PEMUPUKAN
NITROGEN
PADA SISTEM TUMP ANGSARI JAGUNG
DAN KEDELAI
Widjang H. Sisworo*. Havid Rasyid*, dan H.W. Sirwando*
ABSTRAK - ABSTRACT
PEMUPUKAN NITROGEN PADA SISTEM TUMPANGSARI JAGUNG DAN KEDELAI. Percobaan lapang bertujuan untuk mempdajari cara penempatan pupuk N dan waktu pemupuk-an. Hasil percobaan menunjukkan bahwa keefisienan pemupukan tertinggi (21,2%) diperoleh jika pupuk (80 kg N/ha) diberikan satu ka1i pada saat tanam dengan menempatkan pupl.lk
dalam alur dekat baris tanaman jagung. Penempatan pl.lpuk N dekat baris tanaman jagung pada umumnya akan memberikan jumlah hasil biji jagung dan keddai yang lebih tinggi dan penggu-naan pupuk oleh tanaman lebih efisien daripada jika pupuk ditabur ke sduruh petak dan diaduk dengan tanah. Pemupukan satu kali atau dua kali tidak menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap produksi bahan kering dan keeflsienan peml.lpukan.
STUDY ON NITROGEN APPLICA nON IN CORN AND SOYBEAN INTERCROPPING SYSTEM. A fldd experiment to study placement and timing of application of nitrogen fertilizer in intercropping of corn and soybean has been conducted. Results of experiment showed that the highest fertilizer use efficiency (21.2%) was obtained if the N fertilizer was banded near the corn plants. Nitrogen fertilizer when applied near the com rows seemed to produce a higher dry matter weight and fertilizer use efficiency compared to those of broadcast and incorporated over the entire plot. Timing of fertilizer application did not significantly affect the dry matter production as well as the efficiency of fertilizer utilization.
PENDAHULUAN
Sistem pertanaman ganda (multiple cropping) banyak diterapkan di negara-negara berkembang dengan berbagai tujuan, di antaranya untuk memenuhi kebutuhan terhadap berbagai jenis bahan pangan yang dapat dihasilkan dari lahan yang ~dak luas yang dimiliki petani, memperoleh hasil pertanian· yang lebih menguntungkan untuk tiap satuan waktu dan satuan luas lahan, atau untuk mengurangi resiko yang disebabkan oleh hama penyakit, dan iklim (1,2). Menurut ZAPATA dan BOLE (2) pertanian tanaman ganda belum memperlihatkan perkem-bangan yang nyata serta hanya memperoleh manfaat yang sangat sedikit dari hasil-hasil penelitian yang diperoleh dalam sistem pertanaman tunggal. Hingga sekarang penelitian dalam sistem pertanaman ganda lebih banyak ditujukan kepada usaha memperoleh kombinasi tanaman yang sesuai, kepadatan populasi tanaman, atau perkembangan tanaman daripada untuk mendapatkan cara pemupukan yang optimal.
*Pusat Aplikasi lsotop dan Radiasi. BATAN
Persaingan zat hara dan eahaya, interaksi antar tanaman, dan perbedaan kebutuhan zat hara antar tanaman menyebabkan eara pemupukan dalam sistem pertanaman ganda berbeda dengan sistem pertanaman tungga1. Menurut ROV
dan BRAUN (3) suatu kombinasi tanaman yang banyak dipilih dan mempunyai arti ekonorni yang penting ialah kombinasi sereal dan legume dalam sistem tumpangsari (intereropping). Kedua jenis tanaman tersebut merniliki kebutuhan zat hara yang sangat berbeda (2,3 ). Tanaman legume dapat menyediakan sebagian dari kebutuhan N tanaman melalui proses fiksasi tetapi memerlukan unsur P yang lebih banyak dari sereal. Sebaliknya, kebutuhan N tanaman sereal, terutama. jagung sangat tinggi, tetapi memerlukan unsur hara P yang lebih sedikit dari tanaman legume. Selain itu takaran pupuk N yang diperlukan oleh tanaman non legume seringkali dapat mengurangi intensitas kegiatan fiksasi N oleh tanaman kedelai. Keadaan tersebut lebih mempersulit eara pemupukan yang optimal.
TATA KERJA
Pereobaan dilaksanakan di kebun pereobaan Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi yang terletak di Pusakanegara (5,0 m di atas laut) di atas tanah Andaquept Haplik. Ciri fisik dan kirnia tanah tereantum pada Tabel
1.
Perlakuan pereobaan diatur dalam rancangan aeak kelompok diulang 6 kali. Perlakuan pereobaan diringkas sebagai berikut :No Sandi Keterangan
1.
80 TR
2.
80 TJ
3.
80 AJ
4.
40TR-40TJ
5.
40TJ-40TJ
6.
40AJ -40TJ
80 kg N/ha ditaburkan ke seluruh petak pereobaan dan diaduk dengan tanah, saat tanam.
80 kg N/ha ditaburkan di baris jagung dan diaduk dengan tanah, saat tanam.
80· kg N/ha dialurkan didekat jagung pada kedalaman 5 - 7,5 em, saat tanam.
40 kg N/ha ditaburkan ke seluruh petak dan diaduk dengan tanah pada saat tanam, 40 kg N/ha ditabur dekat baris jagung satu bulan setelah tanam.
40 kg N/ha ditabur dan diaduk dengan tanah di baris jagung pada saat tanam, 40 kg N/ha ditabur dckat baris jagung satu bulan setelah tanam.
40 kgN/ha dialurkan dekat baris jagung pada saat tanam, 40 kgN/ha ditabur dekat baris jagung satu bulan setelah tanam.
Tanaman jagung dan kedelai yang digunakan ialah varietas Arjuna dan Orba. Sistem tumpangsari diatur dengan eara menumbuhkan 4 baris kedelai di antara dua baris jagung. Cara ini diperkenalkan di daerah transrnigrasi di propinsi Lampung
oleh Balai Penelitian Tanaman Pangan, Bogor. Jarak tanam antar baris dan di dalam baris untuk tanaman jagung berturut-tuturt 200 em dan 40 em, sedangkan untuk kede1ai jarak tanam antar baris SO em dan dalam baris 10 em. Dalam tiap 1ubang diusahakan tumbuh dua tanaman, dengan demikian kepadatan populasi tanarnan 2S.oo0 jagung dan 400.000 kede1ai per hektar.
Ukuran petak pereobaan untuk tiap perlakuan 10 x 3,6 m terbagi dua, yaitu subpetak isotop lSN (l,S m x 3,6 m) dan sub petak hasil (8,S x 3,6 m).
Pupuk N diberikan dalam bentuk urea menurut eara dan takaran seperti dalam perlakuan pereobaan. Subpetak lSN dipupuk dengan urea bertanda lSN berturut-turut untuk takaran 80 dan 40 kg N/ha digunakan urea bertanda yang mengandung ekses atom lSN 1,0 dan 2,3 persen. Subpetak basil dipupuk dengan urea yang bias a diperdagangkan. Takaran pupuk P dan K ialah 40 kg P dan 4S kg K20 per hektar dalam bentuk TSP dan K2S04 diberikan saat tanam ditabur rata kese1uruh petak pada saat tanam.
Contoh tanaman untuk analisis nisbah isotop (isotopic analyses ratio) 14N/1SN disiapkan menurut metode Dumas dimodifikasi (4, S). Pengukuran nisbah isotop 14N/1SN dalam eontoh digunakan spektrofotometri emisi JASCO model NIA-l. Kadar N tanaman berasal dari pupuk (N-bdp) dan serapan N-pupuk ditentukan menurut INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY dan SISWORO (6, 7).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nitrogen dalam tanaman kede1ai yang berasal dari pup uk (N-bdp) berkisar antara 4,3 hingga 7,3 persen dan 3,3 sampai S,2 persen dari total N tanaman, berturut-turut untuk jerami (storer) dan biji (tabe1 2). Hasil yang dipero1eh (dalam sistem tumpangsari) mirip dengan pereobaan lain SISWORO (8) dalam sistem pertanaman tunggal ked_elai.:N-bdp tanam jagung berkisar antara 18,7 hingga 28,6 persen dan 26,0 sampai 43,1 persen dari total N tanaman berturut-turut untuk jerami dan biji. Data pengamatan N-bdp yang tereantum pada Tabel 2 meneermin-kan ketersediaan N-pupuk bagi tanaman selama pereobaan berlangsung. Berdasar-kan kadar N-bdp tanaman dapat dinyatakan bahwa ketersediaan N-pupuk bagi tanaman nampaknya lebih dipengaruhi oleh eara penempatan pupuk daripada waktu pemupukan (pemberian satu kali saat tanam atau dua kali saat tanam dan satu bulan setelah tanam). Hal ini terlihat lebih jelas pada serapan N-pupuk oleh tanaman (Tabel 3). N-pupuk lebih banyak tersedia baik bagi kedelai maupun jagung apabila pupuk diletakkan dekat jagung dalam alur pada kedalaman S - 7,S em daripada yang ditabur dan diaduk dengan tanah.
Dalam sistem tumpangsari, pupuk N yang diletakkan didekat jagung baik yang ditabur maupun yang diletakkan dalam alur masih tetap tersedia bagi kedelai atau diserap kedelai. Menurut Me COLLUM (9) dalam sistem tumpangsari baris tunggal nampaknya tidak mungkin menempatkan pupuk N hingga dapat memenuhi kebutuhan nitrogen non 'legume tanpa membuatnya juga tersedia bagi legume. Apabila pupuk diletakkan dalam alur, kedelai dapat menyerap N-pupuk lebih banyak daripada jika pupuk ditabur merata ke seluruh petak dan diaduk dengan tanah lapisan atas. Ketersediaan N-pupuk (Tabel 2) dan serapan N-pupuk (Tabel
3) lebih tinggi jika pupuk ditempatkan dalam alur daripada yang ditabur. Hal ini
ru@i~
[~mm~~~~rn~~m~
~~~~~
~m~rn
m~rOO~i'
rn~~I~m~U
m~~~
N-i~j~~
yang hilang melalui penguapan dalam bentuk N-NH3'
Jumlah N-pupuk yang paling tinggi yang dapat ditemukan kembali dalam tanaman ialah 21,2 persen dari jumlah yang dipupukkan (fabel 4). RAJOO (10) memperoleh angka 13,6 persen dalam sistem tumpangsari jagung-kacang tanah sedang ZAP ATA dan BOLE (2) menemukan keeflSienan pemupukan 45,5 persen untuk sistem tumpangsari sorgum-kedelai. Ketiga percobaan tersebut memiliki perlakuan pereobaan yang sama. Hal ini berarti bahwa dalam pereobaan ini maupun pereobaan RAJOO (10) N pupuk yang hilang dan tidak dapat diserap tanaman lebih
banyak. '
Pupuk N dapat dimanfaatkan oleh tanaman seeara lebih eflSien bila pupuk diletakkan dalam alur daripada bila ditabur dan diaduk merata dengan tanah lapis-an atas. Apabila pemupuklapis-an N dilaksanakan dua kali, jagung maupun kedelai menyerap N-pupuk dari pemberian kedua(30 hari setelah tanam) lebih'banyakdari N-pupuk yang berasal dari pemberian pertama (saat tanam) keeuali ji,ka pada pemupukan pertama pupuk diletakkan dalam alur (fabeI4).
Sera pan N total yang tertinggi untuk kedelai ialah 68,76 kg N/ha (perlakuan 2) dan untuk jagung 43,17 kg N/ha (perlakuan 6). Bagi kedelai penempatan pupuk dengan eara ditabur di baris jagung (perlakuan 2 dan 5) menyebabkan sera pan N total (Tabel 5) dan hasil biji maupun jerami (Tabel 6) lebih tinggi dari eara pemu-pukan yang lain. Dalam sistem tumpangsari, nampaknya kedelai dapat memperoleh zat hara N yang eukup untuk pertumbuhan awal tanpa mengganggu kegiatan fiksasi, jika pupuk N sebanyak 80 kg N/ha ditabur di baris tanaman jagung, baik yang diberikan satu kali maupun dua kali. Akan tetapi pemupukan yang efisien disertai oleh hasil jagung yang tinggi diperoleh jika pupuk ditempatkan dalam alur de kat jagung (perlakuan 3 dan 6). Dari keenam eara pemupukan yang dipelajari, nampak-nya penempatan pupuk dalam alur dekat baris jagung pada saat tanam (perlakuan 3) merupakan eara pemberian pupuk N yang terbaik, karena keefisienan pemupuk-an tertinggi (21, 2%) disertai jumlah hasil biji kedelai dpemupuk-an jagung ypemupuk-ang eenderung tertinggi. Pada sistem tumpangsri sorgum-kedelai (2) pemupukan N dengan ke-efisienan tertinggi dan disertai produksi bahan kering tertinggi diperoleh pada penempatan pupuk seeara ditabur ke seluruh petak pereobaan dan diaduk dengan tanah.
KESIMPULAN
Dalam sistem turnpangsari jagung-kedelai sebaiknya pupuk N ditempatkan di dekat baris tanaman jagung. Pemanfaatan pupuk oleh tanaman yang paling eflSien (21,2%) disertai jumlah hasil biji kedelai dan jagung yang eenderung tertinggi diperoleh jika pupuk N diberikan satukali saat tanam dengan eara ditempatkan di dalam alur dekat jagung. Waktu pemupukan satu kali atau dua kali tidak menyebabkan perbedaan yang nyata baik terhadap keeflsienan pemupukan maupun hasil tanaman. Bila pupuk ditabur di baris tanaman jagung, hasil kedelai tertinggi
tetapi disertai penggunaan pupuk yang kurang efIsien. SebaIiknya, jika pupuk ditempatkan dalam alur dekat jagung, keeflSienan pemupukan tertinggi tetapi basil kedelai berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
1. RAJAD, D.E., Fertilizer use under multiple cropping systems in South East Asia, FA
0
Bull. 5 (1983) 31.2. ZAPATA, F., and BOLE, J.B., The FAO/lAEAcoordinated research programme on-_nuClear techniques in the developme~t of fertilizer and water mana-gement'practices for multiple cropping sys_~;; FAa Bull. 5 (1983) 24.
3. ROY, R.N., and BRAUN, H., Fertilizer use under multiple cropping systems-an overview, FAO Bun. 5 (1983) 9.
4. MUHAMMAD, S., and KUMAZAWA, K., Use of optical spectrogaphic 15N_ analyses to trace nitrogen applied at the heading stage of rice, Soil Science and Plant Nutrition 184 (1972) 143.
5. FRAUST, H., "Special problem of 15N tracer techniques", International Training Course on the Use of 15N in Soil Research, Institute for Isotope and Radiation Research, Leipzig, GDR (1976).
6. IAEA, Tracer Manual on Crops and Soils (Technical Report Series No. 171), IAEA, Vienna (1976).
7. SISWORO, W.H., Teknik isotop dalam penelitian pemupukan, Buletin BATAN V 3 (1984) 1.
8. SISWORO, W.H., RASJID, H., dan SISWORO, E.L., Fiksasi nitrogen simbiotik pada kedelai varietas Orba dan Lokon, Belum diterbitkan.
9. McCOLLUM, R.E., Dynamics of soil nutrients in multiple cropping systems in relation to efficient use of fertilizer, FAO Bull. 5 (1983) 56.
10. RAJOO, R.K., Soil fertility and fertilizer use research in multiple cropping system in Zambia, FAO Bull. 5 (1953) 157.
Tabd 1. Cirl fisik clan kimia tanah di lokasi percobaan!/
I~.- ~.
7""-
-
~
.
Kedalaman, em Jenis Analisis 0-14 14 - 40 Pasir, % 1 1 Debu, % 2623 Uat, % 7376 pH: H2O 6,05,3 KCI 4,6 5,3 Bahan organik : C. % 1,282,25 N, % 0,23 0,15 C/N 10 9 P205 : Olsen, ppm 29 38 HCI 25%, mg/IOO g 65 91 K20 Olsen, ppm 221 210 HCI 25%, mg/ 100 g 58 53 Kapasitas Tukar Kation29,2 34,0 Ca, me/l00 g 19,0 20,0 Mg, me/IOO g 8,3 11,8 K, me/IOO g 0,6 0,5 Na, 1,3 1.,7 Kejenuhan basa 100 100
Tabel 2. Nitrogen dalam tanaman yang berasal dari pupuk (N-bdp) Kedelai Jagung No. Perlakuan Biji Stoverk/ BijiStover~/ ... (%) ... 1. 80TR6.6626.1518.65 4.04 2. 80TJ6.1127.4322.27 3.34 3.
80Al
6.9243 .1128.57 5.63 4.a. 40TR1.6010.827.88 1.49 b. 40 TJ2.6816.5014.78 3.00 4.49 4.2827.5222.66 5.a. 40rn2.7512.256.77 1.50 b. 40TJ2.3213.7113.18 2.46 3.96 5.07 25.9619.55 6.a. 40AJ4.5616.888.63 3.09 b. 40 TJ2.7810.7810.85 2.11 5.20 7.34 27.6619.48 B.N.J. Penempatan : 0.05 0.92 1.42 7.35TN 0.01 1.18 TN9.46TN Waktu 0.05 TN 0.95 4.96TN 0.01 TN TN TNTN Interaksi 0.05 TN TN12.886.78 TN TN TN 8.33 K.K., % 20.37 22.76 24.3817.33 a.N tanaman. (%)yang berasal dari pupuk yang diberikan saat tanarn b.
N tanaman, (%)yang berasal dari pupuk yang diberikan satu bulan setelah tanam c
Bagian tanaman yang dipanen kecuali biji TN Tidak nyata
Tabel3. Serapan Nittogen pupuk oleh kedelai danjagung dalam sistem tupangtari
No. PerlakuanJagungTotal Kedelai
--... Kg N/ha ... 1. 80TR 7.8139.7681.955 2. 80 TJ 9.52711 .9462.419 3. 80AJ 14.29016.9582.668 4.a. 40TR 3.3134.0660.753 b. 40 TJ 5.5496.8041.255 2.008 8.86210.870 5.a. 40TJ 3.4744.4690.995 b. 40 TJ 5.0036.5081.505 2.500 8.48710.987 6.a.40 A1
5.5396.9341.395 b. 40 TJ 4.6075.5430.936 2.331 10.14612.477 BNJ Penempatan : 0.05 0.403 2.684*
om
0.518 3.452**
Waktu 0.05 TN TNTN--
Interaksi TN TNTN0.05 K.K.,% 17.08 26.7422.18 a.N -pupuk yang diserap tanaman dari pemberian saat tanam b.
N -Pupuk yang diserap tanaman dari pemberian saat tanaman beromur satu bulan TN Tidak nyata
Tabel4. Keefisienan penggunaan pupuk oleh jagung clan keddai dalam sistem tumpangsari
No.
PerlakuanJagungTotal Kedelai
... , .. (%) ... 1. 80TR 12.239.772.46 2. 80TJ 14.9311.913.02 3. 80AJ 21.2017.86334 4.a. 40TR 5.054.13 0.95 b. 40TJ 8.516.95 1.56 2.51 11.08 13.59 5.a. 40 TJ 5.58434 1.24 b. 40TJ 8.166.27 1.89 3.13 10.61 13.74 6.a. 40AJ 8.857.11 1.74 b. 40 TJ 6.755.56 1.18 2.92 12.67 15.60 B.N.J. Penempatan 0.05 0.5043.4363.309 0.01 0.6484.4194.320 Waktu 0.05 TNTNTN Interaksi 0.05 TNTNTN K.K.,% 17.10 26.7622.16.
a. N-pupuk yang diserap tanaman dari pemberian saat tanam dalam penen dari jumlah N yang dipupukkan
b. N-pupuk yang diserap tanaman dari pemberian saat 30 hari setelah tanam dalam penen dari jumlah N yang dipupukkan
Tabel 5. Serapan nitrogen total oleh jagung dan keddai dalam sistem tumpangsari
No. Perlakuan Kedelai Jagung Total
... kg N/ha
l.
2.3.
4.
5. 6.B.NJ.
80TR 80 TJ80Al
40 TR - 40 TJ 40 TJ - 40 TJ40 Al -
40 TJ 46.174 68.757 47.405 44.706 61.826 46.469 33.984 38.004 38.83 8 35.138 38.055 43.174 80.158 106.761 85.883 79.844 99.881 89.643 Penempatan Waktu Interaksi K.K.,% TN Tidak nyata 0.05 0.01 0.05 0.05 6.615 8.507 TN TN 17.11 TN TNTN
TN
17.14 9.284 11.941 TN TN 10.08Tabd 6. Bobot bahan kcring dan biji yang diasilkan olch jagung dan kcdclai dalam sistcm tumpangsari Kedelai Jagung No. Perlakuan Biji Stove~/ BijiStovea/
-... '... Kgfha ... , ... 1. 80TR 56010472066 688 2. 80TJ 82711632168 1080 3. 80AJ 65614082633 797 4. 40 TR - 40 TJ56712162206 703 5. 40 TJ - 40 TJ73312362365 940 6. 40 AJ - 40 TJ57714762659 721 B.NJ.: Penempatan : 0.05 134 100 TN368om
172 139 TN473 Waktu 0.05 TN TN TNTN Interaksi 0.05 TN TNTNTN K.K.,% 16.02 16.27 26.7915.38-
~I
Bagian tanaman yang dipancn kccuali biji TN Tidak nyata
DISKUSI
PUDJO RAHARDJO :
Apakah pasangan tumpangsari jagung-kedelai itu cocok? mengingat kedelai meng-hendaki pH tanah optimal yang lebih tinggi daripada jagung.
WlDJANGH.SISWORO: '
Berdasarkan pengamatan FAO kombinasi tanaman sereal (misalnya jagung) dan legumes (misal kedelai) banyak ditemukan. Selain itu kombinasi ini mempunyai arti ekonomi yang penting. Oleh karena itu untuk pengembangan sistem tumpangsari sereal-legume, perlu diusahakan mencari suatu cara pengaturan tanaman (crop arrangement), kepadatan tanaman Gumlah populasi tanaman), dan menciptakan kondisi lingkungan tumbuh (termasuk pH tanah) yang optimal bagi keduanya, di samping suplai zat hara melalui pemupukan.
ROSALlNA :
Bagaimana pendapat Anda kalau bahan untuk tumpangsari itu dipilih tanaman yang berbeda hasil panennya. Maksudnya satu tanaman yang diambil daunnya seperti teh dan yang satu yang diambil biji (buahnya) seperti jagung atau nenas. Saya memikirkan persaingan unsur hara di dalam tanah agak berbeda sehingga hasilnya dua-duanya optimal.
WIDJANG H. SISWORO :
Setiap perubahan kombinasi tanaman dalam sistem tumpangsari mengakibatkan perubahan keutuhan zat hara. Perubahan terse but juga berakibat terhadap perubah-an cara pemupukperubah-an. Untuk meperoleh hasil yang optimal, maka cara pemupukan harus didasarkan kepada kebutuhan (suatu jenis) zat hara dari masing-masing tanaman yang ditumpangsarikan.
WENTEN ASTlKA :
1. Dalam sistem tumpangsari, jarak tanam antar jenis memegang peranan penting dalam kompetisi unsur hara, intensitas cahaya, dan lain sebagainya.
2. Dalam percobaan ini jarak antar baris 'pada jagung 2 m dan dalam barisan 50 em. Antar dua baris tanaman jagung ditanam 4 baris tanaman kedelai. Apakah jarak ini merupakan sistem yang sering,ibiasa dipakai petani atau sistem ini merupakan hal yang telah dikembangkan ?
WlDJANG H. SISWORO :
1. Benar; adanya persaingan cahaya dan zat hara, kebutuhan zat hara yang berbe-da antara jenis tanaman berbe-dalam kombinasi tumpangsari, serta interaksi an tar tanaman menyebabkan cara pemupukan dalam sistem tumpangsari menjadi rumit.
2. Cara pengaturan tanaman adalah sistem yang diekmbangkan oleh Balai Peneli-tian Tanaman Pangan Bogor (Sistem introduksi) berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama bertahun-tahun.