• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017 Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kadar Gas Amonia (NH3) dan Hidrogen Sulfida (H2S) Serta Keluhan Kesehatan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT X Kota Batam Tahun 2017 Chapter III VI"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

31

Jenis penelitian ini adalah survai bersifat deskriptif, yaitu untuk mengetahui gambaran kadar NH3 (Amonia) dan H2S (Hidrogen Sulfida) serta keluhan kesehatan pada pekerja pengelola limbah di IPAL departemen Utility PT. X Kota Batam tahun 2017.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di IPAL Departemen Utility PT. X Kota Batam, Kepulauan Riau. Adapun alasan penulis memilih lokasi tersebut sebagai tempat penelitian adalah:

1. PT. X merupakan salah satu industri oleokimia terbesar di Indonesia khusunya di Batam.

2. Dalam sistem pengelolaan limbah cair di IPAL departemen utility PT. X Kota Batam khususnya pada pengelolaan biologi, melalui proses aerob dan anaerob sering mengeluarkan gas-gas yang menimbulkan bau seperti amoniak (NH3) dan hidrogen sulfida (H2S) yang dihasilkan dari proses metabolisme bakteri yang digunakan dalam pengelolaan limbah.

(2)

32

3.2.2 Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini direncanakan pada Februari sampai dengan Mei 2017 di IPAL departemen Utility PT. X Kota Batam. Waktu pelaksanaan direncanakan setelah usulan penelitian skripsi diterima dan disetujui oleh dosen tim pembimbing.

3.3 Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Data Primer

Data primer diperoleh melalui observasi lapangan, pengukuran kualitas udara, dan melakukan wawancara kepada pekerja dengan bantuan kuesioner. 3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Laboratorium PT. Sucofindo cabang Kota Batam dan data dari PT X Kota Batam.

3.4 Parameter dan Objek Penelitian 3.4.1 Parameter Penelitian

Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah kadar amoniak (NH3) dan hidrogen sulfida (H2S) dengan pertimbangan tingginya tingkat kebauan di udara dan membandingkan dengan KepMen LH No. 50 tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebauan dan keluhan kesehatan yang timbul pada pekerja di PT. X Kota Batam.

3.4.2 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah:

(3)

2. Kadar NH3 (Amonia) dan H2S (Hidrogen Sulfida) yang akan diambil pada 4 titik yaitu di sebelah kanan kolam Collecting PIT, di tengah area kolam UASB (Uplow Anaerobic Slude Blanket) tank, diarea kolam Conditioning tank, dan di tengah area kolam MBR Tank mengingat keempat titik tersebut merupakan tempat sistem pengelolahan limbah cair secara biologi yang menggunakan bakteri aerob dan anaerob yang bermetabolisme sehingga dapat menimbulkan bau.

3.5 Populasi dan Sampel 3.5.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja yang bekerja di instalasi pengolahan air limbah departemen utility PT. X kota Batam yang terdiri dari 45 orang.

3.5.2 Sampel

(4)

34

1. Superintendent berjumlah 3 pekerja. 2. Supervisor berjumlah 14 pekerja.

3. Rank & File yang terdiri dari operator dan helper berjumlah 28 pekerja. 3.6 Titik Pengambilan Sampel

Titik pengambilan sampel diambil pada 4 titik yaitu di sebelah kanan kolam Collecting PIT, di tengah area kolam UASB (Uplow Anaerobic Slude Blanket) tank, di tengah area kolam Conditioning tank, dan di tengah area kolam MBR Tank mengingat keempat titik tersebut merupakan tempat sistem pengelolahan limbah cair secara biologi yang menggunakan bakteri aerob dan anaerob yang bermetabolisme sehingga dapat menimbulkan bau.

Gambar.2 Denah IPAL PT. X Kota Batam Sumber: (PT. X Kota Batam, 2017)

Keterangan gambar:

(5)

5 = Mixing Tank 6 = Primary Sludge 7 = Dissolved Air Flotation 8 = Chemical Area 9 = Storage Tank 10 = Laboratory 11 = Control Room 12, 13, 14, 15 = UASB Tank 16, 17, 18, 19 = Conditioning Tank 20, 21, 22, 23 = Activated Sludge 24, 25, 26, 27 = MBR Tank 28 = Effluent Tank 29 = MBR Chemical Tank

3.7Definisi Operasional

1. Amoniak (NH3) adalah gas tajam yang tidak berwarna yang terdapat di IPAL Departemen Utility PT. X Kawasan Industri Kabil Kota Batam. Nilai baku mutu yang diperbolehkan berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 50 Tahun 1996 tentang baku mutu tingkat kebauan adalah 2,0 ppm. 2. Hidrogen Sulfida (H2S) adalah salah satu gas pencemar udara yang

menimbulkan bau busuk yang terdapat di IPAL Departemen Utility PT. X Batam. Nilai baku mutu yang diperbolehkan berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 50 Tahun 1996 tentang baku mutu tingkat kebauan adalah 2,0 ppm.

3. Melebihi baku mutu adalah apabila kualitas udara yang diukur melebihi dari nilai ambang batas yang diatur oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 50 Tahun 1996 tentang baku tingkat kabauan.

(6)

36

5. Umur adalah salah satu karakteristik pekerja yang menyatakan jumlah tahun yang dihitung mulai dari responden lahir hingga saat penelitian berlangsung. 6. Lama paparan adalah lama kontak antara pekerja pengelola limbah dengan

gas NH3 (Amonia) dan H2S (Hidrogen Sulfida) di IPAL departemen Utility PT. X kota Batam.

7. Masa kerja adalah salah satu karakteristik pekerja yang menyatakan waktu yang telah dihabiskan oleh pekerja mulai dari ia bekerja sampai penelitian berlangsung.

3.8 Aspek Pengukuran 3.8.1 Kadar Amoniak

Kadar amoniak (NH3) di udara diukur dengan menggunakan metode indofenol. Hasil pengukuran yang diperoleh dibandingkan dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 50 Tahun 1996 mengenai baku tingkat kebauan NH3 sebesar 2,0 ppm.

3.8.2 Kadar Hidrogen Sulfida

Kadar Hidrogen Sulfida (H2S) di udara diukur dengan metode merkuri tiosinat dan absorbs gas. Hasil pengukuran yang diperoleh dibandingkan dengan kebauan H2S sebesar 0,02 ppm.

3.8.3 Karakteristik Responden 1. Usia

Usia responden dapat dikategorikan sebagai berikut: a) ≤ 25 tahun

(7)

c) 36 – 45 tahun d) >45 tahun 2. Lama paparan

Lama paparan diukur berdasarkan jam kerja responden dikurangi jam istirahat.Saat pekerja pengelola limbah bekerja memantau kolam Collecting PIT, kolam UASB (Uplow Anaerobic Slude Blanket) tank,

Conditioning tank, dan MBR Tank sehingga terjadi kontak langsung secara

inhalasi antara pekerja dan gas NH3 dan H2S yang berasal dari kolam-kolam tersebut.

3. Masa Kerja

Masa kerja responden dapat dikategorikan sebagai berikut: a. ≤ 5 tahun

b. 6 – 15 tahun c. 16 – 25 tahun 4. Penggunaan APD

Mengetahui bagaimana penggunaan APD pada pekerja dilakukan dengan menggunakan metode observasi dan wawancara, dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

a) Pekerja menggunakan APD lengkap, apabila pekerja menggunakan seluruh jenis APD yang digunakan.

(8)

38

3.8.4 Keluhan Kesehatan

3.8.4.1Keluhan Saluran Pernafasan

1. Terjadi keluhan saluran pernapasan jika responden mengatakan “Ya” pada salah satu keluhan pilek, tenggorokan kering, batuk-batuk, sesak napas, dan nyeri dada saat pengambilan data.

2. Tidak terjadi keluhan saluran pernapasan jika responden mengatakan “Tidak” pada semua keluhan pilek, tenggorokan kering, batuk-batuk, sesak napas, dan nyeri dada saat pengambilan data.

3.8.4.2 Keluhan Iritasi Mata

1. Terjadi keluhan iritasi mata jika responden mengatakan “Ya” pada salah satu keluhan mata gatal, mata merah, mata kotor, dan mata berair saat pengambilan data.

2. Tidak terjadi keluhan iritasi mata jika responden mengatakan “Tidak” pada semua keluhan mata gatal, mata merah, mata kotor, dan mata berair saat pengambilan data.

3.9 Pengukuran Kadar Amonia 3.9.1 Prinsip

(9)

3.9.2 Peralatan 1. Midget Impinger 2. Pompa hisap 3. Spektrofotometer 4. Flow meter

3.9.3 Bahan Regensia 1. Reaksi penyerap

Diambil 5 ml H2SO4 1N, kemudian diencerkan dengan aquabides sampai volume 500ml ( H2SO4 0,01N ). Kemudian dari stock H2SO4 1N dimasukkan 14 ml HSO4(p) dalam 200 ml akuabides, lalu diencerkan dengan akuabides sampai 500 ml.

2. Larutan Nessler

Dilarutkan Kalium iodida (KI) 17,5 gr ke dalam akuabides beberapa ml, lalu dimasukkan 25 gr HgI2 sedikit demi sedikit hingga larut. Kemudian ditambahkan NaOH 40 gr yang sudah dilarutkan terlebih dahulu dalam akuabides. Diencerkan hingga volume 250 ml. Endapan yang dihasilkan dibuang dan supernatant dimasukkan dalam botol coklat.

3. Larutan standar Ammonia

(10)

40

3.9.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi

1. Ambil larutan sediaan 0 ml , 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml masukkan ke dalam labu ukur 25 ml

2. Tambahkan masing-masing 10 ml larutan penyerap dan 1 ml larutan reagen nessler, ditambahkan larutan penyerap sebagai tanda batas, kemudian dikocok.

3. Tunggu selama 10 menit, kemudian baca absorbansi dengan spektrofotometer UV-Visibel pada = 425 nm.

4. Buat kurva kalibrasi yang menyatakan hubungan absorbansi dengan konsentrasi NH3.

3.9.5 Waktu Pengukuran

24 jam dengan interval waktu 6 jam, masing – masing 1 interval diambil 30 menit dianjurkan mulai dari jam 08.00.

3.9.6 Cara Pengambilan Contoh

1. Ambil 30 ml pereaksi penyerap masukkan ke dalam midget impinger. 2. Rangkai midget impinger dengan pompa vacuum selama 30 menit dengan

laju aliran 30 ml / menit.

3. Setelah pengambilan contoh, simpan contoh dalam termos es. 3.9.7 Cara Uji

1. Atur pH larutan 7,4

(11)

3. Ambil 5 ml larutan penyerap (blanko), dimasukkan kedalam labu takar 25 ml yang berbeda.

4. Tambah 1 ml reagen Nessler,kemudian tambahkan larutan penyerap ke masing-masing labu takar sebagai tanda batas, dikocok dan disimpan di tempat gelap selama 10 menit.

5. Baca absorbansi pada = 425 nm

3.10Pengukuran Kadar H2S

3.10.1 Prinsip Pengukuran

(12)

42

3.10.3 Bahan Regensia

1. Pereaksi penyerap : 4,3 gr CdSO4, 8 H2O ditambah 0,3 gr NaOH dilarutkan dalam air suling, sampai 1 liter.

2. Larutan induk H2SO4 – Amin : 12 gr NN dimethyl penylen diamin hidroksida yang dilarutkan dalam campuran dingin dari 50 ml H2SO4 dalam 30 ml air suling.

3. Larutan uji amin : encerkan 2,5 ml larutan induk menjadi 100 ml dengan H2SO4 dengan perbandingan 1 : 1 (50 ml H2SO4 : 50 ml air suling). 4. Larutan feri klorida (FeCl3) 100 % : 10 gr FeCl3 6 H2O dilarutkan

dengan air suling sampai menjadi 10 ml. 5. Larutan amino fosfat

6. Larutkan 400 gr Amonium fosfat (NH4)2 HPO4 dengan aquades sampai 1 liter.

7. Larutan induk sulfide : 0,3 gr larutan Na2S anhidrat dilarutkan dengan NaOH 0,1 M yang baru dibuat (0,4 gr NaOH dalam 100 ml air suling) ditambah 100 ml dalam labu ukur.

8. Larutan sediaan : 1 ml larutan induk sulfida dilarutkan dengan air suling dalam labu ukur sampai menjadi 100 ml.

3.10.4 Waktu Pengukuran

Waktu pengambilan contoh 30 menit dengan waktu pengukuran dalam satu hari.

3.10.5 Prosedur Pengambilan Contoh

(13)

2. Rangkai midget impinger dengan pompa hisap. Hisap udara selam 30 menit dengan laju alir 1,5 l/menit.

3. Setelah pengambilan contoh selesai, simpan dalam termos pendingin. 3.10.6 Pembuatan Kurva Kalibrasi

1. Masukkan 10 ml pereaksi penyerap ke dalam labu ukur 25 ml. Masing – masing berisi larutan sediaan 0 ml, 1 ml, 2 ml, 3 ml.

2. Tambahkan 1,5 ml larutan uji Amin, kemudian kocok.

3. Tambahkan 1 tetes larutan FeCl3 (jika timbul warna kuning + Amonium phosphat tetes demi tetes sampai warna hilang (40 gr (NH4)2 HPO4 dalam 100 ml AS encerkan dengan air suling sampai tanda batas dan diamkan selama 10 menit.

4. Baca absorbansi dengan = 670 nm.

5. Buat kurva kalibrasi yang menyatakan absorbansi dengan konstanta sulfida.

3.10.7 Cara Uji

1. Ambil 10 ml contoh dari midget impinger (suhu kamar) masukkan ke dalam labu ukur 25 ml.

2. Tambahkan 1,5 ml larutan uju Amin , kocok.

3. Tambahkan 1 tetes FeCl3 (jika timbul warna kuning + amonium phosphat tetes demi tetes sampai warna kuning hilang). Encerkan sampai tanda batas dan diamkan selama 30 menit.

(14)

44

Data yang dikumpulkan diolah dengan cara: 1. Editing ( pemeriksaan data)

Editing merupakan kegiatan pengecekan dan perbaikan terhadap semua isian

kuesioner yang telah dikumpulkan, setelah pengambilan data di lapangan dan uji laboratorium telah selesai. Kegiatan ini untuk memastikan bahwa data yang diperoleh tersebut semua terisi, konsisten, relevan, dan dapat dibaca dengan baik. 2. Coding ( pemberian kode)

Data yang berbentuk kalimat atau huruf yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Pemberian kode ini sangat berguna dalam memasukkan data (data entry).

3. Entry (pemasukan data ke komputer)

(15)

4. Cleaning (Pembersihan Data)

Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam program computer guna menghidari terjadinya kesalahan pemasukan data.

3.12 Analisa Data

(16)

46 BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum PT. X Batam

4.1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik

PT. X Batam sebelumnya didirikan pada tahun 1991 dan diresmikan pada tanggal 19 Februari 1994 oleh Presiden Soeharto yang tergabung dalam Divisi Kimia Salim Group. Seiring dengan perkembangan industri yang terjadi dan permintaan pasar yang semakin meningkat, maka dilakukan ekspansi di Pulau Batam. Dipilihnya Pulau Batam sebagai lokasi pabrik oleokimia karena selain merupakan salah satu pusat perindustrian terbesar di Indonesia, Pulau Batam juga terletak di daerah segitiga emas yaitu Indonesia (Batam), Singapura dan Malaysia (Johor).

PT. X Batam adalah perusahaan yang bergerak di bidang oleokimia, menghasilkan produk dari alam, berbahan dasar minyak nabati daerah tropis yang ramah lingkungan.Sebagai salah satu penghasil utama oleokimia dengan jumlah yang besar maka PT. X berkomitmen menyediakan produk yang bermutu tinggi dengan harga yang berdaya saing dan membangun hubungan yang erat dengan pelanggan sembari berinvestasi di sumber daya manusia.

(17)

berupa minyak inti sawit (Crude Palm Kernel Oil), minyak sawit (Crude Palm Oil), ataupun minyak kelapa (Coconut Oil).

4.1.2 Bidang Usaha

PT. X Batam memproduksi erbagai macam bahan kimia sebagai berikut: 1. Fatty Acids (Asam Lemak)

Secara umum Fatty Acids dihasilkan dari proses Raw Material (CPKO, RBDPS, PKO, RBDPO) dipompakan ke splitting dimana terjadi proses Hidrolisis yang menghasilkan Fatty Acids dan Glyserin setelah itu proses Hidrogenasi yaitu untuk menghasilkan Fatty Acids yang jenuh dengan memberikan Hydrogen, kemudian proses Destalasi selanjutnya proses Fraksinasi dan akhirnya dihasilkan Fatty Acids.

2. Fatty Alkohol (Lemak Alkohol)

Fatty Alkohol merupakan hasil lanjut dari pengolahan Fatty Acids yang terlebih dahulu di proses melalui Methylester.

3. Fatty Amino (Lemak Amino)

Fatty Amino digunakan sebagai bahan industri plastik, pelumas, tekstil dan surfaktan.

4. Methylester

(18)

48

5. Gliserin

Gliserin merupakan pemisahan dari Fatty Acids pada proses Hidrolisasi. Contohnya untuk industri kosmetik, bahan pelarut, pengatur kekenyalan shampoo, obat kumur, pasta gigi, industri rokok, permen karet, cat, adesip, plester dan sabun.

4.2. Mekanisme Sistem Pengelolaan Limbah Cair di PT. X Batam 4.2.1 Proses Waste Water Treatment Plant

Gambar 3. Proses Pengelolaan Limbah Cair Oleokimia PT. X Batam 4.2.2 Oil Separator

(19)

ini diadasarkan atas perbedaan densitas antara air dan minyak. Dimana minyak akan naik keatas karena memiliki densitas lebih ringan dibandingkan densitas air. Oil Separator mampu menampung air limbah dengan volume 56,3 m3 dan dilengkapi dengan perangkap minyak. Aliran dirancang over flow sehingga minyak akan terperangkap dan mengalir secara gravitasi ke Oil Waste Tank kemudian akan di pompaka ke coal boiler sebagai bahan bakar. Sedangkan air limbah selanjutnya dialirkan menggunakan pompa.

Adapun parameter yang dimonitor di Oil Separator adalah pH (6-9), temperatur (28-40oC), dan warna dalam air limbah dan Oil Separator dapat mengurangi COD sebesar 5%.

4.2.3 Fat Separator

(20)

50

4.2.4 Koagulan Tank dan Flokulan Tank

Air limbah yang bebas dari minyak dipompakan ke koagulan tank dengan menggunkaan pompa. Dialirkan ke koagulan tank untuk memisahkan suspended solid pada air limbah dengan penambahan koagulan. Koagulan yang digunakan

adalah PAC 10% yang dipompakan dari Koagulan Tank. Adapun proses terbentuknya flok ialah suspended solid yang ada dalam air terdiri dari ion-ion yang bermuatan negatif. Ion tersebut akan saling tolak-menolak. Sedangkan zat-zat pengendap terdiri atas ion-ion positif. Apabila ion positif bersentuhan dengan ion negatif maka dapat membentuk gumpalan-gumpalan. Sehingga ukuran partikel akan bertambah besar dan lebih mudah untuk diendapkan.

Pada proses koagulasi pH sangat berpengaruh pada pembentukan flok, sehingga pada koagulan tank pH dijaga antara 6,5 – 8,5 dengan penambahan NaOH 48%. Apabila pH dibawah 6,5 maka flok akan sulit terbentuk sedangkan apabila pH diatas 8,5 flok yang sudah terbentuk dapat pecah kembali. Kemudian dialirkan ke flokulan tank. Flokulan yang ditambahkan berupa polimer dari flokulan tank. Polimer berfungsi untuk memperbesar partikel koloid dan flok yang

telah terbentuk, sehingga proses pengendapan dapat berlangsung lebih cepat dan sempurna.

4.2.5 Dissolved Air Flotation (DAF)

Air limbah ke flokulan tank selanjutnya dialirkan ke Dissolved Air Flotation untuk memisahkan endapan flok yang sudah terbentuk dari air. Prinsip

(21)

berkumpul di permukaan. Selanjutnya akan dipisah menggunakan skimmer. Sludge akan ditampung di Primary Sludge Pit dan dipompakan menggunakan pompa ke sludge receive tank. Kemudian sludge akan dipindahkan ke kontainer dan digunakan sebagai bahan bakar. Sedangkan air limbah dari DAF akan dialirkan ke proses selanjutnya. COD air limbah dari DAF berkurang sebesar 5%. 4.2.6 Collection Pit

Air limbah dari Dissolved Air Flotation dialirkan ke Colleciton Pit. Collection Pit dengan desain volume 3200 m3. Adapun tujuan Collection Pit didisain begitu besar yang pertama untuk memfasilitasi proses hidrolisis/acidogenasi air limbah sehingga terbentuk asam organik, ini ditandai terjadinya penurunan pH di Collection Pit. Kemudian untuk mengakomodasi kegagalan pemisahan fisik dan biologi.

Di Collection Pit ditambahkan nitrogen dan phospat sebagai nutrient mikroorganisme diproses selanjutnya dengan perbandingan COD:N:P = 1000:7:1. Air limbah dari Collection Pit selanjutnya dialirkan ke distributor tank dengan mengguakan pompa. Adapun yang dimonitor di collection pit adalah pH, flow, total flow, dan temperatur.

4.2.7 Distribution Tank

(22)

52

4.2.8 Conditioning Tank

Air limbah dari distribution tank dialirkan ke conditioning tank. Air limbah dikondisikan pH nya netral antara 6,5 – 8,5 sehingga diambah NaOH 48%. Karena pH sangat berpengaruh pada proses anaerobik. Air limbah dari Conditioning Tank dipompakan ke Uplow Anaerobic Sludge Blanked (UASB) Tank dan sebagian disirkulais ke Conditioning Tank untuk memperkecil kebutuhan NaOH 48%.

4.2.9 UASB (Upflow Anaerobic Sludge Blanked) Tank

Air limbah dari Conditioning Tank dialirkan ke UASB Tank dengan menggunakan pompa. Air limbah dialirkan dari bawah UASB Tank dan debit influen dijaga sesuai dengan setpoint yang telah ditentukan. UASB Tank mampu mengurangi COD air limbah sebesar 85%. Effluent dari UASB Tank dialirkan ke proses aerobic yang sebelumnya ditampung di Distribution Tank.

Proses pengolahan air limbah di UASB Tank dilakukan dengan bantuan mikroorganisme untuk mengubah organic komplek menjadi gas metan. Ada empat jenis bakteri yang berperan dalam UASB Tank yaitu bakteri hidrolitik, bakteri asidogenik, bakteri asitogenik, dan bakteri metanogenik.

4.2.10 Distribution Tank

(23)

4.2.11 Activated Sludge

Adapun pengolahan air limbah secara Activated Sludge ialah senyawa organic yang tersisa pada air limbah didekomposisi mikroorganisme. Pada tangki aerasi disuplai oksigen dari blower. Selain suplai oksigen blower juga berfungsi sebagai pengadukan dalam tangki aerasi. Parameter yang dimonitor dalam tangki aerasi salah satunya adalah pH sehingga ditambahkan HCl 33% apabila air limbah dalam kondisi asam. Kemudian air limbah dialirkan ke MBR Tank secara over flow.

Ada dua hal yang perlu mendapat perhatian dalam pengoperasian lumpur aktif yaitu:

1. Butiran lumpur dan kualitas lumpur, butiran lumpur yang keras sulit mengendap sehingga sulit untuk dipisahkan dari cairan, bila lumpur ini ada dalam jumlah banyak maka akan menutupi permukaan dan mengakibatkan terganggunya kehidupan mikroorganisme. Butiran ini terjadi karena rendahnya konsentrasi oksigen yang terlarut.

2. Tidak tersedianya nutrisi yang cukup dan waktu tinggal lumpur dalam cairan terlalu lama, oleh karena itu harus selalu diketahui perbandingan volume lumpur dan berat lumpur.

4.2.12 MBR Tank

MBR Tank berfungsi untuk menyaring sludge dari aliran over flow aerasi

(24)

54

Tank untuk dipisahkan sludge dari air limbah. MBR Tank dilengkapi dengan

boiler untuk menghindari terjadinya fouling pada membran.

4.2.13 Belt Press

Belt Press berfungsi untuk memisahkan sludge dari air limbah. Sludge

dialirkan ke Sludge Storage Tank kemudian dipompakan ke Belt Press dengan menggunakan pompa. Untuk mempermudah pemisahan ditambahkan polimer. Prinsip kerja pada Belt Press ialah air limbah yang di pres sehingga sludge akan menggumpal dan ditampung ke dalam kontainer. Sedangkan air limbah yang bebas sludge ditampung di Belt Press Drain Tank kemudian dipompakan kembali ke dalam Distribution Tank.

4.2.14 Effluent Tank

(25)

4.3 Chemical

Tabel 4.1 Bahan Kimia yang Ditambahkan pada Proses WWTP

Chemical Penyimpanan Konsentrasi Penambahan Fungsi

HCL F-700 33% Fat Separator Pengemulsi

Activated Mengontrol

Sludge pH

NaOH F-710 48% Koagulan Mengontrol

Tank pH

Pipa effluent Coll pit

PAC F-720 10% Koagulan Koagulan

Tank

Polimer F-730 0,1% Flokulan Tank Flokulan

Urea F-740 10% Coll pit Nutrien

DAP F-750 5% Coll pit Nutrien

Sumber: Operasional Manual Waste Water Treatment Plant PT. X Batam.

4.4 Kualitas Udara

Kadar NH3 (Ammonia) dan H2S (Hidrogen Sulfida) diukur pada tanggal 4 Mei 2017 pada pukul 13.30 – 15.30 WIB di wilayah WWTP (Waste Water Treatment Plant) PT. X Batam. Titik pengambilan sampel sebanyak 4

(26)

56

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Kadar Gas NH3 (Ammonia) dan H2S

(Hidrogen Sulfida) di IPAL Departemen Utility PT. X Batam Tahun 2017

Keterangan:

MS : Memenuhi Syarat

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari pengukuran yang dilakukan pada empat titik di IPAL departemen Utility PT. X Batam yaitu, Collecting Pit, Conditioning Tank,UASB Tank, dan MBR Tank tidak terdapat hasil yang melebihi baku mutu udara ambien nasional. Kadar NH3 dan H2S pada titik I sebesar 0,44 ppm dan 0,012 ppm, pada titik II 0,20 ppm dan 0,008 ppm, pada titik III 0,20 ppm dan 0,007 ppm, pada titik IV 0,19 ppm dan 0,005 ppm

4.5 Karakteristik Responden

(27)

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT. X Kota Batam Tahun 2017.

Variabel Kelompok Jumlah

(orang)

Masa kerja karyawan ≤ 5 tahun 6 – 15 tahun

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja memiliki usia dalam rentang 26 – 35 tahun yaitu sebanyak 23 orang (51,1 %). Kemudian, untuk masa kerja responden, pada umumnya perkerja memiliki masa kerja ≤ 5 tahun yaitu sebanyak 21 orang (46,7%).

(28)

58

pengelola limbah di IPAL Departemen Utility PT. X bekerja selama 8 jam sehari yaitu 36 orang (80,0%)

Untuk riwayat merokok responden sebagian besar responden yang bekerja di IPAL Departemen Utility PT. X kota Batam tidak merokok yaitu 31 orang (68,9%) sedangkan yang merokok yaitu 14 orang responden (31,1%).

Sebagian besar responden tidak menggunakan alat pelindung diri lengkap saat bekerja yaitu sebanyak 29 orang (64,4%), sedangkan untuk yang menggunakan alat pelindung diri lengkap sebanyak 16 orang (35,6%).

Adapun jenis alat pelindung diri (APD) yang digunakan oleh responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Alat Pelindung Diri yang Digunakan di IPAL Departemen Utility PT. X Kota Batam Tahun 2017

Jenis Alat Pelindung Diri yang Digunakan Jumlah Persentase

(orang) ( % )

(29)

4.6 Keluhan Kesehatan Responden

Untuk mendapatkan gambaran tentang keluhan gangguan keluhan kehatan responden dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner sebagaimana dalam tabel 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Kesehatan pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT. X Kota Batam Tahun 2017

Keluhan Kesehatan Iya Tidak Total

(30)

60

Tabel 4.6 Distribusi Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT. X Kota Batam Berdasarkan Jumlah Keluhan

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa jumlah keluhan gangguan saluran pernapasan terbanyak yang dialami oleh pekerja pengelola limbah di IPAL Departemen Utility PT. X Kota Batam yang mengalami keluhan < 3 yaitu sebanyak 14 orang (82,4%), sedangkan petugas yang mengalami ≥ 3 keluhan yaitu 3 orang (17,6%). Untuk Keluhan iritasi mata, petugas yang mengalami keluhan iritasi mata < 3 keluhan yaitu sebanyak 11 orang (78,6%) dan petugas yang mengalami keluhan iritasi mata ≥ 3 keluhan yaitu sebanyak 3 orang (21,4%).

4.7 Keluhan Kesehatan Berdasarkan Karakteristik Responden

Tabel 4.7 Hasil Tabulasi Silang Karakteristik Responden Terhadap Keluhan Iritasi Mata Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT. X Kota Batam

(31)

Berdasarkan tabel 4.7 menunjukkan bahwa responden dengan rentang umur 26 – 35 tahun paling banyak mengalami keluhan iritasi mata yaitu sebanyak 6 orang (26,1%). Selain itu, petugas dengan masa kerja ≤ 5 tahun paling banyak mengalami keluhan iritasi mata yaitu sebanyak 10 orang (47,6%). Sedangkan sebanyak 11 orang (42,3%) mengalami keluhan iritasi mata dengan lama paparan >5 jam. Untuk petugas dengan jam kerja 8 jam sehari mengalami keluhan iritasi mata yaitu sebanyak 11 orang (42,8%) dibandingkan dengan petugas dengan jam kerja < 8 jam sehari yaitu sebanyak 6 orang (31,6%). Untuk penggunaaan APD, hanya 2 orang (12,5%) yang menggunakan APD lengkap.

(32)

62

Tabel 4.8 Hasil Tabulasi Silang Karakteristik Responden Terhadap Gangguan Saluran Pernapasan Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT. X Kota Batam

Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa responden dengan rentang umur 26 – 35 tahun paling banyak mengalami gangguan saluran pernapasan yaitu sebanyak 6 orang (26,1%). Selain itu, petugas dengan masa kerja ≤ 5 tahun paling banyak mengalami gangguan saluran pernapasan yaitu sebanyak 7 orang (33,3%). Sedangkan sebanyak 10 orang (38,5%) mengalami gangguan saluran pernapasan dengan lama paparan >5 jam. Untuk petugas dengan jam kerja 8 jam sehari mengalami gangguan saluran pernapasan yaitu sebanyak 12 orang (33,3%). Untuk penggunaaan APD, hanya 3 orang (18,8%) yang menggunakan APD lengkap.

(33)

4.8 Responden yang Terganggu dengan Bau

Adapun responden yang terganggu dengan adanya bau pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut :

Tabel 4.9 Distribusi Responden yang Terganggu Dengan Bau yang Dirasakan pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT. X Kota Batam tahun 2017

No Frekuensi Merasakan Kebauan

Jumlah (Orang)

Persentase %

1 Sering 24 53,3

2 Kadang – Kadang 15 33,3

3 Tidak Pernah 6 13,4

Jumlah 45 100

(34)

64 BAB V PEMBAHASAN

5.1 Kadar Gas NH3 (Ammonia) dan H2S (Hidrogen Sulfida) di IPAL Departemen

Utility PT.X kota Batam

Berdasarkan hasil pengukuran kadar NH3 dan H2S yang dilakukan pada empat titik di kolam pengelolaan limbah cair yaitu kolam Collecting Pit, UASB (Upflow Anaerobic Sludge Blanket) Tank, MBR Tank, dan Conditioning Tank belum ada yang

memenuhi baku mutu. Nilai baku mutu udara kebauan untuk NH3 dan H2S berdasarkan KepMen LH No. 50 Tahun 1996 masing-masing sebesar 2 ppm dan 0,02 ppm.

Adapun rentang dari hasil pengukuran yang dilakukan pada 5 titik di IPAL Departemen Utility PT. X Batam adalah (0,19 – 0,44) ppm untuk NH3 dan (0,005 – 0,012) ppm untuk H2S. Titik pengukuran I di kolam Collecting Pit memberikan hasil untuk kadar NH3 (Ammonia) 0,44 ppm dan H2S 0,012 ppm. Bila ditinjau dari hasil pengukuran maka dikatakan kadar NH3 dan H2S tersebut masih belum memenuhi syarat. Namun, untuk kadar H2S hampir memenuhi baku mutu.

. Titik pengukuran II di Conditioning Tank memberikan hasil yaitu 0,20 ppm untuk kadar NH3 dan 0,008 ppm untuk kadar H2S. .Bila ditinjau dari hasil

(35)

hasil untuk kadar NH3 yaitu 0,20 ppm dan kadar H2S 0,007 ppm. Maka dapat dikatakan kadar NH3 dan H2S di titik ini dalam taraf rendah. Titik pengukuran IV di MBR (Membran Bio Reactor) Tank memberikan hasil untuk kadar NH3 yaitu 0,19 ppm dan kadar H2S yaitu 0,005 ppm, maka dapat dikatakan kadar NH3 dan H2S di titik ini dalam taraf rendah.

Berdasarkan hasil pengukuran kadar NH3 dan H2S di kelima titik yang paling tinggi kadar NH3 dan H2S terdapat di titik pengukuran I di kolam Collecting Pit yaitu sebesar 0,44 ppm dan 0,012 ppm. Sedangkan untuk kadar NH3 dan H2S yang terendah terdapat di MBR Tank yaitu 0,19 ppm dan 0,005 ppm.

Kadar ammonia dan hidrogen sulfida yang tidak melebihi baku mutu tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah waktu pengambilan sampel udara. Sampel udara yang diambil dilakukan saat pengelolaan limbah cair di IPAL PT. X berjalan normal dan debit limbah yang diolah tidak terlalu banyak sehingga bau yang dikeluarkan tidak terlalu menyengat.

(36)

66

turut mempengaruhi kadar NH3 dan H2S yang rendah dimana 1 jam sebelum penelitian dilakukan di lapangan saat itu sedang hujan deras.

5.2 Karakteristik Responden 5.2.1 Umur

Berdasarkan tabel distribusi responden dapat dilihat bahwa dari total 45 orang responden, sebagian besar responden adalah pekerja yang berada dalam kelompok umur dengan rentang usia antara 26 – 35 tahun yaitu 23 responden atau sebesar 51,1% dari total responden. Kelompok umur dengan jumlah responden terkecil adalah kelompok umur > 45 tahun yaitu 5 orang atau 11,1% dari total responden. Berdasarkan kelompok umur yang ditetapkan maka pekerja di PT. X Batam termasuk dalam pekerja usia produktif.

(37)

5.2.2 Masa Kerja

Dari tabel distribusi responden dapat dilihat bahwa dari total 45 responden, sebagian besar responden bekerja dengan masa kerja selama ≤ 5 tahun yaitu 21 orang

atau 46,7% dari total responden. Selanjutnya, pekerja dengan masa kerja selama 6-15 tahun yaitu sebanyak 18 orang atau 40,0% dari total responden. Kemudian pekerja yang bekerja dengan masa kerja selama 16 – 25 tahun yaitu 6 orang atau 13,3 % dari total responden.

Masa kerja dapat diartikan sebagai sepenggal waktu yang agak lama dimana seorang tenaga kerja masuk dalam suatu wilayah tempat usaha sampai batas waktu tertentu (Suma’mur P.K., 2009:71).

Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Sembiring (2002) yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan gangguan pernapasan, maka semakin lama masa kerja seseorang, maka akan semakin lama terpajan gas iritan sehingga semakin mengganggu kesehatan paru-paru pekerja. 5.2.3 Lama Paparan

(38)

68

5.2.4 Jam Kerja

Dari total 45 responden, sebagian besar responden bekerja selama 8 jam yaitu sebanyak 36 orang atau 80,0% dari total responden. Sedangkan yang bekerja < 8 jam yaitu 9 orang atau 20,0 % dari total responden. Responden yang bekerja selama 8 jam adalah operator, helper, dan supervisor yang bertugas untuk selalu memantau masing-masing kolam di IPAL PT. X Batam agara kualitas effluent yang keluar tidak melebihi baku mutu air limbah. Sedangkan responden yang bekerja < 8 jam pada umumnya adalah super intendent yang bertugas mengatur kerja masing-masing supervisor dan operator.

Undang-Undang No.13 tahun 2003 Pasal 77 ayat 1, mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. Ketentuan jam kerja ini telah diatur dalam 2 sistem yaitu 7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu dan 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.

5.3 Keluhan Kesehatan Responden

(39)

jenis keluhan kesehatan responden yaitu keluhan iritasi mata dan keluhan gangguan saluran pernapasan, selama bekerja responden paling banyak mengalami keluhan gangguan saluran pernapasan yaitu sebanyak 17 responden atau sebesar 44,4%, dengan jenis keluhan yang paling banyak adalah batuk-batuk yaitu sebanyak 14 responden dari 17 responden yang memiliki keluhan gangguan pernapasan.

Sedangkan untuk jenis keluhan kesehatan iritasi mata dari 45 responden, hanya 14 orang atau 31,1% dari total responden yang mengalaminya. Dengan jenis keluhan iritasi mata terbanyak adalah mata perih sebanyak 11 responden atau 78,6 % dari 14 responden yang mengalami keluhan iritasi mata.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Imelda (2007) tentang Analisa Dampak Gas Amonia dan Klorin Pada Faal Paru Pekerja Pabrik Sarung Tangan Karet “X” Medan diperoleh kesimpulan sebagai berikut: di bagian amonia terdapat keluhan

berupa tenggorokan kering (80%), jalan pernapasan kering (73,3%), mata perih (66,67%), iritasi hidung dan batuk (53,3%), dan pingsan (6,67%). Hasil pemeriksaan udara menunjukkan bahwa kadar pada lingkungan kerja masih berada dibawah ambang batas menurut Permenaker No. 13 Tahun 2011 (25 ppm), yaitu gas amonia sebesar 1,7 ; 1,9, dan 3,5 ppm.

(40)

70

peternakan yakni sebesar 0,016 ppm, dan hasil yang terendah berada pada jarak 500 meter dari peternakan yakni sebesar 0,0002 ppm. Kemudian dari di jumpai ada 36 orang (40,0%) yang memiliki keluhan kesehatan saluran pernapasan selama 3 bulan terakhir dan 27 orang (30,0%) yang memiliki keluhan iritasi mata selama 3 bulan terakhir.

(41)

Gas hidrogen sulfida (H2S) merupakan gas yang mudah larut dalam air sehingga permukaan tubuh yang basah seperti mata dan kontak dengan gas secara langsung akan mengalami iritasi. Selai itu gas hidrogen sulfida (H2S) dalam tubuh dapat menghambat enzim cytochorome axidase sebagai penghasil oksigen. Hal ini yang menyebabkan suplai oksigen dalam dibawa oleh darah ke jaringan tubuh berkurang yang dapat menyebabkan pusing. Kekurangan oksigen dapat menyebabkan sistem pernapasan terpicu untuk bernafas lebih sering untuk mencukupi kebutuhan oksigen yang dapat menyebabkan terjadinya sesak nafas dan juga akibat kurangnya oksigen maka terjadi penyempitan arteri yang menyuplai darah ke otot jantung yang dapat menyebabkan dada terasa nyeri.

Berdasarkan karakteristik responden menurut umur, responden dengan usia 26-35 tahun paling banyak mengalami keluhan kesehatan yaitu sebanyak 9 orang atau 45,0 % dari total responden. Tingginya persentase responden yang memiliki keluhan kesehatan pada kelompok umur 26-35 tahun dikarenakan kelompok umur tersebut merupakan kelompok umur produktif yang terus beraktivitas sehingga tingkat pemaparan polutan udara lebih tinggi. Menurut Mukono (2008). Pada kelompok umur 21-30 tahun, maupun 31-40 tahun, telah melewati pertumbuhan paru sehingga beresiko terhadap terjadinya gangguan pernapasan.

(42)

72

(55,0%). Hal ini disebabkan karena mayoritas pekerja pengelola limbah berusia 26-35 tahun bekerja selama ≤ 5 tahun sehingga masa kerja belum relatif lama.

Berdasarkan karakteristik lama kontak responden , terjadi keluhan kesehatan terbanyak pada responden dengan lama kontak > 5 jam yaitu sebanyak 13 orang (65,0%). Menurut Suma’mur (2009) dalam Umakaapa M, dkk (2013), menyatakan bahwa salah satu variabel potensial yang dapat menimbulkan gangguan fungsi paru adalah lamanya seseorang terpapar zat toksik seperti gas maupun debu.

Berdasarkan karakteristik jam kerja responden, keluhan kesehatan tertinggi terjadi pada responden yang bekerja selama 8 jam. Jumlah responden yang bekerja selama 8 jam lebih banyak memiliki keluhan kesehatan dibandingkan dengan responden yang bekerja <8 jam. Hal ini disebabkan karena pada umumnya jam kerja di Indonesia adalah 8 jam/hari, yaitu sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 51 Tahun 1999.

Berdasarkan karakteristik penggunaan APD masker terhadap keluhan kesehatan yang berkaitan dengan keluhan saluran pernapasan menunjukkan bahwa responden yang memiliki keluhan saluran pernapasan tertinggi pada responden yang tidak menggunakan masker yaitu sebanyak 12 orang (70,6 %). Hal ini sesuai dengan Suma’mur (2009) yang menyatakan salah satu alat pelindung diri yang digunakan

(43)

penggunaan masker dengan gangguan fungsi pernapasan dan juga menjelaskan bahwa responden yang tidak memakai masker 12 kali lebih berisiko daripada responden yang tidak memakai masker.

(44)
(45)

74 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

1. Hasil pengukuran kadar NH3 dan H2S di IPAL Departemen Utility PT. X kota Batam yang dilakukan pada keempat titik yakni di masing-masing kolam Collecting Pit, Conditioning Tank, UASB Tank, dan MBR Tank, tidak ada yang melebihi batas baku mutu yang ditetapkan oleh KepMenLH No. 50 Tahun 1996. Hasil tertinggi berada pada kolam Collecting Pit yakni sebesar 0,44 ppm untuk NH3 dan 0,012 ppm untuk H2S.

2. Berdasarkan karakteristik responden, kelompok umur terbanyak berasal dari kelompok umur 26-35 tahun sebanyak 23 orang (51,1%). Responden yang memiliki masa kerja terbanyak yaitu ≤ 5 tahun sebanyak 21 orang (46,7%), untuk responden yang memiliki lama paparan terbanyak yaitu > 5 jam sebanyak 26 orang (57,8%) dengan jam kerja terbanyak selama 8 jam sebanyak 36 orang (80,0%), untuk responden yang merokok sebanyak 14 orang (31,1%), dan penggunaan alat pelindung diri yang lengkap sebanyak 17 orang (48,9%).

3. Responden mengalami keluhan gangguan saluran pernapasan sebanyak 17 orang (37,8%) dan keluhan iritasi mata sebanyak 14 orang (31,1%)

6.2. Saran

(46)

75

timbulnya bau dan terhirupnya polutan udara yang dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan pekerja.

2. Untuk PT. X Batam untuk melakukan pemantauan secara berkala terhadap kualitas udara khususnya di IPAL.

3. Kepada pekerja pengelola limbah di IPAL PT. X Batam sebaiknya selalu menggunakan alat pelindung diri yang lengkap seperti masker dan kacamata agar terhidar dari keluhan kesehatan.

Gambar

Gambar 3. Proses Pengelolaan Limbah Cair Oleokimia PT. X Batam
Tabel 4.1 Bahan Kimia yang Ditambahkan pada Proses WWTP
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pada Pekerja Pengelola Limbah di IPAL Departemen Utility PT
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Alat Pelindung Diri
+5

Referensi

Dokumen terkait

Tesis yang berjudul “ PENGARUH PAPARAN GAS METANA (CH 4 ), KARBON DIOKSIDA (CO2), DAN HIDROGEN SULFIDA (H2S) TERHADAP KELUHAN GANGGUAN PERNAPASAN PEMULUNG DI TEMPAT

Tidak adanya hubungan antara jarak tempat tinggal ke TPA dengan keluhan gangguan kesehatan diperkuat dengan hasil tabulasi silang antara jarak tempat tinggal ke TPA dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 27 responden yang bekerja dalam ruangan dengan kadar Particulate Matter 10 tidak memenuhi syarat kesehatan mayoritas mengalami