• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1. LATAR BELAKANG Kejahatan sebagai salah satu bentuk problema sosial merupakan sebuah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1. LATAR BELAKANG Kejahatan sebagai salah satu bentuk problema sosial merupakan sebuah"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Kejahatan sebagai salah satu bentuk problema sosial merupakan sebuah kenyataan yang harus dihadapi oleh setiap lapisan masyarakat. Untuk menganalisa atau mengadakan diagnosa terhadap kejahatan-kejahatan yang meningkat saat ini, belum dapat dilakukan, karena keadaan pengetahuan kriminologi dewasa ini belum memungkinkan untuk tegas menentukan sebab, mengapa orang melakukan kejahatan, sehingga hanya baru dapat dicari faktor-faktor yang berkaitan dengan kondisi masyarakat tertentu pada masa tertentu pula, yang berhubungan erat dengan timbulnya kejahatan.

Menurut Walter Lunden, faktor-faktor yang berperan dalam timbulnya kejahatan adalah sebagai berikut :

a. Gelombang urbanisasi remaja dari desa ke kota-kota jumlahnya cukup besar dan sukar dicegah.

b. Terjadi konflik antar norma adat pedesaan tradisional dengan norma-norma baru yang tumbuh dalam proses dan pergeseran sosial yang cepat, terutama di kota-kota besar.

c. Memudarnya pola-pola kepribadian individu yang terkait kuat pada pola kontrol sosial tradisionalnya, sehingga anggota masyarakat terutama remajanya menghadapi “samarpola” untuk melalukan prilakunya.1

Pelaku kejahatan tidak saja didominasi oleh orang-orang dewasa, tetapi juga telah menjangkiti anak-anak yang sebenarnya menjadi harapan bagi nusa dan bangsa sebagai penerus cita-cita dan perjuangan bangsa.

1 Ninik Widiyanti –Panji Anaroga, Perkembangan Kejahatan dan Masalahnya ditinjua

(2)

Pada awalnya, kenakalan remaja hanyalah merupakan perilaku “nakal” dari kalangan remaja yang sering dikatakan sedang mencari identitas diri. Kenakalan remaja yang demikian ini tidaklah menimbulkan kekhawatiran dikalangan masyarakat luas (orang tua, guru, teman, dan masyarakat umum), tetapi justru perilaku yang demikian itu dapat dipahami sebagai suatu fase yang akan terjadi dan akan dialami oleh setiap orang, yang pada akhirnya akan berlalu begitu saja oleh masyarakat luas.

Saat ini, kenakalan remaja tampaknya bukan lagi bersifat nakal, tidak lagi memperlihatkan ciri-ciri kenakalannya tetapi sudah menjurus pada tindakan brutal seperti, perkelahian antar kelompok, penggunaan narkotika/obat terlarang, perampasan, kebut-kebutan di jalan raya tanpa aturan, penyimpangan-penyimpangan seksual, dan tindakan-tindakan yang menjurus pada perbuatan kriminal.

Penyebab utama maraknya kenakalan remaja saat ini adalah karena kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh terlalu sibuknya kedua orang tua mereka dengan pekerjaan, sehingga perhatian dan kasih sayang kepada anaknya hanya diekspresikan dalam bentuk materi saja. Padahal materi tidak dapat menggantikan dahaga mereka akan kasih sayang dan perhatian orang tua.

Pada dasarnya setiap orang menginginkan pengakuan, perhatian, pujian dan kasih sayang dari lingkungannya, khususnya dari orang tua atau keluarga, karena secara alamiah orang tua dan keluarga memiliki ikatan emosi yang sangat

(3)

kuat. Pada saat pengakuan, perhatian, pujian, dan kasih sayang tersebut tidak mereka dapatkan di rumah, maka mereka akan mencarinya di tempat lain. Salah satu tempat yang paling mudah mereka temukan untuk pengakuan terebut adalah dilingkungan teman sebayanya. Sayangnya, kegiatan-kegiatan negatif kerap menjadi pilihan anak-anak tersebut sebagai cara untuk mendapatkan pengakuan eksistensinya.2

Dewasa ini kenakalan remaja yang sedang hangat dibicarakan baik dari segi faktor penyebab dan cara penanggulangannya adalah kenakalan remaja geng motor. Kelahiran geng motor, rata-rata diawali dari kumpulan remaja yang hobi balapan liar dan aksi-aksi yang menantang bahaya pada malam menjelang dini hari di jalan raya. Setelah terbentuk kelompok, bukan hanya hubungan emosinya yang menguat, dorongan untuk unjuk gigi sebagai komunitas bikers juga ikut meradang. Mereka ingin tampil beda dan dikenal luas. Caranya, tentu bikin aksi-aksi yang sensasional. Mulai dari kebut-kebutan, tawuran antar geng, tindakan kriminal tanpa pandang bulu mencuri di toko, hingga perlawanan terhadap aparat keamanan.3

Faktor lain yang juga ikut berperan menjadi alasan mengapa remaja saat ini memilih bergabung dengan geng motor adalah kurangnya sarana atau media bagi mereka untuk mengaktualisasikan dirinya secara positif. Remaja pada umumnya lebih suka memacu kendaraan dengan kecapatan tinggi. Namun,

2 http;//mulyanihasan.wordpres.com/2007/04/27/geng-motor-do-kota-bandung/,

diakses pada tanggal 24 november 2010, hal 9.

3

(4)

ajang lomba balap yang legal sangat jarang digelar. Padahal, ajang-ajang seperti ini sangat besar manfaatnya, selain dapat memotifasi untuk berprestasi, juga sebagai ajang aktualisasi diri. Karena sarana aktualisasi diri yang positif ini sulit mereka dapatkan, akhirnya mereka melampiaskan dengan aksi ugal-ugalan di jalan umum yang berpotensi mencelakakan dirinya dan orang lain.4

Geng motor sebenarnya sudah ada dari tahun 1978, yang dulu namanya melegenda adalah geng motor Moonraker. Kota tempat tumbuh dan berkembangnya geng-geng motor adalah kota Bandung. Namun seiring dengan berkembangnya zaman kini mereka mulai menjalar ke daerah-daerah seperti Tasikmalaya, Garut, Sukabumi, Ciamis, Cirebon, Subang dan bahkan sekarang di Kota Medan pun ada ditemui beberapa geng-geng motor.

Disisi lain masalah kenakalan remaja geng motor ini telah mencapai tingkat yang meresahkan bagi masyarakat dan merupakan problema aktual yang dihadapi orang tua, masyarakat dan terlebih-lebih masalah penting yang dihadapi oleh pemerintah dan Negara.

Keadaan seperti ini telah memberikan dorongan yang kuat untuk membahas dan memcari alternatif jalan keluar yang terbaik dalam menanggulangi masalah kenakalan remaja. Oleh karena itu penting sekali tanggapan terhadap persoalan mengenai cara dan tindakan guna menghantarkan generasi muda yang bertanggung jawab serta ikut dalam memberikan bantuan yang nyata kepada bangsa dan negara di masa depan.

4 Mulyani hasan, op cit, hal 9.

(5)

2. PERMASALAHAN

Kenakalan remaja geng motor dewasa ini semakin meningkat kualitas dan kuantitasnya, dan kita akui hal ini menjadi masalah nasional yang dapat mengganggu stabilitas nasional dan pembangunan serta persatuan dan kesatuan bangsa. Remaja merupakan generasi dan potensi bangsa dalam pembangunan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Meningkatnya kenakalan remaja geng motor dapat disebabkan oleh faktor-faktor tertentu. Dalam hal ini penulis ingin mengemukakan beberapa permasalahan yang menjadi tolak ukur dalam pembahasan mengenai materi ini, yang berkaitan dengan kenakalan remaja geng motor yang ditinjau dari aspek kriminologi, yaitu:

1. Bagaimana pandangan kriminologi terhadap kenakalan remaja?

2. Apa faktor pendorong keikutsertaan remaja dalam geng motor di kota medan?

3. Apa hambatan dan upaya yang dilakukan dalam penanggulangan kenakalan remaja dari aspek kriminologi?

3. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN

1.TUJUAN PENULISAN

.

Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penulisan skripsi ini adalah untuk melengkapi dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Unifersitas Sumatera Utara Medan.

(6)

1. Untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja

2. Untuk mengetahui apa yang menjadi faktor pendorong terbentuknya geng motor kalangan remaja di kota Medan.

3. Untuk mengetahui hambatan apa yang dihadapidalam menanggulangi kenakalan remaja serta upaya penanggulangannya.

2. MANFAAT PENULISAN

Atas dasar tujuan tersebut, maka manfaat dari penulisan skripsi ini adalah: a) Secara Teoritis

Penulis berharap karya tulis ilmiah yang berbentuk skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kalangan akademis pada khususnya dan masyarakat pada umumnya yang membutuhkan informasi mengenai karateristik pembentukan geng motor yang brutal serta faktor penyebab terbentuknya geng motor yang brutal dikalangan remaja.

Skripsi ini juga diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pidana serta yang berkaitan dengan kriminologi.

b) Secara Praktis

secara praktis, skripsi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi aparat penegak hukum khususnya kepolisian dalam menanggulangi kenakalan remaja geng motor.

(7)

Penulisan skripsi yang berjudul “Faktor Pendorong Kenakalan Remaja geng Motor di kota Medan ditinjau dari Aspek Kriminologi” yang diangkat sebagai judul skripsi telah diperiksa melalui penelusuran kepustakaan Fakultas Hukum dan tidak ditemukan judul yang sama. Berdasarkan hasil penelusuran penulis di perpustakaan Fakultas Hukum Unifersitas Sumatera Utara, adapun skripsi yang berjudul “Suatu Tinjauan Psikologi Kriminal tentang Kenakalan Remaja dan Timbulnya Perkelahian Massal dikalangan Remaja” tidak memiliki kesamaan dengan skripsi penulis.

Data yang dipakai guna melengkapi penulisan skripsi ini memanfaatkan informasi yang diperoleh langsung dari responden, dan info yang diperoleh dari media, baik itu media cetak ataupun melalui media internet. Sehingga data-data yang dipakai secara garis besar adalah data yang faktual. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

5. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Pengertian Remaja/Anak

Masa remaja apabila diperhatikan perkembangan manusianya sejak masih berada dalam kandungan sampai dengan masa kelahiran terlihat bahwa setiap orang akan mengalami perubahan. Bila dilihat dari perubahan fisik, biasanya perubahan tersebut hampir sama antara satu dengan lainnya. Seolah-olah ada batas-batas perubahan yang sama antara satu dengan yang lainnya, selama proses perkembangan berjalan. Tetapi ketika manusia memasuki masa remaja, perkembangan antara pria dengan wanita terlihat perbedaan karena kodratnya. Hal ini disebabkan mulai bekerjanya kelenjar kelamin pada setiap remaja. Masa

(8)

remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifat-sifat khas dan perannya yang menentukan dalam kehidupan dan lingkungan orang dewasa.

Masalah mengenai kenakalan anak atau remaja merupakan masalah yang selalu menarik, hal ini disebabkan karena kenakalan anak atau remaja akan selalu terjadi pada setiap generasi bangsa. Apabila berbicara tentang anak atau remaja, seringkali timbul pertanyaan, umur berapakah seseorang tersebut dikatakan remaja?.

Sebenarnya batasan umur seorang remaja tidak dapat ditentukan begitu saja. Karena di samping belum ada kesepakatan pendapat diantara para ahli mengenai klasifikasi umur, juga disebabkan karena masalah tersebut bergantung pada keadaan masyarakat di mana remaja tersebut hidup dan bergantung dari sudut mana pengertian itu ditinjau.

Pengertian yang dikemukakan oleh pakar psikologi Dr. Kartini Kartono, remaja adalah suatu tingkatan umur, dimana seorang anak tidak lagi bersikap seperti anak-anak, tetapi belum dapat juga dipandang sebagai orang dewasa. Jadi seorang anak atau remaja adalah batasan umur yang menjembatani antara umur anak-anak dengan dewasa.

Pada masa remaja ini adalah merupakan masa-masa yang rawan bagi suatu generasi. Karena pada masa ini remaja ditempatkan disuatu pilihan menuju tahap kedewasaan antara mempertahankan potensi keremajaannya dengan hal-hal negatif yang dapat membuat remaja tersebut terperosok ke dalam kenakalan. Oleh

(9)

dari itu masalah kenakalan anak atau remaja ini bukanlah merupakan masalah yang baru pada tiap-tiap kehidupan generasi bangsa, serta dapat dipastikan bahwa pada masa-masa ini akan timbul suatu bentuk kenakalan antara satu dengan yang lainnya yang berbeda-beda ukuran kenakalannya. Hanya saja bentuk kenakalan tersebut tidaklah sama antara generasi satu dengan seterusnya, ada kemungkinan kenakalan anak atau remaja tersebut semakin melampaui batas-batas kewajaran nakal.

Adapun batasan-batasan mengenai kapan seseorang anak itu dianggap dewasa:

a) Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah dua puluh satu tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan.5

b) Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu menikah. Apabila perkawinan dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa.6

c) Belum cukup umur (minderjarig) karena melakukan perbuatan sebelum umur enam belas tahun.7

5 Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,

(Jakarta: Departemen Agama RI-Badan Pembinaan Kelembagaan Agama Islam), 2000, hal.50.

6 R. Subekti dan R. Tjitrosudibyo, Cetakan ketiga puluh tiga, Kitab Undang-Undang

Hukum Perdaata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1990, hal. 90.

7 Moeljatno, Cetakan kedua puluh satu, kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bumi

(10)

d) Menurut Hukum Adat “anak-anak dibawah umur” adalah mereka yang belum menunjukkan tanda-tanda fisis yang konkrit, bahwa ia telah dewasa.8

Setelah ditelusuri dan dilihat dari peraturan perundang-undangan, maka seseorang itu dapat diklasifikasikan sebagai seorang remaja apabila belum berumur 21 tahun atau terlebih dahulu menikah sebelumnya.

Dari keterangan yang dikemukakan di atas terlihat adanya keanekaragaman pendapat mengenai batasan umur remaja. Karena selama masa remaja akan timbul masalah-masalah yang menentukan bagaimana anak atau remaja itu bersikap dan menghadapi.

2. Pengertian Kenakalan Remaja

W.A. Bonger dalam kitab kecilnya Inleiding tot de Criminologi antara lain mengemukakan :

“ kejahatan anak-anak dan pemuda-pemuda sudah merupakan bagian yang besar dalam kejahatan, lagi pula kebanyakan penjahat yang sudah dewasa umumnya sudah sejak kecil.

Siapa menyelidiki sebab-sebab kejahatan anak-anak dapat mencari tindakan-tindakan pencegahan kejahatan anak-anak yang dapat mencari tindakan-tindakan pencegahan kejahatan anak-anak yang kemudian akan berpengaruh baik pula terhadap pencegahan kejahatan orang dewasa “.9 Istilah baku perdana untuk kenakalan remaja dalam konsep psikologis adalah juvenile deliquency, yang memiliki arti perilaku jahat/dursila, atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara

8 Soedjono Dirdjosisworo, Penanggulangan Kejahatan, cetakan Ketiga, Alumni, Bandung,

1983, hal 152.

9 Ninik Widiyanti-Yulus Waskita, Kejahatan Dalam Masyarakat dan Pencegahannya, Bina

(11)

sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabdian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang.

Juvenile berasal dari bahasa latin “ juvenilis” yang artinya : anak-anak, anak muda, ciri karateristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja.

Delinquent berasal dari bahasa latin “delinquere” yang berarti : terabaikan, mengabaikan ; yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana, dursila, dan lain-lain.10

Pengertian secara etimologis telah beberapa kali mengalami pergeseran, akan tetapi hanya menyangkut aktifitasnya, yakni istilah kejahatan menjadi kenakalan. Dalam perkembangan selanjutnya pengertian subjek atau pelaku pun mengalami pergeseran. Psikolog Bimo Waljito merumuskan arti selengkapnya dari juvenile deliquency, yaitu tiap perbuatan jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan kejahatan, jadi merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh anak, khususnya remaja.11

Sedangkan Fuad Hasan merumuskan juvenile deliquency adalah perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh anak remaja bilamana dilakukan oleh orang dewasa dikualifikasikan sebagai tindak kejahatan.12

10 Dr. Kartini Kartono, Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja, Grafindo Persada, Jakarta,

2010, hal 6.

11 Sudarsono, Kenakalan Remaja, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hal 11 12 Ibid

(12)

Dalam perumusan arti juvenile deliquency oleh Fuad Hasan dan Bimo Waljito nampak adanya pergesaran mengenai kualitas subjek, dari kualitas anak menjadi remaja atau anak remaja. Bertitik tolak dari konsepsi dasar inilah maka juvenile deliquency pada gilirannya mendapat pengertian “kenakalan remaja”. Dalam arti luas tentang kenakalan remaja adalah perbuatan kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila dan menyalahi norma-norma agama.13

Deliquency itu selalu mempunyai konotasi serangan, pelanggaran, kejahatan dan keganasan yang dilakukan oleh anak-anak muda/remaja.

Purnianti mendefinisikan kenakalan remaja berdasarkan perspektif sosiologis, dalam tiga kategori, yaitu :

a. Definisi hukum, menekankan pada tindakan/perlakuan yang bertentangan dengan norma yang diklasifikasikan secara hukum,

b. Definisi peranan, dalam hal ini penekanannya pada pelaku, remaja yang peranannya diidentifikasikan sebagai kenakalan,

c. Definisi masyarakat, perilaku ini ditentukan oleh masyarakat.14

Paham kenakalan remaja dalam arti luas meliputi perbuatan-perbuatan anak remaja yang bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum tertulis, baik yang terdapat dalam KUHP maupun dalam perundang-undangan di luar KUHP (pidanan khusus). Dapat pula terjadi perbuatan anak remaja tersebut bersifat anti

13 Sudarsono, Opcit, hal 11.

14 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia: Pengembangan Konsep Diversi dan

(13)

sosial yang menimbulkan keresahan dalam masyarakat pada umumnya. Selanjutnya kenakalan remaja tersebut semakin luas cakupannya dan lebih dalam bobot isinya. Kenakalan remaja tersebut meliputi perbuatan-perbuatan yang sering menimbulkan keresahan dilingkungan masyarakat, sekolah maupun keluarga. Contoh yang sangat sederhana dalam hal ini yaitu perkelahian antar sekolah, pencurian dan pembentukan geng-geng motor yang suka menimbulkan keresahan masyarakat.

Secara umum remaja dianggap ada dalam satu periode transisi dengan tingkah laku anti sosial yang potensial, disertai dengan banyak pergolakan hati atau kekisruhan batin pada fase-fase remaja dan adolesens. Maka segala gejala keberandalan dan kejahatan yang muncul itu merupakan akibat dari proses perkembangan pribadi anak yang mengandung unsur dan usaha :

1) Kedewasaan seksual

2) Pencaharian suatu identitas kedewasaan 3) Adanya ambisi materil yang tidak terkendali 4) Kurang atau tidak adanya disiplin diri.15

Maka berdasarkan pandangan perspektif periode/fase remaja yang delinquen itu dianggap sebagai manifestasi kebudayaan remaja dan tidak dilihat sebagai bagian dari gang kriminal orang-orang dewasa.

kenakalan anak-anak remaja ini merupakan produk sampingan dari :

15 Kartini Kartono, Opcit, hal 8

(14)

1) pendidikan massal yang tidak menekankan pendidikan watak dan kepribadian anak;

2) kurangnya usaha orang tua dan orang dewasa dalam menanamkan moralitas dan keyakinan beragama pada anak muda;

3) kurang ditumbuhkannya tanggung jawab sosial pada anak-anak remaja.16 anak-anak remaja yang melakukan kejahatan itu pada umumnya kurang memiliki kontrol diri, atau justru menyalahgunakan kontrol diri tersebut, dan suka menegakkan standar tingkah laku sendiri, disamping meremehkan keberadaan orang lain. kejahatan yang mereka lakukan itu pada umumnya disertai unsur-unsur mental dengan motif-motif sumbjektif, yaitu untuk mencapai suatu objek tertentu dengan disertai kekerasan dan agresi. pada umumnya anak-anak muda tadi sangat egoistis, dan suka sekali menyalahgunakan atau melebih-lebihkan harga dirinya.

3. Pengertian Geng

istilah geng umumnya dipakai untuk kelompok yang lebih besar dan terbatas pada kelompok yang kecil. Devinisi tentang geng sangat jelas identik dengan kehidupan berkelompok. Hanya saja geng memang memiliki makna yang sedemikian negatif. Geng bukan sekedar kumpulan remaja yang bersifat informal. Geng dalam bahasa inggris adalah sebuah kelompok penjahat yang terorganisasi secara rapi. Dalam sebuah konsep yang moderat, geng merupakan sebuah

16 ibid

(15)

kelompok kaum muda yang pergi secara bersama-sama dan sering kali menyebabkan keributan.17

Kaum remaja yang terlibat dalam kehidupan geng sebenarnya sedang mengalami distorsi komunikasi. Kaum remaja tidak mampu memahami atau sengaja tidak sudi untuk menyepakati aturan-aturan budaya, masyarakat, dan komunitas tempat berfungsinya dengan baik.

Dalam hal kenakalan remaja yang terbentuk dalam suatu geng-geng atau gerombolan-gerombolan anak muda, fokusnya bukan lagi pelanggaran individuil tetapi sudah terhadap kelompok sebagai keseluruhan dalam arti bahwa kolektifitas itu dipandang sebagai suatu kesatuan yang mengandung kualitas-kualitas di luar jumlah individu anggota semata-mata.

Menurut Albert K. Cohen dan James F. Short dua orang ahli kriminologi, pada tingkat kolektif/geng, kenakalan dibagi ke dalam beberapa bentuk atas dasar type-type berbeda dari sub kebudayaan yang terdiri dari sebagai berikut :

a. Yang mewujudkan dirinya dalam kelompok-kelompok kecil atau klik dengan bentuk-bentuk kenakalan yang tanpa tujuan, bersifat jahil, tidak tetap, dan bercirikan pengejaran kesenangan sesaat serta otonomi kelompok.

b. Yang merupakan jenis perkembangan lebih tinggi dalam kenakalan kolektif, dipertunjukkan dalam bentuk geng-geng yang besar, keanggotaannya mungkin berkisar ratusan orang, mereka diketemukan mempunyai organnisasi yang rapi dengan adanya peranan-peranan

17 Mulyani hasan, op cit, hal 9.

(16)

pimpinan, nama, hasrat yang kuat untuk menegakkan identitas geng, serta mempunyai kepribadian umum dalam dunia geng.

c. Dalam tipe ini para remaja mengelompokkan diri dalam suatu sub kebudayaan obat bius, tindakannya pada umumnya tidak menggunakan kekerasan dan kerapkali disertai usaha-usaha yang bisa menghasilkan uang untuk memelihara keberlangsungan kebiasaan mereka menghhisap narkotika yang tersedia hanya lewat cara-cara gelap serta memakan biaya yang besar.

d. Sub kebudayaan pencuri profesionil. Ini adalah suatu tahapan khusus sebelum kenakalan itu mencapai tingkat pencurian elite seperti yang dilakukan oleh orang-orang dewasa secara profesionil.

e. Tipe sub kebudayaan lain adalah remaja yang mengekspresikan kenakalan khas kelas menengah.

f. Tipe sub kebudayaan pemudi. Menurut Chohen dan Short pengelompokan dan status pemudi terutama menyangkut status pemudi terutama menyangkut “status dari laki-laki terhadap siapa ia mengidentifikasikan dirinya”. Sebagai kecuali, misalnya, pemudi-pemudi yang mengorganisir diri dalam geng-geng dalam rangka aktifitas seksuil atau narkotika.18

4. Pengertian Geng Motor dan Sejarah Geng Motor dibeberapa Negara.

Geng motor berbeda dengan club motor. Geng motor adalah kumpulan orang-orang pecinta motor yang doyan kebut-kebutan, tanpa membedakan jenis motor yang dikendarai. Sedangkan club motor biasanya mengusung merek

18 Mulyana W. Kusuman, Aneka Permasalahan Dalam Ruang Lingkup Kriminologi,

(17)

tertentu atau spesifikasi jenis motor tertentu dengan perangkat organisasi formal, seperti HDC (harley davidson club), scooter (kelompok pecinta vespa), kelompok honda, kelompok suzuki, tiger, mio, dan lain sebagainya. Ada juga brotherhood, yaitu kelompok pecinta motor besar tua.19

Geng motor bukanlah hal yang baru di negara Indonesia, sebenarnya geng motor sudah ada dari tahun 1978 yang namanya melegenda saat itu adalah geng motor “M2R” atau Moonraker.20 Kelahiran geng motor, rata-rata diawali dari kumpulan remaja yang doyan balapan liar dan aksi-aksi menantang bahaya pada malam menjelang dini hari di jalan raya. Setelah terbentuk kelompok, bukan hanya hubungan emosi para remaja saja yang menguat, dorongan untuk unjuk gigi sebagai komunitas bikers juga ikut meradang. Mereka ingin tampil beda dan dikenal luas. Caranya yaitu dengan membuat aksi-aksi yang sensasional. Mulai dari kebut-kebutan, tawuran antar geng, tindakan kriminal tanpa pandang bulu, hingga perlawanan terhadap aparat keamanan.21

Ada 4 (empat) geng motor yang paling besar di Bandung antara lain yaitu:

1. Moonraker

Moonraker didirikan pada tahun 1978 oleh siswa SMA yang ada di jalan Dago yang mencintai balap motor. Nama moonraker diambil dari salah satu judul film James Bond yang kondang saat itu. Awalnya mereka mengusung bendera berwarna putih-biru-dan merah dengan gambar palu arit ditengahnya. Namun, karena pemerintahan indonesia saat itu melarang ideologi tertentu yang identik

19 Mulyani hasan, op cit, hal 5. 20ibid

(18)

dengan komunisme (yang bersimbol palu arit), mereka lalu mengganti bendera kebangsaannya dengan warna merah-putih-biru, bergambar kelelawar. Gambar ini mereka adopsi dari lambang “Hell Angel”, sebuah kelompok motor di Amerika Serikat. Kelompok ini konsisten dengan sistem keorganisasiannya. Setiap tahun ada penggantian kepengurusan dan membuat program-program kerja. Struktur organisasinya terdiri atas Divisi Balap, Panglima Perang, dan Tim SWAT ( regu penyelamat ). Panglima perang bertugas mengkoordinir anggota pada saat terjadi tawuran, atau sebagai pembuat keputusan pada saat terjadi bentrok dengan kelompok lain.22

2. XTC ( Exalt To Coitus )

XTC lahir pada tahun 1982 oleh 7 oleh 7 orang pemuda. Belakangan nama itu diganti menjadi Exalt To Creativity, karena nama semula agak berbau porno. Mereka mengusung bendera berwarna putih-biru muda-biru tua, dan di tengahnya ada gambar lebah yang menggambarkan solidaritas antar anggota. Bila salah satu diantara mereka ada yang diserang maka yang lainnya akan membela. Pasukan XTC juga memiliki koordinator perang yang bertugas untuk mempermudah kordinasi pada saat terjadi tawuran dan pada saat akan melakukan perebutan wilayah.23

3. Brigez ( Brigade Seven )

Brigade seven berdiri pada tahun 1980-an. Awal terbentuknya tak lebih hanya sekedar kumpul-kumpul biasa. Warna bendera Irak menjadi lambang identitas

22 Mulyani hasan, op cit, hal 1. 23 Ibid, hal 2.

(19)

kelompok ini dengan gambar kelelawar hitam sebagai simbolnya. Tiga doktirn utama seperti musuhi polisi, lawan orang tua, dan berlaku jahat di tengah malam terus dilestarikan pada tubuh geng yang semula beranggotakan siswa SMA 7 bandung ini. Setiap anggota baru harus melakukan uji nyali mulai dari keterampilan dan beraksi hingga minum darah hewan tertentu yang mereka percayai bisa menumbuhkan keberanian pada diri anggota.24

4. GBR ( Grab on Road )

GBR juga lahir pada tahun 1980-an. Kelompok yang anggotanya mayoritas anak SMP ini mengidentifikasikan diri dengan segala sesuatu yang berbau Jerman. Mereka mengusung bendera berwarna merah-kuning-hitam.25

5. Pengertian kriminologi dan Metode Pendekatan kriminologi.

Secara harafiah, kriminologi berasal dari kata “crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan. Apabila dilihat dari kata tersebut, maka kriminologi mempunyai arti sebagai pengetahuan tentang kejahatan.26

Pengertian secara harafiah tersebut memberikan pengertian yang sempit bahkan dapat mengarah pada pengertian yang salah. Pengertian kriminologi secara harafiah tersebut menimbulkan suatu persepsi bahwa hanya kejahatan saja yang dibahas dalam kriminologi.

24 Kompasiana, op cit hal 2. 25 Ibid.

(20)

Sutherland mengatakan kriminologi adalah keseluruhan ilmu-ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kejahatan sebagai gejala masyarakat. Termasuk terjadinya undang-undang dan pekanggaran atas itu. Sedangkan Michael dan Adle merumuskan bahwa kriminologi adalah keseluruhan keterangan tentang perbuatan dan sifat, lingkungan penjahat dan pejabat memperlakukan penjahat serta reaksi masyarakat, terhadap penjahat.27

Kriminologi terbagi dalam dua arti, antara lain kriminologi dalam arti sempit yaitu ilmu pengetahuan yang membahas masalah-masalah kejahatan istimewa mengenai :

a. Bentuk-bentuk kejahatan (paenomenologi) b. Sebab-sebab kejahatan (aetiologi)

c. Akibat-akibat kejahatan (penologi)

Kriminologi dalam arti luas adalah kriminologi dalam arti sempit ditambah dengan kriminalistik.28

Dalam rangka mempelajari kejahatan, ada tiga pendekatan yang dapat dilakukan, antara lain :

1) Pendekatan Deskriptif

Yang dimaksud dengan pendekatan deskriptif adalah suatu pendekatan dengan cara melakukan observasi dan pengumpulan data yang berkaitan dengan fakta-fakta tentang kejahatan dan pelaku kejahatan seperti :

27 Simanjuntak dan Pasaribu, Kriminologi, Tarsito, Bandung, 1984, hal 27.

28 Ridwan Hasibuan, Kriminologi Dalam Arti Sempit dan Ilmu-Ilmu Forensik,USU pers,

(21)

a. bentuk tingkah laku kriminal, b. bagaimana kejahatan dilakukan,

c. frekuensi kejahatan pada waktu dan tempat yang berbeda,

d. ciri-ciri khas pelaku kejahatan, seperti usia, jenis kelamin, dan sebaginya,

e. perkembangan karir seorang pelaku kejahatan.

Di kalangan ilmuan, pendekatan deskriptif sering dianggap sebagai pendekatan yang bersifat sangat sederhana. Meskipun demikian pendekatan ini sangat bermanfaat sebagai studi awal sebelum melangkah pada studi yang bersifat lebih mendalam.29

2) Pendekatan Sebab-Akibat.

Pendekatan sebab-akibat berarti fakta-fakta yang terdapat di dalam masyarakat dapat ditafsirkan untuk mengetahui sebab-musabab kejahatan, baik dalam kasus-kasus yang bersifat individual maupun yang bersifat umum.

Hubungan sebab-akibat dalam kriminologi berbeda dengan hubungan sebab-akibat yang terdapat dalam hukum pidana. Dalam hukum pidana, agar suatu perkara dapat dilakukan penuntutan harus dapat dibuktikan adanya hubungan sebab-akibat antara suatu perbuatan dengan akibat yang dilarang, sedangkan akibat dalam kriminologi yaitu akibat dicari setelah hubungan sebab-akibat dalam hukum pidana terbukti. Usaha untuk mengetahui kejahatan dengan

29Made Darma Weda, opcit, hal 2.

(22)

menggunakan pendekatan sebab-akibat ini dikatakan sebagai etiologi kriminil (etiologi of crime).30

3) Pendekatan Secara Normatif

Kriminologi dikatakan sebagai idiographic-discipline dan nomothetic-discipline. Dikatakan sebagai “ideographic discipline”, karena kriminologi mempelajari fakta-fakta, sebab-akibat, dan kemungkinan-kemungkinan dalam kasus yang bersifat individual. Sedangkan yang dimaksud dengan “nomotethic-discipline” adalah bertujuan untuk menemukan dan mengungkapkan hukum-hukum yang bersifat ilmiah, yang diakui keseragaman dan kecenderungan-kecenderungannya.

H. Bianchi menyatakan, apabila kejahatan itu merupakan konsep yuridis, berarti merupakan dorongan bagi kriminologi untuk mempelajari norma-norma. Oleh karena itu kriminologi merupakan disiplin yang normatif.31

6. METODE PENELITIAN

Dalam penulisan karya ilmiah, selalu diperlukan data untuk mendukung penulisan yang tengah dilakukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Pengumpulan data tersebut diperoleh dengan melakukan sebuah penelitian.

Dalam penulisan skripsi ini penulis berusaha menemukan data-data dengan menggunakan metode sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

30 Ibid, hal 3.

(23)

a. Library Research (Penelitian Pustaka)

Library Research ini dimaksudkan adalah suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku literatur yang dianggap relevan dalam mendukung penulisan skripsi ini.

b. Field Research (Penelitian Lapangan)

Field Research ini dimaksudkan sebagai suatu metode untuk memperoleh data dengan jalan penelitian langsung ke lapangan yaitu di jalan pancing. Dengan cara demikian dapat diperoleh data-data mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi anak-anak tersebut dalam melakukan suatu tindak kejahatan secara kongkrit.

2. Metode Pengumpulan Data a. Wawancara ( Interview )

Wawancara adalah cara yang digunakakan untuk memperoleh keterangan secara lisan guna mencapai tujuan.Wawancara dilakukan langsung dengan para responden, yaitu anak-anak/remaja anggota geng motor, masyarakat disekitar area anak-anak tersebut sering melakukan balap liar dan kerusuhan, dan juga aparat kepolisian.

b. Studi Dokumen

Yaitu mengumpulkan data yang dilakukan melalui data tertulis hasil penelitian dilapangan.

(24)

Sumber data diperoleh dari wawancara dengan para geng motor, juga pada masyarakat setempat dan aparat kepolisian. Sumber data lain adalah data kepustakaan, karya ilmiah, artikel-artikel serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan materi penelitian.

7. SISTEMATIKA PENULISAN

Skripsi ini dibagi atas 5 ( lima ) bab, yang tiap bab dibagi pula atas beberapa sub bab yang desesuaikan dengan isi dan maksud dari penulisan skripsi ini. Hal ini dimaksud untuk menjalin hubungan yang serasi antar bab, sehingga dapat menjawab permasalahan secara benar, terarah, terperinci, dan sistematis sehingga kebenarannya dapat dipertanggung jawabkan.

Adapun sistematika penulisan skripsi ini sacara singkat adalah sebagai berikut :

Bab I : “Pendahuluan“ adalah sebagai bab pengantar dari permasalahan, terdiri dari 7(tujuh) sub bab yaitu Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika penulisan.

Bab II : “Pandangan Kriminologi terhadap Kenakalan Remaja” yang terdiri dari 3 (tiga) sub bab yaitu : klasifikasi dan tipe kenakalan remaja,

perkembangan kenakalan remaja, dan faktor-faktor yang

menyebabkan kenakalan remaja.

Bab III : “Faktor pendorong keikutsertaan remajadalam geng motor di Medan” yang terdiri dari 5 (lima) sub bab yaitu : pengertian geng motor,

(25)

ciri-ciri geng motor di kota Medan, faktor pendorong keikutsertaan remaja dalam geng motor, faktor yang melatarbelakangi terjadinya tindakan kekerasan/penganiayaan yang dilakukan oleh anggota geng motor, akibat-akibat adanya geng motor kalangan remaja di kota Medan.

Bab IV : “Hambatan dan Upaya dalam Penanggulangan Kenakalan Remaja di tinjau dari Apek Kriminologi” yang terdiri dari 3 (tiga) sub bab yaitu: Hambatan-hambatan dalam penanggulangan kenakalan remaja, usaha-usaha pencegahan kejahatan dari aspek kriminologi, Upaya penanggulangan kenakalan remaja ditinjau dari aspek kriminologi.

Bab V : “kesimpulan dan Saran”, bab ini merupaka penutup dari keseluruhan materi skripsi yang terdiri dari 2 (dua) sub bab yaitu : Kesimpulan dan Saran.

Referensi

Dokumen terkait

Pada bab ini dibahas mengenai tata cara penelitian yang mencakup langkah- langkah pengumpulan dan pengolahan data yang dibutuhkan peneliti yaitu meliputi

Ketimbang langsung lompat membuat wireframes , atau malah langsung membuat design lengkap dengan warna, icon, dan gambar, Anda akan mulai dari fondasi: mencari tahu apa

Definisi grid (balok silang) adalah kerangka yang terdiri dari dua atau lebih bagian konstruksi yang disambungkan secara kaku (guna stabilitas) pada arah mendatar, umumnya

Penilaian pemilik kapal/perusahaan pelayaran (responden) terhadap galangan kapal kategori B yaitu peningkatan komponen galangan kapal menempati prioritas 2 dari 4 tingkat

Orang pribadi dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan di atas PTKP sehubungan dengan pekerjaan dari badan-badan yang tidak wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21

Kesalahpahaman dapat timbul akibat adanya perbedaan penafsirran. Oleh sebab itu untuk menghindari kesalahpahaman terhadap istilah-istilah yang digunakan pada penelitian

Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang

( 2 markah ) iii. Izyan mempunyai wang sebanyak RM 51. Dia hendak membeli anggur merah. Hitungkan jisim, dalam kg yang terdekat, anggur merah yang dapat dibelinya.. Rajah