• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL PROTEIN TOTAL DAN TRIGLISERIDA DARAH AYAM PETELUR FASE LAYER PADA TEMPERATURE HUMIDITY INDEX YANG BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL PROTEIN TOTAL DAN TRIGLISERIDA DARAH AYAM PETELUR FASE LAYER PADA TEMPERATURE HUMIDITY INDEX YANG BERBEDA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL PROTEIN TOTAL DAN TRIGLISERIDA DARAH AYAM

PETELUR FASE LAYER PADA TEMPERATURE HUMIDITY INDEX

YANG BERBEDA

(TOTAL PROTEIN AND BLOOD TRIGLYCERIDE PROFILES OF THE

LAYING HENS ON DIFFERENT TEMPERATURE HUMIDITY INDEX)

W. Mardani*, A. Mushawwir, D. Latipudin

Universitas Padjadjaran

*Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2015 e-mail : mardani_wina@yahoo.com & winamardanii@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh Temperature Humidity Index (THI) yang berbeda terhadap profil protein total dan trigliserida darah ayam petelur fase layer serta untuk mengetahui sejauhmana pengaruh THI terhadap kadar protein total dan trigliserida darah ayam petelur fase layer. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober hingga November 2014 yang bertempat di peternakan ayam petelur CV. Acum Jaya Abadi, Desa Sumur Wiru, Kecamatan Cibeureum, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Fisiologi Ternak dan Biokimia Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Sumedang. Ternak yang digunakan untuk penelitian ini adalah ayam petelur fase layer sebanyak 15 ekor. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental, menggunakan uji t berpasangan, yaitu : P1 = Ayam petelur dengan THI kandang 74, P2 = Ayam petelur dengan

THI kandang 89. Lima belas ekor ayam diambil sampel darahnya pada pagi hari pukul 05:00-06:30 WIB dan pengambilan sampel dilakukan pada ayam yang sama ketika siang hari pukul 12:30-14:00 WIB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan atau peningkatan THI dalam lingkungan kandang ayam petelur fase layer menyebabkan peningkatan protein total darah, namun menurunkan kadar trigliseridanya.

Kata kunci : ayam petelur, protein total, THI, trigliserida

ABSTRACT

Fiften hens were used in both level of THI, firstly level was high (89) and secondly THI (74), to study the effect of Temperature Humidity Index (THI) differently on the total protein and blood triglyceride profiles. This research was conducted from October to November 2014, at poultry farm CV. Acum Jaya Abadi, Sumur Wiru Village, District Cibeureum, Kuningan Regency, West Java. Tests were conducted at the Laboratory of Animal Physiology and Biochemistry Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Sumedang. This work was conducted by the experimental method, and data were analyzed by a paired t-test, which were : P1 = Laying hens in cages THI 74, P2 = Laying hens in cages THI 89. Fiften hens were use

to collect blood sample in the morning at 05:00-06:30 and the sampling was done at the same hens at 12:30-14:00. The results of this study showed that an increased of blood total protein

(2)

and in contrast showed a decreased triglyceride level of laying hens in the high THI, each both significantly.

Keywords : laying hens, THI, total protein, triglyceride

PENDAHULUAN

Suhu dan kelembaban yang tinggi dalam lingkungan kandang menjadi faktor utama penyebab stres bagi ternak. Stres panas yang berlebihan berdampak terhadap penurunan produksi karena bukan hanya menurunkan konsumsi pakan tetapi juga menurunkan imunitas ternak, sebagai dampak pemakaian energi yang berlebihan untuk pengaturan pengeluaran panas tubuh.

Pengeluaran panas merupakan mekanisme fisiologik kompleks yang dilakukan ternak guna mempertahankan suhu tubuh dan kelangsungan metabolisme normal. Ayam petelur merupakan hewan homeoterm sehingga dapat mempertahankan suhu tubuh sampai batas kemampuan thermoregulatornya (Abbas, 2009).

Sebagai ternak homeoterm, maka dalam keadaan ayam mengalami stres panas, manajemen produksi panas dalam tubuh ternak menjadi mekanisme yang secara otomatis diatur oleh sistem syaraf dan hormonal. Terkait dengan ini maka ternak ayam akan menunjukkan respon volunteir dan involunteir. Salah satu bentuk respon ini adalah tingkah laku makan, dengan cara mengurangi jumlah konsumsi pakan. Tujuan tingkah laku ini adalah untuk mengurangi jumlah kalori yang dihasilkan, agar beban panas yang dihasilkan dari pencernaan pakan tidak menambah beban pengeluaran panas tubuhnya.

Konsekuensi dari tingkah laku ini adalah perlunya penambahan energi untuk keperluan pengaturan kerja organ yang terlibat dalam mekanisme thermoregulasi. Upaya yang ditempuh dalam penyediaan energi ini adalah pengaktifan metabolisme nutrien terutama glikogenolisis dan glukoneogenesis. Fakta inilah yang menjadi salah satu penyebab metabolisme protein dan lemak sangat terkait dengan stres panas yang dialami oleh ayam petelur. Fenomena pemanfaatan protein dan lemak dalam hal ini trigliserida dalam jalur metabolisme untuk penyediaan energi dapat dikaji dengan mengukur aktifitas protein total dan trigliserida darah.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN 1. Objek Penelitian

Lima belas ekor ayam telah digunakan dalam penelitian ini, untuk pengukuran profil protein total dan trigliserida darah, dari masing-masing flock lokasi pemeliharaan diambil secara acak.

(3)

2. Bahan

Pada penelitian ini terdapat beberapa bahan yang digunakan yaitu plasma darah, alkohol 70%, aquades, NaOH 2,5 M, NaK Tartat, CuSO4.5H2O, albumin, Na Azida, Na BCG,

asam suksinat dan brij 35.

3. Metode Penelitian

(1) Pengukuran Suhu dan Kelembaban

Suhu dan kelembaban kandang diukur dengan menggunakan thermometer bola kering (DB) dan bola basah (WB). Thermometer ditempatkan di tiga titik dalam kandang, data yang diperoleh dari tiga titik tersebut dirata-ratakan. Pengukuran dilakukan pada pagi dan sore hari, setiap minggu selama satu bulan.

THI = (1,8 × Tdb+32) + ((0,55-0,0055RH)((1,8 × Tdb+ 32) – 58))

(2) Pengambilan Sampel Darah

Pengambilan sampel darah dilakukan pada bagian vena pectoralis sebanyak 9 mL. Sampel darah disimpan kedalam tabung tanpa antikoagulan untuk pengujian Protein plasma total dan Albumin plasma, dan kedalam tabung ber-EDTA yang mengandung anti koagulan untuk pengujian Trigliserida.

(3) Pengukuran Kadar Protein Plasma Total (Biuret)

Analisis kadar protein plasma total, dilakukan menggunakan prinsip uji biuret. Dibuat pereaksi biuret dan larutan standar protein. Pereaksi biuret dipipetkan kedalam 62 tabung yang terdiri dari satu tabung blanko, satu tabung standar dan 60 tabung reaksi, masing-masing sebanyak 8 mL, kemudian tabung blanko ditambahkan aquades 50µL, tabung standar ditambahkan 100µL larutan standar protein dan tabung sampel ditambahkan100µL plasma. Semua tabung dihomogenkan kemudian diamkan selama 30 menit pada suhu kamar. Larutan sampel uji, standar, dan blanko dibaca serapannya pada panjang gelombang 540 nm. Nilai baca serapan dianalisis dengan rumus berikut:

Kadar protein = 𝐴𝑢 −𝐴𝑏𝐴𝑠 −𝐴𝑏 × 6 g. dL10-1

(4) Pengukuran Kadar Albumin Plasma

Analisis kadar albumin dilakukan dengan menggunakan teknik pewarnaan bromkresol hijau. Membuat larutan bromkresol hijau (BCG) dan melarutkan standar albumin sama dengan larutan standar untuk penetapan kadar protein plasma total. Larutan BCG dipipetkan ke dalam 62 tabung reaksi yang terdiri dari satu tabung blanko, satu tabung standar dan 60 tabung sampel masing-masing sebanyak 10 ml kemudian tabung blanko ditambah dengan 50

(4)

µL aquades, tabung standar ditambah dengan 50 µL standar albumin dan tabung sampel ditambah dengan 50 µL sampel plasma. Semua tabung dihomogenkan dan diamkan selama 10 menit pada suhu kamar dan baca serapanya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 628nm. Hasil baca serapan dianalisis dengan rumus berikut:

Kadar Albumin = 𝐴𝑢 −𝐴𝑏𝐴𝑠 −𝐴𝑏 × 6 g. dL10-1

Kadar globulin diperoleh dengan mengurangi kadar protein total dengan kadar albumin.

(5) Pengukuran Kadar Trigliserida Darah

Pengukuran kadar trigliserida menggunakan KIT yang didalamnya terdapat komponen GOP (Calorimetric Enzimatictest using glicerol-3-phosphateoxidase). Kadar trigliserida darah dilakukan dengan cara mengambil darah sebanyak 2 mL. Sampel darah disimpan kedalam tabung ber-EDTA yang mengandung antikoagulan. Analisis dilakukan menggunakan spektrofotometer.

4. Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental, menggunakan uji t berpasangan. Perlakuan percobaan yaitu :

P1 = Ayam petelur dengan THI 72 (23-24̊ C ; 50-60%) P2= Ayam petelur dengan THI 89 (27-33̊ C ; 85-93%)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengaruh Perbedaan THI terhadap Profil Protein Total Darah Ayam Petelur Fase Layer

Rata-rata profil protein total darah ayam petelur fase layer pada THI yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Profil Protein Total Darah Ayam Petelur Fase Layer pada THI yang Berbeda

Perlakuan THI Rata-rata (g/dL) Signifikansi

Pagi 74 10,8 a

Siang 89 12,08 b

Keterangan : Abjad yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan hasil yang sangat nyata dengan p <0,01.

(5)

Dari hasil penelitian (Tabel 2.) dapat diketahui bahwa profil protein total darah lebih tinggi pada nilai THI 89 yaitu 12.08 (g/dL) dibandingkan nilai THI 74 yaitu 10,80 (g/dL). Hal ini menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0.05).

Nilai THI yang tinggi disebabkan oleh temperatur dan kelembaban yang tinggi dalam lingkungan kandang dan menjadi faktor utama penyebab stres bagi ternak.

Sesuai pernyataan Abbas (2009) Ayam petelur merupakan hewan homeoterm sehingga dapat mempertahankan suhu tubuh sampai batas kemampuan thermoregulatornya. Oleh karena itu, ayam petelur akan melakukan serangkaian usaha dalam proses homeostasis di dalam tubuhnya pada kondisi di luar zona nyaman akibat cekaman panas yang diakibatkan oleh temperatur dan kelembaban yang tinggi. Proses homeostasis merupakan kegiatan atau usaha dalam mempertahankan kondisi tubuh dalam posisi normal yang akan mempengaruhi reaksi biokimiawi di dalam tubuh.

Ayam petelur fase layer lebih rentan stres terhadap cekaman panas. Oleh karena itu, aktifitas protein total meningkat ketika mengalami stres panas sehingga terjadi penurunan sistem imun. Aktifitas ini lebih tinggi pada ayam fase layer karena ditujukan untuk memenuhi komposisi protein putih telur, seperti albumin, globulin, avomucoid, ovomucin, ovotransferrin, flavoprotein, avidin, ovoinhibitor (Bell and Freeman, 1971; Mahmoud dkk., 2010; Tan dkk., 2010).

Protein total merupakan senyawa organik yang sangat penting. Protein plasma merupakan bagian utama plasma darah yang terdiri dari campuran yang sangat kompleks yaitu protein sederhana dan protein konjugasi seperti glikoprotein dan berbagai bentuk lipoprotein (Girindra, 1989). Beberapa fungsi protein plasma dikemukakan Frandson (1992) yaitu sebagai fungsi angkutan, fungsi imunitas, fungsi bufer, dan mempertahankan tekanan osmotik.

Stres panas pada ayam petelur akan mempengaruhi konsentrasi protein darah sesuai pernyataan Kaneko (1997) secara fisiologis konsentrasi protein serum dipengaruhi oleh umur, pertumbuhan, hormonal, jenis kelamin, kebuntingan, laktasi, nutrisi, stres dan kehilangan cairan. Stres panas merupakan salah satu dari bentuk stres yang dialami oleh ternak, saat stres ternak akan kehilangan cairan tubuhnya. Protein juga penting untuk mengatur keseimbangan air tubuh. Protein plasma seperti albumin, berfungsi untuk mempertahankan tekanan osmotik dalam darah. Oleh karena itu, protein berfungsi untuk membantu penyebaran cairan tubuh secara merata antara darah dan jaringan tubuh.

Stres panas dapat mempengaruhi hormon dan metabolisme dalam tubuh sebagai akibat dari kerja pertahanan tubuh (homeostasis). Stres panas menyebabkan rangsangan pada

(6)

hypotalamus mengaktifkan thermoreseptor menghasilkan hormon epinephrin, pengaktifan ini menjadikan tingkah laku pengeluaran CO2 dan uap air serta tingkah laku urinasi. Uap air dan

urin mengandung mineral berupa (Ca, Na, Cl, K, Mg). Mineral yang keluar ini akan mempengaruhi retensi mineral di ginjal, di glomerulus albumin dan globulin tidak dapat masuk akibat berat molekulnya. Sehingga albumin dan globulin ini tinggi untuk menjadikan tekanan osmotik darah tetap seimbang. Cairan osmotik ini melalui osmoreseptor mengaktifkan ADH untuk membantu retensi mineral di dalam ginjal. Selain itu akibat dari banyaknya pengeluaran CO2, darah menjadi basa, dalam hal ini peran protein plasma

dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan pH darah.

Terkait dengan fungsi protein albumin dalam mempertahankan tekanan osmotik, maka dapat dikemukakan bahwa dalam kondisi THI meningkat, ayam petelur mengalami stres panas yang ditandai dengan meningkatnya profil albumin dalam darah. Hasil penelitian menunjukkan peranan albumin dalam mempertahankan tekanan osmotik cairan tubuh sebagai dampak pengeluaran urin yang berlebihan, menunjukkan peningkatan albumin serum ketika terjadi stres panas dan ketidakseimbangan elektrolit mineral (Mushtaq dkk., 2013) dan pengeluaran air yang berlebihan (Puvadolpirod dan Thaxton, 2000).

Berdasarakan perspektif hormonal, dapat pula dijelaskan bahwa pada saat ayam mengalami stres panas pada THI 89, maka kondisi ini akan menstimulasi peningkatan pembentukan hormon glukokortikoid. Menurut Tan dkk., (2010) pada stres panas berlanjut lebih dari beberapa hari akan segera direspon oleh hypotalamus untuk membentuk CRH (Corticotrophin Releasing Hormone) dan CRH ini akan menstimulasi pembentukan ACTH (Adrenocorticotropic Hormone) pada hipofisa anterior yang kemudian ACTH ini menginduksi pembentukan glukorkotikoid pada kelenjar adrenal korteks.

Peningkatan konsentrasi hormon glukokortikoid merupakan salah satu penyebab profil albumin meningkat. Hal tersebut disebabkan hormon glukokortikoid dibawa oleh albumin dan sebaliknya kortisol sebagai kelompok hormon glukokortikoid memacu sintesis protein albumin (Aengwanich, 2007).

Dampak peningkatan hormon glukokortikoid, juga terutama berpengaruh terhadap metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Hormon glukokortikoid terutama kortisol menyebabkan level asam amino dalam darah meningkat akibat efek katabolik kortisol terhadap otot. Transpor asam-asam amino menyeberangi dinding sel-sel ekstra-hepatik menurun, akan tetapi di bawah pengaruh kortisol terjadi peningkatan transpornya ke dalam sel-sel hati. Mobilisasi ini berlangsung bersamaan dengan proses deaminasi protein dalam

(7)

hati meningkat (Hardy dkk., 2005). Sehingga meningkatkan kadar protein yang bersirkulasi dalam jaringan vaskuler atau pembuluh darah.

2. Pengaruh Perbedaan THI terhadap Profil Trigliserida Darah Ayam Petelur Fase Layer

Rata- rata profil Trigliserida darah ayam petelur fase layer pada THI yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Profil Trigliserida Darah Ayam Petelur Fase Layer pada THI yang Berbeda

Perlakuan THI Rata-rata (mg/dL) Signifikansi

Pagi 74 27,67 a

Siang 89 25,07 b

Keterangan : Abjad yang berbeda pada kolom signifikansi menunjukkan hasil yang sangat nyata dengan p = <0,01.

Dari hasil penelitian (Tabel 3) dapat diketahui bahwa profil trigliserida darah lebih rendah pada nilai THI 89 yaitu 25,05 (mg/dL) dibandingkan nilai THI 74 yaitu 27,67 (mg/dL). Hal ini menunjukkan perbedaan yang nyata (p < 0,01).

Suhu lingkungan yang lebih tinggi dari zona thermoneutral menyebabkan konsumsi ransum menurun dalam rangka mengurangi produksi panas tubuh (panas metabolis) yang dihasilkan melalui metabolisme zat-zat makanan. Menurunnya konsumsi ransum (feed intake) berarti konsumsi protein, lemak dan karbohidrat mengalami penurunan.

Konsekuensi dari tingkah laku ini adalah perlunya penambahan energi untuk keperluan pengaturan kerja organ yang terlibat dalam mekanisme thermoregulasi. Upaya yang ditempuh dalam penyediaan energi ini adalah pengaktifan metabolisme nutrien terutama glikogenolisis dan glukoneogenesis.

Asam lemak mempunyai peran yang sangat esensial sebagai sumber pembentukan energi baik pada manusia, ternak dan bahkan tumbuhan. Sebagian besar lemak ini disimpan dalam bentuk trigliserida dalam sel. Trigliserida mempunyai kelebihan dibandingkan biomolekul lainnya seperti karbohidrat dan protein. Kelebihan tersebut antara lain karena energi yang dihasilkan oleh proses oksidasi sempurna trigliserida adalah 9 kkal/g, sedangkan glikogen hanya menghasilkan 4 kkal/g.

Pada saat stres panas, ternak membutuhkan glukosa sebagai prekursor pembentukan energi, sedangkan kadar glukosa dalam darah harus dipertahankan tetap. Glukosa disintesis

(8)

dari glikogen atau cadangan karbohidrat, dan pada saat cadangan glikogen ini menurun maka akan memanfaatkan cadangan lipid (trigliserida) akibat dari penurunan intake pakan.

Melalui jalur glukoneogenesis, trigliserida dikatabolisme menjadi glukosa. Berdasarkan mekanisme ini maka dapat diterangkan dalam keadaan stres panas kadar trigliserida menjadi rendah dalam darah sebagai akibat perombakannya menjadi glukosa. Cekaman lingkungan menyebabkan meningkatnya ACTH yang menyebabkan korteks adrenal meningkatkan sekresi glukokortikoid (von Borell, 2001; Hardy dkk., 2005; Garriga dkk., 2006). Menurut Young (1981) dalam Abbas (2009) mengemukakan bahwa meningkatnya glukokortikoid menyebabkan naiknya metabolisme protein dan glukoneogenesis, karena perlu segera menyediakan substrat energi untuk proses thermoregulasi dan homeostasis.

Cekaman lingkungan yang berkepanjangan seperti temperatur yang tinggi dalam waktu yang lama meningkatkan aktivitas katabolisme karbohidrat dan lipid. Perombakan glikogen dan trigliserida menjadi target utama kegiatan metabolisme untuk memenuhi penyediaan energi terutama untuk kebutuhan hidup pokok. Secara keseluruhan apabila proses ini berkepanjangan, menyebabkan banyaknya cadangan karbohidrat dan lemak terpakai hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok. Inilah yang menjadi alasan utama mengapa dalam kondisi stres secara drastis menurunkan kadar trigliserida dan bahkan berat badan serta produksi ternak.

Glukoneogenesis merupakan jalur utama bagi trigliserida untuk dikatabolisme menjadi sumber energi bagi ayam petelur yang sedang mengalami stres panas. Semakin tinggi stres panas yang ditunjukkan dengan nilai THI yang tinggi maka penggunaan trigliserida juga semakin banyak. Garriga dkk., (2006) mengemukakan bahwa katabolisme trigliserida antara lain menghasilkan gliserol dan asam-asam lemak. Mushtaq dkk., (2013) melaporakan bahwa gliserol memasuki lintasan glikolisis dan glukoneogenesis melalui gliseraldehide 3-phospat sedangkan asam-asam lemak melalui β-oksidasi.

Oksidasi asam lemak dari trigliserida semakin meningkat seiring dengan tingginya kebutuhan energi untuk berbagai penyesuaian fisiologis dalam kondisi stres panas. Aktivitas biologik ini berdampak terhadap menurunnya kadar trigliserida plasma darah.

SIMPULAN

Terdapat pengaruh THI terhadap profil protein total dan trigliserida darah ayam petelur fase layer berupa protein total darah meningkat dan trigliserida darah menurun.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, M. H. 2009. Fisiologi Pertumbuhan Ternak. Andalas University Press Padang.

Aengwanich, W. 2007. Effects of High Environmental Temperature on Blood Indices of Thai Indigenous Chickens, Thai Indigenous Chickens Crossbred and Broilers. International Poult. Sci. 6, 427-430.

Bell, O. J. and B. M. Freeman. 1971. Physiology and Biochemistry of The Domestic Fowl. Vol. 3. Academic Press London.

Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi Keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Garriga, C., R. R. Hunter, C. Amat, J. M. Planas, M. A. Mitchell, and M. Moreto. 2006. Heat Stress Increases Apical Glucose Transport in The Chicken Jejunum. Am. J. Physiol. Regul. Integr. Comp. Physiol. 290, 195 – 201.

Girindra Aisyah. 1989. Biokimia Patologi. Institut Pertanian Bogor.

Hardy, M. P., H. B. Gao, Q. Dong, R. Ge, Q. Wang, W. R. Chai, X. Feng, and C. Sottas. 2005. Stress Hormone and Male Reproductive Function. Cell Tissue Res. 322 : 147 – 153.

Kaneko J. J. 1997. Serum Proteins and The Dysproteinemias. Didalam Kaneko J. J, J. W. Harvey, M. L. Bruss, editor. Clinical Biochemistry of Domestic Animals. Edisi 5. Academic press. London, New York, Tokyo.

Mahmoud, K. Z., S. M. Gharaibeh, Hana A. Zakaria and Ammer M. Qatramiz. 2010. Garlic (Allium sativum) Supplementation: Influence on Egg Production, Quality, and Yolk Cholesterol Level in Layer Hens Asian-Aust. J. Anim 23, 1503-1509.

Mushtaq, M. M. H, T. N. Pasha, M. Akram, T. Mushtaq, Parvin, H. C. Choi, J. Hwangbo dan J. H. Kim. 2013. Growth Performance, Carcass Characteristics and Plasma Mineral Chemistry as Affected by Dietary Chloride and Chloride Salts Fed to Broiler Chickens Reared under Phase Feeding System. Asian Australas. J. Anim. Sci. 26:845-855. Puvadolpirod, S. and J. P. Thaxton. 2000. Model of Physiological Stress in Chickens 1.

Response Parameters. Poult. Sci. 79, 363–369.

Tan, G. Y., L. Yang, Y. -Q. Fu, J. H. Feng, and M. H. Zhang. 2010. Effects of Different Acute High Ambient Temperatures on Function of Hepatic Mitochondrial Respiration, Antioxidative Enzymes, and Oxidative Injury In Broiler Chickens. Poult. Sci. 89, 115– 122.

Von Borell, E. H. 2001. The Biology of Stress and Its Application to Livestock Housing and Transportation Assessment. J. Anim Sci. 79, E260-E267.

Gambar

Tabel 2.  Profil Protein Total Darah Ayam Petelur Fase Layer  pada THI yang Berbeda
Tabel 3. Profil Trigliserida Darah Ayam Petelur Fase Layer pada THI yang Berbeda

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) Kejadian Luar Biasa keracunan pangan di Desa Jembungan orang yang berisiko mengalami

Hasil persamaan-persamaan regresi yang telah diuji tersebut diatas, pada penyusunan kurva tinggi pohon dengan analisis regresi perlu dilakukan uji lidasi

Penelitian ini dilakukan untuk tujuan mengetahui produksi kayu pada tanaman Aquilaria microcarpa dan untuk mengetahui nilai harapan lahan pada tanaman Aquilaria microcarpa di

Menurut Martina (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi diantaranya 1) faktor personal dengan indikator berupa sikap, motivasi, kepercayaan, pengalaman dan pengharapan

IV. Hasil kinerja keuangan perusahaan dilihat menggunakan rasio keuangan adalah: a). Berdasarkan rasio likuiditas, kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada

Hasil ini menun- jukkan bahwa pada kedalaman tersebut merupakan habitat ikan pelagis di perairan Laut Arafura dimana densitas ikan pelagis kecil di perairan dangkal atau dekat

Adapun, hasil diskusi kelompok terkait rencana kegiatan di Dekanat Utara yang akan dilakukan baik oleh masing-masing paroki maupun yang kemungkinan bisa disepakati

Metode perancangan redesain objek wisata Rembangan di Jember ini muncul dari gagasan yang melatar belakangi, yaitu hotel resort memiliki keselarasan dengan