• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengenal Sifat Material (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mengenal Sifat Material (2)"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

Mengenal

Sifat Material (2)

oleh:

Sudaryatno Sudirham

Open Course

(2)

 Struktur Kristal dan Nonkristal Teori Pita Energi dan Teori Zona

 Sifat Listrik Metal

 Sifat Listrik Dielektrik

 Sifat Thermal Material

(3)
(4)
(5)

Kristal

Kristal merupakan susunan atom-atom yang teratur dalam ruang tiga dimensi. Keteraturan susunan tersebut timbul karena kondisi geometris

yang dihasilkan oleh ikatan atom yang terarah dan paking yang rapat. Sesungguhnya tidaklah mudah untuk menyatakan bagaimana atom tersusun dalam padatan. Namun ada hal-hal yang diharapkan menjadi

faktor penting yang menentukan terbentuknya polihedra koordinasi atom-atom.

Secara ideal, susunan polihdra koordinasi paling stabil adalah yang memungkinkan terjadinya energi per satuan volume minimal.

Keadaan tersebut dicapai jika: 1. kenetralan listrik terpenuhi

2. ikatan kovalen yang diskrit dan terarah terpenuhi 3. meminimalkan gaya tolak ion-ion

(6)

Struktur kristal yang biasa teramati pada padatan dinyatakan dalam konsep geometris ideal yang disebut kisi-kisi ruang (space lattice) dan menyatakan cara bagaimana polihedra koordinasi atom-atom tersusun bersama agar

energi dalam padatan menjadi minimal.

Kisi-kisi ruang adalah susunan tiga dimensi titik-titik di mana setiap titik memiliki lingkungan yang serupa. Titik dengan lingkungan yang serupa itu

disebut titik kisi (Lattice Point).

Titik kisi dapat disusun hanya dalam 14 susunan yang berbeda yang disebut kisi-kisi Bravais; oleh karena itu atom-atom dalam kristal haruslah tersusun

dalam salah satu dari 14 kemungkinan tersebut.

Kristal

(7)

Sel Satuan pada Kisi-Kisi Ruang BRAVAIS [2,5]

(8)

Setiap titik kisi dapat ditempati oleh satu atau lebih atom, tetapi atom atau kelompok atom pada satu titik kisi haruslah identik dengan orientasi yang

sama agar memenuhi definisi kisi ruang.

Susunan atom dapat disebutkan secara lengkap dengan menyatakan posisi atom dalam suatu unit yang secara berulang tersusun dalam kisi ruang. Unit

yang berulang itu disebut sel satuan.

Rusuk sel satuan, yaitu vektor yang menghubungkan dua titik kisi, haruslah merupakan translasi kisi, dan sel satuan yang identik akan membentuk

kisi-kisi ruang jika mereka disusun bidang sisi ke bidang sisi.

Satu kisi-kisi ruang dapat memiliki beberapa sel satuan berbeda yang memenuhi kriteria tersebut di atas, akan tetapi biasanya sel satuan dipilih

yang memiliki geometri sederhana dan memuat beberapa titik kisi saja.

Satu sel satuan yang memiliki titik kisi hanya pada sudut-sudutnya, atau dengan kata lain satu unit sel yang memuat hanya satu titik kisi, disebut sel

primitif.

Kristal

(9)

Unsur Metal dan Unsur Mulia

3 sel satuan yang paling banyak dijumpai pada unsur ini adalah:

Bulatan menunjukkan posisi atom yang juga merupakan lattice points pada FCC

dan BCC

Posisi atom yang ada dalam sel bukan lattice

points

[2]

Kristal

(10)

Unsur ini biasanya memiliki ikatan kovalen sehingga kristal yang terbentuk akan mengikuti ketentuan ikatan ini.

Jika orbital yang tak terisi digunakan seluruhnya untuk membentuk ikatan, maka atom ini akan berikatan dengan (8 – N) atom lain, dimana N adalah jumlah elektron valensi yang dimilikinya.

Elemen Cl, Br, J, kulit terluarnya memuat 7 elektron; oleh karena itu pada umumnya mereka berikatan dengan hanya 1 atom dari elemen yang sama membentuk molekul diatomik, Cl2, Br2, J2.

Molekul diatomik tersebut membangun ikatan dengan

molekul yang lain melalui ikatan sekunder yang lemah,

membentuk kristal.

Unsur Dengan Lebih Dari 3 Elektron Valensi

[2]

Kristal

(11)

Atom Group VI (S, Se, Te) memiliki 6 elektron di kulit terluarnya dan

membentuk molekul rantai atao cincin di mana setiap atom berikatan dengan dua atom (dengan sudut ikatan tertentu).

Molekul ini berikatan satu sama lain dengan ikatan sekunder yang lemah membentuk kristal.

Rantai spiral atom Te bergabung dengan rantai yang

lain membentuk kristal hexagonal.

[2]

Atom Group VI (S, Se, Te)

(12)

Atom Group V (P, As, Sb, Bi) memiliki 5 elektron di kulit terluarnya dan setiap atom berikatan dengan tiga atom (dengan sudut ikatan tertentu).

[2]

Atom Group V (P, As, Sb, Bi)

(13)

Kristal Ionik

Walau sangat jarang ditemui kristal yang 100% ionik, namun beberapa kristal memiliki ikatan ionik yang sangat dominan sehingga dapat disebut sebagai kristal ionik. Contoh: NaCl, MgO, SiO2, LiF.

Dalam kristal ionik murni, polihedra anion (polihedra koordinasi) tersusun sedemikian rupa sehingga kenetralan listrik terpenuhi dan energi ikat per satuan volume menjadi minimum tanpa menyebabkan menguatnya gaya tolak antar muatan yang bersamaan tanda.

Gaya tolak yang terbesar terjadi antar kation karena muatan listriknya terkonsentrasi dalam volume yang kecil, oleh karena itu polihedra koordinasi harus tersusun sedemikian rupa sehingga kation saling berjauhan.

(14)

Contoh struktur kristal ionik

Anion

Kation

tetrahedron

oktahedron

(15)

Kristal Molekul

Jika dua atom terikat dengan ikatan primer, baik berupa ikatan ion ataupun ikatan kovalen, maka mereka dapat membentuk molekul yang diskrit.

Jika ikatan primer tersebut kuat dalam satu sub-unit, maka ikatan yang terjadi antar sub-unit akan berupa bentuk ikatan yang berbeda dari ikatan primer. Kristal yang terbentuk adalah kristal molekuler dengan ikatan antar sub-unit yang lemah.

Jika ikatan primernya adalah ikatan ion, molekul yang diskrit terbentuk jika muatan kation sama dengan hasilkali muatan anion dengan bilangan

koordinasi.

Contoh: sub-unit SiF4 terbentuk dengan ikatan ion, polihedra

koordinasi atau polihedra anion berbentuk tetrahedra F mengelilingi kation Si yang kemudian tersusun dalam kisi-kisi BCC

(16)

Pada es (H2O), ikatan primernya adalah ikatan kovalen dan ikatan sekunder antar sub-unit adalah ikatan ionik yang lemah

Hidrogen hanya akan membentuk satu ikatan kovalen. Oleh karena itu molekul air terdiri dari 1 atom oksigen dengan 2 ikatan kovalen yang dipenuhi oleh 2 atom hidrogen dengan sudut antara dua atom hidrogen adalah 105o.

Dalam bentuk kristal, atom-atom hidrogen mengikat molekul-molekul air dengan ikatan ionik atau ikatan dipole hidrogen.

Bola-bola menunjukkan posisi atom O; atom H terletak pada garis yang

menghubungkan atom O yang berdekatan; ada 2 atom H setiap satu atom O.

Kristal

(17)

Jika molekul membentuk rantaian panjang dengan penampang melintang yang mendekati simetris, mereka biasanya mengkristal dalam kisi-kisi berbentuk orthorhombic atau monoclinic.

Molekul polyethylene dilihat dari depan

Kristal

(18)

Kebanyakan polimer yang terbentuk lebih dari dua macam atom, memiliki

ketidak-teraturan yang membuat ia tidak mengkristal. Walaupun demikian ada yang memiliki penampang simetris dan mudah mengkristal, seperti

polytetrafluoroethylene (Teflon).

Molekul polytetrafluoroethylene

Polimer yang komplekspun masih mungkin memiliki struktur yang simetris dan dapat mengkristal seperti halnya cellulose.

(19)

Ketidaksempurnaan Pada Kristal

Kristal

interstitial

(atom sendiri) kekosongan

substitusi (atom asing) ⇒ pengotoran interstitial (atom asing) ⇒(pengotoran)

(20)

Kristal

ketidaksempurnaan Schottky ketidaksempurnaan Frenkel pengotoran interstitial kekosongan kation pengotoran substitusi

(21)

Selain ketidak sempurnaan tersebut, yang disebut sebagai ketidak sempurnaan titik, dapat terjadi pula ketidaksempurnaan garis dan juga

ketidaksempurnaan bidang.

Tugas Bibliografis

tentang

Ketidak Sempurnaan Kristal

Kristal

(22)
(23)
(24)

nhf

E =

h = 6,63 × 10-34 joule-sec

mv

h

=

λ

λ

π

2

=

k

bilangan gelombang:

h

mv

k

=

2

π

k k h p = h π = 2 energi kinetik elektron sbg

gelombang :

m

k

m

p

E

k

2

2

2 2 2

h

=

=

momentum: Planck : energi photon (partikel)

bilangan bulat frekuensi gelombang cahaya

De Broglie :

Elektron sbg gelombang

Teori Pita Energi

(25)

m

k

m

p

E

k

2

2

2 2 2

h

=

=

E

k

Energi elektron sebagai fungsi k (bilangan gelombang)

(26)

Makin tinggi nomer atom, atom akan makin kompleks,

tingkat energi yang terisi makin banyak.

(27)

s p d f

−5,14 3 4 5 6 7 2 3 4 57 6 3 4 5 6 7 3 4 5 6 7 4 5 6 7

Sodium

Hidrogen

E [ e V ] 0 −1 −2 −3 −4 −5 −6

Kemungkinan terjadinya transisi elektron dari satu tingkat

ke tingkat yang lain semakin banyak

Teori Pita Energi

(28)

Molekul lebih kompleks dari atom; tingkat-tingkat energi lebih banyak karena energi potensial elektron yang bergerak dalam medan yang diberikan oleh banyak inti atom tidaklah sederhana.

Lebih dari itu, energi vibrasi dan rotasi atom secara relatif satu terhadap lainnya juga terkuantisasi seperti halnya terkuantisasinya energi elektron pada atom.

Transisi dari satu tingkat ketingkat yang lain semakin banyak

kemungkinannya, sehingga garis-garis spektrum dari molekul semakin rapat dan membentuk pita.

Timbullah pengertian pita energi yang merupakan kumpulan tingkat energi yang sangat rapat.

Molekul

(29)

Penggabungan 2 atom H →→→→ H2 0 −2 −4 6 4 2 8 10 E [ e V ] 1 2 3 Å stabil tak stabil R0

jarak antar atom Pada

penggabungan dua atom, tingkat energi

dengan bilangan kuantum tertinggi akan terpecah lebih

dulu

Elektron yang berada di tingkat energi terluar disebut elektron valensi; elektron valensi berpartisipasi dalam pembentukan ikatan atom.

Elektron yang berada pada tingkat energi yang lebih dalam (lebih rendah) disebut

elektron inti;

(30)

Gambaran tentang terbentuknya molekul dapat diperluas untuk sejumlah atom yang besar yang tersusun secara teratur, yaitu kristal padatan.

n = 1

n = 2

n = 3

Jarak antar atom

E n e rg i

Padatan

Dalam penggabungan N atom identik, setiap tingkat energi terpecah menjadi N tingkat dan setiap tingkat akan mengakomodasi sepasang elekron dengan spin

yang berlawanan ( ms = ± ½ ).

Teori Pita Energi

(31)

0 5 10 Å 15 −10 −20 −30 0 E [ e V ]

sodium

2p R0 = 3,67 Å 3s 3p 4s 3d

Teori Pita Energi

(32)

Cara penempatan elektron pada tingkat-tingkat energi mengikuti urutan sederhana: tingkat energi yang paling rendah akan terisi lebih dulu,

menyusul tingkat di atasnya, dan seterusnya.

EF , tingkat energi tertinggi yang terisi disebut tingkat Fermi, atau energi Fermi.

Pada 0o K semua tingkat energi sampai ke tingkat E

F terisi

penuh, dan semua tingkat energi di atas EF kosong .

Pada temperatur yang lebih tinggi, beberapa tingkat energi di bawah EF kosong karena elektron mendapat tambahan energi untuk naik ke tingkat di

atas EF .

Teori Pita Energi

(33)

Elektron valensi yang berada pada tingkat energi Fermi ataupun di atas energi Fermi, berada pada salah satu tingkat energi yang dimiliki oleh

kristal.

Jumlah tingkat energi yang dimiliki oleh kristal sangat banyak dan sangat rapat sehingga hampir merupakan perubahan yang kontinyu. Oleh karena

itu, elektron pada tingkat energi Fermi yang bergerak dalam kristal dapat dipandang sebagai elektron bebas.

Elektron yang bergerak dengan kecepatan tertentu memiliki energi kinetik dan bilangan gelombang, k, tertentu.

m

k

m

p

E

k

2

2

2 2 2

h

=

=

Gerakan elektron tersebut mengalami hambatan karena ada celah energi.

Teori Pita Energi

(34)
(35)

Elektron sebagai gelombang mengikuti hukum defraksi Bragg.

θ

λ

2d

sin

n =

λ

π

2

=

k

θ

π

sin

d

n

k ≡

Ada satu seri nilai k yang membuat elektron terdefraksi sehingga tidak dapat melewati kristal secara bebas.

Untuk elektron dalam kristal, seri nilai k ini terkait dengan celah energi.

Nilai k dari defraksi Bragg memberikan dua set gelombang diam (standing

wave) dengan nilai energi yang berbeda; selisih antara keduanya adalah

lebar celah energi.

d = jarak antar bidang kristal;

θ = sudut datang;

n = bilangan bulat.

Model Zona

Adanya celah energi membuat energi elektron tidak lagi merupakan fungsi kontinyu dari k 2.

(36)

Model elektron bebas yang memberikan energi sebagai fungsi kontinyu dari

k 2 harus dimodifikasi dengan memutus fungsi kontinyu tersebut dengan

celah energi pada nilai k yang memberikan defraksi Bragg.

k

E

Celah energi Celah energi

k2

k1 +k1 +k2

Model Zona

(37)

Zona BRILLOUIN

Zona Brillouin adalah representasi tiga dimensi dari nilai k yang diperkenankan Celah energi Celah energi zone pertama zone kedua Satu Dimensi:

k

E

k2

k1 +k1 +k2

Model Zona

(38)

k

E

k2

k1 +k1 +k2

...

3

,

2

,

1

dengan

=

±

±

±

=

n

a

n

k

n

π

k tergantung dari arah relatif gerak elektron terhadap kristal

a = jarak antar atom

(39)

Dua Dimensi:

(

2

)

2 2 1 2 1

n

n

a

n

k

n

k

x y

+

=

+

π

− π/a

− 2π/a + π/a + 2π/a

− π/a + π/a + 2π/a − 2π/a Zona pertama Zona kedua kx ky

Model Zona

[6]

(40)

Tiga Dimensi:

(

2

)

3 2 2 2 1 3 2 1

n

n

n

a

n

k

n

k

n

k

x y z

+

+

=

+

+

π

Zone kedua terdiri dari piramida dengan tinggi π/a dan dasar 2π/a terletak di permukaan kubus dari zone pertama

k

x

k

z

k

y +π/a

π/a +π/a

π/a +π/a

π/a Zone pertama kristal kubik

Model Zona

(41)

Pada metal dengan kirstal BCC dan FCC, setiap zona memuat

jumlah status kuantum sama dengan jumlah atom yang

membentuknya

Untuk kristal dengan N atom, ada N status di zona pertama

Karena setiap tingkat energi berisi 2 elektron, maka pada kristal

monovalen ada N/2 status kuantum terendah yang terisi; zona

pertama hanya terisi setengahnya.

Di samping mengetahui jumlah status di tiap zona, perlu diketahui

juga jumlah status kuantum untuk setiap energi; yaitu

degenerasi

sebagai fungsi energi.

(42)
(43)

Berdasarkan sifat fisik dan mekanik, Seitz mengidentifikasi zat padat sebagai berikut:

Metal : memiliki koefisien temperatur

resistivitas positif, konduktivitas listrik dan thermal tinggi, bisa dibentuk secara plastis. Kristal ionik : konduktivitas listrik dan

thermal rendah, tidak plastis. (NaCL) Kristal kovalen : keras, konduktivitas listrik dan thermal rendah. (Intan). Semikonduktor : ikatan kovalen, konduktivitas listrik rendah, koefisien temperatur negatif. Berdasarkan konduktivitas listriknya kita membedakan material sebagai konduktor semikonduktor dielektrik

(44)

0,14×10

7

Stainless steel

0,7×10

7

Baja

1,03×10

7

Nickel

1,07×10

7

Besi

1,56×10

7

Kuningan

1,82×10

7

Tungsten

3,5×10

7

Aluminium

4,25×10

7

Emas

5,85×10

7

Tembaga

6,3×10

7

Perak

σ

e

[siemens]

Material

10

−15

∼ 10

−17

Polyethylene

10

−11

∼ 10

−15

Mika

10

−10

∼ 10

−15

Gelas

(borosilikat)

1 ∼ 2×10

−11

Bakelit

2 ∼ 3×10

−5

Gelas (kaca)

σ

e

[siemens]

Material

Konduktor Isolator

Konduktor

[6]

(45)
(46)

Jika pada suatu material konduktor terjadi perbedaan potensial, arus listrik akan mengalir melalui konduktor tersebut

Ε

Ε

J

e e e

=

ρ

=

σ

kerapatan arus [ampere/meter2] kuat medan [volt/meter] resistivitas [Ωm] konduktivitas [siemens]

Konduktor -

Model Klasik Sederhana

(47)

Medan listrik E memberikan gaya dan percepatan pada elektron sebesar

E

F

e

=

e

e

m

e

a

=

E

Karena elektron tidak terakselerasi secara tak berhingga, maka dapat

dibayangkan bahwa dalam pergerakannya ia harus kehilangan energi pada waktu menabrak materi pengotor ataupun kerusakan struktur pada zat

padat.

Jika setiap tabrakan membuat elektron kembali berkecepatan nol, dan

waktu antara dua tabrakan berturutan adalah 2

τ

maka kecepatan rata-rata adalah:

e

m

e

v

=

τ

E

(48)

0 2τ 4τ 6τ e e

m

e

v

=

τ

E

e maks

m

e

v

=

2

τ

E

k e c e p a ta n waktu e e

m

ne

v

ne

E

τ

J

2

=

=

=

σ

e

E

e e

m

ne

τ

σ

=

2 kerapatan elektron bebas benturan

Jika tak ada medan listrik, elektron bebas bergerak cepat pada arah yang acak sehingga tak ada aliran elektron netto. Medan listrik akan membuat

elektron bergerak pada arah yang sama. kerapatan

arus

(49)

Teori Drude-Lorentz

Tentang Metal

(50)

1900: Drude mengusulkan bahwa konduktivitas listrik tinggi pada metal dapat dijelaskan sebagai kontribusi dari elektron valensi yang dianggap dapat

bergerak bebas dalam metal, seperti halnya molekul gas bergerak bebas dalam suatu wadah. Gagasan Drude ini dikembangkan lebih lanjut oleh Lorentz.

Elektron dapat bergerak bebas dalam kristal metal pada potensial internal yang konstan. Ada dinding potensial pada permukaan metal, yang menyebabkan

elektron tidak dapat meninggalkan metal.

Semua elektron bebas berperilaku seperti molekul gas (mengikuti statistik Maxwell-Boltzmann); elektron ini memiliki distribusi energi yang kontinyu. Gerakan elektron hanya dibatasi oleh tabrakan dengan ion-ion metal.

Konduktor -

Teori Drude-Lorentz Tentang Metal [1]

(51)

Medan listrik E memberikan gaya dan percepatan pada elektron sebesar

E

F

e

=

e

e

m

e

a

=

E

Integrasi a terhadap waktu memberikan kecepatan elektron, yang disebut kecepatan drift :

t

m

e

v

e drift

E

=

(52)

t

m

e

v

e drift

E

=

Jika jalan bebas rata-rata elektron adalah L maka waktu rata-rata antara tabrakan dengan tabrakan berikutnya adalah

drift

v

L

t

+

=

µ

Kecepatan drift ini berubah dari 0 sampai

vdrift maks , yaitu kecepatan sesaat sebelum

tabrakan dengan ion metal.

t

m

e

v

v

e drift drift

2

2

E

=

=

kecepatan thermal

<<

µ

drift

v

µ

L

t ≈

Kecepatan drift rata-rata dapat didekati dengan:

Konduktor -

Teori Drude-Lorentz Tentang Metal [1]

(53)

µ

L

m

e

t

m

e

v

e e drift

2

2

E

E

=

=

Kerapatan arus adalah:

µ

e drift e

m

L

ne

v

ne

2

2

E

J

=

=

ρ

E

=

L

ne

m

e 2

2

µ

ρ

=

(54)

Model Pita Energi

untuk Metal

(55)

Jika banyak atom bergabung menjadi padatan, tingkat valensi terluar dari setiap atom cenderung akan terpecah membentuk pita energi. Tingkat-tingkat energi yang lebih dalam, yang disebut Tingkat-tingkat inti, tidak terpecah. Setiap tingkat valensi dari dari suatu padatan yang terdiri dari N atom berbentuk pita valensi yang terdiri dari N tingkat energi.

Dengan demikian maka tingkat valensi s yang di tiap atom memuat 2 elektron, akan menjadi pita s yang dapat menampung 2N elektron.

Tingkat valensi p yang di tiap atom memuat 6 elektron, akan menjadi pita p yang dapat menampung 6N elektron.

Gambaran pita-pita energi pada suatu padatan:

pita s pita p

celah energi

(56)

Pada metal, pita valensi biasanya hanya sebagian terisi

Pita energi paling luar, jika ia hanya sebagian terisi dan padanya terdapat tingkat Fermi, disebut sebagai

pita konduksi

.

kosong celah energi terisi kosong pita valensi EF pita konduksi

Sodium

(57)

Pada beberapa metal, pita valensi terisi penuh. Akan tetapi pita ini

overlap

dengan pita di atanya yang kosong. Pita yang kosong ini memfasilitasi tingkat energi yang dengan mudah dicapai oleh

elektron yang semula berada di pita valensi.

terisi penuh kosong

EF

pita valensi

Magnesium

(58)

Pada beberapa material, pita valensi terisi penuh dan pita valensi ini

tidak overlap

dengan pita di atasnya yang kosong. Jadi antara pita valensi dan pita di atasnya terdapat celah energi.

celah energi terisi penuh kosong pita valensi

Intan

celah energi terisi penuh kosong

Silikon

isolator

semikonduktor

(59)

Model Mekanika

Gelombang

(60)

Dalam model mekanika gelombang, elektron dipandang sebagai paket gelombang, bukan partikel.

Kecepatan grup dari

paket gelombang adalah

dk

df

v

g

=

2

π

f = frekuensi DeBroglie

k = bilangan gelombang

Percepatan yang dialami elektron adalah

dt

dk

dk

E

d

h

dk

dE

dt

d

h

dt

dv

a

g 2 2

2

2

π

π

=

=

=

Karena E = hf , maka:

dk

dE

h

v

g

=

2

π

(61)

dt

dk

dk

E

d

h

dk

dE

dt

d

h

dt

dv

a

g 2 2

2

2

π

π

=

=

=

dt

dk

dE

h

e

dt

v

e

dx

e

dE

=

E

=

E

g

=

2

π

E

e

E

h

dt

dk

2

π

=

2 2 2 2

4

dk

E

d

h

e

a

=

E

π

Percepatan yang dialami elektron adalah

Percepatan ini terjadi karena ada medan listrik E, yang memberikan gaya sebesar eE

Gaya sebesar eE memberikan laju perubahan energi kinetik pada elektron bebas sebesar

sehinggapercepatan elektron menjadi:

Konduktor -

Model Mekanika Gelombang

(62)

2 2 2 2

4

dk

E

d

h

e

a

=

E

π

sehinggapercepatan elektron menjadi:

Bandingkan dengan relasi klasik:

F

m

a

e e

=

Kita definisikan

massa efektif elektron

:

1 2 2 2 2

4

*





=

dk

E

d

h

m

π

m

*

e

a

=

E

Untuk elektron bebas m* = me .

Untuk elektron dalam kristal m* tergantung dari energinya.

Konduktor -

Model Mekanika Gelombang

(63)

1 2 2 2 2

4

*





=

dk

E

d

h

m

π

menurun

dk

dE

negatif

2 2

dk

E

d

negatif

*

m

meningkat

dk

dE

positif

2 2

dk

E

d

k

E

k1 +k1

kecil

*

m

celah energi sifat klasik

m* = me jika energinya tidak mendekati batas pita energi

dan kurva E terhadap k berbentuk parabolik

Pada kebanyakan metal m* = me karena pita energi tidak terisi penuh. Pada material yang pita valensinya terisi penuh

m* ≠ me

(64)

Teori Sommerfeld

Tentang Metal

(65)

Metal dilihat sebagai benda padat yang kontinyu, homogen, isotropik. Gambaran tentang elektron seperti pada teori Drude-Lorentz; elektron bebasa berada pada potensial internal yang konstan.

Perbedaannya adalah bahwa elektron dalam sumur potensial mengikuti teori kuantum dan bukan mekanika klasik

Berapa statuskah yang tersedia untuk elektron atau dengan kata lain bagaimanakah kerapatan status?

Bagaimana elektron terdistribusi dalam status yang tersedia dan bagaimana mereka berpartisipasi dalam proses fisika?

Kita lihat lagi Persamaan Schrödinger

(66)

x

z

y

Lx Ly

Lz

Sumur tiga dimensi

0

2

2 2 2 2 2 2 2

=

ψ

+

ψ

+

ψ

+

ψ

E

z

y

x

m

h

)

(

)

(

)

(

)

,

,

(

x

y

z

=

X

x

Y

y

Z

z

ψ

0

)

(

)

(

1

)

(

)

(

1

)

(

)

(

1

2

2 2 2 2 2 2 2

=

+

+

+

E

z

z

Z

z

Z

y

y

Y

y

Y

x

x

X

x

X

m

h

E

m

z

z

Z

z

Z

y

y

Y

y

Y

x

x

X

x

X

2 2 2 2 2 2 2

2

)

(

)

(

1

)

(

)

(

1

)

(

)

(

1

h

=

+

+

Aplikasi Persamaan Schrödinger: Kasus 3 Dimensi

(67)

x E m x x X x X 2 2 2 2 ) ( ) ( 1 h − = ∂ ∂ y E m y y Y y Y 2 2 2 2 ) ( ) ( 1 h − = ∂ ∂ z E m z z Z z Z 2 2 2 2 ) ( ) ( 1 h − = ∂ ∂

0

)

(

2

)

(

2 2 2

=

+

x

X

E

m

x

x

X

x

h

2x 2 2

L

8m

h

n

E

x

=

x 2 y 2 2

L

8m

h

n

E

y

=

y 2 z 2 2

L

8m

h

n

E

z

=

z x z y Lx Ly Lz

Sumur tiga dimensi

Aplikasi Persamaan Schrödinger; Kasus 3 Dimensi

(68)

2 x 2 2

L

8m

h

n

E

x

=

x 2 y 2 2

L

8m

h

n

E

y

=

y 2 z 2 2

L

8m

h

n

E

z

=

z Energi elektron :

Energi elektron dinyatakan dalam momentumnya:

m

p

E

x x

2

2

=

m

p

E

y y

2

2

=

m

p

E

z z

2

2

=

sehingga : 2 x 2

L

2





=

n

h

p

x x 2 y 2

L

2

=

n

h

p

y y 2 z 2

L

2





=

n

h

p

z z momentum : i

L

2

h

n

p

i

=

±

i

(69)

momentum : i

L

2

h

n

p

i

=

±

i

Tanda ± menunjukkan bahwa arah momentum bisa positif atau negatif. Pernyataan ini menunjukkan bahwa momentum terkuantisasi.

px, py, pz membentuk

ruang momentum

tiga dimensi. Jika ruang momentum berbentuk kubus, maka satuan sisi kubus adalah

h/2L

Kwadran pertama

ruang momentum (dua dimensi):

px py

0

setiap titik menunjukkan status momentum yang diperkenankan

setiap status momentum menempati ruang sebesar

h2/4L2 (kasus 2 dimensi).

(70)

Kwadran pertama

ruang

momentum

(dua dimensi)

px py 0 px py 0 p dp

setiap status momentum menempati ruang sebesar

h2/4L2

(

)

3 2

L

8

/

8

/

4

)

(

3

h

dp

p

dp

p



=

π

dimensitiga

(

)

3

V

4

)

(

2

h

dp

p

dp

p



=

π

(71)

px py 0 p dp tiga dimensi

(

)

3

V

4

)

(

2

h

dp

p

dp

p



=

π

Karena

p =

(

2mE

)

1/2

dp

=

2

(

2

mE

)

−1/2

dE

maka

(

)

(

)

dE

mE

m

mE

h

V

dE

E



(

)

4

2

2

1/2 3 −

×

×

=

π

(

) ( )

d

dE

E

m

h

V

dE

E



(

)

=

2

×

2

3/2 1/2

=

3

π

massa elektron di sini adalah massa efektif Inilah kerapatan status. Setiap status mencakup 2 spin

Berapakah yang terisi?

Konduktor -

Teori Sommerfeld Tentang Metal [1]

(72)
(73)

Densitas Status pada 0 K

(

) ( )

d

dE

E

m

h

V

dE

E



(

)

=

2

×

2

3/2 1/2

=

3

π

Status energi diisi oleh elektron valensi mulai dari tingkat terendah secra berurut ke tingkat yang lebih tinggi sampai seluruh elektron terakomodasi. Elektron pada status energi yang paling tinggi analog dengan elektron pada tingkat energi paling tinggi di sumur potensial.

Elektron ini memerlukan tambahan energi sebesar work function untuk meninggalkan sumur potensial.

Status energi paling tinggi, yaitu tingkat yang paling tinggi yang ditempati oleh elektron pada 0 K secara tentatif didefinsikan sebagai tingkat Fermi, EF.

(Definisi ini sesungguhnya tidak lengkap, tetapi untuk sementara kita gunakan).

(74)

px py

0

p

dp

Jika p adalah jarak dari titik pusat ke momentum paling luar, maka akan diperoleh status yang terisi.

Status yang terisi adalah:

3 3 3 3 3

3

V

8

2L

3

4

h

p

h

p



=

π

÷

=

π

Karena

p =

(

2mE

)

1/2

( )

3 2 / 3 3/2

3

V

2m

8

h

E



=

π

Energi Fermi: 3 2 / 3 2 / 3

2

1

V

3

8

1

h

m



E

F

=

π

3 / 2 2 2 3 / 2

V

3

8

2

1

V

3

4

1

=

=

π

π



m

h

h

m



E

F

(75)

N(E)

E EF

∞ E1/2

Densitas & Status terisi pada 0 K

Densitas Status pada 0 K

(

) ( )

m

E

dE

d

h

V

dE

E



(

)

=

2

×

2

3/2 1/2

=

3

π

Jumlah status yang terisi dihitung dari

jumlah status momentum yang terisi dalam ruang momentum: 3 3 3 3 3 3h V 8 L / ) 3 / 4 ( 2 p h p  = × π = π

(76)

Jika elektron pada tingkat energi EF kita pandang secara klasik, relasi energi:

Pada tingkat energi EF sekitar 4 eV, sedang

F B

F

k

T

E =

di mana TF adalah temperatur Fermi

eV

10

6

,

8

×

−5

B

k

maka

T

F

4

,

7

×

10

4

K

Jadi suatu elektron klasik berada pada sekitar 50.000 K untuk setara dengan elektron pada tingkat Fermi.

(77)

Hasil Perhitungan

6,4

5,5

Au

6,4

5,5

Ag

8,2

7,0

Cu

1,8

1,5

Cs

2,1

1,8

Rb

2,4

2,1

K

3,7

3,1

Na

5,5

4,7

Li

T

F

[

o

K×10

-4

]

E

F

[eV]

elemen

E =

F

k

B

T

F [1]

Konduktor -

Tingkat Energi FERMI

(78)
(79)

Menurut mekanika gelombang elektron bebas dalam kristal dapat

bergerak tanpa kehilangan energi. Setiap kelainan pada struktur kristal akan menimbulkan hambatan pada gerakan elektron yang menyebabkan timbulnya resistansi listrik pada material.

Bahkan pada 0o K, adanya resistansi dapat teramati pada material nyata

sebab pengotoran, dislokasi, kekosongan, dan berbagai ketidaksempurnaan kristal hadir dalam material.

Pada metal murni, resistivitas total merupakan jumlah dari dua komponen yaitu komponen thermal ρT, yang timbul akibat vibrasi kisi-kisi kristal, dan resistivitas residu ρr yang disebabkan adanya pengotoran dan

ketidaksempurnaan kristal. Relasi Matthiessen: e r T

σ

ρ

ρ

ρ

=

+

=

1

resistivitas total

resistivitas thermal resistivitas residu

konduktivitas

Konduktor -

Resistivitas

(80)

Eksperimen menunjukkan: 200 300 oK 100 | | − − −− − − Cu Cu, 1,12% Ni Cu, 2,16% Ni Cu, 3.32% Ni ρ [o h m -m ] × 1 0 8 1 2 3 4 5

6 Di atas temperatur Debye

komponen thermal dari resistivitas hampir linier terhadap temperatur:

frekuensi maks osilasi B D D

k

hf

=

θ

D s D

f

c

=

λ

Temperatur Debye: konstanta Boltzmann 1,38×10−23 joule/oK kecepatan rambat suara panjang gelombang minimum osilator [6]

Konduktor -

Resistivitas

(81)

200 300 oK 100 | | − − −− − − Cu Cu, 1,12% Ni Cu, 2,16% Ni Cu, 3.32% Ni ρ [o h m -m ] × 1 0 8 1 2 3 4 5 6

(

x

)

Ax

r

=

1

ρ

konstanta tergantung dai jenis metal dan

pengotoran konsentrasi pengotoran Relasi Nordheim: Jika x << 1

ρ

r

=

Ax

2% 3% 1% | | − −− −

ρ

r /

ρ

27 3 0,05 0,10 0,15 0,20 4% | In dalam Sn [6]

Konduktor -

Resistivitas

(82)

Pengaruh Jenis Pengotoran pada

Cu

| | | | 2,0×10−8 2,5×10−8 1,5×10−8 ρ [o h m -m e te r] 0 0,05 0,10 0,15 0,20 ρT (293) Sn Ag Cr Fe P % berat [6]

Konduktor -

Resistivitas

(83)
(84)

Elektron bebas dalam metal tidak meninggalkan metal, kecuali jika mendapat tambahan energi yang cukup.

+

+

+

+

x

EF E n e rg i Hampa eF

Emisi Elektron

(85)

emitter collector cahaya A V Sumber tegangan variabel I V −−−−V0 x lumen 2x lumen 3x lumen 0

Pada tegangan ini semua elektron kembali ke katoda (emitter)

Laju keluarnya elektron (arus) tergantung dari intensitas cahaya tetapi energi kinetiknya tidak

tergantung intensitas cahaya Energi kinetik elektron = e V0

Peristiwa photolistrik

(86)

emitter collector cahaya A V Sumber tegangan variabel I V −−−−V01 λ=5000Å (biru) −−−−V02 −−−−V03 λ=5500Å (hijau) λ=6500Å (merah) Intensitas cahaya konstan tetapi panjang gelombang berubah

Emisi Elektron -

photolistrik

(87)

emitter collector cahaya A V Sumber tegangan variabel

Photon dengan energi hf diserap elektron di permukaan metal sehingga elektron tersebut mendapat tambahan energi. Jika pada awalnya elektron menempati tingkat energi tertinggi di pita konduksi dan

bergerak tegak lurus ke arah permukaan, ia akan meninggalkan emitter dengan

energi kinetik maksimum

E

k maks

= hf

Energi yang diterima

Energi untuk mengatasi hambatan di permukaan

(dinding potensial)

Emisi Elektron -

photolistrik

(88)

emitter collector cahaya A V Sumber tegangan variabel tingkat energi terisi hf EF eφφφφ Ek maks Ek < Ek maks hf

(89)

emitter collector cahaya A V Sumber tegangan variabel

Jika V0 (yang menunjukkan energi kinetik) di-plot terhadap frekuensi:

Vo f −φ1 −φ2 Slope = h/e Metal 1 Metal 2 Rumus Einstein:

e

V

0

====

hf

−−−−

e

φ

Emisi Elektron -

photolistrik

(90)

Peristiwa Emisi Thermal

Pada temperatur tinggi, sebagian elektron memiliki energi kinetik yang lebih tinggi dari energi rata-rata elektron sehingga dapat melampaui

work function ( eφ ).

A

V vakum

pemanas

katoda anoda Jika arus cukup tinggi, terjadi saling tolak antara elektron di ruangan sehingga

elektron dengan energi rendah tidak mencapai anoda.

Muatan ruang makin berpengaruh jika arus makin tinggi. Arus akan mencapai

kejenuhan.

I

V

−V

Emisi Elektron –

emisi thermal

(91)

Makin tinggi temperatur katoda, akan makin tinggi energi elektron yang keluar dari permukaan katoda, dan kejenuhan terjadi pada nilai arus yang lebih tinggi.

A V vakum pemanas katoda anoda I V −V T1 T2 T3

Kejenuhan dapat diatasi dengan menaikkan V I T V1 V2 V3

(92)

Pada tegangan yang sangat tinggi, dimana efek muatan ruang teratasi secara total, semua elektron yang keluar dari katoda akan mencapai anoda.

A V vakum pemanas katoda anoda Persamaan Richardson-Dushman kT e

e

AT

J

=

2 − φ /

kerapatan arus konstanta dari material

k = konstanta Boltzman = 1,38×10−23 joule/oK

I

T

V1 V2 V = ∞

(93)

Nilai φ tergantung dari temperatur : A V vakum pemanas katoda anoda

T

α

φ

φ

====

0

++++

pada 0o K

dT

d /

φ

α ====

koefisien temperatur

K

eV/

10

−4 o

α

e

pada kebanyakanmetal murni

Persamaan Richardson-Dushman menjadi:

kT

e

k

e

e

e

AT

J

====

2

−−−−

α

/

−−−−

φ

0

/

(94)

A V vakum pemanas katoda anoda Persamaan Richardson-Dushman

kT

e

k

e

e

e

AT

J

====

2

−−−−

α

/

−−−−

φ

0

/

kT e k e

e

Ae

AT

J

/ / 2 0 φ α −−−− −−−−

====

kT

e

k

e

A

AT

J

0 2

ln

ln



====

−−−−

α

−−−−

φ











      2 ln AT J T 1

?

(95)

1,62

1,9

290

303

Cs

0,60

2,5

800

983

Ba

0,60

3,4

1500

2123

Th

0,55

4,2

2100

2873

Mo

0,4 – 0,6

4,1

2300

3271

Ta

0,060

4,5

2500

3683

W

A

[10

6

amp/m

2 o

K

2

work

function

[eV]

temp. kerja

[

O

K]

titik leleh

[

O

K]

Material

katoda

[6]

Emisi Elektron –

emisi thermal

(96)

Jika elektron dengan energi tinggi (yang disebut elektron primer)

ditembakkan ke permukaan metal, elektron dapat keluar dari permukaan metal (yang disebut elektron sekunder).

Energi kinetik elektron sekunder tidak harus tergantung dari energi kinetik elektron yang membentur permukaan.

Efisiensi emisi sekunder dinyatakan sebagai rasio jumlah elektron

sekunder, Is terhadap jumlah elektron primer yang membentur permukaan,

Ip. Rasio ini disebut secondary emission yield,

δ

, dan merupakan fungsi dari

energi kinetik berkas elektron yang membentur permukaan.

Jika energi kinetik berkas elektron yang membentur permukaan terlalu rendah hanya sedikit dihasilkan emisi sekunder.

Emisi Elektron –

emisi sekunder

(97)

Jika energi kinetik berkas elektron yang membentur permukaan terlalu tinggi hanya sedikit juga dihasilkan emisi sekunder. Hal ini disebabkan karena elektron yang membentur permukaan metal sempat masuk (penetrasi) ke dalam metal sebelum terjadi benturan dengan elektron bebas dalam metal.

Elektron bebas yang menerima tambahan energi mengalami tabrakan-tabrakan sebelum mencapai permukaan, dan mereka gagal keluar dari permukaan metal.

Akibatnya adalah δ sebagai fungsi dari energi berkas elektron, mempunyai nilai maksimum. δ Ek 0 0 δmaks Ek maks

(98)

1300

4,8

Al

2

O

3

500

10,2

BeO

400

∼2,5

gelas

700

1,43

W

550

1,3

Ni

375

1,25

Mo

400

0,9

Cs

600

1,35

Cu

300

0,97

Al

E

k

[eV]

δ

maks

emitter

[6]

(99)

Efek SCHOTTKY

Dalam peristiwa emisi thermal telah disebutkan bahwa

kenaikan medan listrik antara emitter dan anoda akan

mengurangi efek muatan ruang.

I

V1 V2

V3

Medan yang tinggi juga meningkatkan emisi

karena terjadi perubahan dinding potensial di permukaan katoda.

+

+

+

+

x

EF E n e rg i x 0 e∅

medan listrik tinggi

V = eEx

e∆∅

Medan E memberikan potensial −eEx pada jarak x dari permukaan

nilai maks dinding potensial penurunan work function

(100)

Peristiwa Emisi Medan

Hadirnya medan listrik pada permukaan katoda, selain menurunkan

work function juga membuat dinding potensial menjadi lebih tipis.

+

+

+

+

x

EF E n e rg i e∅

medan listrik sangat tinggi V = eEx

e∆∅

jarak

tunneling

penurunan work function

Emisi Elektron –

emisi medan

(101)
(102)
(103)

Dielektrik digunakan pada

kapasitor

dan sebagai

bahan isolasi

Permitivitas relatif didefinisikan sebagai rasio permitivitas dielektrik (ε) dengan permitivitas ruang hampa (ε0)

0

ε

ε

ε

r

Jika suatu dielektrik yang memiliki permitivitas relatif εr disisipkan antara dua pelat kapasitor yang memiliki luas A dan jarak antara kedua pelat adalah d , maka kapasitansi yang semula

0 0

ε

d

A

C =

berubah menjadi r r

C

d

A

d

A

C

=

ε

=

ε

0

ε

=

0

ε

dielektrik meningkatkan kapasitansi sebesar εr kali

Faktor Desipasi

(104)

Diagram fasor kapasitor im re IRp IC Itot δ VC

δ

tan

C C Rp C

P

=

V

I

=

V

I

Desipasi daya (menjadi panas):

tanδ : faktor desipasi (loss tangent)

δ

ε

δ

ε

tan

π

2

tan

ω

2 0 0 0 r r

C

f

C

P

V

V

V

=

=

εr tanδ : faktor kerugian (loss factor)

Sifat Listrik Dielektrik -

Karakteristik Dielektrik

(105)

Kekuatan Dielektrik

Gradien tegangan maksimum yang masih dapat ditahan oleh dielektrik sebelum terjadi tembus listrik Nilai kekuatan dielektrik secara eksperimen sangat

tergantung dari ukuran spesimen, elektroda, serta prosedur percobaan

Tembus listrik diawali oleh hdirnya sejumlah elektron di pita konduksi. Elektron ini mendapat percepatan oleh adanya medan listrik yang

tinggi sehingga memperoleh energi kinetik yang tinggi. Sebagian energi ini ditransfer ke elektron valensi sehingga elektron valensi naik

ke pita konduksi. Jika jumlah elektron ini cukup banyak maka akan terjadi avalans elektron di pita konduksi. Arus meningkat dengan cepat

sehingga terjadi peleburan lokal, terbakar, atau penguapan.

Elektron awal bisa hadir oleh beberapa sebab: discharge antara elektroda tegangan tinggi dengan permukaan dielektrik yang terkontaminasi,

pori-pori berisi gas dalam dielektrik, pengotoran oleh atom asing.

Sifat Listrik Dielektrik -

Karakteristik Dielektrik

(106)

Jarak elektroda [m] X 10−2 T e g a n g a n te m b u s [k V ] 100 − 0 200 − 300 − 400 − 500 − 600 − 0 0.51 1.03 1.55 2,13 2,54 udara 1 atm udara 400 psi SF6 100 psi

SF6 1 atm Porselain Minyak Trafo High Vacuum [6]

(107)
(108)

0 0 0 0 0 0

/

ε

σ

ε

=

=

=

=

d

d

A

Q

d

C

Q

d

V

E

Tanpa dielektrik :

qr

e

=

p

E0 + + + − − − d

σ

0 + − + − + + + + + + + d

σ

E + − + − + − + − + − + − − − − − − − − Dipole listrik : timbul karena terjadi

Polarisasi

r r

d

d

A

Q

d

C

Q

d

V

E

ε

ε

σ

ε

ε

0 0

/

=

=

=

=

Dengan dielektrik :

(

1

)

0 0 0 0

=

=

σ

ε

ε

r

E

ε

E

ε

E

ε

r

σ

Polarisasi

: total dipole momen listrik per satuan volume

P

=

(109)

Molekul di dalam dielektrik mengalami pengaruh medan listrik yang lebih besar dari medan listrik yang diberikan dari luar. Medan listrik yang dialami oleh molekul ini disebut

medan lokal

.

+ − + − + + + + + + +

σ

E + − + − + − + − + − + − − − − − − − − + − + − + − + − + − + − + − + −

Induksi momen dipole oleh medan lokal Elok adalah

lok mol

=

α

E

p

polarisabilitas lok

E



α

=

P

jumlah molekul per satuan volume

(

1

)

0

=

=



α

E

lok

ε

E

ε

r

P

(

)

E

E



lok r 0

1

ε

α

ε

=

(110)

4 macam polarisasi

a. polarisasi elektronik :

tak ada medan

ada medan

E

Teramati pada semua dielektrik.

Terjadi karena pergeseran awan elektron pada tiap atom terhadap intinya.

(111)

4 macam polarisasi

tak ada medan ada medan

E

b. polarisasi ionik :

+ − + + + + − − − + − + + + + − − −

Terjadi karena pergeseran ion-ion yang berdekatan yang berlawanan muatan.

Hanya ditemui pada material ionik.

Sifat Listrik Dielektrik -

Polarisasi

(112)

4 macam polarisasi

tak ada medan

ada medan

E

c. polarisasi orientasi :

+ − + − + − + − + − + − + − + − + − + − + − + − + + − + − + −

Terjadi pada material padat dan cair yang memiliki molekul asimetris yang momen dipole permanennya dapat diarahkan oleh medan listrik.

(113)

4 macam polarisasi

tak ada medan

ada medan

E

d. polarisasi muatan ruang :

+ + + + + + + + + + + + + + − − − − − − − − − − − − − − − − + + + + + + + + + + + + + + + − − − − − − − − − − − − − − −

Terjadi pengumpulan muatan di perbatasan dielektrik.

(114)

εεεε

r

Tergantung Pada

(115)

Dalam medan bolak-baik, polarisasi total

P

, polarisabilitas total

α

α

α

α

, dan

εεεε

r, tergantung dari kemudahan dipole untuk mengikuti medan yang selalu berubah arah tersebut.

Dalam proses mengikuti arah medan tersebut, waktu yang

dibutuhkan oleh dipole untuk mencapai orientasi keseimbangan disebut

waktu relaksasi

.

Kebalikan dari

waktu relaksasi

disebut

frekuensi relaksasi

. Jika frekuensi dari medan yang diberikan melebihi frekuensi

relaksasi, dipole tidak cukup cepat untuk mengikutinya, dan proses orientasi berhenti.

Karena frekuensi relaksasi dari empat macam proses polarisasi berbeda-beda, maka kontribusi dari masing-masing proses pada polarisasi keseluruhan dapat diamati.

(116)

frekuensi listrik frekuensi optik

frekuensi power audio radio infra

merah cahaya tampak P

;

ε

r absorbsi; loss factor muatan ruang orientasi ionik elektronik orientasi muatan ruang ionik elektronik

α

(117)

ε

r

T

titik

leleh

nitrobenzene [6]

(118)

ε

r o

C

5×102 cps 104 cps 8×102 cps 5 − 10 − 15 − 20 − 0 0 100 200 300 400 silica glass [6]

(119)
(120)

tanδ : faktor desipasi (loss tangent)

im

re

Diagram fasor kapasitor

IRp IC Itot δ VC

δ

tan

C C Rp C

P

=

V

I

=

V

I

Desipasi daya (menjadi panas):

δ

ε

δ

ε

tan

π

2

tan

ω

2 0 0 0 r r

C

f

C

P

V

V

V

=

=

εr tanδ : faktor kerugian (loss factor)

Sifat Listrik Dielektrik -

Kehilangan Energi

(121)

Sifat Ferroelectric

Sifat Piezoelectric

Tugas Bibliografis

Dikumpulkan pada hari WWWWWW

Jam : WWW.

(122)

Gambar

Diagram fasor kapasitor im I Rp reICItotδV C δCtanCRpP=VCI=VI

Referensi

Dokumen terkait

Beda energi keadaan orbital atom pada pita valensi ( i ) dengan orbital molekul pada pita konduksi ( k ) merupakan besar energi yang diperlukan untuk eksitasi

gelombang dapat dinyatakan sebagai energi partikel photon dengan formula (2.14), maka energi partikel elektron yang dipandang sebagai gelombang haruslah dapat dinyatakan

Atom dengan lebih dari satu elektron akan memberikan persamaan Schrödinger yang rumit, karena setiap elektron tidak hanya mendapat gaya tarik dari inti atom saja

Beda energi keadaan orbital atom pada pita valensi (i) dengan orbital molekul pada pita konduksi (k) merupakan besar energi yang diperlukan untuk eksitasi elektron

Kalau energi gelombang dapat dinyatakan sebagai energi partikel photon dengan formula (2.14), maka energi partikel elektron yang dipandang sebagai gelombang haruslah dapat

Sebagaimana telah kita lihat, bilangan kuantum utama n yang terkait dengan tingkat energi utama, muncul pada aplikasi persamaan Schrödinger pada bagian yang

Perbedaan penting antara kedua model atom itu adalah bahwa dalam model Rutherford elektron berada di sekeliling inti atom dengan cara yang tidak menentu sedangkan pada

ENMT 801002 – MATERIAL TEKNIK – 2 SKS Teori dasar material mencakup teori atom, ikatan atom, bonding system, struktur kristal, struktur dan sifat material, seleksi material besi,