• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA GASIFIKASI LIMBAH PADAT TEBU (Saccharum officinarum L.) MENGGUNAKAN GASIFIER UNGGUN TETAP TIPE DOWNDRAFT ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KINERJA GASIFIKASI LIMBAH PADAT TEBU (Saccharum officinarum L.) MENGGUNAKAN GASIFIER UNGGUN TETAP TIPE DOWNDRAFT ABSTRAK"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KINERJA GASIFIKASI LIMBAH PADAT TEBU (Saccharum officinarum L.) MENGGUNAKAN GASIFIER UNGGUN TETAP TIPE DOWNDRAFT

Bambang Purwantana, Mahmuddin An Nurisi, Sri Markumningsih Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada,

Jl. Flora, Bulaksumur, Yogyakarta 55281. Email: bambang_pw@ugm.ac.id Telp/Fax: 0274-589797

ABSTRAK

Di Indonesia produksi limbah padat berupa ampas tebu per tahun sangat besar dan sangat potensial digunakan sebagai sumber energi yang terbarukan. Salah satu bentuk pemanfaatan energi dari ampas tebu adalah dikonversi menjadi bahan bakar gas melalui proses gasifikasi. Penelitian ini mengkaji unjuk kerja gasifikasi ampas tebu menggunakan gasifier unggun tetap tipe downdraft dilihat dari aspek prosentase gas metana yang dihasilkan, tingkat energi pembakaran dan kestabilan produksi gas bakar. Produksi gas metana diukur menggunakan gas kromatografi berdasarkan prinsip perbandingan konsentrasi relatif terhadap gas asetilin. Energi yang dihasilkan diukur menggunakan prinsip perubahan suhu pada pemanasan sejumlah massa air. Produksi gas bakar diamati berdasarkan waktu nyala efektif mulai saat gas dapat dibakar sampai habis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gas yang dihasilkan memiliki kandungan metana rerata sebesar 3,6%. Panas yang dihasilkan sebesar 2.237,9 kJ/kg-ampas tebu atau tingkat efisiensi konversi energi sebesar 29,5%. Kestabilan produksi gas bakar ditunjukkan berdasarkan lama penyalaan efektif 11,6 menit/kg-ampas tebu. Kendala utama pada gasifikasi ampas tebu adalah kestabilan produksi gas yang masih fluktuatif tergantung pada tingkat kepadatan dan aliran bahan.

Kata kunci: gasifikasi, limbah padat tebu, downdraft gasifier, kinerja

ABSTRACT

In Indonesia the production of sugar cane solid waste (bagasse) per year was high and it has potential as a renewable energy resource. The bagasse could be converted as a gaseous fuel through gasification method. The objective of this reserach was to study the performance of gasification of bagasse using fixed bed downdraft gasifier especially in term of production of methan, heat and stability of gas production. The methan was measured using gas chromatograph based on the relative comparation to acetylen. The energy was measured based on temperature difference in heating of a mass of water, and the stabilization of gas production was measurdd based on the time interval of gas could be burnt. The result shows that the gas production containt 3.6% of methan. The energy produced was 2,237.9 kJ/kg-bagasse, and the effective gas production was 11.6 minute/kg-bagasse. The main problem of gasification of bagasse was less stabilization of gas production due to low material compaction and uncontinuous mass flow.

(2)

PENDAHULUAN

Bahan bakar biomassa dapat diperoleh antara lain dari limbah pertanian dan material lainnya. Limbah pertanian yang tersedia melimpah merupakan potensi yang sangat besar yang belum dioptimalkan dalam pengembangan sumberdaya energi berbasis biomassa. Salah satu limbah pertanian yang cukup besar ketersediaanya adalah ampas tebu. Potensi ampas tebu di Indonesia adalah sebesar 30 ton tebu per hektar per tahun. Dengan luas lahan tebu Indonesia sebesar 344,8 juta hektar per tahun maka berarti tersedia potensi ampas tebu sebesar 10.344 juta ton per tahun (Prihandana, 2008).

Ampas tebu secara fisik tersusun atas 55-60% serat, 30-35% pith dan 10-15% tanah dan bahan terlarut. Secara kimia, ampas tebu terdiri atas 46-47% selulosa, 24-26% pentose, 20-21% lignin, dan 10-15% unsur lainnya. Pada kadar air 50%, ampas tebu memiliki nilai kalori sekitar 7.600 kJ/kg (Prihandana, 2008). Berdasarkan potensi jumlah maupun kandungan kimia dan energi yang tersimpan dalam ampas tebu maka pemanfaatannya sebagai sumber energi terbarukan layak untuk dipertimbangkan.

Biomassa, seperti halnya ampas tebu, secara umum mengandung karbon, hidrogen dan oksigen bersama-sama dengan kadar air. Pada kondisi yang terkontrol, yaitu pada kondisi oksigen yang rendah dan suhu yang tinggi, bahan biomassa dapat dikonversi dalam bentuk gas atau biasa disebut gas produksi yang mengandung karbon monoksida, hidrogen, karbon dioksida, metana, dan nitrogen. Bridgewater, 2003, menyatakan bahwa bahan bakar gas dapat diperoleh melalui suatu proses panas menggunakan oksidasi parsial, uap air (steam), atau gasifikasi pirolisis (pyrolystic gasification). Konversi thermo-khemis biomassa padat menjadi bahan bakar gas ini secara umum disebut gasifikasi biomassa.

Gasifikasi merupakan proses konversi bahan bakar padat atau cair menjadi bahan bakar gas tanpa menghasilkan limbah atau residu karbon padat. Gasifikasi merupakan salah satu bentuk konversi yang sangat penting karena dapat secara efektif dimanfaatkan untuk desentralisasi pembangkit daya dan penerapan pemanfaatan panas. Gasifikasi juga merupakan teknologi konversi energi yang dapat digunakan untuk berbagai macam bahan bakar biomassa.

McKendry, 2002a, menyimpulkan bahwa gasifikasi biomassa merupakan proses pengkonversian biomassa menjadi bahan bakar berbentuk gas karena adanya proses oksidasi parsial (sedikit oksigen) dari biomassa tersebut pada suhu tinggi antara 800-900C. Gas yang dihasilkan antara lain terdiri dari unsur-unsur hidrogen, karbon monoksida, metana, karbon dioksida, uap air, senyawa hidrokarbon lain dalam jumlah yang kecil, serta bahan-bahan non-organik (Lim dan Sims, 2003). Gas yang dihasilkan ini mempunyai nilai kalori yang rendah (1000-1200 kCal/Nm3) tetapi dapat dibakar dengan efisiensi yang tinggi dengan kontrol yang mudah dan tidak menghasilkan emisi asap. Setiap kilogram biomassa kering-udara (kadar air ± 10%) mengandung sekitar 2,5m3 bahan bakar gas. Dalam terminologi energi, efisiensi konversi pada proses gasifikasi biomassa berkisar antara 60 – 70% (McKendry, 2002b).

Gasifier merupakan perangkat atau instrumen untuk terjadinya suatu proses gasifikasi. Beberapa jenis gasifier yang berkembang antara lain gasifier unggun tetap (fixed bed) dengan sistem aliran ke atas (updraft) dan aliran ke bawah (downdraft), gasifier dengan pelumasan (fluidized bed) dengan sistem gelembung (bubbling) dan sirkulasi (sirculating), dan gasifier aliran berjalan (entrained flow). Fluidized bed dan entrained flow gasifier lebih sesuai dan dipakai untuk pembangkit energi atau industri skala besar, sehingga dalam penelitian ini hanya dikaji jenis fixed bed gasifier atau gasifier dengan unggun tetap.

(3)

Gasifier dengan unggun tetap merupakan jenis gasifier yang banyak digunakan karena konstruksi yang lebih sederhana. Pada gasifier unggun tetap jenis aliran ke atas (updraft gasifier), bahan masuk melalui hopper yang dapat dikunci dan mengalir ke bawah berlawanan dengan aliran pembakaran dan gas yang dihasilkan. Karena sistem aliran yang berlawanan tersebut tipe gasifier ini dapat beroperasi untuk bahan yang mempunyai kadar lengas yang tinggi. Namun demikian gas yang dihasilkan tidak bersih sehingga kurang sesuai untuk pemakaian pada pemanasan atau pemasakan bahan-bahan olahan atau makanan.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengembangkan gasifier aliran ke atas. Studi tentang kesetimbangan massa pada updraft gasifier untuk serbuk gergaji telah dilakukan oleh Payne dan Chandra (1985). Payne e.t al, (1985) juga melakukan uji terhadap tiga ukuran serbuk gergaji pada updrfat gasifier untuk menentukan pengaruh ukuran serbuk pada efisiensi sistem. Dunlap dan Payne (1988) melakukan studi penerapan kontrol dengan mikro-komputer pada gasifier. Studi terhadap gasifikasi biomassa juga dilakukan oleh Hoki, et. al, 1992. Mereka juga meneliti aspek kestimbangan panas dan efisiensi gasifikasi (Hoki, et. al, 1994), serta stabilitas laju produksi gas (Hoki et. al, 1995). Studi tentang kontrol suhu pada gasifier juga telah dilakukan dengan perlakuan kontrol aliran bahan baku (Hoki et. al, 2002).

Pada downdraft gasifier, biomassa masuk melalui lubang terbuka dengan sistem penghembusan udara atau melalui hopper yang dapat dikunci dengan sistem penghembusan oksigen. Konstruksi jenis gasifier ini cukup sederhana dan murah. Biomassa dan udara pirolisa masuk dari atas ke bawah dimana gas yang dihasilkan berada di bagian bawah reaktor. Tipe ini sangat efisien untuk pembangkit energi skala kecil. Untuk gasifier skala kecil biasanya diperlukan perangkat bantuan berupa penyedot gas (gas suction) untuk menyempurnakan proses gasifikasi.

Downdraft gasifier merupakan jenis gasifier yang banyak dikembangkan dan digunakan khususnya di negara-negara berkembang. Di India misalnya, Rajeev dan Rajvanshi (1997) mengembangkan gasifier dengan bahan bakar seresah dan daun tebu untuk penerapan pemanasan pada industri. Dari penelitian ini dilaporkan bahwa gasifier mencapai nilai ekomisnya pada kapasitas 1080 MJ h-1. Studi tentang penggunaan bahan keramik untuk gasifier biomassa juga telah dilakukan oleh Sasidharan et. al, 1995. Dilaporkan bahwa selain menghemat biaya konstruksi, umur pakai gasifier keramik ini relatif cukup panjang meskipun efisiensi produksi gasnya masih perlu ditingkatkan. Penggunaan gasifier yang digabungkan dengan mesin gas diteliti oleh Barrio et. al, 2004. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk bisa digabungkan dengan gasifier diperlukan beberapa modifikasi pada mesin karena gabungan gas hasil gasifier dan hasil karburasi berdampak pada konsentrasi campuran yang mempengaruhi perbandingan kompresi dan penyalaan.

Purwantana (2007), telah melakukan beberapa penelitian tentang pengembangan gasifier. Bersama Kusuma (2007) dan Senoaji (2007) telah dikembangkan gasifier untuk pemanfaatan limbah padat pembuatan pati aren. Kinerja dan efektivitas gasifikasi juga telah diuji dan diterapkan untuk konversi beberapa jenis biomassa lainnya. Purwantana dan Markumningsih (2007) menerapkan prinsip co-gasifikasi dengan campuran serpihan kayu. Wahyudi (2008) menerapkannya untuk gasifikasi limbah sekam, dan Anggoro (2009) telah mencobanya untuk gasifikasi limbah tongkol jagung. Untuk meningkatkan efektifitas proses gasifikasi, Purwantana (2009) dan Purwantoro (2009) telah mengembangkan prinsip pengeluaran abu gasifikasi secara kontinyu untuk meningkatkan kestabilan suhu. Susanto (2009) mencoba memperbaiki laju aliran bahan dengan mengatur tingkat pembebanan, dan Prawiranegara (2009) menggunakan siklon untuk memanen tar sekaligus membersihkan gas hasil gasifikasi.

(4)

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji unjuk kerja gasifikasi ampas tebu menggunakan gasifier unggun tetap tipe downdraft dilihat dari aspek suhu proses, prosentase gas metana yang dihasilkan, panas pembakaran gas dan efektifitas dan kestabilan produksi gas bakar.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Energi dan Mesin Pertanian, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Alat-alat yang digunakan antara lain gasifier tipe downdraft (Gambar 1-a), blower, termokopel, manometer, data logger, kompor gas, tabung venojet, dan gas kromatograf. Bahan utama yang digunakan sebagai bahan bakar gasifikasi adalah limbah padat berupa ampas tebu yang diperoleh dari Pabrik Gula Madukismo Yogyakarta. Pada saat digunakan, ampas tebu tersebut memiliki rerata kadar air 11,3% basis basah (WB) dan berat curah sebesar 60,5 kg/m3.

Untuk pengambilan data, peralatan utama penelitian dirangkai seperti ditunjukkan pada Gambar 1-b. Setiap pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dengan masing-masing menggunakan 4 kg ampas tebu. Data yang diamati dalam penelitian meliputi perilaku suhu pada setiap zona, waktu nyala efektif dari gas produksi, kalor pembakaran gas, dan kadar metan gas produksi.

Perilaku suhu pada setiap zona gasifier diamati melalui termokopel dan direkam menggunakan data logger dengan interval pengambilan data 15 detik. Dikarenakan kesulitan teknis termokopel dipasang pada dinding reaktor, dan tidak pada tengah reaktor. Waktu nyala efektif gasifikasi diukur pada saat gas dapat dibakar stabil sampai gas tidak dapat menyala lagi. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan stopwatch. Panas atau kalor pembakaran gas diukur melalui metode kenaikan suhu oleh panas pembakaran gas pada pemanasan sejumlah masa air. Suhu air yang dipanaskan dideteksi menggunakan termokopel dan direkam ke dalam data logger. Kalor yang dikandung gas tersebut dapat dihitung berdasarkan : Q = m c T, dimana Q = kalor (Joule), m = massa air (kg), c = kalor jenis air (Joule/kgoC) dan T = kenaikan suhu air (oC). Kadar metan gas produksi diukur menggunakan gas kromatografi. Sampel gas diambil menggunakan venojet dan dilakukan empat kali ulangan. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisa dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

(a)

Gambar 1. (a) Prototipe downdraft gasifier, (b) Skema rangkaian peralatan Termokope

l

Manometer

Reaktor Gas

(downdraft gasifier) blowe

r o Set kompor o o o R. Pengeringan R. Pirolisa R. Pembakaran R. Reduksi (b) )

(5)

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Kinerja suhu pada zona-zona gasifier

Pengamatan kinerja suhu pada zona-zona gasifier ditunjukkan pada Gambar 2. Secara umum kinerja suhu pada semua zona masih berada dibawah kinerja optimalnya. Pada zona pengeringan dicapai rerata suhu sebesar 73 oC. Capaian ini masih sedikit lebih rendah dari kinerja sasaran yaitu antara 80-90 oC. Meskipun demikian disamping selisih yang tidak terlalu besar capaian pada zona ini tidak sangat berpengaruh terhadap proses selanjutnya, terlebih bahwa bahan yang digunakan sebagai input bahan bakar mempunyai kadar air relative kecil sehingga proses penguapan sudah dapat berjalan baik pada capaian suhu tersebut.

Gambar 2. Kinerja suhu pada zona-zona gasifier ampas tebu

Capaian pada zona oksidasi adalah rerata 389 oC, jauh dibawah kondisi ideal sekitar 800 oC. Perbedaan nilai suhu yang besar dimungkinkan karena posisi termokopel yang dipasang pada dinding reaktor, tidak pada tengah posisi ruang oksidasi. Meskipun demikian kinerja pembakaran yang belum sempurna juga berperan terhadap rendahnya capaian suhu oksidasi. Hal ini Nampak dari pengamatan visual terhadap bahan sisa pembakaran yang belum sempurna, sehingga belum semua biomassa berubah menjadi arang, gas dan uap air.

Pada zona pirolisa, biomassa oleh panas yang dihasilkan pada proses oksidasi dipanaskan dan dihasilkan arang, tar dan gas metana pada suhu ideal 200-600 oC. Pada percobaan ini dicapai suhu ruang pirolisa sebesar rata-rata 342 oC. Pada suhu ini biomassa telah mulai dipecah menjadi tar, arang permulaan, dan gas (volatile awal). Namun demikian tar belum dapat dipecah lebih lanjut pada suhu tersebut. Sebagai akibatnya banyak porsi tar yang masuk ke bagian atau zona reduksi dan juga keluar bercampur gas produksi, mengganggu proses reduksi maupun pembakaran gas produksi.

Di zona reduksi, produk pirolisa berupa arang, tar dan metan akan diurai menjadi gas bakar CO dan H2. Proses ini akan berjalan efektif pada interval suhu sekitar 600 oC. Pada percobaan ini suhu reduksi yang dicapai rata-rata adalah 261 oC, masih cukup jauh dari konsisi ideal. Sebagai akibatnya proses reduksi belum optimal sehingga pada gas produksi disamping masih mengandung asap juga masih mengandung tar yang cukup besar. Pengamatan visual terhadap material sisa proses reduksi juga masih menyisakan arang yang belum terurai. Berdasarkan capaian kinerja suhu ini maka pemasangan isolator panas yang cukup pada dinding zona oksidasi, pirolisa dan reduksi perlu dilakukan. 0 100 200 300 400 500 1 2 3 4 S u h u ( °C)

(6)

b. Waktu nyala efektif gas produksi

Waktu nyala efektif gas produksi merupakan waktu yang diukur saat gas dapat dibakar secara stabil sampai gas tidak dapat menyala lagi. Waktu nyala efektif juga dapat diperoleh dengan cara mengurangi waktu operasional atau nyala total dengan waktu dimana gas belum atau tidak menyala. Hasil pengamatan dari tiga ulangan yang dilakukan diperoleh rerata waktu operasional sebesar 60,7 menit dengan waktu nyala efektif gas sebesar 46,3 menit dan waktu tidak efektif sebesar 14,4 menit untuk setiap 4 kg ampas tebu. Dengan demikian rerata waktu operasional gasifier adalah 15,2 menit/kg dengan waktu nyala efektif per kg ampas tebu sebesar 11,6 menit.

Waktu tidak efektif dalam satu proses gasifikasi, 14,4 menit, secara kronologis terdiri atas sekitar 3 menit berupa waktu penyiapan atau pembakaran awal, sekitar 8 menit merupakan waktu proses awal sampai gas mulai dapat dinyalakan, dan sisanya merupakan waktu di tengah-tengan proses gasifikasi dimana nyala gas padam dan harus dinyalakan lagi. Padamnya nyala gas ditengah proses berarti terjadi berhenti atau tidak lancarnya proses gasifikasi. Dalam penelitian ini diamati bahwa ketika gas padam diperlukan perlakuan tambahan berupa pemadatan atau dorongan kebawah terhadap ampas tebu dalam reaktor sehingga proses gasifikasi berjalan lagi dan gas bisa dinyalakan ulang. Hal ini menunjukkan bahwa untuk biomassa yang relatif ringan seperti ampas tebu ini proses aliran bahan tidak bisa hanya mengandalkan pengaruh gravitasi. Tambahan mekanisme pemadat dalam sistem input bahan ke reaktor perlu diintroduksikan dalam perbaikan disain gasifier selanjutnya.

c. Kalor pembakaran gas produksi

Kinerja gasifikasi dapat dinilai antara lain berdasarkan efisiensi konversi energi yang dicapai. Sebagai bentuk pendekatan maka diukur berdasarkan energi yang dikandung dalam gas produksi. Dalam penelitian ini kalor atau panas pembakaran gas produksi digunakan untuk menaikkan suhu 1 kg massa air (m) dan nilai energinya ditentukan berdasarkan kenaikan suhu (T) setiap interval waktu 15 detik. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa setiap interval waktu tersebut diperoleh kenaikan rerata suhu sebesar 2,2 oC. Dengan mengambil nilai panas spesifik air c = 4.186 Joule/kgoC dan waktu nyala 60,7 menit untuk setiap 4 kg ampas tebu, maka berdasarkan perhitungan secara integratif dari tiga ulangan percobaan diperoleh kalor pembakaran gas rerata sebesar 2.237,9 kJ/kg-ampas tebu. Berdasarkan hasil penelitian Prihandana (2008), ampas tebu memiliki nilai kalor 7.600 kJ/kg sehingga efisiensi konversi energi yang dicapai gasifier dalam penelitian ini adalah 29,5%.

Hasil analisa diatas menunjukkan bahwa efisiensi konversi energi dari gasifier yang dikembangkan masih belum optimal dan berdasarkan pembahasan pada sub-bab sebelumnya hal ini terutama disebabkan oleh belum tercapainya kestabilan dan ketinggian suhu yang ideal untuk setiap tahapan proses gasifikasi. Perbaikan disain zona oksidasi dan reduksi serta pemberian isolator panas yang cukup disamping dapat menaikkan kinerja suhu selanjutnya juga akan menaikkan kinerja reduksi gas sehingga dihasilkan komposisi gas-gas bakar CO, H2 dan CH4 yang lebih baik yang dapat menaikkan kalor pembakaran gas produksi.

d. Kadar gas metana

Pengambilan sampel gas metana (CH4) dari proses gasifikasi ampas tebu dilakukan baik pada saat gas produksi dapat dibakar dengan stabil maupun pada saat gas

(7)

tidak dapat dinyalakan. Analisa dilakukan dengan metode perbandingan relatif kadar gas metana gas terhadap gas asetilen. Hasil pengamatan disajikan pada Tabel 1. Hasil tersebut menunjukkan rerata kadar metana gas produksi adalah 3,6%. Pada kondisi tersebut gas produksi dapat dibakar atau dinyalakan dengan stabil. Pada nilai kadar gas metana dibawah 1% gas relatif sulit terbakar.

Hasil pengukuran terhadap kadar gas metana khususnya pada periode gas terbakar stabil telah menunjukkan kinerja yang cukup baik. Namun demikian nilai-nilai tersebut cenderung masih fluktuatif dan tidak bisa bertahan secara stabil dimana pada saat kondisi gas tidak terbakar kandungan gas metana sangat kecil. Langkah yang perlu dilakukan untuk memperbaiki kinerja reduksi gas adalah menstabilkan proses dengan memperbaiki laju aliran bahan khususnya laju bahan hasil oksidasi dan pirolisa menuju zona reduksi. Penambahan mekanisme pemadatan bahan direkomendasikan untuk memperbaiki proses tersebut.

Tabel 1. Kadar metana pada sampel gas produksi gasifiksi ampas tebu.

Sampel Kadar CH4, %

(Gas terbakar stabil)

Kadar CH4, % (Gas tidak terbakar stabil)

1 5,12 1,61 2 3,29 1,09 3 2,70 0,21 4 3,30 0,38 Rerata 3,60 0,82 KESIMPULAN

1. Kinerja suhu yang dicapai pada zona-zona gasifier ampas tebu masih dibawah kinerja optimalnya. Capaian rerata suhu pada zona pengeringan adalah 73 oC, zona pirolisa 342 oC, zona oksidasi 389 oC, dan zona reduksi 261 oC.

2. Gasifier yang dikembangkan dalam penelitian memiliki kapasitas waktu operasional 15,2 menit per kg ampas tebu dengan waktu nyala efektif gas 11,6 menit/kg.

3. Nilai kalor pembakaran gas produksi hasil gasifikasi adalah 2.237,9 kJ/kg ampas tebu, dengan efisiensi konversi energi yang dicapai gasifier sebesar 29,5%.

4. Rerata kadar metan hasil gasifikasi limbah padat tebu adalah 3,6%.

5. Penambahan isolator panas pada dinding zona oksidasi dan pirolisa, serta pemasangan mekanisme pemadatan biomassa ampas tebu pada system input direkomendasikan untuk menaikkan kinerja gasifier.

DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, H.K. 2009. Pengaruh ukuran bahan terhadap kinerja gasifikasi limbah tongkol jagung. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Barrio, M., Fossum, M., Hustad, J.E. (2004). A small-scale stratified downdraft gasifier coupled to a gas engine for combined heat and power production. Norwegian Univ of Science and Technology, 7491 Trondheim, Norway

Bridgewater, A. (2003). Renewable fuels and chemicals by thermal processing of biomass. Chemical Engineering Journal, Vol. 91:87-102

(8)

Dunlap, J.L., Payne, F.A. (1988). Microcomputer control of two stage combustor. Transaction of the ASAE 31(3):974-980

Hoki, M., Sato, K., Umezawa, Y. (1992). Sawdust gasification for small poer plant. The ASAE Paper No. 926032

Hoki, M., Sato, K., Yamada Y., Umezawa, Y. (1994). The development study of biomass gasification system. Proceeding of the International Agricultural Engineering Conference

Hoki, M., Sato, K., Sakai, K., Tanibuchi, Y. (1995). Biomass gasifier for small scale energy development. Proceeding of International Symposium on Automation and Robotics in Bioproduction and Processing, Kobe, Japan:317-324

Hoki, M., Sato, K., Miao, Y., Nishidate, J. (2002). The study of biomass gasification system – temperature control of rice husk gasifier. Proceeding of the International Agric. Engineering Conference, Wuxi, China, November 28-30, 2002:578-582 Kusuma, W.Z. 2007. Rancangbangun gasifier tipe downdrfat untuk gasifikasi limbah

padat pati aren. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Lim, K., Sims, R. (2003). Liquid and gaseous biomass fuels, in R Sims (ed.), Bioenergy option for a cleaner environment, Elsevier, the United Kingdom

Markumningsih, S. 2007. Pengaruh penambahan serpihan kayu terhadap kinerja gasifikasi limbah padat pati aren. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

McKendry, P. (2002a). Energy production from biomass (part 2): conversion technologies. Bioresource technology. Vol. 83:47-54

McKendry, P. (2002b). Energy production from biomass (part 3): gasification technologies. Bioresource technology. Vol. 83:55-63

Payne, F.A., Chandra, P.K. (1985). Mass balance for biomass gasifier combustor. Transaction of the ASAE 28(6):2037-2041

Payne, F.A., Dunlap, J.L., Caussanel, P. (1985). Effect of wood chip size on gasifier combustor operation. Transaction of the ASAE 28(3):903-906,914

Prawiranegara, R. 2009. Penggunaan siklon pada gasifikasi sekam padi tipe updraft. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Prihandana, Rama. 2008. Industri Gula Membangun Kompetensi: Penguasaan Teknologi dan Kemampuan Manajerial. IKAGI. Pasuruhan. Indonesia.

Purwantana, B. 2007. Pengembangan gasifier untuk gasifikasi limbah padat pati aren (Arenga Pinnata Wurmb). Agritech, Vol.27 No. 03

Purwantana, B. 2009. Pengaturan Debit pengeluaran Abu Untuk Meningkatkan Stabilitas Suhu Pada Gasifikasi Limbah Biomassa. Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia, Mataram, 8-9 Agustus 2009

Purwantoro, D. 2009. Pengaruh debit pengeluaran abu terhadap distribusi suhu pada proses gasifikasi biomassa. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Rajeev J., Rajvanshi, A.K. (1997). Sugarcane leaf-bagasse gasifier for industrial heating application. Biomass and Bioenergy Vol.13, No.3:141-146

Sasidharan, P., Murali, K.P., Sasidharan, K. (1995). Designanddevelopment of a ceramic based biomass gasifier. Energy for Sustainable Development, Vol.2, No.4: 49-52 Senoaji, A. 2007. Pengaruh debit udara terhadap kinerja gasifikasi limbah padat pati aren

tipe downdraft. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

(9)

Susanto, A. 2009. Pengaruh tingkat pembebanan terhadap distribusi suhu gasifikasi limbah padat sekam padi menggunakan updraft gasifier. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Wahyudi, I.E. 2008. Kajian kinerja gasifier tipe downdraft dengan bahan bakar sekam

padi. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Gambar

Gambar 1. (a) Prototipe downdraft gasifier, (b) Skema rangkaian peralatan
Gambar 2. Kinerja suhu pada zona-zona gasifier ampas tebu
Tabel 1. Kadar metana pada sampel gas produksi gasifiksi ampas tebu.

Referensi

Dokumen terkait

dimensi tempat parkir untuk satu kendaran, dan lebar jalan untuk proses parkir dan keluar masuk tempat parkir harus ditentukan dengan tepat sesuai dengan jenis

Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS) melalui berbagai jalur. Pada sub sistem ekonomi ditandai dengan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh peserta

Berdasarkan uraian diatas maka perlu diadakan penelitian tentang pengaruh pemberian kombinasi pestisida nabati terhadap hasil tanaman padi (Oryza sativa L.) secara SRI ( System

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan komposisi media tanam secara tunggal berpengaruh sangat nyata terhadap saat muncul calon tubuh buah(pin head), munculnya

Adapun salah satu jenis bahan ajar adalah buku petunjuk praktikum, yaitu panduan pelaksanaan kegiatan belajar dalam praktikum yang memanfaatkan segala hal (baik di dalam

Total Pembiayaan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah berdasarkan Jenis Penggunaan dan Propinsi - Desember 2014 (Financing of Islamic Commercial Bank and Islamic Business Unit

Evaluasi Hasil Pengujian Perangkat Lunak Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, Game “Tude on Vacation in Bali” Berbasis Android dapat dijalankan pada semua

a. Mampu menampilkan menu utama yang terdiri dari, Cara Bermain, Mulai Permainan, Lanjutkan Permainan Tentang, dan Keluar. Mampu menampilkan menu Cara Bermain untuk