• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chapter II Laju Pertumbuhan Benih Ikan Botia (Chromobotia macracanthus) dengan Pemberian Pakan Cacing Sutera (Tubifex sp.) yang Dikultur dengan Beberapa Jenis Pupuk Kandang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Chapter II Laju Pertumbuhan Benih Ikan Botia (Chromobotia macracanthus) dengan Pemberian Pakan Cacing Sutera (Tubifex sp.) yang Dikultur dengan Beberapa Jenis Pupuk Kandang"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Ikan Botia

(2)

(Sumatera), gecubang (Lampung), biju bana (Jambi), languli (Mahakam) (Suseno dan Subandiah, 2000).

Gambar 2. Ikan Botia (Chromobotia macracanthus)

Klasifikasi ikan botia adalah sebagai berikut (Kottelat, 2004) : Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata Kelas : Pisces

Ordo : Cypriniformes Famili : Cobitidae Genus : Chromobotia

Spesies : Chromobotia macracanthus

(3)

akan keluar apabila merasa ada bahaya. Sirip dada dan sirip perut berpasangan, sirip punggung tunggal dan sirip ekor bercagak dalam.

Warna ikan kuning cerah dengan tiga garis lebar atau pita hitam lebar. Pita pertama melingkari kepala melewati mata, yang kedua dibagian depan sirip punggung dan yang ketiga memotong sirip punggung bagian belakang sampai ke pangkal ekor. Sirip berwarna merah oranye kecuali sirip punggung yang terpotong garis hitam (Satyani dkk., 2006).

Ukuran ikan botia di alam dapat mencapai 30 cm, tetapi jika dipelihara di akuarium ukurannya hanya mencapai 15-20 cm, bahkan pernah ditemukan mencapai ukuran 40 cm (Suseno dan Subandiah, 2000). Menurut Kamal (1992) ikan botia yang tertangkap di Sungai Batang Hari ukuran panjang totalnya mencapai 30,5 cm.

Ekologi dan Makanan Ikan Botia

Distribusi ikan botia hanya terdapat di Sumatera (DAS Batanghari-Jambi dan DAS Musi-Sumatera Selatan) dan di Kalimantan (DAS Kapuas-Kalimantan Barat,

Kalimantan Tengah dan Daerah Aliran Sungai Barito-Kalimantan Selatan) (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2006). Di Sumatera ikan botia menyebar di Sungai

Tulang Bawang (Lampung), Teluk Betung, Sungai Pangabuang, Sungai Musi dan sekitarnya, Sungai Kwanten, Sungai Batang Hari dan Danau Maninjau. Penyebaran ikan botia di Kalimantan yaitu di Sungai Barito, Sungai Kahayan, Sungai Kapuas, Sungai Bongan dan Sungai Mahakam (Weber dan Beaufort, 1916 diacu oleh Kamal, 1992; Suseno dan Subandiah, 2000).

(4)

merupakan habitat ikan botia (Satyani, dkk., 2006). Di alam, ikan botia banyak ditemukan mulai dari hulu sampai ke muara, serta berkumpul di dasar perairan tenang (tidak berarus deras) karena ikan ini cenderung bergerombol atau bersifat schooling.

Menurut Satyani dkk., (2006), anak-anak ikan botia hidup di daerah yang berarus lemah, substrat berupa lumpur dan kekeruhan tinggi dengan kedalaman 5-10 m. Sementara induknya berada di daerah berarus kuat (hulu) yang jernih, substrat berpasir dan berbatu dengan kedalaman maksimum adalah sekitar 2 m. Ikan botia merupakan ikan peruaya yaitu beruaya dari habitat asuhan (hilir) ke habitat induk (hulu). Ruaya mulai dilakukan seiring dengan adanya perubahan kualitas air, pada saat benih ikan berukuran panjang >2 cm. Ruaya mulai dilakukan pada pertengahan musim penghujan yaitu sekitar bulan Januari jika musim penghujan dimulai pada bulan Oktober (Nurdawati dkk., 2006). Di akuarium, ikan ini sangat menyukai tempat berlindung (shelter) dan intensitas cahaya yang rendah di dasar perairan (Sterba 1969 diacu oleh Sari, 2003).

Ikan botia tergolong ikan omnivor yang cenderung karnivor (Samuel dkk., 1994) dan pemakan dasar (Kamal, 1992), menyukai hewan-hewan kecil seperti Tubifex sp., larva serangga, Daphnia sp., jentik nyamuk dan sisa-sisa makanan. Ikan

botia makan pada siang atau malam hari dan dalam mencari makanannya dibantu oleh alat peraba berupa sungut sebanyak empat pasang (Saanin, 1968).

Pakan Alami dan Pakan Buatan

Pakan Alami

(5)

organisme hidup yang menghuni suatu perairan, baik berupa tumbuhan maupun hewan dan dapat dikonsumsi oleh ikan. Jenis-jenis pakan alami yang dimakan oleh ikan sangat bermacam-macam tergantung pada jenis ikan dan tingkat umurnya. Pada saat benih ikan mulai belajar mencari makan dari luar, makanan yang pertama-tama mereka makan adalah plankton yang ukurannya sesuai dengan bukaan mulut benih (Djariah, 1995).

Pakan alami merupakan pakan awal dan utama bagi benih ikan karena memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap. Kandungan gizi yang terdapat dalam pakan alami antara lain protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Nilai kandungan gizi yang cukup tinggi dan baik dalam pakan alami sangat diperlukan oleh benih ikan pada masa kritis untuk hidup dan tumbuh dari fase benih ke fase selanjutnya. Pakan alami yang diberikan kepada benih ikan harus memenuhi syarat antara lain berukuran lebih kecil dari diameter bukaan mulut benih ikan, mengandung kandungan nutrisi tinggi, mudah dicerna dengan baik, dan memiliki warna yang mencolok, dapat bergerak dan terapung atau tersuspensi dalam air sehingga dapat merangsang benih ikan untuk memakannya (Djariah, 1995).

Pakan Buatan (Pakan Komersil)

(6)

itu sendiri, yaitu dapat meningkatkan padat produksi melalui padat penebaran tinggi dengan waktu pemeliharaan yang pendek, dapat memanfaatkan limbah industri pertanian yang berupa sisa-sisa buangan dan rasa pakan buatan dapat kita atur sesuai dengan selera serta kebutuhan yaitu dengan mengatur susunan formulasinya.

Pakan buatan yang diberikan harus mengandung zat gizi yang dibutuhkan ikan untuk menghasilkan energi dan menjaga keseimbangan asupan dalam tubuh. Untuk menghasilkan energi, ikan membutuhkan asupan protein, lemak dan karbohidrat. Untuk menjaga keseimbangan asupan dalam tubuh, ikan membutuhkan vitamin dan mineral (Hoar dkk., 1979).

Biologi Cacing Sutra

(7)

Gambar 3. Cacing Sutera

Menurut Muller (1774), Tubifex sp. dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Filum : Annelida

Kelas : Clitellata Ordo : Oligochaeta Famili : Tubificidae Genus : Tubifex Species : Tubifex sp.

Tubifex sp. merupakan jenis cacing air tawar yang sangat disukai oleh benih-benih ikan. Cacing berwarna merah, karena mengandung erythrocruorin yang larut dalam darah. Pada umumnya cacing ini mengandung asam-asam amino yang cukup lengkap dan biasanya diberikan sebagai makanan ikan hias, pakan alami ini diberikan umumnya untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan laju pertumbuhannya (Scheurman, 1990 diacu oleh Febrianti, 2004).

(8)

tubuh tipis, agak transparan. Sedangkan megadrile merupakan spesies darat, dinding tubuh tebal, umumnya panjang antara 5-30 cm (Suwingnyo dkk., 2005).

Menurut Muliasari (1993), famili Tubificidae memiliki siklus hidup yang relatif pendek, yaitu 42-50 hari dan memiliki fekunditas sebesar 92-340 butir, bertoleransi pada kadar oksigen yang rendah dan mudah berkembang dalam substrat dari sampah-sampah organik yang terbuang, serta dapat bertahan pada keadaan anaerob hingga 48 hari pada suhu 0oC – 20C dan semakin besar temperaturnya semakin kecil kelangsungan hidupnya.

Ekologi dan Makanan Cacing Sutera

Tubifex sp. hidup diperairan tawar jernih sedikit mengalir dengan dasar

mengandung banyak bahan organik sehingga sering ditemukan pada sungai atau danau bersedimen halus. Kondisi dasar perairannya berpasir (41,4%), tanah halus (46%) dan lumpur (11,3%). Cacing dewasa ditemukan pada permukaan sedimen sampai kedalaman 4 cm, sedangkan juvenil ditemukan pada kedalaman hingga 2 cm. Cacing ini akan membenamkan bagian kepala pada dasar perairan sementara bagian ekor disembulkan dari dasar untuk melakukan pernapasan (Djarijah,1995).

(9)

Selain pada kedalaman rendah cacing sutera juga ditemukan pada bagian terdalam danau (Pennak, 1953).

Umumnya jenis oligochaeta yaitu cacing tanah dan tubifex, mendapatkan makanan dengan cara menelan substrat, dimana bahan organik yang melalui saluran pencernaan akan dicerna, kemudian tanh beserta sisa pencernaan dibuang melalui anus. Adakalanya makanan itu terdiri atas ganggang filamen, diatom dan detritus. Oligochaeta banyak tinggal pada lubang-lubang tanah atau didasar lumpur dan sampah tanaman pada aliran air tawar, empang dan danau. Kebanyakan oligochaeta ditemukan pada bahan-bahan organik dan perairan dengan polusi tinggi. Karena pada umumnya oligochaeta dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi oksigen rendah (Wilmoth, 1967).

Tubificid seringkali dihubungkan dengan lingkungan yang tercemar. Jenis cacing tubificid yang dapat berkembang dengan subur pada kondisi tercemar dari cacing Tubifex tubifex dan Limnodrillus hoffmeisteri dengan jumlah kurang lebih sama (Yuherman, 1987). Keberhasilan cacing tubificidae hidup pada lingkungan yang tercemar organik berat adalah karena kemampuannya untuk melakukan respirasi pada tekanan oksigen yang sangat rendah. Laju respirasi Tubifex tubifex hampir tidak terpengaruh pada kadar oksigen terlarut serendah 20% dari kejenuhan udara (Palmer, 1968).

Kultur Cacing Sutera

(10)

pada bahan-bahan organik dan perairan dengan polusi tinggi. Karena pada umumnya cacing Tubifex sp. dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi oksigen rendah (Wilmoth, 1967). Kultur cacing sutera pada dewasa ini sudah mulai mendapat perhatian yang perkembangan budidaya cacing ini mulai dari menggunakan ember dengan bantuan tambahan penyuplai oksigen dengan menggunakan aerasi hingga mengggunakan lahan yang terdapat di alam sebagai wadah kultur (sistem terbuka) dan beberapa peneliti pernah menggunakan sistem resirkulasi dan membuat design wadah sendiri.

Penelitian Febrianti (2004), yang mengkaji tentang pengaruh pemupukan harian dengan kotoran ayam terhadap pertumbuhan populasi dan biomassa cacing sutera dengan padat tebar awal 150 individu/wadah dimana ukuran wadah yang dipakai 80 x 20 x 15 cm dan diperoleh hasil tertinggi pada dosis pupuk 1 kg/m2/hari dengan jumlah populasi 213.415 individu/m2 dan biomassa sebesar 292 g/m2 pada masa pemeliharaan 40 hari.

Sedangkan Febriyani (2012), meneliti juga mengenai Tubifex sp. dimana mengkaji tentang padat penebaran yang berbeda dengan sistem terbuka dengan wadah kultur 100 x 25 x 20 cm. Memperoleh hasil tertinggi dengan padat penebaran 4.600 individu/m2 dengan populasi 447.904 individu/m2 dan biomassa sebesar 2.239,52 g/m2 pada masa pemeliharaan 40 hari. Dengan laju pertumbuhan biomassa didapati sebesar 55,41 g/m2/hari dengan kondisi dosis pemberian pupuk sebesar 1 kg/m2/hari.

Pengaruh Pemupukan

(11)

yang berbeda baik frekuensi maupun jumlah setiap pemberian pupuk secara langsung akan mempengaruhi bahan organik dalam media. Tingginya bahan organik dalam media akan menyebabkan jumlah bakteri dan partikel organik hasil dekomposisi oleh bakteri sehingga dapat meningkatkan jumlah bahan makan pada media yang dapat mempengaruhi populasi dan biomassa cacing (Syarip, 1988).

Teknologi fermentasi juga dapat digunakan sebagai cara untuk meningkatkan produktivitas cacing sutera. Penggunaan pupuk yang difermentasi memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pupuk kandang yangtidak difermentasi. Hal ini dapat dilihat dengan membandingkan hasil penelitian Fadillah (2004) yang menggunakan pupuk kotoran ayam yang difermentasi dengan Febriyanti (2004) yang menggunakan pupuk kotoran ayam kering tanpa difermentasi. Pada penelitian Fadillah (2004) diperoleh hasil hasil terbaik sebesar 1.720 g/m2, sedangkan Febriyanti (2004) memperoleh hasil terbaik 292 g/m2. Pupuk yang dapat digunakan untuk budidaya cacing sutra bermacam- macam, Findy menggunakan kotoran sapi, sedangkan Fadillah (2004) dan Febriyanti (2004) menggunakan kotoran ayam. Selain kedua pupuk tersebut, dapat juga digunakan kotoran domba.

Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup

(12)

buangan metabolit. Apabila jumlah ikan melebihi batas kemampuan suatu wadah maka ikan akan kehilangan berat. Selain itu persaingan dalam hal makanan sangat penting karena kompetisi untuk memperoleh makanan lebih tinggi pada padat penebaran yang lebih tinggi dibandingkan padat penebaran yang lebih rendah. Oleh karena itu, pada padat penebaran lebih tinggi ukuran ikan lebih bervariasi sedangkan padat penebaran yang lebih rendah relatif seragam dan ukurannya lebih besar (Serdiati, 1988).

Sebagai data penunjang pertumbuhan diperlukan data kelangsungan hidup. Kelangsungan hidup adalah perbandingan jumlah organisme yang hidup pada akhir periode dengan jumlah organisme yang hidup pada awal periode (Effendie, 2004). Tingkat kelangsungan hidup dapat digunakan untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup. Dalam usaha budidaya, faktor kematian yang mempengaruhi kelangsungan hidup larva atau benih. Mortalitas ikan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam tubuh ikan yang mempengaruhi mortalitas adalah perbedaan umur dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Faktor luar meliputi kondisi abiotik, kompetisi antar spesies, meningkatnya predator, parasit, kurang makanan, penanganan, penangkapan dan penambahan jumlah populasi ikan dalam ruang gerak yang sama. Kematian ikan dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah oleh kondisi abiotik, ketuaan, predator, parasit, penangkapan dan kekurangan makanan (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010).

(13)

yang optimal dan kelangsungan hidup yang maksimal. Tingkat kelangsungan hidup akan menentukan produksi yang diperoleh dan erat kaitannya dengan ukuran ikan yang dipelihara. Ikan yang lebih kecil akan rentan terhadap penyakit dan parasit. Kelangsungan hidup ikan disuatu perairan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor diantaranya kepadatan dan kualitas air. Umumnya laju kelangsungan hidup benih lebih tinggi dibandingkan larva, karena benih lebih kuat (Effendi, 2004).

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April tahun 2014, dan dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis Budidaya, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Kultur Cacing Sutera

(14)

yang digunakan adalah papan, terpal/plastik hitam, pompa air, pipa paralon, saringan halus, tali plastik, ember, gayung plastik, sarung tangan, masker, gelas ukur, selang, timbangan dan pompa air.

Perlakuan dengan Ikan Botia

Bahan-bahan yang digunakan pada budidaya ikan botia antara lain benih ikan botia ukuran 3-4 cm, oxytetracyline (OTC) dan pelet ikan hias. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah akuarium, aerator, pipa paralon, pompa air, kertas karton, plastik putih, saringan busa, selang sipon, dan mangkok.

Pengamatan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan pada saat pengamatan antara lain cacing sutera dan benih ikan botia. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah kertas milimeter blok, timbangan analitik, pH-meter, DO-meter, termometer, penggaris, saringan kasar, kamera digital, buku catatan, dan alat tulis.

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Kultur Cacing Sutera

Persiapan Wadah

(15)

tumpah dari wadah kultur cacing sutera akan ditampung dalam bak penampungan yang terbuat dari kotak kayu dengan alas terpal atau plastik dengan pompa untuk mengaliri air kembali kedalam bak tandon.

Persiapan Pupuk Organik Cair

Kotoran yang digunakan adalah kotoran ternak ayam, sapi, dan domba. Kotoran yang digunakan merupakan kotoran sekam. Kotoran ayam berasal dari peternakan ayam Kandang Baru (TAMORA), kotoran domba berasal dari jurusan peternakan Fakultas Pertanian USU, sedangkan kotoran lembu berasal dari kandang sapi masyarakat lokal daerah Simalingkar B, Medan Sumatera Utara. Kotoran sekam kemudian dibersihkan terlebih dahulu hingga menjadi bersih dari sampah, kemudian timbang dengan perbandingan 1:1 yaitu sebanyak 1 kg kotoran, diberi air sebanyak 1 liter. Kemudian diaduk sehingga kotoran tercampur merata dengan air, setelah diaduk merata kemudian dimasukkan kedalam ember dan ditutup selama 10 hari untuk proses fermentasi. Pupuk organik cair yang digunakan untuk pemupukan kultur cacing sutera sebanyak 2 liter pupuk per hari dengan pemberian sekali dalam sehari. Pembuatan pupuk organik cair masing-masing kotoran ternak dilakukan secara langsung sebanyak 20 kg pupuk dan dicampur dengan 20 liter air.

Kultur Cacing Sutera

(16)

dimana 100 g untuk 1 wadah kultur. Wadah kultur yang pertama diberi pupuk organik cair kotoran ayam, wadah kultur yang kedua diberi pupuk organik cair kotoran domba, dan wadah kultur yang ketiga diberi pupuk organik cair kotoran sapi. Cacing sutera yang sudah ditebar akan dipupuk dengan masing-masing 2 liter pupuk organik cair per hari dan dipupuk selama 50 hari pemeliharaan.

Persiapan Panen Cacing Sutera

Cacing sutera dipanen ketika sudah dikultur selama 20 hari pemeliharaan. Pemanenan cacing sutera dengan cara mengambil substrat dengan menggunakan ember kemudian dipisahkan antara cacing dan substrat dengan menggunakan saringan dan cacing sutera diambil dengan menggunakan tangan dan dipisahkan ke wadah pemanenan. Cacing yang telah dipanen kemudian dibersihkan dengan air mengalir sehingga diperoleh cacing yang siap menjadi pakan pada pemeliharaan benih ikan botia. Hal ini terus dilakukan hingga diperoleh jumlah cacing sutera yang diinginkan.

Persiapan Pemeliharaan Benih Ikan Botia

Persiapan Wadah Pemeliharaan

Wadah untuk penelitian benih ikan botia menggunakan 15 buah akuarium dengan ukuran 60 x 40 x 40 cm yang diisi air sebanyak 72 liter serta dilengkapi dengan aerator sebagai penyuplai oksigen.

Penebaran Ikan Botia

(17)

sampai di unit pelaksana teknis budidaya terlebih dahulu di aklimatisasi pada bak penampungan sementara dengan menggunakan aerasi tanpa penggunaan sistem resirkulasi dan diberi oxytetracyline (OTC) dengan dosis 0,01 mg/l dengan air yang telah diendapkan selama kurang lebih 3 hari dan aerasi berjalan 24 jam setiap harinya.

Perlakuan Pemberian Pakan

Dalam penelitian ini yang menjadi pakan benih ikan botia adalah cacing sutera yang tidak diberi pupuk, diberi berbagai jenis pupuk organik cair (kotoran ayam, sapi dan domba) dan pelet ikan hias. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 1 kali sehari yaitu pada pukul 08.00 WIB dengan frekuensi pakan yang diberikan secara ad libitum atau sekenyang-sekenyangnya. Perlakuan pertama yang dilakukan ialah dengan menguji coba pemberian pakan dengan jumlah 0,1 g, 0,2 g, 0,4 g, 0,5 g, dan 1 g. Dan diamati jumlah makanan yang habis dan bersisa selama 8 jam, dan 1 g didapati sebagai hasil pakan yang dikonsumsi 10 ekor ikan botia dalam waktu 8 jam, sehingga diberikan jumlah pakan 3 g (menggunakan timbangan analitik) perhari dalam frekuensi 1 kali sehari.

Pengukuran Panjang dan Berat Ikan Botia

(18)

untuk kelangsungan hidup benih ikan dilakukan perhitungan ikan pada awal penelitian dan pada akhir penelitian terhadap keseluruhan jumlah ikan.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan, masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali ulangan, dimana dijelaskan sebagai berikut :

1. Kultur tubifex pemberian fermentasi kotoran ayam (KTPFKA) 2. Kultur tubifex pemberian fermentasi kotoran sapi (KTPFKS) 3. Kultur tubifex pemberian fermentasi kotoran domba (KTPFKD) 4. Tubifex tanpa perlakuan (TTP)

5. Pelet ikan hias (PIH)

Analisis Data

Data percobaan dianalisis dengan menggunakan Microsoft Excel dan hasil data percobaan ditabulasikan dengan ANOVA. Data tersebut akan dijelaskan secara deskriptif. Sedangkan model rancangan percobaan yang digunakan yaitu sebagai berikut :

Yij = μ + δi + εij (Steel dan Torrie, 1982) Keterangan : Yij = Hasil Pengamatan

μ = Nilai Tengah

δi = Nilai tambah akibat perlakuan

(19)

Parameter Pengamatan

Tingkat Kelangsungan Hidup

Pertambahan bobot mutlak ikan dihitung dengan rumus (Goddard, 1996) :

SR (%) = Nt

No x 100 %

Keterangan :

SR = Tingkat kelangsungan hidup (%)

Nt = Jumlah ikan yang hidup pada akhir penelitian (ekor) No = Jumlah ikan yang hidup pada awal penelitian (ekor)

Pertambahan Panjang Mutlak

Pertambahan panjang mutlak ikan uji dihitung mengikuti rumus yang digunakan oleh Effendie (1997) :

∆L = Lt−Lo

Keterangan :

L = Pertambahan panjang mutlak (cm)

Lt = Panjang rata-rata individu pada waktu t (cm)

Lo = Panjang rata-rata individu pada awal penelitian (cm)

Pertambahan Bobot Mutlak

Pertambahan bobot mutlak ikan dihitung dengan mengikuti rumus Effendie (1997) :

∆t = Wt−Wo

Keterangan :

(20)

Wt = Berat rata-rata pada waktu ke t (g) Wo = Berat awal penebaran benih (g)

Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian ikan uji dihitung mengikuti rumus Effendie (1997) :

G = (LnWt−LnWo)

t x 100 %

Keterangan :

G = Laju Pertumbuhan Spesifik (%) Wt = Berat ikan pada akhir penelitian (g) Wo = Berat ikan pada awal penelitian (g) t = Waktu pemeliharaan (hari)

Kualitas Air

Pengamatan parameter kualitas air dilakukan setiap pagi hari sebelum pemberian pakan, dikecualikan pada oksigen terlarut yang di ambil setiap 10 hari sekali. Data kualitas air (Tabel 1.) adalah suhu air, DO, dan pH. Untuk menjaga kualitas air agar tetap terkontrol maka dilakukan penyiponan setiap 10 hari sebelum pemberian pakan pada pagi hari. Penyiponan dilakukan dengan cara mengurangi air sebanyak 100% dari tinggi volume air pada akuarium.

Tabel 1. Data Kualitas Air

Parameter Satuan Metode

Suhu oC Pembacaan Skala

Oksigen Terlarut Mg/l Pembacaan Skala

Gambar

Gambar 2. Ikan Botia (Chromobotia macracanthus)
Gambar 3. Cacing Sutera
Tabel 1. Data Kualitas Air

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini selaras dengan hasil komparasi metode EDXRF dengan metode AAS yang memberikan kesesuaian hasil analisis, sehingga menunjukkan bahwa metode analisis

Banyak orang juga yang melihat bahwa pengaruh AIPAC atau kelompok kepentingan Yahudi di pemerintahan Amerika Serikat begitu besar sehingga bisa mempengaruhi

Poros hasil perancangan perlu dilakukan pengujian menggunakan perangkat lunak elemen hingga untuk mengetahui hasil deformasi maksimum poros, tegangan maksimum dan

Azza Kurniawati, D0113016, “ Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor di Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Kabupaten Kediri

Penyakit darah tinggi yang lebih dikenal dengan sebagai Hipertensi.. merupakan penyakit yang mendapat perhatian dari

Team IbW telah mengadakan seminar laporan tahap I untuk kegiatan di Kecamatan Wonoasih yang dihadiri oleh Bapak Sekda beserta staf, Bapak Camat beserta staf, Bapak Lurah dari 3

Agama mempengaruhi dan sistem nilai budaya faktor-faktor ekonomi dan sosial (Suseno 2001: 83). Disamping itu menurut beberapa penelitian, agama dinilai berpengaruh terhadap

Dalam kesempatan lain terungkap pengakuan karyawan dari hasil wawancara pada tanggal 19 September 2007 pukul 12:25 - 15:35 dengan beberapa karyawan di perusahaan