RENCANA
RENCANA PELAKSANAAN PELAKSANAAN PEMBELAJARANPEMBELAJARAN (RPP)
(RPP)
Nama Sekolah
Nama Sekolah : SMP…..: SMP….. Kelas
Kelas / / Semester Semester : : IX IX / G/ Ganjil anjil (1)(1) Mata
Mata Pelajaran Pelajaran : : Bahasa Bahasa IndonesiaIndonesia Materi
Materi Pokok Pokok : : Teks Teks cerita cerita pendek pendek ( ( cerpen)cerpen) Alokasi
Alokasi Waktu Waktu : : 4 4 X40 X40 menitmenit
A.
A. Kompetensi IntiKompetensi Inti
3. Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin 3. Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait
tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadianfenomena dan kejadian tampak mata.
tampak mata.
B.
B. Kompetensi DasarKompetensi Dasar
3.5 Mengidentifikasi unsur pembangun karya sastra dalam teks cerita pendek yang 3.5 Mengidentifikasi unsur pembangun karya sastra dalam teks cerita pendek yang dibaca atau didengar.
dibaca atau didengar.
C.
C. IndikatorIndikator 1.
1. Mengetahui unsur pembangun karya sastra berdasarkan rasa ingin tahunya tentangMengetahui unsur pembangun karya sastra berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
mata. 2.
2. Menyebutkan unsur pembangun karya sastra dalam teks cerita pendek yang dibacaMenyebutkan unsur pembangun karya sastra dalam teks cerita pendek yang dibaca atau di dengar berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, atau di dengar berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata. 3.
3. Mengidentifikasi unsur pembangun karya sastra teks cerita pendek yang dibaca atauMengidentifikasi unsur pembangun karya sastra teks cerita pendek yang dibaca atau di dengar berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, di dengar berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
D.
1.
1. Setelah proses pembelajaran, siswa dapat mengetahui unsur pembangun karya sastraSetelah proses pembelajaran, siswa dapat mengetahui unsur pembangun karya sastra berdasarkan
berdasarkan rasa rasa ingin ingin tahunya tahunya tentang tentang ilmu ilmu pengetahuan, pengetahuan, teknologi, teknologi, seni, seni, budayabudaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
terkait fenomena dan kejadian tampak mata. 2.
2. Setelah siswa mengetahui unsur pembangun karya sastra, siswa dapat menyebutkanSetelah siswa mengetahui unsur pembangun karya sastra, siswa dapat menyebutkan unsur pembangun karya sastra dalam teks cerita pendek yang dibaca atau di dengar unsur pembangun karya sastra dalam teks cerita pendek yang dibaca atau di dengar berdasarkan
berdasarkan rasa rasa ingin ingin tahunya tahunya tentang tentang ilmu ilmu pengetahuan, pengetahuan, teknologi, teknologi, seni, seni, budayabudaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
terkait fenomena dan kejadian tampak mata. 3.
3. Setelah proses pembelajaran, siswa dapat mengidentifikasikan unsur pembangunSetelah proses pembelajaran, siswa dapat mengidentifikasikan unsur pembangun karya sastra teks cerita pendek yang dibaca atau di dengar berdasarkan rasa ingin karya sastra teks cerita pendek yang dibaca atau di dengar berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
kejadian tampak mata.
E.
E. Materi PembelajaranMateri Pembelajaran 1.
1. Pengenalan mengenPengenalan mengenai ai unsur pembunsur pembangun karyangun karya sastraa sastra 2.
2. Pengenalan mengenai unsur pembangun, struktur ,ciri ciri teks cerita pendekPengenalan mengenai unsur pembangun, struktur ,ciri ciri teks cerita pendek 3.
3. Pengenalan teks cerita pendek yang akan dibacakan dan ditentukanPengenalan teks cerita pendek yang akan dibacakan dan ditentukan
F.
F. Model Model dan dan Metode Metode PembelajaranPembelajaran 1.
1. Model PembelajaranModel Pembelajaran -- ScientificScientific
-- Cooperative LearningCooperative Learning 2.
2. Metode PembelajaranMetode Pembelajaran -- CeramahCeramah
-- DiskusiDiskusi
G.
G. Sumber , Alat dan Media PembelajaranSumber , Alat dan Media Pembelajaran 1.
1. Sumber PembelajaranSumber Pembelajaran
--
Teks cerita pendekTeks cerita pendek “Banun” karya Damhuri Muhammad“Banun” karya Damhuri Muhammad--
Modul bahasa Indonesia SMP kelas IXModul bahasa Indonesia SMP kelas IX--
Buku teks bahan ajar kuriBuku teks bahan ajar kurikulum 2013kulum 2013--
Referensi yang menunjangReferensi yang menunjang2.
2. Alat PembelajaranAlat Pembelajaran Media elektronik : Media elektronik :
-
Laptop atau Notebook-
LCD3. Media Pembelajaran
-
Uraian salah satu contoh cerita pendek beserta unsur- unsur pembangun didalam teks cerpen
1. Teks cerpen “Banun” karya Damhuri Muhammad
H. Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 1
Proses Pembelajaran Alokasi
Waktu
Tatap Muka Tugas
Terstruktur Kegiatan Awal Apresepsi:
1. Doa bersama dan mengucapkan salam pembuka
2. Melakukan presensi dan administrasi kelas
3. Menanyakan materi dasar yang telah diterima siswa
sebelumnya Motivasi:
4. Menjelaskan tujuan pembelajaran:
- Siswa dapat mengetahui unsur pembangun karya sastra dalam teks cerita pendek yang dibaca atau di
dengar berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
5. Menyampaikan cakupan materi Kegiatan Inti Eksplorasi
1. Siswa diberikan penjelasan materi mengenai:.
- Pengetahuan mengenai unsur pendukung karya sastra.
- Struktur , ciri ciri dan unsur unsur pembangun di dalam teks certa pendek - Berbagai contoh teks cerita
pendek
2. Siswa diberikan pertanyaan atau diberikan kesempatan untuk bertanya.
3. Siswa diberikan kesempatan untuk menjawab dan menalar mengenai materi secara
mandiri.
4. Siswa diarahkan untuk berdiskusi dengan teman
sebangku.
Elaborasi
5. Siswa memahami tentang unsur pembangun yang ada di dalam
karya sastra.
6. Sisiwa membaca scontoh teks
10 menit
cerita pendek ‘’Banun’’ karya Damhuri Muhammad
7. Siswa mengetahui unsur unsur pembangun karya sastra di
dalam contoh teks cerpen “Banun” karya Damhuri Muhammad
8. Mencari dari berbagai sumber informasi tentang unsur
pembangun karya sastra 9. Beberapa pasangan siswa
mempresentasikan hasil diskusi terkait dengan materi yang diberikan.
10. Selama kegiatan diskusi dan presentasi, siswa diawasi dan
dinilai sikap keaktifannya oleh guru.
Konfirmasi
11. Siswa diberikan konfirmasi dan penguatan oleh guru terhadap
hasil yang telah dihasilkan. 12. Salah satu pasangan siswa
diberi penghargaan atas keberhasilan penguasaan materi, yang bertujuan untuk memotivasi kelompok lain.
10 menit
Kegiatan Penutup
1. Post test
2. Siswa diberikan penjelasan secara singkat mengenai hasil diskusi atau materi.
I. Penilaian
1. Penilaian Proses No. Aspek yang
dinilai Teknik Penilaian Waktu Penilaian Instrumen Penilaian 1 Tanggung jawab Pengamatan Proses pembelajaran Lembar Pengamatan 2. Peduli 3. Responsif 4. Santun 2. Penilaian Hasil Indikator Pencapaian Kompetensi Penilaian
Teknik Penilaian Bentuk Penilain Instrumen Penilaian 1. Mengetahui unsur
pembangun karya sastra dalam teks cerita pendek yang dibaca atau di dengar berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya terkait
fenomena dan
Tes tertulis Tes uraian Portofolio 3. Mengucap salam penutup.
kejadian tampak mata. 2. Menyebutkan unsur
pembangun karya sastra dalam teks cerita pendek yang dibaca atau di dengar berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya terkait
fenomena dan
kejadian tampak mata.
Tes tertulis/lisan Tes uraian/ tanya jawab langsung Portofolio/ lembar penilaian 3. Mengonfirmasikan unsur pembangun karya sastra teks cerita pendek yang dibaca
atau di dengar
berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya terkait
fenomena dan
kejadian tampak mata.
Tes tertulis Tes uraian Portofolio
Karangdowo, November 2016 Mengetahui,
Muchtar Efendi, , S.Pd Muhammad Eko saputra NIP. 19531007 197710 1 003
Lampiran
1. Instrumen penilaian proses
No. NamaSiswa Aspekpenilaian Jumlah Nilai
A B C D Keterangan: A= Tanggungjawab B= Peduli C= Responsif D= Santun
Siswa yang perilakunya menunjukan “ Ya “memperolehskor = 1.
Siswa yang perilakunya menggambarkan “Tidak ” memperolehskor = 0.
Rumus nilai proses
Nili proses = Skor empirik x 100 Skor Max
Keterangan:
Skorempirik = skor yang diperolehsiswamelaluipengamatan proses. Skor max = skormksimal yang diharapkan.
2. Instrumen penilaian tes tertulis
No. NamaSiswa Penilaian Jumlah Nilai
A B
Keterangan:
A = Tugas Individu B = Tugas Kelompok
Rumus nilai tes tertulis = 60% TugasIndividu + 40% TugasKelompok
Penilaianakhir: NA = (60NPr+40Ntes) 100 Keterangan: NA = NilaiAkhir NPr = Nilai Proses Ntes = NilaiTes
Lampiran 1 :
Materi yang akan di bahas :
A. Unsur- unsur yang membangun dalam karya sastra
Pada sebuah karya sastra, terdapat unsur pembangun karya sastra yang terdiri dari unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik. Unsur ekstrinsik suatu karya sastra yakni unsur pembangun yang berasal dari luar karya sastra. Unsur ekstrinsik pembangun karya sastra terdiri dari : biografi pengarang, agama, ilmu, filsafat, ekonomi, latar belakang sosial budaya.
Unsur intriksik suatu karya sastra berarti unsur pembangun yang berasal dari dalam karya sastra. Unsur intrinsik pembangun karya sastra terdiri dari : tema, alur/ plot, latar/ setting, gaya bahasa, tokoh dan penokohan, sudut pandang pengarang atau point of view.
Agar lebih jelas, berikut keterangan mengenai unsur intrinsik dalam karya sastra :
1. Tema
Suatu karya sastra selalu disajikan dengan tema khusus. Tema merupakan gagasan utama yang mendasari suatu cerita atau pokok masalah yang menjadi jiwa dari karya sastra tersebut. Tema karya sastra misalnya tema : remaja, romance, perjuangan, pahlawan, kemerdekaan, kritik sosial, budaya dan lainnya.
2. Alur/ Plot
Alur atau plot adalah rangkaian kejadian yang membentuk suatu cerita. Suatu karya sastra tentu terdiri dari rangkaian-rangkaian peristiwa. Alur plot ini umumny terdiri dari
a) Pengenalan atau pemaparan b) Konflik
c) Penggawatan atau perumitan d) Klimaks
e) Penyelesaian
Jenis-jenis alur ada beberapa macam yakni :
a) Alur maju : yakni alurnya menceritakan peristiwa dengan cara beruturan waktunya. Jadi, ceritanya runtut berdasarkan kronologi waktu.
b) Alur mundur (flashback) : yakni ketika dalam cerita ters ebut terdapat penyelaan urutan secara kronologis dengan peristiwa yang telah terjadi sebelumnya.
Latar atau seting merupakan waktu dan tempat terjadinya suatu peristiwa yang ada di dalam cerita. Latar atau seting dapat berupa latar waktu dan latar tempat. Misalnya saja untuk latar waktu : sebulan yang lalu, setahun yang akan datang, zaman purba, saat ini. Contoh latar tempat misalnya : di toko, di Kota Bandung, di kolam renang, di teras rumah dan sebagainya.
4. Gaya bahasa
ialah penggunaan kata-kata kiasan dan perbandingan yang tepat untuk mengungkapkan sesuatu maksud agar membentuk pemilihan bahasa yang tepat. Biasanya masing-masing pengarang memiliki cara pemilihan gaya bahasa sendiri-sendiri.
5. Tokoh dan penokohan
Tokoh merupakan pelaku dalam cerita. Di dalam suatu cerita maka akan terdiri dari para tokoh yang berperan dalam cerita tersebut. Terdapat tokoh utama dan ada pula tokoh tambahan atau sampingan.Sedangkan penokohan disebut juga sebagai perwatakan. Artinya, bagaimana penyajian watak tokoh dalam cerita tersebut.
Misalnnya wataknya jujur, dermawan, judes, pelit dan lainnya.
Tokoh dan penokohan ini pun dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yakni:
a) Tokoh protagonis : tokoh protagonist merupakan tokoh utama atau tokoh sentral dalam cerita. Biasanya, tokoh ini menggambarkan perilaku yang positif.
b) Tokoh antagonis : tokoh antagonis adalah tokoh yang selalu menentang atau berlawanan dengan tokoh protagonist. Umumnya, tokoh antagonis digambarkan
dengan watak yang buruk, meski tidak selalu antagonis memiliki watak negatif.
c) Tokoh tritagonis : tokoh tritagonis adalah tokoh penengah atau pelengkap yang sering muncul untuk menengahi konflik antara tokoh protagonist dan antagonis
6. Sudut Pandang
Sudah pandang pengarang atau poing of view ini menunjukkan posisi pengarang terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerita.
Ada beberapa macam sudut pandang pengarang, meliputi : a) Sudut pandang orang pertama
Pada sudut pandang orang pertama, cirinya pengarang menggunakan orang pertama sebagai tokoh utamanya dengan penuturan lewat tokoh dengan kata “aku”, “saya”, atau “kami”.
b) Sudut pandang pengarang orang ketiga
Pada sudut pandang pengarang orang ketiga, pengarang menggunakan orang
ketiga sebagai tokoh utamanya yang ditandai dengan penggunaan kata “dia” atau “mereka”.
c) Sudut pandang pengarang serba tahu
Pada sudut pandang pengarang serba tahu, pengarang menuturkan segalanya, pengarang serba tahu segala peristiwa yang telah, sedang dan akan dialami oleh tokoh dalam cerita tersebut
B.
Ciri-ciri, struktur, beserta usur pembangun cerpenCiri-Ciri Cerpen :
1. Jalan ceritanya lebih pendek dari novel
2. Sebuah cerpen memiliki jumlah kata yang tidak lebih dari 10.000 (10 ribu) kata 3. Biasanya isi cerita cerpen berasal dari kehidupan sehari-hari
4. Tidak menggambarkan semua kisah para tokohnya, hal i ni karena dalam cerpen yang digambarkan hanyalah inti sarinya saja.
5. Tokoh dalam cerpen digambarkan mengalami masalah atau s uatu konflik hingga pada tahap penyelesainnya.
6. Pemakaian kata yang sederhana serta ekonomis dan mudah dikenal pembaca.
7. Kesan yang ditinggalkan dari cerpen tersebut sangat mendalam sehingga pembaca dapat ikut merasakan kisah dari cerita tersebut.
8. Biasanya hanya 1 kejadian saja yang diceritakan. 9. Memiliki alur cerita tunggal dan lurus.
10. Penokohan pada cerpen sangatlah sederhana, tidak mendalam serta singkat
Lampiran 2 :
1. Bacalah dan cermatilah contoh teks cerpen dibawah dengan baik dan benar?
‘’BANUN”
Bila ada yang bertanya, siapa makhluk paling kikir di kampung itu, tidak akan ada yang menyanggah bahwa perempuan ringkih yang punggungnya telah melengkung serupa sabut kelapa itulah jawabannya. Semula ia hanya dipanggil Banun. Namun, lantaran sifat kikirnya dari tahun ke tahun semakin mengakar, pada sebuah pergunjingan yang penuh dengan kedengkian, seseorang menambahkan kata ”kikir” di belakang nama ringkas itu, hingga ia ternobat sebagai Banun Kikir. Konon, hingga riwayat ini disiarkan, belum ada yang sanggup menumbangkan rekor kekikiran Banun.
Ada banyak Banun di perkampungan lereng bukit yang sejak dulu tanahnya subur hingga tersohor sebagai daerah penghasil padi kwalitet nomor satu itu. Pertama, Banun dukun patah-tulang yang dangau usangnya kerap didatangi laki-laki pekerja keras bila pinggang atau pangkal lengannya terkilir akibat terlampau bergairah mengayun cangkul. Disebut-sebut, kemampuan turun-temurun Banun ini tak han ya ampuh mengobati patah-tulang orang-orang tani, tapi juga bisa mempertautkan kembali lutut kuda yang retak, akibat bendi yang dihelanya terguling lantaran sarat muatan. Kedua, Banun dukun beranak yang kehandalannya lebih dipercayai ketimbang bidan desa yang belum apa-apa sudah angkat tangan, lalu menyarankan pasien buntingnya bersalin di rumah sakit kabupaten. Sedemikian mumpuninya kemampuan Banun kedua ini, bidan desa merasa lebih banyak menimba pengalaman dari dukun itu ketimbang dari buku-buku semasa di akademi. Ketiga, Banun tukang lemang yang hanya akan tampak sibuk pada hari Selasa dan Sabtu, hari berburu yang nyaris tak sekali pun dilewatkan oleh para penggila buru babi dari berbagai pelosok. Di hutan mana para pemburu melepas anjing, di sana pasti
tegak lapak lemang-tapai milik Banun. Berburu seolah tidak afdol tanpa lemang-tapai bikinan Banun, yang hingga kini belum terungkap rahasianya.
Tapi, hanya ada satu Banun Kikir yang karena riwayat kekikirannya begitu menakjubkan, tanpa mengurangi rasa hormat pada Banun-banun yang lain, sepatutnyalah ia menjadi lakon dalam cerita ini.
***
Di sepanjang usianya, Banun Kikir tak pernah membeli minyak tanah untuk mengasapi dapur keluarganya. Perempuan itu menanak nasi dengan cara menyorongkan seikat daun kelapa kering ke dalam tungku, dan setelah api menyala, lekas disorongkannya pula beberapa keping kayu bakar yang selalu tersedia di bawah lumbungnya. Saban petang, selepas bergelimang lumpur sawah, daun-daun kelapa
kering itu dipikulnya dari kebun yang sejak lama telah digarapnya. Mungkin sudah tak terhitung berapa jumlah simpanan Banun selama ia menahan diri untuk tidak membeli minyak tanah guna menyalakan tungku. Sebab, daun-daun kelapa kering di kebunnya tiada bakal pernah berhenti berjatuhan.
”Hasil sawah yang tak seberapa itu hendak dibawa mati, Mak?” tanya Rimah suatu ketika. Kuping anak gadis Banun itu panas karena gunjing perihal Banun Kikir tiada kunjung reda.
”Mak tak hanya kikir pada orang lain, tapi juga kikir pada perut sendiri,” gerutu Nami, anak kedua Banun.
”Tak usah hiraukan gunjingan orang! Kalau benar apa yang mereka tuduhkan, kalian tak bakal mengenyam bangku sekolah, dan seumur-umur akan jadi orang tani,” bentak
Banun.
”Sebagai anak yang lahir dari rahim orang tani, semestinya kalian paham bagaimana tabiat petani sejati.”
Sejak itulah Banun menyingkapkan rahasia hidupnya pada anak-anaknya, termasuk pada Rimah, anak bungsunya itu. Ia menjelaskan kata ”tani” sebagai penyempitan dari ”tahani”, yang bila diterjemahkan ke dalam bahasa orang kini berarti: ”menahan diri”. Menahan diri untuk tidak membeli segala sesuatu yang dapat diperoleh dengan cara bercocok tanam. Sebutlah misalnya, sayur-mayur, cabai, bawang, seledri, kunyit, lengkuas, jahe. Di sepanjang riwayatnya dalam menyelenggarakan hidup, orang tani hanya akan membeli garam. Minyak goreng sekalipun, sedapat-dapatn ya dibikin sendiri. Begitu ajaran mendiang suami Banun, yang meninggalkan perempuan itu ketika anak-anaknya belum bisa mengelap ingus sendiri. Semakin banyak yang dapat ”ditahani” Banun, semakin kokoh ia berdiri sebagai orang tani.
Maka, selepas kesibukannya menanam, menyiangi, dan menuai padi di sawah milik sendiri, dengan segenap tenaga yang tersisa, Banun menghijaukan pekarangan dengan bermacam-ragam sayuran, cabai, seledri, bawang, lengkuas, jahe, kunyit, gardamunggu, jeruk nipis, hingga semua kebutuhannya untuk memasak tersedia hanya beberapa jengkal dari sudut dapurnya. Bila semua kebutuhan memasak harus dibeli Banun dengan penghasilannya sebagai petani padi, tentu akan jauh dari memadai. Bagi Banun, segala
sesuatu yang dapat tumbuh di atas tanahnya, lagi pula apa yang tak bisa tumbuh di tanah kampung itu akan ditanamnya, agar ia selalu terhindar dari keharusan membeli. Dengan begitu, penghasilan dari panen padi, kelak bakal terkumpul, guna membeli lahan sawah yang lebih luas lagi. Dan, setelah bertahun-tahun menjadi orang tani, tengoklah keluarga Banun kini. Hampir separuh dari lahan sawah yang terbentang di wilayah kampung tempat ia lahir dan dibesarkan, telah jatuh ke tangannya. Orang-orang menyebutnya tuan tanah, yang seolah tidak pernah kehabisan uang guna meladeni mereka yang terdesak keperluan biaya sekolah anak. Tak jarang pula untuk biaya keberangkatan anak-anak gadis mereka ke luar negeri, untuk menjadi TKW, lalu menggadai, bahkan menjual lahan sawah. Empat orang anak Banun telah disarjanakan dengan kucuran peluhnya selama menjadi orang tani.
***
Sesungguhnya Banun tidak lupa pada orang yang pertama kali menjulukinya Banun Kikir hingga nama buruk itu melekat sampai umurnya hampir berkepala tujuh. Orang itu tidak lain adalah Palar, laki-laki ahli waris tunggal kekayaan ibu-bapaknya. Namun, karena tak terbiasa berkubang lumpur sawah, Palar tak pernah sanggup menjalankan lelaku orang tani. Untuk sekebat sayur Kangkung pun, Zubaidah (istri Palar), harus berbelanja ke pasar. Pekarangan rumahnya gersang. Kolamnya kering. Bahkan sebatang pohon Singkong pun menjadi tumbuhan langka. Selama masih tersedia di pasar, kenapa harus ditanam? Begitu kira-kira prinsip hidup Palar. Baginya, bercocok tanam aneka tumbuhan untuk kebutuhan makan sehari-hari, hanya akan membuat pekerjaan di sawah jadi terbengkalai. Lagi pula, bukankah ada tauke yang selalu berkenan memberi pinjaman, selama orang tani masih mau menyemai benih? Namun, tauke-tauke yang selalu bermurah-hati itu, bahkan sebelum sawah digarap, akan mematok harga jual padi seenak perutnya, dan para petani tidak berkutik dibuatnya. Perangai lintah darat itu sudah merajalela, bahkan sejak Banun belum mahir menyemai benih. Palar salah satu korbannya. Dua pertiga lahan sawah yang diwarisinya telah berpindah tangan pada seorang tauke, lantaran dari musim ke musim hasil panennya merosot. Palar juga terpaksa melego beberapa petak sawah guna membiayai kuliah Rustam, anak laki-laki satu-satunya, yang kelak bakal menyandang gelar insinyur pertanian. Dalam belitan hutang yang entah kapan bakal terlunasi, Palar mendatangi rumah Banun, hendak meminang Rimah untuk Rustam.
”Karena kita sama-sama orang tani, bagaimana kalau Rimah kita nikahkan dengan Rustam?” bujuk Palar masa itu.
”Pinanganmu terlambat. Rimah sudah punya calon suami,” balas Banun dengan sorot mata sinis.
”Keluargamu beruntung bila menerima Rustam. Ia akan menjadi satu-satunya insinyur pertanian di kampung ini, dan hendak menerapkan cara bertani zaman kini, hingga orang-orang tani tidak lagi terpuruk dalam kesusahan,” ungkap Palar sebelum meninggalkan rumah Banun.
”Maafkan saya, Palar.”
Rupanya penolakan Banun telah menyinggung perasaan Palar. Lelaki itu merasa te rhina. Mentang-mentang sudah kaya, Banun mentah-mentah menolak pinangannya. Dan, yang lebih menyakitkan, ini bukan penolakan yang pertama. Tiga bulan setelah suami Banun meninggal, Palar menyampaikan niatnya hendak mempersunting janda kembang itu. Tapi, Banun bertekad akan membesarkan anak-anaknya tanpa suami baru. Itu sebabnya Palar menggunakan segala siasat dan muslihat agar Banun termaklumatkan sebagai perempuan paling kikir di kampung itu. Palar hendak membuat Banun menanggung
malu, bila perlu sampai ajal datang menjemputnya.
***
Meski kini sudah zaman gas elpiji, Banun masih mengasapi dapur dengan daun kelapa kering dan kayu bakar, hingga ia masih menyandang julukan si Banun Kikir. ”Nasi tak terasa sebagai nasi bila dimasak dengan elpiji,” kilah Banun saat menolak tawaran Rimah yang hendak membelikannya kompor gas. Rimah sudah hidup berkecukupan bersama suaminya yang bekerja sebagai guru di ibu kota kabupaten. Begitu pula dengan Nami dan dua anak Banun yang lain. Sejak menikah, mereka tinggal di rumah
masing-masing. Setiap Jumat, Banun datang berkunjung, menjenguk cucu, secara bergiliran.
”Kalau Mak menerima pinangan Rustam, tentu julukan buruk itu tak pernah ada,” sesal Rimah suatu hari.
”Masa itu kenapa Mak mengatakan bahwa aku sudah punya calon suami, padahal belum, bukan?”
”Bukankah calon menantu Mak calon insinyur?”
”Tak usah kau ungkit-ungkit lagi cerita lama. Mungkin Rustam bukan jodohmu!” sela Banun.
”Tapi seandainya kami berjodoh, Mak tak akan dinamai Banun Kikir!”
Sesaat Banun diam. Tanya-tanya nyinyir Rimah mengingatkan ia pada Palar yang begitu bangga punya anak bertitel insinyur pertanian, yang katanya dapat
melipatgandakan hasil panen dengan mengajarkan teori-teori pertanian. Tapi, bagaimana mungkin Rustam akan memberi contoh cara bertani modern, sementara sawahnya sudah ludes terjual? Kalau memang benar Palar orang tani yang sesungguhnya, ia tidak akan gampang menjual lahan sawah, meski untuk mencetak insinyur pertanian yang dibanggakannya itu. Apalah guna insinyur pertanian bila tidak mengamalkan laku orang tani? Banun menolak pinangan itu bukan karena Palar sedang terbelit hutang, tidak pula karena ia sudah jadi tuan tanah, tapi karena perangai buruk Palar yang dianggapnya sebagai penghinaan pada jalan hidup orang tani.
Tanah Baru, 2010
2. Interprestasikan atau analisislah contoh teks cerpen diatas secara baik dan benar?
Jawaban :
1. Tema
Tema pada cerpen “Banun” adalah keberanian sesorang yang tidak memperdulikan omongan orang lain tentang dirinya demi masa depan dia dan keluarganya. Banun terkenal dengan orang yang kikir namun sebenarnya Banun adalah seorang pekerja keras yang dengan gigih berjuang utuk kehidupan dirinya dan anak -anaknya.
2. Amanat
Amanat pada cerpen “Banun” adalah jangan pernah menilai orang hanya dari kebiasaaan yang dilakukan tanpa pernah tahu apa maksud dan tujuan orang itu melakukannya. Jadilah orang yang selalu bekerja keras dalam melakukan segala
pekerjaan.
3. Alur
Alur cerpen Banun Menggunakan alur campuran karena menceritakan asal-muasal Banun dijuluki BanunKikir.
Kaidah pemplotan dalam cerpen “Banun”
Plausibilitas (kemasukakalan). Plausibilitas yaitu menyaran pada pengertian suatu hal yang dapat dipercaya sesuai dengan logika cerita. Plot sebuah cerita haruslah memiliki sifat plausible, dapat dipercaya oleh pembaca. (Banun menjodohkan anaknya dengan lelaki lain yang beralasan hatinya kecewa dengan Palar karena selalu dihina)
Suspense (rasa ingin tahu). Suspense adalah hasrat dari pembaca suatu cerpen
untuk menyelesaikan kegiatan membacanya yang dikarenakan cerita tersebut menarik, memotivasi dan mengikat pembaca. Rasa ingin tahu terlihat dari alasan yang mendasari menghina Banun dengan sebutan kikir hanya karena tidak pernah membeli dagangan orang lain dan memilih bekerja keras untuk menanam tanaman itu sendiri serta mencari barang substitusi akan barang tersebut. Misalnya minyak tanah dan elpiji digantikan dengan daun kelapa yang kering.
Surprise ( Kejutan). pemplotan dengan cara mengejutkan pembaca ketika telah
larut dalam suatu cerita pendek atau cerpen. (Palar tiba-tiba ingin meminang Banun)
Unity( kesatupaduan), pemlotan dengan cara mengutamakan keutuhan,
keterkaitan antara hal sebelumnya dan didiceritakan dengan hal yang lain. Adanya keterkaitan antara beberapa. Cerpen Banun ceritanya saling bersangkutan dari awal yaitu keadaan Banun yang ditinggal mati suaminya yang mempunyai kelebihan parasnya yang cantik, menyebabkan palar ingin meminanngnya. Setelah palar ditolak oleh Banun tetap saja berusaha untuk dekat dengan Banun yaitu dengan cara meminang anak Banun (Rimah) untuk anaknya (Rustam). Tetapi karena Banun kecewa dengan sikap palar maka Banun menolaknya dan menjodohkannya dengan lelaki lain, sementara Palar semakin menghina Banun. Hal ini menyebabkan Rimah memarahi Banun karena tidak menjodohkannya saja dengan Rustam.
4. Penokohan
Penokohan adalah cara penulis menggambarkan karakter tokoh-tokohnya.
No. Tokoh Karakter Tokoh
1. Banun Tangguh, keras kepala, hemat, dan pekerja keras
2. Rimah Pembantah
3. Nami Pembantah
4. Palar Pemalas, pendendam, dan pemarah
5. Zubaedah (istri Palar) Pemboros
5.Sudut Pandang
Sudut Pandang pada cerpen “Banun” tersebut menggunakan sudut pandang orang ketiga yaitu penggunaan nama yang sering digunakan pengarang dalam menceritakan tokoh utamanya yaitu Banun
6. Latar
Latar meliputi tempat, waktu, dan suasana peristiwa yang terjadi atau yang diceritakan.
No. Latar Kalimat
1. Latar tempat
Di hutan
mana para pemburu melepas anjing, di sana pasti tegaklapak lemang-tapai milik Banun.
Maka, selepas kesibukannya menanam, menyiangi, dan menuai
padi di
sawah
milik sendiri, dengan segenap tenaga yang tersisa, Banun menghijaukanpekarangan
dengan bermacam-ragam sayuran, cabai, seledri, bawang, lengkuas, jahe, kunyit, gardamunggu, jeruk nipis, hingga semua kebutuhannya untuk memasak tersedia hanya beberapa jengkal dari sudut dapurnya.“Keluargamu beruntung bila menerima Rustam. Ia akan menjadi
menerapkan cara bertani zaman kini, hingga orang-orang tani tidak lagi terpuruk dalam kesusahan,” ungkap Palar sebelum meninggalkan
rumah Banun
2. Latar suasana
(Menegangkan)
Rupanya penolakan Banun telah menyinggungperasaan Palar. Lelaki itu merasa terhina. Mentang-mentang sudah kaya, Banun mentah-mentah menolak pinangannya.
3. Latar Waktu
Banun tukang lemang yang hanya akan tampak sibuk pada
hari
Selasa dan Sabtu
, hari berburu yang nyaris tak sekali pun dilewatkan oleh para penggila buru babi dari berbagai pelosok.Saban
petang
, selepas bergelimang lumpur sawah, daun-daunkelapa kering itu dipikulnya dari kebun yang sejak lama telah digarapnya.
Setiap
Jumat
, Banun datang berkunjung, menjenguk cucu, secarabergiliran.
Latar Belakang Pengarang
Damhuri Muhammad lahir pada tanggal 1 Juli 1974 di Taram, Payakumbuh, Sumatra Barat. Dia sangat mengenal budaya Minang karena dia dibesarkan dengan budaya Minang. Di dalam cerpen Banun Damhuri Muhammad menggambarkan tokoh Banun sebagai orang yang suka bekerja keras dan hemat.
Latar belakang Damhuri Muhammad banyak memengaruhi hasil karyanya. Sebagai orang Minang yang terkenal dengan kerja kerasanya dalam mencapai sebuah cita-cita. Hal ini memberikan inspirasi bagi Damhuri dalam menciptakan tokoh Banun yang yang tidak memperdulikan omongan orang lain tentang dirinya demi masa depan dia dan keluarganya.
Keterkaitan Pengarang dengan latar belakang daerahnya.
Perjodohan : Perjodohan Rimah dengan Rustam yang gagal, Perjodohan Rimah
dengan lelaki lain.
Merantau : Rustam yang sekolah di luar negeri. Pintar dagang : Penjual Minyak dan gas elpiji.
Etos Kerja tinggi : Banun yang bekerja keras sebagai petani yang tidakmembeli
bahan makanan tetapi menanamnya sendiri.
Setelah membaca cerpen di atas secara perlahan dan hati-hati dapat kita tangkap bahwa dalam cerpen Banun menuai kritik sosial dan pendidikan. Pendidikan dalam cerpen Banun menjelaskan arti kata tani yang berasal dari kata "tahani" yang bermakna menahan diri untuk membeli sesuatu jika masih bisa kita hasilkan sendiri. Untuk kritik sosialnya Damhuri Muhammad meyindir secara halus pasca sarjana pertanian atau insinyur pertanian yang sebagian hanya banyak memahami teori pertanian namun tidak ada praktek di lapangan. Ia melukiskan bagaimana seorang insinyur pertanian tak bisa berbuat banyak, tidak mempunyai lahan sekaligus menyindir para lulusan pertanian
yang sebenarnya tidak mempunyai niat sama sekali untuk mengembangkan kemampuan dan keilmuan mereka dalam bidang pertanian.
. Gaya Bahasa
Bila ada yang bertanya, siapa makhluk paling kikir di kampung itu, tidak akan
ada yang menyanggah bahwa perempuan ringkih yang punggungnya telah melengkung serupa sabut kelapa itulah jawabannya.(majas praeterito yaitu majas majas penegasan yang melukiskan sesuatu dengan menyembunyikan sesuatu dan pembaca harus menerka apa yang disembunyikan itu) dari tahun ke tahun (majas Klimaks yaitu majas penegasan dengan menyatakan beberapa hal berturut-turut dengan menggunakan urutan kata-kata yang semakin lama semakin memuncak)
Sifat kikirnya dari tahun ke tahun semakin mengakar. (majas hiperbola yaitu
majas yang melebih-lebihan, dimana sifat kikir itu sampai berakar)
Konon, hingga riwayat ini disiarkan, belum ada yang sanggup menyumbangkan
menggunakan kata-kata atau bagian kalimat yang disisipkan diantara kalimat pokok guna lebih menjelaskan dan menekankan bagian kalimat sebelumnya).
Banun dukun patah-tulang yang dangau usangnya kerap didatangi laki-laki
pekerja keras. (majas tropen yaitu majas perbandingan yang melukiskan sesuatu dengan membandingkan pekerjaan atau perbuatan dengan kata-kata lain yang mengandung pengertian yang sejalan).
Disepanjang usianya, banun Kikir tak pernah membeli minyak tanah untuk
mengasapi dapur keluarganya. (Majas alusio yaitu majas yang mempergunakan ungkapan paribahasa , kata-kata yang artinya diketahui umum).
Perempuan itu menanak nasi dengan cara cara menyorongkan seikat daun kelapa
kering ke dalam tungku, dan setelah api menyala, lekas disorongkannya pula beberapa keeping kayu bakar yang selalu tersedia di bawah lumbungnya.( majas
Klimaks).
Cabai, bawang, seledri, kunyit, lengkuas…. .(majas Asidenton yaitu majas
penegasan yang menyebutkan beberapa barang, hal atau keadaan secara berturut-turut tanpa memakai kata penghubung).
Begitu ajaran mendiang suami Banun, yang meninggalkan perempuan itu ketika
anak-anaknya belum bisa mengelap ingus sendiri.(majas Alusio).
Maka selepas kesibukannya menanam, menyiangi, dan … .(majas klimaks). Cabai, seledri, bawang, lengkuas…(majas asidenton).
Hampir separuh dari lahan sawah…(majas hiperbola).
Bukankah ada tauke yang selalu berkenan memberi pinjaman, selama orang tani
masih mau menyemai benih?(majas retorik yaitu majas penegasan dengan menggunakan kalimat Tanya retorik yang sebenarnya tidak memerlukan jawabankarena sudah diketahuinya).
Perangai lintah darat itu sudah merajalela.(majas simbolik yaitu majas
perbandingan yang melukiskan suatu dengan memperbandingkan benda-benda lain sebagia simbol).
Si Banun Kikir…(majas antomonasia yaitu majas perbandingan dengan