• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

7

Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup R.I. No.KEP-03/MENKLH/II/1991 menyebutkan : “Pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya mahkluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya”.

Menurut Kumar (1987), pencemaran udara adalah adanya bahan polutan di atmosfer yang dalam konsentrasi tertentu akan mengganggu kesetimbangan dinamik atmosfer dan mempunyai efek pada manusia dan lingkungannya (Mukono, 2008)

Pengertian lain dari pencemaran udara adalah terdapat bahan kontaminan di atmosfer karena ulah manusia (man made). Hal ini untuk membedakan dengan pencemaran udara alamiah dan pencemaran udara di tempat kerja (occupational air pollution) (Mukono, 2008)

2.2 Sumber Pencemaran Udara Primer dan Sekunder 2.2.1 Sumber Pencemar Udara Primer

(2)

sulfurdioksida (SO2), partikulat, dan hidrokarbon. Bahan pencemar Pb dan debu, karbonmonoksida (CO), metan (CH4), benzene (C6H6), sulfur dioksida (SO2) termasuk partikulat merupakan sumber bahan pencemar primer. Pencemaran udara primer terdiri atas bahan kimia berbahaya langsung masuk ke dalam atmosfer (Suharto, 2010).

2.2.2 Sumber Pencemar Udara Sekunder

Yang dihasilkan di atmosfir oleh peristiwa reaksi kimia seperti hidrolisis, oksidasi, dan reaksi fotokimia. Bahan pencemar udara sekunder diperoleh dari sumber bergerak yang merupakan sumber emisi bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat dari kendaraan bermotor dan bahan kimia berbahaya yang terbentuk dari senyawa lain dan dilepaskan ke udara. Gas buangan dari kendaraan yang menggunakan bahan bakar fosil seperti bensin, minyak diesel, minyak tanah, batu bara, dan gas alam. (Suharto, 2010).

2.3 Oleokimia

Oleokimia didefenisikan sebagai pembuatan asam lemak dan gliserin serta turunannya baik yang berasal dari hasil pemecahan trigliserida yang dikandung minyak atau lemak alami maupun yang berasal dari produk petrokimia. Produk oleokimia dasar yang utama adalah asam lemak, ester asam lemak, alkohol asam lemak, amina asam lemak, serta gliserol yang merupakan produk samping yang juga tidak kalah pentingnya. (Salmiah, 2000).

(3)

turunan asam lemak, turunannya dapat diaplikasikan dalam industrial yang berbeda.

Asam lemak banyak digunakan dalam pembuatan sabun, produk-produk karet, kosmetika, lilin, dan bahan baku untuk produksi turunan amina asam lemak. Disisi lain, aplikasi gliserol pada industri oleokimia juga sangat luas, yang digunakan pada produk kosmetika, farmasi, bahan peledak, serta monogliserida yang digunakan sebagai bahan pengemulsi. Hingga saat ini, umumnya sebagian produk oleokimia ini diaplikasikan sebagai surfaktan pada produk-produk kosmetika, toiletries, serta produk pencuci/pembersih, baik untuk kebutuhan rumah tangga, maupun industri seperti tekstil, plastik, pertambangan, dan pengolahan limbah cair pabrik. (Elisabeth, 1999). Hasil olahan oleokimia dapat dibagi atas beberapa bahan dasar oleokimia dan turunannya yang dapat dilihat pada gambar 1

Gambar 1. Diagram alur oleokimia

(4)

2.4 Industri Oleokimia

Industri Oleokimia Dasar menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 10 Tahun 2009 adalah industri yang memproduksi senyawa kimia berupa Fatty Acid, Fatty Alcohol, Alkyl Ester, dan Gliceryn. Oleokimia adalah bahan kimia yang diturunkan dari minyak atau lemak melalui proses splitting trigliserida (triacylgliserol) menjadi turunan asam-asam lemaknya dan gliserol. Proses tersebut dapat dilakukan secara kimia maupun enzymatis. (Ritonga, 2009).

Salah satu produk yang dihasilkan dari industri oleokimia adalah asam lemak (fatty acid). Asam lemak ini mempunyai nilai jual yang lebih tinggi sekaligus juga merupakan bahan dasar (bahan baku) bagi industri oleokimia, misalnya industri sabun, cat, lilin, farmasi, kosmetik, dan lain-lain (Teguh, 2008).

Oleokimia adalah bahan kimia yang diturunkan dari minyak atau lemak melalui proses splitting trigliserida (triacylgliserol) menjadi turunan asam-asam lemaknya dan gliserol. Proses tersebut dapat dilakukan secara kimia maupun enzymatis (Ritonga, 2009). Oleokimia dasar yang banyak diproduksi antara lain fatty acids, fatty alcohols, fatty methyl ester, fatty amines dan gliserol. Oleokimia dasar tersebut dapat diproses lebih lajut menjadi produk akhir yang mempunyai nilai lebih tinggi.

(5)

gliserin asam-asam lemak murni. Kemudian asam lemak hasil hidrolisis tersebut difraksinasi dengan cara destilasi.

Produksi fatty acids melibatkan pretreatment dengan asam phospat untuk menghilangkan phospatida. Umumnya untuk minyak inti sawit tidak memerlukan pre-treatment, karena minyak tersebut relatif bersih. Namun untuk minyak sawit mentah (CPO) diperlukan proses pre-treatment untuk menghilangkan gum dan bahan padatan lainnya. Selanjutnya minyak dilakukan splitting dengan menggunakan demineralized water. Produk yang dihasilkan berupa campuran asam lemak dan glyserin sekitar 15%.

(6)

dengan mereaksikan fatty methyl ester dengan hydrogen menggunakan katalis logam.

2.5 Karakteristik Pekerja 2.5.1 Usia

Usia berhubungan dengan proses penuaan atau bertambahnya umur. Semakin tua umur manusia maka semakin rentan atau berisiko seseorang terkena penyakit (Suma’mur, 2009). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Roselina

(2014) yang menunjukkan bahwa responden yang berumur < 39 tahun lebih banyak tidak mengeluh gangguan kesehatan daripada responden yang berumur ≥ 39 tahun.

2.5.2 Lama Paparan

Berdasarkan hasil penelitian Chandra (2015) Lama paparan selama 24 jam/hari merupakan lama paparan maksimal dalam di kehidupan dalam satuan jam/hari, sehingga jika terpapar dalam waktu maksimal maka akan semakin besar pula peluang responden memiliki besar risiko yang tidak aman. Sesuai dengan penelitian Ramadhona (2014) yang menunjukkan semakin lama seseorang terpapar amonia semakin besar risiko kesehatan yang dapat diterima.

2.5.3 Masa Kerja

(7)

Semakin lama mereka telah bekerja semakin besar pula efek negatif yang dapat diterima dari faktor resiko tersebut (Susanto, 2015).

2.5.4 Penggunaan Alat Pelindung Diri

Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat yang digunakan seseorang dalam melakukan pekerjaannya untuk melindungi dirinya dari sumber bahaya tertentu baik yang berasal dari pekerja maupun lingkungan kerja. Alat ini berguna dalam usaha mencegah atau mengurangi kemungkinan sakit atau cidera (Suma’mur,

1996).

Hal ini sesuai dengan penelitian Juniarto (2011) yang menyatakan bahwa semakin sering memakai alat pelindung diri dalam bekerja maka frekuensi kejadian gangguan kesehatan yang terjadi akan semakin kecil.

Ketentuan penggunaan alat pelindung diri diatur oleh peraturan pelaksanaan UU No.1 tahun 1970 pada pasal 13 yaitu bahwa barang siapa yang memasuki suatu tempat kerja diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat pelindung diri yang diwajibkan. Jenis APD menurut ketentuan tentang pengesahan, pengawasan, dan penggunaannya meliputi alat pelindung kepala, alat pelindung telinga, alat pelindung muka dan mata, alat pelindung pernafasan, pakaian kerja, sarung tangan, alat pelindung kaki, sabuk pengaman, dan lain-lain (Suma’mur, 2009).

2.6 Jenis Alat Pelindung Diri

(8)

(1) Alat Pelindung Kepala

Alat ini dapat berupa topi kepala yang berguna untuk melindungi kepala dari benda-benda keras yang terjatuh, pukulan, benturan kepala, dan terkena arus listrik. Tutup kepala yang berguna untuk melindungi kepala dari kebakaran. (Hapsari, 2003)

(2) Alat pelindung Muka dan Mata (face shield)

Perlindungan ini harus diberikan untuk menjaga muka dan mata dari percikan cairan pada kolam pengelolaan air limbah, kontak dengan gas atau uap iritan terdiri dari kacamata pelindung dan safety goggles (Darmini, 2007).

(3) Alat Pelindung Tangan

Alat ini berguna untuk melindungi tangan dari bagian-bagian dari benda tajam dan goresan, bahan-bahan kimia (padat dan larutan), benda-benda panas dan dingin terdiri dari Sarung tangan (gloves) yang terbuat dari neoprene, karet, dan PVC karet butil untuk melindungi tangan (Hapsari, 2003).

(4) Alat Pelindung Pernapasan

(9)

Khusus untuk gas amoniak (NH3) masker gas dilengkapi dengan kode catridge N75004L series dan berwarna hijau yang berfungsi untuk melindungi pekerja dari gas amonia dan metilamin. Sedangkan untuk gas H2S masker gas dilengkapi dengan kode cartridge N75SC series dan berwarna kuning gelap yang merupakan cartridge multifungsi melindungi dari paparan gas asam (H2S, Cl, HCl, SO2, dan HF), amoniak, methylamine, dan formaldehid. (NIOSH, 2007). 2.7 Dampak Pencemaran Udara terhadap Kesehatan

2.7.1 Dampak Pencemaran Udara terhadap Pernapasan

Terdapat 5 (lima) gejala respiratorik yang sering timbul, yaitu batuk, hemoptisis, sesak napas (breathlessness), napas berbunyi atau mengi (wheeze), dan nyeri pleuritik.

1) Batuk

(10)

membrane timpani, dan terkadang iritasi pada visera juga menimbulkan refleks batuk.

Mekanisme batuk memerlukan adanya penutupan glotis dan penigkatan tekanan intratoraks (sebagai elemen eksplosif). Jika terdapat kelumpuhan pita suara, elemen eksplosif batuk tidak terjadi dan keadaan seperti ini disebut sebagai bovine cough. Paralisis motorik pada laring biasanya disebabkan oleh terganggunya nervus laringeus rekuren kiri, karena terdapat karsinoma bronkial pada region hilus kiri, aneurisma aorta karena sifilis, karsinoma esophagus, karsinoma tiroid, atau dapat juga karena adanya pembengkakan mediastinum. 2) Sesak Napas

Sesak napas adalah gejala subjektif berupa keinginan penderita untuk meningkatkan upaya mendapatkan udara pernapasan. Rasa dispnea buatan bisa didapat jika menahan napas selama kurang lebih 45-60 detik, kemudian saat menarik napas, saat itu timbul perasaan yang disebut dyspneic, yaitu kemauan untuk menambah upaya bernapas. Seperti halnya rasa nyeri, dispnea sebagai gejala sifatnya subjektif, tingkat keparahannya dipengaruhi oleh respon penderita, kepekaan (sensitivitas) serta kondisi emosi. Tingkatan sesak napas (dispnea) dapat dirasakan sangat berbeda oleh masing-masing penderita walaupun sebetulnya kondisinya sama. Meskipun sifatnya subjektif, dispnea dapat ditentukan dengan melihat adanya upaya bernapas aktif dan upaya menghirup udara lebih banyak. Penyebab dispnea secara umum:

(11)

 Sistem pernapasan : PPOK, penyakit parenkim paru, hipertensi pulmonal,

kifoskoliosis berat, faktor mekanik di luar paru (asites, obesitas, efusi pleura)  Psikologis (kecemasan)

 Hematologi (anemia kronik)

3) Mengi atau Wheeze

Mengi adalah napas yang berbunyi seperti bunyi suling yang menunjukkan adanya penyempitan saluran napas, baik secara fisiologik (oleh karena dahak) maupun secara anatomic (oleh karena konstriksi). Wheezing dapat terjadi secara difus di seluruh dada seperti pada asma atau secara local seperti pada penyumbatan oleh lendir atau benda asing. Wheezing juga dapat timbul saat melakukan kegiatan agak berat (exercise induced). Jika Wheezing didahului oleh batuk di malam hari saat tidur, mungkin disebabkan oleh aspirasi refluks esophagus. Wheezing juga dapat disebabkan oleh central venous pooling akibat adanya gagal jantung.

4) Nyeri Dada

Salah satu bentuk nyeri dada yang paling sering ditemukan adalah angina pectoris yang merupakan gejala penyakit jantung koroner dan dapat bersifat progresif serta menyebabkan kematian, sehingga jenis nyeri dada ini memerlukan pemeriksaan yang lebih lanjut dan penanganan serius.

5) Sakit Tenggorokan

(12)

paling sering terjadi. Terutama banyak terjadi pada anak-anak dan infeksi ini disebarkan melalui orang ke orang.

Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi, terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear.

2.7.2 Dampak Pencemaran Udara terhadap Mata 1) Mata Berair (Lakrimasi)

Mata berair disertai merah bisa disebabkan oleh bakteri atau virus yang menyebabkan mata meradang. Normalnya, air mata akan mengalir di bawah kelopak mata dan turun melewati bagian hidung. Tetapi jika sistem aliran ini terhambat oleh sesuatu, akan menyebabkan air mata menumpuk sehingga mata terus berair.

Banyak penyebab mata berair seperti kelelahan, sindrom mata kering, adanya infeksi di kelopak mata akibat debu, asap, bahan kimia, atau allergen lain. Keluhan mata berair sering ditemukan pada pasien usia lanjut dengan udara dingin atau panas, emosi, benda asing di kornea, erosi kornea, kelainan fungsi eksresi lakrimal, kelelahan mata atau astenopia, radang kornea dan iris, glaukoma dan konjungtivitis (Ilyas, 2008).

2) Mata Merah

(13)

mata, peninggian tekanan bola mata mendadak, pecahnya pembuluh darah selaput lendir (hematoma subkonjungtiva) (Ilyas, 1989).

3) Mata Gatal

Setiap peradangan selaput lendir mata akan memberikan rasa gatal yang berat. Rasa gatal yang berat biasanya ditimbulkan oleh reaksi alergi selaput lendir mata. Radang alergi dan radang lainnya pada selaput lendir akan memberikan rasa gatal disertai dengan keluhan adanya belek dan kotoran mata (Ilyas, 2008)

4) Mata Kotor atau Belek

Selaput lendir mata menutupi selaput putih mata yang terletak dibelakang kelopak mata. Bila terjadi radang selaput lendir atau konjungtivitis maka mata akan mengeluarkan kotoran atau yang disebut dengan belek. Belek atau secret yang keluar bermacam-macam jenisnya dan sangat bergantung pada penyebab peradangannya. (Ilyas, 1989).

2.8 Amonia (NH3)

Amoniak adalah gas tajam yang tidak berwarna terdiri dari 1 unsur nitrogen (N) dan tiga unsur hydrogen (H3) dengan titik didih -33,5oC cairannya mempunyai panas penguapan yang bebas yaitu 1,37 Kj/g pada titik didihnya (EPA, 2004)

(14)

(pada tanah semi natural dan hutan), bergantung pada kondisi permukaan tanah. Sebaliknya, aerosol NH4+ umumnya memiliki kecepatan pengendapan yang kecil dan dengan mudah dapat terbawa udara dengan jangkauan jarak tertentu tergantung pada kondisi angin dan suhu udara (Sutton, 1993).

Amonia (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Ion ammonium adalah bentuk transisi dari ammonia, ammonia banyak digunakan dalam produksi urea, industri bahan kimia, serta industri bubur kertas. Kadar ammonia pada perairan biasanya kurang dari 0,1 mg/l (Neely, 1979).

2.8.1 Sifat-sifat Amonia

(15)

Tabel 2.1 Sifat Fisika dan Kimia Amonia

Sifat-sifat Nilai

Berat molekul 17,03

Warna Tidak berwarna

Keadaan fisik Gas pada suhu kamar

Titik lebur -77,7 oC batu bara, kandang ternak, dan pembakaran bahan bakar. (Chand, 2004).

(16)

2.8.3 Dampak Gas Amonia terhadap Kesehatan Manusia

.Kadar amonia yang tinggi atau diatas 50 ppm dapat mengakibatkan iritasi pada mata dan hidung, iritasi tenggorokan, batuk, nyeri dada hingga sesak nafas. (EPA, 2004).

Pekerja dapat terpapar amonia dengan cara terhirup gas ataupun uapnya, tertelan ataupun kontak dengan kulit, pada umumnya adalah melalui pernafasan (dihirup). Amonia dalam bentuk gas sangat ringan, lebih ringan dari udara sehingga dapat naik, dalam bentuk uap, lebih berat dari udara, sehingga tetap berada di bawah. Gejala yang ditimbulkan akibat terpapar dengan amonia tergantung pada jalan terpaparnya, dosis, dan lama pemaparannya. Gejala-gejala yang dialami dapat berupa mata berair dan gatal, hidung iritasi, gatal dan sesak, iritasi tenggorokan, kerongkongan, dan jalan pernafasan terasa panas dan kering, batuk-batuk. Pada dosis tinggi dapat mengakibatkan kebutaan, kerusakan paru-paru, bahakan kematian, amonia juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit (Imelda, 2007)

(17)

Tabel 2.2 Dampak Gas Amonia terhadap Kesehatan Manusia

140 ppm Menimbulkan iritasi tingkat menengah

pada mata, tidak menimbulkan dampak yang lebih parah selama kurang dari 2 jam

400 ppm Mengakibatkan iritasi tingkat

menengah pada tenggorokan

500 ppm Merupakan kadar yang memberikan

dampak bahaya langsung pada kesehatan

700 ppm Bahaya tingkat menengah pada mata

1000 ppm Dampak langsung pada jalan

pernapasan

1700 ppm Mengakibatkan laryngospasm

2500 ppm- 5000 ppm Mengakibatkan nekrosis dan kerusakan jaringan permukaan jalan pernapasan, sakit pada dada, edema paru, dan bronchospasm

5000 ppm Berakibat fatal dapat mengakibatkan

kematian mendadak Sumber: Makarovsky (2008)

2.8.3.1 Dampak Amonia pada Pernapasan

(18)

tinggi (500 ppm) telah terbukti meningkatkan volume pernapasan per menit. (Roney, 2011)

Paparan yang tidak disengaja pada aerosol yang terkonsentrasi garam amonium atau konsentrasi tinggi dari gas amonia dapat mengakibatkan luka bakarpada nasofaring dan trakea, obstruksi jalan napas dan gangguan pernapasan, bronkiolus dan edema alveolar. Uap amonia mudah larut dalam kelenjar yang ada pada kulit, mata, orofaring dan paru-paru membentuk amonium hidroksida yang kemudian terpisah untuk menghasilkan ion hidroksil. ( Kerstein, 2001).

Pajanan kronistingkat rendah amonia di udara (<25 ppm) memberikan efek yang rendah pada fungsi paru dan menimbulkan sensitivitas bau pada pekerja di beberapa pabrik, namun studi pada petani yang terkena amonia dan polutan lainnya di peternakan mengindikasikan hubungan antara paparan polutan, termasuk amonia, dan peningkatan gejala pernapasan (seperti reaktivitas bronkus , peradangan, batuk, mengi, atau sesak napas) dan atau penurunan parameter fungsi paru-paru. (ASTDR, 2004).

2.8.3.2 Dampak Amonia pada Kulit

(19)

dengan konsentrasi dan lamanya paparan; pembilasan dengan air segera dapat meredakan kontak atau mencegah efek. (Roney, 2011).

Paparan kulit akibat cairan amonia atau larutan yang terkonsentrasi dengan gas amonia dapat menghasilkan luka bakar, lecet, dan luka dengan berbagai tingkat keparahan. Tidak seperti luka bakar dari bahan bersifat korosif, yang menyebabkan nekrosis koagulasi, amonia menyebabkan luka bakar alkali (bersifat asam), sehingga pencairan dari jaringan dan penetrasi lebih dalam. Luka bakar dapat berakibat cukup parah hingga memerlukan pencangkokan kulit, dan hilangnya lapisan epidermis menyebabkan tubuh semakin kehilangan cairan dan kejadian infeksi. (Roney, 2011)

Sementara kebanyakan paparan amonia pada pekerjaan, produk rumah tangga yang mengandung amonia juga dapat menyebabkan cedera dermal. (Roney, 2011).

2.8.3.3 Dampak Amonia pada Mata

Efek pada mata manusia setelah paparan gas amonia meningkat sesuai dengan keparahan dengan dosis dan durasi. Dengan gejala sebagai berikut: mata meradang, lakrimasi, pembengkakan kelopak mata, hiperemik konjungtiva, penglihatan kabur, mungkin kebutaan sementara, lecet kornea, dan kerusakan kornea berkelanjutan. (Latenser, 2000).

(20)

2.9 Hidrogen Sulfida (H2S)

Hidrogen sulfida adalah gas yang berbau telur busuk. Hidrogen sulfida juga bersifat korosif terhadap metal, dan menghitamkan berbagai material. Karena H2S lebih berat daripada udara, maka H2S ini sering terkumpul di udara pada lapisan bagian bawah dan sering di dapat di sumur-sumur, saluran air buangan, dan biasanya ditemukan bersama- sama gas beracun lainnya seperti metan dan karbon dioksida (Soemirat, 2009).

2.9.1 Sifat-sifat Hidrogen Sulfida

(21)

Tabel 2.3 Sifat Fisika dan Kimia H2S

Parameter Nilai

Berat molekul 34,08

Warna Tidak berwarna

Keadaan fisik Gas pada suhu kamar

Titik lebur dalam beberapa pelarut organik polar, sepertimethanol, aseton, gliserol, dan lainnya

15,600 mmHg pada suhu 25oC Sumber: EPA (2004)

2.9.2 Sumber Hidrogen Sulfida

Gas Hidrogen Sulfida (H2S) dapat ditemukan pada pembuangan sampah, pabrik kertas, kilang minyak bumi, pabrik penyamakan, dan pabrik batu bara. Di kaskus atau jamban yang tidak menggunakan leher angsa dan ventilasinya buruk akan terkumpul gas H2S yang membahayakan penggunanya. Di alam, hidrogen sulfida ditemukan bercampur dengan minyak bumi kasar, gas alam, keluar dari kawah gunung api dan sumber air panas. (Darmanto, 2009)

(22)

air limbah, dan penyamakan kulit. Sumber terbesar Hidrogen Sulfida berasal dari manufaktur kimia dan produksi minyak dan gas (EPA, 2013).

Konsentrasi udara hidrogen sulfida dari sumber alami berkisar antara 0,00011 dan0,00033 ppm. Di daerah perkotaan, konsentrasi udara umumnya kurang dari 0.001 ppm. hidrogen sulfida. (ATSDR, 2016)

Hidrogen sulfida terutama digunakan dalam produksi sulfur dan asam sulfat. Gas ini juga dapat digunakan untuk membuat bahan kimia lainnya seperti natrium sulfida dan natrium hidrosulfida, yang digunakan untuk membuat keanekaragaman dari produk. (ATSDR, 2016)

2.9.3 Dampak Hidrogen Sulfida bagi Kesehatan

Efek tipikal dari hidrogen sulfida adalah sakit kepala konjungtivitis, gangguan tidur, luka pada mata, dan iritasi pada saluran pernapasan, kelumpuhan pernapasan, sesak napas akibat bau busuknya. Pada konsentrasi tinggi, dapat menyebabkan penyumbatan transfer oksigen, meracuni sel enzim, dan merusak jaringan saraf. (Chand, 2004).

(23)

Tabel 2.4 Dampak Gas H2S terhadap Kesahatan Manusia Konsentrasi (PPM) Efek Potensial

<10 Belum menimbulkan efek kesehatan.

10 – 20 Iritasi mata dan saluran pernafasan. perifer sebagai berikut: tremor, kelemahan, mati rasa pada daerah ekstremitas, pingsan, dan kejang. 600 – 1000

>1000

Pingsan seketika, kematian jika pertolongan pertama tidak segera diberikan.

Kematian. Sumber: Sutton (2004)

2.10 Baku Mutu Kebauan

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 50 tahun 1996 tentang baku tingkat kebauan dijelaskan mengenai pengertian baku tingkat kebauan, dalah batas maksimal bau dalam udara yang diperbolehkan yang tidak mengganggu kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.

(24)

tingkat kebauan untuk Hidrogen Sulfida (H2S) yang diperbolehkan di udara sebesar 0,02 ppm.

2.11 Kerangka Konsep

Keluhan Kesehatan - Keluhan Saluran

Pernapasan - Keluhan Iritasi

Mata Karakteristik

pekerja: - Usia

- Lama paparan - Masa kerja - Penggunaan

APD

Kadar NH3

(Amonia) dan H2S

(Hidrogen Sulfida) KepMen LH No. 50 tahun 1996

Memenuhi syarat

Gambar

Gambar 1. Diagram alur oleokimia
Tabel 2.1 Sifat Fisika dan Kimia Amonia
Tabel 2.2 Dampak Gas Amonia terhadap Kesehatan Manusia
Tabel 2.4 Dampak Gas H2S terhadap Kesahatan Manusia

Referensi

Dokumen terkait