• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar Isi..."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Hasil-hasil kesepakatan kerja sama perdagangan internasional dalam perundingan internasional dapat dihasilkan baik dari forum multilateral, regional dan bilateral. Kesepakatan ini selain dapat membuka akses pasar juga dapat mengamankan kebijakan perdagangan nasional serta mendapatkan capacity building dan technical assistance sesuai kepentingan perekonomian Indonesia. Kebijakan-kebijakan perdagangan yang dibuat oleh Indonesia harus dapat dipertahankan di berbagai forum internasional sehingga tidak melanggar ketentuan perdagangan internasional.

Dengan terjalinnya kerja sama perdagangan internasional dengan negara mitra dagang, maka selain menurunkan tarif barang Indonesia juga dapat mengedepankan capacity building dan technical assistance ketika bernegosiasi.

Dari hasil perundingan yang telah dicapai selama ini disusunlah buku Hasil Kesepakatan/Perjanjian Kerja Sama Perdagangan Internasional Tahun 2012.

Buku ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pelbagai pihak dalam mencari referensi tentang perkembangan perundingan-perundingan yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan, Republik Indonesia.

Jakarta, Desember 2012 Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i Daftar Isi ... ii A. Indonesia Pakistan ... 1 B. Indonesia Ekuador ... 31 C. Indonesia Peru ... 51 D. Indonesia Kamboja ... 57

E. Indonesia Laos dan Filipina ... 61

(2)

1

A. INDONESIA - PAKISTAN

Perundingan PTA antara Indonesia dengan Pakistan merupakan implementasi dari Framework Agreement on Comprehensive Economic Partnership (FACEP) Indonesia – Pakistan yang ditandatangani kedua Menteri Perdagangan pada tanggal 24 November 2005. Perundingan ini dilakukan melalui forum Trade Negotiating Committee (TNC) dan telah dilakukan perundingan TNC sebanyak 8 kali yang dimulai pada tanggal 13 juni 2006 di Islamabad dan perundingan terakhir pada tanggal 16 September 2011 di Jakarta.

Peta Perundingan RI-Pakistan (TNC 1 s/d TNC 8)

Perundingan TNC ke – 1 sampai dengan TNC ke – 4 berhasil mencapai sebagian besar kesepakatan dalam rangka menyelesaikan perundingan PTA. Namun karena belum dicapainya kesepakatan dalam beberapa hal seperti jeruk Kinnow Pakistan serta CPO dan Produk CPO Indonesia, dan ditambah posisi Pakistan yang kurang fleksibel serta bertahan dengan posisinya dengan menekankan ”level of playing field”, maka perundingan mengalami kebuntuan dan terhenti pada TNC ke – 6.

Kebuntuan perundingan ini membuat total nilai ekspor Indonesia ke Pakistan di tahun 2009 sempat mengalami penurunan dengan nilai ekspor sebesar US$ 665,2 juta atau turun sebesar 28,4% bila dibandingkan dengan total nilai ekspor di tahun 2008 yang mencapai US$ 929,6 juta. Dalam periode Januari – Agustus 2011 total ekspor Indonesia ke Pakistan baru mencapai nilai US$ 574.6 juta (Sumber BPS diolah oleh Pusdata Kemendag).

Salah satu faktor eksternal yang turut membantu penurunan kinerja ekspor Indonesia adalah pembentukan Free Trade Agreement (FTA) bilateral antara Pakistan dan Malaysia yang mulai berlaku pada 1 Januari 2008. Hal ini membuat produk unggulan Indonesia ke Pakistan seperti CPO dan produk CPO kalah bersaing dengan produk Malaysia. Total nilai ekspor CPO Indonesia ke

(3)

Pakistan merupakan penyumbang terbesar terhadap penurunan nilai ekspor Indonesia ke Pakistan. Tahun 2009 nilai ekspor CPO Indonesia ke Pakistan sebesar US$ 36 juta atau turun sebesar 83,6% apabila dibandingkan dengan periode 2008 yang mencapai US$ 219 juta.

Hasil Perundingan

Di awal tahun 2011, Indonesia mulai melakukan konsolidasi dan upaya guna memberikan posisi yang lebih fleksibel dalam rangka memecah kebuntuan dan melanjutkan perundingan PTA dengan Pakistan. Akhirnya melalui dua kali TNC (TNC ke – 7 dan 8), perundingan PTA Indonesia dengan Pakistan dapat diselesaikan dengan hasil – hasil utama sebagai berikut:

1. Kedua pihak berhasil mencapai kesepakatan terkait dengan product list PTA dengan rincian sebagai berikut:

a. Indonesia memperoleh 287 Pos Tarif dengan 7 diantaranya mendapatkan fasilitas deeper cut.

b. Indonesia mendapatkan market access untuk produk edible palm oil Indonesia (HS.1511.10.00; HS.1511.90.10; HS.1511.90.20; HS.1511.90.30; HS.1511.90.90; HS.1513.21.00 dan HS.15.13.29.00) sebesar 15% dari Margin of Preference (MoP) pada tarif MFN Pakistan, sehingga produk edible palm oil Indonesia mendapatkan treatment yang sama dengan produk edible palm oil Malaysia.

c. Pakistan memperoleh 221 Pos Tarif dengan 27 diantaranya mendapatkan fasilitas deeper cut.

d. Pakistan mendapatkan market access sebesar 0% sepanjang tahun untuk jeruk Kinnow Pakistan (HS.0805.20.00.00).

2. Kedua pihak setuju untuk menggunakan tarif MFN yang telah disepakati pada saat implementasi PTA sebagai dasar untuk

(4)

3

menetapkan program liberalisasi tarif. Apabila terdapat pihak yang menurunkan tarif setelah implementasi perjanjian maka tarif yang telah diturunkan tersebut digunakan sebagai acuan tarif dasar.

3. Kedua pihak sepakat untuk menyelesaikan Minutes of the 7th TNC Meeting between Indonesia – Pakistan yang telah diadakan di Islamabad pada tanggal 10-11 Juni 2011.

4. Kedua pihak sepakat untuk segera menyelesaikan persyaratan legal bagi implementasi PTA secepatnya. PTA Indonesia – Pakistan akan ditandatangani pada tanggal dan tempat yang akan ditentukan kemudian melalui komunikasi diplomatik. Secara umum Indonesia diuntungkan dengan penyelesaian PTA karena produk ekspor unggulan Indonesia, yaitu CPO, dapat medapatkan kembali daya saingnya yang selama tiga tahun ini kalah dengan produk CPO dari Malaysia

Tindak lanjut Pasca TNC 8

Dalam upaya meningkatkan perekonomian kedua negara, pada tanggal 3 Februari 2012 bertempat di Kementerian Perdagangan, telah ditandatangani PTA antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Republik Islam Pakistan oleh Menteri Perdagangan RI dengan Duta Besar Pakistan di Jakarta yang telah ditunjuk sebagai pejabat kuasa.

Dalam Framework kesepakatan PTA ini Indonesia memperoleh 287 pos tarif yang mendapatkan fasilitas akses pasar preferensi kedalam pasar domestik Pakistan. Sedangkan Pakistan memperoleh 221 pos tarif yang mendapatkan fasilitas akses pasar preferensi kedalam pasar domestik Indonesia.

Salah satu poin penting dari diselesaikannya perundingan PTA ini adalah keberhasilan memperoleh market access untuk produk edible palm oil Indonesia sebesar 15% dari Margin of Preference (MoP) pada tarif Most Favoured Nations Pakistan, sehingga produk

(5)

edible palm oil Indonesia mendapatkan treatment yang sama dengan produk Malaysia.

Dengan ditandatanganinya PTA Indonesia-Pakistan ekspor CPO Indonesia ke Pakistan yang sebelumnya sebesar US$ 36 juta atau turun 83,6%, pada tahun 2011 kembali naik menjadi sebesar USD 296.8 juta, hal tersebut diduga karena ada dampak positif dari selesainya perundingan PTA Indonesia-Pakistan tahun 2011.

(6)

B. INDONESIA - EKUADOR

Sebagai negara yang sama-sama merupakan negara yang dilalui garis khatulistiwa dan mempunyai prospek pengembangan infrastruktur yang baik di masa mendatang, Ekuador menjadi salah satu negara yang akan dijadikan pasar non-tradisional di antara negara-negara Amerika Latin.

Keinginan pemerintah Indonesia dalam pengembangan pasar di Ekuador tersebut diperkuat dengan kunjungan kerja Presiden Indonesia ke Quito yang didampingi oleh beberapa Menteri Kabinet Indonesia Bersatu Julid II yaitu Menteri Perdagangan, Menteri Luar Negeri dan Menteri Keuangan. Selain Presiden RI melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Ekuador, di sela-sela kunjungan Presiden RI tersebut, dilakukan pula penandatanganan Memory of Understanding (MOU) on Trade and Investment Cooperation antara RI-Ekuador yang ditandatangi oleh Minister of Trade RI dan Minister of Foreign Affairs Trade and Integration Ekuador.

Dalam menggali peluang pasar di Ekuador, Menteri Perdagangan RI selain mempresentasikan tentang pasar Indonesia di hadapan beberapa Menteri Ekonomi Ekudor juga mengadakan dialog inteaktif langsung dengan pelaku bisnis Ekuador. Dalam pertemuan singkat tersebut beberapa produk dan sektor yang diminati dari Indonesia adalah produk tekstil seperti pakaian untuk tentara, produk sepatu dan alas kaki, suku cadang kendaraan roda 4 dan roda 2, kendaraan roda 4 dan roda 2, produk elektronik, serta pengembangan sektor pariwisata.

Tahun mendatang Indonesia mengaharapkan dukungan dari Ekuador dalam pelaksanaan APEC 2013 dan KTT ASEAN 2013 di Bali. Selain itu, Indonesia dan Ekuador juga sepakat untuk mengembangkan kegiatan promosi dan kerjasama bilateral kedua negara dengan melakukan pertemuan bilateral secara rutin dan melibatkan dunia usaha serta mengadakan misi dagang dan pameran dagang.

(7)

C. INDONESIA - PERU

Melihat peluang pasar Peru yang cukup besar dan letak georafis Peru yang strategis di antara negara-negara Amerika Latin, menjadikan Peru sebagai salah satu negara di kawasan Amerika Selatan yang akan dijadikan pasar non-tradisional bagi produk-produk ekspor unggulan Indonesia sekaligus menjadikan Peru sebagai negara mitra dagang Indonesia dalam pengembangan investasi di Indonesia.

Sejalan dengan sasaran yang akan dicapai tersebut, strategi kebijakan yang telah ditetapkan Pemerintah Indonesia adalah pengembangan kegiatan promosi perdagangan dan investasi kedua negara melalui Memory of Understanding (MOU) on Trade Promotion Activities yang ditandatangi oleh Minister of Foreign Trade and Tourism (Mincetur) of the Republic of Peru dan Minister of Trade of the Republic of Indonesia pada tahun 2011 lalu.

Sebagai wujud realisasi program promosi tersebut kemudian Indonesia mengadakan kegiatan Misi Dagang dan Pertemuan Bilateral Indonesia ke Lima (Peru) yang dipimpin langsung oleh Menteri Perdagangan RI, Gita Wirjawan, dengan mengajak serta beberapa pelaku bisnis Indonesia dari berbagai sektor antara lain produk kayu dan rotan, pertanian, perikanan, tekstil. Peru sendiri kemudian dipimpin oleh Menteri Perdagangan Luar Negeri dan Pariwisata juga berperan aktif dalam ASEAN Latin Business Forum (ALBF) yang diadakan Indonesia di Shangrilla Hotel Jakarta. Dalam kunjungan kerja Peru ke Jakarta, sekaligus sebagai tindak lanjut kunjungan kerja Menteri Perdagangan ke Lima beberapa bulan lalu, disepakati antara lain bahwa: (1) Indonesia akan mendukung penuh pengembangan perusahaan minuman dengan merek dagang Big Cola Peru di Indonesia melalui pemantauan ketersediaan gula Rafinasi untuk proses industri pembuatan minuman, (2) Indonesia dan Peru sepakat untuk bekerjasama dalam pengembangan sektor perikanan, termasuk pakan ternak perikanan, (3) Peru bersedia menjadi suplier Indonesia untuk produk beras dalam memenuhi keinginan pasar domestik Indonesia, (4) Indonesia dan Peru juga sepakat untuk menyelesaikan perjanjian P4M.

Tahun 2013 mendatang, sebagai tuan rumah APEC 2013 dan KTT ASEAN, Indonesia mengharapkan dukungan penuh dari negara-negara mitranya termasuk Peru. Pemerintah Indonesia (Kementerian Perdagangan) bekerjasama dengan KADIN juga berencana

(8)

52

mengadakan pertemuan bilateral dan kunjungan dagang ke Peru pada tahun mendatang serta mengajak serta pelaku bisnis Peru untuk datang ke Indonesia dan mengunjungi Trade Expo Indonesia 2013 sebagai salah satu pameran terbesar di Indonesia.

(9)

D.

INDONESIA – KAMBOJA

Data Kementerian Perdagangan Kamboja menunjukkan bahwa sampai dengan November 2011, ekspor beras Kamboja telah mencapai 136.013 ton. Kenaikan ekspor beras Kamboja tahun ini sangat signifikan mengingat ekspor beras Kamboja secara keseluruhan pada tahun 2010 tercatat sebesar 51.200 ton. Pemerintah Kamboja mentargetkan bahwa ekspor beras tahun 2011 secara keseluruhan akan mencapai 180.000 ton.

Kamboja memiliki potensi untuk menjadi alternatif sebagai salah satu sumber pemasok beras bagi ketahanan pangan Indonesia. Namun hingga saat ini Kamboja masih mengalami tantangan untuk dapat memenuhi kebutuhan dalam jumlah besar seperti Indonesia. Hingga saat ini, Kamboja cenderung mengekspor beras berkualitas tinggi ke negara Eropa yang memberikan tariff preferences kepada Least Developed Countries seperti Kamboja.

Produk beras Kamboja akan lebih mampu bersaing di varietas fragrant rice, khususnya menghadapi pesaing utama seperti Thailand. Dengan kebijakan pemerintah Thailand untuk mematok harga berasnya serta kebijakan tariff preferences bagi beras Kamboja di Eropa, Kamboja diindikasikan akan lebih kompetitif di segmen beras tersebut dibandingkan Thailand.

Sampai saat ini, kebijakan Kamboja untuk ekspor berasnya, khususnya dalam hal mengkoordinasikan permintaan pasar dalam jumlah besar akan lebih mengarah pada pembentukan asosiasi oleh swasta dan bukan pada badan usaha pemerintah. Kebijakan ini tidak menutup kemungkinan dapat dibentuknya kerjasama Government to Government dengan Indonesia mengingat PM Hun Sen, dalam pertemuan bilateral dengan Presiden RI pada bulan November 2011, telah meminta agar Indonesia dapat mempertimbangkan Kamboja sebagai alternatif pengadaan ketahanan pangan Indonesia khususnya untuk produk beras. Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, Menteri Perdagangan RI dan Senior Minister & Minister of Commerce, Kamboja pada tanggal 28 Agustus 2012 di Kamboja telah menandatangani Memorandum

(10)

58

of Understanding (MoU) perdagangan beras antara Indonesia dan Kamboja yang akan memayungi pembelian beras dari Kamboja bila sewaktu-waktu Indonesia cq BULOG memerlukannya untuk memenuhi cadangan beras nasional. Berdasarkan MoU, pembelian beras sampai maksimal 100.00 ton/tahun dari Kamboja dilakukan dengan mempertimbangkan produksi dan stok beras di dalam negeri serta tingkat harga beras dunia.

Dengan ditandatanganinya MoU Rice on Trade RI-Kamboja pada tanggal 28 Agustus 2012 di Kamboja, diharapkan dapat membuka peluang untuk kerjasama selanjutnya yang lebih luas untuk perdagangan dan investasi. Hal positip yang akan segera direalisasikan melalui ekspor bio pupuk ke Kamboja dari 4 (empat) konsorsium PT. Perkebunan Nasional sejumlah 40.000 ton pada akhir Oktober atau awal November tahun 2012.

Sebagai tindak lanjut dari penandatanganan MoU Rice on Trade RI-Kamboja sebagaimana dimaksud di atas, menurut informasi dari BULOG hingga kini belum ada realisasi pembelian beras dari Kamboja.

(11)

E. INDONESIA – LAOS DAN FILIPINA

Dalam rangka mendorong kelancaran arus barang, Negara-negara Anggota ASEAN sepakat untuk melakukan penyempurnaan terkait Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) intra-ASEAN khususnya dalam hal keharusan melengkapi Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) untuk barang yang sudah menikmati tingkat tarif 0% di ASEAN. Penyempurnaan ketentuan ROO merupakan mandat dari Pertemuan Dewan AFTA ke-22 yaitu agar dikembangkan dan diadopsi pengaturan yang lebih maju yang dapat mendukung terwujudnya aliran bebas barang di kawasan ASEAN pada tahun 2015. Lebih lanjut AFTA Council sepakat menciptakan rezim sertifikasi operasional yang sederhana guna lebih memaksimalkan pemanfaatan tarif internal nol.

Guna menindaklanjuti arahan AFTA Council, Gugus Tugas Tingkat Tinggi bidang Integrasi Ekonomi (HLTF-EI) ke-15 sepakat menyambut baik pemikiran pelaksanaan rezim surat keterangan asal barang ganda ( dual certification of origin regime )pada tahun 2012, yaitu pelaksanaan secara paralel sistem sertifikasi mandiri (self-certification) bagi eksportir yang telah disetujui dan sistem konvensional yaitu penerbitan surat keterangan asal Formulir D. Selanjutnya, sidang Dewan AFTA ke-23 tahun 2009 mengesahkan program kerja menuju operasionalisasi sertifikasi mandiri (Work Plan Toward Operationalisation of Self-Certification) dan mendesak badan sektoral terkait untuk melakukan pengembangan persiapan implementasi sebelum tahun 2012.

Dalam rangka pembangunan kepercayaan serta sistem pengelolaan resiko, pertemuan Dewan AFTA ke-25 mengarahkan negara-negara anggota lainnya yang belum bergabung dalam proyek percontohan untuk membentuk proyek percontohan yang dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kapasitas masing-masing negara ASEAN. Dalam kaitan ini, para Menteri juga memberikan arahan bahwa proyek percontohan dapat dilaksanakan dengan kondisi-kondisi atau persyaratan-persyaratan khusus sesuai dengan kesiapan masing-masing negara ASEAN. Menindaklanjuti arahan tersebut, Indonesia bersama Laos dan Filipina mengembangkan prosedur sertifikasi operasional dalam rangka pelaksanaan proyek percontohan sertifikasi mandiri yang kedua. Prosedur sertifikasi operasional tersebut hanya membatasi penggunaan sertifikasi mandiri pada eksportir produsen serta membatasi penandatangan pada pernyataan tagihan (invoice declaration) maksimal tiga orang untuk setiap

(12)

62

eksportir yang telah besertifikasi. Selain prosedur sertifikasi operasional, juga telah disepakati program kerja pengembangan dan implementasi proyek percontohan kedua untuk pelaksanaan sertifikasi mandiri di ASEAN.

Memorandum Saling Pengertian Antarpemerintah Negara Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Asean) Peserta Pada Proyek Percontohan Kedua Untuk Pelaksanaan Sistem Sertifikasi Mandiri Kawasan (Memorandum of Understanding Among the Governments of the Participating Member States of the Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) on the Second Pilot Project for the Implementation of A Regional Self-Certification System) ditandatangani oleh Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Gita Wirjawan, Menteri Industri dan Perdagangan Laos, Nam Viyaketh, dan Sekretaris Perdagangan dan Industri Filipina, Gregory L. Domingo, pada tanggal 29 Agustus 2012, disela-sela pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN di Siem Riep, Kamboja.

Adapun pokok-pokok atau isiMemorandum Saling Pengertian, antara lain: (i) Negara-negara Anggota Peserta sepakat untuk memperkenalkan

proyek percontohan kedua untuk pelaksanaan suatu sistem sertifikasi mandiri kawasan dalam AFTA dan Negara-negara Anggota ASEAN lainnya dapat mengajukan menjadi suatu Negara Anggota Peserta setiap saat, berdasarkan Pasal 9 Memorandum Saling Pengertian (MOU) ini.

(ii) Selama pelaksanaan proyek percontohan kedua, Negara-Negara Anggota Peserta wajib memberikan perlakuan tarif preferensial atas barang-barang yang berasal dari Negara-negara Anggota Peserta lainnya sebagaimana tercantum dalam Pasal 19 Persetujuan, setelah penyampaian salah satu berikut ini: (a) Surat Keterangan Asal sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 dan Lampiran 7 Persetujuan; atau (b) Pernyataan Tagihan yang dikeluarkan oleh seorang Eksportir Bersertifikat, sesuai dengan prosedur-prosedur sebagaimana tercantum dalam Lampiran MOU ini.

(iii) Negara-negara Anggota Peserta sepakat bahwa proyek percontohan kedua akan dilakukan sesuai dengan modalitas dan prosedur-prosedur sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran MOU ini. Setiap Negara-negara Anggota Peserta memiliki hak dengan alasan-alasan keamanan nasional, kepentingan nasional, ketertiban umum atau

(13)

kesehatan masyarakat untuk menangguhkan secara sementara, baik secara keseluruhan maupun sebagian, pelaksanaan MOU ini, yang penangguhannya wajib berlaku dengan segera setelah pemberitahuan telah disampaikan kepada Negara-negara Anggota Peserta lainnya melalui saluran diplomatik atau Sekretariat ASEAN. Setiap Negara-negara Anggota Peserta wajib mematuhi kerahasiaan dan kerahasiaan atas dokumen-dokumen, informasi dan data lain yang diterima dari, atau dipasok untuk Negara-negara anggota Peserta lainnya selama masa pelaksanaan MOU ini.

(iv) Setiap perbedaan atau sengketa diantara Negara-negara Anggota Peserta berkenaan dengan penafsiran dan/atau pelaksanaan dan/atau pemberlakuan ketentuan-ketentuan dari MOU ini wajib diselesaikan secara damai melalui konsultasi dan/atau perundingan diantara Negara-negara Anggota Peserta dimaksud. Setiap Negara Anggota Peserta dapat mengusulkan setiap perubahan terhadap ketentuan-ketentuan MOU ini. Perubahan dimaksud wajib berlaku berdasarkan kesepakatan tertulis dari seluruh Negara Anggota Peserta melalui wakil-wakilnya ditingkat SEOM dan suatu salinan naskah resmi dari MOU yang telah diubah dimaksud wajib disampaikan kepada masing-masing Negara Anggota Peserta. (v) Negara-negara Anggota ASEAN bukan Peserta dapat mengaksesi

MOU ini setiap saat berdasarkan kesepakatan Negara-negara Anggota Peserta melalui wakil-wakilnya ditingkat Pertemuan Pejabat Senior bidang Ekonomi (SEOM). MOU ini wajib mulai berlaku untuk Negara-negara Anggota ASEAN yang telah mengaksesi setelah penyimpanan piagam-piagam ratifikasi atau surat-surat penerimaannya oleh Sekretaris Jenderal ASEAN, yang wajib dengan segera memberitahukan kepada setiap masing-masing Negara- Anggota Peserta mengenai penyimpanannya dimaksud.

(vi) Berdasarkan ketentuan pasal 10 ayat (3) Memorandum Saling Pengertian ini, Memorandum Saling Pengertian mulai berlaku setelah semua pihak telah menyampaikan instrumen-instrumen pengesahan kepada Sekeretaris Jenderal ASEAN. Sesuai dengan program kerja yang telah disepakati para pihak, diharapkan Memorandum Saling Pengertian ini dapat berlaku paling lambat kuartal pertaman tahun 2013.

(14)

64

(vii) Pengakhiran MOU ini wajib tidak mengurangi hak dan kewajiban seluruh Negara Anggota Peserta sebagaimana telah ditetapkan berdasarkan MOU ini sebelum atau sesudah tanggal berlakunya pengakhiran dimaksud, kecuali berdasarkan kesepakatan seluruh Negara Anggota Peserta.

Pengesahan Memorandum Saling Pengertian ini akan semakin memberikan kemudahan kepada para pelaku usaha Indonesia khususnya UKM untuk menikmati tarif preferensi pada saat melakukan ekspor ke negara Laos dan Filipina. Lebih lanjut para pelaku usaha khususnya UKM juga dapat lebih meningkatkan efisiensi dari segi waktu dan biaya sehingga dapat mengurangi ekonomi biaya tinggi atas barang yang diekspor ataupun diimpor. Di sisi lain Indonesia juga akan menerima konsekuensi antara lain berkurangnya nilai pemasukan negara dari segi pemasukan negara bukan pajak dan pelaku usaha di Indonesia juga dituntut untuk dapat memproduksi barang yang berdaya saing regional. Dengan disahkannya Memorandum Saling Pengertian ini, diharapkan pelaku usaha Indonesia dapat memanfaatkan sistem sertifikasi mandiri secara maksimal sehingga berdampak pada neraca perdagangan yang surplus dan semakin banyaknya eksportir produsen yang mengekspor tidak dalam bentuk bahan mentah.

(15)

F.

INDONESIA – VIET NAM

Memorandum Saling Pengertian atau dalam Bahasa Inggris disebut Memorandum of Understanding (MoU) antara Indonesia dan Viet Nam mengenai Perdagangan Beras, sudah mulai dilakukan pada tahun 2005. MoU tersebut merupakan basis hukum bagi kedua negara (Government to Government) untuk dapat melakukan pembelian dan penjualan beras oleh lembaga yang ditunjuk oleh masing-masing negara, dalam hal ini BULOG - Indonesia dan Vina FOOD - Viet Nam.

Pada tanggal 25 April 2009, kedua negara menandatangani MoU yang diberlakukan mulai tahun 2010 hingga 2012. Sesuai kesepakatan dalam MoU tersebut, maka Viet Nam harus menyediakan sebanyak maksimal 1 juta ton beras per tahun bagi pembelian Indonesia apabila Indonesia membutuhkannya. Pada tanggal 16 November 2011, total jumlah 1 juta ton tersebut direvisi menjadi 1,5 juta ton. Hal tersebut dilakukan mengingat pengadaan beras dari Thailand pada tahun 2011 tidak memungkinkan karena harga yang cukup tinggi.

Pada tanggal 18 September 2012, kembali MoU mengenai Perdagangan Beras antara Indonesia dan Viet Nam diperpanjang. Di dalamnya berisi komitmen Viet Nam untuk menyediakan beras maksimal 1,5 juta ton/tahun selama tahun 2013 sampai dengan 2017. Hal tersebut berlaku dalam kondisi sewaktu-waktu Indonesia memerlukan pembelian beras dari Viet Nam untuk memenuhi cadangan beras nasional dalam rangka ketahanan pangan, dengan mempertimbangkan kondisi pasokan, kebutuhan, kondisi produksi di kedua Negara dan tingkat harga beras internasional. Untuk melindungi harga beras domestik, BULOG sebagai institusi yang diberikan kewenangan untuk mengeksekusi MoU tersebut, diminta memastikan agar beras impor tersebut tidak memasuki pasar domestik.

Dalam rangka ketahanan pangan, Kementerian Perdagangan sangat mendukung swasembada pangan. Penandatanganan MoU seperti ini, telah kita lakukan dengan beberapa negara produsen beras di

(16)

66

ASEAN, seperti Kamboja dan Thailand. Hal ini dimaksudkan untuk menyediakan alternatif bagi Indonesia dan mengurangi ketergantungan kepada hanya satu negara tertentu. Dengan demikian, apabila Indonesia terpaksa harus melakukan impor beras, maka dapat mengimpor dari negara yang memberikan penawaran harga yang lebih murah dengan kualitas yang cukup baik.

(17)

MoU on The Second Pilot Project for The Implementation of a Regional Self-Certification Menteri Perdagangan RI, Gita Wirjawan bersama dengan Sekretaris Perdagangan dan Perindustrian Filipina, Gregory L. Domingo serta Menteri Perindustrian dan Perdagangan Laos, Nam Viyaketh, Rabu (29/8) menandatangani Nota Kesepahaman "Proyek Percontohan Kedua untuk Implementasi Sistem Sertifikasi Mandiri di Kawasan Indonesia, Laos dan Filipina". Penandatanganan Nota Kesepahaman ini disaksikan langsung oleh Sekjen ASEAN, Surin Pitsuwan. 

Nota Kesepahaman mengenai Sistem Sertifikasi Mandiri ini bertujuan untuk membantu para eksportir yang telah diberi kewenangan oleh pemerintah, agar dapat langsung menerbitkan Sertifikasi Asal Barang (SKA) secara mandiri.

Sistem ini tentunya akan sangat mempercepat dan mempermudah proses administrasi ekspor ke negara ASEAN yang telah ikut menandatangani proyek percontohan kedua. 

Selain mempercepat dan mempermudah proses, para eksportir yang telah ditunjuk tersebut juga pada akhirnya akan dapat mengurangi biaya tinggi dalam proses pengurusan dokumen ekspor.

(18)

Penandatanganan MoU antara Indonesia – Kamboja

Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) Beras dengan Menteri Senior & Menteri Perdagangan Kamboja Cham Prasidh di Siem, Kamboja, 28 Agustus 2012.

Dengan penandatanganan MoU ini, pemerintah Kamboja berkomitmen untuk menyediakan cadangan beras sewaktu-waktu apabila Indonesia memerlukannya sebagai kebutuhan cadangan beras nasional untuk ketahanan pangan.

MoU ini bersifat tidak mengikat untuk penyediaan beras sampai dengan 100ribu ton/tahun selama 4 tahun dengan syarat harga yang lebih murah dari negara-negara lain.

Referensi

Dokumen terkait

Subfraksi kromatografi kolom yang telah diuapkan dilarutkan dengan 0,5 mL metanol sehingga diperoleh ekstrak yang tidak terlalu pekat.. Pembuatan pereaksi

keterlambatan penyelesaian proyek -proyek Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Solok Selatan, ditinjau dari Jabatan responden, Pengalaman responden, Nilai proyek, Jenis proyek

Hasil. Identifikasi Kebutuhan Diklat berbasis kesenjangan kerja unit kerja ini merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi kesenjangan antara kinerja aktual dengan standar

Mulai tahun 2010, energi yang diproduksi dari PLTU Bali Timur 2x130 MW dan PLTP Bedugul 1x60 MW tidak pernah naik, kondisi ini disebabkan biaya pembangkit tersebut lebih

penampungan air yang terdapat jentik dengan kejadian DBD pada yang berarti bahwa responden yang mempunyai tempat penampungan air yang berjentik mempunyai risiko

Laba bersih yang meningkat sebesar Rp 252.108.345.892 disebabkan karena penjualan bersih yang meningkat sebagai akibat dari perluasan pasar yang dilakukan

Dari hadis diatas rasulullah SAW mengajarkan kepada umatnya , agar menuntut ilmu, terutama sekali adalah ilmu agama kepada orang yang menguasai ilmu tersebut,

Prinsip proporsi pada ornamen pepatran mengarah pada beberapa hal seperti dimensi dan bentuk elemen. Dimensi dalam penyusunan setiap elemen ornamen pepatran sangat