BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang penelitian yang relevan, konsep yang digunakan serta landasan teori yang menjadi unsur pokok mendasar dalam penelitian ini. Berikut adalah penjelasan tentang ketiganya.
2.1 Penelitian yang Relevan
Penelitian mengenai kajian tindak tutur sudah pernah diteliti oleh beberapa peneliti. Sepengetahuan penulis, beberapa di antaranya dilakukan oleh:
Pricilya (2016) dalam skripsinya yang berjudul “Tindak Tutur dalam Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan Kasus Papa Minta Saham: Kajian Berdasarkan Daya Prakmatiknya” mendeskripsikan tentang jenis-jenis tindak tutur lokusi, ilokusi dan perlokusi yang terdapat dalam Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan Kasus Papa Minta Saham. Penelitian tersebut menggunakan teori tindak tutur oleh Wijana. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian tersebut berupa peristiwa tutur dalam Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan Kasus Papa Minta Saham yang direkam secara audiovisual dalam bentuk vidio yang diperoleh dari situs internet youtube.com
dalam menyusun kerangka penelitian. Adapun perbedaan penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian ini adalah teori dan objek penelitian yang berbeda yakni penelitian ini memfokuskan pada teori tindak tutur oleh Searle dan Leech, dan dalam pengumpulan data menggunakan metode simak.
Sūn (2015) dalam jurnal yang berjudul 言语行为理论视角下对《八月之 光》的解读Yányǔ xíngwéi lǐlùn shìjiǎo xià duì 《bā yuè zhī guāng 》de jiědú
(Analisis Novel 《bā yuè zhī guāng》Berdasarkan Perspektif Teori Tindak Tutur)
menjelaskan tentang hubungan antara karakter penokohan dengan hubungan sosial dalam novel yang menghasilkan adanya daya tindak tutur dalam komunikasi. Tindak tutur yang dihasilkan yaitu tindak tutur asertif, direktif, komisif, ekspresif dan deklaratif, sesuai dengan teori tindak tutur oleh Searle. Penelitian tersebut memberikan kontribusi dalam memahami hubungan kata-kata yang memiliki daya tindak tutur. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah objek kajiannya, yaitu penelitian ini meneliti acara variety show yang berbentuk lisan.
membantu penulis dalam memahami jenis-jenis tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi pada acara Indonesia Lawyears Club di TV one. Adapun perbedaan penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian ini adalah objek penelitian, teori yang digunakan, dan teknik analisis data yang berbeda yakni penelitian ini membahas tentang jenis dan fungsi tindak tutur pada acara variety show dengan memfokuskan pada teori tindak tutur oleh Searle dan Leech, dan untuk analisis data menggunakan tiga tahapan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Wú (2013)dalam jurnal yang berjudul 《红楼梦》中的言语行为现象 《Hónglóumèng》zhōng de yányǔ xíngwéi xiānxiàng (Jenis Tindak Tutur dalam Novel Dream in Red Mansions)”, yang memaparkan fenomena tindak tutur pada novel klasik Cina Dream in Red Mansions. Novel ini menceritakan tentang percintaan yang terjadi di tengah masa dinasti Qing. Dalam komunikasi yang terjalin diantara penokohan ini ditemukan tiga jenis tindak tutur yaitu lokusi, ilokusi dan perlokusi sesuai dengan teori tindak tutur oleh Austin. Penelitian tersebut memberikan kontribusi bagi penulis untuk memahami penggunaan kalimat, kata dalam bahasa mandarin yang memiliki daya tindak tutur khususnya dalam berkomunikasi. Adapun perbedaan penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian ini adalah objek, dan teori yang digunakan berbeda. Penelitian ini membahas tentang jenis dan fungsi tindak tutur dalam acara variety show yang mengacu pada teori tindak tutur oleh Searle.
2.2 Konsep
Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, dan yang memerlukan penggunaan akal budi untuk memahaminya (Kridalaksana, 2008:132). Adapun yang menjadi konsep dalam penelitian ini sebagai berikut.
2.2.1 Pragmatik
Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan penutur dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri (Yule, 2006:3).
Levinson (1983) (dalam Rahardi, 2009:20) mendefinisikan pragmatik sebagai studi bahasa yang mempelajari relasi bahasa dengan konteksnya. Konteks yang dimaksud telah tergramatisir dan terkodifikasi sehingga tidak dapat pernah dilepaskan dari struktur bahasanya. Sejalan dengan pendapat Levinson, Putrayasa (2014:14) mendefiniksan pragmatik sebagai telaah penggunaan bahasa untuk menuangkan maksud dalam tindakan komunikasi sesuai dengan konteks dan keadaan pembicara. Dengan kata lain, pragmatik menelaah bentuk bahasa dengan mempertimbangkan satuan-satuan yang menyertai sebuah ujaran: konteks lingual
aneka ragam cara yang merupakan wadah aneka konteks sosial performasi bahasa yang dapat mempengaruhi tafsiran atau interpretasi. Pragmatik menelaah bukan saja pengaruh-pengaruh fonem suprasegmental, dialek, dan register, tetapi justru memandang performansi ujaran pertama-tama sebagai suatu kegiatan sosial yang ditata oleh aneka ragam konvensi sosial.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pragmatik merupakan studi ilmu linguistik yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteksnya. Berkenan dengan hal itu menjadikan pragmatik memiliki kaitan erat dengan kajian tindak tutur yang merupakan kajian yang menelaah makna, maksud atau tujuan yang terdapat disetiap tuturan-tuturan yang disampaikan yang terikat dengan konteks. Dalam hal ini, kajian pragmatik memberikan manfaat untuk mengetahui dan memahami bahwa seseorang dapat bertutur kata tentang makna yang dimaksud, mengenai asumsi, serta tujuan yang ingin disampaikan melalui tuturannya.
2.2.2 Tindak Tutur
Tindak tutur (speech act) merupakan salah satu unsur kajian pragmatik yang melibatkan pembicara, pendengar atau penulis pembaca serta yang dibicarakan. Tindak tutur merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dengan menggunakan bahasa dalam menyampaikan maksud serta tujuan yang ingin ia capai.
Tarigan (2009: 31) menyatakan bahwa telaah mengenai bagaimana cara kita melakukan sesuatu dengan memanfaatkan kalimat-kalimat adalah telaah mengenai tindak tutur (speech act). Dalam menelaah tindak tutur ini pula kita harus benar-benar mengetahui betapa pentingnya konteks ucapan atau ungkapan dalam mendukung proses penelitian.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tindak tutur adalah aktivitas atau tindakan dalam ujaran-ujaran yang memiliki makna, maksud serta tujuan yang ingin disampaikan penutur kepada mitra tuturnya sesuai dengan konteks yang terkait.
Austin (dalam Leech,1993:316) mengklasifikasikan tindak tutur dalam tiga jenis tindakan, yaitu tindak lokusi (melakukan tindakan mengatakan sesuatu), tindak ilokusi (melakukan tindakan dalam mengatakan sesuatu), dan tindak perlokusi (melakukan tindakan dengan mengatakan sesuatu).
2.2.3 Running Man《奔跑吧兄弟》sebagai Sebuah Acara Variety Show
2.2.3.1 Variety Show
tidak selalu menayangkan satu format acara saja sehingga dapat menghibur khalayak yang menonton.
2.2.3.2 Running Man 《奔跑吧兄弟》
Running Man 奔 跑 吧 兄 弟; Bēnpǎo Ba Xiōngdì) merupakan salah satu acara variety show China yang tayang di ZRTG: Zhejiang TV. Acara ini pertama sekali dipopulerkan oleh negara Korea Selatan dengan nama Running Man yang diproduksi oleh SBS TV. Running Man 《奔跑吧兄
弟》pertamakali dirilis pada tanggal 10 Oktober 2014. Acara ini dikategorikan
sebagai acara permainan - varietas, dimana para anggota dan bintang tamu akan diberikan misi yang harus diselesaikan dalam memenangkan perlombaan.
2.3 Landasan Teori
Teori adalah alur logika atau penalaran yang merupakan seperangkat konsep, definisi, dan proposisi yang disusun secara sistematis (Sugiyono, 2014:54). Adapun teori yang dipakai dalam penelitian ini sangat berkaitan erat dengan pragmatik, yaitu teori tindak tutur berdasarkan pendapat dari Searle (1969) serta teori fungsi tuturan oleh Leech (1993).
2.3.1 Teori Tindak Tutur
Teori tindak tutur pertamakali diperkenalkan oleh J.L Austin. Austin (dalam Leech, 1993:280) menganggap bahwa semua tuturan merupakan sebuah tindakan dan tidak sekadar mengatakan sesuatu. Pendapat tersebut diperjelas dalam (Sumarsono dan Partana, 2002:323) menurut Austin, mengucapkan sesuatu adalah melakukan sesuatu, dan bahasa atau tutur dapat dipakai untuk membuat kejadian karena kebanyakan ujaran, yang merupakan tindak tutur, mempunyai daya-daya atau tindakan. Dalam pembagian tindak tutur, Austin (dalam Leech, 1993:316) membagi tindak tutur dalam tiga jenis tindakan sebagai berikut:
1. Tindak Lokusi
Contoh:
我每天开车去学校。
Wǒ měitiān kāichē qù xuéxiào.
Setiap hari saya mengendarai mobil ke sekolah.
Tuturan di atas merupakan tindak tutur lokusi. Tindak tutur tersebut didasarkan pada penggunaan kata 我 Wǒ “saya” sebagai subjek atau seseorang yang menjadi penutur, 每 天 měitiān menunjukan keterangan waktu “setiap hari” , 开车kāichē “mengendarai mobil”, pergi 去 qù “ke” suatu tempat yaitu 学校 xuéxiào yang artinya “sekolah” . Dengan demikian, tuturan tersebut hanya menunjukkan suatu pernyataan bahwa “setiap hari saya mengendarai mobil ke sekolah” tanpa mengidentifikasikan daya efek kepada mitra tuturnya.
2. Tindak Ilokusi
Tindak Ilokusi (Ilocutionary act) adalah tindak tutur yang berfungsi dalam mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga digunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak tutur ini biasanya disebut sebagai The Act of Doing Something, dimana tuturannya memiliki daya maksud dan tujuan.
dibawakan oleh preposisinya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tindak ilokusi merupakan tindak tutur yang memiliki daya efek kepada mitra tuturnya.
Contoh:
邓超 : 涵哥进来吧! Deng Chao : Hán gē jìnlái ba! Deng Chao : kak Han masuklah!
Tuturan di atas memiliki daya ilokusi perintah. Tuturan ini diujarkan oleh seorang penutur yaitu Deng Chao yang awalnya melihat petutur yaitu kak Han mengendap-endap di luar ruangan. Pada saat melihat kak Han, Deng Chao kemudian menyuruhnya untuk masuk ke dalam ruangan. Tindak tutur ilokusi perintah ditandai dengan tuturan yang menggunakan kata 吧 ba, dalam bahasa Mandarin kata ba merupakan kata bantu modus yang dipakai di akhir kalimat untuk menyatakan mohon, perintah, dan sebagainya. Penggunaan kata 吧ba dalam konteks tuturan di atas diterjemahkan “lah”, yang bermakna perintah, agar seseorang melakukan sesuatu.
3. Tindak Perlokusi
Tindak Perlokusi (perlocutionary act) adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur. Tindak tutur ini disebut sebagai The Act of Affecting Some One.
Contoh:
A : 你能把门关上吗?
A : Nǐ néng bǎmén guānshàng ma?
A : Bisakah kamu menutup pintu itu? B : 等会儿,我把门关上。
B : Děng huì er, wǒ bǎmén guānshàng。 B :Sebentar, biar aku tutup.
Tuturan di atas adalah tindak tutur ilokusi yang memiliki efek perlokusi bagi pendengarnya. Pada kalimat pertama 你能把门关上吗?
Nǐ néngbǎmén guānshàng ma? menunjukkan tindak tutur ilokusi direktif, yaitu tindak tutur yang dimaksudkan untuk menimbulkan efek berupa tindakan yang ditandai dengan kata 能 yang artinya “bisakah” bermakna meminta agar pintu ditutup. Setelah penutur menuturkan kalimat tersebut, efek perlokusi yang muncul adalah petutur segera menutup pintu.
Sehubungan dengan tindak tutur ilokusi, Searle (dalam Leech, 1993:164-165) mengklasifikasikan tindak tutur ilokusi (ilocutionary act) dalam lima jenis tindak tutur, yaitu, Asertif (Assertives), Direktif (Directives), Komisif (Commissives), Ekspresif (Expressives), dan Deklarasi (Declarations). Berikut penjelasan kelima tindakan tersebut.
1) Asertif (Assertives)
2) Direktif (Directives)
Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk menimbulkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan oleh penutur. Misalnya, memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat. 3) Komisif (Comissives)
Tindak tutur komisif adalah tindak tutur yang melibatkan penuturnya terikat pada suatu tindakan dimasa depan. Misalnya, menjanjikan, menawarkan, bersumpah.
4) Ekspresi (Expressives),
Tindak tutur ekspresi adalah tindak tutur yang mempunyi fungsi untuk mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan. Misalnya, mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, memuji, mengucapkan belasungkawa, dan sebagainya.
5) Deklarasi (Declarations)
2.3.2 Fungsi Tindak Tutur
Setiap situasi ujaran atau ucapan tertentu mengandung maksud dan tujuan tertentu. Dalam hal ini, Leech (1993:162) mengatakan bahwa hubungan tindak tutur terkait dengan tujuan sosial berupa pemeliharaan perilaku sopan dan terhormat. Fungsi tindak tutur dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu:
1) Kompetitif (Competitive)
Fungsi kompetitif adalah bersaing dengan tujuan sosial. Misalnya, memerintah, meminta, menuntut, mengemis, menolak.
2) Menyenangkan (Convival)
Fungsi ilokusi ini sejalan dengan tujuan sosial. Misalnya, menawarkan, mengajak atau mengundang, menyapa, mengucapkan terimakasih, mengucapkan selamat.
3) Bekerjasama (Collaborative)
Fungsi ilokusi ini tidak menghiraukan tujuan sosial. Misalnya, menyatakan, melapor, mengumumkan, mengajarkan.
4) Bertentangan (Conflictive)
Fungsi ilokusi ini bertentangan dengan tujuan sosial. Misalnya, mengancam, menuduh, menyumpahi, memarahi.
2.4 Konteks Tuturan
belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan petutur dan yang membantu petutur menafsirkan makna tuturan (Leech, 1993:20).
Delly Hymes (1979) (dalam Chaer dan Agustina, 2004:48-49) seorang pakar sosiolinguistik terkenal mengatakan bahwa peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen yang bila huruf-huruf pertamanya diakronimkan menjadi SPEAKING. Kedelapan komponen itu adalah:
S (=Setting and Scene)
P (=Participants)
E (=Ends: purpose and goal) A (=Act sequence)
K (=Key: tone or spirit of acts) I (=Instrumentalies)
N (=Norms of interactions and interpretation) G (=Genres)
Setting and scene. Di sini setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, dan situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda.
Ends merujuk pada maksud dan tujuan penuturan. Peristiwa tutur yang terjadi di ruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan kasus pekara. Namun, para partisipant dalam peristiwa tutur itu mempuyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil.
Acts sequence, mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannnya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran dalam perkuliahan umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta adalah berbeda. Begitu juga dengan isi yang dibicarakan.
Key mengacu pada nada, cara dan semangat di mana suatu pesan disampaikan: dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek, dan sebagainya.
Instrumentalies mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melaui telegraf atau telepon. Instrumentalies ini juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, ragam dialek, atau register.
Norm of Interaction and Interpretation mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya, dan sebagainya. Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.