• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan dan Fungsi minus one sebagai musik pengiring aktivitas ibadah minggu di Gereja Kristen Indonesia Berastagi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan dan Fungsi minus one sebagai musik pengiring aktivitas ibadah minggu di Gereja Kristen Indonesia Berastagi"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

DATA INFORMAN

1. Nama : Pdt Abdon Sihotang Usia : 44 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta/ Ketua Majelis GKI Berastagi Alamat : Jl. Perwira. Berastagi

2. Nama : John Sinaga Usia : 37 Tahun

Pekerjanaan : Pegawai/ pemusik GKI berastagi Alamat : Jl. Kabanjahe no 38a, berastagi 3. Nama : Natanael Situmorang S.Mg

Usia : 26 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta/ Team STT pelita kebenaran Alamat : Jl. Sisingamangaraja, simp limun, Medan. 4. Nama : St J Hutabalian

Usia : 52 Tahun

(2)

DAFTAR PUSTAKA

Berkhof, H & Enklarr, I.H. 1999.Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Dewan Gereja Indonesia.1966. Fungsi Nyanyian Dalam Ibadat Gereja. Jakarta:DGI

Hardjana. 2014. Musik : Kritik Atau Apresiasi. Yogyakarta : Gramedia.

Koentjaraningrat 1985. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Merriam, Alan P. 1996. The Anthropology Of Music. Chicago: Northwestwern University Press.

Perumnas Simalingkar Medan. Skripsi Sarjana Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Pratama, I Putu. 2014,. Komputer & Masyarakat. Jakarta: Penerbit Informatika. Sihotang, Giat. 2014. Penggunaan, Fungsi, Perubahan Musik Pengiring dalam Ibadah Yang Dilakukan Pemuda Pemudi di Gereja GKPI Maranatha.

Situmorang, Jonar. Sejarah Gereja Umum. 2014. Yogyakarta: Penerbit Andi. Soehartono. 1995. Metode Penelitian. Jakarta: Gramedia.

Toger, A.W. 2015. Whatever Happened To Worship. Yogyakarta: Penerbit Andi. Wahana Komputer. 2014. Adobe Audition CS6. Yogyakarta: Penerbit Andi. Sumber Website :

http://oechoe.blogspot.com/2010/04/fungsionalisme-malinowski.html

(3)

http://www.slideshare.net/H3stu/pengertian-teori-fungsional-struktural

(4)

BAB III

PENGGUNAAN DAN FUNGSI MINUS ONE SEBAGAI PENGIRING AKTIVITAS IBADAH MINGGU GKI BERASTAGI

Pada bab ini penulis akan memaparkan penggunaan dan fungsi musik minus one pada Ibadah minggu GKI Berastagi memakai teori yang dikemukakan oleh Merriam.

3.1 Penggunaan Musik pada Nyanyian Gereja

Musik dan nyayian sangat efektif dalam mengembangkan pelaksanaan Ibadah, karena itu gereja perlu mempertimbangkan bagaimana kualitas sebuah musik yang ada digereja sendiri. Hal ini juga tidak terlepas dari kemajuan dan perkembangan musik saat ini. Artinya ditengah ketersediaan pemusik yang dapat mendukung hal tersebut, hendaknya sebuah gereja meng-upgrade segala jenis sumberdaya yang ada.

Bila dicermati musik dan nyayian tak pernah terpisahkan dari kehidupan manusia. Pada saat susah maupun senang, manusia selalu mengungkapkannya melalui bernyanyi dan memainkan musik.

(5)

Pada era globalisasi masa kini, kita mengenal banyak ragam musik yang berkembang di negeri kita tercinta ini, dan keragaman musik itu dapat kita tinjau dari karya dan tokoh-tokohnya. Kini perkembangan zaman dipengaruhi teknologi, telekomunikasi, dan informasi, yang mana berbagai genre musik modern (kontemporer) terus merambah masuk dengan bebasnya, sehingga musik dan nyanyian rohani terkena pengaruhnya. Disisi teknologi, lahirnya perangkat- perangkat baru yang diciptakan oleh manusia seakan menular kesegala aspek tak terkecuali dalam gereja. Hal tersebut bahkan sudah dianggap sebagai media pendukung jalannya setiap aktivitas yang ada.

Bernyanyi bagi Tuhan sudah merupakan tugas atau suatu keharusan bagi umat Tuhan, karena Tuhan Sang Pencipta telah berkenan memberikan kesempatan bagi umatNya untuk menjalani kehidupan didunia ini. Perlu diingat bahwa jemaat dipanggil untuk bernyanyi bagi Tuhan dengan tujuan untuk mengingatkan bahwa didalam segala pengalaman hidup, baik manis,pahit, susah ataupun senang, dan masa depan yang indah ataupun suram. Semuanya itu tidak boleh membuat hidup terlepas dari persekutuan dengan Tuhan.

(6)

Menyanyikan suatu teks memang menuntut lebih banyak konsentrasi. Kalau ada musik biasanya membuat diri kita lebih dalam untuk mendengarkan, dibanding dengan tidak ada musik. Salah satu alasan mengapa musik membantu Ibadah adalah karena musik merupakan medium yang ekspresif dibanding ucapan biasa. Musik lebih memungkinkan kita mengekspresikan intensitas perasaan melalui pola titik nada, keras lembut,melodi dan ritme. Jadi, Jemaat lebih besar untuk mengekspresikan diri ketika bernyanyi dibanding dengan ketika berbicara. Musik dapat dan sering menyampaikan intensitas lebih besar dalam perasaan dibanding dengan diekspresikan tanpa disertai musik.

Peranan musik tersebut, kembali menjelaskan bahwa tanpa musik sebuah gereja tidak hidup. Sumberdaya manusia menjadi sebagian besar alasan gereja-gereja yang belum memiliki pemusik gereja-gereja yang mumpuni. Hal inipun membuat jemaat kurang mendapatkan kepuasan rohani yang didapat di gereja. namun sejak abad ke-20, penemuan minus one sudah mulai didengungkan oleh gereja- gereja pengguna mula-mula. Bahkan tak sedikit dari jemaat gereja di gereja lainnya yang menyarankan gereja tertentu yang kutrang memiliki sumberdaya agar berpaling ke musik pengiring yang diputar menggunakan perangkat tertentu yang dinamakan minus one.

3.2 Penggunaan Minus One dalam aktifitas musik sekuler.

(7)

audio, visual maupun audio visual ( video). Tak hanya lewat rekaman melalui smartphone pribadi, banyak pemusik yang menginginkan kualitas bagus tanpa harus membayar mahal. Beberapa Software yang dapat membuat home recording pun sudah banyak beredar dan hanya perlu di install. Contohnya : Audacity, Cubase, Mixcraft 7, FL studio, dan sejenisnya.

Proses penggunaannya yang tidak memerlukan banyak biaya sudah semakin sering digunakan. Beberapa musisi atau disebut music director menggunakannya untuk keperluan komersil. Hal ini disebabkan kebutuhan manusia akan musik semakin tidak terkendali.

Saat ini, hal paling sering terlihat mengenai kemunculan minus one adalah untuk musik pengiring lomba vocal solo. Seperti yang terjadi saat perlombaan vocal solo saat acara “Bunkasai 2016”, yang merupakan acara tahunan mahasiswa

(8)

sudah mulai banyak minus one tarian tradisional. Hal ini menggambarkan bahwa musik minus one sedang banyak digunakan dalam musik sekuler.

3.3 Penggunaan minus one pada Ibadah Minggu GKI Berastagi.

Keberadaan musik minus one di GKI berastagi berguna sebagai pengiring jemaat saat bernyanyi memuji Tuhan. Lagu- lagu yang disediakan berjumlah 1016 lagu. Musik yang beraneka ragam dapat menciptakan ibaddah yang lebih variatif namun tetap dalam suasana hikmat.

Penggunaan minus one sebagai musik pengiring ibadah minggu GKI berastagi merupakan hal terpenting dalam ibadah selain itu musik yang dimainkan juaga berfungsi sebagai, (1) pembawa introduksi (bagian pengantar), (2) interlude (sebagai sisipan antara bait nyanyian), (3) pembawa tempo dan pola irama, dan (4) coda (bagian penutup lagu). Musik minus one gereja juga sudah memiliki suara dari ensamble musik yang ada, seperti drum, windchime, piano, string, bass, gitar, flute yang sudah diprogram sesuai dengan bagian masing. Hal ini hanya ditentukan satu orang “operator“ yang berperan dalam mengendalikan alur

nyanyian.

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan pada ibadah minggu GKI berastagi, beberapa pelayan yang bertugas dibidang musik antara lain :

(1) Satu orang “operator” musik yaitu orang yang mengendalikan laptop yang didalamnya terdapat musik minus one berupa Mp3.

(9)

menampilkannya dilayar. Opertor ini menggunakan aplikasi Esay Whorsip untuk menampilkan lirik kidung jemaat, pelengkap kidung pujian, nyanyian kidung baru. Kemudian menampilkan teksnya di layar menggunakan infokus. Operator lirik juga harus mengetahui alur musik minus one agar jemaat tidak salah saat bernyanyi.

(3) Satu orang penyanyi yang sebagai song laider (pemandu nyanyian).

Dengan penggunaannya yang berperan sebagai musik iringan ibadah minggu, diharapkan seluruh lagu, teks, serta song leader pada kidung jemaat, nyanyian kidung baru, dan pelengkap kidung pujian dapat dinyanyikan dengan tepat dan benar sehingga suasana kondusif dan sakral dapat tercipta dalam setiap kebaktian Gereja.

Mengacu kepada pendapat Alan P Merriam tentang sepuluh fungsi musik (Merriam 1964:225), penggunaan suatu musik diartikan dengan melihat kapan, dimana, dan bagaimana musik itu dipakai atau dimainkan. Dengan demikian penulis juga dalam hal ini mendeskripsikan kapan, dimana, dan bagaimana iringan musik band disajikan. Berdasarkan kerangka pemikiran inilah penulis akan menjelaskan bagaimana penggunaan musik iringan band ini dimainkan, yakni:

1. Waktu Penggunaan

(10)

pada setiap minggu GKI berastagi. Ibadah minggu di Gereja ini dimulai pukul 10.30 wib. Selain itu iringan minus one ini juga dipakai pada saat acara- acara kelompok gereja. Contoh : berdoa bersama, syukuran, dll. 2. Tempat Penggunaan

Hal ini berbicara tentang tempat, yaitu dimana minus one digunakan. musik minus one digunakan sebagai pengiring ibadah Gereja Kristen Indonesia di gg berdikari, jl kabanjahe berastagi. Dalam posisi digereja operator minus one duduk bersebelahan dengan operator lirik seta song leader.

3. Cara Penggunaan

Hal ini berbicara tentang bagaimana penyajian iringan musik minus one ini dilaksanakan. Kita melihat pada Bab 2 mengenai tata tertib acara Ibadah, bahwa nyanyian diiringi dengan musik minus one yang diputar menggunakan laptop. Orang yang mengendalikan laptop yang didalamnya terdapat musik minus one berupa Mp3 disebut dengan “operator”. Berfungsi sebagai orang yang memainkan musik yang akan

(11)

Berikut merupakan alur dari pemasangan musik minus one di laptop : Buka penyimpanan minus one, lalu pilih kidung jemaat, pelengkap kidung jemaat atau nyanyian kidung baru, pilih nomor lagu, kemudian muncul pilihan 1 ayat, 2 ayat, 3 ayat, 4 ayat, 5 ayat. Berdasarkan daftar lagu ditata ibadah, maka “operator” memilihnya dan memutarnya menggunakan windows media player yang merupakan alat pemutar lagu pada laptop. Operator harus memastikan apakah kabel audio yang disambungkan ke laptop terhubung baik pada sound system agar dapat didengarkan kepada jemaat. Sementara itu operator lirik menampilkan lirik dalam bentuk slide yang akan dinyanyikan jemaat, sementara song leader memimpin nyanyian menggunakan microfone.

3.4 Fungsi Musik

Musik merupakan sebuah kebutuhan bagi jemaat yang harus dipenuhi oleh gereja dalam setiap ibadah. Dengan penyajian musik dalam ibadah berarti gereja telah memenuhi kebutuhan jemaat. Ibadah bertujuan sebagai wadah jemaat berkomunikasi dengan Sang Khalik, fakta sosialnya tidak terlepas dari musik sebagai media doa yang dipanjatkan.

(12)

Kesenian sebagai contoh salah satu unsur kebudayaan, terjadi karena mula-mula manusia ingin memuaskan keinginan nalurinya terhadap keindahan. Ilmu atau ilmu pengetahuan juga timbul karena keinginan naluri manusia untuk tahu. Namun banyak pula aktivitas kebudayaan yang terjadi karena kombinasi dari beberapa macam human need itu. Dengan pahaman ini seorang peneliti bisa menganalisis dan menerangkan banyak masalah dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan manusia.

Sesuai dengan pendapat malinowski, masuknya musik minus one sebagai pengiring nyanyian ibadah minggu GKI Berastagi, membuat musik digeraja tersebut tetap berjalan seiring waktu dan berkembang karena diperlukan untuk memuaskan suatu rangkaian keinginan naluri masyarakat pendukungnya yang haus akan cinta kasihnya kepada agama Kristen. Musik ini timbul, karena masyarakat pengamalnya ingin memuaskan keinginan nalurinya terhadap keindahan. Selain itu, musik menjadi unsur penting didalam ibadah mereka. Dengan menggunakan musik, para Jemaat (pemuda Pemudi) dapat dengan hikmat memuji, menyembah, dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Musik memberikan sumbangannya sebagai sarana komunikasi antara Jemaat dan Tuhan serta antara Jemaat dengan pendeta, dan sesama mereka

(13)

bagian aktiviti kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal, seperti yang diuraikannya berikut ini.

By the definition here offered ‘function’ is the contribution which a partial activity makes of the total activity of which it is a part. The function of a perticular social usage is the contribution of it makes to the total social life as the functioning of the total social system. Such a view implies that a social system ... has a certain kind of unity, which we may speak of as a functional unity. We may define it as a condition in which all parts of the social system work together with a sufficient degree of harmony or internal consistency, i.e., without producing persistent conflicts can neither be resolved not regulated (1952:181).

Dengan definisi di sini ditawarkan 'fungsi' adalah kontribusi yang aktivitas parsial membuat aktivitas total yang merupakan bagian. Fungsi dari penggunaan sosial perticular adalah kontribusi dari itu membuat total kehidupan sosial sebagai fungsi total sistem sosial. pandangan seperti itu menyiratkan bahwa sistem sosial ... memiliki jenis tertentu dari kesatuan, yang kita dapat berbicara tentang sebagai kesatuan fungsional. Kita dapat mendefinisikan sebagai suatu kondisi di mana semua bagian dari sistem sosial bekerja sama dengan tingkat yang cukup harmoni atau konsistensi internal, yaitu, tanpa menghasilkan konflik terus-menerus dapat tidak diselesaikan tidak diatur (1952: 181).

Dalam terjemahan bebas dikatakan bahwa defenisi ‘fungsi’ adalah kontribusi

(14)

Selaras dengan pandangan Radcliffe-Brown, musik di dalam kehidupan Jemaat GKI berastagi merupakan bahagian dari struktur sosial mereka. Musik dalam hal ini merupakan salah satu bahagian aktivitas yang bisa menyumbang kepada keseluruhan aktivitas, yang pada akhirnya akan berfungsi bagi kelangsungan kehidupan budaya masyarakat pengamalnya, dalam hal ini Gereja GKI tersebut. Fungsinya lebih jauh adalah untuk mencapai tingkat harmoni dan konsistensi internal.Pencapaian kondisi itu, dilatarbelakangi oleh berbagai kondisi sosial, budaya, dan religi.

Sebagaimana sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, Alan P. Merriam menjabarkan sepuluh fungsi musik pada umumnya, yaitu: (1) fungsi pengungkapan emosional, (2) penghayatan estetika, (3) hiburan, (4) komunikasi, (5) perlambangan, (6) reaksi jasmani, (7) norma-norma sosial, (8) kesinambungan kebudayaan (9) pengintegrasian masyarakat. Fungsi tersebut menyangkut tujuan pemakaian musik dalam pandangan luas.

3.4.1 Fungsi Pengungkapan Emosional

(15)

Fungsi musik gereja di GKI berastagi adalah sebagai sarana pengungkapan ekspresi emosi. Bagaimana emosi diekspresikan dalam bidang musik, Merriam menjelaskan sebagai berikut.

An important function of music, then, is the opportunity it gives for variety of emotional expression—the release of otherwise unexpressible thoughts and ideaas, the correlation of a idea variety of emotional music, of the opportunity to “let off steam” and perhaps to resolve social conflict, the explosion of creativity itself, and the group of expression of hostilities. It is quite possible that a much widear variety of emotional expressions could be cited, but the examples given here indicate clearly the importance of this function of music (Merriam1964:222-223).

Fungsi penting dari musik, maka, adalah kesempatan itu memberikan untuk berbagai emosional ekspresi-rilis pikiran dinyatakan unexpressible dan ideaas, korelasi ide berbagai musik emosional, kesempatan untuk "melepaskan uap" dan mungkin untuk menyelesaikan konflik sosial, ledakan kreativitas itu sendiri, dan kelompok ekspresi permusuhan. Hal ini sangat mungkin bahwa banyak widear berbagai ekspresi emosi bisa dikutip, tapi contoh yang diberikan di sini menunjukkan dengan jelas pentingnya fungsi ini musik (Merriam1964: 222-223).

(16)

melodi dan ritme dalam menyanyika (menyenandungkannya) dan yang kedua musik Gereja dilihat dari aspek liriknya. Dari segi melodi terjadinya hubungan yang simbiotik mutualistis antara musik dan kondisi jiwa meskipun kondisi pendengar tetap lebih dominan dalam memberikan pengaruh. Yang kedua apabila ditinjau dari aspek lirik atau syairnya, syair musik di GKI ini efektif untuk membangkitkan kesadaran akan kebesaran dan campur tangan Tuhan di dalam kehidupan manusia. Di dalam syair ini emosi akan kehadiran Tuhan dalam hidup amatlah berkesan. Emosi kesedihan dapat terungkap ketika mengenangkan penyaliban Yesus Kristus. Begitu juga kesedihan akan manusia yang selalu menjauhkan diri dari jalan Tuhan. Manusia selalu cenderung mengikuti bisikan Setan Lucifer di dalam mengisi kehidupannya. Begitu juga dengan berbagai ekspresi emosi lainnya seperti bergembira ketika menyambut kebenaran ajaran Kristen, bergembira ketika datangnya hari natal dan tahun baru Masehi, gembira ketika dianugerahi keturunan, dan lain-lain. Pengungkapan ekspresi emosi ini terkandung baik di dalam melodi mapun syair musik-musik Gereja di GKI Berastagi.

3.4.2 Fungsi Penghayatan Estetika

Menurut Merriam, ada empat buah asumsi dalam mendefinisikan kata estetika. Keempat asumsi tersebut adalah:

(17)

b) Konsep estetika dengn berbagai macam konsep pemikiran cenderung lebih bersifat mengaburkan dan bukan memperjelas konsep-konsep pemikiran pokok yang dikandung oleh filsafat estetika.

c) Dalam membahas estetika, biasanya hanya terpaku hanya pada satu macam seni saja. Dengan demikian para pakar telah menegaskan perbedaan antara kesenian murni dan kesenian terapan, maupun antara artis dan pengrajin.

d) Tidak ada sesuatu benda atau kegiatan yang memiliki nilai estetika secara langsung. Maksudnya nilai estetika itu berasal dari si pencipta atau si pengamat itu sendiri yang memberikan nilai estetika kepada benda atau kegiatan tersebut.

Setiap musik yang dimiliki masyarakat memiliki nilai-nilai estetis dan penilaian terhadap musik tersebut tergantung kepada anggota masyarakat itu sendiri maupun masyarakat luar (Merriam, 1964:223).

Musik gereja tidak hanya sekedar diorganisasi hanya dalam hal penampilan agar musik gereja yang dihasilkan dapat dikatakan bagus, indah, dan menarik. Akan tetapi yang terpenting adalah bagaimana mengekspresikannya dalam cerminan pada sikap iman kepada Kristus. Membantu memberi kesempurnaan penghayatan dalam ibadah melalui keutuhan, kekhidmatan dan kesucian ibadah sehingga musik gereja bisa menyentuh batin tiap jemaat

(18)

aesthesis, yang berarti “pengamatan”. Dalam sejarah ilmu pengetahuan, estetika adalah salah satu cabang sains yang mengkaji kesenian. Ilmu pengetahuan ini telah lama digeluti oleh para ilmuwan di dunia Barat dan dunia lainnya.Walaupun dalam kajiannya estetika ingin mencapai tahapan generalisasi, dan akhirnya adalah mengkaji manusia pendukungnya, namun ada juga nilai-nilai parsial yang terbatas oleh lingkup etnik, ras, atau bangsa.Keanekaragaman konsep estetika ini perlu dilihat dan diperhatikan untuk mengkaji bahwa manusia itu beragam namun ada nilai-nilai universal dalam satu ragam..

Musik di dalam GKI Berastagi juga dapat dipandang sebagai ekspresi estetika (keindahan) umat Kristen dalam mewujudkan Ibadahnya. Keindahan ini adalah sebagai sdalah satu faktor penting dalam Ibadah. Dengan menggunakan keindahan, maka ajaran-ajaran Kristen terhayati dengan sekasama oleh setiap Jemaatnya.

3.4.3 Fungsi Hiburan

(19)

3.4.4 Fungsi Komunikasi/ Memberitahu

Musik gereja yang disuguhkan dalam ibadah bertujuan untuk membina hubungan yang personal dengan Tuhan: sebagai bagian dari jemaat, musik gereja dapat mengkomunikasikan pesan-pesan iman dan kepercayannya secara pribadi dengan Allah. Musik gereja harus mampu menyatakan kesaksian iman kepada dunia. Tentang kebesaran Tuhan, kita dipanggil untuk bersaksi kepada dunia ini bahwa Allah di dalam Kristus adalah Allah yang mengasihi dan menyelamatkan seluruh umat manusia. Melalui alunan setiap muik yang sajikan di gereja yang merupakan komunikasi/berbicara langsung dengan Tuhan, meminta pengampunan dosa, pertobatan, dan untuk memanggil seluruh umat manusia untuk datang kepada Kristus atas kasih kasihNya. Untuk himne ibadah yang dinaikkan hendaknya disesuaikan dengan tema bacaan dan khotbah yang akan disampaikan dalam ibadah pada hari itu sehingga menolong jemaat yang hadir untuk semakin dapat memahami berita sukacita yang terdapat dalam Kitab suci dan dapat lebih mudah mengkomsumsi isi firman Tuhan yang diberitakan

3.4.5 Fungsi Perlambangan

(20)

pribadi yang satu dengan yang lainnya. Ganjalan hubungan antar pribadi akan melemahkan semangat kebersamaan.

3.4.6 Fungsi Reaksi Jasmani

Merriam (1964:224) berpendapat bahwa fungsi lain dari musik pada masyarakat adalah sebagai pengiring dan perangsang reaksi jasmani. Reaksi-reaksi ini dapat kita lihat mulai dari mengetuk-ngetukkan tangan atau kaki hingga pada taraf yang lebih lanjut yakni gejala kesurupan.

Reaksi jasmaiah ini timbul setiap mendengar bunyi musik didalam Ibadah adalah reaksi alamiah dan spontan. Dengan mendengar bunyi musik memunculkan aktifitas bernyanyi. Terkadang gerakan tubuh seperti jari tangan bergerak mengikuti irama musik.Jadi dapat disimpulkan bahwa bunyi musik yang dihasilkan oleh musik minus one memiliki fungsi reaksi jasmani bagi Jemaat yang sedang mengikuti Ibadah.

3.4.7 Fungsi yang Berkaitan dengan Norma-Norma Sosial

Musik yang disampaikan bertujuan untuk pengendalian sosial dengan mengkritik orang-orang yang menyeleweng dari falsafah dan adat istiadat setempat, dan fungsi ini merupakan salah satu fungsi yang utama (Merriam 1964:225). Disini Merriam memfokuskan pada lirik-lirik lagu yang memainkan peran dalam kontrol sosial. Dalam kaitan ini ia menyinggung mengenai lagu-lagu yang digunakan pada saat upacara-upacara peresmian dan lagu-lagu yang pusat perhatiannya terhadap kelayakan dan ketidaklayakan.

(21)

menyanyikan pujian peril berusaha untuk senantiasa mengikutsertakan jemaat atas kesadaran sendiri.

3.4.8 Fungsi Kelestarian dan Kesinambungan Sistem Religi dan Budaya Berkenaan dengan fungsi sumbangan musik untuk kelestarian dan stabilitas kebudayaan, Merriam menjelaskan bahwa tidak semua unsur kebudayaan memberikan tempat untuk mengejewantahkan emosi, hiburan, komunikasi, dan seterusnya.Musik juga adalah perwujudan kegiatan untuk meluahkan nilai-nilai.Dengan demikian fungsi musik menjadi bahagian dari berbagai ragam pengetahuan manusia lainnya, seperti sejarah, mite, dan legenda.Berfungsi menyumbang kesinambungan kebudayaan, yang diperoleh melalui pendidikan, pengawasan terhadap perilaku yang salah, menekankan kepada kebenaran, dan akhirnya menyumbangkan stabilitas kebudayaan (Merriam 1964:225).

(22)

3.4.9 Fungsi Pengintegrasian Masyarakat

(23)

BAB IV

TANGGAPAN MASYARAKAT TENTANG KEHADIRAN MINUS ONE ATAU KETIDAKADAAN PEMUSIK PADA IBADAH MINGGU

Pada Bab IV ini, Penulis akan menguraikan tanggapan jemaat terhadap hadirnya Minus One sebagai musik pengiring ibadah minggu di Gereja Kristen Indonesia Berastagi. Selain dari tanggapan jemaat, penulis juga menyertakan tanggapan dari pemusik gereja, Pemain keyboard dan Panatua digereja tersebut. Penulis menganggap pembahasan ini penting dikarenakan Musik Minus one merupakan bukti kemajuan jaman yang menggambarkan mudahnya manusia kini membuat sesuatu yang baru dalam sebuah ibadah yang juga bersifat sacral karna terdapat upacara keagamaan didalamnya. Dengan adanya tanggapan tersebut, akan diketahui tanggapan apa saja yang diberikan oleh responden terkait fenomena tersebut baik bersifat positif maupun negatif.

4.1 Musik Minus one GKI Berastagi

(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)

Keterangan : Lagu ini

4.2 Berbagai tanggapan terhadap penggunaan minus one sebagai pengiring ibadah.

(30)

sebuah gereja seperti tidak sah. Bahkan gereja sampai membuka kursus musik agar regenerasi pemusik gereja tetap berjalan. Tanggapan negatif tersebut memberikan pengertian bahwa penggunaan minus one dapat membuat pengertian yang salah terhadap masa mendatang.

Berikut adalah tanggapan- tanggapan dari berbagai sumber mengenai munculnya penggunaan minus one dalam ibadah minggu GKI berastagi.

4.2.1 Tanggapan Operator GKI berastagi

Penulis melakukan wawancara terhadap john sinaga yang merupakan operator ( orang yang memutar lagu dilaptop) yang dilakukan pada 27 maret 2016. Wawancara dilakukan pada saat beliau telah selesai ibadah paskah di GKI berastagi. Wawancara dilakukan di dalam gereja GKI berastagi, yang bertempat di Gg, Berdikari, Jl kabanjahe, kota berastagi. Wawancara tersebut berisi tentang tanggapan beliau terhadap penggunaan minus one di gereja tersebut. Penulis juga menanyakan apakah beliau setuju tentang penggunaan minus one tersebut. Selain sebagai orang yang ahli mengelola laptop untuk memainkan musik minus one, beliau merupakan Pemain keyboard di GKI berastagi.

Pake minus one ini memang enak,

lagu sama nada dasarnya sama dengan apa yang dibuku lagu.( menunjuk buku kidung jemaat) Musiknyapun banyak genrenya.

(31)

[Menggunakan minus one bagus,

Lagu dan nada dasarnya sesuai dengan aslinya. Musik di dalamnya juga terdiri dari beberapa genre. Jadi tidak monoton seperti organ]

Menurut bapak john sinaga, penggunaan minus one awalnya mengalami kesusahan, mulai dari operator yang harus teliti dan tepat waktu dalam memilih serta memutar lagu. Diawal penggunaannya sering terjadi kesalahan, hal ini disebakan oleh pemilihan berapa ayat lagu itu dimainkan. Pada saat persembahan misalnya, jemaat yang mengumpulkan persembahan kedepan membuat musik pengantar persembahan menjadi lebih lama. Sementara lagu yang tawarkan di laptop hanya sampai 5 ayat atau 5 kali pengulangan. Namun menurut beliau yang juga merupakan seorang pemusik gereja sejak tahun 2006 di GKPI berastagi, iya mendukung minus one digunakan dalam sebuah ibadah.

4.2.2 Tanggapan dari Pemusik Gereja Lain

(32)

Gak masalah pake minus one

Jaman udah berkembang, diberastagi ini juga

Apalagi sekarangkan udah maju

gereja itukan orang musik semua

kenalnya kami semua

jadi ngapai protes

terjemahan :

Tidak ada masalah menggunakan

minus one sebagai pengiring

Hal ini karena jaman udah berkembang, termasuk di kota Berastagi”.

Dari ringkasan tanggapan yang diutarakan, beliau mengatakan mengetahui bahwa gereja yakni GKI berastagi didukung oleh para seniman berbakat yang mendukung dari jauh. Hal ini mengacu pada kenyataan bahwa bapak A sihotang sangat dikenal di kota berastagi sebagai penyanyi group batak yang mempopulerkan lagu “O duma”. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan

bahwa beliau mendukung realita tersebut.

(33)

Beliau merupakan seorang pemusik sekaligus orang yang ahli sejarah musik gereja. Wawancara dilakukan pada 12 juni di jl singamangaraja di kota medan. Secara singkat beliau menjelaskan kurang setuju dengan keberadaan musik minus one sebagai pengiring sebuah ibadah. Hal yang dapat ditempuh sebuah gereja adalah melahirkan generasi penerus dalam bidang musik yang dibangun atas kesadaran sendiri. Dalam hal ini beliau menjelaskan bahwa setiap gereja juga perlu melakukan menejemen yang baik dalam setiap programnya. Namun beliau menegaskan minus one dapat digunakan untuk waktu yang sementara, karena peran pemusik gereja sama vitalnya dengan peran lainnya.

4.2.4 Tanggapan Jemaat

(34)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan yang telah dijabarkan pada bab- bab sebelumnya maka kesimpulan yang diambil penulis adalah sebagai berikut.

Beribadah pada hari minggu, bagi seorang kristiani merupakan sebuah kewajiban. Sebab pada ajarannya hari minggu merupakan hari peristirahatan umat Kristen untuk bekerja dan pergi bersekutu serta berkumpul bersama saudara seiman ke Gereja. Bernyayi, bersuka, berdoa, serta mendengarkan firman Allah dilakukan tak lebih dari tiga jam.

Masuknya penemuan baru telah membuat setiap gereja untuk mengambil setiap hal yang bersifat positif agar dikembangkan dan digunakan sebagai pendukung ibadah. Hal tersebut tak lain digunakan untuk menutupi kekurangan yang ada.

(35)

nanyikanlah kidung baru. Dalam hal ini jemaat bernyanyi layaknya sedang karaoke.

Musik yang disediakan di GKI berastagi merupakan musik yang dibuat oleh imam musik yang sudah sering membuat musik gereja di Indonesia. Berdasarkan pengamatan musik yang penulis lakukan bahwa pembuat musik tersebut menggunakan MIDI (Musical Instrumental Digital Interface, yaitu perangkat pendukung yang dapat memaksimalkan suara alat musik karena MIDI memberikan proses penyaringan suara. Hal ini memang membantu, agar musik yang nantinya di pasang atau diputar tidak terlalu berisik.

Menyangkut fungsi musik minus one dalam mengiringi Ibadah minggu GKI Berastagi, sesuai dengan teori yang ditawarkan oleh Merriam (1964:219-223) bahwa ke 10 (sepuluh) fungsi tersebut sangat relevan dengan Ibadah Pemuda Pemudi GKI Berastagi yaitu pengungkapan emosional, penghayatan estetika, hiburan, komunikasi, reaksi jasmani, fungsi yang berkaitan dengan norma-norma social, pengesahan lembaga sosial, kelestarian dan kesinambungan system religi dan budaya, pengintegrasian masyarakat, pendidikan.

(36)

5.2 Saran

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam membuat tulisan ini. Untuk itu, penulis berharap agar peneliti selanjutnya dapat untuk semakin menyempurnakannya.

Adapun beberapa saran yang penulis lampirkan adalah :

1. Pengunaan laptop ataupun smarthphone sebagai media yang memutar musik minus one di GKI berastagi harus lebih diperhatikan. Mulai dari baterai, tombol keyboard, hingga membuat suara- suara dari aplikasi lainnya tidak terdengar saat proses ibadah.

2. Dengan adanya orang yang dapat memainkan musik di GKI berastagi, ada baiknya untuk menggunakan musik langsung.

3. Masih banyak jemaat yang belum menyadari permasalahan- permasalahan yang terjadi dengan penggunaan musik minus one, namun saat penulis menanyakan hal- hal diatas, saat itu mereka baru sadar. Hal yang dimaksudkan adalah, agar penelitian selanjutnya lebih memperhatikan hal tersebut.

(37)

BAB II

GAMBARAN UMUM GEREJA KRISTEN INDONESIA BERASTAGI

Pada bab II ini, penulis akan memaparkan sejarah singkat GKI berastagi yang disertai dengan sejarah singkat GKI sumut. Hal ini dikarenakan proses pembangunan cabang gereja yang berasal dari GKI Sumut.

2.1 Sejarah GKI Sumut

Gereja Kristen Indonesia Sumatera Utara atau dikenal sebagai GKI Sumut ialah suatu organisasi gereja Kristen Protestan diIndonesia yang didirikan untuk melayani wilayah Sumatera Utara. Gereja ini berhaluan Calvisis atau gereja reformasi.

GKI Sumut sebelumnya bernama Gereja Gereformeerd Sumatera Utara, lahir dan berkembang sebagai hasil misi Gereja Gereformeerd Kwitang – Jakarta tahun 1877. Beberapa pendeta yang aktif melayani pada waktu itu adalah Pdt. Harrenstein, Pdt.Dr.J.H.Baving, Pdt.W.S.Wlersings.

(38)

Gereformeerd (Gereformeerd Vereniging) dengan anggota lebih kurang 60 orang. Tanggal 16 Agustus inilah yang sekarang diperingati oleh GKI Sumut Medan sebagai Hari Ulang Tahun. Rapat Jemaat pertama kali dilaksanakan pada 24 Oktober 1915. Untuk pembinaan, Majelis Gereja Gereformeerd Kwitang Jakarta menugaskan Ds. W.S. de Haas sebagai Pendeta Utusan.

Gereja ini pernah dipimpin oleh Pendeta. C. Mak yang melayani sejak tahun 1928 hingga tahun 1946. Ia menggantikan Pdt. W.S. Wiersings yang pindah pada 1928. Pada masa pendudukan Jepang (1942 - 1945), Pdt. C. Mak masuk Camp. Internir sebuah kamp militer di Belawan bersama tawanan orang-orang eropa di bawah kekuasaan Jepang. Di kamp ini banyak di antara mereka yang sakit atau meninggal karena kelaparan. Di antara mereka yang berhasil lolos dari kamp militer tersebut kembali pulang ke negaranya masing-masing, termasuk Pdt C Mak. Satu di antara anak bungsu dari Pendeta C Mak yakni Geert Mak berhasil menjadi seorang jurnalis di negeri Belanda. Ia kemudian menuliskan kisah keluarga dan sejarah hidup ayahnya di dalam buku yang berjudul "My Father’s

Century" dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia "Abad Ayahku". Geert Mak sendiri merupakan penulis terkenal di eropa, buku karangannya yang lain In Europe menjadi buku best seller di eropa terjual sampai 400 ribu kopi.

(39)

yaitu Dr. Harrensteins dari Belanda. Karena kesulitan transportasi dan adanya kecamuk peperangan di Eropa, Dr. Harrensteins tiba di Jakarta pada 29 September 1918, dan kemudian tiba di Medan pada 10 Oktober 1918. Pentahbisan Dr. Harrensteins sebagai pendeta, dilaksanakan pada tanggal 13 Oktober 1918 dilayani oleh Pdt. Dr. A.A.L. Rutgers . Pelayanan yang dilakukan oleh Dr. Harrensteins mencakup wilayah Medan, Aceh, Tapanuli, Simalungun, Kisaran/Asahan, Sumatera Barat bahkan sampai Semenanjung Malaya. Mengingat pelayanan Pdt. Harrensteins sangat luas dan berat, maka pada tahun 1919 Majelis Gereja memanggil Bp. Dr. J.H. Bavink menjadi tenaga pembantu Pendeta. Namun Pdt. Dr. J.H. Bavink hanya bertugas hingga 1921, karena dipanggil untuk melayani Jemaat di Bandung. Akibatnya Pdt. Dr. Harrensteins kembali melayani sendiri hingga tahun 1923 dan kembali ke Belanda karena kesehatan Ibu Harrensteins tidak memungkinkan tinggal lebih lama di Indonesia.

Pdt. Dr. Harrensteins digantikan oleh Ds WS Wiersinga yang diteguhkan tanggal 1 Juli 1923 dan dia melayani hingga 1928. Karena dia pindah, dirinya digantikan dengan Ds C Mak yang melayani sejak 1928 hinggal 1946. Namun pada tahun 1942-1945, dia masuk Camp Intenir.

(40)

Tahun 1935, pelayanan meluas hingga ke Pematang Siantar. Tanggal 25 Desember 1938, diteguhkan 2 orang pendeta Indonesia, yakni Ds RS Cokro Susilo dan Ds Dhanu Pronoto di Medan. Perkembangan jemaat pada waktu itu di Pematang Siantar 81 orang dewasa, 51 orang anak-anak dan di Medan 91 orang dewasa dan 40 orang anak-anak.

Pada masa tahun 1957, Gereja Gereformeerd Medan berbahasa Belanda ditutup dan pengelolaan diteruskan sepenuhnya oleh Gereja Gereformeerd Medan berbahasa Indonesia / Jawa. Pelayanan dengan menjalin kerjasama dengan Ds KLF Le Grand yang diutus ke Medan tahun 1962 sebagai tenaga pengkaderan. Sejak tahun 1962 pelayanan kebaktian dilaksanakan di Jalan K.H.Zainul Arifin, dulunya disebut Jalan Palang Merah. Sejumlah gereja yang telah didewasakan adalah Jalan Gn. Simanuk-Manuk Pematang Siantar, Jalan Sinabung Pematang Siantar, Kwala Bingai, Stabat, Langkat, Nagarejo, Kecamatan Galang Deli Serdang, Tanjung Rejo Medan, Medan Timur dan Kotarih Deli Serdang, Berastagi.

(41)
[image:41.595.246.378.111.255.2]

Gambar 2.1 Logo Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sumber : hhtp://www.google.co.id

Gereja GKI Sumut Medan merupakan salah satu gereja tertua di Medan yang dibangun pada masa penjajahan Belanda di Indonesia.

2.1.1 Gereja Kristen Indonesia Berastagi

Pada tahun 2005, GKI sinode Sumatera Utara berencana memperluas jemaatnya hingga ke daerah- daerah di sebagaian besar sumatera utara. Salah satu pertimbangan yang diputuskan pimpinan gereja adalah di kota berastagi. Dibawah cabang GKI mandala, akhirya sepakat membuka daerah baru didaerah tersebut. Bertempat di rumah Pnt A.R Sihotang untuk pertama kali ibadah dilakukan, diikuti oleh hanya 17 jemaat saja. Selanjutnya dalam ibadah- ibadah tersebut diadakan dirumah para Panatua maupun diaken didaerah tersebut.

(42)

5 November 2005, bertempat di rumah Bapak A.R .Sihotang, dan dihadiri oleh perwakilan dari GKI Mandala ( Medan ), Maka diambil keputusan untuk membangun gereja didaerah tersebut.

Pada Tanggal 14 Mei 2006 didirikanlah gereja yang beralamatkan di Jl. Kabanjahe, Gg berdikari, Berastagi. Gereja tersebut diberi nama Gereja Kristen Indonesia (GKI) Berastagi. Usai gereja tersebut dibangun, para Panatua maupun Diaken langsung berkumpul membahas Struktur kepengurusan gereja. Gereja Kristen Indonesia (GKI) merupakan gereja beraliran Calvinis yang dimana stuktur tertinggi gereja dipimpin oleh seorang ketua majelis. GKI berastagi menyepakati bahwa pergantian struktur kepengurusan gereja berubah setiap satu tahun sekali. Badan Pengurus harian (BPK) yang terdiri dari Ketua majelis, Sekretaris, dan Bendahara dipilih oleh seluruh umat gereja.

(43)

2.2 Struktur kepengurusan GKI Berastagi

Ket: Bagan Struktur kepengurusan GKI berastagi 2016

1. Tugas Khusus Pendeta

Pnt.A. R Sihotang (Ketua Majelis )

Pnt. H Sinaga ( Sekretaris )

Dnk. R. Simamora (Bendahara )

Pnt. O Simbolon (Anggota) Pnt. T.R Silalahi

(Anggota)

Pnt. R. A Sihaloho (Anggota

Pnt J T Malau (Anggota)

Pnt. L R Br, tamba (Anggota)

Dnk R Sihotang (Anggota)

Dnk, S Sinaga (Anggota)

(44)

Pelayanan Firman dan Sakramen, Peneguhan Sidi, Pemberkatan Nikah, Pemakaman, Peneguhan Pejabat, dan Penggembalaan.

2. Tugas Khusus Penatua

2.1. Melaksanakan tugas Penggembalaan Jemaat secara terkoordinasi dan menjaga kemurnian pemberitaan Firman dan ajaran Gereja.

2.2. Wajib menjaga rahasia penggembalaan.

2.3. Wajib menjalankan dengan tertib tugas-tugas pelayanan seperti

tercantum dalam jadwal pelayanan, pelaksanaan Tata Ibadah serta tugas-tugas secara keseluruhan Gereja, Sektor-sektor, Bagian Jemaat dan Pos Pelayanan.

2.4. Dalam menjaga kemurnian pemberitaan Firman Tuhan, maka para Penatua dapat memberikan pendapat, nasihat dan teguran kepada Pelayan Firman sekiranya dalam pemberitaan tersebut terbukti tidak sesuai

dengan Firman dan ajaran Gereja yang dapat menggoyahkan iman jemaat dan keutuhan Gereja. Jika nasihat dan teguran dimaksud tidak dapat diterima Pelayan Firman yang bersangkutan, maka hal tersebut dapat dibicarakan dalam rapat Pelaksana Harian Majelis Jemaat, Sidang Majelis Jemaat atau diteruskan ke Majelis Sinode GKI.

(45)

Pengucapan Syukur, Kebaktian Minggu di Gereja, Pemahaman Alkitab dan lain-lain yang pengaturannya dilaksanakan oleh Pelaksana Harian Majelis Jemaat.

2.6. Penatua menyertai Pendeta dalam Pelayanan Sakramen.

2.7. Penatua melaksanakan tugas khusus Pendeta apabila Pendeta

berhalangan dan Majelis Jemaat melaporkannya kepada Majelis Sinode.

2.8. Penatua dapat mengajar katekisasi setelah mendapat penunjukan dari Pendeta/Ketua Majelis Jemaat secara tertulis, dan/atau sudah mengikuti pembinaan pengajaran katekisasi.

2.9. Penatua aktif dalam pembinaan dan peningkatan pengetahuan Alkitab dan kegerejaan di lingkungan Pelayanan Kategorial dengan penunjukkan tertulis Pelaksana Harian Majelis Jemaat.

3. Tugas Khusus Diaken

Kepada Diaken dipercayakan secara khusus tugas Diakonia Sosial / Pelayanan Kasih sebagai berikut :

(46)

3.2.Mendata orang-orang tersebut dari wilayahnya masing-masing dan melaporkannya kepada Koordinator Sektor Pelayanan untuk diteruskan kepada Pelaksana Harian Majelis Jemaat supaya mendapat perhatian dan pelayanan lebih lanjut.

3.3.Wajib menjalankan dengan tertib tugas-tugas pelayanan seperti tercantum dalam jadwal pelayanan, pelaksanaan Tata Ibadah serta tugas-tugas secara keseluruhan Gereja, Sektor-sektor, Bajem dan Pos Pelayanan.

3.4. Diaken dapat memberitakan Firman melalui khotbah-khotbah pada Kebaktian Keluarga, Kebaktian Penghiburan Kedukaan, Kebaktian Pengucapan Syukur, Kebaktian Minggu di Gereja, Pemahaman Alkitab dan lain-lain yang pengaturannya dilaksanakan oleh Pelaksana Harian Majelis Jemaat.

3.5.Diaken menyertai Pendeta dalam Pelayanan Sakramen.

GKI berastagi juga memiliki komisi, dimana komisi berfungsi sebagai sarana pendukung agar program gereja dapat mencakup kesegala aspek. Adapun komisi yang ada di GKI berastagi adalah.

1. Komisi Wanita

(47)

memasak, olahraga, dll. Hal ini juga bertujuan untuk mempererat hubungan sesama jemaat wanita.

2. Komisi Pria

Hal ini merupakan bidang yang ditujukan untuk kaum pria yang berisikan sharing, maupun kegiatan- kegiatan positif. Hal ini juga bertujuan agar mempererat hubungan sesama jemaat pria.

3. Komisi Pemuda

Komisi pemuda diadakan dengan tujuan agar para pemuda/pemudi GKI berastagi memiliki wadah positif dari gereja. Komisi pemuda merupakan komisi paling aktif. Hal ini dikarenakan 60% jemaat GKI berastagi merupakan orang- orang muda.

Kegiatan komisi pemuda sendiri diantaranya: kebaktian setiap selasa malam, olahraga, latihan koor, dll.

4. Komisi Sekolah Minggu

Sekolah minggu berarti waktu untuk anak-anak berkumpul digereja dan memuji Tuhan.

Komisi ini merupakan bagian yang selalu ada di setiap gereja. Untuk itu GKI berastagi juga memiliki Komisi sekolah minggu dimana Ibadah sekolah minggu diadakan pukul 08.30 wib.

2.3 Waktu dan Tempat Penyajian Musik yang dipakai dalam Ibadah .

(48)

(10.30) ditambah dengan ibadah di hari selassa pukul 19.00 wib bertempat di gereja. Pada Ibadah sekolah minggu hanya menggunakan tambourine sebagai pengiring nyanyian. Sementara untuk ibadah minggu umum memakai iringan Minus One. Namun menurut John sinaga selaku pemain keyboard digereja tersebut, bahwa terkadang nyanyian ibadah minggu diiringi dengan keyboard atau organ. Hal itu terjadi tidak ditentukan oleh waktu, melainkan suasana gereja. GKI berastagi beribadah menggunakan bahasa Indonesia.

2.3.1Deskripsi Ibadah

Setiap hari minggu sudah menjadi kewajiban orang Kristen selalu pergi beribadah ke Gereja, ini terbukti bahwa ada tertulis di Alkitab Keluaran 20 : 8 mengatakan “ingat dan kuduskan lah hari sabat“.

Berbunyinya lonceng Gereja, menandakan Ibadah akan segera di mulai dan setiap jemaat pada saat itu berdoa di dalam hati untuk meminta Tuhan hadir di hati masing-masing. Petugas pelayanan Gereja yaitu pengkhotbah, pembaca warta , kolektan, user , pemain musik/ operator sampai dengan songleader menempati tempat dan waktu yang sudah ditentukan.

2.3.1.1 Tata Ibadah GKI BERASTAGI

Tata ibadah di Gereja Kristen Indonesia (GKI) berastagi adalah sebagai Berikut

1. Warta Jemaat

(49)

3. PW : (sesuai dengan Tema )

4. Nyanyian Pembuka No : _________ 5. Votum :

6. Introitus/ nas pembimbing :

7. Bernyanyi No : ________________ 8. Pengakuan dosa : Mazmur 51: 3 – 9 9. Nyanyian Penyesalan : __________

10.B. A Pengampunan dosa : Tuhan Allah mengampuni setiap orang yang mau mengaku dosanya dihadapan-Nya dengan tulus. Firman Tuhan berkata ( bacakan ayat tentang pengampuan). Demikian berita anugerah dari Tuhan. ( Jemaat bersalaman sambil mengucapkan satu kepada yang lain “salam damai”.

11.Nyanyian Jemaat :

12.Petunjuk Amanat Hidup baru : ( Ayat ditentukan, dan dibaca secara responsoria dengan lambang PF: Pengkhotbah, J : Jemaat).

13.Doa Epiklese oleh Liturgos

14.Pembacaan Alkitab : Ayat Alkitab oleh pengkhotbah. ( Diakhiri: Amin + ucapan “ Yang berbahagia ialah, mereka yang mendengarkan firman Allah

dan yang memeliharanya”. Hosiana nyanyikan 3x. 15.Khotbah : Sesuai dengan tema.

16.Persembahan pujian :

(50)

Kristus menyatakan Iman kita menurut pujian dari kidung jemaat no. 13: 1-3

18.Doa syafaat + Doa Bapa kami. 19.Nyanyian jemaat : ______________

20.Persembahan Syukur : Dasar persembahan, Nyanian persembahan, dan doa persembahan.

21.Bernyanyi No. ________________

22.Pengutusan & Berkat : (Penyampaian berkat dari Tuhan kepada jemaat). 23.Jemaat mengatakan amin dan menyanyikan ( Haleluya 5x, amin 3x).

2.3.2 Alat Musik yang dipakai

Sejak tahun 2006, GKI berastagi telah menggunakan Keyboard sebagai Pengiring ibadah minggu. Namun sejak tahun 2012, GKI berastagi menggunakan musik “minus one” sebagai pengiring nyanyian. Hal ini merupakan saran dari

Ketua majelis saat ini yaitu bapak Pnt, A R Sihotang untuk menggunakan menggunakan musik yang telah dibuat dan disimpan dalam format MP3. Bapak A R Sihotang menjelaskan bahwa musik minus one sebagian besar dibuat oleh adik dari bapak Pnt A.R Sihotang yaitu Tiroy Sihotang.

(51)

1. Laptop

Laptop adalah komputer bergerak yang berukuran relatif kecil dan ringan, beratnya berkisar dari 1–6 kg, tergantung pada ukuran, bahan, dan spesifikasi laptop tersebut. Sumber daya laptop berasal dari baterai atau adaptor A/C yang dapat digunakan untuk mengisi ulang baterai dan menyalakan laptop itu sendiri. Baterai laptop pada umumnya dapat bertahan sekitar 1 hingga 6 jam sebelum akhirnya habis, tergantung dari cara pemakaian, spesifikasi, dan ukuran baterai. Laptop terkadang disebut juga dengan computer notebook atau notebook saja (Wikipedia). Laptop digunakan untuk memutar file musik minus one yang sudah tersimpan didalamnya. Laptop di GKI berastagi ada dua buah, yang bermerek ACER dan ASUS. Laptop Acer digunakan memasang musik minus one, sementara laptop ASUS digunakan untuk menampilkan lirik nyanyian di Infokus.

(52)

2. Audio Jack

Adalah Sebuah kabel (jack) stereo yang berguna untuk menangkap audio

dari laptop dan dikeluarkan ke perangkat suara lainnya. Misalnya headset

untuk mendengarkan perorangan maupun dihubungkan ke mixer agar

suara laptop terhubung ke speaker yang memiliki suara lebih besar

(53)

Keyboard adalah sebuah alat musik yang memiliki bilah- bilah nada atau tuts dalam susunan khusus dan dimainkan dengan menggunakan jari tangan. Susunan tombol – tombol keyboard searah dengan logika berpikir manusia, yaitu bagian kiri bernada rendah dan bagian kanan bernada tinggi. Keyboard dapat memainkan beragam suara seperti suling, gitar, terompet, saxophone, biola, suara – suara beberapajenis perkusi dan lain – lain. Keyboard yang digunakan Di GKI

Berastagi berjenis Yamaha

2.3.3 Nyanyian

Nyanyain yang dipakai oleh Gereja Kristen Indonesia berastagi sama dengan GKI pusat. Yaitu terdiri dari : Kidung jemaat, Pelengkap Kidung Jemaat dan Nyanyian kidung baru.

1. Kidung Jemaat adalah sebuah buku himne yang dipakai di dalam kebaktian gereja di Indonesia. Buku ini disusun dan sekarang diterbitkan oleh Yayasan Musik Gereja di Indonesia. Penerbitan perdana pada tahun 1986 oleh Badan Penerbit Kristen (BPK) Gunung Mulia. Jumlah lagu dalam buku ini adalah 478. Kidung jemaat juga memiliki buku pelengkap yang bernama Pelengkap Kidung Jemaat.

(54)

sudah empat kali menerbitkan Pelengkap Kidung Jemaat dan yang terakhir diterbitkan pada tahun 2007. Saat ini sudah diterbitkan Pelengkap Kidung Jemaat versi 4 suara.

3. Nyanyikanlah Kidung Baru (disingkat NKB) adalah sebuah buku nyanyian yang dipakai dalam gereja oleh umat. Buku nyanyian ini sudah ada sejak lama, bahkan ratusan tahun dan masih bertahan hingga saat sekarang. Buku himne dan nyanyian ini diterbitkan oleh Badan Pengerja Majelis Sinode (BPMS) Gereja Kristen Indonesia pada tahun 1991 untuk melengkapi kebutuhan lagu-lagu pujian yang sebelumnya tertampung dalam Kidung Jemaat maupun Suplemen Nyanyian GKI Jabar, Jateng, Jatim pada 1962. Buku ini terdiri atas 230 Kidung, Kidung Pertama Hai Kristen Nyanyilah, dan ditutup dengan Hymne GKI Berderaplah Sat.

(55)
(56)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lahirnya Kekristenan maupun Gereja tidak lepas dari peran serta tiga Negara besar yang berpengaruh pada masa gereja mula- mula. Ketiga negara itu adalah Yunani, Yahudi, dan Romawi. Dibidang kebudayaan, gereja dipengaruhi oleh kebudayaan Helenisme, yaitu kebudayaan Yunani yang disebarkan di seluruh wilayah kekuasaan Romawi. (Situmorang, 2014: 5)

(57)

dapat dilihat sebagaimana dengan zaman pertengahan, musik vokal dianggap jauh lebih penting dari music instrumental. Para komponis zaman renaissance membuat musik untuk menekankan arti dan emosi pada teks lagu. Seorang musikolog Italia bernama Zarlino mengatakan “ ketika kata dari sebuah lirik lagu mengatakan ratapan, kesakitan, patah hati, erangan dan tangisan, maka biarlah harmoni pada lagu tersebut menyatakan kesedihan”. Para komposer renaissance sering menggunakan lukisan kata- kata, yaitu sebuah representasi musik dari gambaran puisitasi tertentu. Contoh kata- kata puitis seperti “naik kesurga”, biasanya akan diwakili oleh notasi yang meninggi.

Di sisi lain, Musik gereja dalam waktu ke waktu semakin berkembang fungsi dan strukturnya. Awalnya musik digunakan di Gereja Ortodoks dan Katholik. Musik gereja ini menggunakan modus- modus seperti dorian, frigian, Lydian, mixolidian, eolian, dan Ionian, yang digunakan sebagai melodi. Modus- modus musik gereja ini bertumpu kepada masa Yunani dan Romawi sebagai sumber kebudayaan Barat. Sementara musik- musik Gereja Ortodoks seperti di Eropa Timur dan Koptik seperti di Timur tengah menggunakan modus- modus setempat. Setelah itu, muncullah Protestan sebagai gerakan reformasi karena berbagai “kesalahan” dalam praktik agama Kristen katholik. Pada masa Protestan

ini berkembang, maka tradisi musik di Eropa dalam bentuk koor (choir) yang berasas pada harmoni begitu berkembang pesat. Hal inilah yang dibawa para Missionaris yang merupakan penyebar kekristenan di Indonesia.

(58)

loncatan-loncatan pembudayaan manusia lebih cepat, akan tetapi ia dipihak lain telah pula memundurkan kembali dengan cepat manusia penciptanya kearah titik awalnya; dehumanisasi (Hardjana, 2004: 25).

Hal tersebut juga telah merambah masuk kegereja, mulai dari penyajian ibadah, pendukung ibadah, bahkan musik dalam ibadah. Dalam pendukung ibadah, hal ini dapat dilihat dari penggunaan slide melalui Infokus sebagai media untuk melihat lirik lagu, warta jemaat, dan layar yang memunculkan ayat Alkitab. Fenomena ini bahkan sangat umum dilakukan pada beberapa Gereja antara lain; Geraja Bethel Indonesia, GPDI, bahkan GKI berastagi.

(59)

berarti sebuah musik yang dibuat maupun kemudian telah dihilangkan satu instrument, namun pada eksistensinya lebih sering digunakan untuk mengiringi seseorang maupun kelompok bernyanyi yang dimainkan menggunakan alat pemutar suara. Dengan kata lain dalam aktivitas ibadah minggu GKI Berastagi para jemaat melantunkan nyanyian tanpa diiringi oleh pemusik. Ketiadaan orang yang memainkan musik secara langsung sebagai pengiring jalannya ibadah minggu menyebabkan tidak ada istilah “pemusik” memelainkan “operator”.

Dalam perkembangannya penggunaan Minus one sebagai pengiring nyanyian ibadah sudah menjadi perdebatan baik secara lisan maupun yang terjadi di media sosial , bahwa apakah minus one layak mengiringi aktivitas ibadah, mengingat ada istilah participatio actuossa yang diartikan ada kerja sama segitiga harmonis antara dirigen, organis, dan paduan suara, suatu hal yang penting dalam idealisme ibadah yang indah dari gereja. Sementara dengan menggunakan minus one tidak akan terjadi hal demikian.

Menurut bapak A. Sihotang selaku pengurus gereja, sekaligus informan penulis bahwa, Pemilihan penyajian musik Minus One di Gereja Kristen Indonesia Berastagi didasari oleh beberapa alasan yaitu :

1. Faktor Sumber Daya Manusia, dalam hal ini pemain organ yang semakin sedikit di GKI Berastagi, yang disebabkan pemusik yang pergi untuk bersekolah dan bekerja keluar kota.

(60)

menggunakan laptop dan musik akan mengiringi jemaat pada saat bernyanyi.

3. Penggunaan minus one merupakan saran dari ketua majelis GKI berastagi, hal ini dikarenakan tersedianya lagu- lagu rekaman yang terdiri dari kidung jemaat, pelengkap kidung pujian, dan nyanyian kidung baru yang didapat dari salah seorang keluarganya.

Fenomena masuknya musik Minus One pada Ibadah di Gereja Kristen Indonesia, menjadi sesuatu hal yang menarik bagi penulis untuk dijadikan sebagai topik penelitian. Oleh karena itu pada penelitian ini penulis mengambil judul, “ PENGGUNAAN MUSIK MINUS ONE SEBAGAI PENGIRING AKTIVITAS IBADAH MINGGU DI GEREJA KRISTEN INDONESIA BERASTAGI”

1.2 Pokok Permasalahan

Dari uraian yang terdapat pada latar belakang masalah, maka permasalahan penelitian ini dapat identifikasikan sebagai berikut:

1. Bagaimana penggunaan dan fungsi musik Minus One dalam Ibadah pada setiap minggu di Gereja Kristen Indonesia Berastagi ?

2. Apakah pemakaian minus one yang bertujuan menggantikan peran musik yang dimainkan secara langsung oleh pemusik dalam sebuah ibadah minggu., tidak mengurangi kualitas pujian ?

(61)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan

Berdasarkan pendapat tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

1. Untuk mendeskripsikan bagaimana penggunaan musik minus one pada musik iringan dalam Ibadah minggu di Gereja Kristen Indonesia Berastagi.

2. Untuk mendeskripsikan apakah minus one dapat menggantikan peran musik yang dimainkan secara langsung oleh pemusik dalam sebuah ibadah minggu., tanpa mengurangi kualitas pujian.

3. Untuk mendeskripsikan bagaimana tanggapan jemaat Gereja Kristen Indonesia terhadap keberadaan minus one sebagai pengiring ibadah minggu.

1.3.2 Manfaat

1. Bahan informasi kepada Jemaat, khususnya Gereja Kristen Indonesia Berastagi dan kepada Gereja Kristen Indonesia secara menyeluruh, akan perkembangan, peranan dan fungsi minus one dalam pelaksanaan ibadah merupakan hal penting.

2. Sebagai bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya yang relevan dengan topik penelitian ini.

(62)

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Tulisan ini berisi suatu kajian tentang penggunaan dan fungsi musik minus one sebagai pengiring Ibadah minggu GKI BERASTAGI.

Penggunaan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah kapan, dimana dan bagaimana musik minus one dipakai pada ibadah minggu, Alan P Merriam dalam bukunya yang berjudul The Anthropology of Music pada Bab XI dengan perikop uses and functions (penggunaan dan fungsi), menjelaskan tentang kegunaan musik yang menyangkut cara pemakaian musik dalam konteksnya, sedangkan fungsi musik menyangkut tujuan pemakaian musik dalam pandangan luas.

Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it mayor may not also have a deeper function. If the lover uses song to who his love, the function of such music may be analyzed as the continuityand erpetuation of the biological group. When the supplicant uses musicto the approach his god, he is employing a particular mechanism inconjunction with other mechanism as such as dance, prayer, organizedritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is enseparable here from the function of religion which may perhaps beinterpreted as the establishment of a sense of security vis-á-vis the universe. “Use” them, refers to the situation in which music is employedin human action; “function” concerns the reason for its employment andperticularly the broader purpose which it serves. (1964:210).

(63)

bunyi-bunyi itu). Di sisi lain Malm (1977:12) menyatakan bahwa musik adalah suara yang diorganisasikan sedemikian rupa.

Minus one berasal dari kata minus dan one. Dalam terjemahan bahasa Indonesia, minus berarti kurang. Sedangkan one adalah satu. Minus one dalam istilah musik ialah sebuah musik rekaman yang dibuat atas dasar kebutuhan manusia, sebagai pendukung latihan hingga pertunjukan . Musik Minus One dalam konteks musik gereja sering disebut dengan Music Box. Music Box Gereja adalah penemuan pertama di dunia yang dikembangkan oleh tim musik gereja HKBP untuk memenuhi kebutuhan pelayanan musik liturgi / gereja dalam setiap aktifitas pujian / bernyanyi memuji Tuhan baik dalam acara kebaktian umum, pernikahan, penghiburan, kebaktian rumah tangga, ataupun kebaktian kategorial gereja. Obsesi tim musik gereja / liturgi adalah membangkitkan semangat pujian dalam setiap ibadah dengan pelayanan musik yang terbaik untuk Tuhan kita Yesus Kristus. Music Box Gereja adalah satu perangkat laptop yang menggunakan platform LINUX serta berfungsi khusus mengiringi nyanyian / lagu. Program ini dirancang dan disusun secara profesional oleh Tim IT MBG bekerja sama dengan para musisi yang khusus memahami musik liturgi dan profesional. Iringan musik Box Gereja disesuaikan dengan karakter lagu dan tema lirik sehingga ada berbagai type iringan musik yang telah dibuat dalam MBG ini yaitu : Orchestra Classic, Orchestra Populer, iringan full band, etnis (tradisional).

(64)

Berbicara mengenai waktu, hari minggu adalah hari ibadahnya orang Kristen di Gereja, walaupun ada beberapa Gereja yang ibadahnya tidak pada hari tersebut. Hari minggu terdapat empat sampai lima kali dalam sebulan. GKI Berastagi melaksanakan ibadah pada hari minggu sebanyak satu kali.

Perkembangan zaman yang semakin modern telah menjadikan teknologi mengalami kemajuan pesat, khususnya dengan pengadaan minus one yang telah dipergunakan didalam Ibadah Gereja bagi umat Kristen sehingga telah membuat sesuatu yang baru yang layak untuk di analisis.

1.4.2 Teori

Teori adalah salah satu acuan yang digunakan oleh penulis untuk menjawab masalah-masalah yang timbul dalam tulisan ini atau dengan kata lain teori adalah landasan berfikir dalam pembahasan. Dengan pengembangan teori-teori yang diangkat dari analisis kepustakaan, diharapkan dapat mendukung pikiran penulis apalagi didukung oleh fakta-fakta yang ada, sehingga peneliti ini dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang didasarkan pada tujuan yang telah dibuat. Menurut Koentjaraningrat pengertian upacara ritual atau ceremony adalah: sistem aktifitas atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan.

(Koentjaraningrat, 1990: 190).

(65)

(uses) dan fungsi (function) merupakan salah satu hal yang terpenting didalam Etnomusikologi. Penggunaan musik meliputi pemakaian musik dalam konteksnya atau bagaimana musik itu digunakan, sedangkan fungsi musik berkaitan dengan tujuan pemakaian musik tersebut.

Di dalam buku Allan P. Merriam juga disebutkan bahwa terdapat sepuluh fungsi musik dalam ilmu etnomusikologi yaitu:

1. Fungsi pengungkapan emosional, 2. Penghayatan estetis,

3. Hiburan, 4. Komunikasi, 5. Perlambangan, 6. Reaksi jasmani, 7. Norma-norma sosial,

8. Pengesahan lembaga sosial dan upacara agama, 9. Kesinambungan kebudayaan

10.Pengintegrasian masyarakat

(66)

dengan perubahan yang terjadi pada kebaktian di minggu di GKI berasastagi dengan menggunakan minus one sebagai musik pengiring nyanyian dalam sebuah ibadah. Dalam hal ini adalah sebuah inovasi yang layak dikaji, mengingat pada umumnya musik langsung lebih sering digunakan di gereja lainnya.

Pada dasarnya kebudayaan adalah sesuatu yang dinamis dan bukan stabil karena kalau kebudayaan itu stabil, kebudayaan tersebut akan stagnasi (terhenti). Bisa diartikan juga bahwa perubahan adalah nafas dari kebudayaan, yaitu kalau kebudayaan tidak dinamis maka kebudayaan itu akan mati. Hal itu tidak mungkin terjadi karena zaman terus berubah, kondisi ekonomi berubah, pola pikir masyarakat juga berubah. Seperti yang dikemukakan Carol R. Ember (1987:32), suatu kebudayaan tidaklah pernah bersifat statis, melainkan selalu berubah. Hal ini berhubungan dengan waktu, bergantinya generasi, serta perubahan dan kemajuan tingkat pengetahuan masyarakat.

1.5 Metode Penelitian

(67)

secara formal ataupun nonformal dengan dosen pembimbing dan kerja laboratorium

1.5.1 Studi Kepustakaan

Untuk mencari teori, konsep dan juga informasi yang berhubungan dengan tulisan ini, yang dapat dijadikan landasan dalam penelitian penulis terlebih dahulu melakukan studi kepustakaan untuk menemukan literatur atau sumber bacaan yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian lapangan. Untuk mendukung informasi, pertama-tama penulis mencari buku-buku yang relevan terhadap masalah-masalah yang dibahas. Dalam hal ini juga penulis menggunakan referensi dari internet yang relevan dengan objek yang diteliti. Selain itu juga penulis menggunakan studi kepustakaan untuk mengumpulkan bahan-bahan berupa teori yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada kebudayaan dan untuk mencari metode pengumpulan data di lapangan.

1.5.2 Penelitian lapangan ( Observasi )

(68)

Adapun dua teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dilapangan, yaitu :

1.5.2.1 Wawancara

Setelah penulis melakukan observasi dilapangan, kemudian penulis menentukan narasumber yang akan menjadi objek wawancara. Terkait dengan keberadaan minus one sebagai pengiring ibadah, penulis memilih beberapa narasumber yang akan menjadi objek wawancara yaitu John sinaga ( pemusik gereja di kota berastagi yang kini menjadi operator minus one di GKI berastagi), Bapak A. Sihotang sebagai ketua majelis di GKI berastagi, natanael situmorang merupakan sarjana musik gereja yang ada di medan.

Penulis juga melakukan wawancara dengan para narasumber tesebut adalah untuk memperoleh data mengenai tanggapan- tanggapan mereka terhadap munculnya musik minus one dalam ibadah minggu sebagai pengiring nyanyian. Hasil wawancara tersebut kemudian akan diolah dalam kerja laboratorium.

1.5.2.2 Perekaman di Lapangan

(69)

ijinkan untuk hidup sehingga mengakibatkan perekaman tidak sebaik yang di harapkan penulis.

Untuk merekam wawancara, penulis juga menggunakan handphone yang sama yaitu Asus Zenfone 5. Wawancara yang direkam tersebut akan diolah dalam kerja laboratorium.

1.5.3 Kerja Laboratorium

(70)

ABSTRAK

PENGGUNAAN DAN FUNGSI MINUS ONE SEBAGAI MUSIK PENGIRING DALAM AKTIVITAS IBADAH MINGGU PADA isGEREJA KRISTEN

INDONESIA BERASTAGI

Minus-one adalah proses bernyanyi, tapi menggunakan music instrumental tanpa diiringi band live. Jadi, semacam kita menyanyi karaoke..Aktivitas ibadah Minggu pada masyarakat Kristen tidak lepas dari iringan musik. Pada jaman sekarang, fungsi pemusik dalam ibadah Minggu sangatlah vital. Hal ini dikarenakan iringan musik dalam suatu ibadah Minggu sangatlah penting. Mengingat pemusik dalam ibadah Minggu pada Gereja Kristen Indonesia Berastagi sangatlah kurang, maka makan penggunaan minus-one sebagai bentuk solusi. Apakah jemaat Gereja Kristen Indonesia masih merasakan esensi yang sama ketika sebelumnya beribadah diiringi oleh pemusik dibandigkan beribadah diiringi oleh minus-one ? Tujuan penelitian ini adalah : (1) untuk mengetahui penggunaan dan fungsi minus-one dalam aktivitas ibadah Minggu pada Gereja Kristen Indminus-onesia Berastagi; (2) untuk mendekripsikan apakah minus one dpaat menggantikan peran musik yang dimainkan secara langsung oleh pemusik dalam sebuah ibadah minggu, tanpa mengurangi kualitas pujian; (3) untuk mendeskripsikan bagaimana tanggapan jemaat Gereja Kristen Indonesia terhadap keberadaan minus one sebagai pengiring ibadah minggu.

Metode yang digunakan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Adapun teori yang digunakan : (1) Alan P. Merriam tentang teori Use & function dimana penggunaan musik berkaitan dengan tujuan pemakaian musik tersebut dan juga teori tentang perubahan kebudayaan; (2) Carol R. Ember tentang teori kebudayaan yang tidak bersifat statis dan selalu berubah dan perubahan tersebut berhubungan dengan waktu, bergantinya generasi, serta perubahan dan kemajuan tingkat pengetahuan masyarakat.

Adapun hasil yang diperoleh adalah masuknya penemuan baru telah membuat gereja mengambil setiap hal postif agar dikembangkan dan digunakan sebagai pendukung ibadah, dan gereja GKI Berastagi menggunakan minus one sebagai pengirng ibadah minggu untuk menutupi kekurangan pemusik di gereja GKI Berastagi.

(71)

PENGGUNAAN DAN FUNGSI MUSIK MINUS ONE SEBAGAI

PENGIRING AKTIVITAS IBADAH MINGGU DI GEREJA KRISTEN INDONESIA BERASTAGI

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

NAMA : MARK S ARITONANG

NIM : 100707023

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

(72)

PENGGUNAAN DAN FUNGSI MUSIK MINUS ONE SEBAGAI PENGIRING AKTIVITAS IBADAH MINGGU DI GEREJA KRISTEN INDONESIA BERASTAGI

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

NAMA : MARK S ARITONANG NIM : 100707023

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Bebas Sembiring, M.Si Drs. Torang Naiborhu, M.Hum NIP 195703131992031001 NIP 196308141990031004

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian departemen etnomusikologi fakultas ilmu budaya universitas sumatera utara medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana seni dalam bidang musik program studi etnomusikologi.

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(73)

PENGESAHAN

Diterima oleh:

Panitia Ujian Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarja Seni dalam Jurusan Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan.

Pada : Tanggal :

Hari :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dekan,

Dr. Budi Agustono, M.S

NIP 196008051987031001

Panitia Ujian

No. Nama Tanda Tangan

1. Drs, Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. ( ) 2. Dra. Heristina Dewi, M. Pd ( ) 3. Drs, Bebas Sembiring, M.Si ( ) 4. Drs. Torang Naiborhu, M. Hum ( )

(74)

DISETUJUI OLEH:

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Medan, Juli 2016

Departemen Etnomusikologi Ketua,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D.

(75)

ABSTRAK

PENGGUNAAN DAN FUNGSI MINUS ONE SEBAGAI MUSIK PENGIRING DALAM AKTIVITAS IBADAH MINGGU PADA isGEREJA KRISTEN

INDONESIA BERASTAGI

Minus-one adalah proses bernyanyi, tapi menggunakan music instrumental tanpa diiringi band live. Jadi, semacam kita menyanyi karaoke..Aktivitas ibadah Minggu pada masyarakat Kristen tidak lepas dari iringan musik. Pada jaman sekarang, fungsi pemusik dalam ibadah Minggu sangatlah vital. Hal ini dikarenakan iringan musik dalam suatu ibadah Minggu sangatlah penting. Mengingat pemusik dalam ibadah Minggu pada Gereja Kristen Indonesia Berastagi sangatlah kurang, maka makan penggunaan minus-one sebagai bentuk solusi. Apakah jemaat Gereja Kristen

Gambar

Gambar 2.1 Logo Gereja Kristen Indonesia (GKI)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan sejauh mana persepsi jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sragen terhadap musik iringan yang

Salah satu fungsi komunikasi dalam kehidupan sosial dan budaya bagi jemaat HKBP Tanjung Sari ini adalah fungsi untuk memberitahu. Melalui media musik yang bertujuan

Maka dari itu, GKPB Pniel Blimbingsari terus melakukan pendekatan dengan cara menggunakan gamelan secara berkala di ibadah-ibadah tertentu serta melakukan

Fungsi Musik dalam Ibadah dan Pelayanan Gereja dalam Kumpulan Makalah Symposium dan Penyegaran Musik Gerejawi.. Bandung: Komisi Musik dan Departemen Pendidikan,