• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI JEMAAT TERHADAP MUSIK IRINGAN DALAM IBADAH DI GEREJA KRISTEN INDONESIA SRAGEN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERSEPSI JEMAAT TERHADAP MUSIK IRINGAN DALAM IBADAH DI GEREJA KRISTEN INDONESIA SRAGEN."

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERSEPSI JEMAAT TERHADAP MUSIK IRINGAN DALAM IBADAH DI GEREJA KRISTEN INDONESIA SRAGEN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

Kevin Maulana Christa NIM. 11208244051

JURUSAN PENDIDIKAN SENI MUSIK FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Penulis mempersembahkan karya sederhana ini kepada :

1. Keluarga saya, orang tua Papa (alm.) Mulyo Widodo dan Mama Betta Historindra beserta adik Dinda Maulina Christi dan Ardhy Maulana atas segala dukungan, doa, cinta kasih yang tulus dan pengorbanan yang tidak terhingga kepada saya.

(6)

vi

HALAMAN MOTTO

Jalan dan rencana Tuhan Mungkin bukan

yang tercepat, tapi pasti yang terbaik”

“Ia membuat s

egala sesuatu indah pada

waktunya…”

(7)

vii

PERSEPSI JEMAAT TERHADAP MUSIK IRINGAN DALAM IBADAH DI GEREJA KRISTEN INDONESIA SRAGEN

Oleh

Kevin Maulana Christa 11208244051

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan sejauh mana persepsi jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sragen terhadap musik iringan yang digunakan dalam ibadah. Hal-hal yang diteliti meliputi kesesuaian antara fungsi musik iringan dengan kebutuhan ibadah.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan analisis data secara deskriptif dalam bentuk prosentase. Populasi dalam penelitian ini adalah jemaat pengunjung ibadah hari minggu di GKI Sragen, dan penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik kuota sampling dengan menentukan sejumlah 80 orang responden. Uji validitas instrumen dilakukan dengan cara uji ahli untuk kemudian dilaksanakan uji coba instrumen di lapangan dan dihitung menggunakan rumus korelasi product moment.

Hasil penelitian menunjukansebanyak 43 responden dengan besar prosentase 53,75% menyatakan bahwa musik iringan ibadah di GKI Sragen sudah berfungsi dengan baik sesuai dengan kebutuhan jemaat, dan sisanya sebanyak 37 responden dengan prosentase 46,25% menyatakan musik iringan sudah berfungsi dengan cukup baik. Jawaban responden sebesar 72,5% menyatakan bahwa iringan musik dalam ibadah di GKI Sragen lebih tepat untuk diiringi dengan alat musik piano dan atau organ, serta sisanya 27,5% jawaban responden menyatakan kurang setuju.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat serta syulur saya naikkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah menyertai saya dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini untuk melengkapi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan karya ilmiah ini banyak hambatan dan kesulitan yang dialami, tetapi oleh bantuan dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya karya ilmiah ini dapat diselesaikan, khusunya kepada yang terhormat :

1. Ibu Dr. Hanna Sri Mudjilah, M.Pd dan Bapak Drs. Agustianto, M.Pd selaku dosen pembimbing yang senatiasa memberikan dukungan, motivasi dan arahan kepada penulis.

2. Bapak Drs. Suwarta Zebua, M.Pd dan Bapak H.Tumbur Silaen, S.Mus., M.Hum selaku expert instrumen dalam penelitian ini.

3. Majelis jemaat beserta warga jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sragen atas bantuan partisipasi dalam penelitian ini

4. Pdt. Yonatan Wijayanto, S.Si atas saran dan masukan dalam penelitian ini 5. Semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada peneliti untuk

(9)

ix

Semoga karya ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat menambah wawasan bagi semua. Kiranya Tuhan senatiasa menyertai kita semua.

Yogyakarta, Desember2015 Penulis,

(10)
(11)

xi

1. Analisis Data Persepsi Jemaat Terhadap Iringan Musik Dalam Ibadah di GKI Sragen ... 47

2. Analisis Data Indikator Fungsi Musik Iringan Terhadap Suasana Ibadah ... 50

3. Analisis Data Indikator Jenis Musik Iringan ... 51

4. Analisis Data Indikator Unsur Nyanyian Jemaat ... 53

5. Analisis Data Indikator Fungsi Musik Iringan terhadap Penghayatan Makna Lagu ... 55

6. Analisis Data Indikator Panduan Nyanyian Jemaat ... 56

7. Analisis Butir Instrumen dan Hubungan Antar Butir Instrumen ... 57

(12)

xii DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 : Kisi-kisi Angket Persepsi Jemaat Terhadap Musik Iringan Dalam Ibadah di GKI

Sragen ... 38

Tabel 2 : Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ... 41

Tabel 3 : Interpretasi Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 43

Tabel 4 : Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 43

Tabel 5 : Tafsiran Hasil Analisis Data Menurut Arikunto ... 45

Tabel 6 : Penghitungan Tendensi Pusat Data Penelitian ... 47

Tabel 7 : Tabel Distribusi Frekuensi Data Relatif ... 48

Tabel 8 : Interpretasi Persepsi Jemaat Musik Iringan Dalam Ibadah di GKI Sragen ... 49

Tabel 9 : Sebaran Data Indikator Fungsi Musik Iringan Terhadap Suasana Ibadah ... 50

Tabel 10 : Interpretasi Data Indikator Fungsi Musik Iringan Terhadap Suasana Ibadah... 51

Tabel 11 : Sebaran Data Indikator Jenis Musik Iringan ... 52

Tabel 12 : Interpretasi Data Indikator Jenis Musik Iringan ... 53

Tabel 13 : Sebaran Data Indikator Unsur Nyanyian Jemaat ... 53

Tabel 14 : Interpretasi Data Indikator Unsur Nyanyian Jemaat ... 54

Tabel 15 : Sebaran Data Indikator Fungsi Musik Iringan Terhadap Penghayatan Makna Lagu ... 55

Tabel 16 : Interpretasi Data Indikator Fungsi Musik Iringan Terhadap Penghayatan Makna Lagu ... 56

Tabel 17 : Sebaran Data Indikator Panduan Nyanyian Jemaat ... 56

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 : Struktur Lagu Pada Nyanyian Jemaat ... 25

Gambar 2 : Ambitus Suara Jemaat Untuk Bernyanyi ... 27

Gambar 3 : Rumus Korelasi Product Moment Untuk Uji Validitas Instrumen ... 40

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama mempunyai peran yang sangat penting dalam hidup manusia,

karena agama menghubungkan antara manusia dengan Sang pencipta. Dalam

perjalanan kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari peranan agama

karena manusia dididik dan dibentuk karakter melalui ajaran agama. Agama

juga mengenalkan manusia dengan Tuhan, yang menciptakan manusia serta

alam semesta dan memelihara kehidupan manusia sehari-hari. Oleh karena itu

manusia perlu berkomunikasi dengan Tuhan sebagai ucapan syukur dan

terimakasih atas semua yang telah diperoleh dari sang pencipta.

Beribadah adalah cara yang diajarkan oleh agama yang dapat

digunakan manusia untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Setiap agama pasti

mengajarkan cara beribadah yang baik dan benar. Sebuah ibadah akan

berlangsung secara khidmat apabila dalam ibadah tersebut diciptakan dengan

suasana khusyuk, jauh dari keramaian agar umat dapat benar-benar

menghayati jalannya ibadah.

Dalam agama Kristen, ibadah pada umumnya dilaksanakan pada hari

minggu menggunakan tata cara ibadah atau yang lebih dikenal dengan liturgi.

Dalam konteks ibadah Kristen, liturgi adalah kegiatan peribadahan di mana

(15)

2

menyembah dan memuliakan nama Tuhan (Ichwan:2005). Gereja Kristen

Indonesia merupakan gereja Kristen protestan yang beraliran calvinis yang

masih mempertahankan tata ibadah dan tata gereja yang diwariskan oleh

gereja hervorm dan gereformeed di Belanda sejak tahun 1970

(Hulliselan:2009). Menurut Ichwan (2005) liturgi yang dipakai GKI

berbentuk dialog antara umat atau jemaat dengan Tuhan. Dalam liturgi inilah

terdapat komunikasi antara manusia / jemaat dengan Tuhan, dimana Tuhan

berinisiatif berbicara kepada manusia melalui kotbah dan manusia

meresponnya melalui doa dan pujian.

Sebuah ibadah akan berlangsung dengan khidmat apabila jemaat dapat

benar-benar menghayati jalannya ibadah melalui liturgi, dan sebuah liturgi

akan dikatakan hidup apabila semua yang terlibat dalam liturgi yaitu pemusik,

pemandu nyanyian, liturgos, dan pengkotbah dapat menjalankan tugasnya

dengan baik sesuai dengan porsinya. Apabila ada salah satu komponen

petugas liturgi yang tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik maka

jalannya ibadah juga akan terganggu dan jemaat juga tidak dapat

melaksanakan ibadah dengan khidmat, sebagai contohnya pemandu nyanyian

yang tidak menguasai lagu, liturgos yang salah memberi penekanan saat

membacakan liturgi, atau pemusik yang salah memainkan tempo dalam

sebuah lagu sehingga lagu tidak dapat dihayati oleh jemaat dan lain

(16)

3

Nyanyian jemaat merupakan salah satu bagian terpenting dalam liturgi

GKI karena nyanyian merupakan respon dari jemaat kepada Tuhan melalui

syair-syair yang terkandung dalam lagu. Liturgi GKI banyak melibatkan

nyanyian jemaat dalam satu rangkaian liturgi, yang dimana lagu yang

digunakan dalam nyanyian jemaat ini merupakan lagu hymne karya komposer

dan missionaris pada jaman klasik sekitar tahun 1600-1900 dan beberapa lagu

rakyat dari beberapa Negara yang telah diterjemahkan dan diadaptasikan

kedalam bahasa Indonesia tetapi masih mempertahankan keaslian notasi dari

pencipta lagunya (Komisi Liturgi dan Musik Sinode GKI:2012). Lagu-lagu

yang dinyanyikan dalam satu rangkaian liturgi berisi tentang nyanyian

pemujaan kepada Tuhan, nyanyian pengampunan dosa, nyanyian ucapan

syukur, dan nyanyian pengutusan, dimana masing-masing nyanyian tersebut

mempunyai suasana yang berbeda sesuai dengan tema lagu dan syair lagu.

Dalam nyanyian jemaat ini peran pemusik dan pemandu nyanyian sangat

penting untuk bisa membawa jemaat menghayati makna lagu. Pemandu

nyanyian dalam liturgi sering juga disebut dengan prokantor, tugas seorang

prokantor adalah menolong umat untuk dapat menyanyikan lagu ibadah

dengan baik dan benar. Prokantor juga melakukan pelatihan persiapan dan

pengarahan bagi umat dalam bernyanyi, termasuk memberikan informasi

tentang tinggi nada, tempo, suasana dan saat mulai serta cara pengambilan

nafas juga tentang latar belakang dan fungsi nyanyian tertentu (Komisi Liturgi

(17)

4

umat dalam menyanyikan lagu dan membangun suasana ibadah. Iringan

musik akan terdengar enak apabila pemusik dapat memainkan iringan sesuai

dengan suasana lagu dan dapat menuntun jemaat dalam bernyanyi, tetapi

iringan musik juga dapat merusak suasana ibadah apabila pemusik

memainkan iringan yang tidak sesuai dengan suasana lagu, pemusik belum

benar-benar menguasai alat musik yang dimainkan, dan pemusik memainkan

pola iringan yang kurang tepat sehingga mengganggu konsentrasi jemaat

dalam bernyanyi.

Mengingat bahwa sebagian besar nyanyian jemaat yang dipakai dalam

liturgi ibadah GKI berbentuk hymne maka iringan yang digunakan setidaknya

adalah tipe iringan menggunakan harmoni klasik menggunakan alat musik

piano, organ, atau dapat memadukan kedua alat musik tersebut dengan iringan

secara manual yang murni dimainkan oleh pemusik (Komisi Liturgi dan

Musik Sinode GKI:2012). Untuk dapat mengiringi nyanyian hymne dengan

baik, maka dibutuhkan pemahaman tentang ilmu harmoni klasik serta

membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mempelajarinya. Tidak semua

pemusik bersedia mempelajari teori harmoni sehingga mereka hanya

mempelajari alat musik keyboard yang lebih mudah sebagai batu loncatan.

Padahal mempelajari alat musik keyboard yang menggunakan pola iringan

modern dengan menggunakan rhytm box yang ada pada keyboard atau yang

lebih dikenal dengan style keyboard adalah bentuk musik yang digunakan

(18)

5

kebutuhan gereja, tetapi di beberapa tempat dipaksakan untuk digunakan

sebagai iringan ibadah dengan berbagai alasan. Masih banyak pemusik gereja

yang masih mempunyai pola pikir semacam ini terutama pada kalangan

Gereja Kristen Indonesia. Secara umum kejadian seperti ini terjadi pada gereja

atau tempat ibadah di kota kecil, dengan keterbatasan sumber daya manusia

yaitu kemampuan orang yang bermain musik, dimana teori-teori dasar musik

diabaikan mulai dari membaca notasi, menentukan harmoni sampai

menciptakan suasana lagu yang tepat.

Lagu yang digunakan dalam liturgi ibadah GKI tidak selalu lagu yang

bernuansa ceria dan senang, ada saatnya lagu yang bernuansa hening seperti

pengakuan dosa dan lagu untuk saat teduh. Untuk dapat menciptakan situasi

yang tepat seperti ini dibutuhkan kejelian dan pengetahuan seorang pemusik

akan lagu sehingga membutuhkan ilmu lebih dan waktu belajar yang cukup

lama, dan banyak pemusik mengabaikan hal ini sehingga mereka berpikiran

“yang penting bisa mengiringi saja” dengan modal pengetahuan yang kurang.

Sebagaimana masalah tersebut peneliti temukan di Gereja Kristen Indonesia

(GKI) Sragen, meskipun ibadah di gereja tersebut dapat berjalan dengan

lancar sebagaimana ibadah hari minggu biasanya namun di gereja ini masih

belum ada perkembangan dalam hal musik ibadahnya. Gereja Kristen

Indonesia Sragen menyelenggarakan dua kali ibadah yaitu pagi dan sore pada

setiap minggunya dengan rata-rata pengunjung sejumlah 110 orang yang

(19)

6

jemaat maupun simpatisan. Peribadatan di GKI sragen biasanya menggunakan

iringan musik sejenis rhyhtmbox yang berikutnya akan disebut dengan “style

iringan” hampir pada semua lagu yang dinyanyikan dalam sebuah ibadah.

Selain itu ibadah di GKI Sragen juga diiringi dengan piano atau organ saja

yang dimainkan secara manual oleh pemusik dengan menerapkan harmoni

klasik.

Penggunaan style iringan pada instrumen keyboard tidak dapat

disalahkan atau dibenarkan secara utuh, karena semuanya kembali kepada

kemampuan pemusiknya dalam mengelola sebuah alat musik untuk dapat

mengiringi dan menciptakan suasana yang nyaman kepada jemaat dalam

bernyanyi. Tetapi yang terjadi dalam peribadatan GKI Sragen, seringkali style

iringan yang digunakan kurang tepat dan kurang sesuai dengan suasana lagu.

Ketidaksesuaian tersebut oleh karena pemilihan jenis style musik yang kurang

sesuai dengan lagu, tempo yang terlalu cepat atau terlalu lambat, serta

pemilihan nada dasar lagu yang kurang tepat sehingga tidak nyaman untuk

dinyanyikan oleh jemaat. Musik iringan dengan menggunakan style iringan

dapat dirasakan manfaatnya secara positif yaitu saat menyanyikan lagu ibadah

yang bernuansa riang, ceria, sukacita, karena dalam program style keyboard

mirip seperti musicbox dimana dalam unsur musiknya terdapat suara dari

beberapa alat musik band yaitu drum set, bass gitar, dan gitar elektrik yang

telah dirangkum menjadi satu program style pada alat musik keyboard. Hal ini

(20)

7

sukacita akan lebih membantu untuk menciptakan suasana tersebut sehingga

jemaat dapat menghayati dan benar-benar merasakan suasana riang, ceria dari

lagu yang dinyanyikan. Penggunaan style iringan juga harus ada batasan

bahwa jenis style yang dipilih memiliki beat/ketukan yang lembut sehingga

tetap nyaman untuk didengarkan.

Pada jenis musik iringan lain yang digunakan dalam ibadah di GKI

Sragen adalah musik iringan dengan menggunakan piano dan organ yang

dimainkan secara manual oleh pemusik baik itu melodi, harmoni dan irama.

Piano dan organ juga sering digunakan untuk mengiringi peribadatan karena

organ merupakan alat musik yang awal penciptaannya memang diperuntukan

untuk musik gereja. Kedua alat musik tersebut mempunyai peran yang

berbeda dalam menciptakan sebuah iringan yaitu ada yang memainkan

melodi, akord, bass, menentukan irama iringan, dan memainkan improvisasi.

Peran tersebut harus dibagi dan dikoordinasikan dengan baik oleh pemusik

sehingga tidak ada peran yang saling bertabrakan antara piano dan organ.

Peribadatan di GKI Sragen menggunakan dua jenis musik iringan

yang berbeda seperti yang telah dijelaskan di atas. Meskipun terdapat jenis

musik iringan yang berbeda tetapi fungsi dan peran dasar yang harus

dilaksanakan oleh musik iringan dalam sebuah ibadah tetaplah sama. Iringan

berfungsi menentukan suasana dalam sebuah ibadah, membantu jemaat untuk

dapat menyanyikan lagu dengan baik, menolong jemaat untuk dapat

(21)

8

menyanyikan sebuah lagu. Sejauh ini belum pernah diadakan sebuah survey

kepada jemaat di GKI Sragen mengenai evaluasi musik iringan yang

digunakan dalam ibadah di GKI Sragen apakah sudah sesuai dengan

fungsinya dengan baik ataukah belum.

Dalam penelitian ini penulis ingin meneliti bagaimana tanggapan

jemaat yang beribadah di GKI Sragen menanggapi jenis musik iringan yang

digunakan dalam ibadah hari minggu di GKI Sragen, apakah sudah berfungsi

dengan baik sebagaimana fungsi sebenarnya dari musik iringan tersebut

ataukan belum berfungsi dengan baik.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka

masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Iringan musik yang tidak sesuai dengan suasana lagu membuat

suasana ibadah tidak khidmat.

2. Kurangnya wawasan pemusik dalam menguasai teknik

permainan dari alat musik yang dimainkan

3. Pemusik gerejawi yang masih mempunyai pola pemikiran ‘asal

bisa mengiringi orang bernyanyi’ dengan pengetahuan dasar

(22)

9

4. Lagu yang digunakan dalam ibadah GKI yang sebagian besar

berupa bentuk hymne lebih banyak diiringi dengan

menggunakan style iringan pada alat musik keyboard

5. Belum diketahui tanggapan jemaat terhadap peran dan fungsi

musik iringan yang digunakan dalam ibadah di GKI Sragen.

C. Batasan Masalah

Permasalahan yang dapat diidentifikasi berdasarkan latar belakang

masih sangat luas, sehingga perlu untuk dibatasi sehingga lebih terfokus.

Fokus masalah dalam penelitian ini adalah Persepsi Jemaat Terhadap Iringan

Musik dalam Ibadah di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sragen.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang telah dibatasi, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah Bagaiamanakah Persepsi Jemaat Terhadap Iringan

Musik dalam Ibadah di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sragen?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui dan mendeskripsikan persepsi jemaat terhadap iringan musik

(23)

10

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis

a. Bagi penulis dan pembaca, dapat menambah wawasan sejauh

mana tanggapan jemaat GKI Sragen terhadap jenis iringan

musik yang digunakan dalam ibadah.

b. Bagi peneliti lain, dapat dijadikan sebagai salah satu referensi

untuk penelitian berikutnya

2. Secara praktis

a. Bagi Gereja Kristen Indonesia Sragen, dapat menjadi bahan

evaluasi untuk perbaikan kualitas ibadah

b. Bagi pemusik gerejawi, dapat digunakan sebagai evaluasi

dalam hal cara mengiringi lagu ibadah yang berbentuk hymne

c. Bagi Gereja Kristen Indonesia Sragen, dapat mengetahui

(24)

11

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Persepsi

Secara etimologis, persepsi berasal dari kata perception (inggris)

berasal dari bahasa latin “percipere” yang artinya menerima atau mengambil

(Sobur, 2011:445). Persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono

(2000:94) adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk

memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan,

pendengaran, perabaan sebagainya). Sebaliknya, alat untuk memahaminya

adalah kesadaran atau kognisi. Sedangkan menurut Moskowitz dan Ogel

(Walgito, 2010:54) persepsi merupakan proses yang integrated dari individu

terhadap stimulus yang diterimanya. Dengan demikian dapat dikemukakan

bahwa persepsi itu merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian

terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga

merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang terintergrasi

dalam diri individu. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat dikatakan

persepsi dapat terjadi pada dirimanusia apabila ada stimulus atau rangsangan

berupa objek disekitar manusia tersebut kemudian ditangkap melalui indra

yang ada pada tubuh manusia dan menimbulkan tanggapan terhadap objek

(25)

12

merupakan bahan dasar untuk terjadinya sebuah proses persepsi, komponen

utama tersebut yaitu :

G. Seleksi adalah proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

H. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.

I. Tingkah laku sebagai reaksi.

Jadi proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi dan pembulatan terhadap informasi yang sampai yang dihasilkan oleh rangsangan dan menimbulkan sebuah reaksi dalam bentuk tingkah laku terhadap sebuah objek yang merangsang.

Proses persepsi dapat berupa tingkah laku dan pola pikir terhadap objek

yang merangsang. Setelah ketiga komponen tersebut lengkap maka proses

persepsi akan terjadi dengan beberapa syarat, syarat tersebut antara lain

sebagai berikut menurut Walgito (2010) :

3. Objek yang dipersepsi

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun sebagian besar stimulus datang dari luar individu.

4. Alat indera, syaraf dan pusat susunan syaraf

Alat indra merupakan alat untuk menerima stimulus, kemudian syaraf sensoris meneruskan ke pusat susunan syaraf (otak), sebagai pusat kesadaran. Serta diperlukan syaraf motoris sebagai alat untuk mengadakan respon.

5. Perhatian

(26)

13

Persepsi yang diberikan seseorang terhadap suatu objek yang

merangsangnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti diungkapkan oleh

Sobur (2011:460-462) :

a) Faktor fungsional

Faktor fungsional dihasilkan dari kebutuhan, suasana hati, pelayanan, pengalaman masa lalu seseorang individu.

b) Faktor struktural

Yaitu faktor yang timbul atau dihasilkan dan bentuk stimulasi dan efek netral yang ditimbulkan dari system syaraf individu.

c) Faktor situasional

Faktor ini banyak berkaitan dengan bahasa nonverbal. Petunjuk proksemik, petunjuk kinestik, petunjuk wajah, dan petunjuk paralinguistic adalah beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi

d) Faktor personal

Terdiri atas pengalaman, motivasi, kepribadian.

Dari teori yang telah dikemukakan oleh para ahli dapat ditarik

kesimpulan bahwa persepsi merupakan sebuah proses yang berawal dari

perangsangan objek berupa audio maupun visual baik yang bergerak maupun

tidak bergerak yang kemudian ditangkap oleh alat indra manusia untuk

diteruskan ke otak melalui syaraf, kemudian menimbulkan sebuah reaksi baik

dalam bentuk tindakan maupun penilaian terhadap suatu objek. Persepsi dapat

terjadi apabila semua komponen dan syarat telah lengkap dan saling berkaitan

antara satu dengan yang lain. Kemudian persepsi yang dihasilkan oleh setiap

manusia dapat berbeda meskipun dirangsang oleh objek yang sama karena

(27)

14

2. Jemaat

Kata ‘jemaat’ yang dalam masyarakat umum dikenal dengan kata

‘jamaah’ memiliki arti ‘sehimpunan umat’ menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI). Apabila masyarakat umum dan dalam agama Islam

menyebut ‘sehimpunan umat’ dengan kata ‘jamaah’, maka dalam agama

nasrani baik itu Kristen Protestan atau Katolik Roma menyebut kata

‘sehimpunan umat’ tersebut dengan kata ‘jemaat’, tetapi keduanya memiliki

arti dan maksud yang sama yaitu sehimpunan umat beragama atau

sehimpunan umat yang sedang melaksanakan Ibadah.

Hakekat jemaat secara empirik menurut Tampake (2009) adalah :

Sebuah perkumpulan orang-orang yang mengaku percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka. Perkumpulan ini mempunyai sistemnya tersendiri yang mengatur bagaimana mereka harus berhubungan satu dengan yang lain dan bagaimana mereka harus menjalankan visi dan misi perkumpulan mereka. Dalam hal inilah dikenal sistem organisasi kegerejaan dan struktur kepemimpinan yang berlaku di dalam gereja.

Sedangkan menurut teologi Kristen yang mengacu pada alkitab yang

merupakan kitab suci umat Kristen, kata jemaat berasal dari bahasa yunani

yaitu kata 'Ekklesia'yang berarti sekumpulan orang yang dipanggil keluar.Kata

ekklesia dapat dimaknai dengan sekumpulan orang yang dipanggil keluar dari

pekerjaan mereka dan perbuatan dosa untuk bersekutu menghadap Tuhan

(28)

15

Dalam buku tata gereja dan tata laksana Gereja Kristen Indonesia

(2009) pasal 1 ayat 2a disebutkan bahwa jemaat adalah wujud kesatuan GKI

yang hadir dan melaksanakan misinya di wilayah tertentu dan merupakan

persekutuan dari keseluruhan anggota di wilayah itu. Jemaat merupakan

lingkup terkecil dari struktur organisasi Gereja Kristen Indonesia (GKI). Jadi

kata jemaat dapat digunakan untuk menyebut sebuah gereja yang berada pada

suatu wilayah tertentu. Sebuah gereja dapat terbentuk karena adanya

persekutuan dari beberapa orang yang percaya dan mempunyai kesamaaniman

tentang siapa penciptanya.Sedangkan beberapa orang yang bersekutu tersebut

disebut dengan anggota jemaat. Dalam GKI, anggota jemaat dibedakan

menjadi 2 seperti yang tercantum dalam buku tata gereja dan tata laksana GKI

(2009) Pasal 8 ayat 1 yaitu :

a. Anggota baptisan,yaitu anggota GKI yang telah menerima baptisan kudus anak

b. Anggota sidi / dewasa, yaitu anggota GKI yang telah menerima baptisan kudus dewasa atau anggota baptisan yang telah menerima pelayanaan pengakuan percaya / sidi.

Seseorang dapat dikatakan sebagai anggota jemaat dari suatu gereja

apabila orang tersebut telah diterima dan terdaftar oleh gereja yang

bersangkutan dengan mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh sinode GKI.

3. Musik

Musik merupakan bahasa universal karena musik dapat

(29)

16

pendapat Jamalus (1988 : 1) musik adalah suatu hasil karya seni berupa

bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi yang mengungkapkan pikiran dan

perasaan penciptanya melalui unsur-unsur pokok musik yaitu irama, melodi,

harmoni, dan bentuk atau struktur lagu serta ekspresi sebagai suatu kesatuan.

Sedangkan menurut Pono Banoe dalam bukunya yang berjudul kamus musik

(2003:288) menjelaskan bahwa musik merupakan cabang seni yang

membahas dan menetapkan berbagai suara ke dalam pola-pola yang dapat

dimengerti dan dipahami oleh manusia.

Jamalus (1988) mengungkapkan unsur-unsur pokok musik yaitu

irama, melodi, harmoni, dan bentuk atau struktur lagu. Sebuah karya musik

dapat diciptakan dan dinikmati apabila didalamnya terdapat semua unsur

tersebut.

a. Irama

Menurut Pono Banoe (2003:198) irama merupakan pola ritme tertentu

yang dinyatakan dengan nama. Sedangkan menurut Jamalus (1988:7) irama

adalah urutan rangkaian gerak yang menjadi unsur dalam sebuah musik.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Irama yaitu gerakan berturut-turut

secara teratur; turun naik lagu (bunyi dan sebagainya) yang beraturan;

ritme. Bagian terpenting dari irama adalah ritme / ketukan, jadi dapat

disimpulkan irama adalah ketukan yang teratur sehingga memunculkan

(30)

17

musik. Contoh style musik antara lain mars, waltz, bossanova, pop, ballad,

slowrock, jazz dan lain sebagainya.

b. Melodi

Definisi melodi menurut Jamalus (1988:16) adalah susunan rangkaian

nada (bunyi dengan getaran teratur) yang terdengar berurutan serta

berirama dan mengungkapkan suatu pikiran dan perasaan. Melodi dapat

juga dikatakan sebagai rangkaian dari beberapa nada atau sejumlah nada

yang berbunyi atau dibunyikan secara berurutan (Soeharto, 1992:1). Unsur

utama yang ada pada melodi adalah suara yang mempunyai kecepatan

getaran yang teratur dan disusun dari beberapa buah sehingga

menimbulkan gerakan naik dan turun yang disebabkan perbedaan frekuensi

getaran tersebut.Satuan getaran yang digunakan untuk mengukur kecepatan

sebuah bunyi disebut satuan Hertz (Hz). Melodi tidak hanya terdiri dari

nada yang bergetar yang mempunyai tinggi rendah tertentu, tetapi juga

mempunyai durasi yaitu harga nada yang menentukan seberapa lama nada

tersebut dibunyikan.

c. Harmoni

Definisi harmoni menurut Jamalus (1988:30) adalah bunyi gabungan

dua nada atau lebih, yang berbeda tinggi rendahnya dan dibunyikan secara

serentak, dasar dari panduan nada tersebut ialah trinada. Harmoni adalah

selaras, sepadan, bunyi serentak serta harmoni yaitu pengetahuan tentang

(31)

18

akord (Kodijat, 1986:32). Berdasarkan pendapat para ahli di atas, konsep

harmoni pada dasarnya merupakan gabungan dari beberapa nada berbeda

yang dibunyikan secara bersama-sama atau secara umum disebut sebagai

akord. Berikutnya harmoni dikatakan sebagai gerakan beberapa akord

berbeda yang mempunyai hubungan dari masing-masing akord tersebut

atau disebut dengan progresi atau gerakan akord.

4. Struktur Lagu

Selain melodi, irama, dan harmoni, unsur musik juga terdapat struktur

lagu yang di dalamnya melibatkan unsur musik yang lain seperti melodi,

irama, harmoni yang merupakan rangka dari sebuah lagu. Struktur lagu

tersebut terdiri dari beberapa komponen yaitu motif, frase dan kalimat:

1) Motif : motif merupakan bagian terkecil dalam sebuah struktur

lagu yang biasanya terdiri dari 2-4 birama. Motif terbentuk dengan

melibatkan unsur musik yang lain seperti nada, ritme dan harmoni

(Prier:2014)

2) Frase : frase adalah rangkaian dari beberpa motif yang

digabungkan (Prier:2014). Frase biasanya terdiri sekitar 4-8

birama yang di dalamnya berisi beberapa motif yang sama atau

berbeda. Frase dibedakan menjadi 2 yaitu frase anteseden / frase

tanya yang terdapat pada tengah lagu dan cirri-cirinya diakhiri

(32)

19

konsekuen / frase jawab yang terdapat pada akhiran lagu dan

diakhiri dengan akor I sesuai dengan tonika lagu.

3) Kalimat : Prier (2014:47) menjelaskan kalimat adalah melodi

sejumlah 8-16 birama yang berisikan dari beberapa frase yang

membentuk suatu kesatuan dan diakhiri dengan jelas.

4. Musik Ibadah

Musik ibadah atau dapat juga disebut musik gerejawi muncul pertama

kali pada jaman abad pertengahan (375-1400) dengan bentuk musik monofoni

yaitu musik gregorian, musik vokal dengan satu suara tanpa iringan (Prier,

1991:86). Karena saat itu musik vokal masih berbentuk satu suara maka

belum dikenal istilah harmoni, tetapi hanya menggunakan modalitas/tangga

nada pada jaman musik yunani. Menurut Prier (1991), bentuk musik gregorian

dibagi menjadi empat, yaitu accentus (nyanyian yang syairnya diambil dari

kitab mazmur), concentus (nyanyian non-resitatif), bentuk baru lagu gregorian

(mulai abad 10 dengan memasukan unsur duniawi kedalam karya musik),

drama liturgi (pada masa perayaan tertentu). Semua bentuk musik tersebut

digunakan dalam liturgi peribadatan umat katolik/misa.

Musik ibadah pada gereja kristen protestan mulai muncul pada musik

vokal di Jerman dengan tokohnya yaitu Martin Luther yang juga tokoh besar

reformasi agama kristen protestan. Prier (1991:68) menjelaskan bahwa salah

(33)

20

jemaat pada ibadat dengan bernyanyi bersama. Seperti yang telah diketahui

sebelumnya awal munculnya musik gereja dikalangan gereja katolik,

nyanyian dalam liturgi baik itu mazmur dan nyanyian non-resitatif hanya

dinyayikan oleh seorang penyanyi/solis pada jaman musik gregorian dan

setelah jaman itu musik gereja hanya dinyanyikan oleh sekelompok paduan

suara karena telah berkembang juga teori harmoni, maka Marthin Luther

memperjuangkan reformasi gereja untuk jemaat turut dilibatkan dalam

nyanyian ibadah. Karena konteks liturgi dalam agama kristen seperti yang

dikemukakan oleh Juswantori (2005) adalah kegiatan peribadahan dimana

seluruh anggota jemaat terlibat secara aktif dalam pekerjaan bersama untuk

menyembah dan memuliakan nama Tuhan, berdasarkan pernyataan tersebut

maka tidak ada seorangpun pengunjung ibadah yang pasif dan seolah-olah

hanya menjadi penonton saja. Hal tersebut juga berlaku pada nyanyian ibadah

yang merupakan salah satu mata rantai liturgi yang tidak terpisahkan, adapun

fungsi dan peran nyanyian ibadah tersebut antara lain memberi

bobot/mempertajam pengungkapan makna melalui syair lagu, memberi

kesempurnaan penghayatan ibadah melalui keutuhan, kekhidmatan dan

kesucian ibadah (Sumardiyono:2009). Selain itu reformasi yang dilakukan

oleh Marthin Luther dalam hal nyanyian ibadah adalah musik gereja harus

menggunakan bahasa setempat disamping bahasa Latin, serta Luther

(34)

21

menggunakan teks baru yang diadaptasi dari sajak religius (Komisi Liturgi,

2012:9)

a. Fungsi dan Peran Nyanyian Ibadah

Nyanyian ibadah dapat dimainkan dengan hanya instrumen saja

dengan tujuan untuk menghantarkan umat masuk dalam suasana ibadah yang

khidmat dan tenang, tetapi pada bagian yang lebih penting nyanyian ibadah

harus melibatkan umat untuk turut menyanyikan atau lebih disebut nyanyian

jemaat. Bentuk dari iringan musik ibadah tidaklah harus meriah layaknya

sebuah konser tetapi sederhana dan dapat membawa umat turut bernyanyi

secara nyaman (Prier:2012). Apabila jemaat dapat turut aktif bernyanyi dan

menikmati musik iringan maka jemaat juga akan dapat menghayati makna

syair dalam nyanyian dengan benar.

b. Klasifikasi Nyanyian Ibadah

Menurut Komisi Musik dan Liturgi GKI (2012:15) nyanyian ibadah

adalah bagian dari musik gereja yang dinyanyikan bersama-sama oleh seluruh

umat didalam ibadah, nyanyian ibadah dapat juga disebut dengan nyanyian

jemaat. Gereja Kristen Indonesia saat ini menggunakan 3 buah buku lagu

untuk digunakan dalam nyanyian jemaat dalam peribadatan mereka, 3 buku

lagu tersebut antara lain Kidung Jemaat (KJ), Nyanyikanlah Kidung Baru

(NKB), dan Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ) dimana ketiga buku tersebut

diterbitkan oleh Yayasan Musik Gereja (YAMUGER) dan untuk jemaat

(35)

22

Berdasarkan sifatnya, nyanyian ibadah dibagi menjadi 2 seperti yang

diungkapkan Komisi Musik(2012:33)

a. Ordinarium, yaitu nyanyian yang bersifat tetap, tidak berubah dalam segala tema ibadah yang digunakan.

b. Proprium, yaitu nyanyian yang selalu berubah karena disesuaikan dengan tema ibadah tergantung pada situasi dan kondisi yang dialami oleh gereja.

Dalam liturgi ibadah Gereja Kristen Indonesia, contoh dari lagu ordinarium

adalah Amin, Haleluya, dan Haleluya Amin. Sedangkan contoh untuk lagu

proprium sangat banyak tergantung pada tema ibadah yang digunakan.

c. Unsur nyanyian ibadah

Ada beberapa unsur yang wajib dipahami oleh seorang pemusik yang

dalam hal ini mengiringi nyanyian jemaat dalam sebuah ibadah. Komisi

musik dan liturgi GKI (2012) menjelaskan unsur-unsur tersebut antara lain :

1) Tempo : cepat atau lambatnya sebuah lagu tersebut dinyanyikan.

Biasanya tanda tempo menggunakan simbol MM, sebagai contohnya

MM=100, artinya dalam 1 menit terdapat 100 ketukan (Komisi Musik,

2012:46). Tidak semua lagu yang digunakan dalam liturgi mempunyai

tempo yang sama, tergantung dari makna syair lagu tersebut dan pesan

apa yang akan disampaikan dalam sebuah lagu untuk kemudian

menentukan cepat atau lambatnya sebuah nyanyian jemaat.

2) Frasering : frasering dapat juga disebut dengan pengalimatan, yaitu

(36)

23

yang terkandung pada nyanyian jemaat dapat tersampaikan dengan baik

apabila pemenggalan kalimatnya tepat. Peran pemusik pada bagian ini

adalah memberikan kesempatan pada jemaat untuk mengambil nafas

selama bernyanyi dengan tujuan jemaat tidak terengah-engah dan lagu

tidak menjadi monoton (Komisi Musik, 2012:46). Dengan frasering yang

benar, nyanyian jemaat akan lebih hidup dan jemaat akan bernyanyi

dengan nyaman.

3) Tonalitas dan Modalitas : tonalitas dan modalitas sangat erat

hubungannya dengan tangga nada/nada dasar pada sebuah lagu. Prier

(2014:217) dalam bukunya yang berjudul kamus musik menjelaskan

tonalitas adalah istilah untuk sistem hubungan nada dan akor dalam musik

mayor-minor (tonal) barat. Tonalitas dibedakan menjadi 2 yaitu mayor

diawali nada do/1, dan minor yang diawali dengan nada la/6, yang

dimana pada masing-masing tonalitas baik mayor atau minor akan

mempunyai progresi akord yang berbeda. Tonalitas minor dibagi menjadi

4 yaitu minor asli, minor harmonis, minor melodis, dan minor zigana.

Modalitas adalah rumusan modus tertentu, misal tangga nada pentatonis

serta tangga nada gereja (Komisi Musik, 2012:48). Jika dalam tonalitas

jumlah nada asli yang digunakan berjumlah 7, maka dalam modalitas

belum tentu menggunakan semua ketujuh nada tersebut, melainkan hanya

beberapa nada saja yang digunakan. Dalam modalitas juga tidak

(37)

24

melalui interval disonan dan konsonan menggunakan ilmu kontrapung

(Prier,2014:118). Contoh dari modalitas adalah susunan nada yang

digunakan dalam gamelan jawa atau disebut dengan pentatonis jawa, laras

slendro hanya menggunakan 5 nada saja yaitu 1-2-3-5-6 sedangkan pada

laras pelog menggunakan 5 nada juga dengan susunan 3-4-5-7-1

(Prier,2014)

d. Iringan Nyanyian Ibadah

Pemusik ibadah sebagai wakil umat, istilah ini dipakai oleh Prier

dalam bukunya ‘Roda Musik Liturgi’ untuk menjelaskan bahwa

pemusik/organis tidak hanya memberi warna dalam nyanyian jemaat tetapi

juga harus turut bernyanyi untuk mengungkapkan pesan yang terkandung

dalam nyanyian. Jika sang pemusik sendiri tidak memahami pesan yang

terkandung dalam lagu karena cara mengiringi yang kurang sesuai bagaimana

orang lain dapat memaknai pesan lagu yang dinyanyikan. Tugas seorang

organis tidak hanya menciptakan suasana ibadah yang khidmat tetapi juga

membantu jemaat agar dapat bernyanyi dengan nyaman. Komisi Musik dan

Liturgi GKI menekankan pentingnya pemberian intro, interludium, preludium,

dan postludium oleh pemusik dalam mengiringi nyanyian jemaat yang terdiri

dari beberapa bait dalam satu lagu.

1) Intro : intro adalah cara untuk memperkenalkan lagu, tinggi nada, tempo,

(38)

25

tinggi nada dan tempo yang sama (Komisi Musik, 2012:50). Intro

berperan penting agar umat tidak ragu-ragu dalam inseting/memulai

bernyanyi pada sebuah lagu. Intro pada umumnya berjumlah antara 4-8

birama yang berasal dari akhir lagu.

2) Interludium : adalah melodi yang menghubungkan antara satu bait dengan

bait berikutnya dalam sebuah lagu. Interludium digunakan dengan

melihat syair dan makna dari antar bait lagu, apabila makna dari satu bait

ke bait berikutnya masih berkaitan maka interludium tidak perlu

digunakan agar pesan yang tersirat melalui syair lagu dapat dimaknai oleh

umat sepenuhnya.

3) Coda : coda merupakan ekor atauh akhiran dari sebuah lagu, coda dapat

berupa permainan musik secara instrumental atau syair yang terdapat

pada akhir nyanyian yang dinyanyikan secara berulang. Jika dimainkan

secara instrumental coda dapat diambil dari 2-4 birama akhir lagu tetapi

dapat juga dimainkan dengan improvisasi yang sedikit berbeda baik itu

improvisasi melodi, harmoni, dan ritme.

Struktur lagu yang digunakan dalam nyanyian ibadah di GKI adalah

sebagai berikut :

Gambar 1. Struktur Lagu Pada Nyanyian Jemaat

(39)

26

Dalam mengiringi sebuah nyanyian jemaat musik iringan pertama kali

memainkan intro yang merupakan pengenalan lagu kepada jemaat, intro

dimainkan dengan jiwa, irama, dan tempo yang tepat sesuai dengan karakter

lagu (Prier:2014). Pada umumnya tempo diambil sejumlah 2-8 birama pada

awal lagu dan pada akhir lagu. Setelah intro selesai dimainkan jemaat

memulai menyanyikan nyanyian sesuai dengan susunan lagu yang biasanya

dimulai dari bait, pada bagian ini pemusik tidak terlalu menonjolkan

permainanya agar suara jemaat dapat terdengar dengan jelas. Ada nyanyian

jemaat yang memiliki bagian reffrain dalam susunan lagunya, reffrain

biasanya terdapat setelah bait dinyanyikan dapat berfungsi sebagai

kesimpulan atau makna inti dari nyanyian tersebut (Prier:2014). Pada bagian

reffrain pemusik diperbolehkan mengubah sedikit gaya iringannya untuk

memberi variasi dalam nyanyian jemaat. Apabila nyanyian jemaat akan

dinyanyikan lebih dari satu kali atau lebih dari satu bait maka diperlukan

interlude yang merupakan permainan musik secara instrumentalyang berada

pada antar bait nyanyian. Interlude biasanya diambil sejumlah 2-4 birama

pada akhir lagu. Nyanyian jemaat ditutup oleh bagian yang disebut coda /

ekor lagu. Pentingnya penggunaan coda adalah untuk melengkapi sebuah

keutuhan nyanyian jemaat sehingga jika syair lagu terakhir selesai

dinyanyikan maka lagu tidak langsung berhenti begitu saja, tetapi diakhiri

dengan permainan musik iringan yang menggambarkan bahwa nyanyian

(40)

Penentuan nada dasar sebenarnya sudah dituliskan pada setiap lagu yang

akan dinyanyikan, nada dasar tersebut sudah disesuaikan oleh YAMUGER

yang merupakan penerbit buku nyanyian yang digunakan dalam peribadatan

dengan ambitus suara umat pada umumnya. Apabila nada dasar yang sudah

ditetapkan oleh buku masih kurang nyaman untuk dinya

pemusik diijinkan merubah nada dasar tersebut tetapi tidak boleh terlalu jauh

dari nada dasar asli yang sudah ditetapkan. Perlu diketahui oleh setiap

pemusik gerejawi bahwa ambitus umat pada umumnya berada pada nada a

sampai nada d2.

e. Alat Musik Pengiring Ibadah

Penggunaan teknik iringan oleh pemusik tergantung pada alat musik

yang digunakan dan karakteristik alat musik tersebut.

1) Electone: merupakan

elektrik. Electone

saat ini dikalangan gereja katolik. Alat musik ini pendahulunya adalah

organ pipa yang sumber suaranya berasal dari pipa

tekanan angin (Prier, 2014

megah dan menggelegar dengan nada panjang, pilihan suara yang biasa Penentuan nada dasar sebenarnya sudah dituliskan pada setiap lagu yang

inyanyikan, nada dasar tersebut sudah disesuaikan oleh YAMUGER

yang merupakan penerbit buku nyanyian yang digunakan dalam peribadatan

dengan ambitus suara umat pada umumnya. Apabila nada dasar yang sudah

ditetapkan oleh buku masih kurang nyaman untuk dinyanyikan jemaat, maka

pemusik diijinkan merubah nada dasar tersebut tetapi tidak boleh terlalu jauh

dari nada dasar asli yang sudah ditetapkan. Perlu diketahui oleh setiap

pemusik gerejawi bahwa ambitus umat pada umumnya berada pada nada a

Gambar 2. Ambitus Suara Jemaat Untuk bernyanyi

Alat Musik Pengiring Ibadah

Penggunaan teknik iringan oleh pemusik tergantung pada alat musik

yang digunakan dan karakteristik alat musik tersebut.

merupakan pengembangan dari alat musik organ dalam bentuk

Electone biasa digunakan untuk mengiringi sebuah ibadah

saat ini dikalangan gereja katolik. Alat musik ini pendahulunya adalah

organ pipa yang sumber suaranya berasal dari pipa-pipa yang mendapat

tekanan angin (Prier, 2014:142). Karakteristik dari alat musik ini adalah

megah dan menggelegar dengan nada panjang, pilihan suara yang biasa 27

Penentuan nada dasar sebenarnya sudah dituliskan pada setiap lagu yang

inyanyikan, nada dasar tersebut sudah disesuaikan oleh YAMUGER

yang merupakan penerbit buku nyanyian yang digunakan dalam peribadatan

dengan ambitus suara umat pada umumnya. Apabila nada dasar yang sudah

nyikan jemaat, maka

pemusik diijinkan merubah nada dasar tersebut tetapi tidak boleh terlalu jauh

dari nada dasar asli yang sudah ditetapkan. Perlu diketahui oleh setiap

pemusik gerejawi bahwa ambitus umat pada umumnya berada pada nada a

Gambar 2. Ambitus Suara Jemaat Untuk bernyanyi

Penggunaan teknik iringan oleh pemusik tergantung pada alat musik

organ dalam bentuk

biasa digunakan untuk mengiringi sebuah ibadah pada

saat ini dikalangan gereja katolik. Alat musik ini pendahulunya adalah

pipa yang mendapat

:142). Karakteristik dari alat musik ini adalah

(41)

28

digunakan dalam penggunaan alat musik electone adalah strings dan pipe

organ. Alat musik ini dimainkan dengan kedua tangan dan kaki yang

semuanya turut aktif berperan, pada tangan kanan memainkan melodi

utama lagu (cantus firmus) tangan kiri memainkan blocking chord dengan

letak papan nada yang berbeda, kaki kiri aktif memainkan bas pada

bilah-bilah nada yang terdapat pada bagian bawah, sedangkan kaki kanan

berperan mengatur pedal volume.

2) Piano : sebuah alat musik akustik yang sumber bunyinya berasal dari senar

yang dipukul oleh hammer/pemukul yang terbuat dari kayu, piano

merupakan penyempurnaan dari alat musik harpsichord dan cembalo yang

mulai muncul pada jaman barok. Karakteristik alat musik ini dapat

memainkan melodi, akor dan juga bass. Karakteristik alat musik piano

untuk mengiringi nyanyian yaitu memberikan ketukan yang jelas, sehingga

tempo lagu tetap terjaga. Piano juga menentukan rhytm dari sebuah lagu

(Komisi Musik, 2012:64). Saat ini piano telah dikembangkan dengan cara

lebih modern yaitu piano digital yang dihasilkan melalui listrik sehingga

perawatannya tidak serumit piano akustik.

3) Keyboard : alat musik keyboard adalah hasil dari modernisasi dari semua

alat musik, karena hampir semua jenis suara yang dihasilkan alat musik

dapat ditirukan oleh keyboard. Bentuk dari alat musik ini adalah terdapat

bebeapa papan nada sama seperti piano dan organ tetapi di atasnya terdapat

(42)

29

monitornya. Alat musik ini menggunakan listrik sebagai sumber daya dan

didalamnya terdapat program seperti komputer yang dapat menjalankan

perintah pemain secara otomatis dengan hanya menekan salah satu tombol.

Keyboard menjadi pilihan utama hampir disemua gereja karena fleksibilitas

fungsi dari alat tersebut, disamping harganya yang relatif terjangkau

apabila dibandingan dengan alat musik akustik lainnya. Beberapa gereja

menggunakan alat musik keyboard untuk menggantikan alat musik organ

atau piano karena pertimbangan harga dan perawatan. Teknik

permainanpun juga dapat mengikuti teknik permainan organ dan piano

yaitu selain dapat sebagai chord blocking, keyboard juga dapat memainkan

melodi bahkan melodi+chord blocking (Komisi Musik, 2012:80) dan cara

ini masih relatif berhasil untuk menciptakan suasana ibadah dan mengiringi

nyanyian umat agar suasana ibadah tetap khidmat. Namun ada juga yang

menggunakan keyboard untuk mencari kemeriahannya melalui fitur style

keyboard. Style iringan merupakan fitur keyboard berupa iringan otomatis

yang berbentuk irama musik tertentu yang terdiri dari beberapa alat musik

(Prier,2012:196). Penggunaan fitur ini cenderung lebih mudah untuk

dipelajari, dimainkan, dan pastinya memberikan suasana yang lebih meriah

apabila dibandingkan dengan iringan alat musik organ dan piano karena

instrumen keyboard dapat memainkan beberapa alat musik secara

bersamaan. Tetapi kemeriahan bukanlah suasana yang dibutuhkan untuk

(43)

30

Komisi Musik dan liturgi menjelaskan peran rhythmbox atau style iringan

dalam sebuah musik iringan ibadah harus diminimalisir.

Ingatlah bahwa musik gereja tidak sama dengan musik yang lain. Dalam mengiringi jemaat penggunaan rhythmbox (style iringan) harus dihindari karena membuat nyanyian menjadi mati. Rhythmbox (style iringan) adalah mesin yang tidak memiliki nafas, padahal manusia selalu bernafas dan dalam menyanyi kita harus mengambil nafas. Rhythmbox (style iringan) membuat nyanyian menjadi mati karena seperti komidi putar yang terus menerus mengulang tanpa titik atau koma (2012:59).

Senada dengan Komisi Musik dan Liturgi, Prier dalam bukunya roda

musik liturgi (2012:197) juga menentang penggunaan fitur rhythm pada

keyboard (style iringan) untuk mengiringi nyanyian ibadah. Menurutnya

fitur tersebut lebih tepat untuk hiburan dalam konteks musik sekuler,

sedangkan musik gerejawi diciptakan untuk berkomunikasi dengan Tuhan

bukan untuk hiburan. Selain itu nyanyian gerejawi identik dengan

penghayatan dan penjiwaan sehingga menimbulkan dinamika yang

beragam seperti keras, lembut, perlahan menjadi cepat, dll yang semuanya

itu tidak dapat dilakukan oleh style iringan.

B. Penelitian Yang Relevan

Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh untuk kemudian

dijadikan acuan untuk melaksanakan penelitian ini adalah:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Kristian Satriyo Arwanto dari Fakultas

(44)

31

Musik Iringan & Pemandu Nyanyian Jemaat dalam Ibadah di Gereja

Kristen Jawa Wonosobo”, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan

bagaimana peran musik iringan dan pemandu nyanyian jemaat dalam

sebuah ibadah untuk dapat menghantarkan umat menghayati jalannya

ibadah dengan benar. Hasil dari penelitian ini adalah adanya keterikatan

antara musik dengan ibadah hari minggu, dimana musik dan pemandu

nyanyian jemaat harus benar-benar menguasai nyanyian sebelum bertugas

serta dibutuhkan variasi iringan musik agar tidak monoton. Peneliti

menggunakan penelitian tersebut untuk dijadikan acuan karena

peribadahan di Gereja Kristen Jawa (GKJ) dan Gereja Kristen Indonesia

(GKI) mempunyai denominasi gereja yang sama, sehingga liturgi ibadah

termasuk buku nyanyian yang digunakan dalam ibadah serta iringan musik

yang digunakan dalam ibadah setidaknya memiliki karakter yang sama.

2. Penelitian berikutnya yang dijadikan acuan oleh peneliti adalah penelitian

yang dilakukan oleh Wahyu Hidayati dari Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul “Persepsi Mahasiswa

Pendidikan Seni Musik UNY Terhadap Musik Keroncong”, penelitian ini

bertujuan mengetahui sejauh mana persepsi Mahasiswa Seni Musik UNY

terhadap musik keroncong dengan pendekatan kuantitatif dan instrumen

penelitian yang digunakan adalah angket yang kemudian diolah untuk

menarik kesimpulan. Hasil dari penelitian ini adalah mahasiswa Pendidikan

(45)

32

keroncong, minat mereka masih tinggi untuk mempelajari musik

keroncong serta perlunya pelestarian musik keroncong agar tetap bersaing

dengan musik lainnya. Peneliti menggunakan penelitian ini untuk acuan

menulis sistematika dalam penelitian, dan penyusunan angket untuk

mengetahui persepsi dari sumber data tentang variabel yang diteliti.

C. Kerangka Berpikir

Persepsi merupakan proses pengorganisasian berupa penilaian yang

dilakukan manusia melalui alat indra yang mendapat rangsangan dari sebuah

objek. Persepsi dapat terjadi jika alat indra yang ada pada manusia berfungsi

dengan normal karena persepsi dapat masuk melalui semua indra pada tubuh

manusia yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman, dan peraba. Hasil dari

persepsi dapat berupa pola pikir dan tingkah laku untuk menilai objek yang

merangsang manusia tersebut.

Jemaat dalam sistem organisasi gereja dapat dikatakan juga sebagai

pengunjung ibadah. Pengunjung ibadah dibagi menjadi dua kategori yaitu

anggota jemaat gereja setempat dan simpatisan dari gereja lain yang secara

kebetulan sedang beribadah di suatu gereja. Dalam penelitian ini jemaat yang

dimaksudkan adalah pengunjung kebaktian hari minggu di Gereja Kristen

Indonesia Sragen baik anggota jemaat setempat maupun simpatisan dalam

ibadah hari minggu pukul 07:00 dan 17:00. Pada masing-masing jam ibadah

(46)

33

iringi dengan hanya suara piano dan organ saja yang dimainkan secara manual

oleh pemusik, sedangkan ibadah sore bentuk iringan musik menggunakan

style iringan yang merupakan program yang terdapat pada alat musik

keyboard yang dapat menghasilkan suara seperti band atau jenis musik

tertentu yang berbentuk jenis iringan otomatis.

Iringan musik ibadah adalah cara mengiringi nyanyian dalam ibadah

dengan menggunakan alat musik serta jenis iringan yang dipakai apakah

sudah tepat dengan lagu yang diiringi baik itu tepat secara suasana lagu

maupun secara teknik teori iringan, sehingga jemaat dapat bernyanyi dengan

baik dan memaknai lagu yang dinyanyikan. Karena dalam peribadatan umat

Kristen nyanyian ibadah berperan sangat penting dalam membangun iman

jemaat dan mempunyai porsi yang besar dalam liturgi peribadatan.

Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana persepsi

pengunjung ibadah di GKI Sragen terhadap dua jenis iringan musik yang

selama ini digunakan dalam ibadah yaitu jenis iringan yang hanya

menggunakan suara piano / organ saja yang diiringi secara manual oleh

pemusik dan jenis iringan yang menggunakan style iringan apakah sudah

berperan dengan baik dan dapat membantu jemaat bernyanyi dengan benar

serta dapat membuat jemaat menghayati makna lagu atau justru membuat

jemaat merasa tidak nyaman dalam bernyanyi sehingga tidak bisa menghayati

(47)

34

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Pada penelitian ini, pendekatan penelitian yang digunakan oleh peneliti

adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode penelitian survey.

Sedangkan hasil dari penelitian ini dalam bentuk deskriptif melalui olah data

dari angket. Menurut Sugiyono dalam Darmawan (2013) penelitian deskriptif

adalah "penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variable mandiri,

baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan atau

menghubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lain". Instrumen

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket yang kemudian

akan diteliti secara kuantitatif (angka) untuk dapat mengetahui kecenderungan,

perilaku, atau opini dari suatu populasi. Hal ini dilakukan untuk mencapai

tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui persepsi jemaat GKI Sragen

terhadap iringan musik dalam ibadah.

B. Variabel Penelitian

Menurut Arikunto (2010: 161) variabel penelitian adalah obyek

penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel

(48)

35

terhadap iringan musik ibadah di GKI Sragen. Adapun definisi Dari variabel

tunggal adalah variabel yang hanya mengungkapkan satu variabel untuk

dideskripsikan unsur-unsur atau faktor-faktor di dalam setiap gejala yang

termasuk variabel tersebut (Nawawi, 2006 : 45).

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Gereja Kristen Indonesia Sragen dalam

ibadah hari minggu pukul 07:00 dan 17:00 yang telah dilaksanakan pada

bulan September-November 2015.

D. Populasi dan Sampel penelitian

Menurut Hasan (Hidayati, 2014) pengertian populasi adalah semua

objek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu. Berdasarkan

pernyataan di atas, populasi dari penelitian ini adalah anggota jemaat Gereja

Kristen Indonesia Sragen berjumlah 316 orang dengan rincian jumlah

anggota dewasa 241 orang dan jumlah anggota anak 75 orang, sumber data

diperoleh peneliti berdasarkan data yang dimiliki bagian tata usaha Gereja

Kristen Indonesia Sragen.

Menurut Deni (2013:138) sampel terdiri atas subjek penelitian

(responden) yang menjadi sumber data yang terpilih dari hasil teknik

(49)

36

peneliti dalam penelitian ini adalah teknik kuota sampling. Teknik kuota

sampling adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang

mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan

(Sugiyono 2011:67). Sampel penelitian yang akan digunakan peneliti untuk

mendapatkan data adalah pengunjung dewasa pada ibadah rutin hari minggu

pukul 07:00 dan 17:00. Rata-rata jumlah pengunjung dewasa dalam 3 bulan

terakhir dengan 2 kali jam ibadah adalah 100 orang, data ini telah divalidasi

oleh majelis jemaat GKI Sragen dalam persidangan Majelis Jemaat yang

rutin dilaksanakan satu bulan sekali. Karena jumlah pengunjung ibadah

fluktuatif dan tidak bisa diprediksi setiap minggunya, maka penulis

menetapkan kuota sampel yang akan digunakan sebagai data penelitian

sejumlah 80 orang jemaat dewasa baik itu anggota maupun simpatisan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Kualitas hasil dari sebuah penelitian dipengaruhi oleh dua hal utama,

seperti yang disampaikan oleh Sugiyono (2012), dua hal tersebut adalah

kualitas instrumen penelitian yang berhubungan dengan validitas dan

reliabilitas, hal yang kedua adalah teknik pengumpulan data. Teknik

pengumpulan data adalah ketepatan cara yang digunakan peneliti untuk

mendapatkan data dari responden (Sugiyono, 2012:137). Pada penelitian ini

teknik pengumpulan data dilakukan melalui angket atau kuisioner. Kuisioner

(50)

37

pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono,

2012:142). Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis angket

tertutup, dimana responden sudah disediakan pilihan jawaban pada

masing-masing butir pernyataan sesuai dengan jawaban responden.

F. Instrumen Penelitian

Pengertian instrumen penelitian menurut Sugiyono (2012) adalah suatu

alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.

instrumen penelitian digunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti,

dan jumlah instrumen penelitian tergantung pada banyaknya variabel

penelitian. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan angket sebagai

instrumen penelitian. Kelebihan dari angket untuk dijadikan instrumen

penelitian adalah praktis, menghemat waktu untuk memperoleh data,

menghemat biaya karena tidak perlu menggunakan peralatan lain serta

menghemat tenaga. Suharsimi Arikunto (2006: 152) membedakan angket

atas beberapa jenis :

a. Angket terbuka : angket yang disajikan sedemikian rupa sehingga responden dapat memberikan isian sesuai dengan kehendak dan keadaannya. Angket terbuka digunakan apabila peneliti belum dapat memperkirakan atau menduga kemungkinan alternative jawaban yang ada pada responden b. Angket tertutup : angket yang disajikan dalam bentuk

sedemikian rupa sehingga responden tinggal memberikan tanda centang pada kolom atau tempat yang sesuai.

(51)

38

Penelitian ini akan menggunakan instrumen angket tertutup dimana

responden akan memberikan jawaban berupa checklist dengan 4 pilihan

alternatif jawaban dari setiap pertanyaan yang diberikan. Adapun kisi-kisi

dari instrumen yang akan digunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut

(52)

39

Sedangkan skala pengukuran yang akan dipakai untuk memberikan

jawaban dari responden menggunakan skala likert. Sugiyono (2012:93)

menjelaskan skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan

persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Pilihan

alternatif jawaban menggunakan pernyataan sangat setuju, setuju, tidak

setuju, sangat tidak setuju dimana masing-masing jawaban diberi skor 1-4,

agar responden tetap memberikan sikap dan tidak netral terhadap setiap

pernyataan yang harus dijawabnya. Berikut ini skor penilaian untuk

masing-masing pernyataan :

a. SS = Sangat Setuju skor 4

b. ST = Setuju skor 3

c. TS = Tidak Setuju skor 2

d. STS = Sangat Tidak Setuju skor 1

G. Validitas dan Reliabilitas

Validitas dan reliabilitas adalah sifat mutlak yang harus dimiliki oleh

instrumen penelitian sebelum instrumen tersebut digunakan untuk

memperoleh data. Validitas instrumen dinilai apakah instrumen tersebut tepat

digunakan pada penelitian yang bersangkutan atau tidak, sedangkan

reliabilitas menunjuk pada apakah data hasil dari instrumen penelitian bersifat

(53)

40

hasil penelitian yang diperoleh pasti valid dan reliabel juga (Sugiyono,

2012:122).

1. Uji Validitas Instrumen

Sugiyono (2012) menjelaskan bahwa sebuah isntrumen penelitian harus

diuji validitasnya baik secara internal maupun eksternal, pengujian internal

meliputi pengujian yang dilakukan para ahli (expert) dan pengujian validitas

isi, sedangkan eksternal yaitu menghubungkan dengan fakta empiris yang

telah terbukti. Pada penelitian ini, instrumen penelitian diajukan kepada

ahli/expert terlebih dahulu sebelum diujicobakan kepada sebagian dari sampel

yaitu 30 orang jemaat GKI Sragen untuk berikutnya dihitung dengan rumus

korelasi pearson product moment agar mengetahui mana butir soal yang valid

dan tidak valid untuk digunakan sebagai penelitian.

Gambar 2. Rumus Korelasi Pearson Product Moment Untuk Uji Validitas Instrumen

Keterangan :

(54)

41

Untuk memudahkan analisis validitas instrumen menggunakan rumus di

atas, maka diperlukan table penolong yang berisikan hasil uji coba test

instrumen yang telah dijawab, setelah dihitung menggunakan rumus korelasi

product moment di atas maka didapatkan r hitung dari rumus di atas untuk

dikonsultasikan dengan r table apabila r hitung lebih besar nilainya dari r table

maka dapat ditarik kesimpulan butir soal tersebut dinyatakan valid dan layak

untuk digunakan begitu juga sebaliknya.

Uji coba instrumen penelitian dilakukan sebanyak dua tahap, karena

pada uji coba tahap pertama hanya menghasilkan 15 butir pernyataan yang

valid dan dianggap belum memuaskan. Instrumen yang tidak valid atau gugur

pada uji coba tahap pertama dilakukan kembali uji coba pada tahap kedua

tetapi dengan perbaikan struktur kalimat dan tetap mempertahankan inti dari

pernyataan. Hasil dari uji coba instrumen sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian

No r hitung r tabel keterangan no r hitung r tabel keterangan 1 0.651 0.361 valid 16 0.506 0.361 valid 2 0.477 0.361 valid 17 0.111 0.361 tidak valid

3 0.468 0.361 valid 18 0.602 0.361 valid 4 0.737 0.361 valid 19 0.588 0.361 valid

(55)

7 0.222 0.361

Uji reliabilitas instrumen digunakan untuk mengetahui apakah instrumen

tersebut reliabel atau tidak, reliabel maksudnya hasil yang diperoleh dari

instrumen tersebut bersifat konstan dan berkelanjutan. Pada penelitian ini uji

reliabilitas instrumen digunakan dengan menggunakan rumus

Alpha

Gambar 4. Rumus Keterangan :

K = Mean kuadrat antara subjek ∑σi² = Mean kuadrat kesalahan

Uji reliabilitas instrumen digunakan untuk mengetahui apakah instrumen

reliabel atau tidak, reliabel maksudnya hasil yang diperoleh dari

instrumen tersebut bersifat konstan dan berkelanjutan. Pada penelitian ini uji

reliabilitas instrumen digunakan dengan menggunakan rumus

Gambar 4. Rumus Cronbach Alpha Untuk Uji Reliabilitas Instrumen

= Mean kuadrat antara subjek

Uji reliabilitas instrumen digunakan untuk mengetahui apakah instrumen

reliabel atau tidak, reliabel maksudnya hasil yang diperoleh dari

instrumen tersebut bersifat konstan dan berkelanjutan. Pada penelitian ini uji

reliabilitas instrumen digunakan dengan menggunakan rumus Cronbach

(56)

43

Berikutnya untuk menginterpretasikan rumus alpha yang telah dihitung,

digunakan tabel yang dikemukakan oleh arikunto (2010:319) yang sebagai

berikut :

Tabel 3. Interpretasi Uji Reliabilitas Instrumen

Kategori Keterangan

Antara 0,00 - 0,199 Sangat rendah

Antara 0,20 - 0,399 Rendah

Antara 0,40 - 0,599 Sedang

Antara 0,60 - 0,799 Tinggi

Antara 0,80 - 1,00 Sangat tinggi

Hasil reliabilitas dari uji instrumen yang telah dilakukan mendapatkan

skor sebagai berikut :

Tabel 4. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N Items of

.707 31

Pada tabel hasil uji reliabilitas terdapat angka hasil dari rumus alpha

Gambar

Gambar 2. Ambitus Suara Jemaat Untuk bernyanyi Gambar 2. Ambitus Suara Jemaat Untuk bernyanyi
Tabel 1. Kisi-kisi Angket Persepsi Jemaat Terhadap Iringan Musik Dalam Ibadah di GKI Sragen
Tabel 2. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian
Gambar 4. Rumus Gambar 4. Rumus Cronbach Alpha Untuk Uji Reliabilitas Instrumenk Uji Reliabilitas Instrumen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti menemukan perbedaan hierophany dalam setiap ritual perjamuan kudus yang dilakukan di Gereja Kristen Indonesia (GKI) dan Gereja Hati Kudus Yesus SurabayaA. Setiap

Dalam penelitian ini menerangkan tentang proses bagaimana musik keroncong mengiringi ibadah liturgi dan dampak yang terjadi terhadap jemaat GKJ Jemaat Ambarrukma.. Penelitian

Penulis melihat adanya keterkaitan dari hasil karakteristik keyakinan spiritual warga jemaat GKI Temanggung dengan tujuan utama GKI Temanggung, termasuk konteks sosial warga

Pengaruh apa yang muncul dengan adanya musik pengiring band dalam kegiatan ibadah terhadap jemaat di Gereja Baptis Indonesia Ngadinegaran Yogyakarta.. Untuk

Yang paling signifikan (paling dominan) mempengaruhi jemaat datang ke Gereja adalah faktor kotbah, diikuti oleh fasilitas gereja atau sarana penunjang lainnya dan musik

Jemaat GKI (Gereja Kristen Injili) Betlehem Wamena merupakan jemaat terbesar untuk wilayah pelayanan Klasis Baliem Yalimo. Proses pendataan, pengolahan, penyajian dan

Pengaruh apa yang muncul dengan adanya musik pengiring band dalam kegiatan ibadah terhadap jemaat di Gereja Baptis Indonesia Ngadinegaran Yogyakarta.. Untuk

Angket Pernyataan No Pernyataan SS S TS STS 1 Musik iringan ibadah impresif memiliki karakter yang unik, sehingga saya tertarik untuk selalu beribadah 2 Musik iringan ibadah