• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES KONVERSI SISTEM INFORMASI DI DALAM PERUSAHAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSES KONVERSI SISTEM INFORMASI DI DALAM PERUSAHAAN"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Individu

Mata Kuliah Sistem Informasi Manajemen

PROSES KONVERSI SISTEM INFORMASI

DI DALAM PERUSAHAAN

Dosen : Dr. Ir. Arif Imam Suroso, MSc

Disusun Oleh :

Desi Maryanti (E47)

P05613165247

PROGRAM PASCA SARJANA MANAJEMEN DAN BISNIS

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ”Proses Konversi Sistem Informasi di Dalam

Perusahaan” sebagai tugas mata kuliah sistem informasi menajemen (SIM) pada

program pasca sarjana manajemen dan bisnis, Institut Pertanian Bogor.

Melalui pelaksanaan tugas ini, penulis bisa memahami bahwa metode konversi yang digunakan dapat mempengaruhi kegagalan atau keberhasilan implementasi suatu sistem informasi di dalam suatu perusahaan. Dengan landasan pengetahuan tersebut diharapkan, ilmu yang diperoleh dari kegiatan perkuliahan ini tidak hanya sekedar menjadi prasyarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan pada program pasca sarjana MB IPB saja, namun dapat menjadi bekal yang berharga bagi jenjang karir penulis selanjutnya.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, terutama kepada Bapak Dr. Ir. Arif Imam Suroso, M.Sc selaku dosen mata kuliah Sistem Informasi Manajemen atas segala bimbingan dan arahannya dalam perkuliahan.

Tidak ada gading yang tak retak, tidak ada karya manusia yang sempurna. Kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata. Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan untuk berkarya dengan lebih baik. Terakhir, penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Februari 2014 Penulis

(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penggunaan sistem informasi di dalam suatu organisasi mutlak dilakukan untuk meningkatkan daya saingnya di lingkungan bisnis yang sangat dinamis dewasa ini. Kemampuan sistem informasi untuk meningkatkan proses bisnis yang berjalan telah disadari sepenuhnya oleh para pengambil keputusan di dalam organisasi, sehingga mereka berani untuk melakukan investasi pada proyek-proyek TI (teknologi informasi). Namun sayangnya implementasi sistem informasi tersebut tidak selalu berjalan sesuai harapan meskipun perusahaan telah mengeluarkan dana investasi yang sangat besar. Beynon-Davies dan Lloyd-Williams menyatakan bahwa 60% hingga 70% software sistem TI gagal beroperasi (dalam Chowdhury

et. al, 2007). Pada penelitian yang lain Conference Board Survey melaporkan

bahwa 40% proyek TI gagal untuk mencapai tujuannya dalam 1 tahun pertama sesudah implementasi (IT Cortex dalam Chowdhury et. al, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa sistem informasi berbasis teknologi tidak selalu berjalan efektif dan bermanfaat bagi perusahaan/organisasi yang menggunakannya. Kegagalan tersebut tidak bisa sepenuhnya ditimpakan pada sistem informasinya semata-mata, karena banyak sekali faktor yang berpengaruh pada keberhasilan atau kegagalan implementasi sistem TI. Dengan demikian top executive perusahaan harus memahami benar apa sistem TI yang dibutuhkan, bagaimana mengkomunikasikan kebutuhan tersebut kepada pengembang sistem dan merencanakan dengan baik proses konversi sistem TI ke dalam sistem yang telah berjalan di perusahaan. Hal ini diperlukan agar investasi yang telah ditanamkan ke dalam sistem TI tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasional perusahaan.

Setelah sistem TI selesai dibuat maka perusahaan harus melalui proses yang cukup kritis di dalam implementasi sistem TI , yaitu konversi sistem TI yang lama ke sistem yang baru. Murdick et. al. (1984) menyatakan dalam bentuk kurva kumulatif bahwa proses implementasi sistem TI membutuhkan biaya yang paling tinggi dibandingkan proses perencanaan dan perancangan sistemnya itu sendiri.

(4)

Oleh karena itu, perlu dibuat perencanaan yang matang sebelumnya tentang bagaimana konversi sistem yang akan dilakukan oleh perusahaan, sehingga proses implementasi sistem informasi yang baru dapat berlangsung mulus tanpa mengganggu aktivitas operasional yang berjalan di dalam perusahaan.

1.2. Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk :

1. Memahami proses konversi sistem informasi di dalam perusahaan

2. Menganalisa proses konversi sistem informasi berdasarkan real case di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan Ferens Primary Care Trust

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Sistem Informasi Manajemen

Saat ini manusia sebagai pengguna informasi sangat bergantung pada berbagai sistem informasi yang tersedia mulai dari sistem informasi manual yang sederhana hingga sistem informasi berbasis komputer yang rumit dan menggunakan saluran telekomunikasi canggih. Di dalam organisasi, apapun jenis dan bentuknya, sistem informasi bahkan telah memainkan peran penting dalam mendukung kegiatan operasional, mendukung pengambilan keputusan hingga mendukung organisasi mencapai keunggulan kompetitif yang strategis.

a. Sistem

Sistem adalah kelompok elemen yang saling berhubungan dan saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu melalui sebuah proses yang terorganisasi. Menurut O’brien (2005), setiap sistem setidaknya terdiri dari tiga komponen atau fungsi dasar yang saling berinteraksi, yaitu :

1. Masukan (input) meliputi kegiatan penangkapan (capturing) dan pengumpulan (assembling) elemen yang akan dimasukkan ke dalam sistem untuk diproses. Masukan dapat dibedakan menjadi maintenance input yang memungkinkan sistem dapat beroperasi dan signal input yang nantinya akan diolah menjadi produk. Contohnya, bahan baku, data, dan energi.

2. Pemrosesan (processing) meliputi proses pengubahan masukan menjadi keluaran. Contohnya, proses pembuatan mobil.

3. Keluaran (output) meliputi proses pemindahan elemen yang telah melewati tahap pemrosesan ke tujuan akhir yang ditetapkan. Keluaran dari sebuah sistem selalu berupa keluaran yang berguna dan sisa pembuangan.

b. Sistem Informasi

Sistem informasi dapat merupakan kombinasi teratur apapun dari orang-orang, hardware, software, jaringan komunikasi, dan sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah, dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi (O’Brien, 2005). Komponen sistem informasi tersebut secara lebih jelas ditunjukkan pada Gambar 1.

(6)

Gambar 1. Komponen Sistem Informasi

Menurut O’Brien (2005), terdapat 3 peran utama sistem informasi dalam bisnis yaitu :

• Mendukung proses bisnis dan operasional

• Mendukung pengambilan keputusan

• Mendukung strategi untuk keunggulan kompetitif

Gambar 2. Tiga Peran Utama Sistem Informasi

Mengembangkan solusi sistem informasi yang berhasil baik mengatasi masalah bisnis adalah tantangan utama untuk para manajer dan praktisi bisnis saat ini. Sebagai seorang praktisi bisnis bertanggungjawab untuk mengajukan atau mengembangkan teknologi informasi baru atau meningkatkannya bagi perusahaan. Adapun untuk seorang manajer bertanggungjawab untuk mengelola usaha pengembangan yang dilakukan para spesialis sistem informasi dan para pemakai akhir bisnis. Mengembangkan solusi sistem informasi untuk mengatasi masalah bisnis dapat diimplementasikan dan dikelola sebagai beberapa proses bertahap atau beberapa siklus seperti ditunjukkan pada Gambar 3 di bawah ini (O’Brien, 2005).

(7)

Gambar 3. Siklus Pengembangan Sistem Informasi

Namun demikian, ada berberapa faktor yang perlu dipertimbangkan pada perencanaan dan pengembangan suatu sistem informasi, diantaranya adalah : 1) Lingkungan dimana organisasi harus melakukan fungsi

2) Struktur organisasi, Hirarki, spesialisasi, standart prosedur operasi 3) Budaya dan politik organisasi

4) Tipe organisasi

5) Kemampuan mendukung dan memahami top manajemen 6) Level organisasi dimana sistem diadakan

7) Kelompok kepentingan utama yang dipengaruhi sistem

8) Jenis tugas dan keputusan dalam mana sistem informasi didesain

9) Sentimen dan sikap karyawan dalam organisasi yang akan menggunakan sistem informasi

10) Riwayat organisasi; berkaitan dengan investasi dalam bidang teknologi

informasi yang telah dilakukan, skill yang dimiliki, program-program penting, dan sumber daya manusia.

(8)

2.3 Pengembangan Sistem

Pengembangan sistem dilakukan secara terus menerus karena beberapa hal yaitu :

• adanya perubahan yang tidak bisa dihindari (misal perkembangan perusahaan, perkembangan lingkungan, adanya pesaing baru, adanya peraturan pemerintah baru)

• adanya perubahan manajemen baru yang meminta informasi lebih banyak

• adanya perkembangan teknologi informasi

Menurut O’Brien dan Markas (2006) siklus pengembangan sistem atau System Development life Cycle (SDLC) terdiri dari lima tahapan yaitu :

1) Sistem Investigasi

Tahap ini meliputi pertimbangan dari usulan yang dihasilkan oleh proses perencanaan IT/bisnis. Tahap investigasi juga meliputi pembelajaran awal dari solusi sistem informasi yang diusulkan untuk menemukan prioritas dan kesempatan bisnis sebuah perusahaan yang diidentifikasi dalam proses perencanaan.

2) Sistem Analisis

Sistem analisis menggambarkan apa yang harus dilakukan sistem untuk menemukan informasi yang dibutuhkan oleh pemakai. Pembelajaran sistem analisis pada umumnya meliputi:

o Informasi yang dibutuhkan oleh perusahaan dan pemakai akhir

o Aktivitas, sumber daya, dan produk dari satu atau lebih sistem informassi yang digunakan saat ini

o Kemampuan sistem informasi yang dibutuhkan untuk menemukan informasi yang diperlukan dan pemegang saham bisnis lainnnya yang menggunakan sistem

3) Sistem Perancangan

Sistem perancangan menjelaskan bagaimana sistem akan menyelesaikan tujuan ini. Sistem perancangan terdiri aktivitas perancangan (hardware, software,

people, network, dan data resources) yang menghasilkan spesifikasi sistem

yang memenuhi kebutuhan fungsional yang dikembangkan dalam proses sistem.

(9)

4) Sistem Impelementasi

Ketika sistem informasi yang baru telah selesai dirancang, maka harus diterapkan dan dipelihara agar dapat beroperasi dengan baik. Tahap ini meliputi pengujian sistem, pelatihan user untuk mengoperassikan sistem barum mengubah sistem lama ke sistem bisnis yang batu, dan mengatur akibat dari perubahan sistem pada pemakai akhir. Impelementasi adalah tahap penting dalam pengembangan teknologi informasi untuk mendukung karyawan, pelanggan, dan pemegang saham perusahaan bisnis lainnya. Implementasi merupakan proses yang sulit dan memakan waktu. Bagaimanapun tahap ini penting dalam memastikan kesusksesan dari pengembangan sistem yang baru, bahkan sistem yang dirancang dengan baik sekalipun dapat gagal jika tidak diterapkan dengan baik.

5) Sistem Pemeliharaan

Sistem pemeliharaan meliputi pengawasan, evaluasi dan modifikasi sistem operasional bisni untuk membuat peningkatan sesuai dengan yang dibutuhkan. Pemeliharaan juga penting bagi masalah lain yang timbul selama pengoperasian sistem. Aktivitas pemeliharaan meliputi proses peninjauan sesudah tahap implementasi untuk memastikan bahwa sistem baru yang diimplementasikan memenuhi tujuan bisnis yang dibangun. Pemeliharaan juga meliputi pembauatan modifikasi untuk membangun sistem selama perubahan dalam lingkungan bisnis.

(10)

2.2Konversi Sistem Informasi

Konversi sistem merupakan tahapan yang digunakan untuk mengoperasikan sistem baru dalam rangka menggantikan sistem yang lama atau proses pengubahan dari sistem lama ke sistem baru. Proses ini umum terjadi di semua organisasi yang mengaplikasikan sistem informasi di dalam fungsi bisnisnya. Derajat kesulitan dan kompleksitas dalam pengkonversian dari sistem lama ke sistem baru tergantung pada sejumlah faktor. Dari sisi teknologi informasi, proses konversi dapat melibatkan perubahan pada hardware, operating system (OS), sistem pengelolaan database (database management system) maupun database-nya itu sendiri (Mallach, 2009). Sedangkan dari sisi sumber daya manusia (SDM), konversi sistem TI akan mengubah prosedur (SOP) yang harus dijalankan oleh operator sistem (end user). Pengelolaan proses konversi yang efektif merupakan hal yang sangat vital bagi kesuksesan implementasi sistem TI pada jangka panjang. Memilih strategi konversi yang tepat bukan hal yang mudah, karena proses tersebut akan mempengaruhi empat komponen TI sebagaimana halnya dengan SDM dan prosedur aplikasi sistem TI secara keseluruhan.

Metode untuk mengkorversi sistem informasi

Menurut literatur, termasuk text book standar seperti Baltzan & Phillips dan Stair & Reynolds (dalam Mallach, 2009), ada empat metode yang dapat digunakan dalam proses konversi sistem informasi :

1. Konversi Langsung (Direct Cutover)

Konversi ini dilakukan dengan cara menghentikan sistem lama dan menggantikannya dengan sistem baru sesegera mungkin. Cara ini merupakan metode konversi yang paling beresiko, namun relatif lebih murah. Konversi langsung adalah pengimplementasian sistem baru dan pemutusan jembatan sistem lama, yang kadang-kadang disebut pendekatan cold turkey. Apabila konversi telah dilakukan maka tak ada cara untuk balik ke sistem lama.

Pendekatan atau cara konversi ini akan bermanfaat apabila :

• Sistem tersebut tidak mengganti sistem lain

• Sistem yang lama sepenuhnya tidak bernilai

(11)

• Rancangan sistem baru sangat berbeda dari sistem lama dan perbandingan antara sistem-sistem tersebut tidak berarti

Apabila konversi langsung akan digunakan, maka aktivitas-aktivitas pengujian dan pelatihan akan sangat diperlukan agar sistem informasi yang baru dapat diimplementasikan secara optimal.

2. Konversi Pilot (Pilot Conversion)

Pendekatan ini dilakukan dengan cara menerapkan sistem baru pada satu bagian tertentu, sedangkan sisanya tetap menggunakan sistem yang lama. Jika konversi ini dianggap berhasil maka akan diperluas ke tempat-tempat yang lain. Metode ini dilakukan untuk melokalisasi masalah terbatas pada bagian yang dipilih sebagai pilot/pelopor saja, sehingga resikonya dapat lebih rendah dibandingkan direct conversion. Segala kesalahan dapat dilokalisir dan dikoreksi sebelum dilakukan implementasi yang lebih jauh. Metode pilot sangat cocok untuk digunakan apabila sistem baru yang dikembangkan melibatkan prosedur baru dan perubahan yang drastis dalam hal perangkat lunaknya. Selain berfungsi sebagai tempat pengujian, sistem pilot juga digunakan untuk melatih pemakai seluruh organisasi dalam menghadapi lingkungan “live” sebelum sistem tersebut diimplementasikan di lokasi mereka sendiri.

3. Konversi Bertahap (Phased Conversion)

Konversi dilakukan dengan menggantikan suatu bagian dari sistem lama dengan sistem baru. Jika terjadi sesuatu, bagian yang baru tersebut akan diganti kembali dengan yang lama. Jika tidak terjadi masalah, modul-modul baru akan dipasangkan lagi untuk mengganti modul-modul lama yang lain. Dengan pendekatan seperti ini, akhirnya semua sistem lama akan tergantikan oleh sistem baru. Cara seperti ini lebih aman daripada konversi langsung. Dengan metode konversi Phased sistem baru diimplementasikan beberapa kali, sedikit demi sedikit mengganti yang lama. Metode ini mampu menghindarkan resiko yang ditimbulkan oleh konversi langsung dan memberikan waktu yang banyak kepada pemakai untuk mengasimilasi perubahan. Selain itu kecepatan perubahan dalam organisasi tertentu bisa diminimalisir dan sumber-sumber pemrosesan data dapat diperoleh sedikit demi sedikit selama periode waktu

(12)

yang lebih luas. Namun sayangnya metode ini memerlukan biaya lebih untuk mengembangkan interface sementara dengan sistem lama dan daya terapnya terbatas.

4. Konversi Paralel (Parallel Conversion)

Pada konversi ini, sistem baru dan sistem lama sama-sama dijalankan. Setelah melalui masa tertentu, jika sistem baru telah bisa diterima untuk menggantikan sistem lama, maka sistem lama segera dihentikan. Cara seperti ini merupakan pendekatan yang paling aman namun merupakan cara yang paling mahal karena pemakai harus menjalankan dua sistem sekaligus. Konversi paralel adalah suatu pendekatan dimana sistem lama dan sistem baru beroperasi secara serentak untuk beberapa periode waktu. Dalam mode konversi paralel, output yang dihasilkan dari masing-masing sistem dibandingkan, dan perbedaannya direkonsiliasi. Konversi ini mempunyai kelebihan dalam hal tingkat proteksi yang tinggi kepada organisasi dari kegagalan sistem yang baru. Namun perlu biaya yang besar untuk menduplikasi fasilitas-fasilitas dan biaya personal yang memelihara sistem rangkap tersebut. Ketika proses konversi suatu sistem baru melibatkan operasi paralel, maka orang-orang pengembangan sistem harus merencanakan untuk melakukan peninjauan berskala dengan personal operasi dan pemakai untuk mengetahui kinerja sistem tersebut. Mereka harus menentukan tanggal atau waktu penerimaan dalam tempo yang wajar dan memutus sistem lama.

Gambar 5 berikut ini menyajikan representasi grafik metode konversi yang dapat dipilih oleh perusahaan untuk mengimplementasikan sistem informasi yang baru.

Gambar 5. Metode Konversi Sistem Informasi

Untuk mengurangi resiko kegagalan dalam proses konversi sistem TI, Palvia et. al. (dalam Mallach, 2009) mengenalkan metode kombinasi dari metode-metode

Direct Conversion Parallel Conversion Phased Conversion Pilot Conversion

(13)

tersebut di atas, seperti phased, parallel, phased-parallel dan

pilot-phasedparallel.

Dari keeempat metode konversi sistem TI yang dikenal, Mallach (2009) berpendapat bahwa metode parallel coversion tidak relevan lagi untuk digunakan di abad 21 setidaknya karena dua alasan, yaitu :

1. Aplikasi dua sistem informasi (sistem lama dan sistem baru) secara bersamaan dinilai tidak praktis bagi user (terutama customer), karena harus melakukan dua kali input.

2. Perbedaan waktu akan menimbulkan resiko perbedaan output yang dihasilkan oleh kedua sistem yang diimplementasikan tersebut.

Murdick et. al. (1984) menyatakan bahwa proses implementasi sistem TI memerlukan tiga fase yaitu instalasi sistem, pengujian sistem secara keseluruhan dan yang terakhir adalah evaluasi, maintenance dan pengendalian sistem. Berikut ini adalah tahapan proses implementasi yang dilakukan untuk mengkonversi suatu sistem baru ke dalam sistem yang sudah ada sebelumnya :

1. Perencanaan implementasi

2. Menyediakan fasilitas dan kantor untuk proses implementasi 3. Organisasi personal yang akan melakukan implementasi 4. Mendevelop prosedur instalasi dan pengujian

5. Mendevelop program pelatihan untuk operator sistem 6. Melengkapi pembuatan software

7. Menyediakan hardware 8. Generate file-file

9. Membentuk desain

10. Menguji keseluruhan sistem

11. Menyempurnakan konversi sistem baru ke dalam sistem lama 12. Melakukan dokumentasi

13. Melakukan evaluasi

(14)

Metode Untuk Mengkonversi File Data

Keberhasilan konversi sistem sangat tergantung pada seberapa jauh profesional sistem menyiapkan penciptaan dan pengkonversian file data yang diperlukan untuk sistem baru. Dengan mengkorversi suatu file, maksudnya adalah bahwa file yang telah ada {existing) harus dimodifikasi setidaknya dalam : Format file tersebut

• Isi file tersebut

• Media penyimpanan dimana file ditempatkan dalam suatu konversi sistem, kemungkinan beberapa file bisa mengalami ketiga aspek konversi tersebut secara serentak.

Ada dua metode dasar yang bisa digunakan untuk menjalankan konversi file :

• Konversi File Total dapat digunakan bersama dengan semua metode konversi file sistem di atas.

• Konversi File Gradual (sedikit demi sedikit) terutama digunakan dengan metode paralel dan phase-in. Dalam beberapa contoh, ia akan bekerja untuk metode pilot. Umumnya konversi file gradual tidak bisa diterapkan untuk konversi sistem langsung.

1. Konversi File Total

Jika file sistem baru dan file sistem lama berada pada media yang bias dibaca komputer, maka bisa dituliskan program sederhana untuk mengkonversi file dari format lama ke format baru. Umumnya pengkonversian dari satu sistem komputer ke sistem yang lain akan melibatkan tugas-tugas yang tidak bisa dikerjakan secara otomatis. Rancangan file baru hampir selalu mempunyai field-field record tambahan, struktur pengkodean baru, dan cara baru perelasian item-item data (misalnya, file-file relasional). Seringkali, selama konversi file, kita perlu mengkonstruksi prosedur kendali yang rinci untuk memastikan integritas data yang bisa digunakan setelah konversi itu.

Dengan menggunakan klasifikasi file berikut, perlu diperhatikan jenis prosedur kendali yang digunakan selama konversi :

File Master. Ini adalah file utama dalam database. Biasanya paling sedikit

(15)

File Transaksi. File ini selalu diciptakan dengan memproses suatu

sub-sistem individual di dalam sub-sistem informasi. Akibatnya, ia harus dicek secara seksama selama pengujian sistem informasi.

File Indeks. File ini berisi kunci atau alamat yang menghubungkan

berbagai file master. File indeks baru harus diciptakan kapan saja file master yang berhubungan dengannya mengalami konversi.

File Tabel. File ini dapat juga diciptakan dan dikonversi selama konversi

sistem. File tabel bisa juga diciptakan untuk mendukung pengujian perangkat lunak.

File Backup. Kegunaan file backup adalah untuk memberikan keamanan

bagi database apabila terjadi kesalahan pemrosesan atau kerusakan dalam pusat data. Oleh karenanya, ketika suatu file dikonversi atau diciptakan, file backup harus diciptakan.

2. Konversi File Gradual

Beberapa perusahaan mengkonversi file-file data mereka secara gradual (sedikit demi sedikit). Record-record akan dikonversi hanya ketika mereka menunjukkan beberapa aktivitas transaksi. Record-record lama yang tidak menunjukkan aktivitas tidak pernah dikonversi. Metode ini bekerja dengan cara berikut:

1. Suatu transaksi diterima dan dimasukkan ke dalam sistem.

2. Program mencari file master baru (misalnya file inventarisasi atau file account receivable) untuk record yang tepat yang akan di update oleh transaksi itu. Jika record tersebut telah siap dikonversi, berarti peng-update-an record telah selesai.

3. Jika record tersebut tidak ditemukan dalam file master baru, file master lama diakses untuk record yang tepat, dan ditambahkan ke file master baru dan di update.

4. Jika transaksi tersebut adalah record baru, yakni record yang tidak dijumpai pada file lama maupun file baru (misalnya, pelanggan baru), maka record baru disiapkan dan ditambahkan ke file master baru.

(16)

2.3 Edukasi dan Pelatihan bagi para End-User dan Spesialis

Training atau pelatihan merupakan aktivitas implementasi yang sangat vital. Sebagai contoh, IS merupakan user consultant, yang harus memastikan bahwa para end-user harus telah terlatih untuk mengoperasikan sistem yang baru, jika tidak, implementasi akan menjadi gagal. Pelatihan terkadang hanya melingkupi aktivitas seperti data entry, atau terkadang juga melingkupi segala aspek dari pengoperasian sistem baru. Sebagai tambahan, para manajer dan end-user harus dididik bagaimana mengetahui efek dari pengimplementasian sistem baru bagi kegiatan operasi dan manajemen bisnis perusahaan. Pengetahuan ini harus diimplementasikan dari program training untuk semua hardware baru, software, dan kegunaannya untuk pekerjaan yang lebih spesifik.

(17)

BAB III. PEMBAHASAN

Proses konversi sistem informasi yang dilakukan oleh perusahaan diketahui tidak selalu berjalan dengan mulus. Kegagalan tersebut dapat diakibatkan oleh banyak faktor, baik faktor teknis maupun karena human error. Berikut ini disampaikan dua kasus kegagalan implementasi sistem informasi yang berkaitan dengan proses konversi sistem lama ke sistem baru.

1. Kasus Direct Conversion di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk

Aplikasi integrated operational control system (IOCS) di maskapai penerbangan Garuda Indonesia adalah salah satu proses konversi sistem informasi yang menggunakan metode direct coversion. Sistem tersebut merupakan gabungan dari beberapa sistem operasional Garuda seperti jadwal penerbangan, pengaturan jadwal kru pesawat yang bertugas, pergerakan pesawat dan lain – lain. Sebagaimana diketahui, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk adalah perusahaan yang bergerak di bidang transportasi udara komersial untuk penumpang yang menangani rute penerbangan nasional dan internasional. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menerbangkan armadanya ke 31 tujuan domestik dan 19 tujuan internasional. Saat ini, PT Garuda Indonesia memiliki 49 branch office dengan total karyawan sekitar 5500 orang. Selain itu PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. juga memiliki 3 SBU yaitu Citilink, usaha Cargo dan GSM, serta 4 anak perusahaan (Aerowisata, Asyst, GMF, Abacus) yang saling berkoordinasi untuk meningkatkan performa perusahaan. Sebelum menerapkan sistem IOCS, Garuda telah berhasil mengaplikasikan sistem online ticketing yang memudahkan customer untuk mendapatkan tiket penerbangan dengan maskapai tersebut. Sistem IOCS diharapkan dapat memberikan pemecahan masalah terhadap kebutuhan operasional perusahaan dan meningkatkan efektivitas pelayanan maskapai Garuda Indonesia kepada pelanggan-pelanggannya. Namun yang terjadi sebaliknya, ada kegagalan dalam implementasi sistem sehingga menimbulkan permasalahan yang cukup serius bagi perusahaan.

Untuk menerapkan sistem IOCS PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengeluarkan dana investasi sebesar US$ 1.5 juta. Salah satu akibat yang terjadi karena kegagalan implementasi sistem informasi tersebut adalah kacaunya jadwal

(18)

kru pesawat dan jadwal pilot yang bertugas. Penyebab kegagalan tersebut diindikasi karena adanya ketidaksinkronan data dalam proses migrasi dari sistem lama ke sistem baru, sehingga mengakibatkan jadwal awak kabin menjadi kacau. Artinya kegagalan yang terjadi itu penyebabnya adalah human error, yaitu kesalahan dari SDM yang menggunakan aplikasi tersebut. Hal ini dimungkinkan apabila proses pelatihan/training tidak berjalan secara optimal. Dengan kegagalan tersebut PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk harus mengeluarkan tambahan dana sebesar Rp 220 juta rupiah sebagai kompensasi kerugian kepada penumpang dan budget iklan permohonan maaf di media-media nasional.

Masalah tersebut di atas bisa disebabkan oleh dua hal. Yang pertama, karena

sistem baru belum cukup siap atau sempurna untuk diimplementasikan menggantikan sistem yang lama. Yang kedua, kurangnya perencanaan yang matang dalam proses migrasi/transisi sistem lama ke sistem baru. Dalam proses transisi Garuda seharusnya mempertimbangkan beberapa aspek dimana selain testing sistem secara seksama, proses migrasi/transisi dari sistem lama ke sistem baru juga juga harus diperhatikan karena merupakan titik kritis dalam implementasi suatu sistem informasi. Metode direct conversion yang dipilih oleh Garuda untuk mengimplementasikan sistem IOCS tersebut memang dinilai mudah dan tidak membutuhkan biaya yang besar, karena sistem lama diberhentikan sama sekali dan langsung digantikan sistem baru. Namun metode ini memiliki kelemahan yaitu hanya baik dilakukan untuk sistem yang kecil dan tidak kompleks, sedangkan kita tahu sistem penerbangan seperti Garuda Indonesia merupakan sebuah sistem informasi penerbangan yang sangatlah kompleks dan besar, tentunya konversi secara langsung memberikan celah kegagalan sistem yang besar dan tidak ada

backup system sehingga jika terjadi masalah tidak dapat diatasi dengan segera.

Seharusnya Garuda Indonesia melakukan proses transisisi dengan menggunakan konversi bertahap (phased conversion) yang dinilai lebih aman walaupun membutuhkan biaya lebih besar dan proses transisi yang tidak mudah. Namun jika metode tersebut memberikan jaminan keamanan terhadap proses transaksi yang sedang berjalan, hal ini dinilai sepadan. Seharusnya perusahaan penerbangan sekelas garuda tidak melakukan direct cut over dalam proses

(19)

perubahan sistem lama ke sistem baru, karena resiko kegagalan sistem akan berdampak sistemik pada semua sistem yang telah berjalan sebelumnya.

Selain metode konversi, perusahaan juga harus memperhatikan perangkat pendukung sistem informasi yang digunakan. Sebaiknya Garuda menggunakan

distributed system sehingga akan memiliki fasilitas bakc up dan fail over. Dengan

demikian jika ada salah satu server down maka sistem akan tetap berjalan karena sistem tidak bersifat terpusat. Tentunya Garuda Indonesia juga harus mulai mengadopsi sistem informasi semacam ini untuk menunjang kelancaran operasionalnya. Dukungan lainnya adalah jaringan yang kuat dan secure, Garuda seharusnya dapat mengandalkan sistem VPN network sebagai koneksi yang menghubungkan antar branch ke sistem pusat, selain terpisah, jaringan VPN juga terenkripsi sehingga aman untuk lalu-lintas data.

Dengan dukungan sistem informasi yang handal, proses migrasi dan transisi sistem yang aman serta dukungan infrastruktur yang baik, tentunya kegagalan sistem akan dapat diminimalisasi sehingga operasional perusahaan dapat tetap berjalan tanpa gangguan yang berarti.

2. Kasus Pilot Conversion di Ferens Primary Care Trust

Kegagalan implementasi sistem informasi lainnya terjadi pada kasus Ferens Primary Care Trust (PCT) yang dilaporkan oleh Chowdhury et. al. (2007). PCT adalah salah satu organisasi yang memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Inggris Utara. Mereka bermaksud untuk membangun sistem layanan kesehatan multi bahasa karena daerah tersebut dihuni oleh banyak etnis yang terdiri dari etnis Arab, Bengali, Cina, Inggris, Gujarat, Somali dan Urdu. Tujuannya adalah :

1. Memberikan kesetaraan layanan pada seluruh etnis yang ada di dalam masyarakat . Keterbatasan dalam kemampuan berbahasa Inggris menyebabkan kesulitan bagi tenaga medis di PCT untuk mengetahui kebutuhan pasien-pasien yang berasal dari etnis lain. Hal ini mau tidak mau akan berimplikasi pada kualitas pelayanan kepada mereka.

2. Menyediakan informasi kesehatan dalam berbagai bahasa yang berkaitan dengan isu kesehatan dan kesejahteraan masyarakat

(20)

3. Mendorong sistem ketetapan standar untuk penyebaran informasi kesehatan khususnya untuk lintas daerah yang berbeda

Pembangunan sistem ini melibatkan Gary Craig, seorang Professor dalam bidang Social Justice, dari University of Hull, dan saran serta informasi yang diperoleh dari the Yorkshire and Humberside Consortium for Asylum Seekers and

Refugees, yang merupakan sukarelawan yang menjadi mitra dari otoritas lokal.

Selain itu, dilakukan juga studi sebaran kependudukan yang dilakukan oleh the

Centre for Criminology and Sociological Studies dari universitas yang sama.

Proyek tersebut dimulai pada bulan Desember tahun 2004 dengan mengundang pengembang sistem untuk pembuatan pilot project sistem pelayanan kesehatan multi bahasa di Ferens PCT. Proyek tersebut dirancang dengan menggunakan internet-base IT system yang disajikan dalam bentuk audio dan visual/gambar. Idenya adalah dengan membuat suatu kios elektronik di area pelayanan umum (poli umum) yang dapat menyediakan leaflet tercetak apabila diperlukan. Harapan dari aplikasi sistem ini adalah :

1. Penyebaran informasi kesehatan multi bahasa yang lebih baik dengan teknologi

touch screen berbasis internet

2. Konversi leaflet menjadi paperless-based technology

3. Meningkatkan kepuasan pasien-pasien yang langsung dapat dinilai dari penggunaan dan rating yang tergambar dari sistem yang dibangun

Dua poli umum dipilih sebagai pilot/pelopor, jika sistem tersebut dinilai berhasil maka sistem tersebut akan diaplikasikan ke seluruh poli yang ada (27 poli) di Ferens PCT, termasuk juga layanan apotiknya. Sistem tersebut akan memperbaiki organisasi informasi dan layanan kesehatan bagi pasien-pasien Ferens PCT. Layanan disediakan dalam 8 bahasa yaitu, bahasa Arab, Bengali, Cina, Inggris, Gujarat, Somalia dan bahasa Urdu. Pengguna sistem tidak harus mengerti komputer karena disediakan fasilitas touch screen (tidak harus menggunakan mouse dan keyboard) dan mampu memandu mereka secara langsung untuk mengaplikasikan sistem tersebut. Satu kios ditempatkan di ruang tunggu pasien, yang lainnya di ruang community development yang bersebelahan dengan ruang tunggu pasien.

(21)

Sistem yang sangat canggih ini memungkinkan konversi tampilan leaflet lama (paper based) menjadi lebih menarik dengan kreasi diagram-diagram yang ditunjukkan di dalam monitor (paperless based). Sistem tersebut juga memiliki fasilitas auto-remind sehingga statistik penggunaan dapat terecord dan termonitor. Biaya yang diinvestasikan untuk membangun pilot project tersebut adalah £32,941.12 (atau kira-kira $60,647.07), sudah termasuk dengan training staf. Sistem tersebut dinamakan the Patient Information Centre (PIC).

Seharusnya PIC diinstal di bulan Januari 2005, namun baru bulan April 2005 sistem tersebut dapat digunakan di Ferens PCT. Keterlambatan tersebut diclaim karena keterbatasan pada provider internet service lokal. Mereka baru kali itu mengembangkan sistem informasi spesifik semacam PIC. Alasan lainnya berkaitan dengan aturan Komputer Kesehatan yang berlaku di daerah tersebut.

Seluruh SDM dari lintas departemen di Ferens PCT diundang untuk mengikuti pelatihan agar dapat mengimplementasikan sistem yang baru dalam aktivitas pekerjaan mereka. Pelatihan dilakukan dua kali, yaitu di bulan Mei dan Juli 2005. Hal ini dimaksudkan agar mereka dapat melakukan kegiatannya secara terintegrasi dengan kegiatan dari departemen lainnya. Namun pada prakteknya, keinginan tersebut terbukti tidak dapat terealisasi. Para staf tetap saja menggunakan sistem yang lama dalam mengerjakan tugas-tugas mereka. Sistem yang baru dianggap merupakan sistem mandiri yang terlepas dari sistem sebelumnya yang biasa mereka gunakan. Jadi meskipun respon dari pasien-pasien sangat baik, namun secara keseluruhan sistem PIC ini gagal mencapai tujuannya. Pada akhir bulan Desember 2005, program PIC pilot ini dievaluasi. PIC secara statistik telah digunakan oleh hampir 5000 pengguna dan sebagian besar dari mereka merasa puas dengan sistem tersebut, sehingga Poli Umum merekomendasikan untuk menggunakan sistem tersebut secara keseluruhan. PIC populer diantara pengguna dan profesional sebagai mekanisme yang modern, aman dan dapat diandalkan sebagai penyedia informasi bagi pasien dengan mempertimbangkan kesetaraan bagi seluruh etnis yang menggunakannya.

Meskipun hasilnya cukup positif, namun proposal pengembangan sistem PIC untuk seluruh Poli yang ada di Ferens PCT ditolak PEC (Professional

(22)

kesehatan daerah. Mereka mengclaim bahwa sistem PIC tidak berhasil mencapai tujuan yang mereka harapkan, selain itu PEC juga tidak memiliki dana untuk mengembangkan sistem tersebut di Ferens PCT. Meskipun claim tersebut tidak dapat dibuktikan namun pihak pengembang tidak mampu mendesak lebih jauh, sehingga proyek PIC secara keseluruhan dianggap gagal total.

Berdasarkan dua kasus di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengalihan sistem informasi dari sistem yang lama ke sistem yang baru dapat tidak selalu berjalan lancar. Hal itu dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini : 1. Ketidaksiapan SDM untuk mengaplikasikan sistem yang baru.

2. Kesalahan prosedur dalam melaksanakan sistem yang baru, sehingga keberadaan sistem baru tersebut justru mempersulit kinerja yang sudah ada. 3. Kurangnya perencanaan dalam aplikasi sistem informasi

4. Tidak ada komunikasi yang baik diantara vendor sebagai penyedia IT dengan perusahaan sebagai pengguna, sehingga sistem baru yang dikembangkan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan penggunanya

5. Perusahaan memandang perubahan teknologi merupakan hal yang harus dilakukan agar perusahaan tidak ketinggalan zaman. Namun sebenarnya perusahaan tidak memiliki dana yang memadai untuk membiayainya

6. Level kematangan perusahaan terhadap TI masih rendah

7. Dengan adanya perubahan dari sistem lama ke sistem baru maka karyawan akan menghadapi masa transisi yaitu keharusan menjalani adaptasi yang dapat berupa adaptasi teknikal (skill, kompetensi, proses kerja), kultural (perilaku,

mind set, komitmen) dan politikal (munculnya isu efisiensi karyawan/PHK, sponsorship/dukungan top management). Dengan adanya ketiga hal ini maka

akan terjadi saling tuding di dalam organisasi pada saat sistem TI tersebut gagal diimplementasikan, dimana manajemen puncak menyalahkan bawahan yang bertanggung jawab, konsultan, vendor bahkan terkadang peranti TI itu sendiri.

Kegagalan dalam konversi sistem lama ke sistem baru terbukti dapat mengakibatkan kerugian yang cukup signifikan bagi perusahaan. Oleh karena itu seluruh komponen yang terlibat di dalam pengembangan sistem harus mempersiapkan perencanaan yang matang menyangkut keseluruhan proses

(23)

implementasi sistem informasi tersebut. Selain itu, diperlukan juga komitmen bersama bagi seluruh karyawan untuk mengaplikasikan sistem yang baru di dalam tugas-tugas yang dijalankannya, karena pada prinsipnya sistem informasi ini dimaksudkan untuk meningkatkan performa kinerja karyawan di seluruh departemen (di seluruh fungsi organisasi) pada khususnya dan performa perusahaan pada umumnya. Dengan komitmen yang penuh dan bersungguh-sungguh dari semua pihak yang terlibat, maka kegagalan implementasi sistem informasi di dalam perusahaannya semestinya dapat dihindari.

(24)

BAB IV. KESIMPULAN

Proses konversi sistem merupakan bagian yang cukup kritis dalam implementasi sistem informasi di dalam perusahaan. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, perusahaan harus menjalankan tahapan-tahapan yang benar di dalam proses implementasi tersebut. Perusahaan dapat memilih metode konversi langsung, paralel, pilot ataupun bertahap disesuaikan dengan kondisinya masing-masing. Perencanaan implementasi yang tidak matang dan pemilihan metode konversi yang kurang tepat akan memperbesar peluang terjadinya kegagalan sistem. Oleh karena itu perusahaan sebagai end user sebaiknya terlibat langsung dalam pengembangan sistem informasi yang sesuai bagi institusinya.

Selain dukungan manajemen, proses implementasi sistem informasi yang baru juga membutuhkan dukungan dan komitmen penuh dari seluruh karyawan yang akan menggunakan sistem tersebut dalam tugas-tugasnya. Hal ini mutlak diperlukan karena pada proses konversi akan terjadi masa transisi dimana mereka harus membiasakan diri untuk menggunakan sistem baru yang akan menggantikan sistem yang lama. Kondisi tersebut pada umumnya menyebabkan ketidaknyamanan bagi para karyawan, karena mereka dipaksa untuk mengubah metode yang biasa digunakan. Oleh karena itu pihak manajemen harus memastikan seluruh karyawan mendapatkan pelatihan yang memadai, artinya mereka mendapatkan cukup waktu dan kesempatan untuk melakukan trial and error sebelum diharuskan menggunakan sistem tersebut di dalam tugas-tugasnya.

Jika seluruh tahapan yang diperlukan dalam implementasi sistem informasi yang baru di perusahaan telah dilakukan dengan baik, maka diharapkan proses konversi akan dapat berjalan dengan mulus tanpa mengganggu aktivitas operasional yang sedang berjalan. Pada akhirnya, semua aktivitas pengembangan sistem membutuhkan evaluasi dan dokumentasi yang lengkap. Keduanya diperlukan untuk mendeteksi potensi terjadinya kegagalan sistem, penanggulangan error system secara cepat dan efektif dan pengulangan prosedur yang telah berjalan baik. Hasil dari evaluasi dan dokumentasi dapat dijadikan sebagai bahan penyusunan SOP aplikasi sistem yang baru sekaligus referensi untuk pengembangan sistem TI ke

(25)

depan. Selain itu, dokumentasi yang lengkap juga akan menghindarkan perusahaan dari ketergantungan kepada pengembang sistem tertentu (yang digunakan pada saat ini), sehingga mereka bisa mengembangkan sistem yang baru dengan pengembang lain apabila biaya yang diminta terlalu mahal atau service yang diberikan kurang memuaskan.

Pada akhirnya, penerapan sistem informasi di dalam perusahaan harus mampu meningkatkan proses bisnis yang sudah ada dengan cara meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi. Dengan demikian perusahaan tersebut diharapkan memiliki daya saing yang tinggi dan mampu beradaptasi dengan perubahan dinamika bisnis yang sangat cepat.

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Biehl, Markus. 2007. Implementing Global Information Systems: Success Factors and Failure Points. Communications of the ACM V50 N1: 52-58.

Chowdhury, Rajneesh; Butler, Ruth E dan Clarke, Steve. 2007. Healthcare IT Project Failure : A System Prespective. Journal of Cases on Information Technology : 9.4.

Mallach Effrem. 2009. Information System Conversion Strategies : A Unified View. International Journal of Enterprise Information Systems, 5.1 : 44-54. Murdick, Robert G, Ross Joel E, Claggett James R. 1984. Information Systems for

Modern Management. 3rd edition. Prentice-Hall, Inc., New Jersey.

O’Brien, J. A. 2005. Pengantar Sistem Informasi, Perspektif Bisnis dan Manajerial. Edisi 12. Terjemahan: Introduction to Information Systems, 12th Ed. Palupi W. (editor), Dewi F. dan Deny A. K. (penerjemah). Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Situs :

riyanti.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/.../Konversi+Sistem(9).pdf (Diakses 3 Januari 2014).

http://sueyharyo.wordpress.com/2011/03/10/penyalahgunaan-di-bidang-teknologi-sistem-informasi/ (Diakses 4 Januari 2014)

http://chiez.blogstudent.mb.ipb.ac.id/2010/12/27/kesalahan-kesalahan-yang- mungkin-terjadi-saat-pengalihan-atau-konversi-suatu-sistem-lama-ke- sistem-baru-dan-cara-cara-pengkonversian-sistem-dengan-berbagai-asumsi-agar-tidak-terjadi-kesalahan/ (Diakses 4 Januari 2014)

Gambar

Gambar 2. Tiga Peran Utama Sistem Informasi
Gambar 3. Siklus Pengembangan Sistem Informasi
Gambar 4 System Development Life Cycle
Gambar  5  berikut  ini  menyajikan  representasi  grafik  metode  konversi  yang  dapat  dipilih oleh perusahaan untuk mengimplementasikan sistem informasi yang baru

Referensi

Dokumen terkait

Setelah tahap pembuatan desain dan ornamen selesai, tahap selanjutnya adalah tahap pemotongan plat tembaga atau kuningan, sebagai bahan dasar dari pembuatan produk ini,

fâtâwâ and sermons of the Islamic authorities in Indonesia by analyzing the discourse of moral judgmentalism, the classification between MLWHA and “ normal-

Menggunakan Borland Delphi 7 Pada komputer, untuk dapat menerima data ADC dari mikrokontroler ATmega8535 yang dikirim dengan komunikasi data serial, diperlukan

Dengan kata lain pastoral adalah segala usaha dari seluruh umat untuk membangun Gereja dan dunia?. Secara lebih meriah Dekrit Christus Dominus (CD

KEPOLISIAN NEGERA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT. BAGIAN

Sebagian guru belum menunjukkan tanggungjawab terhadap sekolah dan profesi dalam arti suka rela untuk mewujudkan keberhasilan pendidikan dan pengajaran juga terlihat dari

RENJA DINAS PPKB dan P3A KAB.WONOGIRI TAHUN 2020 20 Sebagai salah satu PD yang ikut mengemban misi kedua bersama PD yang lain, mempunyai tugas pokok dan fungsi

Dari perhitungan nilai skor REBA setelah perancangan alat pencacah pada pekerja proses pencacahan tanaman janggelan dapat diketahui hasil akhir sebesar 4.. Sehingga hasil