• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Sterilisasi Buah Kelapa Sawit dengan Energi Gelombang Mikro: Faktor-Faktor yang Mempengarhi Generasi Panas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi Sterilisasi Buah Kelapa Sawit dengan Energi Gelombang Mikro: Faktor-Faktor yang Mempengarhi Generasi Panas"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KELAPA SAWIT (Elaesis guineensis Jacq.)

Pohon kelapa sawit terdiri dari dua spesies yaitu (1) arecaceae dan (2) palma yang digunakan untuk pertanian komersil dalam pengeluaran minyak kelapa

sawit. Pohon kelapa sawit Afrika yaitu Elaesis guineensis, sedangkan pohon kelapa sawit Amerika yaitu Elaesis oliefera [9]. Di Indonesia, kelapa sawit yang banyak ditanam adalah jenis Elaesis guineensis [10]. Kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan tanaman hutan hujan tropis di daerah Afrika Barat, terutama di Kamerun, Pantai Gading, Libera, Nigeria, Sirea Lione, Togo, Angola, dan Kongo [11].

Daging dan kulit buah kelapa sawit mengandung minyak. Agar kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai minyak secara maksimal, maka perlu dilakukan proses pengolahan kelapa sawit dari TBS (Tandan Buah Segar) hingga dihasilkan CPO (Crude Palm Oil). Hasil sebagai CPO dapat dimanfaatkan sebagai minyak goreng, sabun dan lilin [10].

Kandungan minyak dalam kelapa sawit bertambah seiring dengan kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya. Buah terdiri dari tiga lapisan:

1) Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin 2) Mesoskarp, serabut buah

3) Endoskarp, cangkang pelindung inti

(2)

Gambar 2.1 Penampang Buah Kelapa Sawit

2.2 PENGOLAHAN KELAPA SAWIT MENJADI CPO (CRUDE PALM OIL)

Proses pengolahan kelapa sawit menjadi CPO dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:

1. Penerimaan Tandan Buah Segar

Di pabrik kelapa sawit, proses pemilihan dan penilaian buah dilakukan secara manual oleh manusia. Warna buah kelapa sawit tetap menjadi salah satu satu faktor penting yang menentukan kelas dan kualitas buah sawit. Warna biasanya digunakan untuk mengenali tahap kematangan dan pemanenan produk pertanian. Warna masing-masing buah pada tandan yang berbeda menunjukkan bahwa proses pematangan buah tidak serentak. Berdasarkan pengamatan bahwa lebih dari 85% dari buah-buahan pada setiap tandan menunjukkan tingkat kematangan yang sama. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa buah-buahan yang berada pada tandan yang sama secara fisiologis memiliki kematangan yang sama [13]. 2. Perebusan (Sterilisasi)

(3)

panas. Kelapa sawit diberi uap dengan tekanan tinggi pada 15-45 psi selama 90 menit dan suhu lebih dari 100 °C [14].

3. Perontokan

Tujuan dari perontokan adalah memisahkan buah yang sudah direbus dari tandannya. Perontokan dilakukan dengan dua cara yaitu penggoyangan dengan cepat dan pemukulan [15]. Perontokan dapat dilakukan dengan tangan atau dengan perontok mekanik, yang berputar atau bergetar untuk memisahkan buah dari tandannya [16].

4. Pelumatan

Pelumatan diakukan untuk memanaskan buah kembali, memisahkan perikarp dari inti, dan memecah sel minyak sebelum ekstraksi. Kondisi terbaik proses pelumatan adalah pada suhu 95-100 oC selama 20 menit [15].

5. Ekstraksi Minyak

Kemudian dilakukan ekstraksi minyak untuk mengelurakan sel yang mengandung minyak sehingga diperoleh minyak sawit. Ada beberapa jenis penekanan yang dapat digunakan untuk menekan daging buah, yaitu penekanan manual, penekanan hidrolik, dan penekanan dengan sekrup (screw press). Screw press merupakan metode yang paling umum digunakan karena dapat menghasilkan minyak yang banyak saat dilakukan penekanan pada mesokarp [16]. Ekstraksi minyak dengan mesin pres akan menghasilkan dua kelompok produk, yaitu (1) campuran antara air, minyak, dan padatan, (2) cake yang mengandung serat dan inti [15]. 6. Klarifikasi

(4)

pengering vakum. Selanjutnya didinginkan sebelum disimpan dalam tangki penyimpan [15].

2.3 STERILISASI BUAH KELAPA SAWIT

Fungsi utama proses sterilisasi adalah untuk inaktivasi faktor biologis yang mempengaruhi penurunan kualitas dan pelepasan buah dari tandannya untuk pemulihan buah secara maksimum selama proses pelepasan dan perontokan. Saat ini, terdapat beberapa isu mengenai proses sterilisasi seperti tingginya resiko oksidasi dan sterilisasi berlebihan menyebabkan penurunan kemampuan pemutihan minyak yang dihasilkan [17].

Dalam sistem pengolahan kelapa sawit, salah satu prosesnya adalah proses rebusan yang dilaksanakan pada stasiun rebusan. Proses rebusan kelapa sawit dilakukan dengan proses tekanan uap air. Variabel yang berperanan penting dalam proses rebusan ini adalah jumlah buah kelapa sawit dan tekanan uap air dalam sterilizer (salah satu bagian dari stasiun rebusan). Semakin besar buah kelapa sawit

mendapat tekanan uap air untuk waktu tertentu, semakin cepat terjadi pemasakan [10].

Proses perebusan atau sterilisasi dilakukan dalam bejana bertekanan (sterilizer) dengan menggunakan uap air jenuh (saturated steam). Penggunaan uap jenuh memungkinkan terjadinya proses hidrolisa/penguapan terhadap air di dalam buah, jika menggunakan uap kering akan dapat menyebabkan kulit buah hangus sehingga menghambat penguapan air dalam daging buah dan dapat juga mempersulit proses pengempaan. Media pemanas yang dipergunakan adalah uap basah yang berasal dari sisa pembuangan turbin uap yang bertekanan ± 3 kg/cm2 dan temperatur 132,88oC. Bila temperatur yang digunakan di atas 132,88oC saat perebusan akan mengakibatkan buah menjadi hangus atau kegosongan sehingga kualitas minyak CPO rusak dan bila menggunakan suhu di bawah 132,88oC saat perebusan akan mengakibatkan enzim-enzim pada buah tidak mati dan masih banyak mengandung kadar air [3].

(5)

Kandungan FFA tinggi tidak dapat dihindari karena proses basah yang digunakan dan keberadaan air akan menyebabkan hidrolisis minyak menjadi FFA. Pada saat yang sama, pabrik memiliki pedoman yang ketat untuk penerimaan tandan buah segar, dimana tandan yang mengandung buah-buahan mentah dan memar akan ditolak. Minyak yang diekstraksi dari buah-buah memar akan menghasilkan FFA yang tinggi. Sebagai tambahan, air juga terdapat dalam minyak yang telah dimurnikan dan pengering vakum yang efisien diperlukan untuk menghilangkan air hingga batas yang diterima. Selain itu, masalah yang paling penting adalah produksi limbah yang sangat besar dari tahap sterilisasi tersebut karena banyaknya jumlah air yang digunakan [8].

2.4 STERILISASI DENGAN ENERGI GELOMBANG MIKRO

Energi gelombang mikro (microwave) telah digunakan dalam proses industri selama beberapa tahun. Teknologi tersebut diadopsi untuk menggantikan metode pemanasan konvensional yang setelah dipertimbangkan memiliki beberapa keuntungan seperti, proses lebih cepat, hemat tempat dan energi, dan meningkatkan kualitas [18]. Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi gelombang mikro telah dipelajari di industri kelapa sawit. Teknologi ini merupakan proses yang bersih dan kering yang tidak membutuhkan uap dalam jumlah besar dan dapat menghilangkan produksi POME [19].

(6)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Sterilisasi Buah Kelapa Sawit dengan Energi Gelombang Mikro (1)

No. Peneliti

(Tahun) Tujuan Penelitian Metode Hasil

1. Sukaribin dan Khalid (2009) [20]

 Mengukur sifat dielektrik dan distribusi kadar air di sekitar daerah absisi.  Menghitung efisiensi

stripping pada tandan kelapa sawit yang telah disterilisasi pada berbagai tingkat daya.

 Pengukuran sifat dielektrik sampel dilakukan dengan HP Network Analyser 8270B menggunakan metode penyelidikan koaksial terbuka dengan rentang frekuensi 0,2 hingga 20 GHz. Pengukuran dilakukan pada temperatur 25 dan 27oC.

 Efisiensi stripping dihitung dengan melakukan pemanasan sampel pada microwave oven 2000 watt dengan frekuensi 2450 MHz pada waktu 1, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, dan 18 menit.

 Kadar air pada sampel yang belum matang adalah 75% dan menurun menjadi 65% pada sampel dengan tingkat kematangan lebih.

 Konstanta dielektrik dan kehilangan dielektrik pada daerah absisi untuk buah matang lebih tinggi dari pada buah dengan kematangan lebih yaitu rentang konstanta dielektrik 30-50 sedangkan kehilangan dielektrik antara 12 dan 25.  Efisiensi stripping pada buah dengan dihasilkan melalui proses sterilisasi microwave dan ekstraksi dengan pelarut.

Pemanasan dengan microwave selama 1,2,3, dan 4 menit menggunakan microwave oven 800 Watt pada frekuensi 2450 MHz. Ekstraksi buah kelapa sawit dengan

pelarut heksana menggunakan peralatan Soxhlet selama 6 jam  Analisa kualitas minyak sawit yang

dihasilkan berupa kadar FFA, Karoten, dan Vitamin E.

Yield yang dihasilkan dengan sterilisasi microwave selama 3 menit sama dengan yield pada sterilisasi konvensional yaitu rata-rata 20%.

Kadar FFA yang dihasilkan adalah 0,26% dan kadar air 0,05%.

(7)

3. Umudee, dkk gelombang mikro untuk menghentikan reaksi enzimatik lipolisis yang menyebabkan produksi FFA.

 Sterilisasi dilakukan menggunakan microwave oven dengan daya 90 dan 360 W selama 20, 30, dan 40 menit berturut-turut untuk spikelet serta 10 dan 15 menit untuk fruitlet.

 Analisa kadar FFA menggunakan AOCS Official Method dan dianalisis setelah 3, 5, dan 7 hari.

Pemanasan dengan microwave dapat mencegah reaksi pembentukan FFA dengan temperatur pemanasan optimum adalah 50oC dan tidak lebih dari 80oC. Buah sawit yang disterilissi dengan

microwave dapat disimpan hingga 7 hari dalam kondisi lingkungan tanpa adanya pembentukan FFA yang signifikan. 4. Sarah dan

Taib (2013) [6]

 Untuk mengkaji kualitas minyak sawit yang dihasilkan dari sterilisasi dengan microwave dan hubungannya dengan power density dan D-value.

 Sterilisasi dilakukan dengan sampel 0,5; 1,0; dan 1,5 kg menggunakan microwave oven pada level daya high, medium high, dan high, serta perubahan temperatur diukur pada waktu 4, 7, 10, 13, dan 16 menit.  Analisa kadar FFA berdasarkan

metode uji MPOB (Malaysian Palm Oil Board)

Waktu yang dibutuhkan untuk inaktivasi lipase adalah 8,333 hingga 16,949 menit dengan temperatur hingga 71,5; 77,0; dan 83,0ºC berturut-turut.

Kadar FFA yang dihasilkan kurang dari 3,5%.

Kandungan karotenoid yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan dengan kandungan dalam minyak sawit komersial. kelapa sawit sebagai sterilisasi

Untuk meningkatkan kualitas minyak sawit yang dihasilkan

Buah kelapa sawit dipanaskan dengan microwave oven selama 1-5 menit, lalu diekstraksi dengan pelarut.

Analisa yang dilakukan yaitu oil content (OC), moisture content (MC), deterioration of bleachability index (DOBI), carotene content (CC), dan FFA.

Kondisi optimum untuk pemanasan adalah dengan daya 850 W selama 2 menit.

Hasil analisa yang diperoleh yaitu 84,14% kandungan minyak, 8,49% kandungan air dalam mesokarp, nilai DOBI 2,36, kandungan karoten 882,55 ppm, dan nilai FFA 3,40%.

(8)

2.5 ENERGI GELOMBANG MIKRO (MICROWAVE)

Microwave adalah gelombang mikro yang diubah menjadi energi panas

tergantung pada interaksi dengan bahan yang diinginkan. Pengolahan bahan menggunakan microwave tergantung pada sifat dielektrik dan magnetik sebagai medan listrik dan komponen medan magnet berinteraksi dengan bahan selama iradiasi. Dalam 65 tahun terakhir, energi gelombang mikro telah digunakan dalam berbagai aplikasi, seperti sintesis dan aplikasi pengeringan (1950-1970), aplikasi sintering (1970-1999) dan aplikasi pengolahan material yang canggih (1999-hingga

saat ini). Proses penggunaan microwave dapat dikategorikan menjadi beberapa kelompok, yaitu :

a. Proses pada temperatur rendah

Proses ini merupakan pemanfaatan energi gelombang mikro pada suhu di bawah 500°C seperti untuk pengolahan makanan, kayu, tekstil, karet, PMC (Polymer Matrix Composites), dan lain-lain.

b. Proses pada temperatur sedang

Proses ini merupakan pemanfaatan energi gelombang mikro pada temperatur antara 500oC hingga 1000oC, contohnya tabung karbon nano sintetis, keramik sintering, peleburan kaca, pengeboran non logam, pemanasan serbuk logam, dan lain-lain.

c. Proses pada temperatur tinggi

Proses ini merupakan pemanfaatan energi gelombang mikro pada temperatur di atas 1000oC, seperti pemrosesan keramik dengan densitas tinggi, CMC (Carboxy Methyl Cellulose), penggabungan logam, proses MMC (Metal Matrix Composites), dan lain-lain [22].

2.5.1 Prinsip Pemanasan dengan Energi Gelombang Mikro

Microwave oven memiliki frekuensi dengan rentang 300 MHz–30 GHz. Microwave dibangkitkan oleh magnetron yang diberikan melalui pembawa

(9)

microwave, karena itu jaringan tersebut hanya bertindak sebagai pelat logam.

Diagram skematik microwave oven dapat dilihat pada Gambar 2.2 [23].

Gambar 2.2 Diagram Skematik Microwave Oven

Prinsip pemanasan menggunakan microwave berdasarkan pada efek langsung dari gelombang-gelombang pada molekul oleh konduksi ionik dan rotasi dipol. Kemampuan air untuk menyerap energi dalam ruang microwave berhubungan dengan sifat dielektrik air yang tinggi. Molekul-molekul atau atom-atom memiliki dielektrik yang menunjukkan pergerakan dipol. Pergerakan ini menghasilkan gesekan ke dalam dielektrik dan kemudian energi dihamburkan sebagai panas [24].

Microwave menghasilkan panas melalui interaksi antara bahan dielektrik,

seperti makanan, dan pertukaran medan elektromagnetik. Dalam pemanasan microwave, panas didistribusi pada lokasi berbeda yang disebabkan oleh distribusi

medan listrik yang tidak rata. Pada proses pemanasan dengan microwave terdapat dua fenomena yang berkaitan dengan panas, yaitu pemanasan microwave karena perambatan medan elektromagnetik dan penyebaran panas [25].

Microwave diserap dengan sangat baik, karena gelombang medan listrik

berinteraksi sangat kuat dengan elektron bebas terdekat pada logam. Contoh sederhananya, perilaku elektron dijelaskan sebagai osilasi paksa teredam. Ini dapat mempercepat elektron meradiasi ulang gelombang elektromagnetik pada frekuensi dan fasa yang sama [23].

(10)

molekul memiliki muatan yang netral, yaitu jumlah proton dan elektron yang sama.

Molekul polar lebih positif pada satu sisi dan lebih negatif pada sisi lainnya (dipol).

Muatan tersebut bergerak, atau lebih tepatnya bergeser, sebagai respon terhadap

perubahan medan magnet, seperti yang diciptakan oleh gelombang mikro. Air

(H2O) merupakan molekul yang sangat polar dengan bias positif pada atom

hidrogen dan bias negatif pada molekul oksigen. Saat terkena gelombang mikro,

molekul air berputar dan bergetar agar selaras dengan perubahan polaritas

disekitarnya. Gerakan molekul tersebut menciptakan panas. Oven microwave

memanaskan bahan melalui getaran molekul air [26].

2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemanasan dengan Microwave Beberapa sifat fisik, termal, dan elektrik mempengaruhi penyerapan energi gelombang mikro dan perilaku pemanasan bahan dalam proses microwave. Beberapa faktor/sifat yang mempengaruhi pemanasan dengan energi gelombang mikro, yaitu :

1. Frekuensi

Untuk penerapan pada bahan pangan, hanya dua frekuensi yang digunakan pada pemanasan microwave yaitu 915 dan 2450 MHz. Panjang gelombang pada frekuensi ini masing-masing adalah 0,328 dan 0,122 m. Panjang gelombang memiliki pengertian khusus karena sebagian besar interaksi antara energi dan bahan berlangsung di wilayah tersebut dan menghasilkan panas seketika akibat gesekan molekul-molekul. Konstituen makanan kecuali kelembaban, lipid, dan abu relatif inert untuk frekuensi gelombang mikro yang ditentukan. Selain itu, frekuensi (atau panjang gelombang) menentukan komponen peralatan seperti magnetron, pembawa gelombang , dan jarak pemanasan.

2. Sifat Dielektrik

Sifat elektrikal bahan dalam hal pemanasan microwave dan radiofrekuensi dikenal sebagai sifat dielektrik, yang menyediakan pengukuran bagaimana suatu bahan berinteraksi dengan energi elektromagnetik. Sifat dielektrik bahan dapat dinyatakan dengan Persamaan 2.1 dan 2.2.

= '- j '' (2.1)

(11)

Dimana adalah konstanta dielektrik, adalah faktor kehilangan dielektrik bahan,

dan j adalah konstanta kompleks. Konstanta dielektrik merupakan ukuran kemampuan bahan untuk menyimpan energi listrik, dan loss factor adalah ukuran kemampuan bahan untuk melepas energi listrik dalam pemanasan. Permitivitas kompleks merupakan ukuran kemampuan bahan untuk menggabungkan energi listrik dari pembangkit daya microwave (magnetron). Sifat dielektrik bahan hampir menentukan perilaku pemanasan bahan selama pemanasan dengan microwave. Perbandingan antara faktor kehilangan dan konstanta dielektrik didefinisikan sebagai loss tangent, yang menyatakan kelemahan/kerentanan bahan terhadap penetrasi (perembesan) oleh medan magnet dan kehilangan energi listrik sebagai panas.

3. Kadar Air

Kadar air secara signifikan mempengaruhi sifat dielektrik dari suatu bahan dan berakibat pada kedalaman penetrasi microwave. Laju pemanasan tidak merata diamati dalam bahan dengan kadar air tinggi karena kedalaman penetrasi microwave rendah. Bahan dengan kadar air rendah akan memiliki tingkat

pemanasan lebih seragam karena penetrasi microwave lebih dalam. Kadar air awal produk dan laju pengeringan kadar air memiliki peran penting dalam pemanasan microwave. Perilaku pemanas air tergantung pada fasa (air cair dibandingkan fase

es padat) dan juga tergantung pada kadar air bebas. Pada suhu konstan, perilaku dielektrik air bebas tetap konstan dalam rentang frekuensi yang lebih rendah (wilayah statis) dan dipol air memiliki waktu yang cukup untuk reorientasi diri dengan tidak banyak menyerap energi, sementara penurunan yang signifikan dalam perilaku dielektrik dapat diamati pada frekuensi tinggi (wilayah optik) tanpa pembalikan medan oleh dipol air. Konstanta dielektrik menurun secara eksponensial dengan frekuensi (frekuensi kritis) di antara daerah statis dan optik. 4. Massa

(12)

seragam dengan melewatkan produk pada bidang microwave. Setiap oven microwave memiliki massa sampel kritis (minimum) untuk operasi yang efisien.

Biasanya sekitar 250 mL beban air dalam oven 1 kW. Di bawah tingkat ini, jumlah daya microwave yang besar tidak diserap ke dalam produk, dan pada beban yang sangat rendah dapat merusak magnetron.

5. Temperatur

Pemanasan microwave secara signifikan dipengaruhi oleh tingkat suhu sampel. Pengontrolan distribusi suhu selama pemanasan microwave penting dilakukan untuk kualitas dan keamanan produk. Sifat dielektrik bervariasi terhadap temperatur, tergantung pada bahannya. Suhu dan kadar air dapat berubah selama pemanasan dan sebab itu, kedua hal tersebut memiliki efek gabungan pada konstanta dielektrik, faktor kehilangan dielektrik, loss tangen, dan pada perilaku pemanasan. Pembekuan memiliki pengaruh besar pada kemampuan pemanasan bahan karena sifat dielektrik yang sangat berbeda antara es dan air. Air memiliki besaran konstanta dielektrik dan faktor kehilangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan es, dan sifat ini juga tergantung pada frekuensi microwave.

Suhu awal bahan yang dipanaskan oleh oven microwave harus dikendalikan atau diketahui, sehingga daya microwave dapat disesuaikan untuk mendapatkan suhu akhir yang seragam. Jika oven microwave diatur untuk meningkatkan suhu produk dari 20°C sampai 80°C, secara praktis akan mencapai suhu akhir 95°C dengan suhu produk awal 35°C. Untuk mengimbangi pengaruh suhu awal yang lebih tinggi, daya microwave oven harus dikurangi atau menggunakan massa sampel yang lebih banyak atau produk harus dipanaskan dengan durasi yang lebih singkat. Pada pemanasan konvensional, permukaan merupakan bagian terpanas dan temperatur semakin menurun ke arah pusat bahan. Pada pemanasan microwave, permukaan mungkin lebih dingin daripada bagian pusat dan air bergerak ke bagian permukaan.

6. Geometri Bahan

(13)

ukuran (ketebalan) dengan panjang gelombang, maka suhu pusat akan semakin tinggi. Partikulat kecil membutuhkan panas yang lebih sedikit dibandingkan partikulat besar. Selain itu, jika bentuknya lebih teratur maka distribusi pemanasan dalam bahan akan lebih seragam. Bahan dengan bentuk bulat atau silinder, pemanasannya akan lebih merata dibandingkan bentuk persegi. Semakin besar rasio permukaan terhadap volume maka laju pemanasan akan semakin besar pula. Oleh karena itu, laju pemanasan untuk bentuk bola akan berbeda dengan bentuk silinder dengan volume yang sama.

Ukuran bahan tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada pemanasan dengan microwave, tetapi jarak memiliki pengaruh yang kuat. Jika 2 blok bahan diletakkan dekat satu sama lain (kurang dari 2 cm), pemanasan berlebih pada bagian tepi bahan dapat dikurangi tetapi jika jarak antara bahan yang satu dengan bahan lainnya terlalu besar maka terjadi pemanasan melebihi blok yang terisolasi.

7. Sifat Termal

Karakteristik pemanasan bahan bergantung pada tingkat besar atau kecilnya beberapa sifat termal seperrti konduktivitas termal, densitas, dan kapasitas panas. Bahan dengan konduktivitas termal yang lebih tinggi dapat menghilangkan panas lebih cepat daripada bahan dengan konduktvitas termal rendah selama pemanasan microwave. Bahan dengan konduktivitas termal yang tinggi akan membutuhkan

waktu yang lebih singkat untuk mencapai suhu yang seragam. Konduktivitas termal makanan beku lebih tinggi karena konduktivitas termal yang tinggi dari es, sementara makanan kering yang dibekukan memiliki konduktivitas termal rendah.

(14)

2.6 RESPONSE SURFACE METHODOLOGY (RSM)

Optimasi bertujuan untuk meningkatkan hasil dari suatu sistem, proses, atau produk untuk memperoleh hasil yang maksimum. Istilah optimasi biasanya digunakan untuk analisa reaksi kimia yang bermaksud menemukan kondisi yang cocok untuk menerapkan tata cara yang dapat menghasilkan respon sebaik mungkin.

Secara tradisional, optimasi dalam analisa reaksi kimia dilakukan dengan memonitor pengaruh satu faktor pada suatu waktu terhadap respon percobaan. Ketika hanya satu parameter yang diubah, yang lainnya dijaga agar tetap konstan. Teknik optimasi ini disebut satu variabel pada satu waktu. Salah satu kelemahan utamanya adalah tidak menjelaskan pengaruh variabel yang diamati. Sebagai akibatnya, teknik ini tidak dapat menggambarkan secara lengkap pengaruh parameter terhadap respon. Kelemahan lainnya dari optimasi satu faktor adalah peningkatan angka percobaan yang diperlukan untuk melakukan penelitian, menyebabkan semakin banyak waktu dan biaya yang diperlukan seperti peningkatan konsumsi reagen dan bahan [29].

Response Surface Methodology adalah cara matematika dan teknik statistik

untuk merancang percobaan, membuat model, mengevaluasi perubahan relatif dari beberapa variabel bebas, dan menyatakan kondisi optimum untuk respon yang diinginkan. Dua rancangan yang paling sering digunakan dalam RSM adalah Central Composite Design (CCD) dan Box-Behnken design (BBD) [30].

2.6.1 Central Composite Design (CCD)

(15)

Pendekatan ini seringkali membutuhkan angka percobaan yang banyak, karena jumlah percobaan meningkat secara geometris dengan jumlah faktor yang akan diuji. Oleh karena itu, CCD merupakan teknik yang efisien untuk mengetahui hubungan antara faktor yang diselidiki dengan respon sistem secara eksperimen [31].

CCD adalah desain faktorial penuh dua level yang merupakan pendekatan matematika yang berharga dan dapat dijadikan alat dalam optimasi parameter proses yang penting. CCD tidak hanya mengoptimalkan proses tetapi juga mengurangi biaya dan waktu yang diperlukan untuk eksperimen dengan mengurangi jumlah percobaan yang dilakukan di laboratorium. Selanjutnya penggunaan CCD untuk mencari kondisi optimal dari beberapa variabel dalam kombinasi percobaan tunggal. Karena keuntungan tersebut, CCD telah dimanfaatkan dalam banyak bidang seperti, optimalisasi komponen nutrien seperti konsentrasi nitrat, kadar fosfat, dan pH untuk produksi biomassa [32].

2.6.2 Box-Behnken Design (BBD)

Box-Behnken Design (BBD) yang dikembangkan oleh Box dan Behnken

pada tahun 1980 merupakan metode yang digunakan untuk menghasilkan model respon permukaan orde dua. BBD didasarkan pada pembangunan keseimbangan desain blok yang tidak lengkap dan membutuhkan setidaknya 3 level untuk setiap faktor. Dalam BBD, level dari salah satu faktor ditetapkan sebagai level pusat yang mengkombinasikan semua level dari faktor-faktor lain yang digunakan [33].

Gambar

Gambar 2.1 Penampang Buah Kelapa Sawit
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Sterilisasi Buah Kelapa Sawit dengan Energi Gelombang Mikro (1)
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Mengenai Sterilisasi Buah Kelapa Sawit dengan Energi Gelombang Mikro (2)
Gambar 2.2 Diagram Skematik Microwave Oven

Referensi

Dokumen terkait