• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN. Lahirnya Kekristenan maupun Gereja tidak lepas dari peran serta tiga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN. Lahirnya Kekristenan maupun Gereja tidak lepas dari peran serta tiga"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lahirnya Kekristenan maupun Gereja tidak lepas dari peran serta tiga Negara besar yang berpengaruh pada masa gereja mula- mula. Ketiga negara itu adalah Yunani, Yahudi, dan Romawi. Dibidang kebudayaan, gereja dipengaruhi oleh kebudayaan Helenisme, yaitu kebudayaan Yunani yang disebarkan di seluruh wilayah kekuasaan Romawi. (Situmorang, 2014: 5)

Pada akhir tahun 1750, sampai saat itu Gereja memiliki kaitan perkembangan musik Barat, karena pada waktu itu Gereja merupakan penyokong utama seluruh kesenian Barat, khususnya di bidang musik. Pada waktu itu Gereja merupakan pusat dari peradaban Barat. Tetapi setelah tahun 1750 ruangan konser dan teater opera menjadi sarana utama bagi pertunjukan dan perkembangan musik, bukan Gereja lagi yang menjadi pusat peradaban Barat, dan juga mutu musik Gerejawi secara umum mengalami kemerosotan1 . Hal ini berlangsung cukup lama sampai akhirnya dunia memasuki zaman Renaisance, yaitu kebangkitan intelektual, penemuan dunia dan manusia. Para ilmuwan akhirnya bermunculan dan menciptakan serta membawa pemahaman baru yang berlandaskan kebutuhan dan keadaan manusia. Di satu sisi dampak renaissance adalah kemajuan dibidang pengetahuan. Pada waktu itu bermunculan ilmuwan kenamaan, yang menemukan penemuan baru. Dampak negatifnya, karena manusia berhasil menemukan sesuatu yang baru, hal itu akan merubah tradisi kebudayaan Eropa secara terus menerus. Zaman renaissance dalam bidang musik

(2)

dapat dilihat sebagaimana dengan zaman pertengahan, musik vokal dianggap jauh lebih penting dari music instrumental. Para komponis zaman renaissance membuat musik untuk menekankan arti dan emosi pada teks lagu. Seorang musikolog Italia bernama Zarlino mengatakan “ ketika kata dari sebuah lirik lagu mengatakan ratapan, kesakitan, patah hati, erangan dan tangisan, maka biarlah harmoni pada lagu tersebut menyatakan kesedihan”. Para komposer renaissance sering menggunakan lukisan kata- kata, yaitu sebuah representasi musik dari gambaran puisitasi tertentu. Contoh kata- kata puitis seperti “naik kesurga”, biasanya akan diwakili oleh notasi yang meninggi.

Di sisi lain, Musik gereja dalam waktu ke waktu semakin berkembang fungsi dan strukturnya. Awalnya musik digunakan di Gereja Ortodoks dan Katholik. Musik gereja ini menggunakan modus- modus seperti dorian, frigian, Lydian, mixolidian, eolian, dan Ionian, yang digunakan sebagai melodi. Modus- modus musik gereja ini bertumpu kepada masa Yunani dan Romawi sebagai sumber kebudayaan Barat. Sementara musik- musik Gereja Ortodoks seperti di Eropa Timur dan Koptik seperti di Timur tengah menggunakan modus- modus setempat. Setelah itu, muncullah Protestan sebagai gerakan reformasi karena berbagai “kesalahan” dalam praktik agama Kristen katholik. Pada masa Protestan ini berkembang, maka tradisi musik di Eropa dalam bentuk koor (choir) yang berasas pada harmoni begitu berkembang pesat. Hal inilah yang dibawa para Missionaris yang merupakan penyebar kekristenan di Indonesia.

Rumusan- rumusan perkembangan dan penemuan- penemuan teknologi abad ke-20 bukan saja telah memacu peradaban manusia pada suatu

(3)

loncatan-loncatan pembudayaan manusia lebih cepat, akan tetapi ia dipihak lain telah pula memundurkan kembali dengan cepat manusia penciptanya kearah titik awalnya; dehumanisasi (Hardjana, 2004: 25).

Hal tersebut juga telah merambah masuk kegereja, mulai dari penyajian ibadah, pendukung ibadah, bahkan musik dalam ibadah. Dalam pendukung ibadah, hal ini dapat dilihat dari penggunaan slide melalui Infokus sebagai media untuk melihat lirik lagu, warta jemaat, dan layar yang memunculkan ayat Alkitab. Fenomena ini bahkan sangat umum dilakukan pada beberapa Gereja antara lain; Geraja Bethel Indonesia, GPDI, bahkan GKI berastagi.

Dalam musik gereja, umumnya nyanyian gereja diiringi alat musik organ. Namun seiring dengan perkembangan zaman, berkembang pesatnya teknologi, musik gereja semakin mengalami pembaharuan, atas dasar penemuan, hasil percobaan yang dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari mulai banyaknya gereja yang menggunakan alat band yang terdiri dari instrument elektrik berupa gitar electric, bass electric, drum, piano electric atau keyboard. Disamping penggunaan band dalam ibadah, perkembangan teknologi telah memaksa Gereja menggunakan minus one sebagai pengiring nyanyian. Menurut penelitian penulis, Gereja Kristen Indonesia di kota Berastagi telah menggunakan Minus One sebagai musik pengiring ibadah minggu sejak tahun 2012 . Hal ini menjadi sesuatu yang menarik minat penulis untuk meneliti peristiwa ini mengingat kota Berastagi yang masih kuat dengan kebudayaan dan tradisinya, namun mereka mampu menerima sebuah perubahan yang tergolong baru dalam musik gereja. Minus one pada dasarnya

(4)

berarti sebuah musik yang dibuat maupun kemudian telah dihilangkan satu instrument, namun pada eksistensinya lebih sering digunakan untuk mengiringi seseorang maupun kelompok bernyanyi yang dimainkan menggunakan alat pemutar suara. Dengan kata lain dalam aktivitas ibadah minggu GKI Berastagi para jemaat melantunkan nyanyian tanpa diiringi oleh pemusik. Ketiadaan orang yang memainkan musik secara langsung sebagai pengiring jalannya ibadah minggu menyebabkan tidak ada istilah “pemusik” memelainkan “operator”.

Dalam perkembangannya penggunaan Minus one sebagai pengiring nyanyian ibadah sudah menjadi perdebatan baik secara lisan maupun yang terjadi di media sosial , bahwa apakah minus one layak mengiringi aktivitas ibadah,

mengingat ada istilah participatio actuossa yang diartikan ada kerja sama segitiga harmonis antara dirigen, organis, dan paduan suara, suatu hal yang penting dalam idealisme ibadah yang indah dari gereja. Sementara dengan menggunakan minus one tidak akan terjadi hal demikian.

Menurut bapak A. Sihotang selaku pengurus gereja, sekaligus informan penulis bahwa, Pemilihan penyajian musik Minus One di Gereja Kristen Indonesia Berastagi didasari oleh beberapa alasan yaitu :

1. Faktor Sumber Daya Manusia, dalam hal ini pemain organ yang semakin sedikit di GKI Berastagi, yang disebabkan pemusik yang pergi untuk bersekolah dan bekerja keluar kota.

2. Praktisnya penggunaan Musik Minus One, karena penggunannya hanya dengan memilih nomor musik yang akan dinyanyikan dengan

(5)

menggunakan laptop dan musik akan mengiringi jemaat pada saat bernyanyi.

3. Penggunaan minus one merupakan saran dari ketua majelis GKI berastagi, hal ini dikarenakan tersedianya lagu- lagu rekaman yang terdiri dari kidung jemaat, pelengkap kidung pujian, dan nyanyian kidung baru yang didapat dari salah seorang keluarganya.

Fenomena masuknya musik Minus One pada Ibadah di Gereja Kristen Indonesia, menjadi sesuatu hal yang menarik bagi penulis untuk dijadikan sebagai topik penelitian. Oleh karena itu pada penelitian ini penulis mengambil judul, “ PENGGUNAAN MUSIK MINUS ONE SEBAGAI PENGIRING AKTIVITAS IBADAH MINGGU DI GEREJA KRISTEN INDONESIA BERASTAGI”

1.2 Pokok Permasalahan

Dari uraian yang terdapat pada latar belakang masalah, maka permasalahan penelitian ini dapat identifikasikan sebagai berikut:

1. Bagaimana penggunaan dan fungsi musik Minus One dalam Ibadah pada setiap minggu di Gereja Kristen Indonesia Berastagi ?

2. Apakah pemakaian minus one yang bertujuan menggantikan peran musik yang dimainkan secara langsung oleh pemusik dalam sebuah ibadah minggu., tidak mengurangi kualitas pujian ?

3. Bagaimana tanggapan jemaat Gereja Kristen Indonesia terhadap keberadaan musik minus one sebagai pengiring aktivitas ibadah minggu ?

(6)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan

Berdasarkan pendapat tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

1. Untuk mendeskripsikan bagaimana penggunaan musik minus one pada musik iringan dalam Ibadah minggu di Gereja Kristen Indonesia Berastagi.

2. Untuk mendeskripsikan apakah minus one dapat menggantikan peran musik yang dimainkan secara langsung oleh pemusik dalam sebuah ibadah minggu., tanpa mengurangi kualitas pujian.

3. Untuk mendeskripsikan bagaimana tanggapan jemaat Gereja Kristen Indonesia terhadap keberadaan minus one sebagai pengiring ibadah minggu.

1.3.2 Manfaat

1. Bahan informasi kepada Jemaat, khususnya Gereja Kristen Indonesia Berastagi dan kepada Gereja Kristen Indonesia secara menyeluruh, akan perkembangan, peranan dan fungsi minus one dalam pelaksanaan ibadah merupakan hal penting.

2. Sebagai bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya yang relevan dengan topik penelitian ini.

3. Informasi kepada Gereja- Gereja lain yang kekurangan pemusik, agar dapat mengikuti GKI Berastagi yang mengunakan Minus one.

(7)

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Tulisan ini berisi suatu kajian tentang penggunaan dan fungsi musik minus one sebagai pengiring Ibadah minggu GKI BERASTAGI.

Penggunaan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah kapan, dimana dan bagaimana musik minus one dipakai pada ibadah minggu, Alan P Merriam dalam bukunya yang berjudul The Anthropology of Music pada Bab XI dengan perikop uses and functions (penggunaan dan fungsi), menjelaskan tentang kegunaan musik yang menyangkut cara pemakaian musik dalam konteksnya, sedangkan fungsi musik menyangkut tujuan pemakaian musik dalam pandangan luas.

Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it mayor may not also have a deeper function. If the lover uses song to who his love, the function of such music may be analyzed as the continuityand erpetuation of the biological group. When the supplicant uses musicto the approach his god, he is employing a particular mechanism inconjunction with other mechanism as such as dance, prayer, organizedritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is enseparable here from the function of religion which may perhaps beinterpreted as the establishment of a sense of security vis-á-vis the universe. “Use” them, refers to the situation in which music is employedin human action; “function” concerns the reason for its employment andperticularly the broader purpose which it serves. (1964:210).

Pengertian musik yang lain menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:766), yang dimaksud dengan musik adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara dalam urutan, kombinasi dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan, nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan (terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan

(8)

bunyi-bunyi itu). Di sisi lain Malm (1977:12) menyatakan bahwa musik adalah suara yang diorganisasikan sedemikian rupa.

Minus one berasal dari kata minus dan one. Dalam terjemahan bahasa Indonesia, minus berarti kurang. Sedangkan one adalah satu. Minus one dalam istilah musik ialah sebuah musik rekaman yang dibuat atas dasar kebutuhan manusia, sebagai pendukung latihan hingga pertunjukan . Musik Minus One dalam konteks musik gereja sering disebut dengan Music Box. Music Box Gereja adalah penemuan pertama di dunia yang dikembangkan oleh tim musik gereja HKBP untuk memenuhi kebutuhan pelayanan musik liturgi / gereja dalam setiap aktifitas pujian / bernyanyi memuji Tuhan baik dalam acara kebaktian umum, pernikahan, penghiburan, kebaktian rumah tangga, ataupun kebaktian kategorial gereja. Obsesi tim musik gereja / liturgi adalah membangkitkan semangat pujian dalam setiap ibadah dengan pelayanan musik yang terbaik untuk Tuhan kita Yesus Kristus. Music Box Gereja adalah satu perangkat laptop yang menggunakan platform LINUX serta berfungsi khusus mengiringi nyanyian / lagu. Program ini dirancang dan disusun secara profesional oleh Tim IT MBG bekerja sama dengan para musisi yang khusus memahami musik liturgi dan profesional. Iringan musik Box Gereja disesuaikan dengan karakter lagu dan tema lirik sehingga ada berbagai type iringan musik yang telah dibuat dalam MBG ini yaitu : Orchestra Classic, Orchestra Populer, iringan full band, etnis (tradisional).

Pada Ibadah di Gereja, musik pengiring bertugas untuk mengiringi nyanyian Jemaat dalam Ibadah untuk mengantarkan puji-pujian sebagai rasa syukur atas kasih dan karunia dari TUHAN.

(9)

Berbicara mengenai waktu, hari minggu adalah hari ibadahnya orang Kristen di Gereja, walaupun ada beberapa Gereja yang ibadahnya tidak pada hari tersebut. Hari minggu terdapat empat sampai lima kali dalam sebulan. GKI Berastagi melaksanakan ibadah pada hari minggu sebanyak satu kali.

Perkembangan zaman yang semakin modern telah menjadikan teknologi mengalami kemajuan pesat, khususnya dengan pengadaan minus one yang telah dipergunakan didalam Ibadah Gereja bagi umat Kristen sehingga telah membuat sesuatu yang baru yang layak untuk di analisis.

1.4.2 Teori

Teori adalah salah satu acuan yang digunakan oleh penulis untuk menjawab masalah-masalah yang timbul dalam tulisan ini atau dengan kata lain teori adalah landasan berfikir dalam pembahasan. Dengan pengembangan teori-teori yang diangkat dari analisis kepustakaan, diharapkan dapat mendukung pikiran penulis apalagi didukung oleh fakta-fakta yang ada, sehingga peneliti ini dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang didasarkan pada tujuan yang telah dibuat. Menurut Koentjaraningrat pengertian upacara ritual atau ceremony adalah: sistem aktifitas atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan.

(Koentjaraningrat, 1990: 190).

Untuk melihat Penggunaan dan Fungsinya, penulis menggunakan teori use & function Alan P. Merriam (1964:223- 226) Menurut Merriam penggunaan

(10)

(uses) dan fungsi (function) merupakan salah satu hal yang terpenting didalam Etnomusikologi. Penggunaan musik meliputi pemakaian musik dalam konteksnya atau bagaimana musik itu digunakan, sedangkan fungsi musik berkaitan dengan tujuan pemakaian musik tersebut.

Di dalam buku Allan P. Merriam juga disebutkan bahwa terdapat sepuluh fungsi musik dalam ilmu etnomusikologi yaitu:

1. Fungsi pengungkapan emosional, 2. Penghayatan estetis, 3. Hiburan, 4. Komunikasi, 5. Perlambangan, 6. Reaksi jasmani, 7. Norma-norma sosial,

8. Pengesahan lembaga sosial dan upacara agama, 9. Kesinambungan kebudayaan

10. Pengintegrasian masyarakat

Merriam (1964:172) mengemukakan bahwa perubahan dapat berasal dari dalam lingkungan kebudayaan atau internal, dan perubahan juga dapat berasal dari luar kebudayaan atau eksternal. Perubahan secara internal merupakan perubahan yang timbul dari dalam dan dilakukan oleh pelaku-pelaku kebudayaan itu sendiri dan disebut juga inovasi. Sedangkan perubahan eksternal merupakan perubahan yang timbul akibat pengaruh dari luar lingkup kebudayaan tersebut. Sama hal nya

(11)

dengan perubahan yang terjadi pada kebaktian di minggu di GKI berasastagi dengan menggunakan minus one sebagai musik pengiring nyanyian dalam sebuah ibadah. Dalam hal ini adalah sebuah inovasi yang layak dikaji, mengingat pada umumnya musik langsung lebih sering digunakan di gereja lainnya.

Pada dasarnya kebudayaan adalah sesuatu yang dinamis dan bukan stabil karena kalau kebudayaan itu stabil, kebudayaan tersebut akan stagnasi (terhenti). Bisa diartikan juga bahwa perubahan adalah nafas dari kebudayaan, yaitu kalau kebudayaan tidak dinamis maka kebudayaan itu akan mati. Hal itu tidak mungkin terjadi karena zaman terus berubah, kondisi ekonomi berubah, pola pikir masyarakat juga berubah. Seperti yang dikemukakan Carol R. Ember (1987:32), suatu kebudayaan tidaklah pernah bersifat statis, melainkan selalu berubah. Hal ini berhubungan dengan waktu, bergantinya generasi, serta perubahan dan kemajuan tingkat pengetahuan masyarakat.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara-cara bekerja untuk dapat memahami objek penelitian dan merupakan bagian yang penting untuk diketahui oleh seorang peneliti. Metode penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif yang besifat kualitatif. Kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 1989:3). Dalam melakukan penelitian terhadap bahan tulisan ini, penulis melakukan beberapa tahapan kerja yang terdiri dari studi kepustakaan, pengumpulan data di lapangan, dan bimbingan

(12)

secara formal ataupun nonformal dengan dosen pembimbing dan kerja laboratorium

1.5.1 Studi Kepustakaan

Untuk mencari teori, konsep dan juga informasi yang berhubungan dengan tulisan ini, yang dapat dijadikan landasan dalam penelitian penulis terlebih dahulu melakukan studi kepustakaan untuk menemukan literatur atau sumber bacaan yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian lapangan. Untuk mendukung informasi, pertama-tama penulis mencari buku-buku yang relevan terhadap masalah-masalah yang dibahas. Dalam hal ini juga penulis menggunakan referensi dari internet yang relevan dengan objek yang diteliti. Selain itu juga penulis menggunakan studi kepustakaan untuk mengumpulkan bahan-bahan berupa teori yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada kebudayaan dan untuk mencari metode pengumpulan data di lapangan.

1.5.2 Penelitian lapangan ( Observasi )

Penulis melakukan penelitian ini pada bulan november 2015, dengan melakukan observasi yang meliputi peninjauan dan pengamatan lokasi penelitian serta mengikuti ibadah minggu yang dilakukan. Penulis melakukan penelitian tepatnya di Gereja Kristen Indonesia (GKI) berastagi, yang terdapat di gang berdikari jln kabanjahe, berastagi. Hal ini disebabkan adanya penggunaan musik minus one yang dipakai sebagai pengiring nyanyian di ibadah minggu tersebut.

(13)

Adapun dua teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dilapangan, yaitu :

1.5.2.1 Wawancara

Setelah penulis melakukan observasi dilapangan, kemudian penulis menentukan narasumber yang akan menjadi objek wawancara. Terkait dengan keberadaan minus one sebagai pengiring ibadah, penulis memilih beberapa narasumber yang akan menjadi objek wawancara yaitu John sinaga ( pemusik gereja di kota berastagi yang kini menjadi operator minus one di GKI berastagi), Bapak A. Sihotang sebagai ketua majelis di GKI berastagi, natanael situmorang merupakan sarjana musik gereja yang ada di medan.

Penulis juga melakukan wawancara dengan para narasumber tesebut adalah untuk memperoleh data mengenai tanggapan- tanggapan mereka terhadap munculnya musik minus one dalam ibadah minggu sebagai pengiring nyanyian. Hasil wawancara tersebut kemudian akan diolah dalam kerja laboratorium.

1.5.2.2 Perekaman di Lapangan

Pada pelaksanaan kegiatan penelitian ini, penulis menggunakan satu unit kamera hanphone Asus Zenfone 5 yang dipergunakan untuk mengambil foto dan perekaman video. Pengambilan foto dan perekaman video pada saat dilapangan dilakukan untuk mendokumentasikan hal- hal yang penulis anggap penting dalam penelitian lapangan. Namun untuk pengambilan rekaman video, penulis sedikit mengalami masalah. Hal ini diakibatkan saat ibadah berlangsung kamera tidak di

(14)

ijinkan untuk hidup sehingga mengakibatkan perekaman tidak sebaik yang di harapkan penulis.

Untuk merekam wawancara, penulis juga menggunakan handphone yang sama yaitu Asus Zenfone 5. Wawancara yang direkam tersebut akan diolah dalam kerja laboratorium.

1.5.3 Kerja Laboratorium

Semua data yang telah diperoleh akan dikaji, diolah, dan dianalisis dalam kerja laboratorium. Data yang didapat dari lapangan dan semua data hasil dari studi kepustakaan selanjutnya akan dibuat dalam bentuk tulisan ilmiah yang berupa skripsi yang disusun secara sistematis dengan mengikuti kerangka serta teknik penulisan secara ilmiah.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk penelitian selanjutnya, peneliti dapat melakukan penelitian tentang Peran Musik Iringan dan Pemandu Nyanyian Jemaat Dalam Ibadah dengan menggunakan pendekatan

Tujuan penelitian ini adalah : (1) untuk mengetahui penggunaan dan fungsi minus- one dalam aktivitas ibadah Minggu pada Gereja Kristen Indonesia Berastagi; (2) untuk mendekripsikan