i
PERSEPSI JEMAAT TERHADAP MUSIK IRINGAN DALAM IBADAH DI GEREJA KRISTEN INDONESIA SRAGEN
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
Kevin Maulana Christa NIM. 11208244051
JURUSAN PENDIDIKAN SENI MUSIK FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Penulis mempersembahkan karya sederhana ini kepada :
1. Keluarga saya, orang tua Papa (alm.) Mulyo Widodo dan Mama Betta Historindra beserta adik Dinda Maulina Christi dan Ardhy Maulana atas segala dukungan, doa, cinta kasih yang tulus dan pengorbanan yang tidak terhingga kepada saya.
vi
HALAMAN MOTTO
“
Jalan dan rencana Tuhan Mungkin bukan
yang tercepat, tapi pasti yang terbaik”
“Ia membuat s
egala sesuatu indah pada
waktunya…”
vii
PERSEPSI JEMAAT TERHADAP MUSIK IRINGAN DALAM IBADAH DI GEREJA KRISTEN INDONESIA SRAGEN
Oleh
Kevin Maulana Christa 11208244051
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan sejauh mana persepsi jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sragen terhadap musik iringan yang digunakan dalam ibadah. Hal-hal yang diteliti meliputi kesesuaian antara fungsi musik iringan dengan kebutuhan ibadah.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan analisis data secara deskriptif dalam bentuk prosentase. Populasi dalam penelitian ini adalah jemaat pengunjung ibadah hari minggu di GKI Sragen, dan penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik kuota sampling dengan menentukan sejumlah 80 orang responden. Uji validitas instrumen dilakukan dengan cara uji ahli untuk kemudian dilaksanakan uji coba instrumen di lapangan dan dihitung menggunakan rumus korelasi product moment.
Hasil penelitian menunjukansebanyak 43 responden dengan besar prosentase 53,75% menyatakan bahwa musik iringan ibadah di GKI Sragen sudah berfungsi dengan baik sesuai dengan kebutuhan jemaat, dan sisanya sebanyak 37 responden dengan prosentase 46,25% menyatakan musik iringan sudah berfungsi dengan cukup baik. Jawaban responden sebesar 72,5% menyatakan bahwa iringan musik dalam ibadah di GKI Sragen lebih tepat untuk diiringi dengan alat musik piano dan atau organ, serta sisanya 27,5% jawaban responden menyatakan kurang setuju.
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji, hormat serta syulur saya naikkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah menyertai saya dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini untuk melengkapi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan karya ilmiah ini banyak hambatan dan kesulitan yang dialami, tetapi oleh bantuan dan motivasi dari berbagai pihak akhirnya karya ilmiah ini dapat diselesaikan, khusunya kepada yang terhormat :
1. Ibu Dr. Hanna Sri Mudjilah, M.Pd dan Bapak Drs. Agustianto, M.Pd selaku dosen pembimbing yang senatiasa memberikan dukungan, motivasi dan arahan kepada penulis.
2. Bapak Drs. Suwarta Zebua, M.Pd dan Bapak H.Tumbur Silaen, S.Mus., M.Hum selaku expert instrumen dalam penelitian ini.
3. Majelis jemaat beserta warga jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sragen atas bantuan partisipasi dalam penelitian ini
4. Pdt. Yonatan Wijayanto, S.Si atas saran dan masukan dalam penelitian ini 5. Semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada peneliti untuk
ix
Semoga karya ilmiah ini dapat berguna dan bermanfaat menambah wawasan bagi semua. Kiranya Tuhan senatiasa menyertai kita semua.
Yogyakarta, Desember2015 Penulis,
xi
1. Analisis Data Persepsi Jemaat Terhadap Iringan Musik Dalam Ibadah di GKI Sragen ... 47
2. Analisis Data Indikator Fungsi Musik Iringan Terhadap Suasana Ibadah ... 50
3. Analisis Data Indikator Jenis Musik Iringan ... 51
4. Analisis Data Indikator Unsur Nyanyian Jemaat ... 53
5. Analisis Data Indikator Fungsi Musik Iringan terhadap Penghayatan Makna Lagu ... 55
6. Analisis Data Indikator Panduan Nyanyian Jemaat ... 56
7. Analisis Butir Instrumen dan Hubungan Antar Butir Instrumen ... 57
xii DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 : Kisi-kisi Angket Persepsi Jemaat Terhadap Musik Iringan Dalam Ibadah di GKI
Sragen ... 38
Tabel 2 : Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ... 41
Tabel 3 : Interpretasi Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 43
Tabel 4 : Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 43
Tabel 5 : Tafsiran Hasil Analisis Data Menurut Arikunto ... 45
Tabel 6 : Penghitungan Tendensi Pusat Data Penelitian ... 47
Tabel 7 : Tabel Distribusi Frekuensi Data Relatif ... 48
Tabel 8 : Interpretasi Persepsi Jemaat Musik Iringan Dalam Ibadah di GKI Sragen ... 49
Tabel 9 : Sebaran Data Indikator Fungsi Musik Iringan Terhadap Suasana Ibadah ... 50
Tabel 10 : Interpretasi Data Indikator Fungsi Musik Iringan Terhadap Suasana Ibadah... 51
Tabel 11 : Sebaran Data Indikator Jenis Musik Iringan ... 52
Tabel 12 : Interpretasi Data Indikator Jenis Musik Iringan ... 53
Tabel 13 : Sebaran Data Indikator Unsur Nyanyian Jemaat ... 53
Tabel 14 : Interpretasi Data Indikator Unsur Nyanyian Jemaat ... 54
Tabel 15 : Sebaran Data Indikator Fungsi Musik Iringan Terhadap Penghayatan Makna Lagu ... 55
Tabel 16 : Interpretasi Data Indikator Fungsi Musik Iringan Terhadap Penghayatan Makna Lagu ... 56
Tabel 17 : Sebaran Data Indikator Panduan Nyanyian Jemaat ... 56
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 : Struktur Lagu Pada Nyanyian Jemaat ... 25
Gambar 2 : Ambitus Suara Jemaat Untuk Bernyanyi ... 27
Gambar 3 : Rumus Korelasi Product Moment Untuk Uji Validitas Instrumen ... 40
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama mempunyai peran yang sangat penting dalam hidup manusia,
karena agama menghubungkan antara manusia dengan Sang pencipta. Dalam
perjalanan kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari peranan agama
karena manusia dididik dan dibentuk karakter melalui ajaran agama. Agama
juga mengenalkan manusia dengan Tuhan, yang menciptakan manusia serta
alam semesta dan memelihara kehidupan manusia sehari-hari. Oleh karena itu
manusia perlu berkomunikasi dengan Tuhan sebagai ucapan syukur dan
terimakasih atas semua yang telah diperoleh dari sang pencipta.
Beribadah adalah cara yang diajarkan oleh agama yang dapat
digunakan manusia untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Setiap agama pasti
mengajarkan cara beribadah yang baik dan benar. Sebuah ibadah akan
berlangsung secara khidmat apabila dalam ibadah tersebut diciptakan dengan
suasana khusyuk, jauh dari keramaian agar umat dapat benar-benar
menghayati jalannya ibadah.
Dalam agama Kristen, ibadah pada umumnya dilaksanakan pada hari
minggu menggunakan tata cara ibadah atau yang lebih dikenal dengan liturgi.
Dalam konteks ibadah Kristen, liturgi adalah kegiatan peribadahan di mana
2
menyembah dan memuliakan nama Tuhan (Ichwan:2005). Gereja Kristen
Indonesia merupakan gereja Kristen protestan yang beraliran calvinis yang
masih mempertahankan tata ibadah dan tata gereja yang diwariskan oleh
gereja hervorm dan gereformeed di Belanda sejak tahun 1970
(Hulliselan:2009). Menurut Ichwan (2005) liturgi yang dipakai GKI
berbentuk dialog antara umat atau jemaat dengan Tuhan. Dalam liturgi inilah
terdapat komunikasi antara manusia / jemaat dengan Tuhan, dimana Tuhan
berinisiatif berbicara kepada manusia melalui kotbah dan manusia
meresponnya melalui doa dan pujian.
Sebuah ibadah akan berlangsung dengan khidmat apabila jemaat dapat
benar-benar menghayati jalannya ibadah melalui liturgi, dan sebuah liturgi
akan dikatakan hidup apabila semua yang terlibat dalam liturgi yaitu pemusik,
pemandu nyanyian, liturgos, dan pengkotbah dapat menjalankan tugasnya
dengan baik sesuai dengan porsinya. Apabila ada salah satu komponen
petugas liturgi yang tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik maka
jalannya ibadah juga akan terganggu dan jemaat juga tidak dapat
melaksanakan ibadah dengan khidmat, sebagai contohnya pemandu nyanyian
yang tidak menguasai lagu, liturgos yang salah memberi penekanan saat
membacakan liturgi, atau pemusik yang salah memainkan tempo dalam
sebuah lagu sehingga lagu tidak dapat dihayati oleh jemaat dan lain
3
Nyanyian jemaat merupakan salah satu bagian terpenting dalam liturgi
GKI karena nyanyian merupakan respon dari jemaat kepada Tuhan melalui
syair-syair yang terkandung dalam lagu. Liturgi GKI banyak melibatkan
nyanyian jemaat dalam satu rangkaian liturgi, yang dimana lagu yang
digunakan dalam nyanyian jemaat ini merupakan lagu hymne karya komposer
dan missionaris pada jaman klasik sekitar tahun 1600-1900 dan beberapa lagu
rakyat dari beberapa Negara yang telah diterjemahkan dan diadaptasikan
kedalam bahasa Indonesia tetapi masih mempertahankan keaslian notasi dari
pencipta lagunya (Komisi Liturgi dan Musik Sinode GKI:2012). Lagu-lagu
yang dinyanyikan dalam satu rangkaian liturgi berisi tentang nyanyian
pemujaan kepada Tuhan, nyanyian pengampunan dosa, nyanyian ucapan
syukur, dan nyanyian pengutusan, dimana masing-masing nyanyian tersebut
mempunyai suasana yang berbeda sesuai dengan tema lagu dan syair lagu.
Dalam nyanyian jemaat ini peran pemusik dan pemandu nyanyian sangat
penting untuk bisa membawa jemaat menghayati makna lagu. Pemandu
nyanyian dalam liturgi sering juga disebut dengan prokantor, tugas seorang
prokantor adalah menolong umat untuk dapat menyanyikan lagu ibadah
dengan baik dan benar. Prokantor juga melakukan pelatihan persiapan dan
pengarahan bagi umat dalam bernyanyi, termasuk memberikan informasi
tentang tinggi nada, tempo, suasana dan saat mulai serta cara pengambilan
nafas juga tentang latar belakang dan fungsi nyanyian tertentu (Komisi Liturgi
4
umat dalam menyanyikan lagu dan membangun suasana ibadah. Iringan
musik akan terdengar enak apabila pemusik dapat memainkan iringan sesuai
dengan suasana lagu dan dapat menuntun jemaat dalam bernyanyi, tetapi
iringan musik juga dapat merusak suasana ibadah apabila pemusik
memainkan iringan yang tidak sesuai dengan suasana lagu, pemusik belum
benar-benar menguasai alat musik yang dimainkan, dan pemusik memainkan
pola iringan yang kurang tepat sehingga mengganggu konsentrasi jemaat
dalam bernyanyi.
Mengingat bahwa sebagian besar nyanyian jemaat yang dipakai dalam
liturgi ibadah GKI berbentuk hymne maka iringan yang digunakan setidaknya
adalah tipe iringan menggunakan harmoni klasik menggunakan alat musik
piano, organ, atau dapat memadukan kedua alat musik tersebut dengan iringan
secara manual yang murni dimainkan oleh pemusik (Komisi Liturgi dan
Musik Sinode GKI:2012). Untuk dapat mengiringi nyanyian hymne dengan
baik, maka dibutuhkan pemahaman tentang ilmu harmoni klasik serta
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mempelajarinya. Tidak semua
pemusik bersedia mempelajari teori harmoni sehingga mereka hanya
mempelajari alat musik keyboard yang lebih mudah sebagai batu loncatan.
Padahal mempelajari alat musik keyboard yang menggunakan pola iringan
modern dengan menggunakan rhytm box yang ada pada keyboard atau yang
lebih dikenal dengan style keyboard adalah bentuk musik yang digunakan
5
kebutuhan gereja, tetapi di beberapa tempat dipaksakan untuk digunakan
sebagai iringan ibadah dengan berbagai alasan. Masih banyak pemusik gereja
yang masih mempunyai pola pikir semacam ini terutama pada kalangan
Gereja Kristen Indonesia. Secara umum kejadian seperti ini terjadi pada gereja
atau tempat ibadah di kota kecil, dengan keterbatasan sumber daya manusia
yaitu kemampuan orang yang bermain musik, dimana teori-teori dasar musik
diabaikan mulai dari membaca notasi, menentukan harmoni sampai
menciptakan suasana lagu yang tepat.
Lagu yang digunakan dalam liturgi ibadah GKI tidak selalu lagu yang
bernuansa ceria dan senang, ada saatnya lagu yang bernuansa hening seperti
pengakuan dosa dan lagu untuk saat teduh. Untuk dapat menciptakan situasi
yang tepat seperti ini dibutuhkan kejelian dan pengetahuan seorang pemusik
akan lagu sehingga membutuhkan ilmu lebih dan waktu belajar yang cukup
lama, dan banyak pemusik mengabaikan hal ini sehingga mereka berpikiran
“yang penting bisa mengiringi saja” dengan modal pengetahuan yang kurang.
Sebagaimana masalah tersebut peneliti temukan di Gereja Kristen Indonesia
(GKI) Sragen, meskipun ibadah di gereja tersebut dapat berjalan dengan
lancar sebagaimana ibadah hari minggu biasanya namun di gereja ini masih
belum ada perkembangan dalam hal musik ibadahnya. Gereja Kristen
Indonesia Sragen menyelenggarakan dua kali ibadah yaitu pagi dan sore pada
setiap minggunya dengan rata-rata pengunjung sejumlah 110 orang yang
6
jemaat maupun simpatisan. Peribadatan di GKI sragen biasanya menggunakan
iringan musik sejenis rhyhtmbox yang berikutnya akan disebut dengan “style
iringan” hampir pada semua lagu yang dinyanyikan dalam sebuah ibadah.
Selain itu ibadah di GKI Sragen juga diiringi dengan piano atau organ saja
yang dimainkan secara manual oleh pemusik dengan menerapkan harmoni
klasik.
Penggunaan style iringan pada instrumen keyboard tidak dapat
disalahkan atau dibenarkan secara utuh, karena semuanya kembali kepada
kemampuan pemusiknya dalam mengelola sebuah alat musik untuk dapat
mengiringi dan menciptakan suasana yang nyaman kepada jemaat dalam
bernyanyi. Tetapi yang terjadi dalam peribadatan GKI Sragen, seringkali style
iringan yang digunakan kurang tepat dan kurang sesuai dengan suasana lagu.
Ketidaksesuaian tersebut oleh karena pemilihan jenis style musik yang kurang
sesuai dengan lagu, tempo yang terlalu cepat atau terlalu lambat, serta
pemilihan nada dasar lagu yang kurang tepat sehingga tidak nyaman untuk
dinyanyikan oleh jemaat. Musik iringan dengan menggunakan style iringan
dapat dirasakan manfaatnya secara positif yaitu saat menyanyikan lagu ibadah
yang bernuansa riang, ceria, sukacita, karena dalam program style keyboard
mirip seperti musicbox dimana dalam unsur musiknya terdapat suara dari
beberapa alat musik band yaitu drum set, bass gitar, dan gitar elektrik yang
telah dirangkum menjadi satu program style pada alat musik keyboard. Hal ini
7
sukacita akan lebih membantu untuk menciptakan suasana tersebut sehingga
jemaat dapat menghayati dan benar-benar merasakan suasana riang, ceria dari
lagu yang dinyanyikan. Penggunaan style iringan juga harus ada batasan
bahwa jenis style yang dipilih memiliki beat/ketukan yang lembut sehingga
tetap nyaman untuk didengarkan.
Pada jenis musik iringan lain yang digunakan dalam ibadah di GKI
Sragen adalah musik iringan dengan menggunakan piano dan organ yang
dimainkan secara manual oleh pemusik baik itu melodi, harmoni dan irama.
Piano dan organ juga sering digunakan untuk mengiringi peribadatan karena
organ merupakan alat musik yang awal penciptaannya memang diperuntukan
untuk musik gereja. Kedua alat musik tersebut mempunyai peran yang
berbeda dalam menciptakan sebuah iringan yaitu ada yang memainkan
melodi, akord, bass, menentukan irama iringan, dan memainkan improvisasi.
Peran tersebut harus dibagi dan dikoordinasikan dengan baik oleh pemusik
sehingga tidak ada peran yang saling bertabrakan antara piano dan organ.
Peribadatan di GKI Sragen menggunakan dua jenis musik iringan
yang berbeda seperti yang telah dijelaskan di atas. Meskipun terdapat jenis
musik iringan yang berbeda tetapi fungsi dan peran dasar yang harus
dilaksanakan oleh musik iringan dalam sebuah ibadah tetaplah sama. Iringan
berfungsi menentukan suasana dalam sebuah ibadah, membantu jemaat untuk
dapat menyanyikan lagu dengan baik, menolong jemaat untuk dapat
8
menyanyikan sebuah lagu. Sejauh ini belum pernah diadakan sebuah survey
kepada jemaat di GKI Sragen mengenai evaluasi musik iringan yang
digunakan dalam ibadah di GKI Sragen apakah sudah sesuai dengan
fungsinya dengan baik ataukah belum.
Dalam penelitian ini penulis ingin meneliti bagaimana tanggapan
jemaat yang beribadah di GKI Sragen menanggapi jenis musik iringan yang
digunakan dalam ibadah hari minggu di GKI Sragen, apakah sudah berfungsi
dengan baik sebagaimana fungsi sebenarnya dari musik iringan tersebut
ataukan belum berfungsi dengan baik.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka
masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Iringan musik yang tidak sesuai dengan suasana lagu membuat
suasana ibadah tidak khidmat.
2. Kurangnya wawasan pemusik dalam menguasai teknik
permainan dari alat musik yang dimainkan
3. Pemusik gerejawi yang masih mempunyai pola pemikiran ‘asal
bisa mengiringi orang bernyanyi’ dengan pengetahuan dasar
9
4. Lagu yang digunakan dalam ibadah GKI yang sebagian besar
berupa bentuk hymne lebih banyak diiringi dengan
menggunakan style iringan pada alat musik keyboard
5. Belum diketahui tanggapan jemaat terhadap peran dan fungsi
musik iringan yang digunakan dalam ibadah di GKI Sragen.
C. Batasan Masalah
Permasalahan yang dapat diidentifikasi berdasarkan latar belakang
masih sangat luas, sehingga perlu untuk dibatasi sehingga lebih terfokus.
Fokus masalah dalam penelitian ini adalah Persepsi Jemaat Terhadap Iringan
Musik dalam Ibadah di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sragen.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang telah dibatasi, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah Bagaiamanakah Persepsi Jemaat Terhadap Iringan
Musik dalam Ibadah di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sragen?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan mendeskripsikan persepsi jemaat terhadap iringan musik
10
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis
a. Bagi penulis dan pembaca, dapat menambah wawasan sejauh
mana tanggapan jemaat GKI Sragen terhadap jenis iringan
musik yang digunakan dalam ibadah.
b. Bagi peneliti lain, dapat dijadikan sebagai salah satu referensi
untuk penelitian berikutnya
2. Secara praktis
a. Bagi Gereja Kristen Indonesia Sragen, dapat menjadi bahan
evaluasi untuk perbaikan kualitas ibadah
b. Bagi pemusik gerejawi, dapat digunakan sebagai evaluasi
dalam hal cara mengiringi lagu ibadah yang berbentuk hymne
c. Bagi Gereja Kristen Indonesia Sragen, dapat mengetahui
11
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Persepsi
Secara etimologis, persepsi berasal dari kata perception (inggris)
berasal dari bahasa latin “percipere” yang artinya menerima atau mengambil
(Sobur, 2011:445). Persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono
(2000:94) adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk
memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan,
pendengaran, perabaan sebagainya). Sebaliknya, alat untuk memahaminya
adalah kesadaran atau kognisi. Sedangkan menurut Moskowitz dan Ogel
(Walgito, 2010:54) persepsi merupakan proses yang integrated dari individu
terhadap stimulus yang diterimanya. Dengan demikian dapat dikemukakan
bahwa persepsi itu merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian
terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga
merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang terintergrasi
dalam diri individu. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat dikatakan
persepsi dapat terjadi pada dirimanusia apabila ada stimulus atau rangsangan
berupa objek disekitar manusia tersebut kemudian ditangkap melalui indra
yang ada pada tubuh manusia dan menimbulkan tanggapan terhadap objek
12
merupakan bahan dasar untuk terjadinya sebuah proses persepsi, komponen
utama tersebut yaitu :
G. Seleksi adalah proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.
H. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.
I. Tingkah laku sebagai reaksi.
Jadi proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi dan pembulatan terhadap informasi yang sampai yang dihasilkan oleh rangsangan dan menimbulkan sebuah reaksi dalam bentuk tingkah laku terhadap sebuah objek yang merangsang.
Proses persepsi dapat berupa tingkah laku dan pola pikir terhadap objek
yang merangsang. Setelah ketiga komponen tersebut lengkap maka proses
persepsi akan terjadi dengan beberapa syarat, syarat tersebut antara lain
sebagai berikut menurut Walgito (2010) :
3. Objek yang dipersepsi
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun sebagian besar stimulus datang dari luar individu.
4. Alat indera, syaraf dan pusat susunan syaraf
Alat indra merupakan alat untuk menerima stimulus, kemudian syaraf sensoris meneruskan ke pusat susunan syaraf (otak), sebagai pusat kesadaran. Serta diperlukan syaraf motoris sebagai alat untuk mengadakan respon.
5. Perhatian
13
Persepsi yang diberikan seseorang terhadap suatu objek yang
merangsangnya dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti diungkapkan oleh
Sobur (2011:460-462) :
a) Faktor fungsional
Faktor fungsional dihasilkan dari kebutuhan, suasana hati, pelayanan, pengalaman masa lalu seseorang individu.
b) Faktor struktural
Yaitu faktor yang timbul atau dihasilkan dan bentuk stimulasi dan efek netral yang ditimbulkan dari system syaraf individu.
c) Faktor situasional
Faktor ini banyak berkaitan dengan bahasa nonverbal. Petunjuk proksemik, petunjuk kinestik, petunjuk wajah, dan petunjuk paralinguistic adalah beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi
d) Faktor personal
Terdiri atas pengalaman, motivasi, kepribadian.
Dari teori yang telah dikemukakan oleh para ahli dapat ditarik
kesimpulan bahwa persepsi merupakan sebuah proses yang berawal dari
perangsangan objek berupa audio maupun visual baik yang bergerak maupun
tidak bergerak yang kemudian ditangkap oleh alat indra manusia untuk
diteruskan ke otak melalui syaraf, kemudian menimbulkan sebuah reaksi baik
dalam bentuk tindakan maupun penilaian terhadap suatu objek. Persepsi dapat
terjadi apabila semua komponen dan syarat telah lengkap dan saling berkaitan
antara satu dengan yang lain. Kemudian persepsi yang dihasilkan oleh setiap
manusia dapat berbeda meskipun dirangsang oleh objek yang sama karena
14
2. Jemaat
Kata ‘jemaat’ yang dalam masyarakat umum dikenal dengan kata
‘jamaah’ memiliki arti ‘sehimpunan umat’ menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI). Apabila masyarakat umum dan dalam agama Islam
menyebut ‘sehimpunan umat’ dengan kata ‘jamaah’, maka dalam agama
nasrani baik itu Kristen Protestan atau Katolik Roma menyebut kata
‘sehimpunan umat’ tersebut dengan kata ‘jemaat’, tetapi keduanya memiliki
arti dan maksud yang sama yaitu sehimpunan umat beragama atau
sehimpunan umat yang sedang melaksanakan Ibadah.
Hakekat jemaat secara empirik menurut Tampake (2009) adalah :
Sebuah perkumpulan orang-orang yang mengaku percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka. Perkumpulan ini mempunyai sistemnya tersendiri yang mengatur bagaimana mereka harus berhubungan satu dengan yang lain dan bagaimana mereka harus menjalankan visi dan misi perkumpulan mereka. Dalam hal inilah dikenal sistem organisasi kegerejaan dan struktur kepemimpinan yang berlaku di dalam gereja.
Sedangkan menurut teologi Kristen yang mengacu pada alkitab yang
merupakan kitab suci umat Kristen, kata jemaat berasal dari bahasa yunani
yaitu kata 'Ekklesia'yang berarti sekumpulan orang yang dipanggil keluar.Kata
ekklesia dapat dimaknai dengan sekumpulan orang yang dipanggil keluar dari
pekerjaan mereka dan perbuatan dosa untuk bersekutu menghadap Tuhan
15
Dalam buku tata gereja dan tata laksana Gereja Kristen Indonesia
(2009) pasal 1 ayat 2a disebutkan bahwa jemaat adalah wujud kesatuan GKI
yang hadir dan melaksanakan misinya di wilayah tertentu dan merupakan
persekutuan dari keseluruhan anggota di wilayah itu. Jemaat merupakan
lingkup terkecil dari struktur organisasi Gereja Kristen Indonesia (GKI). Jadi
kata jemaat dapat digunakan untuk menyebut sebuah gereja yang berada pada
suatu wilayah tertentu. Sebuah gereja dapat terbentuk karena adanya
persekutuan dari beberapa orang yang percaya dan mempunyai kesamaaniman
tentang siapa penciptanya.Sedangkan beberapa orang yang bersekutu tersebut
disebut dengan anggota jemaat. Dalam GKI, anggota jemaat dibedakan
menjadi 2 seperti yang tercantum dalam buku tata gereja dan tata laksana GKI
(2009) Pasal 8 ayat 1 yaitu :
a. Anggota baptisan,yaitu anggota GKI yang telah menerima baptisan kudus anak
b. Anggota sidi / dewasa, yaitu anggota GKI yang telah menerima baptisan kudus dewasa atau anggota baptisan yang telah menerima pelayanaan pengakuan percaya / sidi.
Seseorang dapat dikatakan sebagai anggota jemaat dari suatu gereja
apabila orang tersebut telah diterima dan terdaftar oleh gereja yang
bersangkutan dengan mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh sinode GKI.
3. Musik
Musik merupakan bahasa universal karena musik dapat
16
pendapat Jamalus (1988 : 1) musik adalah suatu hasil karya seni berupa
bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi yang mengungkapkan pikiran dan
perasaan penciptanya melalui unsur-unsur pokok musik yaitu irama, melodi,
harmoni, dan bentuk atau struktur lagu serta ekspresi sebagai suatu kesatuan.
Sedangkan menurut Pono Banoe dalam bukunya yang berjudul kamus musik
(2003:288) menjelaskan bahwa musik merupakan cabang seni yang
membahas dan menetapkan berbagai suara ke dalam pola-pola yang dapat
dimengerti dan dipahami oleh manusia.
Jamalus (1988) mengungkapkan unsur-unsur pokok musik yaitu
irama, melodi, harmoni, dan bentuk atau struktur lagu. Sebuah karya musik
dapat diciptakan dan dinikmati apabila didalamnya terdapat semua unsur
tersebut.
a. Irama
Menurut Pono Banoe (2003:198) irama merupakan pola ritme tertentu
yang dinyatakan dengan nama. Sedangkan menurut Jamalus (1988:7) irama
adalah urutan rangkaian gerak yang menjadi unsur dalam sebuah musik.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Irama yaitu gerakan berturut-turut
secara teratur; turun naik lagu (bunyi dan sebagainya) yang beraturan;
ritme. Bagian terpenting dari irama adalah ritme / ketukan, jadi dapat
disimpulkan irama adalah ketukan yang teratur sehingga memunculkan
17
musik. Contoh style musik antara lain mars, waltz, bossanova, pop, ballad,
slowrock, jazz dan lain sebagainya.
b. Melodi
Definisi melodi menurut Jamalus (1988:16) adalah susunan rangkaian
nada (bunyi dengan getaran teratur) yang terdengar berurutan serta
berirama dan mengungkapkan suatu pikiran dan perasaan. Melodi dapat
juga dikatakan sebagai rangkaian dari beberapa nada atau sejumlah nada
yang berbunyi atau dibunyikan secara berurutan (Soeharto, 1992:1). Unsur
utama yang ada pada melodi adalah suara yang mempunyai kecepatan
getaran yang teratur dan disusun dari beberapa buah sehingga
menimbulkan gerakan naik dan turun yang disebabkan perbedaan frekuensi
getaran tersebut.Satuan getaran yang digunakan untuk mengukur kecepatan
sebuah bunyi disebut satuan Hertz (Hz). Melodi tidak hanya terdiri dari
nada yang bergetar yang mempunyai tinggi rendah tertentu, tetapi juga
mempunyai durasi yaitu harga nada yang menentukan seberapa lama nada
tersebut dibunyikan.
c. Harmoni
Definisi harmoni menurut Jamalus (1988:30) adalah bunyi gabungan
dua nada atau lebih, yang berbeda tinggi rendahnya dan dibunyikan secara
serentak, dasar dari panduan nada tersebut ialah trinada. Harmoni adalah
selaras, sepadan, bunyi serentak serta harmoni yaitu pengetahuan tentang
18
akord (Kodijat, 1986:32). Berdasarkan pendapat para ahli di atas, konsep
harmoni pada dasarnya merupakan gabungan dari beberapa nada berbeda
yang dibunyikan secara bersama-sama atau secara umum disebut sebagai
akord. Berikutnya harmoni dikatakan sebagai gerakan beberapa akord
berbeda yang mempunyai hubungan dari masing-masing akord tersebut
atau disebut dengan progresi atau gerakan akord.
4. Struktur Lagu
Selain melodi, irama, dan harmoni, unsur musik juga terdapat struktur
lagu yang di dalamnya melibatkan unsur musik yang lain seperti melodi,
irama, harmoni yang merupakan rangka dari sebuah lagu. Struktur lagu
tersebut terdiri dari beberapa komponen yaitu motif, frase dan kalimat:
1) Motif : motif merupakan bagian terkecil dalam sebuah struktur
lagu yang biasanya terdiri dari 2-4 birama. Motif terbentuk dengan
melibatkan unsur musik yang lain seperti nada, ritme dan harmoni
(Prier:2014)
2) Frase : frase adalah rangkaian dari beberpa motif yang
digabungkan (Prier:2014). Frase biasanya terdiri sekitar 4-8
birama yang di dalamnya berisi beberapa motif yang sama atau
berbeda. Frase dibedakan menjadi 2 yaitu frase anteseden / frase
tanya yang terdapat pada tengah lagu dan cirri-cirinya diakhiri
19
konsekuen / frase jawab yang terdapat pada akhiran lagu dan
diakhiri dengan akor I sesuai dengan tonika lagu.
3) Kalimat : Prier (2014:47) menjelaskan kalimat adalah melodi
sejumlah 8-16 birama yang berisikan dari beberapa frase yang
membentuk suatu kesatuan dan diakhiri dengan jelas.
4. Musik Ibadah
Musik ibadah atau dapat juga disebut musik gerejawi muncul pertama
kali pada jaman abad pertengahan (375-1400) dengan bentuk musik monofoni
yaitu musik gregorian, musik vokal dengan satu suara tanpa iringan (Prier,
1991:86). Karena saat itu musik vokal masih berbentuk satu suara maka
belum dikenal istilah harmoni, tetapi hanya menggunakan modalitas/tangga
nada pada jaman musik yunani. Menurut Prier (1991), bentuk musik gregorian
dibagi menjadi empat, yaitu accentus (nyanyian yang syairnya diambil dari
kitab mazmur), concentus (nyanyian non-resitatif), bentuk baru lagu gregorian
(mulai abad 10 dengan memasukan unsur duniawi kedalam karya musik),
drama liturgi (pada masa perayaan tertentu). Semua bentuk musik tersebut
digunakan dalam liturgi peribadatan umat katolik/misa.
Musik ibadah pada gereja kristen protestan mulai muncul pada musik
vokal di Jerman dengan tokohnya yaitu Martin Luther yang juga tokoh besar
reformasi agama kristen protestan. Prier (1991:68) menjelaskan bahwa salah
20
jemaat pada ibadat dengan bernyanyi bersama. Seperti yang telah diketahui
sebelumnya awal munculnya musik gereja dikalangan gereja katolik,
nyanyian dalam liturgi baik itu mazmur dan nyanyian non-resitatif hanya
dinyayikan oleh seorang penyanyi/solis pada jaman musik gregorian dan
setelah jaman itu musik gereja hanya dinyanyikan oleh sekelompok paduan
suara karena telah berkembang juga teori harmoni, maka Marthin Luther
memperjuangkan reformasi gereja untuk jemaat turut dilibatkan dalam
nyanyian ibadah. Karena konteks liturgi dalam agama kristen seperti yang
dikemukakan oleh Juswantori (2005) adalah kegiatan peribadahan dimana
seluruh anggota jemaat terlibat secara aktif dalam pekerjaan bersama untuk
menyembah dan memuliakan nama Tuhan, berdasarkan pernyataan tersebut
maka tidak ada seorangpun pengunjung ibadah yang pasif dan seolah-olah
hanya menjadi penonton saja. Hal tersebut juga berlaku pada nyanyian ibadah
yang merupakan salah satu mata rantai liturgi yang tidak terpisahkan, adapun
fungsi dan peran nyanyian ibadah tersebut antara lain memberi
bobot/mempertajam pengungkapan makna melalui syair lagu, memberi
kesempurnaan penghayatan ibadah melalui keutuhan, kekhidmatan dan
kesucian ibadah (Sumardiyono:2009). Selain itu reformasi yang dilakukan
oleh Marthin Luther dalam hal nyanyian ibadah adalah musik gereja harus
menggunakan bahasa setempat disamping bahasa Latin, serta Luther
21
menggunakan teks baru yang diadaptasi dari sajak religius (Komisi Liturgi,
2012:9)
a. Fungsi dan Peran Nyanyian Ibadah
Nyanyian ibadah dapat dimainkan dengan hanya instrumen saja
dengan tujuan untuk menghantarkan umat masuk dalam suasana ibadah yang
khidmat dan tenang, tetapi pada bagian yang lebih penting nyanyian ibadah
harus melibatkan umat untuk turut menyanyikan atau lebih disebut nyanyian
jemaat. Bentuk dari iringan musik ibadah tidaklah harus meriah layaknya
sebuah konser tetapi sederhana dan dapat membawa umat turut bernyanyi
secara nyaman (Prier:2012). Apabila jemaat dapat turut aktif bernyanyi dan
menikmati musik iringan maka jemaat juga akan dapat menghayati makna
syair dalam nyanyian dengan benar.
b. Klasifikasi Nyanyian Ibadah
Menurut Komisi Musik dan Liturgi GKI (2012:15) nyanyian ibadah
adalah bagian dari musik gereja yang dinyanyikan bersama-sama oleh seluruh
umat didalam ibadah, nyanyian ibadah dapat juga disebut dengan nyanyian
jemaat. Gereja Kristen Indonesia saat ini menggunakan 3 buah buku lagu
untuk digunakan dalam nyanyian jemaat dalam peribadatan mereka, 3 buku
lagu tersebut antara lain Kidung Jemaat (KJ), Nyanyikanlah Kidung Baru
(NKB), dan Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ) dimana ketiga buku tersebut
diterbitkan oleh Yayasan Musik Gereja (YAMUGER) dan untuk jemaat
22
Berdasarkan sifatnya, nyanyian ibadah dibagi menjadi 2 seperti yang
diungkapkan Komisi Musik(2012:33)
a. Ordinarium, yaitu nyanyian yang bersifat tetap, tidak berubah dalam segala tema ibadah yang digunakan.
b. Proprium, yaitu nyanyian yang selalu berubah karena disesuaikan dengan tema ibadah tergantung pada situasi dan kondisi yang dialami oleh gereja.
Dalam liturgi ibadah Gereja Kristen Indonesia, contoh dari lagu ordinarium
adalah Amin, Haleluya, dan Haleluya Amin. Sedangkan contoh untuk lagu
proprium sangat banyak tergantung pada tema ibadah yang digunakan.
c. Unsur nyanyian ibadah
Ada beberapa unsur yang wajib dipahami oleh seorang pemusik yang
dalam hal ini mengiringi nyanyian jemaat dalam sebuah ibadah. Komisi
musik dan liturgi GKI (2012) menjelaskan unsur-unsur tersebut antara lain :
1) Tempo : cepat atau lambatnya sebuah lagu tersebut dinyanyikan.
Biasanya tanda tempo menggunakan simbol MM, sebagai contohnya
MM=100, artinya dalam 1 menit terdapat 100 ketukan (Komisi Musik,
2012:46). Tidak semua lagu yang digunakan dalam liturgi mempunyai
tempo yang sama, tergantung dari makna syair lagu tersebut dan pesan
apa yang akan disampaikan dalam sebuah lagu untuk kemudian
menentukan cepat atau lambatnya sebuah nyanyian jemaat.
2) Frasering : frasering dapat juga disebut dengan pengalimatan, yaitu
23
yang terkandung pada nyanyian jemaat dapat tersampaikan dengan baik
apabila pemenggalan kalimatnya tepat. Peran pemusik pada bagian ini
adalah memberikan kesempatan pada jemaat untuk mengambil nafas
selama bernyanyi dengan tujuan jemaat tidak terengah-engah dan lagu
tidak menjadi monoton (Komisi Musik, 2012:46). Dengan frasering yang
benar, nyanyian jemaat akan lebih hidup dan jemaat akan bernyanyi
dengan nyaman.
3) Tonalitas dan Modalitas : tonalitas dan modalitas sangat erat
hubungannya dengan tangga nada/nada dasar pada sebuah lagu. Prier
(2014:217) dalam bukunya yang berjudul kamus musik menjelaskan
tonalitas adalah istilah untuk sistem hubungan nada dan akor dalam musik
mayor-minor (tonal) barat. Tonalitas dibedakan menjadi 2 yaitu mayor
diawali nada do/1, dan minor yang diawali dengan nada la/6, yang
dimana pada masing-masing tonalitas baik mayor atau minor akan
mempunyai progresi akord yang berbeda. Tonalitas minor dibagi menjadi
4 yaitu minor asli, minor harmonis, minor melodis, dan minor zigana.
Modalitas adalah rumusan modus tertentu, misal tangga nada pentatonis
serta tangga nada gereja (Komisi Musik, 2012:48). Jika dalam tonalitas
jumlah nada asli yang digunakan berjumlah 7, maka dalam modalitas
belum tentu menggunakan semua ketujuh nada tersebut, melainkan hanya
beberapa nada saja yang digunakan. Dalam modalitas juga tidak
24
melalui interval disonan dan konsonan menggunakan ilmu kontrapung
(Prier,2014:118). Contoh dari modalitas adalah susunan nada yang
digunakan dalam gamelan jawa atau disebut dengan pentatonis jawa, laras
slendro hanya menggunakan 5 nada saja yaitu 1-2-3-5-6 sedangkan pada
laras pelog menggunakan 5 nada juga dengan susunan 3-4-5-7-1
(Prier,2014)
d. Iringan Nyanyian Ibadah
Pemusik ibadah sebagai wakil umat, istilah ini dipakai oleh Prier
dalam bukunya ‘Roda Musik Liturgi’ untuk menjelaskan bahwa
pemusik/organis tidak hanya memberi warna dalam nyanyian jemaat tetapi
juga harus turut bernyanyi untuk mengungkapkan pesan yang terkandung
dalam nyanyian. Jika sang pemusik sendiri tidak memahami pesan yang
terkandung dalam lagu karena cara mengiringi yang kurang sesuai bagaimana
orang lain dapat memaknai pesan lagu yang dinyanyikan. Tugas seorang
organis tidak hanya menciptakan suasana ibadah yang khidmat tetapi juga
membantu jemaat agar dapat bernyanyi dengan nyaman. Komisi Musik dan
Liturgi GKI menekankan pentingnya pemberian intro, interludium, preludium,
dan postludium oleh pemusik dalam mengiringi nyanyian jemaat yang terdiri
dari beberapa bait dalam satu lagu.
1) Intro : intro adalah cara untuk memperkenalkan lagu, tinggi nada, tempo,
25
tinggi nada dan tempo yang sama (Komisi Musik, 2012:50). Intro
berperan penting agar umat tidak ragu-ragu dalam inseting/memulai
bernyanyi pada sebuah lagu. Intro pada umumnya berjumlah antara 4-8
birama yang berasal dari akhir lagu.
2) Interludium : adalah melodi yang menghubungkan antara satu bait dengan
bait berikutnya dalam sebuah lagu. Interludium digunakan dengan
melihat syair dan makna dari antar bait lagu, apabila makna dari satu bait
ke bait berikutnya masih berkaitan maka interludium tidak perlu
digunakan agar pesan yang tersirat melalui syair lagu dapat dimaknai oleh
umat sepenuhnya.
3) Coda : coda merupakan ekor atauh akhiran dari sebuah lagu, coda dapat
berupa permainan musik secara instrumental atau syair yang terdapat
pada akhir nyanyian yang dinyanyikan secara berulang. Jika dimainkan
secara instrumental coda dapat diambil dari 2-4 birama akhir lagu tetapi
dapat juga dimainkan dengan improvisasi yang sedikit berbeda baik itu
improvisasi melodi, harmoni, dan ritme.
Struktur lagu yang digunakan dalam nyanyian ibadah di GKI adalah
sebagai berikut :
Gambar 1. Struktur Lagu Pada Nyanyian Jemaat
26
Dalam mengiringi sebuah nyanyian jemaat musik iringan pertama kali
memainkan intro yang merupakan pengenalan lagu kepada jemaat, intro
dimainkan dengan jiwa, irama, dan tempo yang tepat sesuai dengan karakter
lagu (Prier:2014). Pada umumnya tempo diambil sejumlah 2-8 birama pada
awal lagu dan pada akhir lagu. Setelah intro selesai dimainkan jemaat
memulai menyanyikan nyanyian sesuai dengan susunan lagu yang biasanya
dimulai dari bait, pada bagian ini pemusik tidak terlalu menonjolkan
permainanya agar suara jemaat dapat terdengar dengan jelas. Ada nyanyian
jemaat yang memiliki bagian reffrain dalam susunan lagunya, reffrain
biasanya terdapat setelah bait dinyanyikan dapat berfungsi sebagai
kesimpulan atau makna inti dari nyanyian tersebut (Prier:2014). Pada bagian
reffrain pemusik diperbolehkan mengubah sedikit gaya iringannya untuk
memberi variasi dalam nyanyian jemaat. Apabila nyanyian jemaat akan
dinyanyikan lebih dari satu kali atau lebih dari satu bait maka diperlukan
interlude yang merupakan permainan musik secara instrumentalyang berada
pada antar bait nyanyian. Interlude biasanya diambil sejumlah 2-4 birama
pada akhir lagu. Nyanyian jemaat ditutup oleh bagian yang disebut coda /
ekor lagu. Pentingnya penggunaan coda adalah untuk melengkapi sebuah
keutuhan nyanyian jemaat sehingga jika syair lagu terakhir selesai
dinyanyikan maka lagu tidak langsung berhenti begitu saja, tetapi diakhiri
dengan permainan musik iringan yang menggambarkan bahwa nyanyian
Penentuan nada dasar sebenarnya sudah dituliskan pada setiap lagu yang
akan dinyanyikan, nada dasar tersebut sudah disesuaikan oleh YAMUGER
yang merupakan penerbit buku nyanyian yang digunakan dalam peribadatan
dengan ambitus suara umat pada umumnya. Apabila nada dasar yang sudah
ditetapkan oleh buku masih kurang nyaman untuk dinya
pemusik diijinkan merubah nada dasar tersebut tetapi tidak boleh terlalu jauh
dari nada dasar asli yang sudah ditetapkan. Perlu diketahui oleh setiap
pemusik gerejawi bahwa ambitus umat pada umumnya berada pada nada a
sampai nada d2.
e. Alat Musik Pengiring Ibadah
Penggunaan teknik iringan oleh pemusik tergantung pada alat musik
yang digunakan dan karakteristik alat musik tersebut.
1) Electone: merupakan
elektrik. Electone
saat ini dikalangan gereja katolik. Alat musik ini pendahulunya adalah
organ pipa yang sumber suaranya berasal dari pipa
tekanan angin (Prier, 2014
megah dan menggelegar dengan nada panjang, pilihan suara yang biasa Penentuan nada dasar sebenarnya sudah dituliskan pada setiap lagu yang
inyanyikan, nada dasar tersebut sudah disesuaikan oleh YAMUGER
yang merupakan penerbit buku nyanyian yang digunakan dalam peribadatan
dengan ambitus suara umat pada umumnya. Apabila nada dasar yang sudah
ditetapkan oleh buku masih kurang nyaman untuk dinyanyikan jemaat, maka
pemusik diijinkan merubah nada dasar tersebut tetapi tidak boleh terlalu jauh
dari nada dasar asli yang sudah ditetapkan. Perlu diketahui oleh setiap
pemusik gerejawi bahwa ambitus umat pada umumnya berada pada nada a
Gambar 2. Ambitus Suara Jemaat Untuk bernyanyi
Alat Musik Pengiring Ibadah
Penggunaan teknik iringan oleh pemusik tergantung pada alat musik
yang digunakan dan karakteristik alat musik tersebut.
merupakan pengembangan dari alat musik organ dalam bentuk
Electone biasa digunakan untuk mengiringi sebuah ibadah
saat ini dikalangan gereja katolik. Alat musik ini pendahulunya adalah
organ pipa yang sumber suaranya berasal dari pipa-pipa yang mendapat
tekanan angin (Prier, 2014:142). Karakteristik dari alat musik ini adalah
megah dan menggelegar dengan nada panjang, pilihan suara yang biasa 27
Penentuan nada dasar sebenarnya sudah dituliskan pada setiap lagu yang
inyanyikan, nada dasar tersebut sudah disesuaikan oleh YAMUGER
yang merupakan penerbit buku nyanyian yang digunakan dalam peribadatan
dengan ambitus suara umat pada umumnya. Apabila nada dasar yang sudah
nyikan jemaat, maka
pemusik diijinkan merubah nada dasar tersebut tetapi tidak boleh terlalu jauh
dari nada dasar asli yang sudah ditetapkan. Perlu diketahui oleh setiap
pemusik gerejawi bahwa ambitus umat pada umumnya berada pada nada a
Gambar 2. Ambitus Suara Jemaat Untuk bernyanyi
Penggunaan teknik iringan oleh pemusik tergantung pada alat musik
organ dalam bentuk
biasa digunakan untuk mengiringi sebuah ibadah pada
saat ini dikalangan gereja katolik. Alat musik ini pendahulunya adalah
pipa yang mendapat
:142). Karakteristik dari alat musik ini adalah
28
digunakan dalam penggunaan alat musik electone adalah strings dan pipe
organ. Alat musik ini dimainkan dengan kedua tangan dan kaki yang
semuanya turut aktif berperan, pada tangan kanan memainkan melodi
utama lagu (cantus firmus) tangan kiri memainkan blocking chord dengan
letak papan nada yang berbeda, kaki kiri aktif memainkan bas pada
bilah-bilah nada yang terdapat pada bagian bawah, sedangkan kaki kanan
berperan mengatur pedal volume.
2) Piano : sebuah alat musik akustik yang sumber bunyinya berasal dari senar
yang dipukul oleh hammer/pemukul yang terbuat dari kayu, piano
merupakan penyempurnaan dari alat musik harpsichord dan cembalo yang
mulai muncul pada jaman barok. Karakteristik alat musik ini dapat
memainkan melodi, akor dan juga bass. Karakteristik alat musik piano
untuk mengiringi nyanyian yaitu memberikan ketukan yang jelas, sehingga
tempo lagu tetap terjaga. Piano juga menentukan rhytm dari sebuah lagu
(Komisi Musik, 2012:64). Saat ini piano telah dikembangkan dengan cara
lebih modern yaitu piano digital yang dihasilkan melalui listrik sehingga
perawatannya tidak serumit piano akustik.
3) Keyboard : alat musik keyboard adalah hasil dari modernisasi dari semua
alat musik, karena hampir semua jenis suara yang dihasilkan alat musik
dapat ditirukan oleh keyboard. Bentuk dari alat musik ini adalah terdapat
bebeapa papan nada sama seperti piano dan organ tetapi di atasnya terdapat
29
monitornya. Alat musik ini menggunakan listrik sebagai sumber daya dan
didalamnya terdapat program seperti komputer yang dapat menjalankan
perintah pemain secara otomatis dengan hanya menekan salah satu tombol.
Keyboard menjadi pilihan utama hampir disemua gereja karena fleksibilitas
fungsi dari alat tersebut, disamping harganya yang relatif terjangkau
apabila dibandingan dengan alat musik akustik lainnya. Beberapa gereja
menggunakan alat musik keyboard untuk menggantikan alat musik organ
atau piano karena pertimbangan harga dan perawatan. Teknik
permainanpun juga dapat mengikuti teknik permainan organ dan piano
yaitu selain dapat sebagai chord blocking, keyboard juga dapat memainkan
melodi bahkan melodi+chord blocking (Komisi Musik, 2012:80) dan cara
ini masih relatif berhasil untuk menciptakan suasana ibadah dan mengiringi
nyanyian umat agar suasana ibadah tetap khidmat. Namun ada juga yang
menggunakan keyboard untuk mencari kemeriahannya melalui fitur style
keyboard. Style iringan merupakan fitur keyboard berupa iringan otomatis
yang berbentuk irama musik tertentu yang terdiri dari beberapa alat musik
(Prier,2012:196). Penggunaan fitur ini cenderung lebih mudah untuk
dipelajari, dimainkan, dan pastinya memberikan suasana yang lebih meriah
apabila dibandingkan dengan iringan alat musik organ dan piano karena
instrumen keyboard dapat memainkan beberapa alat musik secara
bersamaan. Tetapi kemeriahan bukanlah suasana yang dibutuhkan untuk
30
Komisi Musik dan liturgi menjelaskan peran rhythmbox atau style iringan
dalam sebuah musik iringan ibadah harus diminimalisir.
Ingatlah bahwa musik gereja tidak sama dengan musik yang lain. Dalam mengiringi jemaat penggunaan rhythmbox (style iringan) harus dihindari karena membuat nyanyian menjadi mati. Rhythmbox (style iringan) adalah mesin yang tidak memiliki nafas, padahal manusia selalu bernafas dan dalam menyanyi kita harus mengambil nafas. Rhythmbox (style iringan) membuat nyanyian menjadi mati karena seperti komidi putar yang terus menerus mengulang tanpa titik atau koma (2012:59).
Senada dengan Komisi Musik dan Liturgi, Prier dalam bukunya roda
musik liturgi (2012:197) juga menentang penggunaan fitur rhythm pada
keyboard (style iringan) untuk mengiringi nyanyian ibadah. Menurutnya
fitur tersebut lebih tepat untuk hiburan dalam konteks musik sekuler,
sedangkan musik gerejawi diciptakan untuk berkomunikasi dengan Tuhan
bukan untuk hiburan. Selain itu nyanyian gerejawi identik dengan
penghayatan dan penjiwaan sehingga menimbulkan dinamika yang
beragam seperti keras, lembut, perlahan menjadi cepat, dll yang semuanya
itu tidak dapat dilakukan oleh style iringan.
B. Penelitian Yang Relevan
Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh untuk kemudian
dijadikan acuan untuk melaksanakan penelitian ini adalah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Kristian Satriyo Arwanto dari Fakultas
31
Musik Iringan & Pemandu Nyanyian Jemaat dalam Ibadah di Gereja
Kristen Jawa Wonosobo”, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan
bagaimana peran musik iringan dan pemandu nyanyian jemaat dalam
sebuah ibadah untuk dapat menghantarkan umat menghayati jalannya
ibadah dengan benar. Hasil dari penelitian ini adalah adanya keterikatan
antara musik dengan ibadah hari minggu, dimana musik dan pemandu
nyanyian jemaat harus benar-benar menguasai nyanyian sebelum bertugas
serta dibutuhkan variasi iringan musik agar tidak monoton. Peneliti
menggunakan penelitian tersebut untuk dijadikan acuan karena
peribadahan di Gereja Kristen Jawa (GKJ) dan Gereja Kristen Indonesia
(GKI) mempunyai denominasi gereja yang sama, sehingga liturgi ibadah
termasuk buku nyanyian yang digunakan dalam ibadah serta iringan musik
yang digunakan dalam ibadah setidaknya memiliki karakter yang sama.
2. Penelitian berikutnya yang dijadikan acuan oleh peneliti adalah penelitian
yang dilakukan oleh Wahyu Hidayati dari Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul “Persepsi Mahasiswa
Pendidikan Seni Musik UNY Terhadap Musik Keroncong”, penelitian ini
bertujuan mengetahui sejauh mana persepsi Mahasiswa Seni Musik UNY
terhadap musik keroncong dengan pendekatan kuantitatif dan instrumen
penelitian yang digunakan adalah angket yang kemudian diolah untuk
menarik kesimpulan. Hasil dari penelitian ini adalah mahasiswa Pendidikan
32
keroncong, minat mereka masih tinggi untuk mempelajari musik
keroncong serta perlunya pelestarian musik keroncong agar tetap bersaing
dengan musik lainnya. Peneliti menggunakan penelitian ini untuk acuan
menulis sistematika dalam penelitian, dan penyusunan angket untuk
mengetahui persepsi dari sumber data tentang variabel yang diteliti.
C. Kerangka Berpikir
Persepsi merupakan proses pengorganisasian berupa penilaian yang
dilakukan manusia melalui alat indra yang mendapat rangsangan dari sebuah
objek. Persepsi dapat terjadi jika alat indra yang ada pada manusia berfungsi
dengan normal karena persepsi dapat masuk melalui semua indra pada tubuh
manusia yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman, dan peraba. Hasil dari
persepsi dapat berupa pola pikir dan tingkah laku untuk menilai objek yang
merangsang manusia tersebut.
Jemaat dalam sistem organisasi gereja dapat dikatakan juga sebagai
pengunjung ibadah. Pengunjung ibadah dibagi menjadi dua kategori yaitu
anggota jemaat gereja setempat dan simpatisan dari gereja lain yang secara
kebetulan sedang beribadah di suatu gereja. Dalam penelitian ini jemaat yang
dimaksudkan adalah pengunjung kebaktian hari minggu di Gereja Kristen
Indonesia Sragen baik anggota jemaat setempat maupun simpatisan dalam
ibadah hari minggu pukul 07:00 dan 17:00. Pada masing-masing jam ibadah
33
iringi dengan hanya suara piano dan organ saja yang dimainkan secara manual
oleh pemusik, sedangkan ibadah sore bentuk iringan musik menggunakan
style iringan yang merupakan program yang terdapat pada alat musik
keyboard yang dapat menghasilkan suara seperti band atau jenis musik
tertentu yang berbentuk jenis iringan otomatis.
Iringan musik ibadah adalah cara mengiringi nyanyian dalam ibadah
dengan menggunakan alat musik serta jenis iringan yang dipakai apakah
sudah tepat dengan lagu yang diiringi baik itu tepat secara suasana lagu
maupun secara teknik teori iringan, sehingga jemaat dapat bernyanyi dengan
baik dan memaknai lagu yang dinyanyikan. Karena dalam peribadatan umat
Kristen nyanyian ibadah berperan sangat penting dalam membangun iman
jemaat dan mempunyai porsi yang besar dalam liturgi peribadatan.
Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana persepsi
pengunjung ibadah di GKI Sragen terhadap dua jenis iringan musik yang
selama ini digunakan dalam ibadah yaitu jenis iringan yang hanya
menggunakan suara piano / organ saja yang diiringi secara manual oleh
pemusik dan jenis iringan yang menggunakan style iringan apakah sudah
berperan dengan baik dan dapat membantu jemaat bernyanyi dengan benar
serta dapat membuat jemaat menghayati makna lagu atau justru membuat
jemaat merasa tidak nyaman dalam bernyanyi sehingga tidak bisa menghayati
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Pada penelitian ini, pendekatan penelitian yang digunakan oleh peneliti
adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode penelitian survey.
Sedangkan hasil dari penelitian ini dalam bentuk deskriptif melalui olah data
dari angket. Menurut Sugiyono dalam Darmawan (2013) penelitian deskriptif
adalah "penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variable mandiri,
baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan atau
menghubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lain". Instrumen
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket yang kemudian
akan diteliti secara kuantitatif (angka) untuk dapat mengetahui kecenderungan,
perilaku, atau opini dari suatu populasi. Hal ini dilakukan untuk mencapai
tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui persepsi jemaat GKI Sragen
terhadap iringan musik dalam ibadah.
B. Variabel Penelitian
Menurut Arikunto (2010: 161) variabel penelitian adalah obyek
penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel
35
terhadap iringan musik ibadah di GKI Sragen. Adapun definisi Dari variabel
tunggal adalah variabel yang hanya mengungkapkan satu variabel untuk
dideskripsikan unsur-unsur atau faktor-faktor di dalam setiap gejala yang
termasuk variabel tersebut (Nawawi, 2006 : 45).
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Gereja Kristen Indonesia Sragen dalam
ibadah hari minggu pukul 07:00 dan 17:00 yang telah dilaksanakan pada
bulan September-November 2015.
D. Populasi dan Sampel penelitian
Menurut Hasan (Hidayati, 2014) pengertian populasi adalah semua
objek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu. Berdasarkan
pernyataan di atas, populasi dari penelitian ini adalah anggota jemaat Gereja
Kristen Indonesia Sragen berjumlah 316 orang dengan rincian jumlah
anggota dewasa 241 orang dan jumlah anggota anak 75 orang, sumber data
diperoleh peneliti berdasarkan data yang dimiliki bagian tata usaha Gereja
Kristen Indonesia Sragen.
Menurut Deni (2013:138) sampel terdiri atas subjek penelitian
(responden) yang menjadi sumber data yang terpilih dari hasil teknik
36
peneliti dalam penelitian ini adalah teknik kuota sampling. Teknik kuota
sampling adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang
mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan
(Sugiyono 2011:67). Sampel penelitian yang akan digunakan peneliti untuk
mendapatkan data adalah pengunjung dewasa pada ibadah rutin hari minggu
pukul 07:00 dan 17:00. Rata-rata jumlah pengunjung dewasa dalam 3 bulan
terakhir dengan 2 kali jam ibadah adalah 100 orang, data ini telah divalidasi
oleh majelis jemaat GKI Sragen dalam persidangan Majelis Jemaat yang
rutin dilaksanakan satu bulan sekali. Karena jumlah pengunjung ibadah
fluktuatif dan tidak bisa diprediksi setiap minggunya, maka penulis
menetapkan kuota sampel yang akan digunakan sebagai data penelitian
sejumlah 80 orang jemaat dewasa baik itu anggota maupun simpatisan.
E. Teknik Pengumpulan Data
Kualitas hasil dari sebuah penelitian dipengaruhi oleh dua hal utama,
seperti yang disampaikan oleh Sugiyono (2012), dua hal tersebut adalah
kualitas instrumen penelitian yang berhubungan dengan validitas dan
reliabilitas, hal yang kedua adalah teknik pengumpulan data. Teknik
pengumpulan data adalah ketepatan cara yang digunakan peneliti untuk
mendapatkan data dari responden (Sugiyono, 2012:137). Pada penelitian ini
teknik pengumpulan data dilakukan melalui angket atau kuisioner. Kuisioner
37
pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono,
2012:142). Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis angket
tertutup, dimana responden sudah disediakan pilihan jawaban pada
masing-masing butir pernyataan sesuai dengan jawaban responden.
F. Instrumen Penelitian
Pengertian instrumen penelitian menurut Sugiyono (2012) adalah suatu
alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.
instrumen penelitian digunakan untuk mengukur variabel yang akan diteliti,
dan jumlah instrumen penelitian tergantung pada banyaknya variabel
penelitian. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan angket sebagai
instrumen penelitian. Kelebihan dari angket untuk dijadikan instrumen
penelitian adalah praktis, menghemat waktu untuk memperoleh data,
menghemat biaya karena tidak perlu menggunakan peralatan lain serta
menghemat tenaga. Suharsimi Arikunto (2006: 152) membedakan angket
atas beberapa jenis :
a. Angket terbuka : angket yang disajikan sedemikian rupa sehingga responden dapat memberikan isian sesuai dengan kehendak dan keadaannya. Angket terbuka digunakan apabila peneliti belum dapat memperkirakan atau menduga kemungkinan alternative jawaban yang ada pada responden b. Angket tertutup : angket yang disajikan dalam bentuk
sedemikian rupa sehingga responden tinggal memberikan tanda centang pada kolom atau tempat yang sesuai.
38
Penelitian ini akan menggunakan instrumen angket tertutup dimana
responden akan memberikan jawaban berupa checklist dengan 4 pilihan
alternatif jawaban dari setiap pertanyaan yang diberikan. Adapun kisi-kisi
dari instrumen yang akan digunakan untuk penelitian adalah sebagai berikut
39
Sedangkan skala pengukuran yang akan dipakai untuk memberikan
jawaban dari responden menggunakan skala likert. Sugiyono (2012:93)
menjelaskan skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Pilihan
alternatif jawaban menggunakan pernyataan sangat setuju, setuju, tidak
setuju, sangat tidak setuju dimana masing-masing jawaban diberi skor 1-4,
agar responden tetap memberikan sikap dan tidak netral terhadap setiap
pernyataan yang harus dijawabnya. Berikut ini skor penilaian untuk
masing-masing pernyataan :
a. SS = Sangat Setuju skor 4
b. ST = Setuju skor 3
c. TS = Tidak Setuju skor 2
d. STS = Sangat Tidak Setuju skor 1
G. Validitas dan Reliabilitas
Validitas dan reliabilitas adalah sifat mutlak yang harus dimiliki oleh
instrumen penelitian sebelum instrumen tersebut digunakan untuk
memperoleh data. Validitas instrumen dinilai apakah instrumen tersebut tepat
digunakan pada penelitian yang bersangkutan atau tidak, sedangkan
reliabilitas menunjuk pada apakah data hasil dari instrumen penelitian bersifat
40
hasil penelitian yang diperoleh pasti valid dan reliabel juga (Sugiyono,
2012:122).
1. Uji Validitas Instrumen
Sugiyono (2012) menjelaskan bahwa sebuah isntrumen penelitian harus
diuji validitasnya baik secara internal maupun eksternal, pengujian internal
meliputi pengujian yang dilakukan para ahli (expert) dan pengujian validitas
isi, sedangkan eksternal yaitu menghubungkan dengan fakta empiris yang
telah terbukti. Pada penelitian ini, instrumen penelitian diajukan kepada
ahli/expert terlebih dahulu sebelum diujicobakan kepada sebagian dari sampel
yaitu 30 orang jemaat GKI Sragen untuk berikutnya dihitung dengan rumus
korelasi pearson product moment agar mengetahui mana butir soal yang valid
dan tidak valid untuk digunakan sebagai penelitian.
Gambar 2. Rumus Korelasi Pearson Product Moment Untuk Uji Validitas Instrumen
Keterangan :
41
Untuk memudahkan analisis validitas instrumen menggunakan rumus di
atas, maka diperlukan table penolong yang berisikan hasil uji coba test
instrumen yang telah dijawab, setelah dihitung menggunakan rumus korelasi
product moment di atas maka didapatkan r hitung dari rumus di atas untuk
dikonsultasikan dengan r table apabila r hitung lebih besar nilainya dari r table
maka dapat ditarik kesimpulan butir soal tersebut dinyatakan valid dan layak
untuk digunakan begitu juga sebaliknya.
Uji coba instrumen penelitian dilakukan sebanyak dua tahap, karena
pada uji coba tahap pertama hanya menghasilkan 15 butir pernyataan yang
valid dan dianggap belum memuaskan. Instrumen yang tidak valid atau gugur
pada uji coba tahap pertama dilakukan kembali uji coba pada tahap kedua
tetapi dengan perbaikan struktur kalimat dan tetap mempertahankan inti dari
pernyataan. Hasil dari uji coba instrumen sebagai berikut :
Tabel 2. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian
No r hitung r tabel keterangan no r hitung r tabel keterangan 1 0.651 0.361 valid 16 0.506 0.361 valid 2 0.477 0.361 valid 17 0.111 0.361 tidak valid
3 0.468 0.361 valid 18 0.602 0.361 valid 4 0.737 0.361 valid 19 0.588 0.361 valid
7 0.222 0.361
Uji reliabilitas instrumen digunakan untuk mengetahui apakah instrumen
tersebut reliabel atau tidak, reliabel maksudnya hasil yang diperoleh dari
instrumen tersebut bersifat konstan dan berkelanjutan. Pada penelitian ini uji
reliabilitas instrumen digunakan dengan menggunakan rumus
Alpha
Gambar 4. Rumus Keterangan :
K = Mean kuadrat antara subjek ∑σi² = Mean kuadrat kesalahan
Uji reliabilitas instrumen digunakan untuk mengetahui apakah instrumen
reliabel atau tidak, reliabel maksudnya hasil yang diperoleh dari
instrumen tersebut bersifat konstan dan berkelanjutan. Pada penelitian ini uji
reliabilitas instrumen digunakan dengan menggunakan rumus
Gambar 4. Rumus Cronbach Alpha Untuk Uji Reliabilitas Instrumen
= Mean kuadrat antara subjek
Uji reliabilitas instrumen digunakan untuk mengetahui apakah instrumen
reliabel atau tidak, reliabel maksudnya hasil yang diperoleh dari
instrumen tersebut bersifat konstan dan berkelanjutan. Pada penelitian ini uji
reliabilitas instrumen digunakan dengan menggunakan rumus Cronbach
43
Berikutnya untuk menginterpretasikan rumus alpha yang telah dihitung,
digunakan tabel yang dikemukakan oleh arikunto (2010:319) yang sebagai
berikut :
Tabel 3. Interpretasi Uji Reliabilitas Instrumen
Kategori Keterangan
Antara 0,00 - 0,199 Sangat rendah
Antara 0,20 - 0,399 Rendah
Antara 0,40 - 0,599 Sedang
Antara 0,60 - 0,799 Tinggi
Antara 0,80 - 1,00 Sangat tinggi
Hasil reliabilitas dari uji instrumen yang telah dilakukan mendapatkan
skor sebagai berikut :
Tabel 4. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N Items of
.707 31
Pada tabel hasil uji reliabilitas terdapat angka hasil dari rumus alpha