthi, et, al,
2003).
Darianalisis
kandungan
nitrogen
kasar,58
sampai78
%
dari
bobot
keringcacing tanah
adalahprotein.
Selainitu
cacing tanah diketahui
rendah lemak hanya 3 sampail0
persen daribobot
keringnya.
Berdasarkan data tersebut caing tanah sangat potensial sebagai pakan temak dan aman untukdikonsumsi.
Cacing tanah
jenis
Perionyxexcavatus merupakan
hewanpengurai
yang hidup
di
bawahtumpukan daun
gugur
dan tempat*
tempat
lain
yang lembab.
Memiliki
kemampuan
untuk
mendegradasisenyawa
organik
yang
kompleksmenjadi
lebih
sederhana sehinggadapat dimanfaatkan organisme lain. P. excavatus merupakan cacing tanah
yang
banyak terdapat
di
daerah tropis.Vermikultur
adalah pembiakancacing
dengan menggunakan mediatumbuh yang
cocok.
Tanah
hasilpenguraian
disebut kascing
atau pupuk kandang.Teknik
ini
sederhanadan
bisa untuk
mengolah
limbah peternakan. Beberapafaktor
sepertisuhu
lingkungan,
kelembaban,cahaya matahari
dan
hewan pengganggu perlu diperhatikan untukmcndapatkan
reproduksi
danpertumbuhan
yang
maksimum.Variasi
kotoran
sebagaimedia
bisamempengaruhi pertumbuhan cacing tanah terutama
P.
excavatzzs.Hal
ini
menyangkut
pada
kenyamananterhadap senyawa buangan
padakotoran dan.juga kemampuan dalam
mengantisipasi
bakteri
yang
adadalam kotoran
tersebut.
Narnunsistem kekebalan
tubuh
cacing yangsangat kompleks
dan
sangatmendukung
bisa
menjadi
nilai
tambah dalam
penguraian
kotoran menjadi pupuk organik dalam wakturelatif lebih
pendek
dibandingdengan fermentasi.
Berdasarkan
penelitian
penda-huluan,
diketahui
bahwa
P.excavatus
memiliki
sifat anti
bakteri terhadap beberapa spesies (bakteri)disamping
kandungan
proteinnyayang
tinggi.
Penelitian
lanjutanperlu
dilakukan dan
dikembangkan.Saat
ini
penelitian difokuskan
padapembiakan
cacing
tanah
sebagaisumber pakan unggas
denganmemanfaatkan
kotoran
ternaksebagai
media
vermikultur
danmelihat pengaruh penguraian kotoran
oleh
cacing tanah
terhadap
mutu pupuk organik sebagai hasil ikutan.Materi
dan MetodeMateri
Penelitian
Cacing tanah
Perionyxexcavatus
dari
CV
Osa
Perdana, Bandung.1.
Alat
-
alatBaskom
baskom
plastikukuran
besar
untuk
membiakkantanah, sekop
untuk
mengatur aerasimedia,
autoclave,
tabung
reaksi, sarung tangan, masker, cawan patri,jarum
ose,
bunsen
untuk
menjagalingkungan steril,
pH
meter
untukmengatur
pH
media,
termometeruntuk mengatur suhu. 2. Bahan
Kimia
Bahan kimia
yangdipergunakan
dalam penelitian
ini
mempunyai
kualitas
proanalisis (pa)kecuali disebutkan lain, yaitu Tripton
bakto,
agar
bakto, yeast
(elatrakragi), NaCl,
aquades babasion
dansteril,
aquabides,ethanol,
Na2CO3,NaOH, CuSO+, Na-tartrat.
Metode
Penelitian
Metode
penelitian
meng-gunakan
cacing yang
sudah dewasadengan perlakukan
variasi
lamapergantian
media
1,4,7,10,
16,
19hari.
Peubah
yang diamati
adalahkecepatan pertumbuhan
cacing,
pHkotoran
dan pupuk
kandang
hasilpenguraian
Penelitianini
dilakukanduatahap:
I.
Skala
laboratorium,
setiap 100 gfeses dibiakkan
dua ekor
cacing dengan panjang yangrelatif
sama.II.
Skala lebih
besar,
feses denganpertumbuhan
cacing
paling
baikdipakai
untuk
pembiakan
skalalebih besar agffi didapat
biomassayang
Iebih
banyak
untuk
pakan.Perbandingan
feces
untuk
mediadengan
cacing,
yaitu
I kg
fecesdibiakkan
ke
dalamnya
0,5
kgcacing.
I44 Yumaihana: Pembiakan cacing tanah dengan teknikvermikultur limbah peternakan
Hasil dan
Pembahasan
I.
Skala
laboratorium
P. excavatas
dipelajari
dalambatas skala
labor,
dengan
empatmacam
feces
murni dari
empatjenis
ternak. Penelitian dilakukan
pada suhu
26
C
dan
kelembaban88%. Dari
pengamatan
di
lapangan didapat
beberapa catatanpenting:
.
Feses segar,menyebabkan crcing kabrn dan mati.r
Fesesdipakai
setelahdidinginkan
+3 hari.
.
Feses ayamtidak disukai
cacing.
Media
kering menyebabkan cacingtidak
nyaman danbergerak dan mencari
tempat
Iain.Tabel 1. Pengukuran Puhu dan pH
f,'eces Suhu
('C)
pH
Sapi KudaKelinci
Ayam 18,9 21,7 20,5 19,6 7,20 7,83 7,57 5,94Dari
pengamatan
dapatdilihat bahwa kondisi
dankandungan
zat
kimia
dalam
fesesjelas
berpengaruh. Kotoran
yangbaru
diambil
memiliki
suhu
yangberagam
(tabel 1)
namun
masihberada dalam
batas pertumbuhan
normal cacing
P.
excavatus
yaitu
18
-
30oC.
Kotoran sapi
dankelinci
dikenal
scbagai
facesdingin
karna
fermentasi
terjadi
lama
sehingga
tidak
meng-hasilkan
amoniak dalam jumlah
yang banak sehingga dalam tiga
hari
feces sudah
bisa
dikonsmsi
oleh
cacing.
Sementara
kotoran
kuda dikenal
dengan
feces
panasdimana amoniak terbentuk
cepatJurnal P et ernakan Indones ia, I 2
(l
: I a 2 - I 4 9, 2 007dalam
jumlah
banyak
sebagaiakibat dari
fermentasi
yang
berlangsung
cepat.Kandungan
amoniak
dalam
feces memberikan
suasana
yangtidak
nyaman terhadap
cacing.
Dalam perlakuan
ekstrim
cacing
dibenamkan
ke feces,
bisa
mengakibatkan
kematian.
Se-nyawa
-
senyawa dan
materi
sisametabolisme
juga
menghasilkan
pH
yang
beragam,
dimana
sangatmempengaruhi
daya
kosumtif
P.excavatus.
Kotoran
sapi
memiliki
pH
normal, kotoran
kelinci
memiliki
pH
mendekati
normal,
sementarakotoran kuda
memiliki
pH
yangsedikit
basa
dan
kotoran
ayammcmiliki
pH
asam.
Nilai
pH
kotoran
sangatberperan
terhadapkenyamanan
makan
cacing
P.excavatus. Berdasarkan
penelitian
yang dilakukan oleh
Shivri
farm,
cacing
bisa bertahan
hidup
lebih
lama
pada
media
basa
daripada
media tanah yang
diberi
perlakuan
kimia. Tiga
kotoran
pertama
yaitu
sapi,
kelinci,
dankuda, cukup menarik bagi
cacing.Ini terlihat dari
keagresifan
cacing begitu
diletakan
dalambaskom
berisi
kotoran
tersebut. Padakotoran
ayam,
cacing
hanyamenempatinya
di
hari
pertama
saja,
untuk hari berikutnya
cacing
sudah
bermigrasi
ke tempat
lain.
Kenyamanan
cacing
dalammedia feces
juga
dipengaruhi
oleh
kelembaban
media.
Media
feces yang hampir
kering
segeraditinggalkan
cacing.
Permukaanfeces
yang
mengerasmemberikan
pengaruh
negatif
terhadap cacing.
Jika terlalu
banyak
air
pada
fecesjuga
menyebabkan
cacing
kabur
karena kurangnya
kantong
udarauntuk
cacing.
Pertumbuhan
cacing
P.excavatus
dilihat dari
Per-tambahan panjangnya.
Kondisi
yang
sesuai
akan
menyebabkancacing
tumbuh dengan cepat
danbisa
mencapai
panjang
mak-simum
20
cm
(penelitian
ter-dahulu,
gambar
tidak
ditampil-kan).
Pada
penelitian
ini
per-tambahan
panjang
cacing
yangdiukur
seiap
tiga
hari,
berke-mungkinan
dapat membuat cacing
stres.
Hal ini terlihat
dari
pertumbuhan
yang lambat,
diban-dingkan
dengan
pertumbuhan
cacing pada
penelitian
pen-dahuluan.
Pertambahan
panjang
cacing
P.
excavatus
dapat
dilihat
pada
Tabel
2.Di
dalam Tabel
2
ini
dapatdilihat bahwa
pertumbuhan
cacing
padafeces sapi
dankelinci
relatif
sama (perbedaan
0,5
cmbisa
diabaikan karena
kontur
tubuh
cacing
yang
bersegmen
-segmen
membuatnya
susahdiukur
secaratepat dan
konstan).
Pertumbuhan
yang
relatif
samadisebabkan
oleh
kondisi
fecesyang
hampir
sama
yaitu
suhu
*
20 "C dan pH
feses
yangmendekati
normal.
Pada
f-eseskuda, setelah
hari
ke
10,
cacing
sudah
tidak
nyaman
lagi
danbergerak
ke
tempat
lain.
Banyak
faktor yang
mempengaruhi
diantaranya tersediaanya
makan-an
(kotoran)
yang
lebih disukai di
dekat medianya,
kelembaban
danpH
yang semakin
tinggi
(basa).Pertumbuhan
cacing
P.excavatus
jugu
diukur
pertam-bahan
berat
badannya.
Tetapi
sifatnya
relatif,
karena
cacing
dengan panjang
yang
sama
bisa
berbeda beratnya
tergantung
jumlah
mengkonsumsi
makanan(Tabel
3).
Cacing
denganpanjang 6
-
8 cm memasuki
masadewasa.
Cacing
mulai kawin
danmenghasilkan kokon.
Tabel 2. Pertumbuhan Cacing (paniang,
cm)Feces Hari 10 13
t6
l9
8,0 7,0 8,0 7.0 7,5 6,5 7,5 5 0 4 4 Sapi 7,0 7,0 5,0 5,0 6,5Kuda ,_4,5
_ 4,5 5.0 7,0 8,5 4,5 5,0 7,0Kelinci
4,5 6,0 8,0 7,5 5,5 4,0 6,5 7,0 7,0 6,0 5,06,0
6,5
6,5Tabel
3.
Pertumbuhan Cacing (berat,mg)
Feces Berat cacing (mg)
t9
16l3
l0
Sapi
t]37
--
23;!
28,54 11-99 39.5039,50
42,86 12,76 20.77 20.77 28.34 28.54 29.10 33.22 Kuda 12,87 18,24 28.34 35^66 13.37 t3.37 18,24 26.74Kelinci
13,37
_1?r$
26.74 J J,J /. 35,67 3s.66 39.50 12,76 12,76 26,74 28,60 28.54Jurnal Peternakan Indonesia, l 2(2) : 1 42- 1 49, 2007
33.18 28,45
146 Yumaihana: Pembiakan cacing tanah dengan teknikvermikultur limbah peternakan )i o a o
-n n a n L-I )-Dari
Tabel
2
dan Tabel
3ielas terlihat
bahwa
pertumbuhan
cacing pada feses
kuda
terganggu. Dengan
kondisi
pH
yang
semakin
basa (Tabel
4)setelah
penguraian
oleh
cacing
dalam
beberapa
hari,
membuatcacing pindah
ke
media
lain.
Naiknya
nilai
pH
disebabkan oleh
meningkatnya kandungan
gugusfungsional
OH
atau
basa
lain
seperti
NH4*.
PadaTabel
4
tidak
tercantum
pertumbuhan
cacing
pada
feses
ayam karena
cacing
segera
bergerak
pindah
setelahdibiakkan
di
feses
ayam
yangmemiliki pH
asam.
Derajat
keasaman
yang
terlalu
tinggi
memberikan
pengaruh
negatif
terhadap
cacing dan
sebaliknya,
derajat
keasaman
yang
rendahmembuat rasa
tidak
nyaman
padamakanan
cacing.Tabel
4.
Suhu danpH Terakhir
Kotoran
Suhu('c)
pH
Sapi 20,3 7,20Kuda
20.2 8,34Kelinci
20,3 7,13Ayam
20,5 5,73Feses
sapi dan
kelinci
yangtelah diolah
oleh
cacing
tidak
mengalami perubahan
suhu
danpH
yang
berarti. Kedua faktor ini
mendekati normal,
dan
ini
berarti
menjelaskan
suasana
yangnyaman
untuk tumbuhnva
cacing.
Berbeda
halnya
dengan
feseskuda yang mengalami
perubahandrastia
padapH menjadi
basa dansuhu
menjadi
mendekati
2O"C.
Diduga
telah terjadi
prosesfermentasi
oleh
mikroorganisme
dalam
feses
kuda
dengan
cepat sehinggapH
berubah.Hasil
kultur.mikroorganis-Jurnal Peternakan Indonesia, 1 2(2) : 1 42- 1 49, 2007
me yang
tumbuh dalam
feses,j.rga
mendukung
hasil
peng-amatan
di
atas.
Secara
visual
terlihat
bahwa feses ayam, yang
tidak
disukai oleh cacing,
teryata
memiliki
jenis
mikroorganisme
yang
lebih
banyak
dibanding
feses
lain
(Gambar
1).Gambar
1. Mikroorganisme
pada fesessapi
(a)
danayam (b)
Kotoran temak
merupakan tempat tumbuh yang sangat baik bagimikroorganisme. Secara alami jasad
renik
ini
berperandalam
fermentasibahan
organik mcnjadi
kompos.Dalam
penelitian
ini
belumdilakukan
isolasi
dan
identifikasimikroorganisme.
II.
Skala lebih besar(Vermikultur
skala besar) Pengamatano I
kg
f-esessapi
dipakai
untuk: 0,5 kg P. excavatuso
Feses diganti setiapI
minggu.o
Cacing dewasa cepat beradaptasidan
mulai
memasuki
masakawin (2 minggu pemeliharaan)
.
Minggu ke 3 mulai mengandungo
Kokon
dan bertelur setelah+
15hari.
o
Tanah kascing yang berisi kokono
Dipisahkan
dari
biomassa
dandibiarkan selama 1 minggu
o Bayi
bayi
cacing
mulai rnenetas,dengan Panjang
+
2cffi,
dihitung
sebagai
panjang awal pengamatan.Bayi
cacing
ditumbuhkan
dalam kotoran sapi, dan
diamati
pertumbuhannya
dan
repro-duksinya.
Uraian
pertumbuhan
cacing dapat
dilihat
dalam
Tabel5.
Tabel
5.Pertumbuhan
danreproduksi
P.excavatus
Hari
Fisiologi
Cacing
0
Bayi
cacing
5
Anak cacing (4
cm)
10
Cacing
mulai
dewasa (6cm)
15
Cacing
dewasa
(8
cm)
Pertumbuhan
berikutnya
dihi-tung
sebagai pertumbuhan
skala besar. Cacing dibiakkan dalam mediafeses
sapi.
Cacing dewasa
cepatberadaptasi
dan
memasuki
masakawin,
mengandungkokon,
bertelurdan
menetas.Cacing
membutuhkanwaktu untuk
bereproduksi
lebihkurang
selama
1
bulan dan
masa penetasan serta pendewasaan3
-
4minggu.
Jadi
dengan
pembiakanawal
1
kg
cacing
dewasa, pada 2bulan
berikutnya biomassa
sudahmenjadi 2 kg.
Kascing yang
dihasilkan
darivermiukultur
ini
ternyata
memiliki
tekstur yang bagus
yaitu
: berbentukgranula kecil
*
kecil
dengankondisi
:r
lembab.
Porositastinggi
.
pH
netral.
kandungan unsurharatinggiTanah
subur
secara
alami disebabkan oleh adanya humus. Padahakekatnya
humus adalah
bahan-bahan organik seperti daun dan buahyang
jatuh
ke
tanah
dan
olehmikroorganisme
tanah
dikonversimenjadi subur. Pupuk tanah
ataupupuk organik
sangat
berperandalam
memperbaiki
sifat-sifat fisik
tanah,
yaitu
memperbaiki
strukturtanah,
daya
meresapkanair
hujan,daya mengikat
air,
tata udara tanah,ketahanan terhadap
erosi dan
lain-lain.
Susunanmaupun
nilai
unsurhara
dari
pupuk
kandang
adalah berbeda-beda.Faktor
-
faktor
yangmempengaruhi
susunan
dan
nilai
pupuk kandang adalah:
jenis
hewan,umur
hewan, kualitas
makananhewan,
jumlah
dan
jenis
alas kandang, dan cara menyimpan.Kesimpulan
.
Cacing tanahP.
excavatus dapatmenguraikan kotoran ternak
dengan cepat .
.
Tingkat
penguraian secaraberurutan
.
F.sapi> f.kelinci >f.
kuda.
Feses ayamtidak
cocokuntuk
MO ini
.
Pupuk kandang yangdihasilkan
memiliki
mutu yanglebih baik
dari pada yang
dikeringkan
biasa.Daftar
Pustaka
Anderson.
R.S.,
(1988).Bacteriostatic
Faklor(s)
in
thecoelomic
fluid
of
Lumbricusterrestris. Dev. Comp. Immum.
148 Yumsihana: Pembiakan cacing tanah dengan teknikvermikultur limbah peternakan
12.189-194.
Baier. K.S.,
and McClements,
D.J.,(2005). Influence
of
cosolventsystems
on the
gelationmechanism
of
globular protein:
thermodynamic.kinetic.
andstructural
aspectsof
globularprotein
gelation.
Comp.Reviews
in
Fond
Science and Food Safety. 4. 43-
53Bauer.
A.W.,
Kirby,
W.M.N.,
Sherris, J.C.,Turck.M.,
(1966)Antibiotic
susceptibility testingby
standardized
single
diskmethod.
Am.
J.Clin.Pathol.45.
493-
496.Blakemore.
R.,
(2001).
Tasmanianearthworm grows second head. Invertebrata. 20.
Cassell.
G.H.,
and
Mekalanos.(2001).
Development of
antimicrobial
agentsin
the
eraof new and
reemerginginfectious
deseases
andincreasing
antibitic
resistance.,JAMA.
285,601
- 605.Chauduri. P.S., and
Bhattacharjee.G., (2002). Capacity
of
variousexperimental
diets
to
support biomassand
reproductionof
Perionyx
excavatus.Bioresource
Technol.
82(Z). 147-150.Cho..JH.,
Park.
C.8.,
Yoon,
G.Y.,Kim,
S.C., (1995). Lumbricin
I, a novel
prolin-rich
antimicrobial
peptidefrom
theearthworm
:
purification,cDNA
cloning and
molecularcharacteization.
Biophys.Acta.
1408.67-76.Cho,
J.H Choi,
E.S., and Lee, H.H.,(2004).
Molecular
cloning,sequencing and expression
of
afibrinolytic
serine-proteasegene
from the
earthworm
L.terrestris. .l.Biochem.Mol.
Biol,
37(5), 574-551.
Cooper,
E.L.,
and Roch.P.,
(2003),Earthworm
immunity a
modelof
immune
competence.Pedobiologia. 47.
Cooper.
E. L.,
Kauschke.
E.,
andCossarizza,
A.,
(20AD.
Digging
for
innate
immunity
sinceDarwin
andMetchnikoff.
Bioassays. 24(4). 3 I 9-333Dhainaut,
A.,
Scaps.
P.,
(2001). Immune defense and biologicalresponses induced
by
toxics
inannelida.
Can.
J.
Zoo.lPtef:Can. Zoo. 7 9(2). 233 -253
Dong.G.Q., et.al., (2004). Molecular cloning and Characterization
of
cDNA
encoding
Fibrinolytic
enzyme-3,
from
earthwormEisenia foetida.
Biochem.Biophys.Acta
sinica
36(4). 303-308.Edwar.
C.A..
Dominguez.
J.,Neunauser.
E.F.,
(1998).(Growth and
reproduction
of
Perionyx
excavatus
(perr.)(Megascolecidae
)
asfactor
inorganic waste
management.Biol. Fertil
Soil27.
155-161 .Engelmann. P., Kiss. J., Csongei.
V..,
Cooper.
8.L.,
Nemeth,
p.,(2004). Earlhworm
leukocyteskill
HeLa,
Hep-Z, PC-12
andPA3l7
cells
in
Vitro.,
J.Biochem. Biophys.
Methodes6t.215-227.
Engelmann, P.,
Molnar.
L.,
Palinkas.L..
Cooper.
8.L.,
(2004).Earthworm leukocytes
populations
specifically
harborlysosomal enzyme
that
mayrespond
to
bacterial
challege.Cell Tissue res., 316. 319-401.
Eue.
.,
Kauschke.E.,
Mohrig.
W.,and
Cooper.
E.L.,
(1998).Isolation and
characterizationof
earthworm hemolysins
andagglutinins.
Dev.
Comp.Immun. 22
(l).13-25.
Alamat korespondensi : Yumaihana, S'Si,
M.Si
Jrnusan